1 BAB I
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Anak merupakan hal yang paling penting artinya bagi sebuah keluarga. Selain sebagai penerus keturunan , anak pada akhirnya juga sebagai generasi penerus bangsa. Oleh karena itu, tidak satupun orang tua yang menginginkan anaknya jatuh sakit, lebih-lebih bila anaknya mengalami bronchopneumonia.
Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak di bawah umur 3 tahun dengan resiko kematian yang tinggi pada bayi yang berusia kurang dari 2 bulan, sedangkan di Amerika pneumonia menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada anak di bawah umur 2 tahun (1).Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam bidang kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun yang sudah maju. Dari data SEAMIC Health Statistic 2001 influenza dan pneumonia merupakan penyebab kematian nomor 6 di Indonesia, nomor 9 di Brunei, nomor 7 di Malaysia, nomor 3 di Singapura, nomor 6 di Thailand dan nomor 3 di Vietnam. Laporan WHO 1999 menyebutkan bahwa penyebab kematian tertinggi akibat penyakit infeksi di dunia adalah infeksi saluran napas akut termasuk pneumonia dan influenza. Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes tahun 2001, penyakit infeksi saluran napas bawah menempati urutan ke-2 sebagai penyebab kematian di Indonesia. Penggunaan antibiotik, membuat penyakit ini bisa dikontrol beberapa tahun kemudian. Namun tahun 2000, kombinasi bronchopneumonia dan influenza kembali merajalela dan menjadi penyebab kematian ketujuh di negara itu.
2 Bronchopneumonia adalah infeksi yang menyebabkan paru-paru meradang. Kantung-kantung udara dalam paru yang disebut alveoli dipenuhi nanah dan cairan sehingga kemampuan menyerap oksigen menjadi kurang.
Kekurangan oksigen membuat sel-sel tubuh tidak bisa bekerja. Gara- gara inilah, selain penyebaran infeksi ke seluruh tubuh, Penderita bronchopneumonia bisa meninggal. Sebenarnya bronchopneumonia bukanlah penyakit tunggal. Penyebabnya bisa bermacam-macam dan diketahui ada 30 sumber infeksi, dengan sumber utama bakteri, virus, mikroplasma, jamur, berbagai senyawa kimia maupun partikel.
1.2 TUJUAN
Tujuan penulisan dari makalah ini untuk memenuhi salah satu syarat penilaian mata kuliah keperawatan anak dan membantu mahasiswa dan pembaca untuk memahami penyakit bronchopneumonia yang terjadi pada anak dan menambah pengalaman mahasiswa keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan bronchopneumonia.
1.3 MANFAAT 1. Bagi Institusi
Menilai/mengevaluasi sejauh mana pemahaman mahasiswa dalam memahami ilmu yang telah diberikan khususnya dalam melaksanakan proses keperawatan dan sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya terutama yang berkaitan dengan asuhan keperawatan pada anak dengan bronchopneumonia.
3 2. Bagi Mahasiswa
Mahasiswa dapat memperoleh pengetahuan dan keterampilan dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan bronchopnemonia serta dalam melakukan pendokumentasian dan penyusunan makalah bronchopneumonia.
4 BAB II
PEMBAHASAN 1. Definisi
Pneumonia merupakan peradangan akut parenkim paru-paru yang biasanya berasal dari suatu infeksi. (Price, 1995)
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan menimbulkan gangguan pertukaran gas setempat. (Zul, 2001)
Bronkopneumonia digunakan untuk menggambarkan pneumonia yang mempunyai pola penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi didalam bronki dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya. Pada bronkopneumonia terjadi konsolidasi area berbercak. (Smeltzer,2001).
2. Klasifikasi Pneumonia
Klasifikasi menurut Zul Dahlan (2001) :
a. Berdasarkan ciri radiologis dan gejala klinis, dibagi atas :
Pneumonia tipikal, bercirikan tanda-tanda pneumonia lobaris dengan opasitas lobus atau lobularis.
