• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. C. Tujuan Pembahasan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. C. Tujuan Pembahasan"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan

Manusia adalah makhluk individu sekaligus makhluk sosial, banyak persoalan yang mengitarinya. Persoalan-persoalan individu ada yang bersifat pribadi dan ada yang bersifat social. Keduanya akan selalu jalin menjalin dalam kehidupan seorang manusia. Artinya persolan yang bersifat pribadi bias berpengaruh terhadap persoalan yang bersifat social dan juga sebaliknya.

Dapat dikatakan bahwa karena kompleksnya persoalan yang dialami oleh manusia baik sebagai individu maupun makhluk sosial, tidak semuanya dapat dipecahkan sendiri oleh individu. Adakalanya individu perlu melibatkan orang lain untuk memecahkan persoalannya. Dalam kondisi demikian kehadiran dan intervensi bimbingan terutama bimbingan pribadi dan sosial menjadi sangat berarti.

B. Rumusan Masalah dan Pertanyaan

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat diajukan beberapa rumusan masalah dan pertanyaan, di antaranya:

1. Bagaimana teori dan konsep Cognitive-Behavior Therapy (CBT)?

2. Apa tujuan dari Cognitive-Behavior Therapy (CBT)? 3. Apa saja teknik Cognitive-Behavior Therapy (CBT)? 4. Bagaimana proses terapi CBT?

(2)

Adapun tujuan dari penyusunan Makalah Teknik Cognitive-Behavior Therapy (CBT) ini adalah sebagai berikut:

1. Memahami teori dan konsep Cognitive-Behavior Therapy (CBT)

2. Memahami tujuan dari Cognitive-Behavior Therapy (CBT) 3. Mengetahui teknik-teknik Cognitive-Behavior Therapy

(CBT)

4. Mengetahui dan memahami proses terapi CBT D. Metodelogi Penulisan

Makalah ini disusun dengan cara menggunakan beberapa metodelogi antara lain:

1) Studi Literatur adalah diadakan dengan maksud untuk memperoleh landasan berfikir sebagai penunjang dalam melakukan pembahasan

2) Tinjauan kepustakaan adalah dengan melakukan pendekatan buku yang berhubungan dengan tema laporan observasi sebagai sumber

3) Metode pencarian info melalui internet E. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan dari Makalah Teknik Cognitive-Behavior Therapy (CBT) ini adalah sebagai berikut: KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

B. Rumusan Pertanyaan C. Tujuan dan Manfaat D. Metodologi

(3)

E. Sistematika Penulisan BAB II PEMBAHASAN

A. Teori dan Konsep Cognitive-Behavior Therapy (CBT) B. Tujuan Terapi

C. Teknik Cognitive-Behavior Therapy (CBT) D. Proses Terapi CBT

BAB III ANALISIS A. Analisis Teoritis B. Analisis Praktis BAB IV KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA

(4)

BAB II PEMBAHASAN

A. Teori dan Konsep Cognitive-Behavior Therapy (CBT) Para ahli yang Cognitive-Behavior Therapy (CBT) salah satu pendekatan terapi yang lebih integratif daripada pendekatan terapi lain seperti yang berorientasi pada pendekatan psikodinamik, behavioristik, humanistik, dan pendekatan yang berorientasi pada budaya. CBT merupakan sebuah pendekatan yang memiliki pengaruh dari pendekatan cognitive therapy dan behavior therapy. Oleh sebab itu, Matson & Ollendick (1988: 44) mengungkapkan bahwasanya CBT merupakan perpaduan pendekatan dalam psikoterapi yaitu cognitive therapy dan behavior therapy. Sehingga langkah-langkah yang dilakukan oleh cognitive therapy dan behavior therapy ada dalam terapi yang dilakukan oleh CBT. Matson & Ollendick (1988: 44) mengungkapkan definisi cognitive-behavior therapy yaitu pendekatan dengan sejumlah prosedur yang secara spesifik menggunakan kognisi sebagai bagian utama terapi. Fokus terapi yaitu persepsi, kepercayaan dan pikiran.

