• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor penting bagi kemajuan hidup

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor penting bagi kemajuan hidup"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan salah satu faktor penting bagi kemajuan hidup manusia yang berbudaya. Melalui kegiatannya pendidikan dapat dijadikan sebagai salah satu upaya pewarisan nilai-nilai dan norma-norma luhur budaya bangsa kepada generasi penerusnya agar mereka tidak tercerabut dari akar-akar budayanya. Menurut Tilaar (1999) nilai-nilai dan norma-norma budaya akan mengkristal menjadi sistem nilai yang menjadi dasar tingkah laku dan menentukan sikap perilaku kehidupan manusia. Pemahaman dan kesadaran para generasi penerus bangsa terhadap akar-akar budaya, norma-norma budaya dan nilai-nilainya, diharapkan akan mendorong terbentuknya kepribadian yang kreatif serta mampu menempatkan diri di berbagai lingkungannya.

Tilaar (1999:63) menjelaskan bahwa nilai-nilai dan norma budaya yang berkembang di suatu lingkungan masyarakat itu harus hidup, menghidupi, dan mengarahkan kehidupan masyarakatnya kini dan masa depan untuk memperkuat jati diri demi ketahanan bangsa kelak. Sikap dan kemampuan serta pemahamannya terhadap nilai-nilai budaya, kelak akan dapat membimbing hidup manusia dalam menghadapi nilai-nilai global. Selanjtnya Tilaar (1999:63) menekankan bahwa pembangunan pendidikan di Indonesia harus diupayakan berbasis pada nilai-nilai

(2)

budaya yang hidup di lingkungan masyarakat agar membentuk individu yang menjadi bagian dari komunitasnya.

Pernyataan tersebut selaras dengan pandangan Ki Hadjar Dewantara yang menyatakan (1962:4) bahwa:

Pengajaran nasional adalah pengajaran yang selaras dengan pengidupan bangsa dan kehidupan bangsa. Kalau pengajaran bagi anak-anak kita tidak berdasarkan kenasionalan, sudah tentu anak-anak kita tak akan mengetahui keperluan kita... lagi pula tak mungkin anak-anak itu mempunyai rasa cinta bangsa dan makin lama makin terpisah dari bangsanya, sehingga kemudian barangkali menjadi lawannya.

Upaya penanaman nilai-nilai budaya bangsa melalui pendidikan hendaklah bukan hanya pada prosesnya saja, melainkan harus ditata pada sistem pendidikannya yang berbasis pada budaya bangsa sendiri, dan bukan mengambil kebudayaan dan perilaku hidup bangsa asing yang kemudian dimasukan ke dalam system pendidikan nasional Indonesia. Oleh karena itu, menurut Ki Hadjar Dewantara hal yang harus dipentingkan dalam konsep pendidikan adalah memperkuat penanaman nilai-nilai luhur yang dimiliki oleh bangsa sendiri secara menyeluruh dalam kehidupan anak didik.

Untuk mewujudkan cita-cita pendidikan nasional itu diperlukan adanya bimbingan para guru kepada para peserta didik di dalam lingkungan masyarakat secara luas. Secara sosial di masyarakat, wujud cita-cita pendidikan dilakukan

(3)

melalui pranata-pranata tradisional yang mampu menumbuhkan kepribadian yang kokoh dan yang berakar pada budaya.

Terkait dengan fenomena tersebut Tilaar (1999:64-65) menyatakan bahwa:

…kebudayaan akan menjadi suatu kekuatan, suatu elan vital masyarakat, apabila didukung oleh pribadi-pribadi yang dinamis sebagai aktor-aktor kebudayaan yang harus dikembangkan dan dibina melalui proses pendidikan. …oleh karena itu kebijakan-kebijakan pendidikan nasional haruslah bertolak dari premis ini.

Nilai-nilai budaya agar dipahami para peserta didik sebagai generasi bangsa, perlu diwariskan untuk diteruskan atau dikomunikasikan kepada generasi berikutnya melalui proses pembelajaran, mengingat bahwa kebudayaan merupakan proses belajar bukan sesuatu yang diwariskan secara biologis.

Salah satu bentuk pewarisan budaya kepada peserta didik antara lain dapat dilakukan melalui pembelajaran seni. Dalam konteks pendidikan, belajar seni dipandang sebagai sarana untuk mencapai tujuan pendidikan di antaranya: dapat membantu pertumbuhan dan perkembangan anak, membina perkembangan estetik, dan membantu menyempurnakan kehidupan. Dalam konteks pembelajaran musik John Blacking (1995) dalam Waridi (2005) menyatakan sebagai berikut: “Music is primary modeling system of human thought and a part of the infrastructure of human life. Music making is a special kind of social action witch can have importand consequences for other kinds of social action”. Menurut pengertian tersebut, musik adalah merupakan bagian terpenting dari kehidupan manusia dan membangun

(4)

kehidupan manusia. Membuat karya musik merupakan suatu kegiatan khusus dari sebuah aktivitas sosial yang menimbulkan berbagai konsekwensi terhadap kehidupan sosial lainnya. Melalui pengertian tersebut dapat dinyatakan bahwa melalui kegiatan belajar seni, mampu membimbing sikap seseorang dalam menghadapi berbagai realitas kehidupannya.

Proses pewarisan nilai-nilai budaya melalui kegiatan belajar seni dapat dilakukan melalui berbagai institusi belajar baik secara formal di sekolah, secara non formal di luar lingkungan sekolah atau secara informal dalam lingkungan keluarga. Terkait dengan pernyataan tersebut C. Kluckhohn dalam Peorwanto (2000:88) menyatakan bahwa:

…nilai-nilai budaya, merupakan tingkah laku yang harus dipelajari dan disampaikan dari suatu generasi ke generasi berikutnya. Proses belajar budaya ini lebih dikenal dengan sosialisasi atau enkulturasi atau disebut pembudayaan, aktivitasnya dapat dilakukan melalui pembelajaran baik di sekolah formal maupun di luar sekolah secara non formal atau secara informal dalam lingkungan keluarga. Supaya dapat dimaknai secara baik maka pembelajarannya harus mampu mengembangkan berbagai sarana yang dapat diandalkan agar dapat berinteraksi dengan lingkungannya sesuai dengan identitas alamnya.

Suatu budaya yang berkembang di daerah tertentu disebut sebagai budaya daerah atau budaya lokal yang memiliki corak khas dan unik. Salah satu ciri keunikan budaya lokal yakni terwujud dalam bentuk kesenian daerah atau seni budaya lokal di antaranya seni tari, seni musik/karawitan, seni rupa atau kerajinan. Menurut Tilaar (1999: 96) dalam rangka otonomi daerah, pendidikan di daerah haruslah tumbuh dan

(5)

berkembang dalam konteks budaya tempat lembaga pendidikan itu berada, bahkan pengenalan seni budaya lokal oleh para pendidiknya juga merupakan syarat yang harus dipenuhi lembaga tersebut.

Untuk menumbuhkan semangat mencintai seni budaya tradisi pada para peserta didik, perlu diciptakan proses belajar yang mampu membangun kembali kultur lokal disesuaikan dengan kondisi saat ini, agar para siswa didik tertarik untuk mempelajarinya. Sebagai manusia berbudaya, maka pewarisan nilai-nilai lokal kepada para peserta didik bertujuan agar peserta didik mampu memaknai nilai-nilai luhur dan keindahan budayanya, dengan menampakkan sifat-sifat luhur, halus dan indah melalui aktivitas pembelajaran yang kreatif dan inovatif.

