• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektivitas Sistem Informasi Layanan Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat (LAPOR ) pada Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UK4P)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efektivitas Sistem Informasi Layanan Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat (LAPOR ) pada Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UK4P)"

Copied!
137
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIVITAS SISTEM INFORMASI LAYANAN ASPIRASI

DAN PENGADUAN ONLINE RAKYAT (LAPOR!)

PADA UNIT KERJA PRESIDEN BIDANG PENGAWASAN

DAN PENGENDALIAN PEMBANGUNAN (UKP4)

SKRIPSI

SUCI SITORESMI

1006817965

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA

(2)

UNIVERSITAS INDONESIA

EFEKTIVITAS SISTEM INFORMASI LAYANAN ASPIRASI

DAN PENGADUAN ONLINE RAKYAT (LAPOR!)

PADA UNIT KERJA PRESIDEN BIDANG PENGAWASAN

DAN PENGENDALIAN PEMBANGUNAN (UKP4)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Administrasi

SUCI SITORESMI

1006817965

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA

(3)
(4)
(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT – Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat-Nya, skripsi dengan judul “Efektivitas Sistem Informasi Pada Layanan Aspirasi Pengaduan Online Rakyat (LAPOR!) di Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4)” ini dapat diselesaikan. Penelitian skripsi Ini diajukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia.

Dalam proses penyusunan skripsi banyak bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu ucapan terima kasih disampaikan kepada:

1. Prof. Dr. Bambang Shergi Laksmono, M.Sc., selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia;

2. Dr. Roy Valiant Salomo, M.Soc.Sc., selaku Ketua Departemen Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia; 3. Drs. Asrori, MA, FLMI, selaku Ketua Program Sarjana Ekstensi,

Departemen Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia;

4. Dra. Afiati Indriwardani, M.Si., selaku Ketua Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Departemen Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia;

5. Dra. Eva Andayani, M.Si., selaku pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan skripsi ini;

6. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat;

7. Pihak LAPOR! UKP4 yang telah memberikan kesempatan dan banyak informasi dalam proses peneletian skripsi ini;

(6)

9. Seluruh sahabat, kerabat, Gupta Ganesha Pertama, teman-teman Administrasi Negara 2010 penyetaraan 36 yang telah memberikan banyak dukungan dan semangat serta doa sepanjang periode perkuliahan yang sangat menyenangkan;

10. Seluruh pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu.

Akhir kata, semoga Allah SWT – Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi penegembangan ilmu di Indonesia.

Depok, 15 Juni 2013

(7)
(8)

Program Studi : Ilmu Administrasi Negara

Judul : Efektivitas Sistem Informasi Layanan Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat (LAPOR!) PadaUnit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4)

Pemerintah Indonesia terus melakukan upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik, salah satunya dengan cara mengikutsertakan partisipasi masyarakat melalui pengaduan masyarakat. Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) membuat kanal pengaduan masyarakat di level nasional bernama LAPOR!. Dengan memanfaatkan teknologi dan sistem informasi e-government, LAPOR! merupakan aplikasi berbasis online yang mengadopsi sistem media sosial. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang bertujuan untuk menganalisa efektivitas sistem informasi LAPOR! pada UKP4. Penelitian ini menunjukkan bahwa dari 100 responden yang diteliti, penilaian terhadap efektivitas sistem informasi pada LAPOR! adalah efektif.

(9)

Study Program : Public Administration

Title : Information System‟s Effectiveness of Aspirations and Online Complaining Services (LAPOR!) at President's Delivery Unit for Development Monitoring and Oversight (UKP4)

The Indonesian Government continues to make efforts to improve the quality of public service, such as by involving community participation through complain management systems. The President‟s Delivery Unit for Development Monitoring and Oversight (UKP4) made a complain handling systems at national level called LAPOR!. Using the benefits of technology, information system and e-government, LAPOR! is an online-based application which adopt social media. This study use quantitative approach which aims to analyze the effectiveness of information system of LAPOR! at UKP4. From 100 respondents who joined the survey, the conclusion shows that LAPOR! was effective.

(10)

PERNYATAAN ORISINALITAS ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... vi

ABSTRAK ... vii

1.5. Sistematika Penulisan ... 10

2. KERANGKA TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka ... 12

2.2. Kerangka Teori ... 16

2.2.1. Pelayanan Publik ... 16

2.2.1.1. Pergeseran Paradigma Pelayanan Publik ... 17

2.2.2. Electronic Government (e-government) ... 19

2.2.3. Pengaduan dan Sistem Sistem Penanganan Keluhan (Complaint Management System) ... 23

2.2.4. Efektivitas ... 30

2.2.5. Sistem Informasi ... 31

2.2.5.1. Efektivitas Sistem Informasi ... 32

2.3. Operasionalisasi Konsep ... 35

3. METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan Penelitian ... 37

3.2. Jenis Penelitian ... 37

3.3. Site dan Jadwal Penelitian ... 38

3.4. Populasi dan Sampel ... 39

3.5. Teknik Pengumpulan Data ... 40

3.6. Teknik Analisis Data ... 42

3.7. Uji Realibilitas dan Validitas Instrumen Penelitian... 43

3.8. Keterbatasan Penelitian ... 45

4. ANALISIS EFEKTIVITAS SISTEM INFORMASI LAYANAN ASPIRASI DAN PENGADUAN ONLINE RAKYAT (LAPOR!) PADA UNIT KERJA PRESIDEN BIDANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN PEMBANGUNAN (UKP4) 4.1. Gambaran Umum... 46

4.1.1. Profil UKP4... 46

4.1.2. Keorganisasian... 48

4.1.3. Kedudukan, Fungsi, dan Kewenangan... 50

(11)

4.3.1. Analisis Deskriptif Dimensi Penggunaan... 60

4.3.2. Analisis Deskriptif Dimensi Kualitas Sistem... 63

4.3.3. Analisis Deskriptif Dimensi Kualitas Informasi... 71

4.3.4. Analisis Deskriptif Dimensi Kualitas Layanan... 79

4.3.5. Analisis Deskriptif Dimensi Kepuasan Pengguna... 83

4.4. Analisis Keseluruhan Dimensi Efektivitas Sistem Informasi LAPOR!... 86

5. SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Simpulan ... 89

5.2. Saran ... 90

(12)

Tabel 2.2 Pergeseran Paradigma dalam Penyampaian Pelayanan Publik... 23

Tabel 2.3 Operasionalisasi Konsep ………... 36

Tabel 3.1 Jadwal Penelitian …………... 39

Tabel 3.2 Skor dalam Penelitian ………... 43

Tabel 3.3 Realibility Statistic ... 44

Tabel 3.4 KMO and Barlett’s Test ... 45

Tabel 4.1 Frekuensi Jenis Kelamin ... 54

Tabel 4.2 Frekuensi Usia ... 56

Tabel 4.3 Frekuensi Latar Belakang Pendidikan... 56

Tabel 4.4 Frekuensi Domisili ... 57

Tabel 4.5 Frekuensi Substansi Laporan ... 58

Tabel 4.6 Skor Dimensi Penggunaan... 62

Tabel 4.7 Skala Penilaian Dimensi Penggunaan... 63

Tabel 4.8 Skor Dimensi Kualitas Sistem ... 70

Tabel 4.9 Skala Penilaian Dimensi Kualitas Sistem... 70

Tabel 4.10 Skor Dimensi Kualitas Informasi ... 78

Tabel 4.11 Skala Penilaian Dimensi Kualitas Informasi ... 78

Tabel 4.12 Skor Dimensi Kualitas Pelayanan ... 82

Tabel 4.13 Skala Penilaian Dimensi Kualitas Pelayanan ... 83

Tabel 4.14 Skor Dimensi Kepuasan Pengguna ... 86

Tabel 4.15 Skala Penilaian Dimensi Kepuasan Pengguna ... 86

Tabel 4.16 Skor Keseluruhan Efektivitas Sistem Informasi ... 87

(13)

Gambar 1.2 Substansi pengaduan ………. 8

Gambar 1.3 Tindak Lanjut Kementerian/Lembaga …………....……... 8

Gambar 2.1 Model Manajemen Keluhan Pelanggan ………... 28

Gambar 2.3 DeLone & McLean Information System Success Model .... 33

Gambar 3.1 Bentuk kuesioner online ... 41

Gambar 4.1. Peran yang Dilakukan UKP4... 48

Gambar 4.2 Model Struktur Organisasi Matriks Pada Inti (Core Team) 49

Gambar 4.3 Siklus Kerja Pengawasan Oleh UKP4... 51

Gambar 4.4 Alur Kerja LAPOR!... 53

Gambar 4.5 Konfirmasi Identitas Pengguna... 55

Gambar 4.6 Indikator Frekuensi Akses... 60

Gambar 4.7 Indikator Durasi Akses ... 61

Gambar 4.8 Indikator Kemudahan ... ... 64

Gambar 4.9 Indikator Kesesuaian ... 65

Gambar 4.10 Indikator Ketersediaan ... 66

Gambar 4.11 Fitur SMS LAPOR! ... 66

Gambar 4.12 Fitur Aplikasi LAPOR! Pada Smartphone ... 67

Gambar 4.13 Indikator Waktu Respon ... 67

Gambar 4.14 Indikator Kegunaan ... 68

Gambar 4.15 Kegunaan Fitur dan Menu LAPOR! ... 69

Gambar 4.16 Indikator Kemudahan ... 71

Gambar 4.17 Indikator Kelengkapan ... 72

Gambar 4.18 Indikator Relevansi ... 73

Gambar 4.19 Indikator Keamanan ... 74

Gambar 4.20 Keamanan Informasi Pada Aplikasi LAPOR! ... 75

Gambar 4.21 Indikator Kekinian ... 76

Gambar 4.22 Indikator Akurasi ... 77

Gambar 4.23 Indikator Keandalan ... 79

Gambar 4.24 Indikator Empati ... 80

Gambar 4.25 Indikator Responsiveness ... 81

Gambar 4.26 Indikator Kepuasan ... 84

(14)
(15)