Pneumonia atipikal, ditandai gangguan respirasi yang meningkat lambat dengan gambaran infiltrat paru bilateral yang difus.
b. Berdasarkan faktor lingkungan Pneumonia komunitas Pneumonia nosokomial
5 Pneumonia rekurens
Pneumonia aspirasi
Pneumonia pada gangguan imun Pneumonia hipostatik
c. Berdasarkan sindrom klinis
Pneumonia bakterial berupa : pneumonia bakterial tipe tipikal yang terutama mengenai parenkim paru dalam bentuk bronkopneumonia dan pneumonia lobar serta pneumonia bakterial tipe campuran atipikal yaitu perjalanan penyakit ringan dan jarang disertai konsolidasi paru.
Pneumonia non bakterial, dikenal pneumonia atipikal yang disebabkan Mycoplasma, Chlamydia pneumoniae atau Legionella.
Klasifikasi berdasarkan Reeves (2001) :
a. Community Acquired Pneunomia dimulai sebagai penyakit pernafasan umum dan bisa berkembang menjadi pneumonia. Pneumonia Streptococal merupakan organisme penyebab umum. Tipe pneumonia ini biasanya menimpa kalangan anak-anak atau kalangan orang tua.
b. Hospital Acquired Pneumonia dikenal sebagai pneumonia nosokomial. Organisme seperti ini aeruginisa pseudomonas. Klibseilla atau aureus stapilococcus, merupakan bakteri umum penyebab hospital acquired pneumonia.
6 c. Lobar dan Bronkopneumonia dikategorikan berdasarkan lokasi anatomi infeksi. Sekarang ini pneumonia diklasifikasikan menurut organisme, bukan hanya menurut lokasi anatominya saja.
d. Pneumonia viral, bakterial dan fungi dikategorikan berdasarkan pada agen penyebabnya, kultur sensifitas dilakukan untuk mengidentifikasikan organisme perusak.
3. Etiologi a. Bakteri
Pneumonia bakteri biasanya didapatkan pada usia lanjut. Organisme gram posifif seperti : Steptococcus pneumonia, S. aerous, dan streptococcus pyogenesis. Bakteri gram negatif seperti Haemophilus influenza, klebsiella pneumonia dan P. Aeruginosa.
b. Virus
Disebabkan oleh virus influensa yang menyebar melalui transmisi droplet. Cytomegalovirus dalam hal ini dikenal sebagai penyebab utama pneumonia virus.
c. Jamur
Infeksi yang disebabkan jamur seperti histoplasmosis menyebar melalui penghirupan udara yang mengandung spora dan biasanya ditemukan pada kotoran burung, tanah serta kompos.
d. Protozoa
Menimbulkan terjadinya Pneumocystis carinii pneumonia (CPC). Biasanya menjangkiti pasien yang mengalami immunosupresi. (Reeves, 2001)
7 4. Patofisiologi
Kuman penyebab bronchopneumonia masuk ke dalam jaringan paru-paru melaui saluran pernafasan atas ke bronchiolus, kemudian kuman masuk ke dalam alveolus ke alveolus lainnya melalui poros kohn, sehingga terjadi peradangan pada dinding bronchus atau bronchiolus dan alveolus sekitarnya. Kemudian proses radang ini selalu dimulai pada hilus paru yang menyebar secara progresif ke perifer sampai seluruh lobus. Dimana proses peradangan ini dapat dibagi dalam empat (4) tahap, antara lain :
a. Stadium Kongesti (4 – 12 jam)
Dimana lobus yang meradang tampak warna kemerahan, membengkak, pada perabaan banyak mengandung cairan, pada irisan keluar cairan kemerahan (eksudat masuk ke dalam alveoli melalui pembuluh darah yang berdilatasi)
b. Stadium Hepatisasi (48 jam berikutnya)
Dimana lobus paru tampak lebih padat dan bergranuler karena sel darah merah fibrinosa, lecocit polimorfomuklear mengisi alveoli (pleura yang berdekatan mengandung eksudat fibrinosa kekuningan).
