TESIS
PENGARUH TEPID SPONGE TERHADAP PENURUNAN
SUHU TUBUH DAN KENYAMANAN PADA ANAK USIA
PRA SEKOLAH DAN SEKOLAH YANG MENGALAMI
DEMAM DI RUANG PERAWATAN ANAK
RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH
BANDUNG
OLEH:
Tia Setiawati
0706254600
MAGISTER ILMU KEPERAWATAN
KEKHUSUSAN KEPERAWATAN ANAK
PROGRAM PASCA SARJANA FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS INDONESIA
TESIS
PENGARUH TEPID SPONGE TERHADAP PENURUNAN
SUHU TUBUH DAN KENYAMANAN PADA ANAK USIA
PRA SEKOLAH DAN SEKOLAH YANG MENGALAMI
DEMAM DI RUANG PERAWATAN ANAK
RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH
BANDUNG
Tesis ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister
Ilmu Keperawatan
OLEH:
Tia Setiawati
0706254600
MAGISTER ILMU KEPERAWATAN
KEKHUSUSAN KEPERAWATAN ANAK
PROGRAM PASCA SARJANA FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS INDONESIA
ii
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Saya yang bertanda tangan ini :
Nama : Tia Setiawati
NIM : 0706254600
Program : Program Magister Ilmu keperawatan
Kekhususan : Keperawatan Anak
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis ini saya susun tanpa tindakan plagiarisme
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Indonesia. Jika di kemudian hari
ternyata saya melakukan tindakan plagiarisme, saya yang bertanggung jawab sepenuhnya
dan menerima sanksi yang dijatuhkan oleh Universitas Indonesia kepada saya.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.
Depok, Juli 2009
Tia Setiawati
PERNYATAAN PENGESAHAN
Tesis ini telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Tesis Program Studi Magister Ilmu Keperawatan Kekhususan Keperawatan Anak
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
Jakarta, 23 Juli 2009
Pembimbing I
Yeni Rustina, SKp., MAppSc., PhD.
Pembimbing II
Kuntarti, S.Kp., M.BioMed
PANITIA UJIAN SIDANG TESIS
Tesis ini telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Tesis Program Studi Magister Ilmu Keperawatan Kekhususan Keperawatan Anak
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
Jakarta, 23 Juli 2009
Ketua
Yeni Rustina, SKp., MAppSc., PhD.
Anggota Kuntarti, S.Kp., M.BioMed . Anggota Nani Nurhaeni, SKp., MN. Anggota Dessie Wanda, S.Kp., MN.
iv
ANGGOTA PENGUJI TESIS
Depok, 23 Juli 2009 Pembimbing I
Yeni Rustina, S.Kp., M.App.Sc., Ph.D
Pembimbing II Kuntarti, S.Kp., M.BioMed. Anggota Dessie Wanda, S.Kp., MN. Anggota Nani Nurhaeni, S.Kp., MN.
iii
UNIVERSITAS INDONESIA
PROGRAM MAGISTER ILMU KEPERAWATAN KEKHUSUSAN KEPERAWATAN ANAK
PROGRAM PASCASARJANA-FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
Tesis, Juli 2009 Tia Setiawati
Pengaruh Tepid Sponge terhadap Penurunan Suhu Tubuh dan Kenyamanan Pada Anak Usia Pra Sekolah dan Sekolah Yang Mengalami Demam Di Ruang Perawatan Anak Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung 2009
xiii + 66 hal + 3 bagan + 4 tabel + 4 grafik + 9 lampiran
Abstrak
Demam merupakan masalah yang sering ditemukan pada anak. Demam menyebabkan rasa tidak nyaman pada anak. Pemberian antipiretik, manajemen cairan, lingkungan eksternal dan kompres hangat (tepid sponge) merupakan penatalaksanaan demam yang direkomendasikan saat ini. Studi literatur tentang pemberian antipiretik disertai tepid
sponge menunjukkan bahwa tindakan ini efektif menurunkan demam dibandingkan jika
pemberian antipiretik saja. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian antipiretik disertai tepid sponge terhadap penurunan suhu tubuh dan kenyamanan anak di ruang perawatan anak RS Muhammadiyah Bandung. Desain yang digunakan adalah quasi experimental pre-post test non equivalen control group. Jumlah sampel 50 responden dengan karakteristik umur rata-rata usia sekolah sebanyak 64%, 86% anak didampingi oleh orang tua, 58% anak dirawat di ruangan dengan alat pendingin ruangan. Suhu air hangat berkisar 30o-35oC. Pengukuran dilakukan dengan melihat penurunan suhu tubuh dan tingkat kenyamanan sebelum intervensi dan 60 menit setelah intervensi. Kesimpulan didapatkan tidak ada perbedaan yang bermakna dalam penurunan suhu tubuh antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol (p=0.21), serta tidak ada perbedaan yang bermakna dalam tingkat rasa nyaman antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol (p=0.21) setelah 60 menit intervensi. Akan tetapi, ada kecenderungan bahwa pemberian antipiretik yang disertai tepid sponge mengalami penurunan suhu yang lebih besar dan peningkatan rasa nyaman yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan pemberian antipiretik saja. Implikasi keperawatan yang dapat direkomendasikan adalah pemberian antipiretik disertai tepid sponge dapat dijadikan intervensi untuk menurunkan demam dan meningkatkan rasa nyaman pada anak terutama pada anak usia sekolah. Implikasi penelitian diharapkan adanya penelitian lebih lanjut tentang pelaksanaan tepid sponge dengan jumlah sampel yang besar, pembatasan umur, dan variabel-variabel perancu lain seperti lingkungan eksternal guna mendapatkan bukti ilmiah dengan tepat terkait dengan perawatan yang atraumatic care pada anak yang menderita demam.
Kata kunci: tepid sponge, demam, nyaman, anak. Daftar Pustaka: 35 (1994-2009)
iv
UNIVERSITY OF INDONESIA
MASTERS PROGRAM IN NURSING SCIENCE MAJORING IN PEDIATRIC NURSING
POST GRADUATE PROGRAM-FACULTY OF NURSING
Thesis, July 2009 Tia Setiawati
The influence of Antipyretic With Tepid Sponge to Reduce Temperature And Increase Comfort in Children with Fever In Pediatric Room Muhammadiyah Hospital Bandung 2009
xi + 66 Page + 3 schemas + 4 tables + 4 graphs + 9 appendices
Abstract
Fever is a common problem in children. Fever cause discomfort for children and anxiety for their parents. Administering antipyretic agents, maintenance of hydration, external environment, applying warm swap (tepid sponge) are recommended treatments to reduce fever recently. Literatures reported that applying tepid sponge plus antipyretic more effective than administering antipyretic only. This study was conducted to find the effect of tepid sponge plus antipyretic administering to reduce body temperature and children comfort at pediatric ward RS Muhammadiyah Bandung. Quasi experimental study with pre-post test non equivalent control groups design was selected. Samples were 50 children with characteristics: school age in average (64%) and pre-school (36%). Most of them (84%) closely attended by their parents and 16 % others. About 42 % cared in air conditioned room and other (58%) not. Measurement was taken by looking at body temperature reducing and level of comfort before treatment, 10 minutes after applying tepid sponge end (first measurement) and the second measurement was taken 30 minutes after first one. There was significant reducing body temperature and level of comfort before and after treatment (p=0,000, α=0,05). As conclusion, there were no significantly different between intervention and control groups (p=0,05, α=0,05). However, tepid sponge and antipyretic are more effective than administering antipyretic only. Implication to nursing practice is that tepid sponge plus antipyretic can be recommended treatment to reduce body temperature and increase level of comfort mainly for school age children. Next research was suggested to increase sample size, strict on age, confounding variable as external environment to get stronger evident in associated with a traumatic care for children suffering fever.
Keywords: tepid sponge, fever, comfortable, child. References: 35 (1994-2009)
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Ilahi Rabbi. Shalawat dan salam untuk
Rasulullah Muhammad SAW. Atas rahmat-Nya, yang telah memberikan
kesempatan, kemauan, dan kemampuan untuk berusaha, akhirnya penulis dapat
menyelesaikan penyusunan laporan hasil tesis yang berjudul “Pengaruh tepid sponge
terhadap penurunan suhu tubuh dan kenyamanan pada anak demam di Rumah Sakit
Muhammadiyah Bandung”. Laporan ini disusun sebagai syarat guna menyelesaikan
program magister di Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
Rasa hormat dan terimakasih yang tak terhingga disampaikan kepada Ibu Yeni
Rustina, S.Kp., M.App.Sc., PhD., dan Ibu Kuntarti, S.Kp., M.BioMed., yang telah
memberikan motivasi, semangat dan bimbingan sejak awal proses penyusunan
laporan ini. Motivasi, bimbingan, dan arahan beliau masih terus penulis harapkan
hingga akhir proses pelaksanaan tesis. Semoga beliau senantiasa dilimpahkan
keihlasan dan ketulusan serta kemanfaatan ilmu yang akan dicatat sebagai amal baik
dan akan senantiasa mendatangkan kebajikan bagi diri sendiri dan orang lain.
