• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan fiqih murafa'at terhadap penggunaan saksi keluarga dalam pembuktian tindak pidana pada putusan PN Semarapura No: 44/Pid.B/2014/PN. Srp.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tinjauan fiqih murafa'at terhadap penggunaan saksi keluarga dalam pembuktian tindak pidana pada putusan PN Semarapura No: 44/Pid.B/2014/PN. Srp."

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN FIQIH

MURAFA’AT

TERHADAP PENGGUNAAN

SAKSI KELUARGA DALAM PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA

PADA PUTUSAN PN SEMARAPURA No: 44/ PID.B/ 2014/ PN.Srp

SKRIPSI

Oleh

Mohammad Abdulloh Muzakki NIM. C03213040

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel

Fakultas Syariah dan Hukum Islam

Jurusan Hukum Publik Islam

Program Studi Hukum Pidana Islam

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Skripsi yang berjudul “tinjauan fiqih murafa’at terhadap penggunaan saksi keluarga dalam pembuktian tindak pidana pada putusan pn semarapura no: 44/ pid.b/

2014/ pn.srp” merupakan hasil dari penelitian kepustakaan untuk menjawab dua

pertanyaan, yaitu Bagaimana penggunaan saksi keluarga dalam proses pembuktian tindak pidana pembunuhan dengan mutilasi pada putusan No: 44/ PID.B/ 2014/ PN Srp dan Bagaimana Tinjaun Fiqih Murafa’at terhadap penggunaan saksi keluarga dalam proses pembuktian tindak pidana pembunuhan dengan mutilasi dalam putusan No: 44/ PID.B/ 2014/ PN.Srp.

Data penelitian ini dihimpun melalui kajian teks, yang selanjutnya akan dianalisis menggunakan teknik deskriptif analisis dengan cara menggambarkan dasar hukum keputusan hakim terhadap saksi keluarga dalam prosers pembuktian. Selanjutnya menggunakan pola fikir deduktif yang dianalisis menggunakan hukum pidana islam.

Hasil penelitian ini diperoleh data bahwa keberadaan saksi keluarga dalam pembuktian putusan No: 44/ PID.B/ 2014/ PN.Srp bahwa saksi keluarga dikhawatirkan memberikan kesaksian dengan didasari ketidakadilan, karena dalam fiqih murafa’at syarat saksi harus memberikan kesaksiannya secara adil, sebagai syarat memberikan kesaksiannya tersebut yang diistilahkan dengan al-Adalah. Dengan tidak terpenuhinya syarat adil ini menyebabkan kesaksiannya tidak diterima. Dan saksi keluarga tidak dapat memberikan keterangannya dengan sumpah, akan tetapi diperbolehkan memberikan keterangan tanpa sumpah. Semua keterangan saksi yang diberikan tanpa sumpah dinilai bukan merupakan alat bukti yang sah, walaupum keterangan yang diberikan tanpa sumpah itu saling bersesuaian dengan alat bukti yang lain.

Sejalan dengan kesimpulan diatas maka diharapkan para penegak hukum merubah cara pandang kepada saksi bahwa saksi tidak sekedar menjadi alat bukti, namun memiliki kedudukan yang amat penting dalam peradilan pidana termasuk dalam peranan turut serta dalam penanggulangan upaya kejahatan.

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TRANSLITERASI ... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 7

C. Batasan Masalah... 8

D. Rumusan Masalah ... 8

E. Kajian Pustaka ... 9

F. Tujuan Penelitian ... 11

G. Kegunaan Hasil Penelitian ... 11

H. Definisi Operasional... 12

I. Metode Penelitian... 13

J. Teknik Analisis Data ... 16

(8)

BAB II PEMBUKTIAN DAN SAKSI KELUARGA DALAM FIQIH

MURAFA’AT

A. Pembuktian Dalam Fiqih Murafa’at ... 18

B. Saksi Dalam Fiqih Murafa’at ... 25\

C. Saksi Keluarga Dalam Fiqih Murafa’at ... 37

BAB III PENGGUNAAN SAKSI KELUARGA DALAM PROSES PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN DENGAN MUTILASI DALAM PUTUSAN NO. 44/PID.B/2014/PN.SRP DI PENGADILAN SEMARAPURA A. Deskripsi Terjadinya Tindak Pidana Pembunuhan ... 39

