HUBUNGAN KREATIVITAS DENGAN KEMAMPUANPROBLEM SOLVINGPADA SISWA DI MTs AL MUSTHOFA MOJOKERTO
SKRIPSI
Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Studi
Strata Satu (S1) Psikologi (S.Psi)
Umi Habibah B07212081
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
PER}IYATAAIY
Dengan ini saya menyatakan bahwa sluipsi yang berjudul "Hubungan Kreativitas dengan Kemampuan Problem solving pada siswa
di
MTs
Al
Musthofa Mojokerto" merupakan karya asli yang diajukan unhrk memperoleh gelar Sarjana Psikologi di universitas Islam Negeri sunan Ampel surabaya. Karya ini sepanjang pengetahuan saya tidak terdapal karya atau pendapat yang pemah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, keculai yang secarEr tertulis di acu dalarnnaskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka
Surabay4 24 Agustus 2016
HALAMAN PERSETUJUAN
Skripsi
Hubungan Ifueativitas dengan l(emampuan Problent Sobing pada Sisu,a di MTs
^1
54u511-rrrra \ Ioiokefio
Oleh Umi Habibah
B0-l I 108 1
Telah Disetujui untuk diajukan pada Seminar Skr;.psi
Surabaya,29 Juli2016
i(lrorriyatul 19771]l
Khotimah, M.Psi, Psikolog 1 620080 i 20 1 8
SKRIPSI
HT]BT]NGAN KREATTWTAS DENGA}I KEMAMPUAN PROBLEM SOLWNG PADA SISWA DI MTs AL MUSTHOFA MOJOKERTO
Yang disusun oleh Umi Habibah
B,07212081
Telah dipertahankan di depan Tim Penguji
Kesehatan
Susunan Tim Penguji
Penguji VPembimbing,
Dr. S. Khoniyatul Khotimah, M.Psi, Psikolog Nip. 19771 1 162008012018
Pepeuji II,
llniD
w2:
Dra. Hj. SitfAzizah Rahayu, Nip. 195510071
M.Si
1
Hj. Tatik
Nip-Sholetu M.Pd
b.
r9s91a/e199002100rt97605t12009122002 Penguji IV,
$
KEMENTERIAI\ AGAMA
T'NTVERSITAS
ISLAM I\TEGERI
SUNAN
AMPEL
SURABAYA
PERPUSTAKAAN
Jl. Jend. A. Yani I t7 Surabaya60237 Telp.031-8431972 Fax.031-8413300 E-Mail: perpus@uinsby.ac.id
Nama NIM
Fakultas/Jurusan E-mail address
:
UMI HABIBAHLEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademika UIN Sunan Ampel Swabaya, yang berandatangan di bawah ini, saya:
Penulis
dr'(
pmi
Habibah):
807272481:
PSIKOLOGI DAN KESEHATAN/PSIKOLOGI:
umi.habib ab229 4@gmail.comMoi
Demi pengembangan ilnau pengetahuan, menyetujui untuk membedkan kepada Pelpustakaan
UIN Sunan Ampel Sutabaya, Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif atas karya ilmiah :
M Sktipsi fl Tesis l-l Desertasi E
Lain-lain (.... ..
. . .. . .)yang beriudul :
Hubungan Kreativitas dengan Kemampr.a'l Pnblen Solairyptda Siswa di MTs Al Musthofa
Beserta perangkat yang dipedukan (bila ada). Dengan Hak Bebas Royaki Non-Ekslusifini Perpustakaan
UIN
Suoan Ampel Surabaya bethak menyimpan, mengalih-mediaffotmzt-kqn, mengelolarrya darlambentuk
pangkalandata
(database), mendistribusikarurya, dan menampilkan/mempublikasikannya di Intetnet atau media lain secata tulltextvlittk kepentingan akademis tzrnpl pedu meminta iiio dari saya selama tetap mencantumkan n2tna saya sebagai penulisfpencrpta dan atau penetbit yang bersangkutan.Saya betsedia untuk menangguog secara pribadi, taflpa melibatkan pihak Perpustakaan UIN
Sunan Ampel Surabay4 segala bentuk tufltutan hukum yang timbul atas pelanggamn Hak Cipta
dalam karfa ilnniah saya ini.
Demikian pemyataan niyangsaya buat dengan sebeaarnya.
INTISARI
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan kreativitas dengan kemampuan problem solving pada siswa di MTs Al Musthofa Mojokerto. Penelitian ini merupakan penelitian korelasi. Instrumen penelitian berupa skala kreativitas dan skala kemampuanproblem solving. Subjek penelitian berjumlah 48 siswa dari jumlah populasi 192 siswa dengan kriteria berjenis kelamin laki-laki dan perempuan secara seimbang, usia 12-16 tahun dan berada pada kelas unggulan dan reguler melalui teknik pengambilan sampling dengan simple random sampling.
Hasil penelitian dianalisis menggunakan teknik korelasi Product Moment dengan menggunakan SPSS versi 21.00 for Windows dengan taraf signifikansi sebesar 0,117 > 0,05, maka Ho diterima dan Ha ditolak. Secara signifikan dibuktikan dengan koefisien korelasi Product Moment sebesar 0,230. Koefisien korelasi menunjukkan adanya hubungan negatif antara kreativitas dengan kemampuan problem solving. Maka hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara kreativitas dengan kemampuanproblem solvingpada siswa.
ABSTRACT
The aim of this study was to determine the relationship of creativity and problem solving ability in students at MTs Al Musthofa Mojokerto. This research is a correlation. The research instrument is scale of creativity and problem solving ability scale. Subjects numbered 48 students from a population of 192 students with the criteria of sex men and women equally, aged 12-16 years and are in excellent class and regular class through sampling techniques with simple random sampling.
Results of the study were analyzed using product moment correlation technique using SPSS version 21.00 for Windows with a significance level of 0.117 > 0.05, then Ho is accepted and Ha rejected. Significantly evidenced by Product Moment correlation coefficient of 0.230. The correlation coefficient is negative indicate a relationship between the two variables. The results show that there is not a relationship between creativity and problem solving ability in students.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL... i
HALAMAN PENGESAHAN... ii
HALAMAN PERNYATAAN ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI... vi
DAFTAR TABEL... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
INTISARI... xi
ABSTRACT... xii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Rumusan Masalah ... 13
C. Tujuan Penelitian ... 13
D. Manfaat Penelitian ... 13
E. Keaslian Penelitian... 14
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Problem Solving... 19
1. PengertianProblem Solving... 19
2. Faktor-faktor yang MempengaruhiProblem Solving... 24
3. TahapanProblem Solving... 27
B. Kreativitas ... 28
1. Pengertian Kreativitas ... 28
2. Aspek-aspek Kreativitas... 34
3. Ciri-ciri Kepribadian Kreatif... 35
4. Proses Kreativitas... 40
5. Hambatan Kreativitas... 41
C. Hubungan Kreativitas dengan KemampuanProblem Solvingpada Siswa43 D. Landasan Teori... 46
E. Hipotesis... 49
BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel dan Definisi Operasional ... 50
1. Identifikasi Variabel... 50
2. Definisi Operasional... 50
B. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling... 52
1. Populasi ... 52
2. Sampel... 52
3. Teknik Sampling ... 51
C. Teknik Pengumpulan Data ... 53
D. Validitas dan Reliabilitas ... 56
1. Validitas ... 56
2. Reliabilitas ... 60
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian
1. Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian...65
2. Deskripsi Subjek... 66
B. Deskripsi dan Reliabilitas Data ... 68
1. Deskripsi Data ... 68
2. Reliabilitas Data ... 71
C. Analisis Data ... 75
1. Uji Normalitas Data ... 75
2. Pengujian Hipotesis... 76
D. Pembahasan ... 78
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 81
B. Saran ... 81
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1:Blue Print Skala KemampuanProblem Solving...54
Tabel 3.2:Blue Print Skala Kreativitas...55