Tergabung dalam National Association of Cognitive-Behavioral Therapists (NACBT), mengungkapkan bahwa definisi dari cognitive-behavior therapy yaitu suatu pendekatan psikoterapi yang menekankan peran yang penting berpikir bagaimana kita merasakan dan apa yang kita lakukan. (NACBT, 2007)

Bush (2003) mengungkapkan bahwa CBT merupakan perpaduan dari dua pendekatan dalam psikoterapi yaitu

(5)

cognitive therapy dan behavior therapy. Terapi kognitif memfokuskan pada pikiran, asumsi dan kepercayaan. Terapi kognitif memfasilitasi individu belajar mengenali dan mengubah kesalahan. CBT didasarkan pada konsep mengubah pikiran dan perilaku negatif yang sangat mempengaruhi emosi. Melalui CBT, individuterlibat aktivitas dan berpartisipasi dalam training untuk diri dengan cara membuat keputusan, penguatan diri dan strategi lain yang mengacu pada self-regulation (Matson & Ollendick Teori Cognitive-Behavior (Oemarjoedi, 2003: 6) pada dasarnya meyakini pola pemikiran manusia terbentuk melalui proses Stimulus-Kognisi-Respon (SKR), yang saling berkaitan dan membentuk semacam jaringan SKR dalam otak manusia, di mana proses kognitif menjadi faktor penentu dalam menjelaskan bagaimana manusia berpikir, merasa dan bertindak.

CBT diarahkan pada modifikasi fungsi berfikir, merasa, dan bertindak dengan menekankan peran otak dalam menganalisa, memutuskan, bertanya, bertindak, dan memutuskan kembali. Dengan mengubah status pikiran dan perasaannya, individu diharapkan dapat mengubah tingkah lakunya, CBT adalah pendekatan terapi yang menitik beratkan pada restrukturisasi atau pembenahan kognitif yang menyimpang akibat kejadian yang merugikan dirinya baik secara fisik maupun psikis. CBT merupakan terapi yang dilakukan untuk meningkatkan dan merawat kesehatan mentalari negatif menjadi positif.

B. Tujuan Terapi

Tujuan dari terapi Cognitive-Behavior (Oemarjoedi, 2003: 9) yaitu mengajak individu untuk menentang pikiran dan emosi yang salah dengan menampilkan bukti-bukti yang bertentangan

(6)

dengan keyakinan mereka tentang masalah yang dihadapi. CBT dalam pelaksanaan terapi lebih menekankan kepada masa kini dari pada masa lalu, akan tetapi bukan berarti mengabaikan masa lalu. CBT lebih banyak bekerja pada status kognitif saat ini untuk dirubah dari status kognitif negatif menjadi status kognitif positif.

CBT merupakan terapi yang menitik beratkan pada restrukturisasi atau pembenahan kognitif yang menyimpang akibat kejadian yang merugikan dirinya baik secara fisik maupun psikis dan lebih melihat ke masa depan dibanding masa lalu. Aspek kognitif dalam CBT antara lain mengubah cara berpikir, kepercayaan, sikap, asumsi, imajinasi dan memfasilitasi individu belajar mengenali dan mengubah kesalahan dalam aspek kognitif. Sedangkan aspek behavioral dalam CBT yaitu mengubah hubungan yang salah antara situasi permasalahan dengan kebiasaan mereaksi permasalahan, belajar mengubah perilaku, menenangkan pikiran dan tubuh sehingga merasa lebih baik, serta berpikir lebih jelas.

C. Teknik Cognitive-Behavior Therapy (CBT)

CBT adalah pendekatan psikoterapeutik yang digunakan oleh konselor atau terapis untuk membantu individu ke arah yang positif. Berbagai variasi teknik perubahan kognisi, emosi dan tingkah laku menjadi bagian yang terpenting dalam Cognitive-Behavior Therapy. Metode ini berkembang sesuai dengan kebutuhan siswa, di mana konselor bersifat aktif, direktif, terbatas waktu, berstruktur, dan berpusat pada siswa.