Untuk tujuan pengenalan, pemeliharaan, dan pengembangan seni budaya lokal melalui proses pendidikan yang dimaksudkan tentunya tidak cukup hanya dilakukan di sekolah secara formal saja, namun dapat diupayakan prosesnya di luar sekolah secara nonformal di antaranya melalui belajar seni di sanggar-sanggar seni yang menyediakan fasilitas pelatihan dan pembelajaran seni budaya dengan fenomena lingkungan alamnya yang bernuansa tradisional.

Sanggar-sanggar seni yang menyediakan layanan pelatihan dan pembelajaran seni bagi peserta didik tersebut tentunya harus yang menyenangkan, dapat memberikan aktivitas/pengalaman seni tertentu bahkan dapat menambah nilai

(6)

pengetahuan yang bermanfaat. Tempat yang dikunjungi yakni harus bersifat menghibur, mendidik, dan menstimulus siswa untuk kreatif.

Di wilayah kota Bandung saat ini banyak terdapat sanggar seni yang menyediakan layanan pembelajaran seni baik yang telah berkembang secara mapan maupun yang masih dalam rintisan. Beberapa sanggar seni yang diamati peneliti antara lain berikut ini.

1. Sanggar “Angklung Udjo” di wilayah Padasuka, Kota Bandung. Sanggar ini dikenal dengan sebutan “Saung Angklung Udjo”, telah berdiri dengan mapan dan menjadi salah satu ikon pariwisata di kota Bandung bahkan di Mancanegara. Sanggar Udjo telah mampu menghasilkan devisa bagi negara. Sanggar “Angklung Udjo” menjadi salah satu contoh pengembangan sanggar seni budaya oleh sanggar-sanggar lainnya yang masih dalam rintisan. Materi seni budaya yang dikembangkannya yakni angklung dan arak-arakan budak sunat sebagai tema sentral pertunjukannya. Secara konseptual materi pelatihan dan pertunjukan telah memiliki konsep baku dan cenderung tidak mengalami perubahan dalam strategi pertunjukan pariwisatanya.

2. Sanggar “Pabeasan” yang berlokasi di gua Pabeasan, Padalarang, Kabupaten Bandung. Sanggar “Pabeasan” melakukan pembinaan sumber daya manusia di sekitar sanggar melalui pengembangan seni budaya tradisi dan seni kerajinan tangan. Sanggar seni tersebut masih dalam rintisan. Salah satu kegiatan yang

(7)

sedang dikelola yakni pelatihan kerajinan bagi masyarakat di sekitar sanggar tersebut.

3. Sanggar Kampung Seni “Jelekong”, sebagai sentra kerajinan wayang golek yang berlokasi di Jelekong, Kabupaten Bandung. Sanggar ini mengembangkan potensi masyarakat dalam membuat kerajinan wayang golek, dan dikembangkan menjadi sentra industri kerajinan wayang golek di kota Bandung. Sanggar ini merintis dirinya menjadi sanggar pariwisata. Salah satu bentuk kegiatan khas di sanggar tersebut yakni pelatihan dan pengembangan seni kerajinan wayang golek. 4. Sanggar “Kampung Seni & Wisata Manglayang, atau disebut “Kampung Seni”

yang berlokasi di Wilayah Gunung Manglayang, Ujungberung Kabupaten Bandung. Sanggar ini mengembangkan misinya yakni melakukan pembinaan seni budaya kepada masyarakat dalam arti luas baik terhadap masyarakat di sekitar sanggar, maupun masyarakat lain di luar sanggar seni. Sanggar ini berdasarkan fenomena yang diamati lebih tepat disebut sebagai wahana pendidikan seni budaya masyarakat mengingat visinya membelajarkan seni budaya kepada masyarakat secara lebih luas. Secara khusus kegiatan yang sedang dikembangkan di sanggar tersebut yakni memberikan layanan pelatihan dan pembelajaran seni berbasis budaya lokal bagi peserta didik yang berkunjung di sanggar tersebut.

Materi pelatihan dan pembelajaran seni bagi peserta didik yang dikembangkan kepada masyarakat adalah yang mengakar dari seni budaya daerah di sekitar sanggar baik seni karawitan, seni tari maupun seni rupa/kerajinan. Materi seni budaya lokal yang dilatih dan dikembangkan tersebut di antaranya: seni benjang,

(8)

seni ketuk tilu, seni reak, seni wayang golek dan seni kerajinan wayang golek, seni kaulinan, seni pencak silat, seni jaipongan, seni tutunggulan, seni tari-tarian klasik, dan seni rupa.

Kegiatan lain yang sedang dikembangkan yakni pembelajaran seni bagi warga belajar khususnya para peserta didik usia tingkat awal yang berkunjung di sanggar tersebut. Materi yang dikembangkan antara lain belajar materi: menari, bermain musik dan membuat kerajinan atau seni rupa.

Materi seni yang dikembangkan bagi peserta didik adalah materi seni dasar yang berbasis pada seni budaya lokal di antaranya: mengenalkan lingkungan sanggar, berlatih gerak dasar tari tertentu, dan bentuk apresiasi seni tradisi Manglayang. Lingkungan alam dan berbagai benda/barang perkakas di sanggar seni tersebut menjadi stimulus bagi instrukturnya dalam pengembangan materi yang dipraktekan dalam pembelajarannya. Banyaknya materi seni yang dapat dikembangkan dalam pembelajaran tersebut telah mendukung terciptanya penyajian materi yang cukup beragam. Melalui kreasinya dapat tercipta: gerak tari boboko, gerak tari kunang-kunang, gerak tari nutu pare, dan gerak tari ngaronda. Aspek materi seni rupa/kerajinan yang dikembangkan antara lain: menggambar dengan bahan dari alam, tema menggambar lingkungan dan binatang, membuat berbagai kerajinan seperti: asesoris menari yang bahannya di peroleh dari lingkungan sekitar siswa. Menurut Kawi dan Ria (wawancara: oktober 2010) melalui proses tersebut diharapkan para peserta didik akan mendapatkan pengetahuan dan pengalaman seni yang juga beragam yang berbasis pada budaya

(9)

tradisi masyarakat sekitar Manglayang. Adanya pelatihan dan pembelajaran seni dengan materi yang beragam tersebut menjadi salah satu ciri khas yang membedakan sanggar Kampung Seni dengan sanggar-sanggar lainnya dalam mengembangkan pelatihan dan pembelajaran seni.

Berdasarkan pengamatan, layanan pembelajaran seni bagi para warga belajar di sanggar-sanggar seni cukup beragam. Namun umumnya para sanggar seni mengembangkan bentuk pelatihan seni yang bersumber dari materi seni yang telah ada. Berbeda halnya dengan sanggar Kampung Seni, sanggar ini disamping memberikan layanan kegiatan pelatihan seni tradisi bagi masyarakat juga secara khusus memberikan layanan kegiatan dalam bentuk pembelajaran seni bagi peserta didik usia tingkat awal dengan memberikan materi dasar seni yang bersumber dari seni budaya tradisi masyarakat.

Proses layanan pembelajaran seni khususnya bagi peserta didik tingkat usia awal tersebut biasanya mengintegrasikan beberapa materi seni dasar baik seni tari, seni musik/karawitan maupun seni kerajinan/seni rupa. Materi seni tersebut dalam prosesnya diberikan dalam dua bentuk kegiatan yakni apresiasi seni (dinikmati dengan cara ditonton) dan praktek belajar seni dasar yang bersumber dari seni bentuk. Kegiatan pelatihan tersebut salah satu sisi dapat berjalan secara baik, karena didukung oleh kemampuan instruktur yang ahli dalam kegiatan mengajar seni.