Tabel 3.3: Skor Skala KemampuanProblem Solvingdan Kreativitas...55
Tabel 3.4: Sebaran Aitem Valid dan Gugur Skala KemampuanProblem Solving57 Tabel 3.5: Distribusi Aitem Skala Kemampuan Problem Solving Setelah Dilakukan Uji Coba...58
Tabel 3.6: Sebaran Aitem Valid dan Gugur Skala Kreativitas ...59
Tabel 3.7: Distribusi Aitem Skala Kreativitas Setelah Dilakukan Uji Coba ...60
Tabel 3.8: Hasil Uji Reliabilitas Skala Uji Coba ...62
Tabel 4.1: Pelaksanaan Penelitian...66
Tabel 4.2: Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ...66
Tabel 4.3: Karakteristik Subjek Berdasarkan Usia ...67
Tabel 4.4: Karakteristik Subjek Berdasarkan pada Tingkat Kelas ...67
Tabel 4.5: Deskripsi Data...68
Tabel 4.6: Deskriptif Data Berdasarkan Jenis Kelamin Responden ...69
Tabel 4.7: Deskripsi Data Berdasarkan Usia Responden...70
Tabel 4.8: Deskripsi Data Berdasarkan Tingkat Kelas Responden ...71
Tabel 4.9: Hasil Uji Estimasi Reliabilitas ...73
Tabel 4.10: Hasil Uji Normalitas Data...75
Tabel 4.11: Hasil Uji Linieritas Data ...76
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1:Blue PrintSkala KemampuanProblem Solving...87
Lampiran 2:Blue PrintSkala Kreativitas ...89
Lampiran 3: Skala KemampuanProblem Solving ...91
Lampiran 4: Skala Kreativitas ...96
Lampiran 5: Tabulasi Data Mentah Uji Coba Skala KemampuanProblem Solving ...100
Lampiran 6: Tabulasi Data Mentah Uji Coba Skala Kreativitas ...105
Lampiran 7: Skoring Data Uji Coba Skala KemampuanProblem Solving ...108
Lampiran 8: Skoring Data Uji Coba Skala Kreativitas ...113
Lampiran 9: Tabulasi Data Mentah Skala KemampuanProblem Solving...117
Lampiran 10: Tabulasi Data Mentah Skala Kreativitas ...118
Lampiran 11: Skoring Data Skala KemampuanProblem Solving...120
Lampiran 12: Skoring Data Skala Kreativitas ...122
Lampiran 13: Uji Validitas dan Reliabiltas Uji Coba Skala Kemampuan Problem Solving...124
Lampiran 14: Uji Validitas dan Reliabilitas Uji Coba Skala Kreativitas...128
Lampiran 15: Uji Reliabilitas Skala Kemampuan Problem Solving dan Skala Kreativitas dengan Bantuan SPSS 21for Windows ...131
Lampiran 16: Uji Normalitas Data dengan Bantuan SPSS 21for Windows...132
Lampiran 17: Uji Korelasi Data dengan Bantuan SPSS 21for Windows...135
Lampiran 18: Uji Linieritas Data dengan Bantuan SPSS 21for Windows...136
Lampiran 19: Surat Ijin Penelitian dari Kampus ...137
Lampiran 20: Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian ...138
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Suatu masalah pasti akan terjadi pada setiap diri individu. Masalah terjadi
ketika ada sesuatu yang menghalangi semua orang untuk sampai ke posisi
yang diinginkan. Dari kondisi saat ini ke kondisi yang menjadi tujuan
tertentu, smeua orang tidak mengetahui bagaimana mengatasi hambatan itu
(Lovett dalam Ling dan Catling, 2012). Hambatan seperti itu biasanya juga
dialami oleh siswa. Banyak siswa yang dikatakan telah mempelajari sesuatu
yang bermanfaat kecuali mereka sanggup menggunakan informasi dan
kemampuan untuk menyelesaikan soal.
Namun, banyak siswa (dan bahkan orang dewasa yang sesungguhnya
kompeten) mengalami kesulitan menyelesaikan tugas atau masalah yang
dihadapi. Oleh karena itu perlu adanya suatu proses yang dapat diajarkan dan
dipelajari oleh siswa yang disebut dengan problem solving (pemecahan
masalah) (Slavin, 2011). Dengan harapan bahwa dengan suatu proses
pemecahan masalah, siswa mampu menyelesaikan persoalan dengan
kemampuannya sendiri. Terlebih lagi masalah dalam sekolah ataupun
masalah pribadinya sebagai seorang remaja.
Problem Solving merupakan sebuah upaya untuk mengatasi rintangan
yang menghambat jalan menuju solusi (Sternberg, 2006). Maksudnya, dalam
2
diselesaikan agar tujuan tersebut bisa tercapai. Menurut Evans (1994) bahwa
suatu masalah dapat dipecahkan, dihapuskan, dan diputuskan. Artinya
masalah tersebut, perlu untuk kita pecahkan solusinya, kemudian
menghilangkan masalah tersebut dalam diri kita serta memutuskan cara dalam
menghadapinya.
Ling dan Catling (2012) menjelaskan Problem Solving sebagai
keterampilan individu dalam menjalankan skenario berbeda setiap harinya.
Mulai dari penyusunan jadwal kegiatan sehari-hari hingga munculnya suatu
masalah baru. Mayoritas diantara kita menjalani proses-proses ini tanpa
meyelesaikan masalah-masalah bahkan yang paling sederhana sekalipun.
Sehingga setiap harinya akan banyak suatu masalah-masalah yang berbeda
yang harus diselesaikan.
Menurut Nuzliah (2015) hal ini juga akan dialami oleh siswa di sekolah.
Dimana siswa akan dihadapkan pada tugas-tugas dan masalah-masalah dalam
menyelesaikan soal-soal ujian dengan baik. Terutama dalam menghadapi era
globalisasi ini, kemampuan berpikir kritis, kreatif, logis, dan rasional yang
semakin dibutuhkan. Oleh sebab itu, disamping diberi masalah-masalah yang
menantang selama dikelas. Seorang guru dapat juga memulai proses
pembelajarannya dengan mengajukan masalah yang cukup menantang dan
menarik bagi siswa.
Kurikulum saat ini dikembangkan melalui pendekatan pembelajaran yang
3
pembelajaran abad 21 yang menekankan kepada siswa untuk memiliki
kecakapan berpikir dan belajar (thinking and learning skill).
Kecakapan-kecakapan yang dikembangkan diantaranya adalah Kecakapan-kecakapan memecahkan
masalah, berpikir kritis, kolaborasi, dan kecakapan berkomunikasi (Kulsum
dan Nugroho, 2014).
Masalah yang paling urgen adalah kompetensi dan daya saing pelajar
Indonesia. Tuntunan era ini, tidak hanya sekedar secara formalitas memiliki
ijazah pendidikan tinggi, tapi lebih dari itu perlu sekali standar kompetensi,
yang terukur sesuai dengan matrik dan variabel yang ditetapkan pemerintah.
Urgensitas masalah daya saing karena menyangkut aspek kemandirian dan
produktivitas pelajar Indonesia. Jadi daya saing dan kompetensi menjadi
kunci yang harus dijawab di era ini.
Ujian yang paling aktual yang dihadapi pelajar adalah kompetensi. Wajib
belajar 12 tahun menghasilkan standar kompetensi yang masih belum
optimal. Pelajar Indonesia masih memiliki indeks daya saing yang lebih
rendah dibanding negara tetangga, Singapura dan Malaysia. Tugas kita
mengejar ketertinggalan, dengan terobosan dan inovasi di dunia pendidikan
(NU Post, 2016).
Dalam menghadapi masalah yang begitu kompleks, banyak remaja atau
siswa dapat mengatasi masalahnya dengan baik, namun tidak jarang ada
sebagian remaja yang kesulitan dalam melewati dan mengatasi berbagai
4
seringkali menjadi tidak percaya diri, prestasi sekolah menurun, hubungan
dengan teman menjadi kurang baik serta berbagai masalah dan konflik
lainnya yang terjadi. Hal serupa disebutkan oleh Setianingsih, dkk (2006)
bahwa remaja-remaja bermasalah ini kemudian membentuk kelompok yang
terdiri dari teman sealiran dan melakukan aktivitas yang negatif seperti
perkelahian antar pelajar (tawuran), membolos, minum-minuman keras,
mencuri, memalak, mengganggu keamanan masyarakat sekitar dan
melakukan tindakan yang dapat membahayakan bagi dirinya sendiri. Hal
tersebut membuktikan bahwa remaja di Indonesia masih banyak yang belum
mampu menyelesaikan masalahnya dengan baik.