1.1. Latar Belakang Masalah

Terciptanya suatu tata kelola pemerintahan yang baik (good governance)

salah satunya tercermin pada kualitas pelayanan publik yang diberikan oleh pemerintahnya. Pemberian pelayanan yang baik kepada masyarakat akan memberi nilai positif dalam menciptakan dukungan terhadap kinerja pemerintah. Apabila aparat pemerintah melalui bentuk-bentuk pelayanannya mampu menciptakan suasana yang kondusif dengan masyarakat maka kondisi semacam itu dapat dikategorikan sebagai keadaan yang mengarah pada terselenggaranya asas-asas

good governance (Sujata, Masthuri, et al: 2002).

Di Indonesia sudah menjadi rahasia umum jika pelayanan publik yang diberikan oleh lembaga pemerintah masih belum maksimal. Ketua Ombudsman Republik Indonesia, lembaga yang bertugas mengawasi pelaksanaan pelayanan publik, Danang Girindrawardana, mengatakan bahwa kualitas pelayanan publik yang diselenggarakan Kementerian dan Lembaga Negara secara makro dinilai masih sangat rendah baik pada tingkat kebijakan maupun implementasi peraturan. Beliau mengatakan, rendahnya kualitas pelayanan publik dipengaruhi rendahnya kualitas kebijakan dan sumber daya manusia (SDM). Karena itu, ia mendorong Kementerian dan Lembaga Negara lainnya segera memperbaiki kualitas layanan publik mulai dari pelayanan dasar hingga sistem. “Kami melihat kualitas pelayanan publik masih sangat rendah,” ungkap Danang (www.komhukum.com).

Hasil survei yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunjukkan bahwa kualitas pelayanan publik di Indonesia baru mencapai skor 6.84 dari skala 10 untuk instansi pusat, dan 6.69 untuk pelayanan publik di daerah. Skor integritas menunjukkan karakteristik kualitas dalam pelayanan publik, seperti ada tidaknya suap, ada tidaknya standart operational procedures

(SOP), kesesuaian proses pemberian pelayanan dengan SOP yang ada, keterbukaan informasi, keadilan dan kecepatan dalam pemberian pelayanan serta kemudahan pengaduan masyarakat (BAPPENAS: 2011).

(16)

(KKN), upaya peningkatan kualitas pelayanan publik selain dimulai dari sistem pelayananannya, tetapi dimulai dengan memfokuskan pada perbaikan pelayanan yang didasarkan pada penjaringan informasi melalui keterlibatan partisipasi masyarakat. Penjaringan partisipasi dari masyarakat ini sejalan dengan Surat Edaran Menpan No. SE/20/M.PAN/6/2004 tentang Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik Melalui Partisipasi Masyarakat Menuju Kepemerintahan yang Baik.

Ketua Ombudsman Republik Indonesia, Danang Gririndrawirawan, mengatakan bukan saatnya kini masyarakat diam dan pasrah terhadap buruknya kualitas pelayanan publik yang diberikan lembaga pemerintah di kabupaten/kota, provinsi maupun pusat. Kalau diam artinya sudah menerima, tanpa mempersoalkan apakah pelayanan publik itu sudah baik atau buruk. "Masyarakat sudah saatnya berperan serta dalam pembangunan dengan melaporkan apa yang tidak baik," ungkap Danang. Pelayanan publik seharusnya bermutu dan responsif. Bermutu artinya memiliki kualitas memenuhi harapan publik. Responsif artinya memiliki kecepatan merespons perubahan perubahan baik internal maupun eksternal. Pelayanan publik bermutu dan responsif dapat diwujudkan jika terdapat prinsip mengenai transparansi dan partisipasi. Sehingga masyarakat berhak tahu apa yang direncanakan dan sedang dilakukan pemerintah dan pemerintah memiliki kewajiban memberikan informasi kepada publik. Publik, menurut Danang, berperan memberikan laporan kepada pemerintah dan pemerintah wajib mengelola laporan itu. "Pelayanan publik yang bermutu dan responsif hanya dapat diperoleh dengan cara melibatkan masyarakat dalam perencanaan dan proses pembangunan," ujarnya (www.antaranews.com).

(17)

diproses pengaduannya” ujar Wiharto. Dalam PP tersebut disebutkan, bagi penyelenggara pelayanan publik baik di Kementerian/Lembaga, pusat atau daerah akan mendapat sanksi bila tidak melaksanakan amanah tersebut. “Mulai administrasi, teguran tertulis sampai pemberhentian. Bahkan pidana” sebut Wiharto (www.portalkbr.com).

Pengaduan masyarakat merupakan suatu bentuk partisipasi masyarakat agar penyedia pelayanan publik dapat mendengar keluhan dari masyarakat. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan agar pelayanan publik dapat memperhatikan apa yang menjadi kebutuhan masyarakat sehingga tercipta pelayanan publik yang lebih baik. Sayangnya di sebagian besar lembaga pemerintah masih menganggap pengaduan sebagai bentuk thread (ancaman) bagi keberlangsungan organisasi.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh BAPPENAS di tahun 2011, tidak efektifnya suatu sistem pengaduan dapat menyebabkan sikap apatis dari masyarakat yang akhirnya enggan untuk melakukan pengaduan. Hal ini bukan menunjukkan kepuasan akan pelayanan yang diterima, tetapi masyarakat menganggap bahwa melakukan pengaduan merupakan hal yang percuma karena sulit untuk mendapat respon dari Lembaga yang bersangkutan. Alasan masyarakat memiliki kecenderungan untuk tidak melaporkan atau menggunakan fasilitas pengaduan karena dianggap tidak banyak manfaatnya bagi pengguna karena seringkali tidak ditindaklanjuti. Artinya, umumnya masyarakat menyadari bahwa upaya penyampaian keluhan tidak banyak manfaatnya bagi dirinya sebagai penerima layanan maupun perbaikan dari pelayanan yang diterima. Terdapat perasaan frustrasi dari pelanggan bahwa upaya-upaya yang dilakukan untuk mengadu lebih baik tidak dilakukan karena menambah biaya moral atau ketidaknyamanan. Tentu hal ini tidak dapat dibiarkan terus menerus, karena terciptanya suatu pelayanan publik dalam kepemerintahan yang baik diperlukan dukungan dan keterlibatan masyarakat.

(18)

tentu sangat disayangkan, mengingat pengaduan dari masyarakat sangat penting untuk perbaikan dan peningkatan pelayanan publik. Perlu upaya dari semua pihak baik dari pemerintah pusat maupun Kementerian/Lembaga untuk mendorong partisipasi masyarakat untuk ikut serta melakukan pengaduan, menyediakan sarana pengaduan masyarakat, serta penanganan pengaduan yang baik.

Sejalan dengan pemikiran tersebut, Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangungan (UKP4) mengupayakan penyediaan pengaduan masyarakat melalui Layanan Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat (LAPOR!). Dalam menjalankan fungsi pengawasan pembangunan nasional, UKP4 berupaya untuk mengikutsertakan partisipasi masyarakat di seluruh pelosok Indonesia. Melalui LAPOR!, UKP4 merangkul dan menjaring informasi dari masyarakat umum terkait pelaksanaan pembangunan nasional.

Tugas UKP4 yang dipimpin Kuntoro Mangkusubroto memberikan rapor kepada kinerja menteri dan lembaga pemerintah. Merah biru rapor masing-masing menteri dapat diketahui satu sama lain, karena disampaikan dalam sidang kabinet yang dipimpin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan dipublikasikan. Tugas UKP4 memberikan masukan secara objektif dan independen kepada presiden. Sebagai bahan masukan, UKP4 harus mendengarkan dari semua pihak, termasuk akademisi dan masyarakat. “Komunikasi UKP4 dengan presiden dan wapres bersifat rahasia di satu sisi, tetapi di sisi lain UKP4 melibatkan masyarakat dalam proses pembangunan,” ungkap Tara Hidayat, Deputi IV UKP4. Sehubungan dengan hal tersebut, UKP4 membuka saluran complain handling di level nasional. Fungsinya mengubungkan laporan masyarakat dengan lembaga pemerintahan secara langsung dan terlacak. “Kami menetapkan keharusan, bahwa cara melapor itu harus mudah, direspons lembaga yang bersangkutan, serta harus tuntas,” ungkap Tara yang membidangi Pengelolaan Inisiatif Strategis (www.jpip.or.id).