Proses pembelajaran seni yang bersumber dari seni bentuk apabila diberikan kepada peserta didik usia lebih dewasa dapat berjalan dengan baik, namun

(10)

permasalahan tampaknya muncul pada saat proses tersebut diberikan kepada peserta didik sebagai warga belajar usia tingkat awal dengan jumlah yang mencapai 30 sampai 70 orang bahkan lebih. Pelaksanaan pembelajaran atau pelatihan tampaknya mendapat kendala di antaranya: pengembangan media, pengembangan strategi pembelajaran, dan pengembangan materi pembelajaran guna memenuhi layanan pembelajaran yang aktif dan kreatif. Demikian pula pemberian materi pembelajaran seni cenderung masih dilakukan secara terpisah dan tidak terpadu sehingga peserta didik tampaknya belum sepenuhnya mendapatkan pengalaman belajar yang lebih bermakna.

Kendala lainnya adalah proses pembelajaran bagi peseta didik tahap awal yang berkunjung di sanggar tersebut secara khusus masih cenderung berpola memberi pengalaman belajar yang materinya bersumber dari seni bentuk. Pada prosesnya materi tersebut diberikan dalam bentuk apresiasi, kemudian dalam pengalaman seni secara praktek hanya diikuti oleh beberapa peserta didik yang benar-benar tertarik dan mau melakukannya. Sementara itu beberapa peserta didik lainnya cenderung berperilaku pasif, hanya duduk menyaksikan pembelajaran tidak turut melaksanakan praktek belajar secara aktif. Akibatnya beberapa peserta didik tidak mendapatkan pengalaman belajar dengan baik dalam pelaksanaan kunjungan belajar seni di sanggar tersebut.

Untuk mencapai tujuan belajar yang aktif dan kreatif maka sanggar seni dipandang perlu merubah strategi pembelajaran yang inovatif agar aktivitas

(11)

pembelajaran lebih kreatif dan dirasakan kebermaknaannya oleh para peserta didik khususnya usia tingkat awal. Melalui inovasi pembelajaran seni yang aktif dan kreatif maka selanjutnya pembelajaran seni tidak hanya ditujukan untuk penguasaan praktik seni namun diharapkan berdampak lebih lanjut pada pembentukan sikap dan kepribadian guna memahami jati dirinya. Sekaitan dengan hal itu pendapat Ki Hajar Dewantara (1962: 14) menyatakan berikut ini:

Pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelek) dan tubuh anak … agar dapat memajukan kesempurnaan hidup yakni kehidupan dan penghidupan anak-anak yang kita didik selaras dengan dunianya;… selaras dengan kodratnya. Kodratnya tersebut tersimpan dalam adat istiadat, … yang perkembangannya sesuai dengan jaman.

Secara khusus mengenai tujuan pendidikan seni dapat ditinjau menurut De Francesco (1958) dalam Tocharman, dkk (2006:5), menyatakan bahwa pendidikan seni mempunyai kontribusi terhadap pengembangan individu antara lain membantu pengembangan mental, emosional, kreativitas, estetika, sosial dan fisik. Untuk mencapai tujuan pendidikan seni bagi anak-anak usia tingkat awal maka kondisi lingkungan dan tersedianya kesempatan melakukan berbagai kegiatan kreatif seni akan membantu dalam mengembangkan budaya kreativitasnya tersebut.

Pembelajaran di sanggar seni agar efektif harus mempertimbangkan komponen-komponen seperti diungkapkan oleh Sudjana. D. (2006:33) yakni: 1) masukan lingkungan (inviromental in put), 2) masukan sarana (instrumental in put),

(12)

3) masukan mentah (raw in put), 4) proses (process), 5) keluaran (out put), 6) masukan lain (other in put), dan 7) pengaruh (out come).

Untuk melayani kepentingan kunjungan pembelajaran seni, maka sanggar seni harus terbuka dengan kebutuhan esensial para peserta didik dalam membantu memenuhi tuntutan tujuan pendidikan secara umum yakni terwujudnya generasi cerdas menumbuhkan pemahaman dan kesadaran nilai-nilai budaya dan memiliki karakter bangsa yang berkepribadian. Secara khusus bertujuan menumbuhkan penghargaan terhadap makna keterampilan yang kreatif sebagai calon kreator-kreator budaya.

Oleh karena itu maka pembelajaran seni yang dilaksanakan di sanggar Kampung Seni harus langsung dirasakan, dialami secara nyata oleh peserta didik sebagai warga belajar sesuai tingkat usianya, model pembelajaran harus lebih menyenangkan, langsung bersentuhan dengan lingkungan secara kontekstual, interaktif, dan educative.

Materi pembelajaran yang diberikan terhadap peserta didik sebaiknya dilakukan secara terintegrasi dalam kesatuan tema dengan tujuan mengembangkan seluruh potensi seni peserta didik baik dalam bidang seni musik, tari/gerak dan seni rupa. Menurut Trianto (2010:9) memadukan materi pembelajaran sebaiknya masih dalam lingkup bidang kajian ilmu-ilmu yang sebidang/serumpun, relevan dan

(13)

berkaitan. Tujuannya agar pembelajaran lebih dapat dimaknai oleh peserta didik serta dapat mencapai kompetensinya.

Berdasarkan latar belakang tersebut guna mendukung ketercapaian tujuan pembelajaran seni yang bermakna bagi peserta didik, diperlukan inovasi dalam proses pembelajarannya. Salah satu inovasi tersebut adalah dengan mencobakan materi pembelajaran seni yang berangkat dari tema sentral serta materi pelajaran seni yang serumpun.

Strategi pengembangan sanggar Kampung Seni sebagai wahana pendidikan seni bagi masyarakat, serta upayanya mewujudkan pembelajaran seni terpadu melalui pendekatan tematik yang efektif, menjadi salah satu fenomena yang menarik perhatian peneliti untuk dikaji secara mendalam dalam bentuk penelitian ilmiah. Oleh karena itu, agar kajian penelitian ini lebih terfokus maka pembahasannya dibatasi dengan judul yakni: “Sanggar Kampung Seni & Wisata Manglayang” Sebagai

wahana pendidikan Seni di Kabupaten Bandung”. (Studi kasus pembelajaran terpadu melalui pendekatan tematik berbasis seni pada peserta didik usia tingkat awal).

B. Indentifikasi Masalah

Penelitian ini berjudul: “Sanggar Kampung Seni & Wisata Manglayang” Sebagai wahana pendidikan Seni di Kabupaten Bandung” (Studi kasus pembelajaran

(14)

terpadu melalui pendekatan tematik berbasis seni pada peserta didik usia tingkat awal). Berdasarkan latar belakang penelitian dapat didentifikasi beberapa permasalahannya sebagai berikut:

1. Umumnya sanggar seni belum secara efektif menjadi wahana belajar seni bagi masyarakat.

2. Banyak sanggar seni yang dikelola masyarakat, namun untuk mewujudkan sanggar sebagai pusat layanan pendidikan seni secara professional bagi pengunjungnya dalam belajar seni budaya belum bermakna secara optimal. 3. Proses produksi Sanggar “Kampung Seni & Wisata Manglayang” sebagai pusat

layanan pendidikan seni budaya seharusnya memberikan manfaat yang besar kepada masyarakat, dan akan lebih bermanfaat apabila layanan pembelajaran seni budaya dikembangkan lebih inovatif.