Dalam Ismail dan Atan (2011) disebutkan bahwa kaidah penyelesaian
masalah ini dapat menyediakan peluang untuk pelajar mengaplikasikan
konsep, prinsip dan teori yang telah dipelajari. Ini bermakna ia dapat
menggalakkan pemikiran kritis, analitis, logis dan rasional. Selain daripada
itu ia dapat membina sifat keyakinan dan melengkapi pelajar-pelajar dengan
kemahiran menyelesaikan masalah. Proses penyelesaian masalah adalah satu
proses pendidikan yang membenarkan pelajar-pelajar menggunakan
kemahiran berfikir secara kritikal berdasarkan satu topik yang diberikan.
Polya dalam Ngilawajan (2013) memberikan 4 langkah sistematis dalam
memecahkan masalah, yaitu: Understanding the problem (memahami
masalah), Devising a plan (membuat rencana), Carrying out the plan
5
Oleh karena itu, kemampuan siswa dalam memecahkan suatu masalah
sangat dibutuhkan dalam pembelajaran saat ini. Nuzliah (2015) mengatakan
Problem solving (pemecahan masalah) siswa dalam belajar merupakan tugas
siswa untuk menunjang pendidikan. Siswa yang mampu memecahkan
masalah dalam belajar akan mampu mendapatkan hasil yang memuaskan.
Siswa yang tidak mampu memecahkan masalah dalam belajar akan
mengalami kegagalan untuk mencapai suatu tujuan. Proses Problem solving
(pemecahan masalah) siswa dalam belajar dipengaruhi oleh motivasi belajar
dan kreativitas.
Orang kreatif akan berhasil mencapai gagasan, ide, pemecahan masalah,
dan hal baru. Siswa yang kreatif yaitu siswa yang mampu menciptakan
ide-ide yang baru, dengan begitu memudahkan siswa untuk memecahkan
persoalan dalam belajar (Nuzliah, 2015). Sternberg (2006) menambahkan
bahwa dalam melakukan tahapan pemecahan masalah, harus diingat
pentingnya fleksibilitas dalam lingkaran pemecahan masalah tersebut. Serta
pemakaian langkah perumusan strategi yang melibatkan berpikir divergen
dan konvergen.
Menurut Suharnan (2005) bahwa berpikir divergen dan konvergen juga
terdapat dalam kreativitas. Guilford (dalam Suharnan, 2005) juga
menambahkan dalam teori struktur inteleknya bahwa diantara jenis berpikir
yang erat hubungannya dengan kreativitas adalah berpikir divergen. Namun
6
berpikir divergen sebagaimana yang diyakini oleh kebanyakan orang selama
ini. Berpikir divergen merupakan jenis kemampuan berpikir yang berpotensi
untuk digunakan ketika seseorang melakukan aktivitas atau memecahkan
masalah secara kreatif. Berpikir konvergen berorientasi pada satu jawaban
yang baik atau benar sebagaimana yang dituntut oleh soal-soal ujian pada
umumnya.
Pada umumnya bidang pendidikan lebih menekankan pada berpikir
konvergen, dimana para siswa diminta untuk mengingat informasi-informasi
faktual. Sehingga respon yang dihasilkan pada stimulus tersebut bersifat
sederhana, namun respon tersebut bukanlah ciri berpikir kreatif (Solso, dkk,
2007). Kelemahan pendidikan selama ini dalam konteksnya dengan
pengembangan potensi kreatif anak, menurut Gowan (dalam Ali dan Asrori,
2006), kelemahan pendidikan adalah kurangnya perhatian terhadap
pengembangan fungsi belahan otak kanan. Akibatnya, tidak sedikit anak-anak
yang sebenarnya memiliki potensi kreatif mengalami apa yang disebut
dengan istilahcreativity drop(penurunan kreativitas).
Menurut Munandar (2002) dalam uraiannya tentang pengertian
kreativitas menunjukkan ada tiga tekanan kemampuan yaitu : kemampuan
pembuat kombinasi baru, berdasarkan data, informasi, atau unsur-unsur yang
ada. Kemampuan berdasarkan data atau informasi yang tersedia, menemukan
banyak kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah, dimana penekanannya
7
yang secara operasional mencerminkan kelancaran, keluwesan, dan
orisinalitas dalam berpikir, serta kemampuan untuk mengelaborasi suatu
gagasan.
Santrock (2014) mendefinisikan kreativitas sebagai kemampuan untuk
berpikir tentang cara baru, dan tidak biasa, datang dengan solusi yang unik.
Kreativitas juga diartikan sebagai suatu aktivitas kognitif yang menghasilkan
suatu pandangan yang baru mengenai suatu bentuk permasalahan dan tidak
dibatasi pada hasil yang pragmatis (selalu dipandang kegunaannya) (Solso,
dkk, 2007).
Banyak orang yang mengatakan bahwa kreativitas hanya dimiliki oleh
orang-orang jenius saja dan hanya sedikit orang yang memiliki kemampuan
dalam berkreasi (Hurlock, 1999). Hal ini juga didukung dengan melihat
ranking kreativitas di Indonesia yang masih rendah. Dalam Global Creativity
Index, dalam kriteria Overall Global Creativity Index Ranking, Indonesia
menduduki angka 115 dari 139 negara di dunia. Indonesia masih tertinggal
jauh dengan negara-negara berkembang lainnya seperti Malaysia yang berada
pada angka 63 dan Thailand yang menduduki ranking 82. Sedang dalam
kriteria Global Creativity Class Rankings, Indonesia berada pada urutan 86
dari 93 negara dengan prosentase sebesar 7,95. Indonesia masih dibawah
Thailand yang berada pada angka 81 dengan prosentase sebesar 9,85 (Florida,
dkk, 2015). Dengan ranking yang diperoleh tersebut, membuktikan bahwa
8
Guilford (dalam Munandar, 2002) sendiri menekankan betapa penelitian
dalam bidang kreativitas sangat kurang. Gejala ini sampai sekarang masih
tampak di Indonesia. Perhatian terhadap kreativitas dan kesadaran akan
pentingnya kreativitas bagi dunia ilmu pengetahuan justru datang dari bidang
di luar Psikologi. Perusahaan-perusahaan mengakui besarnya makna
gagasan-gagasan baru. Banyak departemen pemerintah membutuhkan orang-orang
yang memiliki potensi kreatif-inventif. Kebutuhan-kebutuhan ini belum
cukup dapat dilayani.
Menurut Munandar (dalam Muhid, dkk, 2013) untuk mengembangkan
kreativitas dalam upaya untuk memecahkan masalah dapat dilakukan dengan
cara menanggulanginya secara langsung dan yang kedua adalah dengan
menyadari pengaruh-pengaruh yang menghambat proses pemecahan masalah
untuk kemudian menyingkirkannya dan akhirnya meniadakan
hambatan-hambatan tersebut. Oleh sebab itu, perlu adanya suatu proses dalam
membantu siswa dalam menumbuhkan sikap kreatif dalam memecahkan
masalahnya dalam pembelajaran. Karena sikap seseorang yang baik dan
terampil mendukung segala langkah dari suatu proses yang dilaluinya.
Menurut Putra dan Pratitis (2014) kendala dalam peningkatan kreativitas
tidak hanya tampak pada mahasiswa saja, namun juga pada dosen-dosennya.
Sebagian besar isi perkuliahan adalah proses belajar mengajar yang masih
terkesan konvensional, sehingga pemberian insentif, seperti referensi buku
9
dirasakan oleh mahasiswa. Hal ini membuat mahasiswa kurang terdorong
untuk meningkatkan aktivitas pikirannya sehingga wawasan kurang luas,
menganggap hal-hal baru/tidak biasa menjadi terasa aneh, dan kurang peka
akan masalah-masalah. Sehingga ketidakpekaan ini membuat para pelajar
atau pendidik menjadi kurang bisa mengembangkan sikap kreatif yang
dimilikinya.
Menurut Priambodo, dkk (2013) salah satu periode kritis dalam
perkembangan kreativitas adalah pada siswa usia SMP. Belum optimalnya
pengembangan kreativitas terbukti dari peringkat kreativitas orang Indonesia
yang masih rendah dibandingkan dengan negara lain. Oleh karena itu,
diperlukan adanya perubahan pada proses pembelajaran di SMP dengan
memasukkan metode pembelajaran yang bisa mengembangkan kreativitas
siswa.
