• Tidak ada hasil yang ditemukan

20345 24379 1 PB

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan " 20345 24379 1 PB"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

ISSN :2301-9085

PROSES BERPIKIR KREATIF SISWA CAMPER DALAM PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SMP DITINJAU DARI PERBEDAAN JENIS KELAMIN

Agnes Dwigowati

Program Studi Pendidikan Matematika, Jurusan Matematika, FMIPA, Universitas Negeri Surabaya

e-mail: [email protected] Ismail

Program Studi Pendidikan Matematika, Jurusan Matematika, FMIPA, Universitas Negeri Surabaya

e-mail: [email protected]

Abstrak

Proses berpikir kreatif merupakan tahap berpikir kreatif seseorang untuk menemukan ide baru untuk menyelesaikan permasalahan dengan cara mensintesis ide, membangkitkan ide, dan menerapkan ide. Siswa camper adalah siswa yang berhenti pada pemecahan masalah yang telah dicapai. Selain itu, dalam menyelesaikan masalah, pasti akan terjadi perbedaan antara setiap individu khususnya siswa laki-laki dan siswa perempuan. Oleh karena itu, penting bagi guru untuk mempertimbangkan strategi pembelajaran yang bisa melatih proses berpikir kreatif siswa. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan proses berpikir kreatif siswa camper dalam pemecahan masalah matematika SMP ditinjau dari perbedaan jenis kelamin.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif yang dilaksanakan di SMP Negeri 1 Gedangan dengan jumlah subjek sebanyak empat siswa, masing-masing dua laki-laki dengan ketentuan dapat menyelesaikan dan belum dapat menyelesaikan permasalahan serta dua perempuan dengan ketentuan dapat menyelesaikan dan belum dapat menyelesaikan permasalahan. Data pada penelitian ini diperoleh dengan menggunakan angket, tes dan wawancara

Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa: 1) Pada tahap mensintesis ide, keempat subjek telah memenuhi meskipun dalam memahami permasalahan masih ada yang perlu membaca permasalahan berulang kali. 2) Pada tahap membangkitkan ide, ada sedikit perbedaan pada keempat subjek. Ada dua subjek yang memberikan jawaban cara alternatif. 3) Pada tahap menerapkan ide, setiap subjek memberikan jawaban yang berbeda-beda, dua diantaranya menghasilkan jawaban yang salah dan dua lainnya benar. Hal itu menunjukkan bahwa proses berpikir kreatif setiap individu berbeda-beda.

Kata Kunci: Proses Berpikir Kreatif, Adversity Quotient tipe camper, Masalah Matematika, Jenis Kelamin

Abstract

Creative thinking process is someone's creative thinking phases to find new ideas to solve problems with synthesize ideas, generate ideas, and implement ideas. Camper students are students who quit on solving the problem that has been achieved. Moreover, in solving problems, will inevitably occur differences between male students and female students. Therefore, it is important for teachers to consider strategies that can train students creative thinking process. The purpose of this research was to describe the creative thinking process of camper students in junior high school math problem solving based on gender differences.

This research is a qualitative descriptive which has been implemented in 1 Gedangan Junior High School with four students as subjects, two of them are boys which can solve and can’t solve the problems, then two remaining are girls which can solve and can’t solve the problems. Data in this study were obtained by using questionnaires, tests and interview.

The results of the research showed that: 1) In the synthesis stage of the idea, the four subjects have met although in understanding the problems still exist that need to read the problem repeatedly. 2) In the generating stage of the ideas, there is little difference in the four subjects. There are two subjects that provide answers to alternative ways. 3) In the applying stage of the idea, each subject gives different answers, two of which produce the wrong answer and the other two are true. It shows that the creative thinking process of each individual are different.

(2)

PENDAHULUAN

Pendidikan pada hakikatnya merupakan upaya untuk mengembangkan potensi yang dimiliki manusia. Dalam UU No. 20 Tahun 2003, menyebutkan bahwa pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Kualitas pendidikan yang baik dapat terlihat dari kemampuan berpikir siswa. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pikir berarti akal budi, ingatan, angan-angan, pendapat atau pertimbangan. Berpikir artinya menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu, serta menimbang-nimbang dalam ingatan.

Krulik dan Rudnick (dalam Wulantina, 2015) menggolongkan tingkatan berpikir yaitu dimulai dari ingatan (recall), berpikir dasar (basic thinking), berpikir kritis (critical thinking), dan berpikir kreatif (creative thinking). Munandar (2009), menyatakan bahwa kreativitas merupakan bakat yang secara potensial dimiliki oleh setiap orang, yang dapat ditemukenali (diidentifikasi) dan dipupuk melalui pendidikan yang tepat dan semua individu yang lahir memiliki potensi kreatif dengan tingkat yang berbeda-beda, potensi kreatif ini dapat dipupuk dan dikembangkan.

Berdasarkan data peringkat kreativitas yang tercatat dalam Competitiveness and Prosperity: The Global Creativity Index tahun 2015, yang dipublikasikan oleh Martin Prosperity Institute (MPI) bahwa Indonesia berada pada peringkat 115 dari 139 negara (MPI, 2015). Hal tersebut diduga karena kemampuan berpikir tingkat tinggi termasuk berpikir kreatif jarang dilatih (Munandar, 2009). Dalam dunia pendidikan, setiap individu dituntut untuk kreatif, itu sesuai dengan Tujuan Pendidikan Nasional yang tertulis dalam UU No. 20 Th. 2003.