Penulis menyampaikan rasa hormat kepada Ibu Dewi Irawaty, M.A., Ph.D., selaku
Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia dan Ibu Krisna Yetty,
S.Kp., M.App.Sc., selaku Ketua Program Magister Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia yang telah memberikan kesempatan kepada penulis menyelesaikan
vi
Terimaksih kepada teman-teman seperjuangan (Arum, Erna, Haryati, dan
kawan-kawan) dan para perawat di seluruh ruang perawatan anak RS Muhammadiyah yang
telah membantu. Tenaga dan waktu rekan sejawat tak ternilai harganya dalam proses
pengumpulan data dan penyusunan laporan penelitian ini.
Terimakasih untuk suamiku, Mas Aries, yang selalu memotivasi penulis untuk
menyelesaikan penelitian ini. Tak lupa terima kasih untuk anak-anakku, Iqbal dan
Mutiara, kalian merupakan motivator mungil terindah yang tidak henti memberikan
semangat kepada penulis. Keihlasan dan kebesaran hati kalian senantiasa
menumbuhkan semangat dukungan yang sangat berarti bagi penulis.
Saran dan kritik dari berbagai pihak yang bertujuan untuk perbaikan laporan ini akan
senantiasa penulis terima dan pertimbangkan. Peneliti berharap dapat mewujudkan
penelitian ini secara nyata dan mendapatkan manfaat dari semua proses yang telah
dan akan dilaksanankan.
Depok, Juli 2009
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……… i LEMBAR PERSETUJUAN ………. ii ABSTRAK ……….. iii KATA PENGANTAR ……….. vDAFTAR ISI ………. vii
DAFTAR BAGAN/SKEMA………... x
DAFTAR TABEL ………. xi
DAFTAR GRAFIK ……….. xii
DAFTAR LAMPIRAN ………. xiii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ……… 1
B. Rumusan Masalah ……….. 3
C. Tujuan Penelitian ………. 4
D. Manfaat Penelitian ………... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Demam ………. 7
B. Tepid Sponge ... C. Hiperpireksia ... D. Karakteristik Anak Usia Pra Sekolah dan Sekolah ...… 10 13 14 E. Aplikasi teori comfort pada anak demam ... 17
xii
F. Kerangka Teoritis ... 22
BAB III KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS, DAN DEFINISI OPERASIONAL A. Kerangka Konsep ... 23
B. Hipotesis Penelitian ... 24
C. Definisi Operasional ... 25
BAB IV METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian ... 27
B. Populasi dan Sampel ... 29
C. Tempat Penelitian ... 30
D. Waktu Penelitian ... 31
E. Etika Penelitian ... 31
F. Alat Pengumpul Data ... 33
G. Prosedur Pengumpulan Data ... 35
H. Analisis Data ... 38
BAB V HASIL PENELITIAN A. Analisa Univariat ... 40
B. Analisa Bivariat... 41
BAB VI PEMBAHASAN A. Interpretasi Hasil Penelitian dan Diskusi ... 46
xii
B. Keterbatasan Penelitian...
C. Implikasi Hasil Penelitian ... 57
58
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan ...
B. Saran... ... 59
60
xii
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1. Kerangka teori berdasarkan teori comfort (Kolcaba, 2007) 22
Bagan 3.1. Kerangka konsep penelitian 23
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1. Definisi operasional variabel penelitian 25 Tabel 4.1. Analisa bivariat 39 Tabel 5.1. Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Umur, Dukungan Sosial,
dan Status Ekonomi (Ruang Perawatan) Pada Kelompok Intervensi dan Kontrol di RS Muhammadiyah Bandung Juli 2009 (n1=n2=25)
41
Tabel 5.4. Rerata perbedaan penurunan suhu tubuh setelah intervensi 44
xii
DAFTAR GRAFIK
Grafik 5.1. Perubahan rerata penurunan suhu tubuh 42 Grafik 5.2 Rerata peningkatan rasa nyaman 43 Grafik 5.3. Perbedaan rasa nyaman sesudah intervensi 45
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat pengantar untuk responden
Lampiran 2. Lembar persetujuan responden
Lampiran 3. Daftar tilik prosedur tepid sponge
Lampiran 4. Daftar tilik tahap-tahap pemberian antipiretik dan rasa nyaman
(kelompok perlakuan)
Lampiran 5. Daftar tilik tahap-tahap pemberian antipiretik dan rasa nyaman
(kelompok kontrol)
Lampiran 6. Keterangan lolos uji etik
Lampiran 7. Izin penelitian
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Demam merupakan tanda klinis suatu penyakit pada anak. Gangguan kesehatan ini
sering dihadapi oleh tenaga kesehatan. Secara tradisional, demam diartikan sebagai
kenaikan suhu tubuh di atas normal. Orang tua banyak yang menganggap demam
berbahaya bagi kesehatan anak karena dapat menyebabkan kejang dan kerusakan otak
(Avner, 2009).
Di Brazil, dari seluruh kunjungan ke fasilitas kesehatan pediatrik, terdapat sekitar 19%
sampai 30% anak diperiksa karena menderita demam (Alves, Almeida, & Almeida,
2008). Penelitian yang dilakukan di Kuwait (Jalil, Jumah, & Al-Baghli, 2007)
menunjukkan bahwa sebagian besar anak usia 3 bulan sampai 36 bulan mengalami
serangan demam rata-rata 6 kali per tahunnya. Penelitian yang dilakukan oleh Winarno
(2002) mencantumkan tingkat prevalensi demam di masyarakat Lombok sebanyak
24,8%. Selama satu hari observasi di ruang rawat anak Rumah Sakit Muhammadiyah
Bandung, terdapat 13 anak menderita demam dari 15 anak yang sedang dirawat. Sampai
saat ini, penulis belum menemukan angka kejadian demam secara nasional.
Saat ini pengobatan demam dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya pemberian
2
Acetaminophen, merupakan salah satu antipiretik yang sering digunakan, akan
menurunkan demam setelah 2 jam pemberian (Plaisance & Mackowiak, 2000).
Pemberian kompres dingin sudah tidak diberikan lagi, karena dapat meningkatkan suhu
tubuh lebih tinggi lagi dan menyebabkan anak menggigil. Di India, suatu penelitian
menunjukkan bahwa pemberian antipiretik yang disertai tindakan tepid sponge dapat
menurunkan suhu lebih cepat dibandingkan dengan pemberian antipiretik saja (Thomas,
et al., 2009). Penelitian lain yang dilakukan di Inggris (Mahar, et al. 1994) dan Amerika
Serikat (Sharber, 1997) juga menunjukkan bahwa tepid sponge sangat efektif dalam
menurunkan suhu pada menit ke 15 sampai 30 setelah pasien minum antipiretik.
Tepid sponge merupakan tindakan pendinginan yang masih sering diperdebatkan.
Totapally (2005) menjelaskan bahwa tepid sponge jika dilakukan dengan benar akan
sangat efektif menurunkan demam dengan cepat. Akan tetapi, efek tepid sponge selain
menurunkan suhu tubuh, juga menyebabkan vasokonstriksi pada awal prosedur.
Vasokonstriksi ini menyebabkan anak merasa kedinginan bahkan sampai menggigil,
terutama jika tidak dikombinasikan dengan antipiretik. Selain tidak nyaman, tepid
sponge juga meningkatkan laju metabolisme dan konsumsi oksigen. Hal ini, tidak hanya
fisik pasien yang mengalami gangguan, akan tetapi psikospiritual, sosiokultural, dan
lingkungan pasien terganggu juga. Oleh karena itu, perawat perlu mempertimbangkan
asuhan keperawatan yang komprehensif, meliputi fisik, sosiokultural, lingkungan, dan
psikospiritual (Kolcaba, 2007).
Perawat sebagai salah satu unit pemberi pelayanan kesehatan, sangat berperan dalam
3 pembinaan dan pendampingan pasien yang sesuai dengan kondisi pasien, serta
mempertahankan kepuasan pasien selama dalam perawatan, merupakan bentuk
pelayanan prima yang dapat mempertahankan atau meningkatkan kenyamanan pasien
(Kolcaba, 2007).
Mencermati kondisi tersebut di atas, maka diperlukan pendekatan asuhan keperawatan
yang tepat sebagai dasar kerangka berfikirnya. Teori comfort yang diperkenalkan oleh
Katarine Kolcaba merupakan pendekatan yang sesuai untuk mengatasi dan mengelola
ketidaknyaman pasien selama perawatan. Pendekatan teori comfort dapat digunakan
pada pelayanan pediatrik karena pendekatannya holistik, dapat dimengerti oleh tim
kesehatan dan pasien, serta orang tua dapat diikutsertakan sebagai bagian integral
perawatan.
Sepanjang pengetahuan penulis, hingga saat ini belum dilakukan penelitian tentang
pengaruh tepid sponge terhadap kenyamanan pasien dengan menggunakan pendekatan
teori comfort di Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung. Dalam penelitian ini, penulis
bermaksud melakukan pengamatan efek tepid sponge terhadap penurunan suhu tubuh
dan kenyamanan pada anak yang menderita demam.