Dalam penelitian ini, peneliti mengambil populasi siswa di MTs Al
Musthofa kelas VIII.Yang dimana MTs Al Musthofa ini memiliki visi “Jujur, Disiplin, Berani, Kreatif, dan Bertanggung Jawab”. Dari hasil observasi pada
hari Jum’at, 27 Mei 2016 menunjukkan bahwa 30% siswa di MTs Al Musthofa sangat meminati kegiatan kreatif, seperti halnya dalam beberapa
kegiatan ekstrakulikuler membatik, jurnalistik, pramuka, robotik, karya
ilmiah, voli, drum band, sholawat, dan beberapa ekstrakulilkuler lainnya. Dari
beberapa ekstrakulikuler tersebut memerlukan kreativitas siswa dalam
10
baik juga dituntut dalam beberapa ektrakulikuler tersebut seperti membatik
dan jurnalisitik. Tidak hanya dalam kegiatan ekstrakulikuler, dalam kegiatan
belajar mengajar sekitar 60% siswa di MTs Al Musthofa menunjukkan
prestasi belajar yang rendah. Beberapa dari siswa mengaku mengalami
kesulitan dalam mengerjakan soal-soal berdasarkan kurikulum 2013.
Sehingga hal itu menyebabkan menurunnya prestasi belajar yang rendah.
Akan tetapi, beberapa siswa yang mengikuti ekstrakulikuler mengaku
terbantu dengan pelajaran yang diajarkan dalam kegiatan di luar belajar
dalam mengatasi kesulitannya mengerjakan soal-soal serta beberapa masalah
yang dihadapinya. Dari hasil tersebut membuktikan bahwa ternyata
kreativitas membantu siswa dalam menyelesaikan masalah yang dihadapinya.
Selain itu, beberapa siswa di MTs Al Musthofa juga telah mencetak
beberapa prestasi membanggakan. Diantaranya adalah Juara II Regional
Olimpiade Matematika se-Jawa yang diadakan oleh UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, serta beberapa lomba pidato Bahasa Inggris dan Bahasa Arab se
Kabupaten Mojokerto. Tidak hanya dalam prestasi akademik saja, beberapa
siswa yang mengikuti ekstrakulikuler Jurnalistik juga sering membuat tulisan
di salah satu surat kabar ternama di Mojokerto serta prestasi lainnya yang
telah diraih hingga tingkat Provinsi seperti Juara II Voli di Ajang Kompetensi
Siswa Madrasah se Jawa Timur. Selain prestasi tersebut, siswa lulusan MTs
Al Musthofa juga tidak pernah mengalami ketidaklulusan saat menghadapi
11
tersebut membuktikan bahwa beberapa siswa MTs Al Musthofa telah mampu
memecahkan masalah akademik dan non akademik yang dilaluinya.
Pemilihan siswa SMP atas dasar pertimbangan bahwa usia anak menurut
Hergenhan dan Olson (2008) pada usia 11-15 tahun memiliki kemampuan
untuk berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan
dari informasi yang tersedia. Pada tahap ini, remaja telah memiliki
kemampuan untuk berpikir sistematis, yaitu bisa memikirkan semua
kemungkinan untuk memecahkan suatu persoalan. Seorang remaja pada tahap
ini sudah mempunyai ekuilibrium yang tinggi, sehingga ia dapat bepikir
fleksibel dan efektif, serta mampu berhadapan dengan persoalan yang
kompleks. Remaja dapat berfikir fleksibel karena dapat melihat semua unsur
dan kemungkinan yang ada. Dan remaja dapat berfikir efektif karena dapat
melihat pemikiran mana yang cocok untuk persoalan yang dihadapi.
Selain itu menurut Ali dan Asrori (2006), pada usia 11 tahun ke atas,
anak telah mampu mewujudkan suatu keseluruhan dalam pekerjaannya yang
merupakan hasil dari berpikir logis. Aspek perasaan dan moralnya juga telah
berkembang sehingga dapat mendukung penyelesaian tugas-tugasnya. Dilihat
dari perspektif ini, perkembangan kreativitas remaja berada pada posisi
seiring dengan tahapan operasional formal. Artinya, perkembangan
kreativitasnya, menurut Piaget sedang berada pada tahap yang amat potensial
12
Selain masalah kreativitas siswa, latar belakang penelitian ini didasarkan
pada kurangnya penelitian tentang kreativitas dan problem solving di
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya ini khususnya di Fakultas
Psikologi dan Kesehatan. Karena hal inilah maka perlu adanya
pengembangan penelitian kreativitas dan kemampuan problem solving.
Terlebih lagi melihat kreativitas mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan
Ampel Surabaya yang cukup baik. Sehingga perlu adanya pengembangan
lebih lanjut mengenai kreativitas dan kemampuan problem solving pada
mahasiswa.
Berdasarkan latar belakang masalah diatas diketahui bahwa tingkat
kreativitas yang tinggi juga akan berpengaruh pada proses memecahkan
masalah pada diri siswa. Oleh karena itu, peneliti ingin mengetahui lebih
dalam hubungan antara kreativitas siswa dengan kemampuanproblem solving
pada siswa di MTs Al Musthofa Mojokerto. Karena dalam sekolah tersebut
ditekankan nilai-nilai Islami pada diri siswa. Yang diharapkan siswa akan
mampu melalui segala ujian yang dilaluinya dengan baik sesuai dengan
keterampilan yang dimilikinya. Terutama dengan sikap kreatif yang dimiliki
oleh siswa dalam menghadapi segala tuntutan jaman. Akan tetapi, menurut
hasil wawancara dengan salah satu guru di sekolah tersebut, dalam
pengembangannya, guru BK dan siswa kurang memiliki keterkaitan yang
baik. Karena guru BK hanya akan beperan ketika siswa mengalami masalah
kenakalan atau bolos sekolah saja. Tetapi dalam mengarahkan yang tepat,
13
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah dalam penelitian ini
adalah adakah hubungan antara kreativitas dengan kemampuan problem
solvingpada siswa di MTs Al Musthofa Mojokerto?
C. TUJUAN PENULISAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kreativitas dengan
kemampuanproblem solvingpada siswa di MTs Al Musthofa Mojokerto.
D. MANFAAT PENULISAN
Dari hasil penelitian ini, diharapkan dapat memberi manfaat, baik secara
teoritis maupun praktis.
a. Manfaat Teoritis
1. Menambah wawasan tentang hasil penelitian dalam bidang
Psikologi, khususnya dalam Psikologi Pendidikan.
2. Memberikan informasi tambahan mengenai kreativitas dan
kemampuan siswa dalam memecahkan masalah (problem solving).
3. Membuka peluang bagi penelitian selanjutnya untuk topik yang
sejenis, khususnya di lingkup masyarakat Indonesia.
b. Maanfaat secara Praktis
1. Bagi siswa dapat membantu meningkatkan kemampuan berpikir
kreatifnya dan kemampuan memecahkan masalah (problem
14
2. Mampu memberikan suatu wacana pada masyarakat dan yang
lainnya, sehingga mereka memperoleh pengetahuan bahwa
kreativitas berhubungan dengan kemampuanproblem solving.
3. Dapat membentuk atau mengembangkan kreativitas melalui
kemampuan memecahkan masalah.
E. KEASLIAN PENELITIAN
Menurut Hawadi (2001) dikatakan bahwa anak usia 13-15 tahun dalam
suatu kelompok, khususnya dari anggota-anggota yang berlawanan jenis
membuat anak remaja mengendalikan perilaku mereka. Hal ini sama halnya
dengan gang-age dimana si remaja menyesuaikan diri dengan tujuan agar
bisa diterima oleh kelompoknya.
Pada usia ini pula siswa memiliki kemampuan berpikir secara abstrak,
menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia.
Pada tahap ini, remaja telah memiliki kemampuan untuk berpikir sistematis,
yaitu bisa memikirkan semua kemungkinan untuk memecahkan suatu
persoalan (Hergenhan dan Olson, 2008).