Proses berpikir kreatif dalam penyelesaian masalah mempunyai berbagai macam tahapan. salah satu proses kreatif yang dikembangkan oleh Alex Osborn (dalam Siswono, 2004) yaitu Creative Problem Solving

(CPS), dengan tahapannya yaitu menemukan tujuan (objective finding), menemukan fakta (fact-finding), menemukan masalah (problem finding), menemukan ide (idea finding), menemukan solusi (solution finding), dan implementasi ide (idea implementation). Kemudian dikelompokkan oleh Siswono (2004) tahap-tahap CPS menjadi mensintesis ide, membangkitkan ide, dan menerapkan ide. Berpikir kreatif siswa dapat dilatih dengan cara menyediakan fasilitas pendukung, seperti guru memberikan sebuah permasalahan.

Stoltz (dalam Fauziyah, 2013) mengemukakan bahwa Adversity Quotient (AQ) adalah kecerdasan sesorang dalam menghadapi rintangan atau kesulitan

secara teratur dan menggolongkan kategori AQ ke dalam tiga tipe, yaitu kategori AQ tinggi (climber), kategori AQ sedang (camper), dan kategori AQ rendah (quitter). Diperoleh data penelitian bahwa dari 30 siswa yang mengerjakan angket ARP, terdapat 10 siswa pada kelompok quitter, 15 siswa pada kelompok camper, dan 5 siswa pada kelompok climber. Jadi, dalam satu kelas, jumlah siswa camper lebih mendominasi.

Salah satu mata pelajaran yang mendukung siswa untuk berpikir kreatif dalam pemecahan masalahnya adalah pelajaran matematika. Pemecahan masalah matematika yang dapat melatih proses berpikir kreatif salah satunya dapat diberikan dalam bentuk soal cerita atau uraian. Ketika proses menyelesaikan masalah yang berbentuk soal cerita atau uraian, pasti ada siswa yang mampu dan belum mampu untuk menyelesaikan permasalahan dengan tuntas dan benar. Selain itu juga pasti akan terjadi perbedaan antara individu satu dengan yang lainnya. Hal itu di dukung oleh penjelasan dalam Dalyono (2010), bahwa dua orang anak (yang kembar sekalipun) sangat mungkin berbeda dalam hal pembawaan, kematangan jasmani, intelegensi, dan keterampilan jasmaniah. Krutetski (dalam Shidiq, 2015) menjelaskan bahwa laki-laki lebih unggul dalam penalaran, perempuan lebih unggul dalam ketepatan, ketelitian, kecermatan, dan keseksamaan berpikir.

Materi perbandingan merupakan salah satu materi yang masalah-masalahnya sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari dan biasa diberikan dalam bentuk soal cerita yang kontekstual dan akan mendukung siswa untuk berpikir kreatif. Materi perbandingan diberikan pada jenjang SMP di kelas VII. Oleh karena itu, dalam penelitian ini peneliti mendeskripsikan tentang “Proses Berpikir Kreatif Siswa Camper dalam Pemecahan Masalah Matematika SMP Ditinjau dari Perbedaan Jenis Kelamin”.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, dirumuskan pertanyaan penelitian yakni bagaimana proses berpikir kreatif siswa camper dengan kategori yang mampu dan belum mampu menyelesaikan permasalahan dengan tinjauan perbedaan jenis kelamin. Agar dapat menjawab pertanyaan penelitian yang telah diuraikan, perlu adanya penjelasan mengenai beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini, diantaranya tahapan proses berpikir kreatif, masalah matematika, pemecahan masalah, Adversity Quotient, dan

karakteristik camper.

(3)

Sukmawati, 2015), mengatakan bahwa berpikir itu muncul karena ada sesuatu yang dipikirkan, keinginan terhadap kondisi tertentu, atau ketidakpuasan, semuanya selalu terjadi di dalam kehidupan manusia. Berpikir adalah suatu aktivitas mental yang tidak nampak untuk memahami sesuatu yang dialami atau mencari penyelesaian dari persoalan yang sedang dihadapi dengan cara menghubungkan bagian-bagian informasi dan tanggapan yang diperoleh untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi. Berpikir sering dilakukan untuk membentuk konsep, bernalar dan bepikir secara kritis, membuat keputusan, berpikir kreatif, dan memecahkan masalah.

Siswono (2008), menjelaskan bahwa berpikir kreatif merupakan suatu kegiatan mental yang digunakan seseorang untuk membangun ide atau gagasan baru secara fasih dan fleksibel. Ide dalam pengertian yang dimaksud adalah ide dalam menyelesaikan masalah matematika dengan tepat dan sesuai dengan permintaan. Ada beberapa tahapan untuk mengidentifikasi proses berpikir kreatif seperti tahapan yang dikemukakan oleh Wallas (Nurjannah, 2016) dengan tahapannya yaitu persiapan, inkubasi, iluminasi, dan verifikasi. Selain itu juga ada tahapan dari Creatif Problem Solving (CPS) yang dikemukakan oleh Osborn (Sidabutar, 2016) yaitu menemukan tujuan, menemukan fakta, menemukan masalah, menemukan ide, menemukan solusi, dan mengimplementasi ide. Berdasarkan tahap CPS yang dikemukakan oleh Osborn, kemudian Siswono (2004), mengelompokkan secara lebih ringkas menjadi 3 tahap, yaitu tahap 1 dan 2 termasuk mensintesis ide, tahap 3 dan 4 termasuk membangkitkan ide, serta tahap 5 dan 6 termasuk menerapkan ide.