B. Rumusan Masalah
Saat ini, jumlah pasien anak yang harus menjalani perawatan karena menderita demam
jumlahnya cukup banyak. Salah satu cara untuk menurunkan demam adalah dengan
tepid sponge. Tepid sponge efektif dalam menurunkan demam, tetapi menimbulkan rasa
4 2005; Thomas, et al. 2007; Alves, Almeida & Almeida, 2008; Sharber, 1997; Mahar, et
al. 1994). Efek ketidaknyamanan yang timbul akibat penerapan tepid sponge sering
disinggung dalam beberapa penelitian. Akan tetapi, dalam penelitian tersebut tidak
dijelaskan secara rinci intensitas gangguan rasa nyaman yang dialami pasien dan cara
pengukurannya.
Berdasarkan fenomena tersebut di atas, maka pertanyaan dalam penelitian ini adalah
sejauh mana tepid sponge berpengaruh terhadap penurunan suhu tubuh dan kenyamanan
pada anak yang menderita demam?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Diketahuinya pengaruh tepid sponge terhadap penurunan suhu tubuh dan
kenyamanan anak yang menderita demam.
2. Tujuan Khusus
a. Teridentifikasinya perbedaan suhu tubuh sebelum dan setelah dilakukan tepid
sponge disertai pemberian antipiretik pada kelompok intervensi.
b. Teridentifikasinya perbedaan suhu tubuh sebelum dan setelah diberikan
antipiretik pada kelompok kontrol.
c. Teridentifikasinya perbedaan kenyamanan pada anak demam sebelum dan
setelah dilakukan tepid sponge disertai pemberian antipiretik pada kelompok
5 d. Teridentifikasinya perbedaan kenyamanan pada anak demam sebelum dan
setelah diberikan antipiretik pada kelompok kontrol.
e. Teridentifikasinya perbedaan penurunan suhu tubuh pada anak demam
setelah periode intervensi pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol.
f. Teridentifikasinya perbedaan kenyamanan pada anak demam setelah periode
intervensi pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Aplikasi
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi perawat dalam
melakukan asuhan keperawatan pasien anak yang menderita demam sehingga
tidak mengalami gangguan rasa nyaman.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pasien anak yang
menderita demam dan keluarganya dalam mengelola demam jika demam
berulang.
2. Manfaat Keilmuan
a. Hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan dalam
praktik keperawatan tentang perawatan pasien anak yang menderita demam.
b. Hasil penelitian ini memberikan gambaran, informasi atau penjelasan tentang
pengaruh tepid sponge terhadap penurunan suhu tubuh dan kenyamanan
6 3. Manfaat metodologi
a. Hasil penelitian ini dapat memperkaya jumlah penelitian tentang pengaruh
tepid sponge terhadap penurunan suhu tubuh dan kenyamanan pasien anak
yang menderita demam.
b. Hasil penelitian ini dapat menjadi dasar penelitian selanjutnya dengan
7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Demam 1. Pengertian demam
Demam diartikan sebagai peningkatan suhu tubuh lebih dari 38oC, pengukuran di rectal. Demam dikenal juga sebagai manifestasi penting terjadinya infeksi pada
anak-anak (Rudolpho, Hoffman, & Rudolph, 2006). Pada tahun 2005, demam
pada anak ditandai dengan suhu 37oC per aksila, atau 37,8oC per oral, atau 38oC per timpani atau per rektal (Walsh, 2008). Peneliti lain menyebutkan bahwa
demam ditandai dengan suhu lebih atau sama dengan 38,3oC (Laupland, 2009).
Demam merupakan respon tubuh terhadap stimulus yang membahayakan tubuh.
Demam juga sebagai indikator penting untuk menilai perkembangan penyakit
(Totapally, 2005).
Suhu tubuh normal dipengaruhi oleh lingkungan, usia, jenis kelamin, aktivitas
fisik, dan suhu udara. Suhu tubuh akan lebih rendah 0,5oC dari rata-rata pada pagi hari, dan meningkat pada sore hari. Oleh karena itu tidak ada nilai mutlak suhu
tubuh. Rentang suhu tubuh normal yaitu suhu aksila antara 34,7o – 37,3oC, suhu oral antara 35,5o – 37,5oC, dan suhu rektal antara 36,6o – 37,9oC (Avner, 2009).
8
Ikatan Dokter Anak Indonesia menetapkan suhu tubuh normal untuk anak
berkisar antara 36,5oC sampai 37,5oC.
Suhu tubuh dikontrol oleh hipotalamus. Ball dan Bindler (2003) menjelaskan
bahwa jika suhu tubuh lebih rendah dari normal, terjadi vasokonstriksi untuk
mempertahankan panas tubuh; kelenjar adrenalin akan memproduksi epinefrin
dan norepinefrin. Epinefrin dan norefinefrin tersebut menyebabkan peningkatan
metabolisme, vasokonstriksi, dan produksi panas. Selanjutnya dapat terjadi reaksi
“menggigil” (panas dingin) sebagai upaya tubuh meningkatkan produksi panas.
Ketika produksi panas berlebihan, tubuh berespon dengan cara meningkatkan
suhu. Kondisi ini disertai dengan peningkatan denyut jantung dan frekuensi
pernapasan. Akhirnya terjadi vasodilatasi, kulit tampak kemerahan, terasa hangat
saat diraba. Kemudian suhu tubuh akan menurun, anak mulai berkeringat, denyut
nadi dan frekuensi pernapasan kembali normal.
2. Penyebab demam
Demam dapat disebabkan oleh infeksi virus, bakteri, tumor, stress atau trauma.
Mikroorgnisma tersebut merangsang makrofag untuk melepaskan pyrogen dalam
pembuluh darah. Pirogen mengikuti sistem sirkulasi sampai ke hipotalamus.
Pirogen tersebut memicu produksi prostaglandin. Prostaglandin ini diyakini
meningkatkan titik basal termoregulator tubuh, sehingga menyebabkan demam
9
Demam menyebabkan anak-anak menjadi lebih cengeng dan mengeluh nyeri
kepala serta rasa tidak nyaman di seluruh tubuh. Demam juga menyebabkan
penurunan nafsu makan dan meningkatkan kebutuhan cairan pada anak. Hal ini
terjadi karena setiap kenaikan 1oC (di atas suhu 37oC) menyebabkan peningkatan konsumsi oksigen sebesar 13%. Jika demam terjadi berkepanjangan, dapat
menyebabkan dehidrasi (Totapally, 2005). Efek demam yang lain adalah
perubahan status neurologik pada klien anak yang menderita penyakit otak
organik. Totapally (2005) menjelaskan bahwa peningkatan suhu tubuh
menyebabkan peningkatan aliran darah ke otak sehingga dapat menimbulkan
peningkatan tekanan intrakranial.
3. Penatalaksanaan demam
Umumnya, antipiretik diberikan kepada anak untuk menurunkan demam.
Antipiretik ini berfungsi menghambat produksi prostaglandin, menyebabkan anak
berkeringat dan vasodilatasi (Totapally, 2005). Antipiretik yang sering digunakan
sebagai penurun panas adalah parasetamol (Thomas, et al. 2008), acetaminophen
(Plaisance & Mackowiak, 2000; Tréluyer, et al. 2001), ibuprofen, naproxen,
dipyron (Alves, de Almeida, & de Almeida, 2008) dan indomethacin. Ibuprofen
merupakan antipiretik yang paling efektif menurunkan demam untuk anak usia 6
bulan lebih (Totapally, 2005). Pemberian antipiretik yang berlebihan perlu
10
juga dilakukan terapi modalitas fisik yaitu sponging (tepid sponge) dan selimut
hipotermi (Totapally, 2005).
Sebagian besar anak yang menderita penyakit infeksi dan mengalami demam,
dirawat di rumah. Perawatan anak yang menderita demam (Ball & Bindler, 2003)
meliputi:
a. Pemberian cairan dengan meningkatkan pemasukan cairan.
b. Mencegah penggunaan baju atau selimut tebal yang berlebihan. Berikan anak
pakaian yang tipis dan menyerap keringat.
c. Lakukan kompres air hangat (tepid sponge) untuk menurunkan suhu tubuh
sambil menunggu antipiretik bekerja dalam tubuh. Tepid sponge terutama
dilakukan kepada anak dengan suhu tubuh lebih dari 40oC. Air hangat yang digunakan memiliki suhu minimal 26,6oC, maksimal 35oC.
d. Libatkan orang tua dalam perawatan anaknya yang menderita demam.
e. Terapkan pencegahan universal untuk mencegah penyebaran penyakit menular
yang diderita anak.
B. Tepid sponge
Tepid sponge sering direkomendasikan untuk mempercepat penurunan suhu tubuh.
Akan tetapi selama tepid sponge, terjadi penurunan suhu tubuh yang menginduksi
vasokonstriksi periferal, menggigil, produksi panas metabolik dan ketidaknyaman
11
Tepid sponge sebagai salah satu cara untuk menurunkan demam masih menjadi topik
kontroversial dikalangan tenaga kesehatan di Brazil. Hasil penelitian yang dilakukan
oleh Alves, Almeida, dan Almeida (2008) menjelaskan bahwa setelah 15 menit
dilakukan tepid sponge plus dipyrone, suhu badan per aksila pada anak usia 6 bulan
– 5 tahun mengalami penurunan. Sedangkan pada kelompok kontrol menunjukkan
bahwa setelah 2 jam pemberian dipyrone saja, demam akan turun. Akan tetapi pada
kelompok anak yang memperoleh tepid sponge plus dipyrone, anak cenderung
cengeng dan gelisah dibandingkan dengan anak yang hanya memperoleh dipyrone.