Hal ini juga didukung oleh beberapa penelitian seperti yang dilakukan
oleh U. Kulsum dan S.E. Nugroho dalam “Penerapan Model Pembelajaran
Cooperative Problem Solving Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman
Konsep dan Komunikasi Ilmiah Siswa Pada Mata Pelajaran Fisika” yang
mengatakan bahwa cooperative problem solving meningkatkan kemampuan
15
Penelitian lain yang dilakukan oleh Dhika Rizqi Damayanti, Agung
Nugroho Catur S dan Sri Yamtinah dalam “Upaya Peningkatan Kreativitas
Dan Prestasi Belajar Melalui Penerapan Model Pembelajaran Problem
Solving Disertai Hierarki Konsep Pada Materi Hidrolisis Garam Siswa Kelas
XI Semester Genap SMA Negeri 1 Ngemplak Tahun Pelajaran 2013/2014”
juga dikatakan bahwa Problem Solving disertai hierarki konsep dapat
meningkatkan kreativitas siswa (48,00 % pada siklus I meningkat menjadi
76,00 % pada siklus II) dan prestasi belajar siswa (aspek kognitif 68,00%
pada siklus I meningkat menjadi 80,00% pada siklus II, aspek afektif siswa
74,49 % pada siklus I meningkat menjadi 79,40% pada siklus II) pada materi
pokok hidrolisis garam di kelas XI IPA 3 SMAN 1 Ngemplak tahun pelajaran
2013/2014.
Kemudian dalam Paksi Caponti Putra dan Niken Titi Pratitis dalam
“Hubungan Keterbukaan Terhadap Pengalaman dan Efikasi Diri dengan
Kreativitas” menyebutkan bahwa Individu yang kreatif selalu bergerak maju
dengan bereksplorasi, berimajinasi, dan yakin bahwa apapun yang
dilakukannya dapat menghasilkan sesuatu yang baru dan berguna.
Dan juga penelitian Eko Setianingsih, Zahrotul Uyun, dan Susatyo
Yuwono dalam “Hubungan Antara Penyesuaian Sosial Dan Kemampuan
Menyelesaikan Masalah Dengan Kecenderungan Perilaku Delinkuen Pada
Remaja” dikatakan bahwa ada hubungan antara penyesuaian diri dengan
16
Serta penelitian Sarimah Ismail dan Abreza Atan dalam “Aplikasi
Pendekatan Penyelesaian Masalah Dalam pengajaran Mata Pelajaran
Teknikal dan Vokasional di Fakulti Pendidikan UTM” dikatakan bahwa
pendekatan penyelesaian masalah sangat membantu dalam proses belajar
mengajar.
Kemudian penelitian lain yang dilakukan oleh Nuzliah dalam
“Kontribusi Motivasi Belajar, Kreativitas Terhadap Problem Solving
(Pemecahan Masalah) Siswa dalam Belajar Serta Implikasi Terhadap
Bimbingan dan Konseling di SMPN 29 Padang” mengatakan bahwa terdapat
kontribusi antara kreativitas dengan problem solving. Semakin tinggi
kreativitas semakin mudah siswa memecahkan masalah dalam belajar.
Hyuksoo Kwon, Eunsang Lee, dan Dongkuk Lee dalam “Meta-analysis
on the Effectiveness of Invention Education in South Korea: Creativity,
Attitude, and Tendency for Problem Solving” juga menjelaskan bahwa
terdapat efektivitas dalam pendidikan bagi siswa yang kreatif, bersikap, dan
tendensi dalam memecahkan masalah.
Hal ini juga didukung oleh Tugba Ozturk dan Bulent Guven dalam
“Evaluating Students’ Beliefs in Problem Solving Process: A Case Study”
disebutkan bahwa perlu adanya perhatian pada setiap individu dalam
menentukan desain pembelajaran untuk memecahkan suatu masalah. Ulf
17
kontribusi dalam memecahkan masalah dalam matematika dengan tingkat
Intelegensi, membaca dan usia.
Kemudian Susan H. Landry, Karen E. Smith, dan Paul R. Swank juga
meneliti “Responsive Parenting: Establishing Early Foundations for Social,
Communication, and Independent Problem-Solving Skills”yang menjelaskan
bahwa terdapat efek positif dalam lingkungan perkembangan melalui dua
grup dengan pemikiran divergen.
Dan dilanjutkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Fan-Ray Kuo,
Nian-Shing Chen, Gwo-Jen Hwang dalam “A Creative Thinking Approach To Enhancing The Web-Based Problem Solving Performance of University
Students”. Dalam penelitian ini dikatakan bahwa kemampuan berpikir kritis,
kemampuan berpikir kreatif dan kemampuan berpikir inferensial memiliki
korelasi yang signifikan ketika menggunakan pembelajaranproblem solving.
Hasil review beberapa jurnal menunjukkan bahwa problem solving dan
kreativitas memiliki hubungan serta menjadi tema dari penelitian-penelitian
yang umum dan dapat dikembangkan. Namun, dalam hal ini, peneliti
memiliki perbedaan yang terletak pada subjek penelitian, setting penelitian,
teknik pengambilan sampel, dasar teori, instrumen penelitian dan analisis
data. Serta hubungan yang dipakai dalam penelitian lain beberapa tidak
menggunakanproblem solving dan kreativitas, namun peneliti lebih berfokus
18
Oleh karena itu, peneliti ingin mengetahui hubungan antara kreativitas
dengan kemampuan problem solving pada siswa MTs Al Musthofa
Mojokerto dalam menghadapi masalahnya. Terutama pada siswa kelas VIII di
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. PROBLEM SOLVING
1. PengertianProblem Solving
Problem Solving oleh Evans (1994) diartikan sebagai aktivitas yang
dihubungkan dengan penyeleksian sebuah cara yang cocok untuk tindakan
dan mengubah suasana sekarang menjadi suasana yang dibutuhkan.
Artinya dalam setiap tahapan penyelesaian masalah, dibutuhkan sebuah
filter dalam menentukan cara yang baik untuk menyelesaikan masalah
tersebut. Dengan menyaring berbagai persoalan yang ada, seseorang akan
dengan mudah dalam melakukan sebuah proses problem solving dari
berbagai masalah yang dihadapinya.
Solso (2007) menjelaskan Problem Solving atau pemecahan masalah
adalah suatu pemikiran terarah secara langsung untuk menemukan suatu
solusi/jalan keluar untuk masalah yang spesifik. Yang ditandai dengan
proses tahapan penyelesaian masalah, yaitu:
1) Mengidentifikasi masalah
2) Representasi masalah
3) Merencanakan sebuah solusi
4) Merealisasikan rencana
5) Mengevaluasi rencana
20
Menurut Solso seseorang akan langsung mendapatkan solusi yang
terbaik dan spesifik dalam prosesnya. Kita akan mampu menemukan
banyak masalah dalam kehidupan sehari-hari kita, sehingga akan membuat
kita dapat memilih salah satu atau beberapa cara dalam menyelesaikan
masalah kita. Misalnya saja cara untuk menanggapi, memilih, menguji
respons yang dapat membantu kita dalam menyelesaikan masalah. Dengan
cara-cara tersebut kita akan semakin mudah dalam menyelesaikan masalah
yang kita hadapi.
Penyelesaian masalah juga diartikan oleh Slavin (2011) sebagai
kemampuan yang dapat diajarkan dan dipelajari. Sehingga kemampuan
tersebut juga akan menjadi sebuah pelajaran dan pengalaman dalam hidup
seseorang. Dengan adanya suatu pengalaman dan pelajaran tersebut
diharapkan seseorang akan lebih belajar untuk menjadi pribadi yang lebih
baik lagi.
Definisi problem solving lainnya juga diungkapkan oleh Ling dan
Catling (2012) yang diartikan sebagai keterampilan yang digunakan dalam
banyak skenario berbeda setiap hari, apakah dalam mengatur jadwal dalam
sehari atau menyusun rencana esai. Artinya seseorang yang menjalani
kehidupan akan selalu mendapatkan berbagai macam masalah yang
berbeda setiap harinya. Sehingga seseorang tersebut juga akan memiliki
keterampilan yang berbeda pula setiap harinya dalam menyelesaikan
21
semakin dewasa dalam mengambil segala solusi yang dipakainya untuk
kemudian diterapkannya kembali dalam masalah yang sama.
Davidoff (1988) juga menjelaskan bahwa proses pemecahan masalah
manusia biasanya didefinisikan sebagai suatu usaha yang cukup keras
yang melibatkan suatu tujuan dan hambatan-hambatannya. Seseorang yang
menghadapi satu tujuan akan menghadapi persoalan dan dengan demikian
dia menjadi terangsang untuk mencapai tujuan itu dan mengusahakan
sedemikian rupa sehingga persoalan itu dapat diatasi. Artinya bahwa
setiap orang yang memiliki suatu tujuan dalam mencapai segala hal yang
diinginkan akan menemui suatu masalah atau rintangan yang
menghadangnya. Akan tetapi, dengan tekad dan usaha yang dimilikinya,
seseorang itu akan terus berusaha melawan masalah dan rintangan tersebut
hingga akhirnya bisa mencapai tujuan yang diinginkannya.