4. Aktivitas layanan pembelajaran seni budaya dapat ditingkatkan melalui kegiatan pembelajaran secara terintegrasi dengan model, metode, dan tahap-tahap pembelajaran yang tepat dalam pelaksanaannya sesuai sumber daya yang tersedia di sanggar tersebut.

5. Secara professional, banyak tenaga sanggar yang memiliki potensi dalam mengembangkan sanggar sebagai wahana pembelajaran seni budaya namun belum mengarah pada model yang diharapkan untuk mencapai tujuan pembelajaran seni yang konsepnya sebagai media untuk memberi pemahaman nilai-nilai seni dan budaya pada masyarakat.

(15)

C. Perumusan Masalah

Penelitian ini mengamati pengembangan sanggar “Kampung Seni & Wisata Manglayang” sebagai wahana pendidikan seni serta dalam mengembangkan pembelajaran seni budaya secara terpadu melalui pendekatan tematik. Untuk melihat efektivitas sanggar mewujudkan otentisitasnya, maka konsep pengelolaan sanggar sebagai wahana pendidikan seni perlu memenuhi komponen satuan PLS yang saling berkaitan dalam rangka mewujudkannya yakni: (1) masukan lingkungan (inviromental in put), (2) masukan sarana (instrumental in put),(3) masukan mentah (raw in put), (4) proses (process), (5) keluaran (out put), (6) masukan lain (other in put), dan (7) pengaruh (out come).

Sebagai wahana pendidikan seni maka pembelajaran di sanggar seni diharapkan dapat memanfaatkan potensi lokal atau local genius, sehingga kegiatan pembelajaran di sanggar seni bermanfaat untuk kepentingan masyarakat guna mewujudkan sebuah lingkungan pembelajaran masyarakat secara menyeluruh. Sebagai penyelenggara PKBM berbasis masyarakat, kegiatan sanggar memiliki karakteristik yakni: (1) dikelola oleh masyarakat, (2) memanfaatkan fasilitas yang ada di masyarakat, (3) menekankan pentingnya partisipasi masyarakat, (4) bertujuan untuk menjawab kebutuhan masyarakat. Dengan demikian tujuan didirikannya sanggar berlandaskan konsep Pendidikan Non Formal (PNF) menurut Sudjana. D. (2004) yakni diusahakan dengan sengaja di dalam masyarakat untuk mendidik

(16)

(membina, membimbing, membangun) individu dalam lingkungan sosial dan alamnya, sesuai dengan tata nilai dan norma yang berkembang di masyarakat.

Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan sanggar sebagai lembaga pembelajaran yaitu: pelatih/tutor, warga belajar/peserta didik, waktu belajar, program pembelajaran, strategi pembelajaran, sarana pembelajaran, media pembelajaran, peran stake holder/pemerintah, dan sumber daya. Sebagai sebuah lembaga pembelajaran seni yang efektif maka bentuk pembelajarannya harus dikembangkan baik segi kualitas, isi dan maknanya. Namun demikian untuk menjadi sanggar seni sebagai wahana pendidikan seni, sanggar seni tidak terlepas dari permasalahan: 1) pada setiap kegiatan pembelajaran masih terpusat pada bentuk pelatihan seni yang berpusat pada instruktur, belum memadukan program pembelajaran yang lebih variatif, 2) dalam pembelajaran belum memanfaatkan potensi lokal (local genius) secara maksimal, sehingga berdampak pada: (a) bagi siswa didik tampak kurang menyenangkan, dan kurang langsung bersentuhan dengan lingkungan secara kontekstual, (b) proses belajar kurang tertata, sehingga pembelajaran menjadi kurang interaktif, dan kurang educative, (c) dalam proses pembelajaran, materi pelajaran masih dilaksanakan secara terpisah yang dapat menghambat ketercapaian tujuan pembelajaran, 3) sanggar sebagai wahana pendidikan seni belum bermakna secara optimal karena bentuk pembelajarannya perlu terintegrasi dengan kebutuhan belajar para peserta didik sebagai warga belajar yang berkunjung di sanggar tersebut.

(17)

Untuk mengatasi permasalahan di atas, perlu ada beberapa upaya dan kreativitas, khususnya bagi pengelola sanggar, agar fungsi sanggar sebagai wahana pendidikan seni budaya dapat berperan secara optimal dalam melayani kebutuhan belajar masyarakat dengan memanfaatkan berbagai potensi seni budaya lokal yang ada di lingkungan sanggar. Melalui pemanfaatan potensi seni budaya lokal dan menerapkan pembelajaran terpadu melalui pendekatan tematik diharapkan pada peserta didik akan lebih menumbuhkan minat dan partisipasinya dalam kegiatan belajar seni budaya serta akan merasakan efektivitasnya yang bermakna dan secara umum bermanfaat untuk kehidupan warga belajar yang berkunjung di sanggar tersebut.

Berdasarkan gambaran tersebut dalam penelitian ini dirumuskan permasalahannya yaitu: “Sanggar seni bagaimanakah yang dapat memberikan kontribusi bermakna bagi peningkatan eksistensi sanggar sebagai wahana pendidikan seni yang prosfektif?”.

D. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas diajukan beberapa pertanyaan penelitian:

1. Bagaimanakah kondisi objektif sanggar Kampung Seni & Wisata Manglayang yang ada di Kabupaten Bandung?

(18)

2. Bagaimanakah konsep awal model pembelajaran seni terpadu yang dilaksanakan di sanggar Kampung Seni & Wisata Manglayang?

3. Bagaimanakah implementasi model konseptual pelatihan seni dengan menerapkan model pembelajaran terpadu melalui pendekatan tematik berbasis seni pada usia tingkat awal di sanggar Kampung Seni & Wisata Manglayang?.

4. Bagaimana kerangka desimilasi model konseptual pelatihan seni serta efektivitasnya yang dapat meningkatkan eksistensi sanggar sebagai pusat pendidikan seni di sanggar Kampung Seni & Wisata Manglayang?.

E. Definisi Operasional

Agar mendapatkan kesamaan pengertian mengenai istilah yang digunakan dalam penelitian ini, maka dijelaskan sebagai berikut:

Model pembelajaran terpadu: Model pembelajaran yang pada hakikatnya merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang memungkinkan peserta didik baik secara individual maupun kelompok aktif mencari, menggali, dan menemukan konsep serta prinsip secara holistis dan autentik (Depdikbud,1996:3). 1) Kegiatan belajar yang terorganisasikan secara lebih terstruktur yang bertolak pada tema-tema tertentu atau pelajaran tertentu sebagai titik pusatnya (center core/center of interest); 2) pembelajaran terpadu adalah suatu proses pembelajaran dengan melibatkan/mengkaitkan berbagai bidang studi (Prabowo 2000).

(19)

Pendekatan tematik: Pembelajaran terpadu model webbed, yang mengggunakan pendekatan tematik untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran. Pendekatan ini pengembangannya dimulai dengan menentukan tema tertentu. Kemudian ditentukan sub-sub tema dengan memerhatikan kaitannya dengan bidang-bidang studi. Jadi batasan waktu dan cakupan materi kegiatan siswa didasarkan pada tema yang dikembangkan oleh guru (Trianto:2010:41).