(7)

Konselor atau terapis cognitive-behavior biasanya menggunakan berbagai teknik intervensi untuk mendapatkan kesepakatan perilaku sasaran dengan siswa. Teknik yang biasa dipergunakan oleh para ahli (McLeod, 2006: 157-158) yaitu: a. Menata keyakinan irasional.

b. Bibliotherapy, menerima kondisi emosional internal sebagai sesuatu yang menarik ketimbang sesuatu yang menakutkan. c. Mengulang kembali penggunaan beragam pernyataan diri

dalam role play dengan konselor.

d. Mencoba penggunaan berbagai pernyataan diri yang berbeda dalam situasi ril.

e. Mengukur perasaan, misalnya dengan mengukur perasaan cemas yang dialami pada saat ini dengan skala 0-100.

f. Menghentikan pikiran, individu belajar untuk menghentikan pikiran negatif dan mengubahnya menjadi pikiran positif. g. Desentisisasi sistematis. Digantinya respons takut dan cemas

dengan respon relaksasi yang telah dipelajari. h. Pelatihan keterampilan sosial.

i. Assertiveness skill training atau pelatihan keterampilan supaya bisa bertindak tegas.

j. Penugasan rumah. Memperaktikan perilaku baru dan strategi kognitif antara sesi terapi.

k. In vivo exposure. Mengatasi situasi yang menyebabkan masalah dengan memasuki situasi tersebut.

CBT merupakan bentuk psikoterapi yang sangat memperhatikan aspek peran dalam berpikir, merasa, dan bertindak. Terdapat beberapa pendekatan dalam psikoterapi CBT termasuk didalamnya pendekatan Rational Emotive Behavior

(8)

Therapy, Rational Behavior Therapy, Rational Living Therapy, Cognitive Therapy, dan Dialectic Behavior Therapy.

D. Proses Terapi CBT

Menurut teori Cognitive-Behavior yang dikemukakan oleh Aaron T. Beck (Oemarjoedi, 2003: 12), terapi cognitive-behavior memerlukan sedikitnya 12 sesi pertemuan. Setiap langkah disusun secara sistematis dan terencana. Berikut akan disajikan proses terapi cognitive-behavior.

Tabel 2.1

Proses Terapi Berdasarkan Teori Cognitive-Behavior

No. Proses Sesi

1. Assesmen dan Diagnosa 1-2

2. Pendekatan Kognitif 2-3

3. Formulasi Status 3-5

4. Fokus Terapi 4-10

5. Intervensi Tingkah Laku 5-7 6. Perubahan Core Beliefs 8-11

7. Pencegahan

11-12 Oemarjoedi (2003: 12)

Melihat kultur yang ada di Indonesia, penerapan sesi yang berjumlah 12 sesi pertemuan dirasakan sulit untuk dilakukan. Oemarjoedi (2003: 12) mengungkapkan beberapa alasan tersebut berdasarkan pengalaman, di antaranya:

a. Terlalu lama, sementara individumengharapkan hasil yang dapat segera dirasakan manfaatnya.

(9)

b. Terlalu rumit, di mana individu yang mengalami gangguan umumnya datang dan berkonsultasi dalam kondisi pikiran yang sudah begitu berat, sehingga tidak mampu lagi mengikuti program terapi yang merepotkan, atau karena kapasitas intelegensi dan emosinya yang terbatas.

c. Membosankan, karena kemajuan dan perkembangan terapi menjadi sedikit demi sedikit.

d. Menurunnya keyakinan individuakan kemampuan terapisnya, antara lain karena alasan-alasan yang telah disebutkan di atas, yang dapat berakibat pada kegagalan terapi.

Berdasarkan beberapa alasan di atas, penerapan terapi cognitive-behavior di Indonesia sering kali mengalami hambatan, sehingga memerlukan penyesuaian yang lebih fleksibel. Jumlah pertemuan terapi yang tadinya memerlukan sedikitnya 12 sesi bisa saja diefisiensikan menjadi kurang dari 12 sesi.

Sebagai perbandingan Oemarjoedi (2003: 24) mengungkapkan efisiensi terapi bisa dilakukan hingga menjadi 5 sesi. Efisiensi terapi menjadi 5 sesi diharapkan dapat memberikan bayangan yang lebih jelas dan mengundang kreativitas yang lebih tinggi.

Berikut akan disajikan tahapan terapi yang diungkapkan oleh Oemarjoedi (2003: 24-26):

Tabel 2.2

Proses Terapi Cognitive-Behavior

yang Telah Disesuaikan Dengan Kultur di Indonesia

No. Proses Sesi

1. Assesmen dan Diagnosa 1

(10)