(19)

untuk melakukan pemantauan kinerja Kementerian dan Lembaga pemerintahan. Berikut merupakan data pengguna media digital di Indonesia:

Gambar 1.1. Fenomena Media Digital di Indonesia

Sumber: LAPOR! UKP4

LAPOR! adalah aplikasi media sosial yang melibatkan partisipasi publik dan bersifat dua arah, yang digunakan sebagai alat bantu untuk melakukan monitoring dan verifikasi capaian program pembangunan maupun pengaduan masyarakat terkait pelaksanaan program pembangunan nasional. Aplikasi media sosial ini memungkinkan semua laporan dapat terdokumentasikan dengan baik, serta menjadi suatu ruang diskusi antar masyarakat mengenai isu-isu pembangunan nasional dan memungkinkan adanya interaksi antara masyarakat dan pemerintah terkait masalah-masalah yang dilaporkan. Aplikasi LAPOR! berupaya untuk menjembatani partisipasi publik dalam pembangunan nasional antara masyarakat umum dengan pemerintah pusat. Masyarakat umum dapat memberikan pelaporan tentang pembangunan yang akan ditinjau dan didisposisikan oleh UKP4 kepada Kementerian atau Lembaga yang terkait, untuk ditindaklanjuti (www.lapor.ukp.go.id).

(20)

nomor 1708. Selain itu aplikasi ini dapat diunduh bagi pengguna android dan

blackberry, dan dalam waktu dekat LAPOR! dapat digunakan pengguna iOS dan

Windows Phone. Laporan yang telah tervalidasi di dalam LAPOR! lalu didisposisikan ke Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah yang relevan untuk selanjutnya ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ada. Sehingga tidak hanya tersedia informasi dari masyarakat, namun masalah yang ada pada masyarakat dapat terselesaikan.

Masyarakat yang telah mempunyai akun membutuhkan e-mail dan

password untuk log-in ke dalam aplikasi tersebut. Jika sudah log-in, anggota dapat melihat laporan yang masuk serta melihat respons/tindak lanjut dari Kementerian/Lembaga terkait. Dengan penerapan transparansi ke dalam sistem pengaduan seperti ini, masyarakat dapat mengawasi tindak lanjut pengaduan dari Kementerian/Lembaga terlapor.

LAPOR! terus mengalami perkembangan, sebagaimana yang diungkapkan oleh Asisten Ahli UKP4 yang mengatakan bahwa pada awalnya aplikasi ini dibuat untuk mengawasi program pembangunan di seluruh Indonesia, dimana masyarakat dapat melaporkan pelaksanaan pembangunan di daerah.

“UKP4 ingin memastikan bahwa program pembangunan di seluruh Indonesia

berjalan dengan baik, namun tidak mungkin jika kami harus keliling Indonesia untuk memantau dan mengawasi satu persatu, maka dari itu kami mencari cara supaya tetap dapat memantau pembangunan di daerah. Dari situlah tercipta LAPOR!” (Hasil wawancara, 2013).

Berdasarkan dengan hal tersebut maka UKP4 membuat LAPOR! agar masyarakat dapat mengawasi proses pembangunan. Seiring berjalan waktu ternyata respons dari masyarakat cukup baik terhadap aplikasi ini dan akhirnya banyak masyarakat yang melapor mengenai masalah-masalah diluar pembangunan seperti masalah pelayanan publik. LAPOR! dijadikan tempat bertanya akan informasi yang ingin diketahui oleh masyarakat.

Dengan kemudahan sistem aplikasi yang ada, LAPOR! menjadi sarana untuk masyarakat melakukan pengaduan dengan cepat dan mudah. Semenjak LAPOR! dibuat, berbagai tanggapan muncul dari masyarakat sebagaimana yang diungkapkan oleh Manager LAPOR! sebagai berikut:

“Tanggapan dari masyarakat atas LAPOR! cukup beragam, ada yang sangat

(21)

masih meragukan apakah pengaduan mereka akan segera ditindaklanjuti,”

(Hasil wawancara, 2013).

Staff Ahli UKP4 menambahkan bahwa LAPOR! mempunyai perbedaan dengan sistem pengaduan yang ada di kementerian/lembaga kebanyakan.

“Kebanyakan sistem pengaduan yang ada di Kementerian/Lembaga dibuat hanya untuk melihat tren atau permasalahan yang paling banyak dikeluhkan, setelah itu baru dicari solusi dari permasalahan tersebut. Yang membedakan LAPOR! UKP4 adalah kami mendorong Kementerian/Lembaga terkait untuk menindaklanjuti setiap pengaduan yang kami disposisikan,” (Hasil wawancara, 2013).

Bekerjasama dengan Ombudsman RI, LAPOR! menjadi sarana pengaduan masyarakat untuk hal-hal terkait pelayanan publik. Kerjasama ini dilakukan setelah melihat respon masyarakat yang melakukan pengaduan pelayanan publik melalui LAPOR!, karena Ombudsman RI sendiri bertugas untuk mengawasi pelaksanaan pelayanan publik.

“UKP4 tidak mempunyai wewenang untuk mengawasi pelaksanaan

pelayanan publik karena hal tersebut merupakan wewenang dari Ombudsman RI, namun kami dapat memberi laporan kepada Presiden mengenai respon

Kementerian/Lembaga terhadap tindak lanjut pengaduan masyarakat,” (Hasil

wawancara, 2013).

Kedudukan UKP4 yang cukup strategis merupakan peluang dalam mendorong Kementerian/Lembaga menindaklanjuti pengaduan yang masuk.

Dalam menyampaikan pengaduan, terdapat syarat dan ketentuan yang berlaku bagi pelapor agar laporan yang masuk memang akuntabel dan sumbernya jelas sebagaimana yang diungkapkan oleh Manager LAPOR!:

“Tim kami harus membaca satu persatu laporan yang masuk dengan detail

sebelum laporan tersebut di unggah dan didisposisikan ke Kementerian/Lembaga terlapor, banyak laporan yang menggunakan gaya bahasa yang sulit dimengerti, mengandung SARA, atau laporan yang hanya berdasar gosip belaka. Hal ini perlu dilakukan karena kami tidak mau asal memberikan pengaduan kepada Kementerian/Lembaga terkait dan kami tidak mau memberikan celah bagi Kementerian/Lembaga untuk tidak menjawab/menindaklanjuti pengaduan yang masuk, maka dari itu pengaduan yang masuk harus benar-benar akuntabel, jelas sumbernya, dan memenuhi persyaratan pengaduan” (Hasil wawancara, 2013).

(22)

lingkungan. Adapun persentase pengelompokkan laporan menurut substansinya dalam prioritas-prioritas nasional adalah sebagai berikut:

Gambar 1.2 Substansi pengaduan

Sumber: LAPOR! UKP4

Selama bulan Juni – November 2012, dengan upaya sosialisasi yang minimal, LAPOR! menerima 2168 laporan, dengan lebih dari 242 pengaduan dan permintaan informasi yang telah divalidasi dan didisposisi ke Kementerian/Lembaga terkait. Kalau dilihat persentasenya memang cukup sedikit pengaduan yang kami disposisikan, karena banyak sekali pengaduan yang masuk tidak memenuhi persyaratan dan tidak layak untuk didisposisikan. Tindak lanjut Kementerian/Lembaga meningkat dari waktu ke waktu, dimana mencapai puncaknya pada 63% laporan ditindaklanjuti melalui respon, investigasi maupun penyelesaian masalah oleh Kementerian/Lembaga.

Gambar 1.3 Tindak Lanjut Kementerian/Lembaga

(23)

Penerapan sistem online dalam pengaduan ini memudahkan masyarakat dan Kementerian/Lembaga terkait dalam pelaksanaan suatu sistem pengaduan. Di banyak lembaga masih terdapat sistem pengaduan yang berbelit-belit dimana masyarakat harus menyiapkan berkas pendukung dalam melakukan pengaduan, dan tidak jelas bagaimana nasib berkas tersebut apakah ditindaklanjuti atau hanya menjadi tumpukan berkas. Dengan sistem online atau SMS yang diterapkan LAPOR!, masyarakat tidak perlu lagi mendatangi lembaga terkait dan pengurusan berkas yang berbelit-belit jika ingin melakukan pengaduan. Masyarakat dapat melakukan pengaduan dengan mudah dimanapun dan kapanpun, dengan catatan memenuhi persayaratan.

Penerapan sistem online memudahkan LAPOR! UKP4 dalam melakukan pengarsipan pengaduan yang masuk. Dengan penggunaan sistem informasi dan teknologi maka dengan mudah melacak ID pengguna, dan mengawasi sampai mana pengaduan ditindaklanjuti. Sudah saatnya melakukan inovasi dalam sistem pengaduan dan tidak lagi mengandalkan kotak saran atau surat tertulis. Dengan kemajuan teknologi, memungkinkan untuk mempermudah kerja pemerintah dengan menerapkan electronic government (e-government).