Sanggar “Kampung Seni & Wisata Manglayang”: yakni sanggar seni yang mengandung pengertian sebagai suatu tempat atau wahana PKBM yang digunakan oleh suatu komunitas atau sekumpulan orang untuk berkegiatan seni (seni tari, seni lukis, seni kerajinan atau kriya, seni peran dls) dan pembelajarannya, yang tujuan utamanya untuk mendapatkan suatu pengalaman atau pelajaran secara langsung tentang seni budaya.

Wahana : Sarana untuk mencapai tujuan tertentu (Kamus Besar Bahasa

Indonesia: Balai Pustaka: 1944:1122).

Berdasarkan pengertian tersebut dapat dinyatakan bahwa judul penelitian mengendung pengertian: Sanggar Kampung Seni & Wisata Manglayang sebagai sarana/tempat kegiatan belajar yang terorganisasi secara lebih terstruktur yang mencoba mengaplikasikan suatu pendekatan pembelajaran yang memungkinkan

(20)

peserta didik baik secara individual maupun kelompok, aktif mencari, menggali, dan menemukan konsep serta prinsip secara holistis dan autentik dengan melaksanakan proses pembelajaran yang bertolak pada tema-tema tertentu dengan mengkaitkan berbagai bidang studi (tari, musik, rupa) guna mewujudkan pembelajaran yang lebih bermakna.

F. Tujuan Penelitian 1.Tujuan Umum

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan, memetakan dan mewujudkan bentuk model sanggar seni yang efektif sebagai wahana pendidikan seni di wilayah kota Bandung.

2.Tujuan Khusus

a. Memetakan kondisi objektif sanggar Kampung Seni & Wisata Manglayang yang ada di Kabupaten Bandung.

b. Mendeskripsikan konsep awal model pembelajaran terpadu yang dilaksanakan di sanggar Kampung Seni & Wisata Manglayang.

c. Mengimplementasi model pembelajaran terpadu melalui pendekatan tematik berbasis seni pada usia tingkat awal yang efektif dikembangkan di sanggar Kampung Seni & Wisata Manglayang.

(21)

d. Mewujudkan kerangka desimilasi model konseptual pembelajaran terpadu melalui pendekatan tematik berbasis seni pada usia tingkat awal yang dapat meningkatkan eksistensi sanggar sebagai wahana pendidikan seni di sanggar Kampung Seni & Wisata Manglayang.

G. Manfaat dan Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberi kontribusi positif terhadap pengembangan pendidikan non formal, terwujudnya model sanggar yang efektif yang mengembangkan pembelajaran tematik dan terpadu berbasis seni untuk peserta didik pada usia tingkat awal baik secara praktis maupun teoretis.

Secara teoretis diharapkan penelitian ini bermanfaat bagi berbagai pihak:

1. Dapat memberikan kontribusi/sumbangan pemikiran terhadap konsep keilmuan serta teori pembelajaran dalam lingkup Pendidikan Luar Sekolah khususnya teori yang berkaitan dengan pelatihan dan pembelajaran seni di sanggar-sanggar seni.

2. Manfaat secara praktis yaitu: a) memberikan masukan pada lembaga penyelenggara Pendidikan Non Formal khususnya sanggar seni dalam mengelola pembelajaran seni, b) memberi masukan kepada pengelola sanggar seni dalam menggali, mengelola dan memanfaatkan potensi seni budaya lokal yang dapat dikembangkan dalam pembelajaran di sanggar seni.

(22)

3. Untuk para praktisi dilapangan dan para stake holder; Direktorat dan Tenaga Kependidikan Non Formal Ditjen Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan (PM-PTK) Departemen Pendidikan Nasional, hasil penelitian dapat dijadikan bahan kajian bagi para stake holder baik di pusat maupun di lapangan dalam rangka meningkatkan kebijakan dan penataan program dan pelaksanaan teknik di lapangan demi advokasi dan eksistensi di lapangan.

4. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam hal penyelenggaraan, pelestarian, pengembangan pengetahuan khususnya layanan pendidikan seni di sanggar-sanggar seni dan diharapkan hasil penelitian ini bermanfaat sebagai bahan kajian, bagi yang berminat untuk melakukan lebih lanjut baik dengan cara sama maupun dalam dimensi lain.

Secara praktis mudah-mudahan penelitian ini bermanfaat bagi: Para stake holder dan masyarakat pengguna dalam memanfaatkan sanggar sebagai wahana pendidikan seni yang efektif dan secara apresiatif bermanfaat dalam mengenalkan nilai dan makna budaya.

H. Kerangka Pemikiran

I. Sebagai bagian dari satuan pembelajaran PLS maka proses kegiatan di sanggar seni terkait dengan strategi pengembangan sanggar yang menurut Sudjana. D. (2006:33) yakni mencakup: penataan menejemen, fasilitas, pendekatan dan

(23)

metode pelatihan yang tepat. Ditinjau berdasarkan pendekatan sistem, penyelenggaraan program PLS di sanggar seni hendaknya memerhatikan keterkaitan fungsional antar komponen dalam pembelajaran yakni: masukan lingkungan (inviromental input, masukan sarana (instrumental input), masukan mentah (raw input), proses (process), keluaran (out put), masukan lain (other input), pengaruh (out come) sebagai dampak pembelajarannya. Kaitan fungsional antar komponen secara skematik dikemukakan sesuai kerangka berfikir menurut Sudjana. D. (2006:34) digambarkan sebagai berikut:

Bagan 1.1: Keterkaitan fungsional antar komponen dalam pembelajaran (Sumber: Sudjana: 2006:34)

Komponen-komponen yang akan diamati di sanggar Kampung Seni tersebut yakni: masukan lingkungan (inviromental input) antara lain: adanya kondisi lingkungan yang memadai, tersedia lahan/wahana dan materi pembelajaran. Masukan sarana (instrumental input) antara lain yakni: tersedia fasilitas, sarana prasarana yang

Masukan lain Masukan sarana

Keluaran Proses

Masukanmentah Pengaruh

Masukanlingkungan Masukan lingkungan

(24)

baik, lengkap alat/media, dan disediakan biaya untuk penyelenggaraan kegiatan. Masukan mentah (raw input) antara lain yakni: adanya anggota masyarakat yang potensial dan kreatif, tenaga/instruktur yang kompeten, dan proses PBM yang strategis. Proses (process) antara lain yakni: terjadinya interaksi pendidikan, terselenggara proses pelatihan dan pembelajaran. Keluaran (out put) antara lain yakni: terdapatnya anggota masyarakat yang memiliki kemampuan dan pengetahuan seni budaya, senang berkreativitas, kreatif, dan peduli terhadap seni budaya setempat.

Sanggar sebagai satuan pendidikan luar sekolah, juga mengembangkan prinsip penyelenggaraan pendidikan luar sekolah. Menurut Kamil. M (2007:38) dinyatakan bahwa:

Penyelenggaraan pendidikan luar sekolah dalam kegiatannya

mengembangkan konsep: pembelajaran (learning), pendidikan (education), dan pelatihan (training), secara umum menjadi sesuatu yang integrative dalam implementasi kegiatannya... Pembelajaran digunakan sebagai salah satu aktivitas dalam pendidikan luar sekolah untuk membedakan pemahaman materi-materi yang sifatnya kognitif dan afektif, sementara pelatihan diselenggarakan untuk meningkatkan kompetensi sasaran yang berhubungan dengan kecakapan pelaksanaan tugas dilapangan.