Otomatis dan Keyakinan Utama Yang Berhubungan Dengan Gangguan

3. Menyususn Rencana Intervensi Dengan Memberikan Konsekwensi positif-negatif Kepada Siswa

3

4. Formulasi Status, Fokus Terapi, Intervensi Tingkah Laku

4 5. Pencegahan 5 Oemarjoedi (2003: 24-26) BAB III ANALISIS A. Analisis Teoritis

CBT (NACBT, 2007; Oemarjoedi, 2003) merupakan teknik terapi yang menitikberatkan pada restrukturisasi atau pembenahan kognitif yang menyimpang akibat kejadian yang merugikan dirinya baik secara fisik maupun psikis. Terapi CBT mengarahkan individu pada modifikasi fungsi berpikir, merasa dan bertindak, dengan menekankan otak sebagai penganalisis, pengambil keputusan, bertanya, bertindak, dan memutuskan kembali. Kemudian mengarahkan individu untuk membangun hubungan yang baik antara situasi permasalahan dengan kebiasaan mereaksi permasalahan.

Individu yang mengalami suatu bencana yang merugikan bagi dirinya cenderung menyebabkan efek traumatis bagi dirinya, seperti bencana tsunami. Individuyang mengalami bencana tsunami cenderung akan mengalami trauma. Bencana tsunami tersebut merupakan suatu kejadian yang merugikan bagi dirinya baik secara fisik maupun psikis. Hal ini terjadi karena individu mengalami trauma dalam jangka waktu relatif

(11)

panjang akan memaksakan individu untuk meningkatkan stimulus melebihi yang biasa dilakukan oleh orang normal yang tidak mengalami trauma. Kemudian individu yang mengalami trauma akan secara terus menerus memikirkan pengalaman traumatisnya dari pada memikirkan masa kini dan masa depannya. Untuk itu, diperlukan suatu penanganan khusus untuk mereduksi bahkan mengeluarkan individu dari pengalaman traumanya.

Dalam kaitan sindrom trauma, CBT akan meberikan bantuan untuk mereduksi sindrom trauma. Di mana langkah-langkah secara operasional akan di sajikan seperti berikut: Pertama, memfasilitasi individubelajar mengenali dan mengubah kesalahan dalam aspek kognitif. Menurut para ahli CBT, suatu kondisi psikis atau fisik terjadi karena adanya pengolahan informasi pada struktur kognitif yang menyimpang. Individu yang mengalami trauma struktur kognitifnya telah berubah menjadi negatif karena pengalaman traumatis akibat bencana tsunami. Kedua, mengubah hubungan yang salah antara situasi permasalahan dengan kebiasaan mereaksi permasalahan. Dampak dari struktur kognitif yang menyimpang, akan membawa individu pada kondisi emosi yang labil. Sehingga daya nalar pun tidak berjalan normal. Individu yang mengalami trauma cenderung berada pada kondisi yang salah dalam mereaksi setiap situasi permasalahan. Ketiga, individu belajar mengubah perilaku, menenangkan pikiran dan tubuh sehingga merasa lebih baik, serta berpikir lebih jelas. CBT akan menghantarkan individuuntuk melakukan pelatihan agar dapat mereduksi sindrom trauma yang dialaminya serta membuat keputusan yang lebih tepat.

(12)

B. Analisis Praktis

Psikoterapi, Contoh Aplikasi Cognitive Behavior Therapy (CBT)

Seorang wanita berusia 39 tahun, telah menikah dan sekarang bermasalah. Suaminya sekarang tinggal di rumah orangtuanya gara-gara ketahuan menikahi wanita lain tanpa sepengetahuan dia. Mereka ribut dan dia menuntut suaminya untuk menceraikannya. Suaminya keberatan karena merasa tidak tega meninggalkan anak yang telah dilahirkan dari wanita tersebut. Suaminya berjuang mengutuhkan kembali hubungan mereka dengan cara sering membawa anak mereka mengunjungi bapaknya di rumah kakek dan neneknya. Semangatnyq terbang melayang karena orang tua suami tidak berusaha menyatukan mereka kembali. Suaminya malah membiarkan wanita itu tinggal di rumah tersebut. Yang menjadi masalah adalah suaminya juga tidak mau menceraikan dia. Dia stress menghadapi hubungan yang terkatung–katung. Pekerjaan dan kesehatannya terganggu.dan pikirannya buntu. Keluarga menghendaki mereka bercerai. Dia belum mantap menuntut perceraian karena dia masih memiliki harapan rumah tangganya pulih kembali. Diagram CBT Suami Selingkuh, Orang Tua Tidak mau membantu. What You Think