Mahar, et al. (1994) melakukan penelitian tentang tepid sponge di Bangkok dengan
jumlah partisipan sebanyak 75 anak, usia 6 bulan – 5 tahun. Hasil penelitian tersebut
menunjukkan bahwa 60 menit setelah dilakukan tepid sponge plus parasetamol,
terjadi penurunan suhu yang lebih cepat pada kelompok intervensi sebesar 0,5oC (38oC) dibandingkan dengan kelompok kontrol yang hanya memperoleh parasetamol (38,5oC). Pada anak-anak yang mendapat tindakan tepid sponge, selama tepid sponge anak-anak cenderung menangis, dan satu orang anak menggigil.
Penelitian lain (Aksoylar, et al., 1997; Agbolosu, et al., 1997; Sharber, 1997;
Bernath, Anderson, & Silagy, 2002; Thomas, et al., 2008; Geraldine, et al., 2001)
menunjukkan bahwa tindakan tepid sponge plus antipiretik lebih efektif menurunkan
12
Tahap-tahap pelaksanaan tepid sponge (Rosdahl & Kowalski, 2008) meliputi:
1. Tahap persiapan
a. Jelaskan prosedur dan demonstrasikan kepada keluarga cara tepid sponge.
b. Persiapan alat meliputi ember atau waskom tempat air hangat (26o – 35oC), lap mandi 6 buah, handuk mandi 1 buah, selimut mandi 1 buah, perlak besar
1 buah, termometer, selimut hipotermi atau selimut tidur 1 buah.
2. Pelaksanaan
a. Beri kesempatan klien untuk menggunakan urinal sebelum tepid sponge.
b. Ukur suhu tubuh klien dan catat. Catat antipiretik yang telah diminum klien
untuk menurunkan suhu tubuh.
c. Buka seluruh pakaian klien. Letakkan lap mandi di dahi, aksila, dan pangkal
paha. Lap ekstremitas selama 5 menit, punggung dan bokong selama 10-15
menit. Lakukan melap tubuh klien selama 20 menit. Pertahankan suhu air
(26o-35oC).
d. Hentikan prosedur jika klien kedinginan atau menggigil atau segera setelah
suhu tubuh klien mendekati normal (37,5oC per oral). Selimuti klien dengan selimut tidur. Pakaikan klien baju yang tipis dan mudah menyerap keringat.
e. Catat suhu tubuh dan tingkat rasa nyaman klien sebelum dan setelah
13
C. Hiperpireksia (hipertermia)
Hiperpireksi adalah suhu tubuh lebih dari 41,1oC (Trautner, et al., 2006). Lebih lanjut Trautner, et al. (2006) menjelaskan bahwa hiperpireksia merupakan kondisi
kegawatan dan membutuhkan penatalaksanaan segera. Hiperpireksi terjadi pada satu
dari 2000 kasus anak yang dirujuk ke unit gawat darurat pediatrik. Penyebab
hiperpireksia yang paling sering adalah infeksi bakteri, virus, sindroma neuroleptik
malignan, intoksikasi, dan suhu panas yang ekstrim.
Setiap orang mengalami gejala dan tanda hiperpireksia yang berbeda-beda. Tetapi
pada umumnya tanda gejala hiperpireksia meliputi: suhu tubuh tinggi (lebih dari
41oC, tidak adanya keringat, tanpa kulit panas kemerahan atau kulit kering kemerahan, nadi cepat, sulit bernapas, perubahan perilaku, halusinasi, bingung
(confusion), agitasi, disorientasi, kejang, dan koma (Trautner, et al., 2006).
Penatalaksanaan yang utama untuk anak dengan hiperpireksia adalah segera berikan
kompres dingin (suhu air antara 26o-28o C), letakkan klien di lingkungan yang sejuk dan kering, kipasi klien untuk meningkatkan evaporasi dan berkeringat, hidrasi
untuk mencegah dehidrasi, letakkan kantong es di aksila dan pangkal paha, dan tepid
14
D. Karakteristik anak pra-sekolah dan usia sekolah 1. Karakteristik anak pra-sekolah (3-6 tahun)
Anak-anak usia sekolah berumur antara 3 sampai 5 tahun. Penampilan fisik
secara umum adalah lebih langsing, luwes, tangkas, dan postur tubuh yang
proporsional antara tinggi badan dengan berat badan. Tinggi badan rata-rata
bertambah 6,25 sampai 7,5 cm per tahun. Berat badan bertambah 2,3 kg per
tahun (Muscari, 2005).
Anak usia pra-sekolah sudah dapat melompat, berlari, dan beberapa dapat
berenang atau bermain sepatu roda. Perkembangan utama pada koordinasi
motorik halus, anak sudah dapat menggambar atau mewarnai sederhana
(Muscari, 2005).
Perkembangan kognitif anak usia pra sekolah adalah mereka sudah mampu
mengelompokkan, menghitung benda dan menghubungkan beberapa objek, akan
tetapi belum memahami prinsip-prinsip yang mendasari konsep tersebut. Anak
pra-sekolah sudah memiliki rasa cemas dan takut yang berhubungan dengan
harapan orang tua atau orang terdekatnya. Hubungan anak dengan orang lain
makin luas termasuk teman dan guru di sekolah. Rasa nyaman anak usia
pra-sekolah timbul pada lingkungan yang sudah dikenalnya, walaupun dihadapkan
15
Anak pra-sekolah sudah dapat menyusun kalimat lengkap. Akan tetapi
kemampuan bahasa tersebut masih belum sempurna, sehingga dapat
menimbulkan salah persepsi dari orang dewasa. Interpretasi yang tepat oleh
tenaga kesehatan diperlukan untuk mencegah timbulnya trauma hospitalisasi
pada anak (Ball & Bindler, 2003). Penatalaksanaan keperawatan yang perlu
meliputi intervensi fisik yang aman dan nyaman. Memberi kesempatan anak
untuk terlibat dalam perawatan dirinya, mempertahankan kendali atas fungsi
tubuhnya, memberi keyakinan kepada anak bahwa sakit bukan kesalahan
dirinya, serta member kesempatan anak untuk mengekspresikan perasaanya
melalui cerita atau gambar (Muscari, 2005).
2. Karakteristik anak usia sekolah
Anak-anak usia sekolah adalah mereka yang berumur 6 sampai 12 tahun. Tinggi
badan anak usia sekolah rata-rata akan bertambah sekitar 6 – 7 cm per tahun. Berat badan anak usia sekolah akan bertambah sekitar 2,5 – 3,5 kg per tahun. selanjutnya, saat anak memasuki usia pubertas, berat badan dan tinggi badan anak akan bertambah dengan cepat. Anak perempuan cenderung lebih berat dari anak laki-laki. Tubuh anak akan terus berubah sesuai dengan pertumbuhan fisik.
Tulang, otot, lemak, dan kulit mereka tumbuh dan berkembang. Perubahan ini
terjadi dengan cepat sampai dia mencapai masa pubertas. Masa pubertas adalah
masa di mana tubuh matang secara seksual. Rambut di bagian tubuh tertentu
16
tumbuh payudaranya. Kemudian, mereka juga mulai menstruasi. Pubertas
mungkin dimulai pada awal usia tujuh tahun pada anak perempuan, dan sembilan
tahun pada anak laki-laki (Muscari, 2005).
Kekuatan, keseimbangan, dan koordinasi (kemampuan untuk bergerak dengan
lancar) pada anak usia sekolah mulai baik. Kelancaran dan kecepatan dalam
kegiatan fisik mempermudah anak untuk berpartisipasi dalam olahraga. Kontrol
jari dan tangan juga meningkat (Muscari, 2005).
Anak dapat menyebutkan angka dan huruf dengan mudah. Pada awal usia enam
tahun, anak dapat membaca kata-kata tunggal dan memahami apa yang ia baca.
Selanjutnya anak mungkin dapat membaca dengan lancar dan mengucapkan
kata-kata dengan benar. Anak usia sekolah mulai berpikir logis. Ia dapat
memahami apa yang terjadi di sekelilingnya. Mampu untuk memahami ide dan
kemampuan mengingat berkembang dengan baik. Ia dapat menempatkan,
mengurutkan dan mengelompokkan obyek sesuai perintah. Ia dapat mengikuti
petunjuk dan aturan yang lebih rumit, dan memecahkan masalah dengan lebih
baik (Muscari, 2005).
Anak usia sekolah mengalami perkembangan akan rasa takut yang tidak dikenal.
Dia mungkin takut hantu, monster, atau tempat gelap. Dia mulai memahami
peristiwa buruk dan mungkin takut akan pencurian, kecelakaan, dan kematian.
17
sikap menerima penting untuk anak. Hal ini harus diberikan oleh keluarganya.