Anderson (2005) mengatakan “problem solving is goal directed
behavior that often involves setting subgoals to enable the application of
operators”. Artinya pemecahan masalah adalah perilaku dengan tujuan
terarah yang seringkali melibatkan keadaan dari sebuah tujuan untuk
memungkinkan orang-orang yang menggunakannya. Sehingga, dalam
menggunakan tujuan yang baik, seseorang akan lebih melihat situasi serta
kondisi pada saat orang tersebut menyelesaikan masalah.
Oztruk dan Guven (2016) juga menambahkan bahwa problem solving
22
masalah untuk kemudian mencari informasi yang diperlukan untuk
diputuskan solusi pemecahannya dan dievaluasi solusinya. Artinya bahwa
seseorang yang menghadapi suatu masalah harus mencari sumber
informasi dari akar permasalahan tersebut terlebih dahulu. Sehingga
seseorang itu akan dengan mudah memutuskan sebuah solusi yang akan
dipakainya dalam memecahkan suatu masalah.
Adapun dalam Islam telah dijelaskan dalam QS. Al Mudatsir ayat 1-7
tentang pemecahan masalah. Sebagaimana berikut ini:
“ 1. Hai orang yang berkemul (berselimut), 2. bangunlah, lalu berilah peringatan! 3. dan Tuhanmu agungkanlah! 4. dan pakaianmu bersihkanlah, 5. dan perbuatan dosa tinggalkanlah, 6. dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak. 7. dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah.”
Dalam ayat di atas dijelaskan bahwa orang-orang yang sedang
menghadapi suatu masalah cenderung tidak segera menyelesaikaannya dan
memutuskan untuk menyendiri. Tetapi Rasul memerintahkan untuk
bertemu dengan orang lain dan menceritakan masalah yang sedang
dihadapinya. Kemudian diperintahkan untuk meyakini bahwa setiap
masalah adalah ujian dari Allah SWT. Selain itu, kita diperintahkan untuk
23
berpasrah diri kepada Allah SWT (Al Hikmah, 2008). Artinya ketika kita
menghadapi suatu masalah, seharusnya kita tidak menyendiri dan segera
menyelesaikan masalah serta berpasrah kepada Allah atas segala ujiannya.
“53. dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, Maka dari Allah-lah (datangnya), dan bila kamu ditimpa oleh kemudharatan, Maka hanya kepada-Nya-lah kamu meminta pertolongan. 54. kemudian apabila Dia telah menghilangkan kemudharatan itu dari pada kamu, tiba-tiba sebahagian dari pada kamu mempersekutukan Tuhannya dengan (yang lain)” (QS. An Nahl, 16:53-54).
Dalam Qur’an surat An Nahl ini mengandung makna bahwa kita harus bersikap waspada bahwa kenikmatan dapat melupakan Allah SWT dan
menyebabkan syirik kepadaNya. Kemudian kita diperintahkan untuk
menjaga keimanan dan meminta pertolongan kepada Allah SWT harus
terus dipertahankan (indonesian.irib.ir, 2014). Artinya bahwa setiap kita
menhadapi segala ujian dari Allah SWT, kita tidak boleh melupakanNya
dan harus terus mengingatnya serta meminta pertolongan kepada Allah
SWT.
Ayat-ayat Al qur’an di atas membuktikan bahwa sebagai manusia,
semua akan mengalami ujian dari Allah SWT berupa suatu masalah atau
24
mengingat Allah. Baik dengan berdoa memohon petunjukNya maupun
dengan bercerita kepada teman yang tepat. Hal tersebut sudah tercantum
dalam Al qur’an.
Jadi, problem solving merupakan suatu proses pemikiran dengan
tujuan terarah untuk menemukan jalan keluar dari sebuah masalah yang
dihadapi tersebut demi mencapai tujuan yang diinginkan, dengan melalui
enam proses tahapan penyelesaian masalah yang diantaranya adalah
mengidentifikasi, merepresentasi, merencanakan solusi, merealisasikan
rencana, mengevaluasi rencana dan mengevaluasi solusi.
2. Faktor-faktor yang MempengaruhiProblem Solving
Menurut Rakhmat (2001) terdapat empat faktor yang mempengaruhi
proses dalamproblem solvingyaitu :
a. Motivasi
Motivasi belajar yang rendah akan mengalihkan perhatian,
sedangkan motivasi belajar yang tinggi akan membatasi
fleksibilitas.
b. Kepercayaan dan sikap yang salah
Asumsi yang salah dapat menyesatkan pada pemahaman dalam
pembelajaran. Apabila terbentuk suatu keyakinan bahwa
kebahagiaan dapat diperoleh dengan kekayaan material.
25
Kecenderungan untuk mempertahankan pola pikir tertentu atau
melihat masalah sari satu sisi saja menimbulkan pemikiran yang
rigid.
d. Emosi
Dalam menghadapi berbagai situasi, tidak disadari terlibat secara
emosional. Emosi mewarnai cara berpikir disebagian manusia yang
utuh.
Menurut Solso (2007) kreativitas merupakan salah satu faktor yang
mendukung pemecahan masalah. Kreativitas merupakan suatu aktivitas
kognitif yang menghasilkan suatu cara baru dalam memandang masalah
atau solusinya. Seseorang yang kreatif akan dapat menyusun banyak ide
atau alternatif terhadap segala sesuatu yang membantu pemecahan
masalahnya. Ada masalah-masalah yang menuntut untuk berpikir kreatif,
seperti masalah dalam menciptakan sesuatu yang baru, masalah dalam
mengantisipasi suatu kejadian. Sehingga dalam menyelesaikan sebuah
masalah atau menghasilkan sesuatu yang baru, seseorang juga harus bisa
berpikir secara kreatif.
Ormrod (2008) mengatakan bahwa kemampuan untuk memecahkan
masalah berhasil tergantung pada sejumlah faktor yang berhubungan
dengan sistem pemrosesan informasi manusia. Faktor-faktor tersebut
26
Faktor-faktor tersebut juga memiliki tugas masing-masing dalam
mempengaruhinya.
Jadi, faktor yang mempengaruhi kemampuan problem solving adalah
motivasi, kepercayaan dan sikap yang salah, kebiasaan dan emosi,working
memory capacity, encoding,proses penyimpanan dan kreativitas.
Selain faktor yang mempengaruhi, dalam proses pemecahan masalah
juga terdapat faktor penghambatnya. Muhid, dkk (2013) menjelaskan
beberapa penghalang mental di dalam proses pemecahan masalah meliputi:
a. Functional Fixedness : seseorang hanya memandang suatu objek
berfungsi sebagaimana dirancang atau diinginkan oleh
pembuatnya.
b. Mental set : orang cenderung mempertahankan aktifitas mental
yang telah dilakukan secara berulang-ulang dan berhasil ketika ia
menghadapi masalah serupa namun di dalam situasi yang baru.
c. Perceptual Added Frame : bingkai tersamar ini membatasi gerak
langkah seseorang dalam mencari jalan keluar atas persoalan yang
dihadapi.
d. Informasi yang tidak relevan : penemuan fakta-fakta yang tidak
penting membuat fakta yang relevan menjadi bercampur aduk
dengan fakta yang tidak relevan sehingga membuat masalah
27
e. Masalah yang tidak jelas : beberapa masalah yang tidak jelas
seperti ill defined problem or unstructured problem dapat
menghalangi proses pemecahan masalah.
Jadi, faktor yang menghambat proses pemecahan masalah terdiri dari
lima hambatan. Yang diantaranya adalah functional fixedness, mental set,
perceptual added frame, informasi yang tidak relevan dan masalah yang
tidak jelas.
3. Tahapan KemampuanProblem Solving
Menurut Solso (2007) beberapa tahapan problem solving adalah
sebagai berikut:
1) Mengidentifikasi masalah : seseorang harus memahami masalah
terlebih dahulu dan mengenali gambaran pokok persoalan secara
jelas.
2) Representasi masalah : mempersepsi dan menginterpretasi pokok
persoalan. Yang meliputi : a. Apa yang menjadi permasalahan
sesungguhnya, b. Apa yang menjadi kriteria pemecahan, c.