Dengan memanfaatkan teknologi berbasis sitem informasi dan teknologi, LAPOR! diharapkan dapat memudahkan masyarakat dalam melakukan pengaduan dimanapun dan kapanpun, karena tidak lagi harus melewati proses birokrasi yang berbelit-belit. Perbaikan penyelenggaraan pelayanan publik dilakukan dengan melibatkan partisipasi masyarakat dengan melakukan pengaduan. Bagaimana pengaduan tersebut diterima, diproses, ditindaklanjuti, dan diselesaikan oleh Kementerian/Lembaga terkait, hal inilah yang menjadi tugas UKP4 agar LAPOR! menjadi efektif sebagai suatu sarana pengaduan masyarakat. 1.2. Pokok Permasalahan

(24)

penelitian ini yaitu bagaimana efektivitas sistem informasi Layanan Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat (LAPOR!) pada Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4)?

1.3. Tujuan Penelitian

Dari pokok permasalahan yang disampaikan sebelumnya, adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis efektivitas sistem informasi Layanan Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat (LAPOR!) pada UKP4.

1.4. Signifikansi Penelitian

Signifikansi penelitian yang diharapkan dapat berimplikasi pada bidang akademis dan praktis yang dirumuskan oleh peneliti adalah sebagai berikut:

1.4.1. Signifikansi Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi nilai tambah bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang Ilmu Administrasi Negara. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan tambahan wawasan bagi peneliti yang ingin melakukan penelitian sejenis.

1.4.2. Signifikansi Praktis a. Untuk pihak UKP4

Diharapkan penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh pihak UKP4 sebagai bahan evaluasi dan acuan agar kedepannya aplikasi pengaduan masyarakat LAPOR! menjadi lebih sempurna.

b. Untuk pihak-pihak yang membutuhkan, khususnya lembaga pemerintah yang menyediakan pelayanan publik, diharapkan penelitian ini dapat dijadikan informasi tambahan dalam rangka melakukan pengelolaan pengaduan masyarakat.

1.5. Sitematika Penulisan

(25)

BAB 1 PENDAHULUAN

Pada bab ini digambarkan mengenai latar belakang permasalahan yang diangkat, pokok permasalahan yang ingin diteliti, tujuan penelitian serta sistematika penulisan.

BAB 2 KERANGKA TEORI

Pada bab ini diuraikan mengenai teori-teori yang peneliti gunakan sebagai dasar penelitian dimana teori teori-teori tersebut relevan dengan penelitian. BAB 3 METODE PENELITIAN

Pada bab ini diuraikan mengenai pendekatan dan jenis penelitian. BAB 4 ANALISIS EFEKTIVITAS SISTEM INFORMASI LAYANAN

ASPIRASI PENGADUAN ONLINE RAKYAT (LAPOR!) PADA

UNIT KERJA PRESIDEN BIDANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN PEMBANGUNAN (UKP4)

Pada bab ini diuraikan mengenai gambaran umum UKP4 dan LAPOR! serta hasil analisis mengenai efektivitas sistem informasi Layanan Aspirasi dan Pengaduan Onlinr Rakyat (LAPOR!) pada UKP4.

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

(26)

BAB 2

KERANGKA TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka

Dalam sub bab ini peneliti akan memaparkan tinjauan peneliti atas beberapa penelitian dan kajian ilmiah terdahulu serta beberapa konsep yang memiliki keterkaitan dengan penelitian ini. Tinjauan pustaka pertama peneliti lakukan atas penelitian yang dilakukan oleh Sad Dian Utomo di tahun 2008 yang berjudul Penanganan Pengaduan Masyarakat Mengenai Pelayanan Publik (Studi Pada Pusat Penanganan Pengaduan Pelayanan Publik Kota Semarang). Penelitan ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif dimana Sad menitikberatkan penelitian pada bagaimana proses pengaduan dilaksanakan dan bagaimana keterlibatan masyarakat didalamnya. Banyaknya keluhan melalui kotak saran atau saluran lainnya belum banyak ditanggapi oleh penyedia pelayanan publik di Kota Semarang. Maka dari itu Pemerintah Kota Semarang membentuk unit penanganan pengaduan yang disebut Pusat Penanganan Pengaduan Pelayanan Publik Kota Semarang atau disingkat P5 sebagai instrumen partisipasi masyarakat yang diandalkan dan dapat digunakan untuk memperbaiki pelayanan publik.

Hasil penelitian yang dilakukan Sad Dian Utomo ini memaparkan bahwa sebagian besar stake holders memandang positif dan menilai P5 cukup efektif. Sementara itu dengan membandingkan instrumen partisipasi itu dengan teori

ladder of citizen participation dari Arnstein dan teori ladder of citizen empowerment dari Burn, Hambleton & Hogget dapat disimpulkan bahwa tingkat pastisipasi warga masyarakat belum mencapai titik ideal yaitu kontrol masyarakat. Pencapaian tingkat partisipasi dan efektivitas P5 itu dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti kepemimpianan, regulasi atau peraturan, kewenangan P5, peran civil society, informasi dan momentum partisipasi.

(27)

banyak teori partisipasi masyarakat sedangkan teori pengaduan masih belum banyak dideskripsikan. Penelitian ini memiliki kesamaan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti yaitu sama-sama mengangkat tema pengaduan masyarakat. Adapun perbedaannya adalah site yang dipilih dimana Sad Dian Utomo memilih site Pemerintah Kota Semarang, sedangkan peneliti memilih site

di UKP4. Perbedaan lainnya terlihat dari pendekatan dan teori yang digunakan oleh peneliti.

Tinjauan pustaka yang kedua merupakan penelitian yang dilakukan oleh Panji Tri Nugroho di tahun 2010 yang berjudul Efektivitas Organisasi Ombudsman Republik Indonesia. Penelitian ini membahas efektivitas Ombudsman RI dilihat dari perspektif organisasi. Ombudsman merupakan lembaga yang bertugas untuk mengawasi pelaksanaan pelayanan publik. Selain itu lembaga ini bertugas menangani pengaduan masyarakat. Meskipun Ombudsman RI telah berdiri sejak tahun 2000, namun ternyata masih banyak masyarakat yang belum mengetahui lembaga ini. Hal inilah yang melatarbelakangi Panji untuk melakukan penelitian.

Dalam penelitiannya, Panji menggunakan pendekatan positivis dengan metode pengumpulan data dengan cara wawancara mendalam, studi literatur, dan kuesioner. Penelitian ini menggunakan pendekatan efektivitas organisasi dengan pendekatan sistem yang terdiri dari input, process, output, dan outcome. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas Lembaga Ombudsman RI dan kendala-kendala yang dihadapi dalam mencapai efektivitas tersebut. Hasil penelitian yang dilakukan Panji menunjukkan bahwa Ombudsman RI belum sepenuhnya efektif karena masih terdapat sejumlah hambatan mulai dari tahap

input, proses, output, hingga outcome.

(28)

keseluruhan efektivitas organisasi Ombudsman RI. Sedangkan kekurangannya adalah kurang dapat menjangkau lebih banyak pelapor dan terlapor dalam mengukur efektivitas pengaduan.

Tinjauan pustaka yang ketiga peneliti lakukan atas penelitian yang dilakukan oleh Suryadi di tahun 2010 yang berjudul Penanganan Keluhan Publik pada Birokrasi Dinas Perijinan Kota Malang. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif dengan fokus penelitian untuk memberikan gambaran keluhan publik atas pelayanan perijinan birokrasi Dinas Perijinan Kota Malang, media penyaluran keluhan, dan penanganan atas keluhan publik yang dilakukan birokrasi Dinas Perijinan Kota Malang.

(29)

Tabel 2.1. Matriks Tinjauan Pustaka

Peneliti Sad Dian Utomo Panji Tri Nugroho Suryadi Suci Sitoresmi

Judul Penelitian Penanganan Pengaduan Masyarakat

Mengenai Pelayanan Publik (Studi Pada Pusat Penanganan Pengaduan Pelayanan

Efektivitas Sistem Informasi Layanan Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat (LAPOR!) Pada Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan

Pengendalian Pembangunan (UKP4)

Jenis Thesis Skripsi Jurnal Skripsi

Tahun 2008 2010 2010 2013

Fakultas FISIP FISIP FISIP FISIP

Universitas Universitas Indonesia Universitas Indonesia Universitas Brawijaya Universitas Indonesia

Pendekatan Penelitian Kualitatif Kuantitatif Kualitatif Kuantitatif

Jenis Penelitian Deskriptif Deskriptif Deskriptif Deskriptif

Teknik Pengumpulan

Data

Observasi, wawancara mendalam, studi

literature Field research, Survei

Wawancara mendalam, observasi, dokumentasi

Survei, studi literatur, dan wawancara mendalam

Menganalisis efektivitas sistem informasi pada LAPOR!