B. Saksi Keluarga Terhadap Proses Pembuktian Tindak Pidana Pembunuhan Mutilasi Dalam Putusan No: 44/PID.B/2014/PN.Srp ... 51

BAB IV PENGGUNAAN SAKSI KELUARGA DALAM PROSES PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN DENGAN MUTILASI DALAM PERSPEKTIF FIQIH MURAFA’AT A. Analisis KUHA{P (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Semarapura No: 44/PID.B/2014/PN.Srp Tentang Penggunaan Saksi Keluarga Dalam Proses Pembuktian Tindak Pidana Pembunuhan Dengan Mutilasi ... .. 57

B. Analisis Fiqih Murafa’at Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Semarapura No: 44/PID.B/2014/PN.Srp Tentang Penggunaan Saksi Keluarga Dalam Proses Pembuktian Tindak Pidana Pembunuhan Dengan Mutilasi ... .. 60

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 63

B. Saran ... 64

DAFTAR PUSTAKA ... 65

(9)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Peristiwa pembunuhan maupun penganiayaan terus mengalami perkembangan yang diiringi dengan gaya dan model yang sangat beragam, dari cara yang paling sederhana sampai yang sangat tercanggih. Banyak peristiwa kejahatan atau pembunuhan yang dapat disaksikan dan bahkan pembunuhan yang sudah melampaui batas kemanusiaan, moral dan hukum. Mutilasi awalnya merupakan sebuah tradisi yang telah terjadi selama ratusan tahun bahkan ribuan tahun, banyak suku-suku di dunia yang telah melakukannya di mana perbuatan tersebut merupakan suatu identitas mereka terhadap dunia, seperti suku Aborigin, Brazil, Amerika, Meksiko, Peru, dan suku Conibos. Pada umumnya mutilasi ini dilakukan terhadap kaum perempuan di mana tujuannya adalah untuk menjaga keperawanan mereka, yang sering disebut dengan Female Genital Mutilation (FGM). FGM merupakan prosedur termasuk pengangkatan sebagian atau seluruh bagian dari organ genetik perempuan yang paling sensitif.1 Mutilasi adalah pemotongan atau perusakan mayat, tidak jarang mempunyai motif kejahatan

1

(10)

2

seksual, di mana tidak jarang tubuh korban dirusak, dipotong-potong menjadi beberapa bagian.2

Pemeriksaan suatu perkara pidana didalam suatu proses peradilan pada hakekatnya adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid) terhadap suatu perkara agar nememukan suatu titik terang dalam penyelesain permasalahan tersebut. Hal ini dapat dilihat dari adanya berbagai usaha yang dilakukan oleh aparat penegak hukum dalam memperoleh bukti-bukti yang dibutuhkan untuk mengungkap suatu perkara baik pada tahap pemeriksaan pendahuluan seperti penyidikan dan penuntutan maupun pada tahap persidangan perkara tersebut.3

Wirjono Prodjodikoro, menjelaskan hukum acara pidana sebagai berikut.“Hukum acara pidana berhubungan erat dengan adanya hukum pidana, maka dari itu merupakan suatu rangkaian peraturan yang memuat cara bagaimana badan-badan pemerintah yang berkuasa, yaitu kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan harus bertindak guna mencapai tujuan negara dengan mengadakan hukum pidana.” Jadi, beliau sangat menggantungkan fungsi hukum acara pidana pada “menjalankan hukum pidana (materiil)”.4

Dalam pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil, maka Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang

2

Koesparmono Irsan, Kedokteran Forensik, (Jakarta: Sinar Grafika. 2008), 123. 3

http://fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_14.pdf . Diakses pada tanggal 24 April 2017.