Anak lebih banyak menghabiskan waktu dengan teman-temannya, pengaruh
keluarga tidak sekuat seperti usia prasekolah. Saat anak usia sekolah tumbuh
besar, teman-temannya menjadi lebih penting. Dia akan merasa perlu untuk
bersaing dengan anak lain, dan memiliki sebuah grup. Dia mungkin berkumpul
dengan teman-teman sesama jenis kelamin. Dia mulai berbagi rahasia dengan
teman-teman yang dapat ia percaya. Teman kelompok membantu anak
menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi dalam lingkungan dan
kegiatan sekolah. Kelompok teman juga mendukung anak menghadapi
pengalaman hidup yang penuh dengan tekanan ((Ball & Bindler, 2003).
Anak usia sekolah mengembangkan kemampuan bicara seperti pada orang
dewasa, akan tetapi mereka mengalami kesulitan dalam mengekspresikan dirinya
secara verbal karena kesulitan menghadapi masalah yang rumit atau hipotesis
(Muscari, 2005). Selain itu, Muscari (2005) menjelaskan bahwa anak usia
sekolah beranggapan bahwa penyakit disebabkan oleh sesuatu dari luar dirinya.
Mereka juga menyadari perbedaan tingkat keparahan suatu penyakit.
E. Aplikasi teori Comfort pada anak penderita demam
Kolcaba (2003) menjelaskan bahwa comfort (rasa nyaman) didefinisikan sebagai
18
comfort dapat meningkatkan perasaan sejahtera, dan klien merasa lebih kuat. Comfort juga dapat dipahami oleh klien dari berbagai tingkat perkembangan dan
orang tua dapat menjadi bagian dari program perawatan yang utuh.
Teori Comfort (Kolcaba, 2003) menjelaskan bahwa klien memiliki 3 kebutuhan
yaitu:
1. Relief yaitu kondisi yang dapat meredakan atau meringankan ketidaknyamanan.
2. Ease yaitu kondisi dimana tidak ada ketidaknyaman spesifik.
3. Transcendence yaitu kemampuan untuk melampaui ketidaknyamanan ketika rasa
tidak nyaman tersebut tidak dapat dikurangi atau dihindari.
Selain ketiga kebutuhan rasa nyaman (comfort) tersebut di atas, Kolcaba (2003) juga
menjelaskan bahwa teori ini memiliki konteks nyaman yaitu fisik, lingkungan,
sosiokultural, dan psikospiritual. Konteks fisik berkenaan dengan sensasi tubuh dan
homeostasis. Konteks lingkungan berkaitan dengan latar belakang eksternal
pengalaman individu. Konteks sosiokultural berkaitan dengan hubungan
interpersonal, keluarga, social, tradisi keluarga, dan ritual. Konteks psikospiritual
berkenaan dengan kesadaran internal akan diri, esteem (harga diri), seksualiti, dan
makna hidup. Gangguan kenyamanan dapat terjadi di konteks fisik, lingkungan,
19
Tipe perawatan dalam teori Comfort (Kolcaba, 2003) meliputi tehnikal, coaching,
dan comforting. Tipe perawatan tehnikal bertujuan untuk mempertahankan
homeostasis. Tindakan tipe perawatan tehnikal berupa penatalaksanaan demam,
pencegahan komplikasi, pemberian obat, observasi efek samping. Tipe perawatan
coaching adalah pemberian informasi (pendidikan kesehatan), promosi kesehatan,
pemberian dukungan kepada klien. Tipe perawatan comforting meliputi empati,
memberi dukungan, sentuhan, menciptakan lingkungan yang tenang, memutar musik
kesukaan klien, memberi hadiah atau kenang-kenangan.
Dalam teori Comfort, terdapat variabel intervening. Variabel ini didefinisikan
sebagai interaksi yang mempengaruhi persepsi individu tentang kenyamanan.
Variabel ini terdiri dari pengalaman masa lalu, usia, perilaku, status emosional,
sistem pendukung, prognosis, status ekonomi, dan total elemen pengalaman individu
(Kolcaba, 1994; dalam Tomey & Alligood, 2006).
Berdasarkan penelitian Clinch dan Dale (2007), orang tua dapat menularkan
ketidaknyamanan mereka kepada anaknya. Bentuk ketidaknyamanan orang tua dapat
berupa rasa cemas sebagai respon mereka melihat anak mereka demam. Dampak
ketidaknyamanan orang tua terhadap penatalaksanaan demam pada anak adalah
kesalahan atau kurang tepatnya pemberian obat antipiretik untuk anak mereka, atau
20
Jalil, et al. (2007) menjelaskan bahwa pengetahuan ibu, ketakutan dan
penatalaksanaan anak demam secara mandiri oleh ibu dapat mempengaruhi proses
pengobatan demam dan kenyamanan pada anak. Ibu yang memiliki pengetahuan
tentang perawatan anak demam, akan melakukan tindakan yang tepat untuk
mengatasi demam, seperti memberikan dosis antipiretik dengan benar, mengukur
suhu dengan termometer, dan menciptakan lingkungan yang nyaman untuk anaknya.
Kurangnya pengetahuan ibu tentang perawatan anak demam menyebabkan mereka
melakukan terapi yang salah. Kesalahan mereka meliputi pemberian antipiretik
berlebihan atau kurang dosisnya, menyelimuti anak dengan selimut tebal, dan
mempunyai kenyakinan bahwa tumbuh gigi merupakan penyebab demam.
Intervensi yang dapat meningkatkan rasa nyaman anak selama prosedur yang tidak
menyenangkan atau menyakitkan (Stephens,1999; dalam Kolcaba, 2005) meliputi:
1. Persiapkan anak dan orang tua, hindari kata sakit atau nyeri atau kata-kata yang
membuat anak takut saat menjelaskan prosedur (social comfort).
2. Undang atau hadirkan orang tua saat prosedur (sosial dan psikospiritual comfort).
3. Lakukan prosedur di ruang tindakan (kenyamanan lingkungan atau
environmental comfort).
4. Posisikan anak dalam kondisi atau posisi yang nyaman saat prosedur (physical
comfort).
5. Pertahankan atmosfir atau lingkungan yang tenang dan positif (environmental
21
Pengukuran rasa nyaman pada anak didasarkan pada tingkat perkembangan anak,
tempat perawatan, dan tujuan pengukuran. Beberapa cara atau skala yang dapat
dilakukan untuk mengukur kenyaman (Kolcaba, 2005) adalah :
1. Pertanyaan tertutup, hanya memerlukan jawaban ya dan tidak dapat diajukan ke
anak usia 2 sampai 3 tahun.
2. Skala kenyamanan dengan bunga daisi (Kolcaba, 1997) dapat mengukur tingkat
kenyaman anak usia 1 sampai 4 tahun.
3. Visual analog scale yaitu anak meletakkan satu titik pada garis vertikal
sepanjang 10 cm untuk menilai tingkat kenyamanan dirinya. Posisi nyaman
berada di titik teratas, sedangkan rasa paling tidak nyaman berada di titik
terbawah.
4. Skala 1 sampai 10 (skala Kusher). Perawat meminta anak menunjuk nomor yang
dianggap dapat mewakili tingkat kenyamanan yang sedang dirasakan anak.
5. Kuesioner yang diadaptasi dari General Comfort Questionaire (GCQ) dapat
digunakan untuk mengukur tingkat kenyamanan pada anak remaja.
6. Comfort Behaviors Checklist (CBC) (Kolcaba, 1997) dapat digunakan untuk
22
F. Kerangka Teori
Bagan 2.1. Kerangka teori penelitian berdasarkan teori comfort (Kolcaba, 2007)
Meningkatkan pemasukan cairan, memakaikan anak pakaian yang tipis dan menyerap keringat, kompres air hangat (tepid sponge) , antipiretik, pendidikan kesehatan, promosi kesehatan, pemberian dukungan kepada pasien, empati, sentuhan, menciptakan lingkungan yang tenang, memutar musik kesukaan anak, memberi hadiah atau kenang-kenangan.
Distress : fisikal, lingkungan, sosialkultural, psikospiritual Intervensi comfort : tehnikal, coaching, comforting Comfort Anak demam Variabel intervening: pengalaman, usia, perilaku, status
emosional, sistem pendukung/support social,
prognosis, status ekonomi
Suhu normal, 36,5o- 37,5oC Perilaku anak yang
menunjukkan nyaman , diukur dengan comfort daisies, pertanyaan tertutup, VAS, GCQ, CBC, skala Kusher.
23
BAB III
KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS,
DAN DEFINISI OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep merupakan salah satu pendekatan untuk memahami alur
penelitian. Kerangka konsep ini didasarkan pada landasan teoritis tentang
fisiologis demam, tepid sponge, teori kenyamanan (comfort theory) yang
dikembangkan oleh Katharine Kolcaba. kerangka konsep ini digambarkan
dengan menggunakan bagan di bawah ini (Bagan 3.1).
Bagan 3.1 Kerangka konsep
Berdasarkan kerangka konsep penelitian, variabel dalam penelitian ini adalah:
1. Variabel independen
Variabel independen dalam penelitian ini adalah tepid sponge sesuai
panduan penelitian.