Pelaksanaan penelitian ini sasarannya adalah para instruktur untuk memberi pengalaman dalam mengembangkan model pembelajaran terpadu berbasis seni pada peserta didik usia tingkat awal di sanggar tersebut. Terkait dengan tujuan tersebut Kamil. M. (2007:39) menjelaskan bahwa: program pendidikan luar sekolah yang sasarannya usia orang dewasa seperti halnya pelatihan instruktur menggunakan pendekatan andragogi dan pendekatan partisipatif. Makna dari ke dua pendekatan ini

(25)

adalah bahwa dalam pelaksanaan pelatihan, peserta pelatihan diasumsikan sebagai orang yang telah memiliki konsep diri, pengalaman, kesiapan belajar dan orientasi belajar sehingga mereka dilibatkan dalam setiap tahapan kegiatan, mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan penilaian.

Kampung Seni & Wisata Manglayang mengembangkan layanan pendidikan seni budaya bagi peserta didik tingkat usia awal yang integrative dan holistik. Pembelajaran seni di sanggar Kampung Seni tersebut sesuai dengan fenomena dilapangan mewujudkan sebuah model pembelajaran seni terpadu (integrated learning) sesuai konsep Cohen dan Manion (1992) dan Brand (1991) dalam Prabowo (2000) yakni kegiatan belajar yang terorganisasikan secara lebih terstruktur yang bertolak pada tema-tema tertentu atau pelajaran tertentu. Penggabungan tema pembelajaran dalam pelaksanaannya diwujudkan dalam bentuk rumpun mata pelajaran seni meliputi: seni musik, seni gerak dan seni rupa/kerajinan.

Kondisi layanan pendidikan di sanggar seni tersebut secara proses mengindikasikan sebagai sebuah proses pembelajaran non formal karena diselenggarakan diluar sekolah. Untuk mengamati proses pengelolaan layanan pendidikan seni di sanggar Kampung Seni tersebut akan mengacu pendapat Sudjana. D (2006:181-182) terkait dengan proses pengelolaan program pendidikan non formal yakni:

Pengelolaan program pendidikan non formal meliputi siklus kegiatan yang terdiri atas enam tahapan yang terdiri atas: (1) tahap perencanaan (planning),

(26)

(2) tahap pengorganisasian (organizing), (3) tahap penggerakan (motivating), (4) tahap pembinaan (controlling) dan supervise (supervising), (5) tahap evaluasi (evaluating), dan (6) tahap pengembangan (developing).

Di samping melakukan observasi, dalam penelitian ini dilakukan ekperimen pengembangan model pembelajaran terpadu melalui pendekatan tematik berbasis seni. Secara lebih terperinci kerangka pemikiran dalam penelitian ini sebagai berikut:

Bagan 1.2. Kerangka pemikiran penelitian model sanggar seni sebagai wahana pendidikan seni

Membuat desain penelitian

Pengembangan instrument

Pengembangan model konseptual

Validasi model Ujicoba model Revisi model Model definitive Laporan penelitian Pakar Praktisi Konseptual Empirik Studi pendahuluan (identifikasi kajian empirik dan teori)

(27)

J. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan gabungan antara pendekatan kualitatif dengan pendekatan kuantitatif. Menurut Bryman (1988) dalam Julia Brannen (2005:37) bahwa metode kualitatif adalah sebagai fasilitator penelitian kuantitatif; metode kuantitatif adalah sebagai fasilitator penelitian kualitatif, kedua pendekatan diberi tekanan yang setara. Menurut Julia Brannen (2005:70) penelitian kuantitatif dan kualitatif merepresentasikan pendekatan berbeda. Masing-masing pendekatan terkait dengan metode pengumpulan data tertentu. Penelitian kualitatif terkait dengan observasi partisipatoris, wawancara resmi dan terstruktur, memfokuskan observasi pada pengembangan dan pengelolaan sanggar Kampung Seni & Wisata Manglayang. Penelitian kuantitatif terkait dengan teknik-teknik survey seperti wawancara terstruktur, kuesioner yang tersusun, ekperimen, observasi terstruktur, analisis isi, dan analisis statistik. Dalam penelitian ini teknik survey difokuskan pada pelaksanaan model pembelajaran terpadu melalui pendekatan tematik berbasis seni yang dilaksanakan kepada para peserta didik usia tingkat awal sebagai warga belajar yang berkunjung di sanggar tersebut.

Menurut Bryman (1988) dalam Julia Brannen (2005:85), fakta kuantitatif dapat membantu menyederhanakan fakta ketika seringkali tidak ada kemungkinan menggeneralisasi (dalam arti statistik) temuan-temuan yang diperoleh dari penelitian kualitatif. Berdasarkan pandangan tersebut maka makna penggabungan penelitian kualitatif dan kuantitatif dalam penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran

(28)

umum terhadap bentuk model sanggar seni dan terhadap hasil pembelajaran seni di sanggar Kampung Seni tersebut.

Penelitian kualitatif dilaksanakan sebagai pendahuluan dari penelitian kuantitatif. Kerja penelitian kualitatif digunakan dalam fase pengumpulan data yakni mengenai kondisi objektif sanggar Kampung Seni, dan pengelolaan pembelajarannya. Peneliti melakukan wawancara mendalam dengan para pelaku kegiatan di sanggar seni antara lain dengan pimpinan sanggar yakni Kawi dan Ria, para instruktur, dan aktivis sanggar lainnya menggunakan daftar pertanyaan semi terstruktur berlandaskan konsep-konsep dan ukuran empiris terhadap keberadaan sanggar seni tersebut. Tujuan wawancara tersebut antara lain: wawancara dengan pimpinan sanggar untuk mengetahui bagaimana upaya yang dilakukan Kawi dan Ria dalam mengembangkan dan membina seni baik terhadap masyarakat, praktisi seni, seniman maupun peserta didik sebagai warga belajar, dan guna mengetahui cara-cara pembinaan yang dilakukannya terhadap warga belajar. Wawancara dengan para instruktur antar lain dengan Hesty, Yogi, Ujang Setyadi dan Rina untuk mengetahui pembinaan praktik pembelajaran seni dan melakukan wawancara dengan praktisi dan seniman guna mengetahui praktek pelatihan yang dilaksanakan di sanggar tersebut. wawancara juga dilakukan dengan para peserta didik dan pembimbingnya guna mengetahui kesan dan pesan mereka terhadap praktek pembelajaran yang dilaksanakan, Wawancara lainnya yakni dengan para pakar pendidikan seni dan pakar budaya antara lain dengan Abah Awi, Mas nana Munajat dan Iyus Rusliana guna mengetahui konsep dan pengembangan sanggar khususnya sanggar Kampung Seni & Wisata Manglayang.

(29)

Data hasil wawancara kemudian diklasifikasi berdasarkan catatan hasil wawancara dan rekaman dan menggolongkan pernyataan hasil wawancara menurut kategori konseptual yang difahami dan menyalin komentar yang relevan terutama terfokus pada pelaksanaan pengembangan sanggar dan pembelajaran seni di sanggar tersebut. Secara fenomenologi peneliti berusaha memahami perilaku para informan dari segi kerangka berfikir maupun bertindak dilapangan kaitannya dengan kegiatan sanggar dan proses kegiatan pembelajaran seni.

