PENGELUARAN KAYU DENGAN SISTEM KABEL LAYANG
DI HUTAN RAKYAT
Oleh:
Dulsalam 1)
ABSTRAK
Pengeluaran kayu sistem kabel layang di hutan rakyat perlu mendapat perhatian
mengingat sampai saat ini kegiatan pengeluaran kayu di hutan rakyat masih dilakukan secara
manual. Masalah pengeluaran kayu di hutan rakyat adalah bagaimana kayu dari hutan rakyat
tersebut dapat dikeluarkan dengan efisien dan efektif dan tidak banyak menimbulkan gangguan
lingkungan. Sehubungan dengan masalah pengeluaran kayu di hutan rakyat, maka informasi
produktivitas dan biaya pengeluaran kayu dengan sistem kabel layang perlu disebarluaskan. Tujuan
dari tulisan ini adalah menyebar luaskan informasi produktivitas dan biaya pengeluaran kayu dengan
sistem kabel layang di hutan rakyat. sasaranya adalah tersedianya informasi produktivitas dan biaya
pengeluaran kayu dengan sistem kabel layang di hutan rakyat. alat pengeluaran kayu sistem kabel
layang dengan tenaga motor 24 tenaga kuda secara efektif dapat digunakan sebagai alat pengeluaran
kayu di hutan rakyat dengan produktivitas berkisar antara 2,21 – 9,65 m 3/jam dengan rata-rata
4,69 m3/jam. alat ini lebih baik produktivitasnya disbanding alat kabel layang P3HH20 dan Sistem Koller 300. Secara ekonomis alat ini layak digunakan untuk pengeluaran kayu berdiameter
kecil dengan biaya rata-rata sebesar Rp 12.282/m3. Pengeluaran kayu dengan sistem kabel layang di
hutan rakyat secara lebih luas perlu dilakukan.
Kata kunci: Pengeluaran kayu, sistem kabel layang, produktivitas, biaya, hutan rakyat
I. PENDAHULUAN
Hutan rakyat merupakan sumber daya hutan yang cukup potensial untuk dimanfaatkan. Luas hutan rakyat di Indonesia tidak kurang dari 250.000 ha yang menghasilkan kayu bulat tidak kurang dari tiga juta m3 per tahun. Luas hutan rakyat di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur secara berurutan adalah 45.000, 180.000 dan
70.000 ha dengan jenis tanaman antara lain sengon, mangium, mahoni dan jati (Akihiko, tanpa tahun) dalam rangka pemanfaatan hutan rakyat, pemungutan hasil hutan masih perlu mendapat perhatian, terutama ditujukan pada teknik pengeluaran kayu.
Faktor teknis, ekonomis, social dan lingkungan merupakan faktor yang harus dipertimbangkan dalam penentuan cara pemuatan dan pengeluaran kayu. Dari pertimbangan keempat faktor tersebut dapat ditentukan suatu sistem yang dianggap paling tepat pada suatu daerah tertentu.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan pengeluaran kayu di hutan rakyat antara lain : lokasi geografis, iklim, kondisi medan dan keadaan tegakan serta industri yang dimiliki. Aspek geografis biasanya ditunjukan oleh ketinggian tempat diatas permukaan laut dan letak lintang bujur di bumi. Unsur terpenting dari iklim kaitannya dengan kegiatan pengeluaran kayu adalah curah hujan (hari hujan, intensias, jumlah dan penyebarannya). Pada musim penghujan, hari kerja alat-alat pemanenan hutan berkurang sesuai dengan jumlah hari hujan. pada waktu hujan baik kegiatan penyaradan maupun pengangkutan praktis dihentikan. Kondisi lapangan merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap pemilihan teknik dan biaya pengeluaran kayu. Oleh karena itu klasifikasi kondisi lapangan sangat diperlukan. Informasi kondisi lapangan yang diperlukan antara lain: konfigurasi lapangan, panjang lereng dan kemiringan lapangan serta hambatan-hambatan lain. Teknik pengeluaran kayu yang efektif dan efisien serta berdampak minimal perlu dipertimbangkan dalam usaha mengatasi kekurangan bahan baku kayu untuk industri pulp dan industri kayu pertukangan.