Masalah adalah sebuah tantangan yang bisa dikatakan menyulitkan seseorang, namun sesuatu yang menyulitkan merupakan hal yang relatif. Hudojo (2001) mengemukakan bahwa suatu pertanyaan akan menjadi masalah jika seseorang tidak mempunyai aturan/hukum tertentu yang segera dapat digunakan untuk menemukan jawaban pertanyaan tersebut. Masalah yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu masalah matematika. masalah matematika adalah soal matematika non rutin yang solusi penyelesaiannya tidak dapat ditentukan dengan segera. Setiap masalah pasti berhubungan dengan pemecahan masalah. Pemecahan masalah matematika adalah aktivitas yang dilakukan siswa untuk menemukan solusi dari masalah-masalah khusus yang ada kaitannya dengan bidang studi tertentu. Ada berbagai langkah-langkah pemecahan masalah yang telah dijelaskan oleh beberapa ahli, salah satunya yang terkenal yaitu pemecahan masalah oleh Polya, dengan langkah-langkahnya

memahami masalah, membuat perencanaan, menyelesaikan masalah, dan memeriksa kembali.

Ketika dihadapkan pada permasalahan, setiap orang akan memiliki kemampuan dalam menyelesaikan permasalahan yang berbeda-beda. Kemampuan dalam menghadapi masalah dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya yaitu Adversity Quotient (AQ). Stoltz menjelaskan bahwa AQ merupakan kecerdasan seseorang dalam menghadapi kesulitan (Fauziyah, 2013). Stoltz juga mengelompokkan kategori AQ menjadi 3, yaitu quitter (AQ rendah), camper (AQ sedang), climber

(AQ tinggi). Dalam hal ini, semakin rendah tingkat AQ seseorang, maka semakin mudah putus asa orang tersebut dalam menghadapi kesulitan atau tantangan. Salah satu kategori AQ yang sering dijumpai dalam sekelompok siswa dalam proses belajar mengajar di sekolah adalah tipe camper. Hal tersebut didukung dengan beberapa hasil penelitian yang berkaitan dengan Adversity Quotient

yang telah dilakukan, salah satunya penelitian oleh Prameswari (2016). Tipe camper dalam karakteristiknya disebutkan bahwa seseorang yang masih memiliki kemauan untuk menghadapi masalah, namun tidak mau mengambil resiko terlalu berat. Orang tipe camper akan cepat merasa puas dengan apa yang telah diselesaikannya, mereka tidak memaksimalkan usahanya walaupun ada peluang atau kesempatan. Tapi padadasarnya, orang pada tipe camper ini masih bisa untuk dituntut kreatif, merekan akan berusaha untuk menyelesaikan permasalahan meskipun jawaban yang diperolehnya belum tentu benar.

Selain dari segi kecerdasan, perbedaan kemampuan dalam pemecahan masalah juga dapat dipengaaruhi dari faktor jenis kelamin. Hal itu dikemukakan oleh Hasanah (2010) bahwa ada perbedaan yang penting antara respons pria dan respons wanita terhadap situasi yang sulit.

Subarinah (2013) bahwa siswa laki-laki mempunyai kemampuan pengamatan kongkrit dan abstrak, analisis, sintesis, membuat pola rumit, membuat konjektur generalisasi, dan mengujinya pada jawaban yang diinginkanya. Sedangkan perempuan hanya mempunyai kemampuan pengamatan kongkrit, analisis sederhana, dan membuat pola sederhana, dan enggan mencoba perhitungan-perhitungan yang rumit.

METODE

(4)

Penelitian ini dilaksanakan di Kelas VII-I SMPN 1 Gedangan pada tahun ajaran 2016/2017. Subjek penelitian ini adalah empat siswa kelas VII-I yang tergolong siswa berkemampuan matematika sedang. Keempat subjek yang terpilih yaitu dengan ketentuan satu siswa camper berjenis kelamin laki-laki yang mampu menyelesaikan permasalahan, satu siswa camper berjenis kelamin laki-laki yang belum mampu menyelesaikan permasalahan, satu siswa camper berjenis kelamin perempuan yang mampu menyelesaikan permasalahan, dan satu siswa

camper berjenis kelamin perempuan yang belum mampu menyelesaikan permasalahan.

Data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu 1) Data hasil Angket ARP (Adversity Respon Profile), 2) Data hasil Tes Pemecahan Masalah Matematika (TPMM), dan 3) Data wawancara. Oleh karena itu, instrumen yang digunakanpun juga sama, yaitu 1) angket ARP, 2) TPMM, dan 3) Pedoman wawancara. Terdapat dua macam teknik yang digunakan dalam penelitian ini pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu 1) Teknik pengumpulan data yang terdiri dari angket, tes, dan wawancara, dan 2) Teknik analisis data yang meliputi data angket ARP, data hasil TPMM, dan data hasil wawancara.