Teori yang digunakan

teori ladder of citizen participation dan teori ladder of citizen empowerment

Efektivitas organisasi berdasarkan pendekatan

sistem

Teori efektivitas organisasi dan

kualitas pelayanan publik Teori efektivitas sistem informasi

Hasil Penelitian Tingkat partisipasi masyarakat belum

ideal, hanya mempengaruhi penyediaan pelayanan publik, belum mempengaruhi desain dan kebijakan dari pelayanan

publik tersebut

Sistem informasi pada LAPOR! sudah efektif

Kelebihan Tepat menggunakan pendekatan

kualitatif karena ingin memaparkan suatu gejala sosial tentang partisipasi masyarakat dalam memperbaiki kualitas

Belum ada yang pernah melakukan penelitian di LAPOR! UKP4 sebelumnya

Kekurangan

Kerangka teori tidak proporsional Kurang dapat menjangkau responden

Kurang data pendukung pada latar belakang masalah

Teknik pengumpulan data non-probabilita, tidak dapat menjangkau responden secara

(30)

2.2 Kerangka Teori

Pada sub-bab ini akan dipaparkan mengenai teori-teori pendukung yang berkaitan dengan penelitian. Adapun teori-teori yang peneliti gunakan adalah sebagai berikut:

2.2.1 Pelayanan Publik

Pelayanan publik memiliki pengertian dan dimensi yang beragam, pastinya tergantung dari sudut pandang dalam menggunakan istilah tersebut. Menurut Sinambela (2006), pelayanan publik adalah setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap sejumlah manusia yang memiliki setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik. Menurut Lembaga Administrasi Negara (1998), Pelayanan publik diartikan sebagai segala bentuk kegiatan pelayanan umum yang dilaksanakan oleh Instansi Pemerintahan di Pusat dan Daerah, dan di lingkungan BUMN/BUMD dalam bentuk barang dan/atau jasa, baik dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. Menurut Kurniawan (2005), pelayanan publik sebagai pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan.

Menurut beberapa definisi tersebut maka pelayanan publik merupakan pemenuhan keinginan dan kebutuhan masyarakat oleh penyelenggara negara. Pelayanan publik tercipta karena terdapat hal-hal yang tidak dapat dipenuhi oleh pasar, hal inilah yang menjadi tugas pemerintah memenuhi kebutuhan tersebut melalui penyelenggaraan pelayanan publik. Kebutuhan dalam hal ini bukanlah kebutuhan secara individual akan tetapi berbagai kebutuhan yang sesungguhnya diharapkan oleh masyarakat, misalnya kebutuhan akan kesehatan, kesejahteraan, keamanan, pendidikan, pembangunan nasional dan lain-lain.

(31)

Perbaikan tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor, dan salah satunya adalah akibat adanya pergeseran paradigma dalam penyelenggaraan pelayanan publik. 2.2.1.1Pergeseran Paradigma Pelayanan Publik

Denhardt & Denhardt (2003:5-43) mengemukakan telah terjadi pergeseran paradigma pelayanan publik dari model administrasi publik tradisional (old public administration) ke model manajemen publik baru (new public management) dan akhirnya menuju model pelayanan publik baru (new public service). Dari ketiga model tersebut, dalam new public service partisipasi masyarakat begitu penting dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Berdasarkan model ini, maka pelayanan publik harus responsif terhadap berbagai kepentingan dan nilai-nilai masyarakat yang ada. Identitas warga tidak hanya dipandang sebagai semata persoalan kepentingan pribadi, namun melibatkan nilai, kepercayaan, dan kepedulian terhadap orang lain. Warga negara diposisikan sebagai pemilik pemerintahan (owners of government) dan mampu bertindak secara bersama-sama mencapai sesuatu yang lebih baik. Kepentingan masyarakat tidaklah sekadar dipandang sebagai agregasi kepentingan pribadi melainkan sebagai hasil dialog dan ketertiban publik dalam mencari nilai bersama dan kepentingan bersama.

Berdasarkan perspektif new public services ini maka peran pemerintah sebagai penyelenggara pelayanan publik adalah untuk melibatkan masyarakat dalam pemerintahan dan bertugas untuk melayani masyarakat. Dalam menjalankan perannya itu, pelibatan masyarakat harus dilakukan tidak hanya dalam perencanaan tetapi pelaksanaan program guna mencapai tujuan-tujuan masyarakat. Hal ini harus dilakukan tidak saja karena untuk menciptakan pemerintahan yang lebih baik tetapi sesuai dengan nilai-nilai demokrasi.

Mengacu pada konsep yang dikemukakan Hirschman (1970), partisipasi masyarakat dalam pelayanan publik dapat dilakukan melalui dua pilihan yaitu exit

(32)

mengungkapkan ketidakpuasan terhadap pelayanan yang diberikan penyelenggara pelayanan publik. Dengan demikian, masyarakat memiliki kekuasaan untuk mempengaruhi pelayanan publik yang berkenaan dengan kepentingannya (Ratminto: 2005, 72-73).

Jika dianalisis secara lebih cermat, salah satu faktor yang menyebabkan kualitas pelayanan di sektor publik sulit ditingkatkan adalah karena mekanisme

exit dan voice yang biasa dipraktekkan di sektor swasta sulit diterapkan di dalam pelayanan publik. Berbeda dengan sektor swasta yang dicirikan dengan adanya kewenangan tunggal (monopoli) dalam penyediaan barang dan jasa bagi para pelanggan mereka.

Dengan karakteristik yang kompetitif, para pengguna di sektor swasta memiliki kesempatan untuk berpindah dari satu provider ke provider yang lain melalui exit mechanism apabila mereka merasa tidak puas dengan layanan yang diberikan oleh suatu provider. Kondisi yang berbeda dihadapi oleh pengguna layanan di sektor publik. Karena sifatnya yang monopolistik (atas dasar kewenangan yang dimiliki) maka pengguna layanan di sektor publik tidak dapat berpindah ke provider lain ketika kualitas layanan yang diberikan pemerintah tidak sesuai dengan harapan masyarakat. Dalam keadaan yang demikian mau tidak mau masyarakat harus menerima seburuk apapun kualitas layanan yang diberikan oleh birokrasi publik. Sebab, birokrasi publik adalah satu-satunya provider yang dapat memberikan layanan yang dibutuhkan.

Meski meyatakan bahwa partisipasi masyarakat dapat dijalankan melalui

exit dan voice, namun Hirschman menjelaskan bahwa ada hambatan-hambatan dalam menjalankan konsep itu. Implementasi konsep exit biasanya terhambat oleh beberapa faktor seperti: kekuatan pemaksa dari negara, tidak adanya lembaga penyelenggara pelayanan publik alternatif, dan tidak adanyanya biaya untuk menciptakan lembaga penyelenggara pelayanan publik alternatif. Sedangkan implementasi voice biasanya tidak efektif, karena pengetahuan dan kepercayaan terhadap mekanisme yang ada, dan aksesibilitas serta biaya untuk mempergunakan mekasime tersebut (Ratminto: 2005, 74).

(33)

publik. Sementara itu, kelemahan dari mekanisme voice adalah banyaknya upaya yang perlu dilakukan untuk penerapannya. Diperlukan upaya penyadaran aparat dan pejabat pelayanan publik untuk lebih memperhatikan pengaduan masyarakat. Selain itu perbaikan perangkat hukum diperlukan agar jaminan terhadap penanganan pengaduan mendapat perhatian yang memadai (Ratminto: 2005, 41-42).

Pengaduan masyarakat merupakan salah satu bentuk partisipasi masyarakat dan bagian dari upaya memperkuat posisi tawar dari masyarakat terhadap penyelenggara pelayanan publik. Karena pelayanan publik cenderung bersifat monopolistik (hanya dapat dijalankan oleh pemerintah) maka masyarakat tidak dapat mempunyai pilihan lain selain ikut berpartisipasi dalam perbaikan pelayanan publik dengan mekanisme voice. Jika mekanisme voice dapat berfungsi secara efektif maka posisi tawar pengguna jasa akan menjadi sama dengan penyelenggara pelayanan sehingga kualitas pelayanan dapat ditingkatkan. Bila dikaitkan dengan paradigma new public service, peningkatan kualitas pelayanan tersebut tidak lepas dari pemenuhan kebutuhan masyarakat sebagai rakyat yang menerima pelayanan dari pemerintah. Paradigma new public service

memungkinkan keterlibatan masyarakat melalui meknisme voice, yaitu pengaduan masyarakat yang bertujuan peningkatan kualitas pelayanan publik. Namun pengelolaan mekanisme ini harus dilakukan sungguh-sungguh, bila tidak maka posisi pengguna jasa tetap lemah, sehingga pelayanan akan tetap didominasi oleh penyelenggara pelayanan publik.

2.2.2 Electronic Government (e-government)

Pemerintah memiliki kewajiban memberikan pelayanan publik yang merata ke seluruh warga negara, sehingga dalam rangka melaksanakan kewajibannya itu, pemerintah berusaha memperbaiki pelayanannya, dengan menggunakan teknologi informasi yang sesuai dengan kebutuhan organisasi yang mampu mengelola data dengan cepat, efektif, dan efisien serta menghasilkan informasi yang tepat, cepat dan akurat. Dalam memenuhi kebutuhan tersebut pemerintah mengembangkan pelayanan berbasis elektronik (e-government).