4 Ibid, 7.

(11)

3

Hukum Acara Pidana (KUHAP) telah memiliki rumusan sistem pembuktian tersendiri,5 yaitu terdapat dalam Pasal 183 sampai dengan Pasal 202 KUHAP. Hukum Pidana formil (hukum acara pidana) yaitu mengatur tentang bagaimana negara melalui alat-alatnya melaksanakan haknya untuk memidana dan menjatuhkan pidana. Pembuktian merupakan masalah yang memegang peranan dalam proses pemeriksaan sidang pengadilan. Dalam persidangan nasib terdakwa dapat ditentukan melalu proses pembuktian apakah kesalahan terdakwa patut dihukum atau sebaliknya, karena pembuktian merupakan masalah yang memegang peranan penting dalam proses pemeriksaan sidang pengadilan. Masalah pembuktian ini adalah merupakan masalah yang pelik (ingewikkeld) dan justru masalah pembuktian menempati titik sentral dalam hukum acara pidana. Adapun tujuan dari pembuktian adalah untuk mencari dan menndapatkan kebenaran materil, dan bukanlah untuk mencarai kesalahan seseorang. Adapun pengertian dari pembuktian sendiri adalah usaha untuk memperoleh kepastian yang layak dengan jalan memeriksa dan penalaran dari hakim.6

Ditinjau dari perspektif sistem peradilan pidana, dalam proses pemeriksaan pidana sangatlah penting bagi setiap pihak terlibat dalam perihal pembuktian secara langsung, khususnya dalam hal menilai terbukti atau tidak terbuktinya kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa. Dan dalam hal

5

Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), 349. 6

(12)

4

pembuktian oleh saksi terdapat ketentuan siapa yang berhak bersaksi di muka persidangan, dan saksi dari pihak keluarga tidak dapat didengar keterangannya sesuai dengan pasal 168 KUHAP.7

Keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di sidang pengadilan, mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu ( pasal 184 jo pasal 1 angka 27). Keterangan itulah dalam menilai kebenaran keterangan seorang saksi, hakim harus sungguh-sungguh memperhatikan: (a) persesuaian antara keterangan saksi satu dengan yang lain; (b) persesuaian keterangan saksi dengan alat bukti yang lain; (c) alasan yang munghkin dipergunakan oleh saksi untuk memberikan keterangan yang tertentu; dan (d) cara hidup dan kesusilaan saksi serta segala sesuatu yang pada umumnya dapat mempengaruhi tidaknya keterangan itu dipercaya.8

KUHAP juga menganut asas unus testis nullus testis, satu saksi bukan saksi. Sebab dalam pasal 185 ayat (2) dinyatakan: “ keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah terhadap perbuatan yang didakwakan kepadanya. “ Namun ketentuan ini tidak berlaku apabila disertai dengan suatu alat bukti yang sah lainnya.9

7

KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana).

8

P.A.F Lamintang, Pembahasan KUHAP Menurut Ilmu Pengetahuan Hukum Pidana & Yurisprudensi,… 131.

9

Ibid; 132

(13)

5

Berdasarkan teori pembuktian dalam hukum acara pidana, keterangan yang diberikan oleh saksi di persidangan dipandang sebagai alat bukti yang penting10 dan utama. Hampir semua pembuktian perkara pidana, selalu didasarkan kepada pemeriksaan keterangan saksi, meskipun keterangan saksi bukan satu-satunya alat bukti namun sekurang-kurangnya di samping pembuktian dengan alat bukti yang lain, masih tetap selalu diperlukan pembuktian dengan alat bukti keterangan saksi.

Sedangakan dalam Hukum Pidana Islam pembuktian merupakan sesuatu hal yang sangat penting, sebab pembuktian merupakan esensi dari suatu persidangan guna mendapatkan kebenaran yang mendekati kesempurnaan. Didalam hukum Islam, pembuktian biasa disebut dengan Al-bayyina, Secara terminologi Al-bayyinah adalah membuktikan suatu perkara dengan mengajukan alasan dan memberikan dalil sampai kepada batas meyakinkan. Tengku Hasbi Ash Shiddiqy berpendapat, bahwa pembuktian sebagai segala sesuatu yang dapat menampakkan kebenaran, baik ia merupakan saksi atau sesuatu yang lain.11 Pembuktian merupakan salah satu tahapan yang menjadi prioritas yang harus di penuhi dalam penyelesaian suatu sengketa.