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Analisis Data Hasil Adversity Response Profile (ARP)

Angket Adversity Response Profile (ARP) memiliki empat dimensi yang akan dinilai. Keempat dimensi tersebut digambarkan melalui pernyataan-pernyataan yang tercantum pada ARP. Angket ARP berisikan 30 peristiwa yang disertai 2 pertanyaan yang jawabannya menggunakan skala biopolar masing-masing 5 poin. Setiap pernyataan diberi keterangan simbol dimensi, seperti C, Or, Ow, R dan E. Pada pernyataan-pernyataan dari 30 peristiwa dalam ARP, terdapat 10 pernyataan positif yang diberi keterangan simbol dimensi ARP dengan tanda plus, seperti C+, Or+ dan Ow+, R+, dan E+, dan ada 20 pernyataan negatif yang diberi keterangan simbol dimensi dengan tanda minus, seperti C-, Or- dan Ow-, R-, dan E-.

Penilaian angket ARP dilakukan untuk peristiwa yang pernyataan negatif saja atau pernyataan yang

diberi keterangan simbol dimensi dengan tanda minus. Pengukuran tingkat AQ dirancang menggunakan tabel seperti berikut:

Peristiwa

Ke-C- Or- Ow- R-

E-1 2

Peristiwa

Ke-C- Or- Ow- R-

E-4 6 7 8 9 11 12 14 15 16 18 19 21 22 24 26 28 29

Cara perhitungannya yaitu dengan menjumlah masing-masing skor bedasarkan simbol dimensi yang terdapat pada ARP dengan tujuan untuk mendapatkan nilai AQ keseluruhan. Kemudian menggolongkan hasil ARP pada masing-masing tipe AQ.Untuk batasan skor kategori climber adalah

166, kemudian untuk skor kategori camper adalah

95

134

, dan untuk skor kategori quitter adalah

59.

2. Analisis Data Hasil Tes Pemecahan Masalah Matematika (TPMM)

Hasil Tes Pemecahan Masalah Matematika (TPMM) dianalisis dengan cara memeriksa hasil pengerjaan siswa.

3. Analisis Data Hasil Wawancara

Hasil wawancara yang telah dilakukan, dianalisis melalui reduksi data, penyajian data, dan penarikan simpulan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian dan pembahasan mengenai proses berpikir kreatif siswa camper dalam pemecahan masalah matematika SMP ditinjau dari perbedaan jenis kelamin. Analisis didasarkan pada hasil tes pemecahan masalah matematika dan wawancara.

Subjek yang diperoleh yaitu 1 subjek laki-laki yang mampu menyelesaikan permasalahan, 1 subjek laki-laki yang belum mampu menyelesaikan permasalahan, 1 subjek perempuan yang mampu menyelesaikan permasalahan dan 1 subjek perempuan yang belum mampu menyelesaikan permasalahan. Berikut analisis dari keempat subjek:

(5)

Analisis pertama, dilakukan oleh subjek dengan inisial nama ARF yang merupakan siswa berjenis kelamin laki-laki yang termasuk kategori camper, dan tergolong siswa yang berkemampuan matematika sedang yang mampu menyelesaikan permasalahan. Pada tahap mensintesis ide, subjek ARF dapat memahami permasalahan. Subjek ARF menjelaskan bahwa ada informasi yang tidak penting, karena tidak diperlukan untuk menyelesaikan masalah. Subjek dapat mengumpulak informasi-informasi yang terdapat pada permasalahan. Subjek menjelaskan bahwa permasalahan yang diberikan berkaitan dengan materi yang sudah dipelajari sebelumnya.

Pada tahap membangkitkan ide. Subjek ARF mempertimbangkan informasi-informasi yang terdapat pada permasalahan untuk menentukan materi yang berhubungan dengan permasalahan yang diberikan dan solusi penyelesaiannya. Subjek menggambarkan adanya lebih dari satu cara penyelesaian yang dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalaha, hal tersebut terlihat pada proses wawancara.

Pada tahap menerapkan ide. Subjek ARF menentukan dan menuliskan satu cara penyelesaian yang dianggap tepat untuk menyelesaikan permasalahan, meskipun subjek juga menjelaskan adanya cara lain. Subjek ARF tidak menuliskan cara lain yang dimaksud dalam lembar jawabannya, hanya saja subjek mengatakan cara lain itu pada proses wawancara. Langkah-langkah penyelesaian yang dipilih oleh subjek ARF cukup jelas, dan jawaban akhir yang diperoleh juga sudah benar.

Berdasarkan pembahasan dari subjek ARF di atas, subjek tetap berusaha memahami permasalahan, selain itu subjek juga hanya menuliskan satu cara penyelesaian saja meskipun sempat memikirkan adanya cara lain, dan subjek merasa puas dengan jawaban akhir yang diperolehnya. Hal tersebut sesuai dengan karakteristik camper, bahwa siswa camper

masih menunjukkan sejumlah inisiatif, beberapa usaha dan bisa mengerjakan sesuatu yang menuntut kreativitas.