c. Stadium Hepatisasi Kelabu (3 – 8 hari)
Dimana paru-paru menjadi kelabu karena lecocit dan fibrinosa terjadi konsolidasi di dalam alveolus yang terserang dan eksudat yang ada pada pleura masih ada bahkan dapat berubah menjadi pus.
d. Stadium Resolusi (7 – 11 hari)
Dimana eksudat lisis dan reabsorbsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali pada struktur semua (Sylvia Anderson Pearce, 1995 : 231- 232).
8 Bakteri dan virus penyebab terisap ke paru perifer melalui saluran napas menyebabkan reaksi jaringan berupa edema, sehingga akan mempermudah proliferasi dan penyebaran kuman. Bagian paru yang terkena mengalami konsolidasi yaitu terjadinya sel PMN (polimofonuklear) fibrin eritrosit, cairan edema dan kuman alveoli. Kelanjutan proses infeksi berupa deposisi fibril dan leukosit PMN di alveoli dan proses fagositosis yang cepat dilanjutkan stadium resolusi dengan meningkatnya jumlah sel makrofag di alveoli, degenerasi sel dan menipisnya febrio serta menghilangkan kuman dan debris (Mansjoer, 2000: 966). 5. Manifestasi Klinis Pneumonia bakteri Gejala awal : - Rinitis ringan - Anoreksia - Gelisah Berlanjut sampai : - Demam - Malaise
- Nafas cepat dan dangkal ( 50 – 80 ) - Ekspirasi bebunyi
- Lebih dari 5 tahun, sakit kepala dan kedinginan - Kurang dari 2 tahun vomitus dan diare ringan - Leukositosis
9 Pneumonia virus Gejala awal : - Batuk - Rinitis Berkembang sampai
- Demam ringan, batuk ringan, dan malaise sampai demam tinggi, batuk hebat dan lesu
- Emfisema obstruktif - Ronkhi basah - Penurunan leukosit Pneumonia mikoplasma Gejala awal : - Demam - Mengigil - Sakit kepala - Anoreksia - Mialgia Berkembang menjadi : - Rinitis - Sakit tenggorokan - Batuk kering berdarah
10 6. Pemeriksaan Penunjang
1. Sinar x : mengidentifikasi distribusi struktural; dapat juga menyatakan abses luas/infiltrat, empiema(stapilococcus); infiltrasi menyebar atau terlokalisasi (bakterial); atau penyebaran /perluasan infiltrat nodul (virus). Pneumonia mikoplasma sinar x dada mungkin bersih.
2. GDA : tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada luas paru yang terlibat dan penyakit paru yang ada.
3. Pemeriksaan gram/kultur sputum dan darah : diambil dengan biopsi jarum, aspirasi transtrakeal, bronkoskopifiberotik atau biopsi pembukaan paru untuk mengatasi organisme penyebab.
4. JDL : leukositosis biasanya ada, meski sel darah putih rendah terjadi pada infeksi virus, kondisi tekanan imun memungkinkan berkembangnya pneumonia bakterial.
5. Pemeriksaan serologi : titer virus atu legionella, aglutinin dingin. 6. LED : meningkat
7. Pemeriksaan fungsi paru : volume ungkin menurun (kongesti dan kolaps alveolar); tekanan jalan nafas mungkin meningkat dan komplain menurun, hipoksemia.