Adapun dalil tentang keharusan pembuktian ini didasarkan pada firman Allah SWT, Q.S Al-Baqarah (2) 282 yang berbunyi:

10

Suryono Sutarto, Hukum Acara Pidana Jilid I, (Semarang: Badan Penerbit UNDIP, 1991), 54. 11

Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Peradilan dan Hukum Acara Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1970), 139.

(14)

6

....

ﻯ ﹸ  ﺟﹺﻯ ﻯﹺ ﹺ ﻯ ﹺ ﺳ

ﹾ ﹺﹶﻓ

ﻯ ﻯ ﹶ ﻯﹲ ﺟ ﹶﻓﻯﹺ ﹶﺟ

ﻯﻯٰ ﺧﹸﹾ ﻯ

ﺣﹺﻯ ﱢ ﹶ ﹶﻓﻯ

ﺣﹺﻯﱠ  ﻯﹾ ﹶﻯِﺀ

ﻯ 

ﻋ ﻯ ﻯ ﹶﹺﻯُﺀ

ﻯ ﹾ

....

Artinya :…dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (diantaramu). jika tak ada dua oang lelaki, maka (boleh) seorang-orang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil…12

Hukum Islam juga mengenal tentang alat bukti dalam hukum islam yang merupakan unsur terpenting dalam proses pembuktian, macam-macam alat bukti dalam hukum Islam antara lain pengakuan, saksi, sumpah, qorinah, bukti berdasarkan indikasi-indikasi yang tampak dan pengetahuan hakim.13 Sedangkan di dalam hukum acara pidana Indonesia alat bukti yang sah menurut Undang-Undang adalah keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa.14

Hukum Islam melarang keluarga bersaksi dimuka pengadilan, Islam mengajarkan keadilan dalam proses berperkara, jika dalam proses pembuktian menggunakan saksi keluarga ini tidak mencerminkan rasa keadilan, karena saksi keluarga yang subjeknya adalah terdakwa jelas akan sedikit banyak berpihak pada terdakwa dan persaksiannya tidak akan mendatangkan kemaslahatan publik karena diduga tidak ada keadilan.

12

Kementrian Agama RI, Al-Quran Tajwid dan Terjemahnya Di Lengkapi Dengan Asbabun Nuzul dan Hadits Sahih, (Bandung: PT Sygma Examedia Arkanleema, 2007), 48.

13

Anshoruddin, Hukum Pembuktian Menurut Hukum Acara Islam dan Hukum Positif, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), 57

14

(15)

7

Berdasarkan uraian di atas tidak jarang dalam proses pengadilan menggunakan saksi keluarga dalam mengungkap fakta hukum dan fakta peristiwa karena keterbatasan alat bukti. Ini terjadi di dalam putusan Pengadilan Negeri Semarapura dalam putusan No: 44/PID.B/2014/ PN.Srp tentang pembunuhan mutilasi, di dalam proses pembuktian dalam kasus ini digunakan saksi keluarga yaitu istri terdakwa pembunuhan dengan mutilasi.

Dari latar belakang yang telah diuraikan di atas, yaitu mengenai penggunaan saksi keluarga dalam proses pembuktian, penulis tertarik untuk mengangkat permasalahan tersebut yang terjadi dalam putusan Pengadilan Negeri Semarapura.

A. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang masalah diatas maka masalah yang muncul dapat diidentifikasikan sebagai berikut:

1. Faktor yang melatarbelakangi putusan pengadilan Negeri Semarapura dalam hukum acara pidana terhadap pembunuhan dengan mutilasi. 2. Bagaimana pertimbangan hakim pengadilan negeri semarapura

mengangkat saksi keluarga terdakwa.