2. Analisis Proses Berpikir Kreatif Siswa Camper dengan Jenis Kelamin Laki-Laki yang Belum Mampu Menyelesaikan Permasalahan Matematika SMP

Analisis kedua, dilakukan oleh subjek dengan inisial nama MN yang merupakan siswa berjenis kelamin laku-laki yang termasuk dalam kategori

camper dan tergolong berkemampuan matematika sedang yang belum mampu menyelesaikan permasalahan. Pada tahap mensintesis ide, subjek MN

dapat memahami permasalahan meskipun butuh beberapa kali membaca. Subjek dapat menjelaskan informasi-informasi yang terdapat dalam permasalahan. Subjek dapat memilah-milah informasi-informasi yang penting untuk digunakan dalam menyelesaikan permasalahan.

Pada tahap membangkitkan ide, subjek MN mempertimbangkan informasi apa saja yang diketahui untuk menentukan materi yang berkaitan dengan permasalahan dan cara penyelesaiannya. Subjek menyebutkan dan menjelaskan lebih dari satu materi yang berkaitan dengan permasalahan. Subjek menggambarkan cara penyelesaian berdasarkan materi yang berkaitan. Subjek hanya menjelaskan adanya satu cara penyelesaian dan memang subjek tidak memikirkan kemungkinan adanya cara lain yang bisa digunakan untuk menyelesaikan permasalaha, hal tersebut terlihat pada proses wawancara.

Pada tahap menerapkan ide, subjek MN belum bisa menentukan strategi penyelesaian dengan benar. Strategi yang dipilih oleh subjek belum menggambarkan adanya materi yang disebutkannya. Pada saat proses wawancara berlangsung, subjek menjelaskan langkah-langkah penyelesaian yang dipilihnya dengan cukup yakin, namun subjek mulai menyadari adanya kekeliruan dari langkah-langkah yang dipilihnya itu. Meskipun subjek menyadari adanya kekeliruan, subjek tetap menyelesaikan permasalahan hingga akhir. Terlihat pada lembar jawaban subjek MN bahwa langkah-langkah penyelesaian dan jawaban akhir yang diperoleh subjek MN masih belum benar.

Berdasarkan pembahasan dari subjek MN di atas, subjek dapat memahami permasalahan meskipun harus membaca hingga tiga sampai empat kali. Subjek tetap berusaha untuk memahami permasalahan tersebut. Subjek tetap menyelesaikan permasalahan yang diberikan hingga akhir, meskipun subjek merasa kesulitan untuk mengerjakan permasalahan dan jawaban akhir yang diperolehnya masih belum tepat. Hal tersebut sesuai dengan karakteristik siswa

camper, bahwa siswa camper memiliki kemauan menghadapi masalah akan tetapi tetap tidak mau mengambil resiko,sedikit semangat,melakukan beberapa usaha dan sudah merasa puas dengan kondisi atau keadaan yang telah dicapainya.

3. Analisis Proses Berpikir Kreatif Siswa Camper dengan Jenis Kelamin Perempuan yang Mampu Menyelesaikan Permasalahan Matematika SMP

(6)

dan tergolong berkemampuan matematika sedang yang mampu menyelesaikan permasalahan. Pada tahap mensintesis ide, subjek YCU dapat memahami maksud dari permasalahan. Subjek tidak menuliskan informasi-informasi yang diketahui dan juga informasi yang ditanya. Namun, dalam proses wawancara, subjek menjelaskan informasi-informasi apa saja yang diketahui dan ditanya. Subjek dapat memilah-milah informasi-informasi yang penting untuk digunakan dalam menyelesaikan permasalahan. Subjek YCU dapat menyatakan materi yang berhubungan dengan permasalahan melalui informasi-informasi yang terdapat dalam permasalahan.

Pada tahap membangkitkan ide, subjek YCU mempertimbangkan informasi-informasi yang terdapat dalam permasalahan untuk menentukan materi dan menemukan cara penyelesaiannya. Subjek YCU hanya menggambarkan satu cara penyelesaian. Hal tersebut terlihat pada proses wawancara.

Pada tahap menerapkan ide, subjek YCU menentukan strategi penyelesaian yang digunakan untuk menyelesaikan permasalahan. Subjek menuliskan satu strategi penyelesaian pada lembar jawabannya. Langkah-langkah yang dipilih oleh subjek YCU sesuai dengan penyelesaian secara umum dan cukup jelas. Subjek YCU hanya menuliskan satu cara penyelesaian dan menjelaskan bahwa tidak menemukan strategi lain yang bisa digunakan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Sehingga setelah melakukan pemeriksaan kembalipun, subjek YCU tetap yakin terhadap cara penyelesaian dan jawaban akhir yang diperolehnya. Langkah-langkah penyelesaian yang dipilih oleh subjek YCU sudah tepat dan jawaban akhir yang diperoleh juga sudah benar.

Berdasarkan pembahasan dari subjek YCU di atas, subjek dapat memahami permasalahan, meskipun subjek tidak menuliskan informasi yang diketahui dan ditanya pada lembar jawabannya. Subjek hanya menuliskan satu cara penyelesaian saja dan subjek merasa puas dengan jawaban akhir yang diperolehnya. Hal tersebut sesuai dengan karakteristik

camper, bahwa siswa camper memiliki kemauan untuk menghadapi masalah, mau melakukan beberapa usaha namun sudah merasa puas dengan kondisi yang telah dicapainya.