8. Elektrolit : natrium dan klorida mungkin rendah 9. Bilirubin : mungkin meningkat
10. Aspirasi perkutan/biopsi jaringan paru terbuka :menyatakan intranuklear tipikal dan keterlibatan sitoplasmik(CMV) (Doenges, 1999)
11 7. Penatalaksanaan
a. Terapi oksigen jika pasien mengalami pertukaran gas yang tidak adekuat. Ventilasi mekanik mungkin diperlukan jika nilai normal GDA tidak dapat dipertahankan
b. Blok saraf interkostal untuk mengurangi nyeri
c. Pada pneumonia aspirasi bersihkan jalan nafas yang tersumbat
d. Perbaiki hipotensi pada pneumonia aspirasi dengan penggantian volume cairan
e. Terapi antimikrobial berdasarkan kultur dan sensitivitas f. Supresan batuk jika batuk bersifat nonproduktif
12 BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian Fokus Keperawatan
a. Demografi meliputi;nama, umur, jenis kelamin, dan pekerjaan. b. Keluhan utama
Saat dikaji biasanya penderita bronchopneumonia akan mengeluh sesak nafas, disertai batuk ada secret tidak bisa keluar. c. Riwayat penyakit sekarang
Penyakit bronchitis mulai dirasakan saat penderita mengalami batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari terutama pada saat bangun pagi selama minimum 3 bulan berturut- turut tiap tahun sedikitnya 2 tahun produksi sputum (hijau, putih/ kuning) dan banyak sekali.
Penderita biasanya menggunakan otot bantu pernafasan, dada terlihat hiperinflasi dengan peninggian diameter AP, bunyi nafas krekels, warna kulit pucat dengan sianosis bibir, dasar kuku. d. Riwayat penyakit dahulu
Biasanya penderita bronchopneumonia sebelumnya belum pernah menderita kasus yang sama tetapi mereka mempunyai riwayat penyakit yang dapat memicu terjadinya bronchopneumonia yaitu riwayat merokok, terpaan polusi kima dalam jangka panjang misalnya debu/ asap.
13 e. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya penyakit bronchopneumonia dalam keluarga bukan merupakan faktor keturunan tetapi kebiasaan atau pola hidup yang tidak sehat seperti merokok.
f. Pola pengkajian 1. Pernafasan
Riwayat pneumonia berulang, biasanya terpajan pada polusi kimia/ iritan pernafasan dalam jangka panjang (misalnya rokok sigaret), debu/ asap (misalnya : asbes debu, batubara, room katun, serbuk gergaji). Pengunaaan oksigen pada malam hari atau terus menerus.
Tanda : Lebih memilih posisi tiga titik ( tripot) untuk bernafas, penggunaan otot bantu pernafasan (misalnya : meninggikan bahu, retraksi supra klatikula, melebarkan hidung)
Dada : Dapat terlihat hiperinflasi dengan peninggian diameter AP ( bentuk barel), gerakan difragma mini mal.
Bunyi nafas : Krekels lembab, kasar
Warna : Pucat dengan sianosis bibir dan dasar kuku abu- abu keseluruhan.
2. Sirkulasi
Gejala : Pembengkakan ekstremitas bawah
Tanda : Peningkatan tekanan darah. Peningkatan frekuensi jantung / takikardi Berat, disritmia Distensi vena leher (penyakit berat) edema dependen, tidak berhubungan dengan
14 penyakit jantung. Bunyi jantung redup ( yang berhubungan dengan peningkatan diameter AP dada).
Warna kulit / membrane mukosa : normal atau abu-abu/ sianosis perifer. Pucat dapat menunjukan anemia.
3. Makanan / cairan
Gejala : Mual / muntah, nafsu makan buruk / anoreksia ( emfisema), ketidakmampuan untuk makan karena distress pernafasan
Tanda :Turgor kulit buruk, berkeringat, palpitasi abdominal dapat menyebabkan hepatomegali
4. Aktifitas / istirahat
Gejala : Keletihan, keletihan, malaise, ketidakmampuan melakukan aktifitas sehari- hari karena sulit bernafas, ketidakmampuan untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk tinggi , dispnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktifitas atau istirahat
Tanda : Keletihan, gelisah/ insomnia, kelemahan umum / kehilangan masa otot
5. Neurosensori
Gejala : Sakit kepala daerah frontal (influensa). Tanda : Perubahan mental (bingung somnolen). 6. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Sakit kepala, nyeri dada meningkat saat batuk, mialgia, atralgia.