3. Bagaimana mekanisme pembuktian yang melibatkan saksi keluarga. 4. Bagaimana proses pembuktian yang melibatkan saksi keluarga

(16)

8

5. Bagaimana proses pembuktian yang melibatkan saksi keluarga menurut fiqih murafa’at

B. Batasan Masalah

Mengingat banyaknya masalah yang menjadi obyek penelitian ini, sangat penting kiranya ada pembatasan masalah sebagai berikut:

1. Penggunanan saksi keluarga dalam proses pembuktian tindak pidana pembunuhan pada putusan Nomor: 44/ Pid.B/ 2014/ Pn Srp menurut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

2. Penggunaan saksi keluarga dalam proses pembuktian tindak pidana pembunuhan mutilasi pada putusan Nomor: 44/ Pid.B/ 2014/ Pn Srp Pengadilan Semarapura menurut fiqih murafa’at.

C. Rumusan Masalah

Dari pemaparan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, maka rumusan masalah yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana penggunaan saksi keluarga dalam proses pembuktian tindak pidana pembunuhan dengan mutilasi pada putusan No: 44/ PID.B/ 2014/ PN Srp?

(17)

9

D. Kajian Pustaka

Dari hasil telaah kajian pustaka terhadap hasil penelitian sebelumnnya, penulis tidak menjumpai judul penelitian sebelumnya yang sama yang dilakukan oleh mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya. Tetapi penulis mendapatkanm hasil penelitian yang sedikit memiliki relevasi terhadap penelitian yang akan penulis lakukan, yaitu:

Pertama penelitian dengan judul: “Analisa Aspek Kriminologi Dalam Putusan Pengadilan Negeri Mojokerto Nomor: 691/Pid.B/2006/PN.MKRT Tentang Pembunuhan Berencana Ditinjau Dari Hukum Islam”.15 Hasil penulisan karya ini menjelaskan bagaimana aspek kriminologi dalam kasus pembunuhan berencana yang diputus Pengadilan Negeri Mojokerto, pembunuhan yang direncanakan terlebih dahulu yang ancaman pidananya paling berat dari seluruh kejahatan terhadap nyawa manusia. Pembunuhan berencana (Moord) merupakan suatu pembunuhan biasa (doodslag) tersebut dalam pasal 338 KUHP. Dalam skripsinya si penulis menggunakan metode dokumenter, yaitu putusan Pengadilan Negeri Mojokerto Nomor: 691/Pid.B/2006/PN.MKRT tentang pembunuhan berencana.

15

Rizal Khalid Efendi, “Analisa Aspek Kriminologi Dalam Putusan Pengadilan Negeri Mojokerto Nomor: 691/Pid.B/2006/PN.MKRT Tentang Pembunuhan Berencana Ditinjau Dari Hukum Islam”, (Skripsi, Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, 2009), 1.

(18)

10

Kedua Penelitian dengan judul: “Tindak Pidana Mutilasi Menurut KUHP Dalam Perspektif Al-Syatibi Tentang Pemeliharaan Jiwa”.16 Hasil penulisan karya ini menjelaskan tindak pidana mutilasi menurut Hukum Pidana Indonesia, artinya sebelum memotong tubuh korban, pelaku terlebih dahulu membunuh korban. Dengan kata lain, pelaku mutilasi melakukan pemotongan terhadap mayat, bukan terhadap orang yang masih hidup. Ada dua pendapat umum mengenai tindakan ini, pendapat pertama mengatakan bahwa tindakan ini termasuk tindakan yang kejam. Alasannya, selain membunuh pelaku jug melakukan pemotongan terhadap tubuh korban. Metode penelitian yang digunakan si penulis adalah studi pustaka yaitu mempelajari literatur serta dokumen yang ada hubungannya dengan permasalahan yang sedang dikaji terdiri atas berbagai pendapat ahli hukum, berbagai pendapat Ulama’.

Ketiga Penelitian dengan judul: “Tindak Pidana Pembunuhan Dengan Cara Mutilasi Menurut KUHP dan Hukum Pidana Islam (Studi Terhadap Putusan Pengadilan Militer III-12 Surabaya Nomor: 220-K/Pm.Iii-12/Ad/Xi/2010”. 17 Hasil penulisan karya ini menjelaskan tindak pidana mutilasi menurut Hukum Pidana Islam dan KUHP yang dilakukan oleh

16

Misbahul Ulum, “Tindak Pidana Mutilasi Menurut KUHP Dalam Perspektif Al-Syatibi Tentang Pemeliharaan Jiwa”, (Skripsi, Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, 2007), 1.