Tulisan ini bertujuan untuk menyebarluaskan informasi produktifitas dan biaya pengeluaran kayu dengan sistem kabel layang di hutan rakyat. Informasi produktivitas dan biaya pengeluaran kayu dangan sistem kabel layang tersebut diharapkan dapat bermanfaat dan menjadi bahan acuan bagi pelaksana pengeluaran kayu di hutan rakyat.
II. PERALATAN DAN PENGOPERASIAN SISTEM KABEL LAYANG
A. Peralatan
Brown (1949) menyatakan bahwa peralatan utama yang diperlukan dalam sistem kabel adalah: 1) Unit mesin penggerak; unit mesin ini berfungsi sebagai sumber tenaga seluruh sistem kabel, 2) Kabel baja dan pengikatnya termasuk penjepit dan macam-macam perlengkapan untuk saling dihubungkan, 3) Kabel dan kereta yang berfungsi untuk mengarahkan perpindahan kayu dan diletakan berhubungan dengan kabel-kabel.
Wackerman (1949) menyatakan bahwa metode kabel layang (skyline) merupakan metode mekanis yang makin berkembang dan menjadi paling lengkap dari pengeluaran kayu sistem kabel. Metode ini terdapat modifikasi berdasarkan cara pemasangan kabel layang, kereta dan penggunaan kabel pelengkapnya. Penggunaan metode kabel layang berubah berdasarkan kebutuhan medan yang dihadapi dan perubahan modifikasinya tergantung pada cara pemakaiannya bukan pada peralatan yang dipergunakannya.
Penggunaan sistem kabel layang dipengaruhi oleh beberapa faktor. Binkley et al.
(1968) menjelaskan bahwa secara ekonomis penggunaan sistem kabel layang harus mempertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut: 1) konversi dari nilai kayu yang dikeluarkan; 2) total volume setiap hektar yang akan dikeluarkan pada sebuah lokasi penebangan; 3) areal unit penebangan yang belum dikeluarkan hasilnya; 4) jumlah hari kerja efektif dalam satu tahun; 5) ukuran dari kayu yang akan dikeluarkan; 6) jarak pengeluaran kayu.
dihubungkan pada kemudi. Mesin dari alat ini adalah mesin diesel dengan tenaga motor 24 PK dengan putaran mesin maksimum per menit 2.200 putaran. Alat ini dilengkapi dengan drum kabel utama dan drum kabel tanpa ujung. Drum kabel tanpa ujung hanya berfungsi apabila digunakan untuk pengeluaran kayu dan alat dalam keadaan stasioner. Drum kabel utama digunakan untuk pemuatan kayu dan pengeluaran kayu. Kapasitas drum kabel utama yang berukuran diameter 12 mm adalah 500 m. Kapasitas drum kabel tanpa ujung tidak terbatas karena hanya dililitkan pada drum tersebut. Sistem transmisi dari alat ini adalah gear box dengan rasio 1 : 2,5 digunakan untuk maju dan mundur, puli dan rantai untuk meneruskan tenaga dari mesin ke gardan untuk menggerakan roda. Putaran mesin dan putaran roda adalah 10 berbanding 1. Besi sebagai as dan bearing juga diperlukan dalam sistem transmisi ini. Besi as berukuran sekitar 5 cm dan bearing berukuran 2,5 inci. Kemudi yang digunakan dalam alat ini adalah kemudi mobil. Sistem rem pada alat ini adalah rem hidrolis dan manual (untuk roda belakang) sudut belok maksimum adalah 30 derajat. Alat ini siap digunakan untuk memuat kayu dan mengeluarkan kayu.