(34)

Definisi e-government menurut PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa): E-government adalah penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dan penerapannya oleh pemerintah untuk menyediakan informasi dan layanan publik kepada masyarakat. Tujuan dari e-government adalah menyediakan pengelolaan informasi pemerintahan yang efisien kepada segenap warga negara, pemberian layanan kepada masyarakat yang lebih baik, serta memberdayakan masyarakat melalui akses informasi dan partisipasi dalam pengambilan keputusan publik (Hermana, 2011).

Definisi e-government menurut UNDP: E-government adalah penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (ICT- Information and Communication Technology) oleh pihak pemerintahan. Sedangkan Bank Dunia (2001) mendefinisikan e-government sebagai berikut: E-government mengarahkan untuk penggunakan teknologi informasi oleh semua agen pemerintahaan (seperti Wide Area Network (WAN), internet, mobile computing) yang dapat digunakan untuk membangun hubungan dengan masyarakat, dunia usaha, dan instansi pemerintah lainnya (Wibawa, 2009).

Dari beberapa definisi yang dijelaskan sebelumnya, maka dapat dikatakan bahwa e-government merupakan penerapan teknologi informasi dan komunikasi, sistem informasi dalam suatu pemerintahan. E-government merupakan sarana atau alat untuk mencapai sauatu tujuan, yaitu menuju perbaikan atau pertumbuhan ekonomi yang signifikan secara cepat, pencapaian efisiensi kerja pemerintah dalam waktu singkat, dan pembentukan mekanisme pemerintahan yang bersih dan transparan.

Dalam mencapai tujuan tersebut, implementasi e-government terus menerus dikembangkan oleh pemerintah. Proses pengembangan tersebut mempunyai fungsi yang berbeda, menyesuaikan dengan kebutuhannya. Hal ini dikemukakan oleh Wibawa (2009) bahwa secara umum, tahap pengembangan e-government dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:

(35)

2. Tahap interaktif, berarti penggunaan teknologi internet yang memungkinkan kontak antara pemerintah dan masyarakat melalui situs web dapat dilakukan secara online sehingga memungkinkan interaksi yang lebih intensif dan terbuka.

3. Tahap transaksi, adalah penggunaan teknologi internet yang memungkinkan transaksi pelayanan publik melalui situs web. Misalnya, kemungkinan untuk membayar pajak, melakukan permintaan formulir, atau transaksi lainnya melalui internet.

Tahap pengembangan e-government tersebut masing-masing mempunyai fungsi yang berbeda, tergantung kebutuhan dari instansi pemerintah yang mengembangkan. Akibat dari pengembangan tersebut, maka tercipta suatu bentuk hubungan antara pemerintah dengan stakeholders, sebagaimana yang dijelaskan Indrajit (2009) bahwa penggunaan teknologi informasi ini kemudian menghasilkan suatu bentuk interaksi antara pemerintah dengan pihak-pihak terkait. Bentuk interaksi e-government dengan pihak-pihak terkait adalah sebagai berikut:

1. G2G (Government to Government)

Di era globalisasi ini terdapat kebutuhan bagi negara-negara untuk saling berkomunikasi secara lebih intens dari hari ke hari. Kebutuhan untuk berinteraksi antar satu sama lain tidak hanya berkisar pada hal-hal yang berkaitan dengan masalah diplomatis semata, namun lebih jauh lagi untuk memperlancar kerjasama antarnegara dan kerjasama antar entiti-entiti negara (masyarakat, industri perusahaan, dll). Interaksi ini bertujuan untuk membuka saluran komunikasi antar sektor pemerintah, sehingga dapat bekerjasama dalam melayani kebutuhan masyarakat dan bisnis, dan diharapkan agar pemerintah dapat menjadi lebih proaktif dalam menghadapi tantangan.

2. G2B (Government to Bussiness)

(36)

banyak sekali data dan informasi yang dimiliki pemerintah dan kalangan bisnis disamping bertujuan untuk memperlancar para praktisi bisnis dalam memperlancar roda perusahaannya, namun banyak hal yang dapat menguntungkan pemerintah apabila tercipta hubungan interaksi yang baik dan efektif dengan industri swasta. Dari interaksi ini diharapkan pihak pemerintah dan swasta dapat memanfaatkan internet sebagai sarana efektif untuk melakukan bisnis.

3. G2C (Government to Citizens)

Tipe G2C ini merupakan aplikasi e-government yang paling umum dimana pemerintah membangun dan menerapkan berbagai portofolio teknologi informasi dengan tujuan utama untuk memperbaiki hubungan interaksi dengan masyarakat. Dengan kata lain tujuan utama aplikasi G2C ini adalah untuk mendekatkan pemerintah dengan rakyatnya melalui kanal-kanal akses yang beragam agar masyarakat dapat dengan mudah menjangkau pemerintah untuk pemenuhan berbagai kebutuhan pelayanan sehari-hari. Interaksi ini bertujuan agar masyarakat dapat memperoleh informasi dan pelayanan yang dibutuhkan secara cepat, murah dan mudah setiap saat. Selain itu dapat dimanfaatkan oleh pemerintah dalam membangun dan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.

4. G2E (Government to Employee)

Disini dapat diciptakan aplikasi untuk meningkatkan kinerja dan kesejahteraan para pegawai negeri yang bekerja did lama institusi sebagai pelayanan masyarakat. Aplikasi tersebut dapat berupa sistem pengembangan karir pegawai, maupun sistem asuransi kesehatan yang terinegrasi secara keseluruhan.

(37)

Tabel 2.2 Pergeseran Paradigma dalam Penyampaian Pelayanan Publik Paradigma Birokratis Paradigma e-government Orientasi Efisiensi biaya produksi Fleksibel, pengawasan dan

kepuasan pengguna

(customer)

Proses Organisasi Merasionalisasikan peranan, pembagian tugas dan

pengawasan hirarki vertikal

Hirarki horizontal, jaringan organisasi dan tukar

informasi Prinsip Manajemen Manajemen berdasarkan

peraturan dan mandat (perintah)

Manajemen bersifat fleksibel, teamwork, antar departemen dengan koordinasi pusat Gaya

Kepemimpinan

Memerintah dan mengawasi Fasilitator, koordinatif, dan

entrepreneurship innovative interaksi non face to face

Prinsip-prinsip

Sumber: Samodra Wibawa, Administrasi Negara: Isu-isu Kontemporer.

Pergeseran paradigma pelayanan publik dari birokratis ke e-government

mencoba merubah pola-pola birokrat yang cenderung kurang efektif. Paradigma ini mencoba memangkas pola birokrasi yang cenderung berbelit-belit serta tidak efektif dan efisien. Dengan penerapan e-government ini diharapkan dapat menciptakan pemerintahan yang lebih baik, baik dalam menjalankan fungsinya maupun dalam penyelenggaraan pelayanan publik.

2.2.3. Pengaduan dan Sistem Penanganan Keluhan (Complaint Management System)

(38)

pelayanan. Untuk itu perlu diketahui terlebih dahulu definisi dari keluhan itu sendiri. Menurut Reiboldt (2003), keluhan publik merupakan ungkapan yang disebabkan oleh adanya ketidakpuasan publik atas suatu produk atau suatu pelayanan. Meski demikian tidak setiap ketidakpuasan akan diungkap dengan suatu keluhan. Pelanggan akan mengungkapkan keluhan manakala merasa bahwa keluhan yang disampaikan mendapatkan tanggapan yang positif dan tidak banyak menyita waktu serta biaya. Sebaliknya jika mekanisme penanganan keluhan tidak praktis, pelanggan akan lebih memilih untuk tidak mengungkapkan keluhannya (Suryadi: 2010, 293-294).

Berdasarkan pengertian tersebut, tidak semua masyarakat mau untuk menyampaikan keluhan atas pelayanan yang mereka terima. Kemauan masyarakat untuk melakukan pengaduan tergantung dari bagaimana organisasi menanggapi keluhan yang mereka sampaikan. Jika pengaduan atas keluhan yang mereka sampaikan ditanggapi secara serius, maka pengaduan tersebut akan mendatangkan dampak positif bagi organisasi dan menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap organisasi.

Pengaduan adalah pernyataan secara lisan atau tertulis atas ketidakpuasan pelanggan terhadap pelayanan yang diberikan oleh suatu sistem pelayanan (Hadi, 2000). Pengaduan masyarakat merupakan akibat dari penyimpangan dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Ketidakpuasan masyarakat dalam menerima pelayanan menyebabkan masyarakat melakukan pengaduan atas keluhan yang mereka alami. Pada dasarnya pengaduan merupakan masukan positif yang bersifat konstruktif. Meskipun banyak organisasi yang telah menganggap pengaduan sebagai hal yang positif, namun tidak dapat dipungkiri jika masih terdapat organisasi yang menganggap hal tersebut sebagai ancaman bagi keberlangsungan organisasi mereka.

(39)

“Complains no longer represent a negative state, confined to administratively feeble establishment or quarrelsome individuals who are aggressive in their

jobs and society. Rather, complaints are viewed as a necessity dictated in the

interest of work and the citizen alike. In medical practice, for instance,

complaints can represent a rewarding system when a medical institution

receives feedback that secures the continuing confidence of citizens in the

mediacal service” (Wibawa, 2009).