Anak usia pra sekolah dan sekolah penderitademam Tepid sponge plus antipiretik Penurunan Suhu tubuh Nyaman Tidak nyaman Intervensi Comfort Abnormal lebih dari 37,5oC per aksila Normal 36,5o- 37,5oC, per aksila Kenyamanan anak Usia anak, pendukung / social
support, status ekonomi (kelas perawatan)
24
2. Variabel Dependen
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah suhu tubuh anak dan
intensitas rasa nyaman pada anak yang mengalami demam.
3. Variabel confounding
Variabel confounding (perancu) dalam penelitian ini adalah usia anak, social
support yaitu kehadiran orang tua dalam merawat anak selama demam dan
status ekonomi terkait dengan fasilitas perawatan.
B. Hipotesis
1. Hipotesis Mayor
Ada pengaruh tepid sponge plus antipiretik terhadap penurunan suhu tubuh
dan rasa nyaman pada anak yang mengalami demam.
2. Hipotesis Minor
a. Ada perbedaan suhu tubuh sebelum dan setelah dilakukan tepid sponge
disertai pemberian antipiretik pada kelompok intervensi.
b. Ada perbedaan suhu tubuh sebelum dan setelah diberikan antipiretik pada
kelompok kontrol.
c. Ada perbedaan kenyamanan pada anak demam sebelum dan setelah
dilakukan tepid sponge disertai pemberian antipiretik pada kelompok
intervensi.
d. Ada perbedaan kenyamanan pada anak demam sebelum dan setelah
diberikan antipiretik pada kelompok kontrol.
e. Ada perbedaan penurunan suhu tubuh pada anak demam setelah
25
f. Ada perbedaan kenyamanan pada anak demam setelah dilakukan
intervensi pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol.
3. Definisi Operasional
Berdasarkan variabel penelitian yang telah ditetapkan, definisi operasional
variabel dapat dilihat pada tabel 3.1
Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Penelitian
NO Variabel Definisi Operasional
Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Variabel dependen 1. Suhu tubuh Nilai panas
tubuh yang dapat diukur dengan melihat angka pada termometer. Mengukur suhu oral dengan termometer. Termometer digital Suhu normal: 36,5o – 37,5oC per aksila Demam: lebih dari 38oC per aksila Interval 2. Rasa nyaman pasien Suatu kondisi subyektif yang dapat diukur dengan menilai tanda-tanda fisik, lingkungan, sosiokultural, dan psikospiritual. Observasi dan ceklist Skala nyaman berdasarkan teori comfort Kolcaba (skala comfort daisies) 4 = sangat nyaman 3 = nyaman 2 = tidak nyaman 1 = sangat tidak nyaman Interval
26
Variabel Independen 3. Tepid sponge Tindakan
memandikan anak dengan cara di lap, menggunakan air hangat (30o – 35oC) selama 20 menit.
Observasi Daftar tilik Ya = 1 Tidak = 0
Nominal
Variabel confounding
4. Support social
Orang tua atau keluarga merawat sendiri anaknya. Observasi dan checklist Angket Ya = 1 Tidak = 0 Nominal
5. Usia anak Lamanya hidup responden yang dihitung berdasarkan tanggal lahir sampai dengan usia saat dirawat Isi format dan checklist
Angket Umur dalam tahun Rasio 6. Status ekonomi Berdasarkan ruang perawatan Isi format dan checklist Angket Kelas 3 = 1 Kelas 2 = 2 Kelas 1/VIP = 3 Ordinal
27
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan disain Quasi Experimental dengan jenis rancangan
Pretest-Posttest Non Equivalent Control Group Design. Metode Quasi Experimental adalah metode penelitian eksperimen dengan menggunakan
kelompok kontrol, tetapi tidak sepenuhnya mengontrol variabel-variabel luar yang mempengaruhi penelitian (Sugiyono, 2007). Pretest-Posttest Non
Equivalent Control Group Design karena pemilihan kelompok kontrol tidak
diacak.
Quasi Experimental ini bertujuan untuk menguji hubungan. Derajat kekuatan
rancangan tergantung kepada efek perlakukan yang dapat diukur melalui variabel terikat. Quasi Experiment minimal memenuhi 1 dari 3 syarat rancangan true
experiment yaitu: sampel diambil secara acak, ada kelompok kontrol, dan ada
perlakuan (Burn & Grove, 1993).
Penelitian ini melibatkan 2 kelompok yaitu: (1) kelompok anak (3 sampai 12 tahun) yang mengalami demam 38oC ke atas dan orang tuanya, mendapat tindakan tepid sponge; (2) kelompok anak (3 sampai 12 tahun) yang mengalami demam 38oC ke atas dan orang tuanya, tidak mendapat tepid sponge, dan berfungsi sebagai kelompok kontrol. Kegiatan tepid sponge dilaksanakan selama 20 menit untuk setiap partisipan di kelompok intervensi. Pengukuran suhu tubuh
28 (pre-test) sebelum diberikan antipiretik pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol dilakukan untuk memperoleh data dasar suhu tubuh. Kelompok intervensi diberikan obat antipiretik (parasetamol atau ibuprofen) dan tepid sponge. Tepid
sponge dilakukan segera setelah anak diberi minum obat antipiretik. Kegiatan
evaluasi (post-test) pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol dilakukan pada menit ke-60 setelah pemberian antipiretik untuk mengukur penurunan suhu dan tingkat kenyamanan. Hasil sebelum dan sesudah intervensi dibandingkan. Rancangan penelitian secara ringkas dapat dilihat pada skema 4.1.
Skema 4.1 Rancangan Penelitian Quasi-Exsperimental dengan
Pretest-Posttest Control Group Design
Keterangan:
Q1 = Pengukuran variabel dependen kelompok perlakuan Q2 = Pengukuran ulang variabel dependen kelompok perlakuan Q3 = Pengukuran variabel dependen kelompok kontrol
Q4 = Pengukuran ulang variabel dependen kelompok kontrol X1 = Perubahan suhu dan tingkat kenyamanan kelompok perlakuan X2 = Perubahan suhu dan tingkat kenyamanan kelompok kontrol
Q1 Q2 Subyek Penelitian Kelompok Kontrol Kelompok Perlakuan Pre test Pre test Intervensi Post test Post test Q3 Q4 Dibandingkan Q1-Q2 = X1 Dibandingkan Q3-Q4 = X2
29
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua anak yang mengalami demam dan orang tuanya yang dirawat inap di ruang perawatan anak Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung.
2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah anak usia pra sekolah dan sekolah yang mengalami demam dan orang tuanya, yang dirawat inap di ruang perawatan anak Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung pada saat dilakukan penelitian selama bulan Juli 2009 dengan kriteria inklusi sebagai berikut:
a. Anak berusia 3 sampai 12 tahun yang dirawat di ruang perawatan anak (kelas 3, 2, 1 dan VIP) Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung dan orang tuanya.
b. Suhu tubuh anak sama dengan atau lebih dari 38oC dengan pengukuran suhu di aksila.
c. Orang tua dapat membaca dan menulis d. Orang tua bersedia mengikuti penelitian.
Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah anak yang mengalami gangguan termoregulasi atau kelainan pada hipotalamus (trauma kapitis, tumor otak dibagian hipotalamus) dan kelainan pada pembuluh darah.
Jumlah sampel dalam penelitian ini berdasarkan hasil penelitian Alves, Almeida, dan Almeida (2008) diperoleh simpang baku gabungan sebesar 0,55. Bila dipilih α = 0,05, power = 0,80, maka dengan rumus di bawah ini (Dahlan, 2006):
30 n1 = n2 = 2
(
(Zα+ Zß)S)
2 X1-X2 Keterangan: • Zα = 1,96 • Zß = 1,28• Selisih minimal yang dianggap bermakna (X1-X2) = 0,5
• Simpang baku gabungan = 0,55
Maka jumlah sampel minimal yang diperlukan dalam penelitian ini adalah 25 klien untuk masing-masing kelompok, 25 responden untuk kelompok intervensi dan 25 responden sebagai kelompok kontrol. Total sampel dalam penelitian ini adalah 50 orang.
Sampel yang diikutsertakan dalam penelitian ini diambil berdasarkan cara non
probability sampling jenis consecutive sampling, yaitu dengan menetapkan
subyek yang memenuhi kriteria penelitian. Subyek ini dimasukkan dalam penelitian sampai kurun waktu tertentu, sehingga jumlah responden yang diperlukan terpenuhi (Sastroasmoro & Ismael, 2002).
C. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung. Rumah sakit ini dipilih karena jumlah anak demam yang dirawat cukup tinggi setiap minggunya. Sedangkan penyakit utamanya meliputi DHF, observasi febris dan tifoid. Selama Juni 2009, usia anak yang dirawat karena demam antara 3 bulan sampai 13 tahun. Selain itu, masih adanya kesalahan pemahaman tentang
31 aplikasi tepid sponge untuk menurunkan demam pada orang tua dan perawat, sehingga tujuan kompres hangat tidak efektif.
D. Waktu Penelitian
Penelitian ini dibagi menjadi 3 periode, yaitu periode penyusunan proposal, pengambilan data dan pelaporan hasil penelitian. Penyusunan dan seminar proposal dilakukan pada bulan Juni 2009. Pengambilan data dilaksanakan pada bulan Juli 2009. Penyusunan dan pelaporan hasil penelitian dilaksanakan pada akhir bulan Juli 2009.