17

Adam Suhartono, “Tindak Pidana Pembunuhan Dengan Cara Mutilasi Menurut KUHP dan Hukum Pidana Islam (Studi Terhadap Putusan Pengadilan Militer III-12 Surabaya Nomor: 220-K/Pm.Iii-12/Ad/Xi/2010”, (Skripsi, Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Negeri Sunan Ampel Surabaya, 2015), 1.

(19)

11

anggota TNI. Dalam penelitian ini hanya terfokus pada kriminologi kejadian yang dilakukan anggota TNI pada tindak pidana pembunuhan dengan mutilasi tersebut dalam hukum islam dan KUHP.

Dalam penelitian ini, peneliti lebih menekankan terhadap penggunaan saksi keluarga dalam pembuktian tindak pidana di Pengadilan Negeri Semarapura, perbedaan dengan skripsi terdahulu adalah bahwa skripsi ini penulis memfokuskan pada pembuktian saksi keluarga dalam Hukum Acara Pidana Islam (Fiqih Murafa’at) dalam Putusan Pengadilan Semarapura Nomor: 44/ Pid.B/ 2014/ Pn Srp.

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang, focus kajian serta rumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui proses penggunaan saksi keluarga dalam pembuktian tindak pidana pembunuhan mutilasi di Pengadilan Negeri Semarapura.

2. Mengetahui tinjauan fiqih murafa’at terhadap penggunaan saksi keluarga dalam proses pembuktian tindak pidana pembunuhan mutilasi di Pengadilan Negeri Semarapura.

F. Kegunaan Penelitian

(20)

12

1. Secara teoritis, hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan rujukan untuk pengembangan ilmu pengetahuan serta memperkaya khazanah intelektual dan pengetahuan tentang penggunaan saksi keluarga dalam proses tindak pidana pembunuhan mutilasi dan peraturan perundang-undangan yang mengaturnya.

2. Secara praktis, dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi peneliti selanjutnya yang berkaitan dengan masalah penggunaan saksi keluarga dalam proses pembuktian tindak pidana pembunuhan dengan mutilasi.

G. Definisi Operasional

Demi mendapatkan pemahaman dan gambaran yang jelas tentang topik penetian ini, maka penulis akan menjelaskan beberapa unsur istilah yang terdapat dalam judul skripsi ini, diantaranya:

1. Fiqih murafa’at: peraturan-peraturan yang mengatur bagaimana caranya mengajukan suatu perkara kemuka persidangan.18 Dalam skripsi ini fiqih murafa’at dijadikan sebagai acuan untuk menganalisis putusan yang diangkat yang dianalisis menurut hukum acara pidana islam.

2. Saksi Keluarga adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan peradilan tentang suatu

18

(21)

13

perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri.

3. .Pembuktian Tindak Pidana: ketentuan yang membatasi sidang pen gadilan dalam usaha mencari dan mempertahankan kebenaran, baik oleh hakim, penuntut umum, terdakwa, atau penasihat hukum dan semuanya terikat pada ketentuan tata cara dan penilaian alat bukti yang ditentukan Undang-Undang.19

H. Metode Penelitian

Metode penelitian adalah metode yang akan diterapkan dalam penelitian yang akan dilakukan.20Dalam hal ini meliputi:

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini menggunakan penelitian pustaka (library research), yaitu penelitian yang menekankan sumber informasinya dari buku-buku hukum, jurnal dan literatur yang berkaitan atau relevan dengan objek penelitian.

Penelitan kepustakaan adalah salah satu bentuk metodologi penelitan yang menekankan pada pustaka sebagai objek studi.21 Dalam proses penelitian ini dibutuhkan tahapan-tahapan yang integral atau

19

Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), 25.

20

Bambang Wahyu, Penelitian Hukum Dalam Praktek, (Jakarta : Sinar Grafika,2002), 17. 21

(22)

14

lengkap, sehingga masalah yang dirumuskan mendapat proporsi yang tepat dan akurat sehinga dapat dipertanggungjawabkan.