B. Pengoperasian Alat
Prosedur Pengeluaran kayu dengan sistem kabel layang biasanya terdiri dari persiapan pengeluaran kayu, pemasangan alat dan pengoperasiannya. Persiapan pengeluaran kayu meliputi kegiatan orientasi lapangan dan penebangan pohon di jalur kabel. Kegiatan pemasangan alat terdiri dari penempatan yarder dan pemasangan kait, pemasangan kabel penguat (guyline) dan katrol pada tiang utama, pemasangan kabel penguat dan katrol pada tiang pembantu, pemasangan kabel layang dan kabel tanpa ujung.
memberi tanda untuk menghentikan kereta dan mengendorkan kabel pengangkat. Selanjutnya setelah kabel pengangkat ada di bawah maka kayu yang sudah disiapkan dikaitkan ke katrol yang ada pada kabel pengangkat, kemudian kabel pengangkat ditarik dan muatan akan terangkat ke atas di bawah kereta. Kereta ditarik dengan kabel tanpa ujung maka muatan akan bergerak ke unit yarder.Apabila kayu telah sampai di panggung atas, kabel tanpa ujung direm dan kabel pengangkat dikendorkan maka muatan akan turun. Setelah muatan turun di tempat pengumpulan sementara, kait pada muatan dilepas dan dengan demikian satu siklus pengeluaran kayu selesai. Selanjutnya kereta diluncurkan menuju ke lokasi kayu yang akan dikeluarkan untuk melaksanakan siklus selanjutnya sesuai dengan urutan di atas.
Setelah kegiatan pengoperasian alat selesai maka dilakukan pembongkaran alat. Pembongkaran alat dilakukan seperti uraian berikut ini. Pembongkaran alat dibedakan menjadi dua kegiatan, yaitu pembongkaran pada unit yarder dan pembongkaran pada tiang pembantu. Kegiatan pertama pada pembongkaran alat adalah mengendorkan (menurunkan tegangan dengan cara mengulur ) kabel layang. setelah itu, kereta, kabel layang dan kabel tanpa ujung dilepas. Pekerjaan selanjutnya adalah menggulung kabel pengangkat dengan mesin dan menggulung kabel tanpa ujung secara manual. Pembongkaran pada tiang utama dan tiang pembantu adalah pembongkaran katrol-katrol beserta perlengkapan pengikatnya. Perlengkapan yang telah dilepas dikumpulkan di tempat unit yarder dan selanjutnya siap untuk diangkut ke tempat lain.
III. PRODUKTIVITAS PENGELUARAN KAYU
Tabel 1. Produktivitas pengeluaran kayu
Ulangan Diameter batang rata-rata
(cm)
Waktu (detik)
Produktivitas (m3 /jam)
1 31 132 4,117
2 30 128 3,976
3 32 130 4,454
4 35 143 4,844
5 38 147 5,410
6 30 137 3,715
7 39 129 6,498
8 44 152 7,203
9 33 122 4,896
10 34 138 4,737
11 48 163 7,993
12 37 141 5,490
13 41 99 9,602
14 30 112 4,394
15 49 166 8,179
16 55 174 9,653,
17 46 183 6,539
18 26 150 2,548
19 42 227 4,394
20 38 204 4,003
21 26 145 2,536
22 29 215 2,212
23 30 209 2,435
24 32 212 2,647
25 31 232 2,342
26 36 238 3,079
27 35 218 3,178
28 30 196 2,597
29 41 213 4,463
30 29 184 2,585
Jumlah 1.074 5.039 140,718
Rata-rata 36 168 4,691
Rata-rata produktivitas Skyline Koller 300 yang beropersi di arel hutan dengan sistem TJTI di daerah Berau, Kalimantan Timur adalah 1,70 m3/jam sedangkan rata-rata biaya pengeluaran kayu dengan alat tersebut adalah Rp 33.233/m3 (Anonim 1995).
Tabel 1 menunjukkan bahwa preoduktivitas rata-rata pengeluaran kayu dengan sistem kabel layang di hutan rakyat ini lebih besar 289,6% bila dibandingkan dengan produktivitas sistem kabel layang P3HH20 (Dulsalam dkk, 1997). Produktivitas alat pengeluaran kayu ini juga lebih besar 170,0% dibanding produktivitas Skyline Koller 300
(Anonim, 1995). Produktivitas penyaradan rata-rata kayu dengan alat EXP-2000 adalah 1,76 m3.hm/jam. Produktivitas alat yang lebih tinggi diharapkan dapat mengurangi biaya pengeluaran kayu.