How You Feel What You Do

Suami tidak lagi mencintai keluarganya. Ditinggalkan dan ditelantarkan Minta bantuan mertua

(13)

Suami harus kembali kepada saya Dikhianati Meminta suami menceraikan istri keduanya Keluarga harus kembali ,meskipun harus berjuang sendiri. Merasa tidak lengkap tanpa suami Mengajak anak untuk menjenguk ayahnya . Hubungan Perkawinan terasa menyiksa Terkatung-katung oleh hubungan yang tak pasti

Stres, pikiran buntu, mengganggu pekerjaan dan kesehatan 1. Penjelasan Sisi Kognitif

a) Konseli mempunyai suatu pemahaman yang “menyesakkan “atas suatu peristiwa, yang disertai pula dengan adanya keluhan gangguan pola hidup keseharian dan gangguan fisik

b) Konseli menganggap bahwa perkawinan yang terbina adalah merupakan tanggungjawabnya seorang untuk menyelamatkannya dan bertindak seperti “super woman “, sehingga konseli merasa marah apabila ada orang yang dianggap menghambat “misi”nya itu (dalam hal ini mertua yang tidak mau menjembatani permasalahan keluarga .Hambatan yang dialami konseli , membuat konseli merasakan stres dan gangguan fisiknya.

c) Konseli menganggap bahwa semua yang dialaminya, menempatkan dirinya pada posisi yang tertekan

(14)

2. Pengelolaan Sisi Kognitif

a) Summarizing: menyimpulkan tentang permasalahan yang dihadapi konseli.

b) Reframing: memandang dari sudut pandang konseli tentang permasalahannya.

c) Mengubah keyakinan yang salah: memberikan dorongan – dorongan untuk membantu konseli mencari bukti dari pikiran-pikiran dan konsekuensi yang dihadapinya. Contoh: Konseli diubah keyakinannya bahwa ia berjuang sendiri tanpa bantuan orang lain. Konseli memfasilitasi bantuan untuk membuat konseli sadar bahwa ia juga berhak minta bantuan dari suami, mertua, atau orang lain untuk menyelesaikan masalahnya.Konseli juga diajarkan untuk bisa bersikap tenang dalam menghadapi masalah, sehingga tidak mempengaruhi faktor fisikna.

d) Konfrontasi: Mengubah ketidakkonsistensian pikiran konseli Mengubah Irrasional Belief. Misalnya: Konseli menyalahkan semua orang yang ada didalamnya, konselor, mengkonfrontasikan, karena ada kemungkinan juga konseli juga menyumbang andil dalam pecahnya hubungan perkawinan itu.

3. Penjelasan Sisi Behavior

a) Menggunakan prinsip dasar “classical conditioning”dari Ivan.Pavlov.

b) Terapi Behavior diperlukan untuk melemahkan hubungan antara situsi permasalahan dengan reaksi yang timbul darinya.

(15)

c) Sisi perilaku yang dihadapi konseli adalah, bahwa konseli merasa kebingungan apa yang harus ia lakukan untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya.

d) Konseli juga menghadapi kemarahan dan kekecewaan yang berakibat terganggunya kegiatan pekerjaan, dan juga gangguan fisik lainnya.

e) Prinsip dari sisi behavior adalah bahwa perilaku yang mengganggu, apabila tidak mendapatkan dukungan dari pikiran yang salah (secara kognitif) maka akan menjadi lemah.Hal ini disebut Extinction

f) Di sisi lain, dengan sisi behavior ini, konseli diberikan tantangan untuk tetap berada dalam masalahnya, selama ia tidak berani untuk menghadapi masalahnya itu.

4. Pengelolaan Sisi Behavior

a) CBT bersifat aktif ,dimana terapis banyak terlibat dalam pemilihan pilihan dan tugas individu.

b) Tujuan yang akan dicapai direncanakan secara matang. c) Pemberian tugas–tugas dan pemantauan kepada konseli

untuk mempercepat proses penyembuhan.

d) Exploring options: Konselor aktif menyodorkan pilihan-pilihan perilaku kepada konseli.

e) Facilitating actions: konselor memberikan tugas untuk mempercepat penyembuhan konseli.