Dalam menyampaikan keluhannya, masyarakat memiliki beberapa pilihan dalam melakukan pengaduan, tergantung dari masyarakat yang melakukan pengaduan dan organisasi yang diadukan. Apapun media yang dipilih oleh masyarakat, pada intinya hal tersebut merupakan masukan dari masyarakat yang kurang puas akan pelayanan yang mereka terima. Best & Sigh menyebutkan bahwa saluran penyampaian keluhan dan tuntutan biasanya dilakukan melalui tiga jalur, yaitu (Suryadi: 2010):

1. Secara Langsung

Pengaduan langsung dilakukan oleh pelanggan atau publik yang melakukan transaksi dan merasakan ketidakpuasan. Penyampaian secara langsung ini biasanya dilakukan atas transaksi yang penanganan perbaikannya dapat dilakukan saat itu , dan keluhan dapat langsung diterima oleh pihak yang berkewenangan melakukan perbaikan.

2. Melalui Media Massa

Dilakukan jika pelanggan atau publik yang tidak puas, kesulitan bertemu langsung dengan pihak yang berwenang melakukan perbaikan ataupun bila mereka merasa keluhannya tidak ditanggapi secara memadai. Jadi lebih merupakan pelarian atau ungkapan kejengkelan atas ketidakpuasan.

3. Melalui Pihak Ketiga

(40)

Penanganan pengaduan pada dasarnya adalah kegiatan penyaluran pengaduan, pemrosesan respon atas pengaduan tersebut, umpan balik, dan laporan penanganan pengaduan. Rangkaian kegiatan ini memiliki elemen-elemen sebagai berikut (BAPPNENAS, 2010):

1. Sumber atau asal pengaduan

Adalah masyarakat, baik secara individu maupun kelompok, dimana keluhan atau pengaduan berasal. Patut ditekankan disini bahwa jumlah pengadu tidak terbatas. Sangat mungkin terjadi bahwa suatu pengaduan atas permasalahan disampaikan oleh tokoh masyarakat, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) lokal, pers atau kelompok masyarakat lainnya. Pengaduan masyarakat disuarakan secara formal, namun terkadang hanya menjadi bahan gunjingan di antara mereka.

2. Isi pengaduan

Adalah permasalahan yang diadukan pihak pengadu. Keluhan dapat menyangkut berbagai macam hal, seperti kesalahan prosedur, kesalah sikap staff manajemen, kualitas pelayanan dan sebagainya.

3. Unit penanganan pengaduan

Adalah satuan yang disediakan oleh setiap unit institusi untuk mengelola dan menangani pengaduan yang berasal dari manapun dan melalui saluran manapun. Hasil olahan dari unit ini adalah respon pengaduan.

4. Respon pengaduan

Adalah respon yang dihasilkan dari unit penanganan pengaduan di masing-masing institusi yang terkait dengan berbagai macam pengaduan. Respon ini kemudian disampaikan kepada pihak pengadu.

5. Umpan balik

Adalah penilaian pengadu atas respon atau jawaban masing-masing institusi mengenai permasalahan yang mereka ajukan.

6. Laporan penanganan pengaduan

(41)

Pengaduan muncul karena ketidaksesuaian antara harapan dan kenyataan atas pelayanan yang mereka terima. Hal ini menjadi suatu tantangan bagi penyelenggara pelayanan publik untuk selalu memberikan pelayanan yang berkualitas sesuai dengan apa yang diharapkan masyarakat. Pengaduan bertujuan untuk menyediakan sistem, prosedur dan mekanisme yang memungkinkan segala keluhan atau proses yang memungkinkan segala keluhan atau proses yang memungkinkan segala keluhan ataupun protes dari semua pihak dapat terkelola dengan baik sehingga tidak menimbulkan gejolak dan mengganggu kelancaran jalannya kegiatan suatu institusi pemerintah.

Menurut Gorton (2005), pengaduan merupakan bentuk timbal balik dari konsumen yang berisi informasi yang unik dan berharga, sehingga organisasi dapat memperhatikan peningkatan kualitas dan manajemen resiko. Dengan begitu maka pengaduan atau keluhan merupakan elemen penting bagi pengembangan suatu organisasi. Karena dengan adanya pengaduan, organisasi dapat mengetahui apa yang menjadi kelemahannya dalam menyelenggarakan pelayanan kepada masyarakat. Dengan mengetahui kelemahan tersebut, maka organisasi terdorong untuk meningkatkan kualitas pelayanannya. Oleh karena itu sudah seharusnya kini penyelenggara pelayanan publik serius menangani pengaduan masyarakat. Hal ini perlu dilakukan agar terselenggaranya pelayanan publik yang lebih baik.

Pengaduan pada hakihatnya merupakan masukan dari masyarakat bagi organisasi penyelenggara pelayanan publik agar dapat meningkatkan kuallitas pelayanannya. Menurut Islamy, pengaduan yang dikelola dengan baik akan mendatangkan manfaat atau keuntungan bagi organisasi yang mendapatkan keluhan, antara lain (Wibawa, 2009):

1. Organisasi semakin tahu akan kelemahan atau kekurangannya dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan

2. Sebagai alat introspeksi bagi organisasi untuk senantiasa responsif dan mau memperhatikan suara dan pilihan pelanggan

3. Mempermudah organisasi mencari jalan keluar untuk meningkatkan mutu pelayanannya

(42)

5. Dapat mempertebal rasa percaya dan kesetiaan pelanggan kepada organisasi pelayanan

6. Penanganan komplain yang benar dan berhasil bila meningkatkan kepuasan pelanggan.

Respon yang tepat dari organisasi terhadap masyarakat akan menimbulkan kepuasan terhadap pelanggan yang melakukan pengaduan sehingga mereka dapat menyebarkan pengalaman mereka kepada orang lain. Implikasinya organisasi dapat mempertahankan pelanggan mereka. Dalam kasus organisasi publik, respon yang tepat terhadap pengaduan akan dapat meningkatkan citra positif organisasi pemberi layanan. Dalam jangka panjang hal ini akan mampu meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap birokrasi pemerintah. Selain itu, manajemen pengelolaan pengaduan yang baik akan membantu organisasi publik untuk: mengidentifikasi wilayah atau bagian yang memerlukan perbaikan, membantu proses perencanaan dan pengalokasian sumber daya, dan sebagai alat bantu untuk melihat kepuasan pelanggan.

Davidow (2003) mengembangkan model manajemen keluhan pelanggan dalam menangani pengaduan. Model tersebut seperti tergambar sebagai berikut:

Gambar 2.1 Model Manajemen Keluhan Pelanggan

Sumber: Moshe Davidow. Organizational Responses to Customer Complaints:

(43)

Davidow (2003) mengungkapkan bahwa terdapat enam prinsip bagi suatu organisasi atau suatu sistem pengaduan. Keenam prinsip tersebut adalah:

1. Timeliness (ketepatan waktu dalam merespon pengaduan)

2. Facilitation (mekanisme atau prosedur untuk melakukan pengaduan) 3. Redress (manfaat atau keuntungan yang akan diperoleh apabila melakukan

pengaduan dalam bentuk kompensasi)

4. Apology (pengakuan dan permintaan maaf dari organisasi pelayanan) 5. Credibility (kemauan organisasi untuk bertanggungjawab dan menjelaskan

persoalan yang dikeluhkan)

6. Attentiveness (cara melakukan komunikasi dan pemberian perhatian) Sedangkan menurut Commonwealth Ombudsman dalam Better Practice Guide to Complaint Handling (2009: 9-16), terdapat lima prinsip fundamental yang harus dipenuhi dalam mekanisme pelayanan komplain, yaitu:

1. Fairness, semua komplain/pengaduan harus diperlakukan dengan adil. Keadilan disini harus bertumpu pada tiga hal; transparansi, kerahasiaan, dan ketidakberpihakan.

2. Accessibility, suatu sistem penanganan pengaduan harus mudah diakses oleh masyarakat yang melakukan pengaduan.

3. Responsiveness, suatu sistem penanganan pengaduan harus responsif terhadap kebutuhan dari pelapor. Hal ini memerlukan staff dan sumber daya yang memadai.

4. Efficiency, suatu sistem penanganan pengaduan harus efisien. Metode yang digunakan berbeda antara satu pengaduan dengan pengaduan lain. Suatu pengaduan harus ditangani dengan cara yang proporsional dan sesuai dengan materi yang dilaporkan.

(44)

Dari beberapa model penanganan keluhan yang dijelaskan sebelumnya, terlihat bahwa penanganan suatu pengaduan masyarakat merupakan suatu hal yang harus diperhatikan dalam suatu organisasi. Pengaduan yang masuk merupakan feedback atas kinerja organisasi dalam melakukan pelayanan. Apabila suatu pengaduan dapat ditanggapi dan ditangani dengan baik, maka ada kemungkinan terciptanya kepuasan dan loyalitas masyarakat. Sebaliknya, ketidakpuasan akan semakin besar apabila pengaduan yang diajukan masyarakat tidak diselesaikan dengan baik dan dapat mengakibatkan masyarakat berprasangka buruk dan sakit hati.