4. Analisis Proses Berpikir Kreatif Siswa Camper dengan Jenis Kelamin Perempuan yang Belum Mampu Menyelesaikan Permasalahan Matematika SMP

Analisis keempat, dilakukan oleh subjek dengan inisial nama LM yang merupakan siswa berjenis kelamin perempuan yang termasuk pada kategori

camper dan tergolong berkemampuan matematika sedang yang belum mampu menyelesaikan permasalahan. Pada tahap mensintesis ide, subjek LM dapat memahami permasalahan meskipun harus membaca soal secara berulang-ulang. Subjek dapat menentukan informasi-informasi apa saja yang diketahui dan informasi apa yang ditanyakan. Subjek dapat memilah-milah informasi-informasi yang penting untuk digunakan dalam menyelesaikan permasalahan. Subjek LM dapat menyatakan materi yang berhubungan dengan permasalahan.

Pada tahap membangkitkan ide, subjek LM mempertimbangkan informasi-informasi yang terdapat dalam permasalahan untuk menentukan materi yang berhubungan dengan permasalahan yang diberikan dan menggambarkan cara penyelesaian untuk menyelesaikan permasalahan. Subjek LM menjelaskan hanya satu cara penyelesaian di lembar jawabannya, namun subjek sempat memikirkan kemungkinan adanya cara atau strategi lain yang bisa digunakan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Hal itu terlihat pada proses wawancara.

Pada tahap menerapkan ide, subjek LM menentukan dan menuliskan satu cara penyelesaian. Subjek LM hanya menuliskan satu strategi atau cara penyelesaian pada lembar jawabannya, namun subjek sempat memikirkan adanya strategi lain yang bisa digunakan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.Langkah-langkah penyelesaian yang dipilih oleh subjek berdasarkan materi yang berkaitan dengan permasalahan. Subjek menjelaskan setiap langkah-langkah penyelesaiannya dengan rinci dan jelas, namun perhitungan yang dilakukan masih belum tepat, sehingga jawaban yang diperoleh juga masih belum tepat. Jadi, subjek LM belum bisa menyelesaikan permasaahan. Selama proses wawancara berlangsung, terlihat bahwa subjek kurang meyakini pada langkah-langkah pernyelesaian dan jawaban akhir yang diperolehnya, namun subjek tetap memilih strategi tersebut untuk menyelesaikan permasalahan.

Berdasarkan pembahasan dari subjek LM di atas, subjek dapat memahami permasalahan meskipun harus membaca berulang-ulang hingga tiga kali. Subjek tetap berusaha untuk memahami permasalahan tersebut. Subjek tetap menyelesaikan permasalahan yang diberikan hingga akhir, meskipun subjek merasa kesulitan untuk mengerjakan permasalahan dan jawaban akhir yang diperolehnya masih belum tepat. Langkah-langkah penyelesaian yang tertulis pada lembar jawaban sudah runtutn dan tertulis rapi. Hal tersebut sesuai dengan karakteristik siswa camper,

(7)

masalah akan tetapi tetap tidak mau mengambil resiko,sedikit semangat,melakukan beberapa usaha dan sudah merasa puas dengan kondisi atau keadaan yang telah dicapainya.

PENUTUP Simpulan

Berdasarkan analisis data yang telah ditulis peneliti pada bab IV, dapat disimpulkan bahwa “Proses Berpikir Kreatif Siswa Camper dalam Pemecahan Masalah Matematika SMP Ditinjau dari Perbedaan Jenis Kelamin” berdasarkan tahap CPS sebagai berikut:

1. Proses Berpikir Kreatif Siswa Camper dalam Pemecahan Masalah Matematika SMP dengan Jenis Kelamin Laki-laki yang Mampu Menyelesaikan Permasalahan Matematika SMP

a. Pada tahap mensintesis ide, siswa dapat menyelesaikan permasalahan. Siswa dapat menuliskan dan menjelaskan informasi-informasi apa saja yang diketahui dan ditanya. Siswa juga dapat memilah-milah informasi yang penting untuk digunakan dalam menyelesaikan permasalahan. Siswa dapat menentukan materi yang berkaitan dengan permasalahan, yaitu materi perbandingan dan persegi panjang.

b. Pada tahap membangkitkan ide, siswa menggambarkan lebih lanjut informasi-informasi yang diketahui yang berhubungan Siswa mempertimbangkan rencana penyelesaian lebih dari satu cara penyelesaian.

c. Pada tahap menerapkan ide, siswa mampu menyelesaikan permasalahan dengan langkah-langkah dan jawaban akhir dengan benar. Siswa menjelaskan setiap langkah penyelesaian dari cara yang ia pilih dengan cukup baik, seperti dalam menentukan ukuran tanah sebenarnya hingga menghitung harga yang ditanyakan. Siswa juga memberikan penjelasan bahwa ada cara lain untuk menyelesaikan permasalahan tersebut selain dari cara yang ia pilih, namun cara lain tersebut tidak dituliskan pada lembar jawaban. Siswa telah melakukan pemeriksaan kembali dan meyakini setiap langkah dan cara penyelesaian yang dipilih sudah tepat.