E. Etika Penelitian
Penelitian dilakukan dengan mempertimbangkan prinsip etik yang bertujuan melindungi subyek penelitian. Responden dari kelompok intervensi dan kelompok kontrol dilindungi hak-haknya. Penelitian ini berdasarkan pertimbangan 5 petunjuk yang direkomendasikan American Nurses Association (ANA) (Wood & Harber, 2006):
1. Right to self-determination
Hak otonomi responden meliputi hak mau atau menolak ikut serta dalam penelitian ini. Responden (anak dan orang tua) mendapat penjelaskan tentang prosedur penelitian, manfaat, dan risikonya sebelum diikutsertakan dalam penelitian. Selanjutnya responden diberi kesempatan untuk memberikan persetujuan atau menolak berpartisipasi dalam penelitian. Responden dapat mengundurkan diri dari penelitian tanpa ada konsekuensi apapun.
32
2. Right to privacy and dignity
Penelitian ini melindungi privasi dan martabat responden. Selama penelitian, kerahasiaan responden dijaga, dengan cara menutup tirai di sekeliling tempat tidur klien selama tindakan untuk responden yang dirawat di ruang perawatan kelas 3 dan kelas 2. Untuk responden yang dirawat di kelas VIP atau kelas 1, pengunjung dianjurkan untuk menjenguk pada saat jam kunjungan atau tidak menerima kunjungan selama dilakukan tindakan.
3. Right to anonymity and confidentiality
Data penelitian diberi kode, dan identitas responden tidak dicantumkan dalam laporan hasil intervensi. Data asli responden hanya diketahui oleh peneliti dan responden yang bersangkutan. Selama pengolahan data, analisis, dan publikasi dari hasil penelitian, tidak dicantumkan identitas responden.
4. Right to fair treatment
Kelompok intervensi mendapatkan perlakuan tepid sponge, sedangkan kelompok kontrol tidak mendapatkan perlakuan tersebut. Setelah selesai intervensi, kelompok kontrol mendapat pendidikan kesehatan tentang tepid
sponge, dan jika diperlukan memperoleh tindakan tersebut. 5. Right to protection from discomfort and harm
Penelitian ini tetap mempertimbangkan kenyamanan dan keamanan responden. Kenyamanan dan keamanan responden dari resiko terkena injuri, baik fisik, psikososial dan spiritual dijaga dengan cara membuat lingkungan pemeriksaan atau perawatan yang tidak menyebabkan trauma pada anak.
33
F. Alat Pengumpulan Data
1. Alat Pengumpul Data
Alat pengumpulan data dalam penelitian ini meliputi termometer digital, alat tulis, jam tangan, perlengkapan mandi tepid sponge, daftar tilik pelaksanaan tepid sponge dan skala kenyamanan comfort daisies. Daftar tilik disusun untuk mengamati adanya perubahan suhu tubuh dan tingkat kenyaman klien anak. Data yang meliputi karakteristik responden tercantum dalam daftar tilik. Karakteristik responden meliputi: umur anak, obat antipiretik, dosis, jam pemberian, dan diagnosa penyakit. Daftar tilik pelaksanaan tepid sponge disusun untuk menyamakan tindakan yang diberikan kepada partisipan. 2. Uji Validitas dan Reliabilitas
a. Uji Validitas
Validitas dilakukan untuk menjamin tes yang dilakukan mengukur apa yang akan diukur (Portney & Watkins, 2000). Uji validitas instrumen dilakukan dengan cara mengukur suhu dengan menggunakan termometer digital. Termometer tersebut sudah dikalibrasi dengan tingkat keakuratan 99% (tercantum dalam brosurnya).
Instrumen untuk mengukur skala kenyamanan merupakan adaptasi dari
comfort daisies Kolcaba (2000). Instrumen tersebut bergambar bunga
daisi yang terdiri dari 4 ekspresi. Ekspresi bunga tersebut menunjukkan tingkat kenyamanan, yaitu ekspresi menangis (1) menunjukkan sangat tidak nyaman, wajah sedih (2) menunjukkan tidak nyaman, ekspresi senyum (3) menunjukkan nyaman, dan ekspresi tertawa (4) menunjukkan kondisi sangat nyaman.
34 Uji validitas instrumen skala nyaman dilakukan dengan cara menilai ciri atau keadaan subyek yang diukur, sesuai dengan teori atau hipotesis yang melatarbelakanginya. Skala comfort daisies dipilih karena dapat dipahami oleh usia anak pra sekolah dan sekolah, sesuai tahap tumbuh kembang anak.
Daftar tilik tepid sponge diadaptasi dari tahap-tahap pelaksanaan tepid sponge yang direkomendasikan oleh Rosdahl dan Kowalski (2008). Daftar tilik ini disusun dalam bentuk kolom-kolom yang meliputi kolom tindakan, kolom jawaban ya dan tidak. Daftar tilik disusun untuk persamaan persepsi antara peneliti dan asisten peneliti.
Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti dan dibantu 9 kolektor data, sehingga sebelum pengumpulan data diperlukan persamaan persepsi antara peneliti dan kolektor data. Persamaan persepsi dilakukan dengan cara penjelasan prosedur pengambilan data selama satu jam. Pelaksanaan persamaan persepsi dilakukan satu hari sebelum peneliti melakukan pengambilan sampel penelitian.
b. Uji Reliabilitas
Upaya yang dilakukan peneliti untuk meningkatkan reliabilitas alat ukur adalah:
1) Membuat standar pengukuran suhu tubuh dan tingkat kenyamanan. 2) Memperhatikan prinsip automatisasi dengan memilih termometer
35 3) Melakukan penyempurnaan instrumen yang berupa lembar angket
untuk mendokumentasikan hasil pengukuran.
G. Prosedur Pengumpulan Data
1. Prosedur Administrsi
Penelitian dilakukan setelah dinyatakan lulus uji etik oleh Komite Etik Penelitian Keperawatan/ Kesehatan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia pada bulan Juli 2009, dan memenuhi prosedur administrasi yang berlaku di unit pelayanan kesehatan Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung. Ijin penelitian ditujukan kepada direktur Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung.
2. Prosedur Teknis
Prosedur teknis yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi:
a. Peneliti bekerjasama dengan kepala ruangan atau perawat di ruang rawat anak untuk membantu pelaksanaan penelitian. Adapun perawat yang membantu penelitian memiliki kriteria pendidikan minimal D3 Keperawatan.
b. Peneliti dan perawat (asisten peneliti) melakukan apersepsi selama 2 jam guna menyamakan persepsi tentang prosedur penelitian, tugas dan tanggung jawab kolektor data serta data-data yang akan digali dari responden.
c. Peneliti melakukan pengontrolan responden sesuai kriteria inklusi untuk meminimalkan dan mengontrol variabel konfonding yang dapat mempengaruhi hasil penelitian.
36 d. Peneliti menentukan responden dari anak yang menderita demam dan
orang tuanya di kelas VIP, 1, 2 dan 3 ruang rawat anak RSMB. Pelaksanaan penelitian dilakukan bersamaan antara kelompok kontrol dan kelompok intervensi.
e. Peneliti dan perawat asisten peneliti memperkenalkan diri kepada calon responden, menjelaskan tujuan penelitian dan prosedur penelitian, dan meminta kesediaan calon responden untuk berpartisipasi sebagai responden dalam penelitian.
f. Peneliti dan responden dari kedua kelompok membuat kontrak untuk pelaksanaan pre-test, intervensi dan post-test.
g. Orang tua dari kelompok intervensi dan kelompok kontrol mendapatkan penjelasan tentang perawatan anak demam dan tepid sponge.
h. Post-test untuk kelompok intervensi dan kelompok kontrol dilakukan pada menit ke 60 setelah pemberian antipiretik.
i. Langkah-langkah pemberian tepid sponge (Rosdahl & Kowalski, 2008) meliputi:
Tahap persiapan
1) Jelaskan prosedur kepada keluarga cara tepid sponge.
2) Persiapan alat meliputi ember tempat air hangat (30o – 35oC), lap mandi atau handuk kecil sebanyak 6 buah, handuk mandi 1 buah, selimut mandi 1 buah, perlak besar 1 buah, thermometer digital, dan selimut tidur 1 buah.
37 Pelaksanaan
1) Memberi kesempatan kepada orang tua klien untuk membantu anaknya menggunakan urinal atau pispot sebelum tepid sponge.
2) Mengukur suhu tubuh klien dan mencatat dalam lembar angket. Mencatat nama obat antipiretik yang telah diminum klien untuk menurunkan suhu tubuh sebelum dilakukan tepid sponge.
3) Menutup tirai, meletakkan perlak dibawah tubuh klien, dan membuka pakaian klien.
4) Membasahi lap mandi kecil dengan air hangat di aksila dan pangkal paha. Lap atau handuk untuk kompres jangat terlalu basah. Peras handuk kompres sampai tidak ada air yang menetes, tetapi cukup lembab. Melap dengan handuk kecil bagian ekstremitas selama 5 menit, kemudian punggung dan badan selama 10-15 menit.