Keterbatasan-keterbatasan tertentu, dan d. Berbagai macam
alternatif bagi pemecahan masalah.
3) Merencanakan sebuah solusi : Seseorang perlu mengidentifikasi
operasi yang terlibat serta strategi yang diperlukan untuk
28
4) Merealisasikan rencana : melaksanakan rencana atau strategi yang
telah dibuat untuk menyelesaikan masalah.
5) Mengevaluasi rencana : melihat dan mempertimbangkan kembali
semua strategi yang telah dibuat dan dilaksanakan untuk
menyelesaikan pokok permasalahan.
6) Mengevaluasi solusi : merefleksikan proses pemecahan masalah
yang lalu dan menyimpannya sebagai strategi dalam
menyelesaikan masalah yang sama di kemudian hari serta
memperbaiki apa yang masih kurang dalam strategi yang telah
direalisasikan.
Jadi, tahapan-tahapan dalam proses pemecahan masalah ada enam
tahapan. Yakni mengidentifikasi masalah, representasi masalah,
merencanakan sebuah solusi, merealisasikan rencana, mengevaluasi
rencana, dan mengevaluasi solusi.
B. KREATIVITAS
1. Pengertian Kreativitas
Dalam bahasa Yunani, istilah yang memiliki makna kreatif hanya
diperuntukkan bagi manusia, karena sifat kepercayaan mereka yang
antropomorfis sehingga tidak dikenal istilah kreatif khusus untuk Tuhan
atau para Dewa. Secara Etimologis istilah kreatif berasal dari bahasa Latin
dan merupakan istilah yang diperuntukkan baik untuk Tuhan, Dewa dan
29
menggunakan huruf Latin. Agama Kristen kemudian menganggap bahwa
istilah to create adalah mutlak (absolut) sehingga bermakna ex nihilo, dan
hanya Tuhan yang memiliki atribut ini (Tabrani, 2006). Artinya, bahwa
setiap manusia di dunia ini memiliki sikap kreatif atau pemikiran yang
kreatif yang dikaruniai oleh Tuhan sejak lahir. Namun, saat manusia mulai
berpikir kreativitas tersebut ada yang berkembang dengan baik atau
mungkin ada yang tidak berkembang.
Kreativitas adalah kemampuan untuk berpikir tentang cara baru, dan
tidak biasa, datang dengan solusi yang unik (Santrock, 2014). Cara
berpikir tersebut merupakan cara seseorang yang berbeda dalam
menghadapi suatu masalah. Artinya bahwa seseorang yang kreatif akan
cenderung menciptakan suatu perilaku yang baru dan berbeda dengan
orang lain. Menurut Munandar (2002) menyatakan bahwa kreativitas
adalah kemampuan yang mencerminkan kelancaran, keluwesan
(fleksibilitas) dan orisinalitas dalam berpikir, serta kemampuan untuk
mengelaborasi (mengembangkan, memperkaya, memperinci) suatu
gagasan. Cerminan kemampuan tersebut merupakan aspek-aspek dari
kreativitas itu sendiri. Dengan kata lain, seorang yang kreatif akan
memenuhi empat aspek yang ada dalam kreativitas tersebut.
Kreativitas juga diartikan oleh Solso (2007) sebagai suatu aktivitas
kognitif yang menghasilkan suatu pandangan yang baru mengenai suatu
30
dipandang kegunaannya). Artinya suatu pemikiran tersebut merupakan
pemikiran yang tidak hanya dipandang fungsinya saja. Melainkan juga
dipandang manfaat yang dihasilkan dari fungsi tersebut. Ali dan Asrori
(2006) mendefinisikan bahwa kreativitas adalah kemampuan untuk
menciptakan sesuatu yang baru. Sesuatu yang baru disini bukan berarti
harus sama sekali baru, tetapi juga sebagai kombinasi dari unsur-unsur
yang telah ada sebelumnya. Sehingga karya tersebut bukanlah hasil dari
duplikasi.
Munandar (1999) mengasumsikan bahwa kreativitas merupakan
sesuatu yang dimiliki atau tidak dimliki dan tidak banyak yang dapat
dilakukan melalui pendidikan untuk mempengaruhinya. Kreativitas juga
diartikan sebagai hasil dari proses interaksi antara individu dan
lingkungannya. Seseorang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh
lingkungan dimana ia berada, dengan demikian baik perubah di dalam
individu maupun di dalam lingkungan dapat menghambat upaya
kreativitas.
Torrance (dalam Ali dan Asrori, 2006) mendefinisikan kreativitas
sebagai suatu proses memahami kesenjangan-kesenjangan atau
hambatan-hambatan dalam hidupnya, merumuskan hipotesis-hipotesis baru, dan
mengomunikasikan hasil-hasil yang telah dirumuskan. Hal tersebut
membuktikan bahwa kreativitas merupakan proses untuk memahami suatu
31
Dalam Sternberg (2008) kebanyakan peneliti dibidang kreativitas akan
mendefinisikan secara luas kreativitas sebagai suatu proses memproduksi
sesuatu yang bernilai dan orisinil. Sesuatu disini bisa memiliki banyak
bentuk. Ia bisa berupa sebuah teori, sebuah tarian, sebuah zat kimia,
sebuah proses atau prosedur, sebuah cerita, sebuah simfoni ataupun yang
lain.
Menurut Suharnan (2005) dalam kreativitas, ada dua istilah yang
digunakan oleh para ahli yakni berpikir divergen dan berpikir konvergen.
Berpikir konvergen berorientasi pada satu jawaban yang baik atau benar
sebagaimana yang dituntut oleh soal-soal ujian pada umumnya. Sementara
itu, berpikir divergen adalah proses berpikir yang berorientasi pada
penemuan jawaban atau alternatif yang banyak.
Menurut teori struktur intelek yang diajukan Guilford (dalam
Suharnan, 2005) diantara jenis berpikir yang erat hubungannya dengan
kreativitas adalah berpikir divergen. Namun disini yang perlu dipahami
adalah bahwa kreativitas tidak sama dengan berpikir divergen
sebagaimana yang diyakini oleh kebanyakan orang selama ini. Berpikir
divergen merupakan jenis kemampuan berpikir yang berpotensi untuk
digunakan ketika seseorang melakukan aktivitas atau memecahkan
masalah secara kreatif.
Menurut Carl Rogers (dalam Munandar, 2009) mengatakan tiga
32
terhadap pengalaman, kemampuan untuk menilai situasi dengan patokan
pribadi seseorang, dan kemampuan untuk bereksperimen. Artinya bahwa
setiap orang yang kreatif harus memiliki salah satu atau semua kondisi
tersebut. Karena ketiga kondisi tersebut merupakan dorongan dari dalam
diri seseorang untuk menghasilkan sesuatu yang kreatif.
Sedangkan menurut Rose dan Nichols (2006) bahwa kreativitas juga
menuntut sebuah keberanian. Setiap orang yang kreatif harus berani dalam
menghadapi segala resiko dan rintangan yang dihadapinya. Seperti halnya
kegagalan dan kritik dari orang lain yang datang ketika pemikiran atau
tindakan kita berbeda dengan orang lain. Sebagai orang yang memiliki
sikap kreatif, semua rintangan tersebut harus dilalui untuk bisa mencapai
tujuan yang diinginkannya.
Adapun dalam agama Islam dijelaskan bahwa kreativitas itu penting
dalam diri manusia yang telah dijelaskan dalam QS. Ar-Ra’d:19 sebagai
berikut (Kompasiana, 2013):
“Adakah orang yang mengetahui bahwasanya apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu itu benar sama dengan orang yang buta? hanyalah orang-orang yang berakal saja yang dapat mengambil pelajaran”.
Yang dimaksud ayat diatas adalah, banyak orang yang dapat berpikir
33
dari setiap suatu permasalahan yang dihadapinya, hanya ada beberapa
orang yang berakal saja yang akan menuai hikmahnya. Sehingga tidak
semua orang yang memiliki pemikiran yang sama dengan orang lain.
Dalam berpikirpun, juga harus memilah-milah yang baik dan buruknya
agar bisa mendapat manfaat yang baik (Kompasiana, 2013).
Selain itu, kreativitas juga diibaratkan seperti sebuah kebaikan yang
dimana kebaikan itu akan membawa manfaat bagi umat manusia. Seperti
halnya dalam QS. Al Zalzalah ayat 7-8 berikut (Tamyiz, 2014):
“Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya Dia akan melihat (balasan)nya. Dan Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya Dia akan melihat (balasan)nya pula.”