2. Sumber Data

Sumber penelitian dalam skripsi ini yang sesuai dengan latar belakang dan rumusan masalah, akan dibagi menjadi dua yaitu: sumber yang bersifat primer dan sumber yang bersifat sekunder.

a. Sumber data primer adalah yang langsung memberikan informasi kepada pengumpul data.22 Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan sumber primer adalah Putusan Pengadilan Negeri Semarapura Nomor: 44/ Pid.B/ 2014/ Pn Srp.

b. Sumber data sekunder adalah yang secara tidak langsung memberikan informasi data kepada pengumpul data. Misalnya melalui orang lain atau dokumen.23 Dalam penelitian ini yang dimaksud sumber sekunder ialah:

1) Ibnu Qayyimn Al-Jauziyah, hukum acara peradilan islam, Terjemahan dari kitab (Al-Thuruq Hukumiyyah fi al-Siyasah al-Syari’iyah).

2) Hasbi Ash Shiddieqy, Peradilan dan Hukum Acara Islam. 3) Anshoruddin, Hukum Pembuktian Menurut Hukum Acara

Islam dan Hukum Positif

22

Sugiyono, Metode Penelitian…, 225. 23

Ibid; 225.

(23)

15

4) Andi Hamzah, Hukum Acara Peradilan Indonesia.

5) M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan Penerapan KUHAP.

3. Teknik Pengumpulan Data

Sesuai dengan bentuk penelitiannya yakni kajian pustaka (library research), maka penelitian ini dilakukan dengan cara mengumpulkan berbagai buku yang terkait dengan permasalahan yang diteliti, kemudian memilih secara mendalam sumber data kepustakaan yang relevan dengan masalah yang dibahas.

4. Teknik Pengolahan Data

Data-data yang diperoleh dari hasil penggalian terhadap sumber-sumber data akan diolah melalui tahapan-tahapan berikut:

a. Editing yaitu memeriksa kembali lengkap atau tidaknya

data-data yang diperoleh dan memperbaiki bila terdapat data-data yang kurang jelas atau meragukan.24 Teknik ini betul-betul menuntut kejujuran intelektual (intelectual honestly) dari penulis agar nantinya hasil data konsisten dengan rencana penelitian.

24

(24)

16

b. Organizing yaitu Suatu proses yang sistematis dalam

pengumpulan, pencatatan, dan penyajian fakta untuk tujuan penelitian.25

c. Analyzing yaitu menganalisis data-data analisa tinjuan terhadap hasil Putusan Pengadilan Samarapura Nomor: 44/ PID.B/ 2014/ PN Srp.dengan menggunakan kaidah, teori, dalil hingga diperoleh kesimpulan akhir sebagai jawaban dari permasalahan yang dipertanyakan.26

I. Teknik Analisis Data

Teknis analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan teknik deskriptif analisis, dimana penulis menggambarkan atau menguraikan sedetail mungkin mengenai penggunaan saksi keluarga dalam proses pembuktian tindak pidana pembunuhan mutilasi menurut tinjauan fiqih

murafa’at, mulai dari deskripsi kasus, penggunana saksi keluarga dalam

proses pembuktian, isi putusan kemudian dilakukan analisis berdasarkan data yang ada.

J. Sistematika Pembahasan

Adapun sistematika pembahasan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

25

Sonny Sumarsono, Metode Riset Sumber Daya Manusia, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2004), 66.

26

Ibid., 99

(25)

17

Bab I : Merupakan pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah,

identifikasi masalah, batasan masalah, rumusan masalah, kajian

pustaka, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, definisi operasional,

metode penelitian, teknik analisis data, dan sistematika pembahasan.

Bab II : Landasan teori fiqih murafa’at tentang pembuktian, yang terdiri

dari pengertian, dasar hukum, macam-macam alat bukti, pengertian

saksi, macam-macam saksi dan saksi keluarga dalam pembuktian

pidana Islam.

Bab III : Putusan Pengadilan Negeri Semarapura terhadap penggunaan saksi

keluarga dalam proses pembuktian tindak pidana pembunuhan

mutilasi, yang terdiri dari deskripsi terjadinya tindak pidana

pembunuhan mutilasi, penggunaan saksi keluarga dalam proses

pembuktian tindak pidana pembunuhan mutilasi.