2. Proses Berpikir Kreatif Siswa Camper dalam Pemecahan Masalah Matematika SMP dengan Jenis Kelamin Laki-laki yang Belum Mampu Menyelesaikan Permasalahan Matematika SMP a. Pada tahap mensintesis ide, siswa dapat

memahami permasalahan. Siswa dapat menuliskan dan menjelaskan informasi-informasi yang diketahui dan ditanya. Siswa dapat memilah-milah informasi yang penting dan tidak. Siswa

dapat menentukan materi yang berkaitan dengan permasalahan, yaitu materi perbandingan dan bangun datar persegi panjang.

b. Pada tahap membangkitkan ide, siswa kurang mampu menggambarkan lebih lanjut cara penyelesaian yang berhubungan dengan materi perbandingan maupun bangun datar persegi panjang. Siswa hanya mempertimbangkan satu rencana penyelesaian yang berkaitan dengan materi perbandingan dan persegi panjang. c. Pada tahap menerapkan ide, siswa belum dapat

menjawab permasalahan dengan benar. Langkah-langkah penyelesaian yang dituliskan dan dijelaskan siswa tidak berkaitan dengan materi perbandingan, bahkan tidak mencantumkan adanya materi perbandingan. Sehingga jawaban akhir yang diperoleh siswa masih belum tepat. Siswa tidak melakukan pemeriksaan kembali. 3. Proses Berpikir Kreatif Siswa Camper dalam

Pemecahan Masalah Matematika SMP dengan Jenis Kelamin Perempuan yang Mampu Menyelesaikan Permasalahan Matematika SMP

a. Pada tahap mensintesis ide, siswa dapat memahami permasalahan meskipun sempat mengalami kesulitan. Siswa dapat menyebutkan informasi-informasi yang diketahui dan ditanya yang terdapat dalam permasalahan, namun siswa tidak menuliskannya pada lembar penyelesaian. Siswa dapat membedakan informasi yang penting dan tidak untuk digunakan dalam menyelesaikan permasalahan. Siswa dapat menentukan materi yang berkaitan dengan permasalahan, yaitu materi perbandingan dan persegi panjang.

b. Pada tahap meningkatkan ide, siswa menggambarkan lebih lanjut dari informasi-informasi yang diketahui yang berhubungan dengan materi untuk menyusun strategi penyelesaian, seperti memilih menggunakan rumus perbandingan dan perkalian keliling dan luas persegi panjang. Siswa mempertimbangkan rencana penyelesaian yang berkaitan dengan materi keliling dan luas persegi panjang hanya satu cara penyelesaian. Sehingga siswa hanya memiliki satu cara penyelesaian.

(8)

kembali dan meyakini bahwa langkah-langkah dan jawaban akhir yang diperolehnya sudah benar. 4. Proses Berpikir Kreatif Siswa Camper dalam

Pemecahan Masalah Matematika SMP dengan Jenis Kelamin Perempuan yang Belum Mampu Menyelesaikan Permasalahan Matematika SMP a. Pada tahap mensintesis ide, siswa dapat

memahami permasalahan. Siswa dapat menuliskan dan menjelaskan informasi-informasi yang diketahui dan ditanya. Siswa dapat memilah-milah informasi yang penting untuk menyelesaikan permasalahan. Siswa dapat menentukan materi yang berkaitan dengan permasalahan, yaitu materi perbandingan dan bangun datar persegi panjang. b. Pada tahap membangkitkan ide, siswa dapat

menggambarkan lebih lanjut dari informasi-informasi yang diketahui yang berhubungan dengan materi untuk menyusun strategi penyelesaian, seperti memilih menggunakan rumus perbandingan dan bangun datar persegi panjang. Siswa menggambarkan rencana penyelesaian yang berkaitan dengan materi keliling dan luas persegi panjang lebih dari satu cara penyelesaian.

c. Pada tahap menerapkan ide, siswa belum bisa menyelesaikan permasalahan dengan benar. Siswa sempat menggambarkan lebih dari satu strategi penyelesaian, namun siswa kesulitan untuk menjelaskan strategi lain yang tidak dipilihnya. Langkah-langkah yang dituliskan subjek sudah runtun, hanya saja perkalian yang dilakukan masih kurang tepat, subjek masih kurang teliti. Siswa telah melakukan pemeriksaan kembali pada lembar jawabannya, siswa masih merasa ragu dengan jawaban akhir yang diperolehnya.

Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan ini, peneliti mengemukakan beberapa saran sebagai berikut: 1. Pada penelitian ini, kriteria subjek yang dipilih yaitu

hanya siswa yang mampu dan belum mampu menyelesaikan masalah, sedangkan pada penilaian soal uraian ada teknik penilaian yang dapat menggolongkan siswa tersebut dianggap mampu, kurang mampu, atau tidak mampu dalam menyelesaikan permasalahan. Oleh karena itu, penelitian ini sebaiknya dapat menjelaskan dengan lebih detail untuk kriteria subjek yang dipilihnya. 2. Pada penelitian ini, indikator proses berpikir kreatif

dalam pemecahan masalah yang digunakan untuk mengukur peroses berpikir kreatif siswa camper

masih belum khusus untuk siswa camper. Oleh karena itu, bagi peneliti lain hendaknya dapat menentukan

dan menggunakan indikator proses berpikir yang lebih dikhususkan pada subjek yang akan dipilih. 3. Pada penelitian ini, pertanyaan wawancara yang

diajukan oleh peneliti masih kurang mendalam, sehingga jawaban yang diberikan subjek kurang memuaskan. Hal ini mempengaruhi analisis hasil wawancara, sehingga proses berpikr kreatif siswa

camper masih kurang maksimal. Oleh karena itu, pertanyaan wawancara yang akan diajukan hendaknya dipersiapkan lebih optimal lagi, supaya dapat mengetahui proses berpikir kreatif siswa secara maksimal.