15 7. Pernafasan
Gejala : Riwayat PPOM, takipnea, dipsnea, pernafasan dangkal, pelebaran nasal.
Tanda : Sputum (merah muda, purulen), perkusi (pekak diatas area yang konsolidasi), fremitus (traktil dan vocal bertahap meningkat dengan konsolidasi), bunyi nafas (menurun atau tidak ada), warna (pucat atau cyanosis bibir/kuku).
8. Keamanan
Gejala : Riwayat gangguan sistem imun, demam.
Tanda : Berkeringat, menggigil, gemetar, kemerahan, adanya infeksi berulang.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret di jalan nafas
b. Gangguan petukaran gas berhubungan dengan meningkatnya sekresi dan akumulasi eksudat
c. Pola nafas tak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru, proses inflamasi
d. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan demam, menurunnya intake dan tachipnea
e. Risiko tinggi terjadi cedera berhubungan dengan kejang 3. Intervensi Keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret di jalan nafas.
16 Definisi : Ketidakmampuan membersihkan sekresi atau sumbatan dari saluran pernapasan untuk mempertahankan kebersihan jalan napas. Batasan Karakteristik :
1. Batuk tidak ada
2. Bunyi napas tambahan
3. Perubahan dalam frekuensi napas 4. Perubahan dalam irama pernapasan 5. Sianosi
6. Dyspnea
7. Sputum terlalu banyak 8. Batuk tidak efektif
9. Mata terbelalak ( Melihat ) Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama …x24 jam jalan napas pasien efektif dengan kriteria hasil : NOC : Kepatenan jalan napas
1. Demam tidak ada 2. Ansietas tidak ada 3. Sesak tidak ada
4. Frekuensi napas dalam batas normal 5. Keluaran sputum dari jalan napas 6. Tidak ada suara napas tambahan Indikator skala :
1. Ekstrim 2. Berat 3. Sedang
17 4. Ringan
5. Tidak ada NIC :
a. Manajemen Jalan Napas. Aktivitas :
1. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
2. Identifikasi kebutuhan pasien akan insersi jalan napas actual/potensial
3. Lakukan fisioterapi dada, sesuai dengan kebutuhan 4. Bersihkan secret dengan menggunakan penghisapan 5. Dukung untuk bernapas pelan, dalam, berbalik dan batuk 6. Instruksikan bagaimana cara batuk efektif
b. Penghisapan jalan napas. Aktivitas :
1. Tentukan kebutuhan untuk penghisapan oral atau trakeal 2. Auskultasi bunyi napas sebelum dan sesudah penghisapan 3. Informasikan pada keluarga tentang proses penghisapan 4. Ubah teknik penghisapan berdasarkan respon tubuh pasien 5. Catat jenis dan jumlah sekresi yang dihasilkan.
b. Kerusakan petukaran gas berhubungan dengan meningkatnya sekresi dan akumulasi eksudat.
Definisi : Penurunan jalanya gas oksigen dan karbon dioksida antara alveoli dan system vaskuler.