5) Hentikan prosedur jika klien kedinginan atau menggigil. Atau segera setelah suhu tubuh klien mendekati normal (37,5o C per aksila).
Selimuti klien dengan selimut tidur. Pakaikan klien baju yang tipis dan mudah menyerap keringat.
6) Catat suhu tubuh dan tingkat rasa nyaman klien sebelum, selama dan setelah prosedur.
k. Data dari kedua kelompok, baik pre-test maupun pos-test selanjutnya akan diolah dan dianalisis sesuai tujuan penelitian.
l. Pengukuran rasa nyaman dilakukan dengan cara :
1) Menanyakan perasaan yang sedang dialami anak setelah dilakukan intervensi berdasarkan skala gambar tingkat kenyamanan, atau
38 2) Menilai ekspresi anak dan hasilnya disesuaikan dengan gambar
bunga.
H. Analisis Data
Sebelum melakukan analisis data, dilakukan pengolahan data melalui empat langkah (Hastono, 2007):
1. Editing
Editing merupakan kegiatan menyunting kuesioner atau formulir.
Hal-hal yang harus diperhatikan saat menyunting adalah kelengkapan isi jawaban kuesioner, kejelasan jawaban, relevansi jawaban dengan pertanyaan, dan keajegan dalam jawaban.
2. Coding
Coding merupakan pemberian kode atau merubah data berbentuk huruf
menjadi data berbentuk angka atau bilangan. Kegunaan pengkodean adalah untuk mempermudah analisis data dan mempercepat pemasukan data.
3. Processing
Tahap ini merupakan kegiatan pemrosesan data melalui kegiatan memasukkan data ke dalam program analisis data di komputer.
4. Cleaning
Cleaning merupakan kegiatan penyuntingan kembali data yang sudah
dimasukkan ke dalam program komputer. Hal ini untuk mengidentifikasi data yang salah saat pemasukkan data pertama kali. Cara untuk cleaning adalah dengan mengidentifikasi data yang hilang, variasi data, dan konsisten data.
39 Analisis data merupakan langkah selanjutnya setelah pengumpulan data. Sugiyono (2007) menjelaskan bahwa analisis data memungkinkan data yang ada memiliki arti yang dapat berguna memberi solusi untuk menyelesaikan masalah penelitian. Analisis data dalam penelitian ini dilakukan secara
univariat dan bivariat. Analisis univariat (Hastono, 2007) dilakukan untuk
mengetahui distribusi frekuensi, persentase dan proporsi. Semua data dianalisis dengan tingkat kemaknaan 95% (α = 0.05).
Tabel 4.1. Analisis bivariat variabel penelitian (Dahlan, 2008):
Variabel Independen Variabel Dependen Uji Statistik
Suhu tubuh kelompok perlakuan sebelum minum antipiretik dan tepid sponge.
Suhu tubuh kelompok perlakuan setelah minum antipiretik dan tepid sponge.
Uji t berpasangan
Suhu tubuh kelompok kontrol sebelum minum antipiretik.
Suhu tubuh kelompok kontrol setelah minum antipiretik.
Uji t berpasangan
Tingkat kenyamanan kelompok perlakuan sebelum minum antipiretik dan tepid sponge.
Tingkat kenyamanan
kelompok perlakuan setelah minum antipiretik dan tepid
sponge.
Uji t berpasangan
Tingkat kenyamanan kelompok kontrol sebelum minum antipiretik.
Tingkat kenyamanan kelompok kontrol setelah minum antipiretik.
Uji t berpasangan
Suhu tubuh kelompok perlakuan setelah minum antipiretik dan tepid sponge.
Suhu tubuh kelompok kontrol setelah minum antipiretik.
Uji t tidak berpasangan Tingkat kenyamanan
kelompok perlakuan setelah minum antipiretik dan tepid
sponge.
Tingkat kenyamanan kelompok kontrol setelah minum antipiretik.
Uji kai kuadrat
40
BAB V
HASIL PENELITIAN
Bab V ini memaparkan hasil penelitian tentang pengaruh tepid sponge terhadap
penurunan suhu tubuh dan kenyamanan anak usia pra sekolah dan sekolah di Rumah
Sakit Muhammadiyah Bandung. Penelitian dilakukan terhadap 50 responden anak
yang dirawat di ruang perawatan anak RS Muhammadiyah. Kelompok responden
dibagi dua menjadi 25 anak menjadi kelompok intervensi dan 25 anak merupakan
kelompok kontrol. Data yang diperoleh, dianalisa dengan analisa univariat dan
bivariat.
A. Analisis Univariat
Tujuan analisis univariat ini adalah untuk menggambarkan umur anak,
dukungan orang tua dalam merawat anak (social support), dan status ekonomi
terkait dengan ruang perawatan pada anak penderita demam yang dirawat di RS
Muhammadiyah Bandung selama Juli 2009. Rincian persentase dan frekuensi
41
Tabel 5.1
Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Umur, Dukungan Sosial ,dan Status Ekonomi (Ruang Perawatan) Pada Kelompok Intervensi dan Kontrol
di RS Muhammadiyah Bandung Juli 2009 (n1=n2=25) Variabel Intervensi (n=25) Kontrol (n=25) Total (n=50) f % f % F % Umur
Usia pra sekolah 9 36 9 36 18 36 Usia sekolah 16 64 16 64 32 64
Support social
Perawatan oleh orang tua 20 80 23 92 43 86 Perawatan oleh orang lain 5 20 2 8 7 14
Status ekonomi (ruang perawatan)
Kelas 1 dan VIP 5 20 12 48 17 34 Kelas 2 6 24 6 24 12 24 Kelas 3 14 56 7 28 21 42
Dari tabel 5.1, tampak bahwa sebagian besar responden pada penelitian ini, baik
pada kelompok intervensi maupun pada kelompok kontrol, termasuk dalam
kelompok usia sekolah, yaitu sama-sama 64%, sebagian besar didampingi oleh
orang tua, yaitu 80% pada kelompok intervensi dan 92% pada kelompok
control. Namun berdasarkan status ekonomi, pada kelompok intervensi,
sebagian besar dirawat di ruang kelas 3, sedangkan pada kelompok control di
kelas 1 dan VIP (48%). Perbedaan ruang rawat ini akan mempengaruhi proses
penurunan suhu tubuh dan peningkatan rasa nyaman.
B. Analisis Bivariat
Analisis bivariat menjelaskan ada atau tidak hubungan masing-masing variabel
terhadap penurunan suhu tubuh dan kenyamanan anak dengan demam. Selain
42
sesudah mendapatkan intervensi tepid sponge dan antipiretik. Analisis bivariat
juga menguraikan perbedaan penurunan suhu tubuh dan kenyamanan pada
kelompok intervensi dan kelompok kontrol.
Analisi bivariat dilakukan dengan menggunakan uji t berpasangan untuk
mengetahui perbedaan penurunan suhu dan kenyamanan sebelum dan sesudah
intervensi. Uji t tidak berpasangan digunakan untuk menganalisis perbedaan
penurunan suhu tubuh dan kenyamanan antara kelompok intervensi dengan
kelompok kontrol.
1. Perubahan rerata penurunan suhu tubuh
Grafik 5.1
Rerata Penurunan Suhu Tubuh Sebelum dan Sesudah Intervensi Pada Kelompok Intervensi dan Kontrol di RS Muhammadiyah Bandung Juli 2009 (n1=n2=25)
Penurunan suhu (oC) 37.8 38 38.2 38.4 38.6 38.8 39 39.2 39.4 39.6 39.8 Pre P1 P2 Kelompok Intervensi Kelompok Kontrol
Pengukuran suhu sebelum dan sesudah intervensi
Grafik 5.1 menunjukkan bahwa pada menit ke 30 (pengukuran pertama) setelah
minum antipiretik, rata-rata penurunan suhu tubuh pada anak penderita demam
43
0,39). Pada menit ke 60 setelah pengukuran pertama, kelompok intervensi
mengalami penurunan suhu tubuh rerata 0,97oC (SD 0,42).
Tiga puluh menit setelah minum antipiretik, kelompok kontrol mengalami
rata-rata penurunan suhu tubuh sebesar 0,36oC (SD 0,31). Rata-rata penurunan suhu tubuh pada kelompok kontrol setelah 60 menit minum antipiretik adalah sebesar
0,83oC (0,54).
2. Rerata Peningkatan Rasa Nyaman Sebelum dan Sesudah Intervensi
Grafik 5.2
Rerata-rata Peningkatan Rasa Nyaman Sebelum dan Sesudah Intervensi Pada Kelompok Intervensi dan Kontrol di RS Muhammadiyah Bandung Juli 2009
(n1=n2=25) Tingkat Rasa Nyaman 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 P1 P2 Kelompok Intervensi Kelompok Kontrol
Pengukuran (P) Rasa Nyaman
Berdasarkan grafik 5.2, dari rentang tingkat kenyamanan 1-4, rerata tingkat
kenyamanan pada kelompok intervensi sebelum diberikan intervensi berada
pada nilai 1,84 (tidak nyaman), dengan standar deviasi 0,55. Rata-rata tingkat
kenyamanan pada kelompok intervensi setelah diberikan intervensi berada pada