4. Dari saran-saran yang disebutkan di atas, diharapkan ada peneliti lain yang relevan dapat memperbaiki kelemahan yang terdapat dalam penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Dalyono, M. 2010. Psikologi Pendidikan Cetakan Ke-6. Jakarta: Rineka Cipta.

Fauziyah, Isna Nur Lailatul. 2013. Proses Berpikir Kreatif Siswa Kelas X Dalam Memecahkan Masalah Geometri Berdasarkan Tahapan Wallas Ditinjau Dari Adversity Quotient (AQ) Siswa.

Skripsi. Surakarta: Universitas Sebelas Maret. [Online],

(http://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/matematika/ article/view/676diakses pada 30 Desember 2016). Florida, Richard, Charlotta Mellander, Karen King. 2015. “Competitiveness and Prosperity: The Global Creativity Index”. Rotman: Martin Prosperity

Institute. [Online],

( http://martinprosperity.org/content/the-global-creativity-index-2015/ diakses pada tanggal 19 Januari 2017).

Nurjannah. 2016. Proses Berpikir Kreatif Siswa SMP Berdasarkan Tahapan Wallas Dalam Memecahkan Masalah Matematika Ditinjau Dari Adversity Quotient (AQ)”. Tesis tidak dipublikasikan. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya.

Prameswari, Ngestiramanda. 2016. Profil Pemecahan Masalah Matematika Siswa SMP Ditinjau dari Adversity Quotient(AQ). Skripsi. Tidak dipublikasikan. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya.

Shidiq, Ahmad Fajar. 2015. Profil Pemecahan Masalah Matematika Siswa SMP Ditinjau Dari Perbedaan Jenis Kelamin. Tesis tidak dipublikasikan. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya.

(9)

Creative Problem Solving (CPS) Ditinjau dari Kemampuan Matematika Siswa. Skripsi. Tidak dipublikasikan. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya.

Siswono, Tatag Yuli Eko. 2004. “Identifikasi Proses Berpikir Kreatif Siswa dalam Pengajuan Masalah (Problem Posing) Matematika Berpandu dengan Model Wallas dan Creative Problem Solving (CPS)”. Buletin Pendidikan Matematika Volume 6 Nomor 2, Oktober 2004.Ambon: Prodi Pend. Mat

FKIP UNPATTI. [Online],

(https://tatagyes.files.wordpress.com/2009/11/pap er04_wallascps1.pdf diakses pada tanggal 1 Maret 2017).

Siswono, Tatag Yuli Eko. 2010. Penelitian Pendidikan Matematika. Surabaya: UNESA University Press. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tentang

Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 Ayat (11). 2003. Jakarta: Presiden Republik Indonesia. [Online],

(http://hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_20_03.htm, diakses 17 Januari 2017).

Wulantina, Endah, Tri Atmojo Kusmayadi, Riyadi. 2015. “Proses Berpikir Kreatif Siswa dalam Pemecahan Masalah Matematika Ditinjau dari Kemampuan Matematika pada Siswa Kelas X MIA SMAN 6 Surakarta”. Jurnal Elektronik Pembelajaran Matematika Vol. 3, No. 6, hal 671-682 Agustus 2015. Solo: Universitas Negeri Solo. [Online], (http://download.portalgaruda.org/article.php? article=375714&val=5816&title=PROSES %20BERPIKIR%20KREATIF%20SISWA %20DALAM%20PEMECAHAN%20MASALAH %20MATEMATIKA%20DITINJAU%20DARI %20KEMAMPUAN%20MATEMATIKAPADA %20SISWA%20KELAS%20X%20MIA

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Lusiana saehana (2013) menyatakan bahawa Keterampilan berpikir kreatif adalah keterampilan kognitif untuk memunculkan dan mengembangkan gagasan baru, ide baru

Untuk mengetahui tingkat berpikir kreatif siswa dan tahap Creative Problem Solving (CPS) siswa dalam memecahkan masalah matematika open-ended maka diberikan

Pada tahap mensintesis ide, subjek sudah selesai membuat soal yang diminta oleh peneliti berdasarkan situasi yang diberikan menggunakan materi perbandingan

Dalam berpikir perubahan, seseorang diharapkan memiliki pola pikir yang produktif karena pola pikir seperti inilah yang akan menciptakan ide-ide baru sekaligus dapat membuat

Menurut Arnyana, berpikir kreatif adalah penggunaan dasar proses berpikir untuk mengembangkan atau menemukan gagasan atau ide atau hasil yang asli (orisinil),

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kreativitas merupakan kemampuan seseorang dalam menuangkan ide atau gagasan melalui proses berpikir kreatif untuk

Berpikir kreatif adalah kemampuan seseorang untuk menemukan berbagai kemungkinan cara dalam menemukan solusi, baik berupa gagasan maupun proses penyelesaian yang merupakan mengkombinasi

Hasil penelitian ini menunjukkan proses berpikir kreatif siswa berkemampuan matematika tinggi dalam mengajukan masalah matematika kontekstual pada 1tahap mensintesis ide didasarkan pada