Batasan Karakteristik :
1. Abnormalnya gas darah arteri 2. Abnormalnya pH arteri
18 3. Abnormalnya pernapasan
4. Abnormalnya warna kulit 5. Hipoksemia
6. Takikardi
7. Diphoresis Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama …x24 jam ventilasi dan pertukaran gasefektifi dengan kriteria hasil : NOC : Keseimbangan elektrolit dan asam basa
1. Nadi dalam batas yang diharapkan
2. Irama jantung dalam batas yang diharapkan
3. Frekuensi pernafasan dalam batas yang diharapkan 4. Natrium serum dalam batas normal
5. Kalium serum dalam batas normal 6. Klorida serum dalam batas normal 7. Kalsium serum dalam batas normal 8. Magnesium serum dalam batas normal Indikator skala : 1. Ekstrim 2. Berat 3. Sedang 4. Ringan 5. Tidak ada NIC :
a. Manajemen asam basa. Aktivitas : 1. Pertahankan kepatenan akses IV
19 2. Pertahankan kepatenan jalan nafas
3. Pantau kadar eletrolit 4. Pantau pola nafas 5. Sediakan terapi oksigen b. Terapi Oksigen. Aktivitas :
1. Bersihkan secret mulut dan trakea 2. Jaga kepatenan jalan napas
3. Sediakan peralatan oksigen, sistim humadifikasi 4. Pantau aliran oksigen
5. Pantau posisi peralatan yang menyalurkan oksigen pada pasien 6. Monitor aliran oksigen dalam liter
7. Monitor posisi pemasangan alat oksigen
c. Pola nafas tak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru, proses inflamasi.
Definisi : Inspirasi dan atau ekspirasi yang tidak menyediakan ventilasi yang adekuat.
Batasan Karakteristik : 1. Napas dalam
2. Perubahan gerakan dada 3. Bradipnea
4. Penurunan tekanan ekspirasi 5. Penurunan tekanan inspirasi 6. Dispnea
20 8. Ortopnea Setelah dilakukan asuhan keperawatan dalam …x 24 jam
pola napas efektif dengan criteria hasil : NOC :
a. Status Pernapasan : kepatenan jalan napas 1. Demam tidak ada
2. Sesak tidak ada
3. Frekuensi napas dalam batas normal 4. Irama napas teratur
5. Keluaran sputum dari jalan napas 6. Tidak adanya suara napas tamabahan Indikator skala : 1. Ekstrim 2. Berat 3. Sedang 4. Ringan 5. Tidak ada NIC :
a. Manajemen Jalan Napas. Aktivitas :
1. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
2. Identifikasi kebutuhan pasien akan insersi jalan napas actual/potensial
3. Lakukan fisioterapi dada, sesuai dengan kebutuhan 4. Bersihkan secret dengan menggunakan penghisapan 5. Dukung untuk bernapas pelan, dalam, berbalik dan batuk
21 6. Instruksikan bagaimana cara batuk efektif
b. Bantuan Ventilasi. Aktivitas : 1. Jaga kepatenan jalan napas
2. Berikan posisi yang mengurangi dyspnea 3. Bantu perubahan posisi dengan sering 4. Pantau kelemahan oto pernapasan 5. Mulai dan jaga oksigen tambahan 6. Pantau status respirasi dan respirasi.
d. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan demam, menurunnya intake dan tachipnea.
Definisi : Suatu keadaan yang berisiko mengalami dehidrasi vascular, selular, atau intra selular.
Faktor resiko :
1. Penyimpanan yang mempengaruhi akses cairan
2. Penyimpangan yang memperngaruhi pemasukan cairan
3. Penyimpangan yang mempengaruhi absorbs cairan Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama … x 24 jam tidak terjadi kekurangan volume cairan dengan criteria hasil.