2.2.4 Efektivitas

Efektivitas merupakan unsur pokok untuk mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditentukan dalam setiap organisasi. Efektivitas merupakan hubungan antara output dengan tujuan, semakin besar kontribusi (sumbangan) output

terhadap pencapaian tujuan, maka semakin efektif organisasi, program atau kegiatan (Mahmudi, 2005:92). Berdasarkan pendapat tersebut, bahwa efektivitas mempunyai hubungan timbal balik antara output dengan tujuan. Semakin besar kontribusi output, maka semakin efektif suatu program atau kegiatan.

Kurniawan (2005) mendefinisikan efektivitas sebagai kemampuan melaksanakan tugas, fungsi (operasi kegiatan program atau misi) daripada suatu organisasi atau sejenisnya yang tidak adanya tekanan atau ketegangan diantara pelaksanaannya. Ukuran efektivitas dapat dilihat dari: keberhasilan program, keberhasilan sasaran, kepuasan terhadap program, tingkat input dan output,

pencapaian tujuan menyeluruh, sehingga efektivitas program dapat dijalankan dengan kemampuan operasional dalam melaksanakan program-program kerja yang sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya, secara komprehensif, efektivitas dapat diartikan sebagai tingkat kemampuan suatu lembaga atau organisasi untuk dapat melaksanakan semua tugas-tugas pokoknya untuk mencapai sasaran yang ditentukan sebelumnya (Armia, 2002).

(45)

organisasi mencapai tujuannya dan mencapai targetnya. Dengan demikian, efektivitas merupakan suatu sistem dimana input, proses, dan output-nya dapat membawa outcome yang menjadi tujuannya.

Kata efektif erat dengan kata efisien, dan seringkali kedua kata tersebut sering dicampuradukkan sehingga arti kata keduanya manjadi bias. Efektivitas memiliki pengertian yang berbeda dengan efisiensi. Seperti yang dinyatakan Zahnd (2006), Efektivitas yaitu berfokus pada akibatnya, pengaruhnya atau efeknya, sedangkan efisiensi berarti tepat atau sesuai untuk mengerjakan sesuatu dengan tidak membuang-buang waktu, tenaga dan biaya.

Berdasarkan pendapat diatas, terdapat perbedaan antara efektivitas dan efisiensi. Perbedaannya yaitu, efektivitas menekankan pada hasil atau efeknya dalam pencapaian tujuan, sedangkan efisiensi cenderung pada penggunaan sumber daya dalam pencapaian tujuan. Atau secara singkat, efisiensi berarti melakukan atau mengerjakan sesuatu secara benar (doing things right), sedangkan efektivitas melakukan atau mengerjakan sesuatu tepat pada sasaran (doing the right things).

2.2.5 Sistem Informasi

(46)

yang mengumpulkan, mengubah dan menyebarkan informasi dalam sebuah organisasi.

Berdasarkan beberapa penjelasan di atas, maka sistem informasi merupakan suatu sistem di dalam suatu organisasi yang merupakan kombinasi dari orang-orang, fasilitas, teknologi informasi, prosedur-prosedur dan pengendalian yang ditujukan untuk mendapatkan jalur informasi penting guna memproses tipe transaksi tertentu yang menyediakan suatu dasar informasi untuk pengambilan keputusan. Sistem informasi merupakan sekumpulan prosedur organisasi yang pada saat dilaksanakan akan memberikan informasi bagi pengambil keputusan dan atau untuk mengendalikan organisasi.

Sistem informasi merupakan kumpulan kegiatan yang diintegrasikan antara program kerja dan informasi ke dalam suatu server database sehingga keinginan suatu organisasi dalam mencapai tujuan dapat terwujud. Komponen sistem informasi merupakan sarana pendukung dalam mengoperasionalkan suatu data untuk mendapat sebuah informasi yang dibutuhkan. Orang membutuhkan sistem informasi untuk berkomunikasi satu sama lain dengan menggunakan berbagai jenis alat fisik (hardware), perintah dan prosedur pemrosesan informasi

(software), saluran komunikasi (jaringan), dan data yang disimpan (sumber daya data). Tanpa komponen-komponen seperti processor, memory, software, serta manusia sebagai pengguna program tersebut, semuanya tidak akan berjalan sebagaimana mestinya.

2.2.5.1Efektivitas Sistem Informasi

DeLone and McLean (2003) mengemukakan bahwa komponen dari kesuksesan sistem informasi mempunyai enam dimensi, yaitu kualitas sistem, kualitas informasi, kualitas pelayanan, penggunaan, kepuasan pengguna, dan keuntungan profit. Model ini dikenal dengan D&M Information System Model

(47)

Gambar 2.2. DeLone & McLean Information System Success Model

Sumber: William H DeLone, Ephraim R McLean. (2003). The DeLone and McLean Model of Information Systems Success: A Ten-Year Update.

1. Systems Quality (Kualitas sistem), digunakan untuk mengukur kualitas sistem teknologi informasi. Kuailtas sistem merupakan karakteristik yang diinginkan dari suatu sistem informasi, yaitu:

a. Mudah digunakan, dimana pengguna dapat lebih menguasai cara pengoperasian sistem tanpa perlu mengikuti training khusus. Jika pengguna telah mengerti bagaimana sistem dioperasikan, maka pengguna dapat mengoperasikan sistem dengan lebih baik dan user friendly.

b. Kesesuaian, dimana pengguna merasa cocok dengan sistem informasi yang ada sehingga memutuskan untuk menggunakannya. c. Ketersediaan, merupakan ketersediaan fitur-fitur dalam suatu sistem

informasi sehingga memudahkan pengguna.

d. Waktu respon, merupakan waktu respon dari sistem yang diakses oleh pengguna. Kecepatan respon sistem dapat mempengaruhi sikap pengguna dalam menggunakan sistem tersebut.

(48)

2. Information Quality (Kualitas informasi), mengukur kualitas keluaran/output

dari sistem informasi. Kualitas informasi merupakan karakteristik yang diinginkan dari output sistem seperti laporan manajemen atau website, yaitu: a. Mudah dimengerti, informasi yang ada pada sistem informasi mudah

dimengerti oleh pengguna.

b. Kelengkapan, sistem diharapkan dapat menghasilkan informasi yang dapat memenuhi kebutuhan penggunanya.

c. Relevansi, dimana jika pengguna menggunakan suatu sistem, maka informasi yang dihasilkan berguna dalam membantu proses kerja pengguna.

d. Keamanan, informasi yang dihasilkan suatu sistem dapat terjamin keamanannya.

e. Kekinian, informasi yang dihasilkan sistem merupakan informasi yang up to date.

f. Akurasi, informasi yang dihasilkan sistem merupakan informasi yang akurat dan dapat dipercaya.

3. Service Quality (Kualitas pelayanan), dalam mengukur kualitas pelayanan, suatu sistem informasi membutuhkan dukungan dari personel/staff dari organisasi. Kualitas pelayanan merupakan karakteristik yang diinginkan dari pelayanan sistem informasi, yaitu:

a. Keandalan, merupakan kemampuan staff dalam menjalankan suatu sistem informasi yang memberikan layanan kepada pengguna sistem. b. Empati, merupakan sikap dan kemaun yang ditunjukkan staff dalam

memberikan pelayanan sistem informasi.

c. Responsiveness, merupakan kecepatan reaksi staff dalam menanggapi pengguna sistem informasi.

4. Use (Penggunaan), mengukur penggunaan keluaran/output suatu sistem informasi oleh pengguna. Penggunaan merupakan karakteristik dari tingkat dan cara dimana pengguna memanfaatkan kemampuan sistem informasi, yaitu:

Gambar

Tabel 2.2 Pergeseran Paradigma dalam Penyampaian Pelayanan Publik
Gambar 2.1 Model Manajemen Keluhan Pelanggan
Gambar 2.2. DeLone & McLean Information System Success Model
Tabel 2.3 Operasionalisasi Konsep
+7

Referensi

Dokumen terkait

Mussen (Asih & Pratiwi, 2010) menyatakan bahwa perilaku prososial dilakukan secara sukarela dan bukan karena paksaan, aspek perilaku prososial meliputi 1)

penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) di SMA Negeri 2 Watansoppeng dalam penelitian ini dipilih karena dipandang

Sebelum tahun 1990an eksekutif hanya diukur kinerja mereka dari perspektif keuangan, sehingga terdapat kecenderungan eksekutif mengabaikan kinerja non keuangan seperti

Pada September 2016, kelompok Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan memberikan sumbangan inflasi sebesar 0,22 persen, dengan komoditas penyumbang inflasi adalah mobil dengan

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan berkah dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul

Strategi Komunikasi dalam mensosialisasikan Website LAPOR di Kota Makassar sudah menerapkan indikator penelitian yang berjalan sesuai dengan tujuan di luncurkan website

Kelompok II mengelompok pada tingkat kemiripan 36% memiliki 43 perbedaan karakter morfologi dan 6 persamaan karakter yang menyatukannya yaitu tidak terdapatnya cakram

Misalnya kita ingin melakukan ssh kepada sebuah server yang ada di dalam jaringan lokal kita dan kita berada di luar kantor serta menggunakan IP publik. Maka dari itu kita