Melalui analisisnya kelak dapat dimunculkan fakta-fakta yang dapat memberikan pengertian yang mendalam mengenai bentuk model sanggar seni dan pembelajaran seni di sanggar seni tersebut. Secara kualitatif hal itu sesuai dengan pendapat Nasution (1998: 9) bahwa karakteristik dari penelitian deskriptif analitik yang menggunakan pendekatan kualitatif, adalah: (a) data langsung diambil dari setting alami, (b) penentuan sampel dilakukan secara purposif; (c) peneliti sebagai instrumen pokok; (d) lebih menekankan pada proses daripada hasil, sehingga bersifat deskriptif analitik; (e) analisis data secara induktif; (f) mengutamakan makna di balik data. Menurut Bryman (1988) dalam (Julia Brannen, 2005:117) bahwa pendekatan kualitatif: mengarah pada pemahaman yang lebih luas tentang makna dan konteks tingkah laku dan proses yang terjadi dari faktor-faktor yang berhubungan. Dalam hal ini adalah memahami makna dan konteks pembelajaran seni yang dipraktikan serta berupaya memahami berbagai persepsi dari partisipan yang terlibat dalam kegiatan yang diteliti di sanggar tersebut.

(30)

Data-data hasil pembelajaran terpadu yang dipraktekan dalam penelitian ini belum dianggap berstatus mandiri dan perlu dikuantifikasi guna membuktikan efektivitas hasil pembelajarannya yang dikembangkan, mengamati ketepatan dan melihat akurasinya yang diwujudkan dalam bentuk angka hasil penilaian. Metode kuantitatif dalam penelitian ini digunakan untuk menguji hipotesis yang dilepaskan oleh survey kualitatif terutama terkait dengan proses pembelajaran terpadu melalui pendekatan tematik berbasis seni yang diaplikasikan pada peserta didik usia tingkat awal sebagai warga belajarnya. Data hasil statistik dalam pembelajaran bermanfaat membantu peneliti untuk memutuskan sampel tentang pembelajaran di sanggar Kampung Seni yang memiliki kriteria representative khususnya model pembelajaran terpadu melalui pendekatan tematik berbasis seni pada usia tingkat awal di sanggar tersebut.

Proses pengumpulan data secara kualitatif dilakukan dengan menggunakan beberapa teknik sebagai berikut:

a. Observasi

Observasi yakni sebuah kegiatan penelitian guna memperoleh data dari berbagai sumber yang dapat dilihat dan didengar secara langsung. Dalam observasi, peneliti berinteraksi sosial dengan pelaku kegiatan di sanggar tersebut, dan berperan sebagai instrumen penelitian dalam pengumpulan data. Selanjutnya peneliti melakukan interaksi sosial dengan para pelaku kegiatan di sanggar Kampung Seni

(31)

dan mengamati kegiatannya terutama dalam praktek pembelajaran seni yang dilaksanakan oleh sanggar.

b. Wawancara

Data-data yang diperoleh melalui kegiatan pengamatan dalam pembelajaran di sanggar tersebut masih membutuhkan penjelasan-penjelasan, baik dari pihak pimpinan sanggar (Kawi dan Ria), dan dari para pendukung atau aktivis sanggar (pengurus dan seniman yang terlibat dalam kegiatan). Selain itu juga dari masyarakat di sekitar sanggar (masyarakat yang mengetahui dan turut aktif dalam kegiatan sanggar), dan stake holder yang terkait dengan kegiatan sanggar Kampung Seni (dinas P&K, dinas PLS Kabupaten Bandung, para siswa dan guru, para ahli seni dan para ahli pendidikan seni).

Tujuan wawancara yang dilakukan dengan Kawi dan Ria, antara lain untuk memperoleh informasi mengenai ragam kegiatan sanggar dan ide pengembangan sanggar. Kawi dan Ria berperan sebagai sumber utama atau sumber primer. Kemudian wawancara dilakukan dengan sumber ke dua atau sumber skunder yakni: tokoh seni dan pakar seni antara lain: Iyus Rusliana, Abah Awi, Mas Nana Munajat, Ujang Setiadi, Dedi Sundara, Dindin Rasyidin, dan Tardi Ruswandi yang mengetahui kegiatan dan pengembangan sanggar. Informasi mengenai kegiatan dan pembinaan sanggar dilakukan dengan praktisi pengurus sanggar yang disebut anggota diklat serta dengan seniman yang aktif dalam kegiatan di sanggar seni tersebut.

(32)

Sumber skunder lainnya yakni wawancara dengan pihak instansi pemerintah yakni: Amas Efendi selaku Kepala Seksi Dinas PLS Kabupaten Bandung, guna memperoleh informasi mengenai sanggar sebagai wahana pembelajaran seni masyarakat. Wawancara juga dilakukan dengan Iwan Gunawan, Kasi Pembinaan dan Pelatihan Pariwisata Propinsi Jawa Barat guna memperoleh informasi mengenai jumlah dan aktivitas sanggar seni yang merupakan binaan Dinas Pariwisata. Sumber lainnya yang diwawancara yakni dengan para pelaku kunjungan di sanggar seni yakni para pembimbing dan warga belajar guna memperoleh kesan dan pesan kunjungan pembelajaran seni di sanggar tersebut. Upaya ini penting guna memberikan stimulus terhadap pengelolaan sanggar seni.

c. Studi dokumentasi

Sesuai dengan pengertiannya dokumentasi adalah sekumpulan data-data tertulis, lisan, dan melalui audio-video. Sumber data utama dicatat melalui catatan tertulis atau melalui perekaman video/audio tape, foto, atau film dalam bentuk CD atau VCD tentang situasi sanggar Kampung Seni dan situasi pembelajaran serta saat wawancara. Data foto dan audio visual mengenai situasi sanggar dan proses pembelajaran seni bermanfaat dalam mewakili dan memperjelas objek pengamatan serta untuk memberi sesuatu kejelasan mengenai proses kegiatan di sanggar tersebut.

Sumber data lainnya adalah data tertulis berasal dari buku litelatur yang memuat hal-hal sesuai tema penelitian, berupa sumber ilmiah: buku, arsip, dokumen pribadi, dan dokumen resmi yang memuat tema mengenai kegiatan pengembangan

(33)

sanggar, dan konsep pembelajaran terpadu melalui pendekatan tematik. Data-data tersebut digunakan untuk membedah dan menganalisis data dan dalam mengerahkan argumentasi hasil atau temuan penelitian ini. Studi dokumentasi juga dilakukan sejak sebelum penelitian dimulai yang bermanfaat sebagai perbandingan antara data yang diperoleh dengan data yang ada sebelumnya terkait dengan pelaksanaan pembelajaran di sanggar tersebut.

d. Teknik analisis data

Analisis data merupakan upaya mencari dan menata secara sistematik catatan hasil observasi, wawancara dan lainnya, untuk meningkatkan pemahaman peneliti tentang kasus yang diteliti. Menurut Moleong (1995) pengolahan data kualitatif dilakukan melalui tiga alur yaitu: (1) reduksi data; (2) penyajian atau display data; (3) verifikasi atau penarikan kesimpulan. Analisis yang dilakukan yakni berupaya mencari makna (meaning) tentang hasil pembelajaran terpadu yang dikembangkan di sanggar Kampung Seni kemudian diambil kesimpulannya untuk memunculkan teori substantive. Hasil dari kerja analisis ini pada akhirnya mengarah pada penyusunan grounded theory. Menurut Muhadjir (2000:143), grounded theory tujuannya adalah untuk menemukan atau mengembangkan rumusan teori atau konseptualisasi teoretik berdasar data-data. Studi grounded dalam hal ini bertujuan guna mengkonsepkan bentuk sanggar seni sebagai wahana pembelajaran seni yang efektif. Hasil analisis mengenai pembelajarannya kemudian disajikan sebagai temuan penelitian ini yang kemudian dirumuskan sebagai teori baru yakni terkait dengan bentuk model sanggar

(34)

seni yang efektif sebagai wahana pendidikan seni yang selama ini belum terkonsepsikan secara keilmuan.

e. Pengujian kredibilitas data

Pada model naturalistik ini analisis data ditujukan untuk memperoleh data yang credible atau kreadibilitas data terkait dengan model pembelajaran seni terpadu yang efektif dilaksanakan di sanggar seni. Kredibilitas data merupakan ukuran tentang ketepatan data hasil penelitian yang dilakukan di sanggar Kampung Seni agar dapat dipercaya. Salah satu caranya adalah dengan menyesuaikan konsep yang ada pada peneliti dengan konsep yang ada pada informan dan yang terjadi dilapangan yang dilakukan melalui triangulasi data. Triangulasi data tersebut bertujuan untuk mericek kesesuaian data khususnya terkait dengan pengembangan model terpadu melalui pendekatan tematik berbasis seni yang dipraktekkan di sanggar Kampung Seni sesuai dengan sumber tertulis, wawancara, dan dokumen. Pada penelitian ini triangulasi dilakukan pada tahap akhir penyajian hasil penelitian.