NOC: Hidrasi 1. Dehidrasi kulit
2. Membran mucus yang basah 3. Edema perifer
4. Nafas pendek tidak ditemukan 5. Mata cekung tidak ditemukan
22 6. Bunyi napas tambahan tidak ditemukan
Indikator skala : 1. Ekstrim 2. Sangat 3. Sedang 4. Sedikit 5. Tidak ada NIC:
a. Manajemen cairan. Aktivitas : 1. Timbang BB tiap hari 2. Hitung haluaran
3. Pertahankan intake yang adekuat 4. Monitor status hidrasi
5. Monitor TTV 6. Berikan terapi IV
b. Terapi Intra vena. Aktifitas :
1. Atur pemberian IV sesuai resp dan pantau hasilnya 2. Pantau jumlah tetes dan tempat infuse IV
3. Periksa IV secara teratur 4. Pantau TTV
5. Catat intake dan output
6. Pantau tanda dan gejala yang berhungan dengan infusion flebitis
23 e. Resiko cidera berhubungan dengan aktivitas kejang
Definisi : Suatu kondisi individu yang berisiko untuk mengalami cidera sebagai akibat dari kondisi lingkungan yang berhubungan dengan sumber – sumber adaptif dan pertahanan.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam diharapkan resiko cidera dapat di hindari, dengan kriteria hasil :
NOC :
1. Monitor factor resiko lingkungan 2. Monitor factor resiko individu 3. Melakukan strategi control resiko 4. Monitor perubahan status kesehatan Indikator skala :
1. Tidak adekuat 2. Sedikit adekuat
3. Kadang – kadang adekuat 4. Adekuat
5. Sangat adekuat NIC:
a. Manajemen kejang. Aktivitas :
1. Tunjukkan gerakan yang dapat mencegah injury / cidera. 2. Monitor hubungan antara kepala dan mata selama kejang. 3. Longgarkan pakaian klien
24 b. Mengatur airway. Aktivitas :
1. Berikan oksigen bila perlu 2. Berikan terapi iv line bila perlu 3. Monitor status neurology 4. Monitor vital sign
5. Orientasikan kembali klien setelah kejang 6. Laporkan lamanya kejang
7. Laporkan karakteristik kejang: bagian tubuh yang terlibat, aktivitas motorik, dan pening-katan kejang.
8. Dokumentasikan informasi tentang kejang 9. Kelola medikasi (kolaborasi)
10. Kelola anti kejang (kolaborasi) bila diperlukan. c. Manajemen Lingkungan. Aktivitas:
1. Diskusikan tentang upaya-upaya mencegah cedera, seperti lingkungan yang aman untuk klien, menghindarkan lingkungan yang berbahaya (misalnya memindahkan perabotan)
2. Memasang pengaman tempat tidur 3. Memberikan penerangan yang cukup
4. Menganjurkan keluarga untuk menemani klien
5. Memindahkan barang-barang yang dapat membahayakan 6. Bersama tim kesehatan lain, berikan penjelasan pada klien dan
25 BAB III
PENUTUP 1. Kesimpulan
Bronkopneumonia digunakan untuk menggambarkan pneumonia yang mempunyai pola penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi didalam bronki dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya.
Penyebab Broncopneumonia adalah bakteri, virus, jamur, dan protozoa. Adapun manifestasi klinis yang ditimbulkan antara lain cyanosis, nafas cuping hidung, takikardia, dipsnea, gelisah, stridor, retraksi otot dada dan sesak. Komplikasi dapat muncul jika terjadi penyebaran infeksi seperti meningitis, otitis media, perikarditis, bronkiektasis, empiema dan lain-lain. 2. Saran
Menjaga lingkungan tetap bersih, dan jauhkan anak dari lingkungan yang kotor dan faktor pencetus lainnya untuk mencegah terjadinya bronchopneumonia dan berikan makanan yang seimbang untuk membantu sistem imunnya menjadi lebih baik agar tidak mudah terpapar bakteri dan virus yang berada disekitarnya yang mampu menyerang saluran pernafasannya.
26 REFERENSI
Mansjoer, Arif.2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ke 3 Jilid ke 2. Media Aesculapius.Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia:Jakarta.
Nanda, 2012. Diagnosis Keperawatan NANDA: Klasifikasi dan Definisi 2012-2014. Alih Bahasa: Made sumarwati, dkk, Jakarta: EGC
Hidayat, A. 2005. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I. Jakarta: Salemba Medika.
Buku saku diagnosis keperawatan 2012. Edisi 9. Alih bahasa:Esty wahyuningsih,dkk. Jakarta: EGC