(16)

BAB IV KESIMPULAN

CBT merupakan sebuah pendekatan yang memiliki pengaruh dari pendekatan cognitive therapy dan behavior therapy. Oleh sebab itu, Matson & Ollendick (1988: 44) mengungkapkan bahwasanya CBT merupakan perpaduan pendekatan dalam psikoterapi yaitu cognitive therapy dan behavior therapy. Sehingga langkah-langkah yang dilakukan

(17)

oleh cognitive therapy dan behavior therapy ada dalam terapi yang dilakukan oleh CBT.

CBT didasarkan pada konsep mengubah pikiran dan perilaku negatif yang sangat mempengaruhi emosi. Melalui CBT, individuterlibat aktivitas dan berpartisipasi dalam training untuk diri dengan cara membuat keputusan, penguatan diri dan strategi lain yang mengacu pada self-regulation (Matson & Ollendick, 1988: 44).

Tujuan dari terapi Cognitive-Behavior (Oemarjoedi, 2003: 9) yaitu mengajak individu untuk menentang pikiran dan emosi yang salah dengan menampilkan bukti-bukti yang bertentangan dengan keyakinan mereka tentang masalah yang dihadapi. Konselor diharapkan mampu menolong individuuntuk mencari keyakinan yang sifatnya dogmatis dalam diri individudan secara kuat mencoba menguranginya.

Konselor atau terapis cognitive-behavior biasanya menggunakan berbagai teknik intervensi untuk mendapatkan kesepakatan perilaku sasaran dengan siswa. Teknik yang biasa dipergunakan oleh para ahli (McLeod, 2006: 157-158) yaitu: menata keyakinan irrasional, Bibliotherapy, mengulang kembali penggunaan beragam pernyataan diri dalam role play dengan konselor, mencoba penggunaan berbagai pernyataan diri yang berbeda dalam situasi ril, mengukur perasaan, misalnya dengan mengukur perasaan cemas yang dialami pada saat ini dengan skala 0-100, menghentikan pikiran. Individu belajar untuk menghentikan pikiran negatif dan mengubahnya menjadi pikiran positif, desentisisasi sistematis, pelatihan keterampilan sosial, assertiveness skill training atau pelatihan keterampilan supaya bisa bertindak tegas, penugasan rumah dan in vivo exposure.

(18)

Menurut teori Cognitive-Behavior yang dikemukakan oleh Aaron T. Beck (Oemarjoedi, 2003: 12), terapi cognitive-behavior memerlukan sedikitnya 7 sesi pertemuan. Setiap langkah disusun secara sistematis dan terencana. Ketujuh sesi tersebut adalah assesmen dan diagnosa, pendekatan kognitif, formulasi status, fokus terapi, intervensi tingkah laku, perubahan core beliefs dan pencegahan. melihat kultur yang ada di Indonesia, penerapan sesi yang berjumlah 7 sesi pertemuan dirasakan sulit untuk dilakukan, maka diringkas menjadi 5 sesi yaitu assesmen dan diagnosa, mencari emosi negatif, pikiran otomatis dan keyakinan utama yang berhubungan dengan gangguan, menyususn rencana intervensi dengan memberikan konsekwensi positif-negatif kepada siswa, formulasi status, fokus terapi, intervensi tingkah laku dan pencegahan.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini dilakukan untuk mengetahui aktivitas antibakteri serta menentukan nilai Konsentrasi Hambat Tumbuh Minimum (KHTM) dari ekstrak etanol bayam duri

Hasil penelitian berdasarkan uji korelasi spearman pada tabel 5 hubungan asupan energi dan zat gizi dengan status gizi diperoleh hasil tidak ada hubungan antara

(2) Bank Indonesia mencabut status BDP apabila Bank Indonesia telah menerima surat penetapan dari BPPN yang menyatakan program penyehatan terhadap Bank yang bersangkutan telah

Pada multifragmentary complex fracture tidak terdapat kontak antara fragmen proksimal dan distal setelah dilakukan reposisi. Complex spiral fracture terdapat dua atau

Pengelolaan risiko kredit dalam Bank juga dilakukan dengan melakukan proses analisa kredit atas potensi risiko yang timbul melalui proses Compliant Internal

Konsekuensi dari ketidakpatuhan dari pasien yang tidak meminum obatnya dengan teratur adalah obat tersebut tidak akan bekerja untuk memperbaiki kondisi pasien, dan

Kualitas tandan buah segar yang diamati selama penelitian dan mutu CPO yang dihasilkan sudah baik dan telah memenuhi standar yang ditetapkan perusahaan, akan tetapi pengamatan