Pengeluaran kayu dengan sistem kabel layang relatif ramah terhadap lingkungan, karena tanah yang tergusur relatif kecil, terutama tanah yang berada di bawah jalur kabel selebar kurang lebih 2 m. Sistem kabel layang ini mampu melayani pengeluaran kayu dari poros jalur kabel dengan jarak sekitar 25 m. Ini berarti keterbukaan lahan 2 m2 dibanding 2 x 25 m2 atau 50 m2. Ini berarti bahwa keterbukaan lahan sebesar 4 %. Keterbukaan lahan akibat pengeluaran kayu dengan cara lain dapat mencapai 10 %.
IV. BIAYA PENGELUARAN KAYU
Biaya pengeluaran kayu dapat diketahui dengan dasar perhitungan seperti disajikan pada Tabel 2 (Dulsalam dkk, 2003).
Tabel 2. Dasar perhitungan biaya pengeluaran kayu
No Uraian Satuan Nilai
1. Harga alat Rp 90.000.000
2. Umur pakai alat Jam 10.000
3. Jam kerja per tahun Jam 2.000
4. Bunga bank % 18
5. Harga solar Rp 1.600
6. Biaya perbaikan Rp Sama dengan biaya penyusutan
7. Biaya oli dan pelumas Rp 0,1 biaya bahan bakar
8. Upah operator Rp 50.000
9. Upah kerja Rp 20.000
Sumber : Dulsalam dkk. (2003)
Tabel 3. Biaya pengeluaran kayu per jam
No Jenis biaya Biaya (Rp/jam)
1. Penyusutan 8.100
2. Bunga modal 8.100
3. Pajak dan asuransi 2.250
4. Perbaikan 8.100
5. Bahan bakar 2.475
6. Oli dan pelumas 248
7. Upah 18.750
Jumlah : 48.023
Sumber: Dulsalam dkk. (2003)
bergelombang, pengeluaran kayu dengan sistem kabel layang lebih murah dibanding biaya pengeluaran kayu secara manual, yaitu Rp 12.282/m3 dibanding Rp 20.000/m3.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
1. Alat pengeluaran kayu sistem kabel layang dapat digunakan secara efektif untuk mengeluarkan kayu di hutan rakyat pada topografi bergelombang dengan produktivitas berkisar antara 2,21 – 9,65 m3/jam dengan rata-rata 4,691 m3/jam. 2. Alat ini produktivitasnya lebih besar 289,6% dibanding alat kabel layang P3HH20
dan lebih besar 170,0% dibanding Sistem Koller 300.
3. Secara ekonomis alat ini layak digunakan untuk pengeluaran kayu berdiameter kecil dengan biaya rata-rata sebesar Rp 12.282/m3 pada topografi bergelombang.
4. Aplikasi alat pengeluaran kayu dengan sistem kabel layang di hutan rakyat perlu disosialisaikan.
DAFTAR PUSTAKA
Akihiko, N. Tanpa tahun. Farmer tree planting and wood industry : A study on sengon product market and sengon plantation in Java . Short Term Expert for Japanese International Cooperation Agency ( JICA ). Tidak diterbitkan.
Anonim. 1995. Penelitian sistem skyline di areal TJTI . Laporan kerjasama Penelitian antara PT Sumalindo Lestari Jaya dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan dan Sosial Ekonomi Kehutanan. Bogor. Tidak diterbitkan.
Binkley, V.W. & H.H. Lysons. 1968. Planning Single Span Skyline. U.S. Department of Agriculture, Forest Service. Oregon.
Brown, N.C. 1949. Logging. The Principle of Method of Harvesting Timber n the United States and Canada. John Wiley & Sons Inc. New York.
Dulsalam, D. Tinambunan & Sukadaryati. 2003. Rekayasa alat muat sistem kabel dan alat pengeluaran kayu sistem kabel layang pada hutan rakyat. Laporan Hasil Penelitian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Hasil Hutan Tahun 2003. Bogor. Tidak diterbitkan.
Suhartana, S., W. Endom & Dulsalam. 2003. Peran keteknikan hutan dalam pembangunan dan pemanenan hutan tanaman. Prosiding Ekspose Hasil-hasil Litbang Hasil Hutan dalam Mendukung Program Restrukturisasi Industri Kehutanan, tanggal 16 Desember 2003 di Bogor. Hlm. 117-127. Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Hasil Hutan. Bogor.