ِإ
“Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya
kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang
dimanfaatkan, atau do’a anak yang sholeh” (HR. Muslim no.
1631)”
Kreativitas yang baik adalah seorang yang bergegas-gegas
melaksanakan kebaikan, kemudian ditiru orang lain, seperti seorang yang
shadaqah dalam hadits tersebut, sehingga orang banyak mengikutinya dan
34
perlu ditanamkan sebuah kreativitas yang baik yang akan membawa
manfaat bagi manusia lainnya. Seperti yang dikatakan dalam hadits di atas
bahwa kreativitas yang kita munculkan, akan membawa sebuah manfaat
bagi orang lain. Baik itu dalam ilmu pengetahuan, sedekah, ataupun dalam
membentuk anak yang sholeh-sholehah (Tamyiz, 2014).
Jadi, kreativitas sendiri merupakan suatu sikap yang mampu
menghasilkan suatu hal yang baru serta berbeda dari orang lain dengan
didasarkan pada manfaatnya, serta mampu dalam menerima segala
rintangan yang menghalanginya dan memiliki kemampuan dalam
berinteraksi dengan lingkungannya. Pemikiran atau tindakan tersebut bisa
melalui berbagai bentuk perilaku ataupun pengembangan dari sebuah
pemikiran yang telah ada. Sehingga sikap tersebut terlihat berbeda dari
yang lain. Sikap-sikap tersebut juga dioperasionalisasi meliputi
keterbukaan terhadap pengalaman baru, kelenturan dalam berpikir,
kebebasan dalam ungkapan diri, menghargai fantasi, minat terhadap
kegiatan kreatif, kepercayaan terhadap gagasan-gagasan sendiri, dan
kemandirian dalam memberi pertimbangan.
2. Aspek-aspek Kreativitas
Menurut Munandar (1999), ada empat aspek yang mempengaruhi
kreativitas, yaitu:
a. Kelancaran Berpikir (fluency), adalah banyaknya ide yang keluar
35
b. Fleksibilitas atau keluwesan, yaitu kemampuan untuk
menggunakan bermacam-macam pendekatan dalam mengatasi
persoalan, orang yang kreatif adalah orang yang kreatif dalam
berpikir, mereka dapat dengan mudah meninggalkan cara berpikir
yang lama dan menggantikan dengan cara berpikir yang baru.
c. Elaborasi, adalah kemampuan dalam mengembangkan gagasan
dan mengurai secara terinci.
d. Originalitas atau keaslian, yaitu kemampuan untuk mencetuskan
gagasan asli.
Selain itu, Munandar (2009) juga mengemukakan bahwa kreativitas
adalah kemampuan yang mencerminkan kelancaran, keluwesan
(fleksibilitas) dan orisinalitas dalam berpikir, serta kemampuan untuk
mengelaborasi (mengembangkan, memperkaya, memperinci) suatu
gagasan.
Jadi, aspek-aspek dalam kreativitas meliputi fluency (kelancaran),
flexibility (keluwesan), originality (keaslian), dan elaborasi
(keterperincian). Empat aspek inilah yang membuat seseorang terlihat
berkembang baik atau buruknya sikap kreatif yang dimilikinya. Dimana
sikap kreatif ini diberikan oleh Tuhan dari lahir.
3. Ciri-ciri Kepribadian Kreatif
Menurut Munandar (2009) biasanya anak yang kreatif selalu ingin
36
yang kreatif. Anak dan remaja kreatif biasanya cukup mandiri dan
memiliki rasa percaya diri. Mereka lebih berani mengambil resiko
daripada anak-anak pada umumnya. Artinya dalam melakukan sesuatu
yang bagi mereka amat berarti, penting, dan disukai, mereka tidak terlalu
menghiraukan kritik atau ejekan dari orang lain. Mereka pun tidak takut
untuk membuat kesalahan dan mengemukakan pendapat mereka walaupun
mungkin tidak disetujui orang lain. Orang yang inovatif berani untuk
berbeda, menonjol, membuat kejutan, atau menyimpang dari tradisi. Rasa
percaya diri, keuletan, dan ketekunan membuat mereka tidak cepat putus
asa dalam mencapai tujuan mereka. Tentang Thomas Edison dikatakan
bahwa dalam melakukan percobaan ia mengalami kegagalan lebih dari 200
kali, sebelum ia berhasil dengan penemuan bola lampu yang bermakna
bagi seluruh umat manusia.
Beberapa ahli psikologi kognitif dan kreativitas berusaha mengungkap
berbagai perilaku yang dapat dikategorikan sebagai perilaku kreatif. Salah
satu diantara penemuan penting adalah hasil penelitian Sternberg. Hasil
penelitian tersebut menunjukkan bahwa perilaku kreatif memiliki empat
dimensi (Suharnan, 2005):
1. Dimensi tanpa kubu (nonentranchment) :
a) Memperbaiki atau menyempurnakan aturan-aturan sepanjang
waktu.
37
c) Mengambil peluang atau memanfaatkan kesempatan
d) Cenderung mengetahui keterbatasan-keterbatasan yang
dimiliki dan mencoba apa yang menurut orang lain dianggap
tidak mungkin
e) Emosional
f) Memiliki semangat bebas
g) Membangun istana di langit (angan-angan yang tinggi)
h) Tidak konformis
i) Tidak ortodok
2. Dimensi Rasa Keindahan dan Imajinasi
a. Memiliki apresiasi terhadap seni, musik, dan seterusnya
b. Suka sendirian ketika sedang menciptakan sesuatu yang baru
c. Dapat menulis, menggambar, dan membuat komposisi musik
d. Memiliki cita rasa yang baik
e. Menggunakan bahan-bahan di sekitarnya dan dibuat sesuatu
yang unik dari bahan-bahan itu
f. Terjadi harmonisasi antara material dengan proses-proses
ekspresi
g. Imajinatif
3. Dimensi Kecerdasan atau Ketajaman Pandangan
a. Mempertanyakan norma-norma sosial, dogma-dogma, atau
asumsi-asumsi
38
c. Berpegang teguh pada suatu pendirian
4. Dimensi Rasa Ingin Tahu (curiousity)
a. Memiliki rasa ingin tahu ketika usia dini
b. Memiliki rasa ingin tahu yang tinggi
Csikszentmihalyi mengemukakan (dalam Munandar, 2002) sepuluh
pasang ciri-ciri kepribadian kreatif yang seakan-akan paradoksal tetapi
saling terpadu secara dialektis:
1) Pribadi kreatif mempunyai kekuatan senergi fisik yang
memungkinkan mereka bekerja berjam-jam dengan konsentrasi
penuh, tetapi tetap tenang dan rileks.
2) Pribadi kreatif cerdas dan cerdik, tetapi pada saat yang sama
mereka juga naif.
3) Ciri-ciri paradoksal ketiga berkaitan dengan kombinasi antara
sikap bermain dan disiplin.
4) Pribadi kreatif dapat berseling-seling antara imajinasi dengan
fantasi, namun tetap bertumpu pada realitas.
5) Pribadi kreatif menunjukkan kecenderungan baik introvert
maupun ekstrovert.
6) Orang kreatif dapat bersikap rendah diri dan bangga akan
karyanya pada saat yang sama.
7) Pribadi kreatif menunjukkan kecenderungan androgini psikologis,
39
8) Orang kreatif cenderung mandiri bahkan suka menentang, tetapi
di lain pihak mereka bisa tetap tradisional dan konservatif.
9) Kebanyakan orang kreatif sangat bersemangat bila menyangkut
karya mereka, tetapi juga sangat objektif dalam penilaian
karyanya.
10) Sikap keterbukaan dan sensitivitas orang kreatif sering
membuatnya menderita jika mendapat banyak kritik dan serangan
terhadap hasil jerih payahnya, namun disaat yang sama ia juga
merasakan kegembiraan yang luar biasa.
Sedangkan ciri pribadi kreatif menurut Munandar (2009) yang
diharapakan oleh guru sekolah dasar dan menengah adalah sebagai
berikut:
a. Penuh Energi
b. Mempunyai Prakarsa
c. Percaya Diri
d. Sopan
e. Rajin
f. Melaksanakan Pekerjaan Pada Waktunya
g. Sehat
h. Berani Dalam Berpendapat
i. Mempunyai Ingatan Baik