Kredibilitas data diuji untuk mengatasi kemungkinan bias atas hasil penelitian agar penelitian ini bermutu dan hasilnya terpercaya. Untuk mendapatkan hasil yang akurat mengenai efektivitas pembelajaran dan melihat seberapa besar pengaruh penerapan pembelajaran terpadu terhadap keberhasilan pembelajaran seni, maka dilakukan pengukuran keberhasilannya berdasarkan pengamatan terhadap praktek

(35)

pembelajaran terpadu yang telah dilakukan dengan cara sederhana (chek list) dan mengamati perbedaannya. Hipotesis penelitian mengenai penerapan pembelajaran terpadu secara kuantitatif yang diajukan yakni terdapat perbedaan signifikan kemampuan seni para peserta didik antara sebelum diimplementasikan pembelajaran terpadu melalui pendekatan tematik berbasis seni dengan setelah diimplementasikan pembelajaran terpadu melalui pendekatan tematik berbasis seni pada usia tingkat awal.

Untuk melihat efektivitas model pembelajaran terpadu melalui pendekatan tematik berbasis seni pada usia tingkat awal peneliti mengaplikasikan desain eksperimen semu dalam bentuk one group pretest-posttest design. Menurut Sugiyono (2008:74) desain ini dilakukan dengan cara membandingkan keadaan sebelum dan

sesudah memakai model pembelajaran terpadu (before–after) dengan

membandingkan sistem pembelajaran pada kelompok pembelajar yang sebelumnya belum dikenai perlakuan pembelajaran terpadu dengan pendekatan tematik berbasis seni dengan setelah dikenai perlakuan menggunakan system baru yakni penerapan pembelajaran model terpadu melalui pendekatan tematik berbasis seni.

Menurut Creswell (2010:183) secara khusus penelitian metode campuran dua tahap ini disebut sebagai metode campuran sekuensial dua-tahap. Tujuan penelitian dengan metode campuran ini adalah untuk memetakan bentuk model sanggar seni yang efektif sebagai wahana pendidikan seni. Tahap pertama adalah eksplorasi kualitatif terhadap sanggar Kampung Seni & Wisata Manglayang dengan

(36)

mengumpulkan data berdasarkan observasi dan informasi/wawancara terhadap partisipan di sanggar tersebut. Setelah penemuan-penemuan dari tahap kualitatif ini terkumpul kemudian melakukan pengujian tentang model pembelajaran seni yang efektif diterapkan di sanggar tersebut dalam hal ini adalah penerapan model terpadu melalui pendekatan tematik berbasis seni terhadap warga belajar pada usia tingkat awal yang bekunjung di sanggar tersebut. Alasan didahulukannya pengumpulan data kualitatif adalah untuk mendapatkan gambaran kondisi objektif mengenai kegiatan yang dikelola oleh sanggar Kampung Seni tersebut. Selanjutnya pengamatan difokuskan terhadap efektivitas pembelajaran yang dikembangkan dengan cara mengumpulkan data kuantitatif dan mengujinya guna melihat hasil efektivitas pembelajaran terpadu yang dikembangkan di sanggar tersebut.

Proses pengumpulan data secara kuantitatif dilakukan dengan menggunakan beberapa teknik berdasarkan konsep Arikunto, dkk (1992) sebagai berikut:

Untuk melaksanakan eksperimen peneliti membuat desain penelitian sebagai alat dalam penelitian untuk menentukan berhasil atau tidaknya penerapan pembelajaran terpadu yang dilakukan. Kemudian melakukan proses penentuan instrumen pengambilan data, penentuan sample, koleksi data dan analisanya guna membuktikan validitas yang tinggi dari hasil ekperimen pembelajaran terpadu dengan pendekatan tematik yang dilakukan.

(37)

Selanjutnya tahap identifikasi skala pengukuran yang akan digunakan untuk mengukur variable pembelajaran seni terpadu yang dilaksanakan. Skala pengukuran yang digunakan yakni berdasarkan skala Guilford guna melihat tinggi rendahnya pengaruh eksperimen pembelajaran model terpadu melalui pendekatan tematik berbasis seni pada usia tingkat awal.

Tahap selanjutnya adalah menyiapkan kuesioner untuk pengambilan data hasil pembelajaran terpadu tersebut dalam bentuk pertanyaan tertutup. Analisa statistik digunakan untuk membantu peneliti mengetahui makna hubungan antar variable pembelajaran terpadu yang diamati, menghitung besarnya hubungan antar variable pembelajaran terpadu tersebut, dan untuk memprediksi pengaruh variable bebas terhadap variable tergantung dalam pembelajaran tersebut, serta untuk melihat besarnya pesentase atau rata-rata besarnya suatu variable yang diukurnya. Untuk melihat kemungkinan besarnya jumlah data, maka digunakan bantuan komputer untuk melakukan analisa data hasil pembelajarannya. Pengelohan data pembelajaran terpadu tersebut selanjutnya diolah melalui program SPSS.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisis fitokimia ekstrak daun kapur menun- jukkan bahwa ekstrak heksan mengandung senyawa metabolit sekunder steroid, ekstrak etil asetat me- ngandung senyawa metabolit

Sebelum digunakan, inkubator, wadah dan alat-alat untuk mengambil telur dicuci dengan alkohol 10%, sedangkan air yang digunakan diberi larutan Malachite green dengan

Dari data hasil belajar matematika peserta didik yang meningkat pada siklus II dapat dinyatakan bahwa pembelajaran jarak jauh tipe luring dengan menggunakan model

Secara umum proporsi lansia tertinggi di Desa Murtigading dan Desa Gadingharjo adalah kawin. Proporsi status kawin di Desa Murtigading lebih tinggi yaitu sebesar

Harapannya warga Kabupaten Sragen terutama warga miskin, yang tidak masuk dalam data TNP2K dan PPLS BPS dapat ikut program jaminan kesehatan yaitu program Saraswati, dengan

Pada layar ini terdapat GroupBox Input Unsur untuk melakukan input unsur yang akan diuji, Group Box Input Tabel Cayley untuk memasukan hasil operasi ke dalam Tabel Cayley, Group

6 Martinis Yamin dan Maisah, Orientasi Baru Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Referensi, 2012), hal.. 9 Berdasarkan grand tour di MAN Insan Cendekia Jambi, peneliti menemukan baiknya

Selanjutnya penulis melakukan penelitian di Laboratorium Patologi Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana dengan judul “ Perbandingan Tingkat Autolisis