Bab IV : Analisis, putusan Pengadilan Negeri Semarapura tentang

penggunaan saksi keluarga dalam proses pembuktian tindak pidana

pembunuhan mutilasi dalam perspektif fiqih murafa’at.

(26)

BAB II

PEMBUKTIAN DAN SAKSI KELUARGA

DALAM FIQIH MURAFA’AT

A. Pembuktian Dalam Fiqih Murafa’at

1. Pengertian Pembuktian

Menurut Sobhi Mahmassani yang ditulis oleh Anshoruddin, yang dimaksud dengan membuktikan suatu perkara adalah: “Mengajukan alasan dan memberikan dalil sampai kepada batas yang menyakinkan”. Yang dimaksud menyakinkan ialah apa yang menjadi ketetapan atau keputusan atas dasar penelitian dan dalil-dalil itu.1 Karena itu hakim harus mengetahui apa yang menjadi gugatan dan mengetahui hukum Allah terhadap gugatan itu, sehingga keputusan hakim benar-benar mewujudkan keadilan.

Pembuktian menurut istilah Bahasa arab berasal dari kata ”Al- Bayinah” yang artinya “suatu yang menjelaskan.” Ibn Al-Qayyim al- Jauziyah dalam kitabnya Al-Thuruq Hukumiyyah fi Siyasah al-Syari’iyah mengartikan “bayyinah” sebagai segala sesuatu atau apa saja yang dapat mengungkapkan dan menjelasakan kebenaran sesuatu. Secara terminologis, pembuktian berarti: “memberi keterangan dengan dalil

1

Anshoruddin, Hukum Pembuktian Menurut Hukum Acara Islam dan Hukum Positif. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), 114.

(27)

19

hingga meyakinkan.” Dalam arti luas, pembuktian berarti memperkuat kesimpulan hakim dengan syarat-syarat bukti yang sah, sedangkan dalam arti terbatas pembuktian itu hanya diperlukan apabila yang dikemukakan oleh penggugat itu dibantah oleh tergugat.2

Bukti, secara global, merupakan sebutan segala sesuatu yang menjelaskan dan mengungkap kebenaran. Terutama dua orang saksi, atau empat orang saksi, atau satu orang saksi yang tidak berhalangan haknya untuk menjadi saksi atas nama dua orang saksi. Al-Qur’an menyebut pembuktian tidak hanya semata-mata dalam arti dua orang saksi. Akan tetapi juga dalam arti keterangan, dalil dan alasan, baik secara sendiri-sendiri maupun komulasi.3

Jika ternyata keterangan yang mereka berikan memenuhi syarat materiil yakni keterangan yang mereka buat berdasarkan pendengaran, pengelihatan, atau pengalaman sendiri, kemudian keterangan yang mereka berikan saling bersesuaian dengan saksi atau alat bukti lainnya, keterangan yang mereka berikan sah dan bernilai sebagai alat bukti. Oleh karena keterangan yang mereka berikan sah dan bernilai sebagai alat bukti, keterangan itu dengan sendirinya mempunyai nilai kekuatan pembuktian. Jadi bukan sekedar memberi keterangan, melainkan memberi keterangan

2

Sulaikhan Lubis, Hukum Acara perdata Peradilan Agama di Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2005), 136.

3

Ibnu Qayyimn Al-Jauziyah, hukum acara peradilan islam, Terjemahan dari kitab (Al-Thuruq al-Hukumiyyah fi al-Siyasah al-Syari’iyah), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), 15.

(28)

20

sebagai “saksi”. Mereka didudukkan secara formal dan materiil menjadi saksi. Secara formal keluarga dalam memberi keterangan harus “ disumpah”.4

Dalam sistem pembuktian, yaitu pengaturan tentang macam- macam alat bukti yang boleh dipergunakan, penguraian alat bukti dan cara-cara bagaimana alat bukti tersebut dipergunakan dan bagaimana hakim harus membentuk keyakinannya.5 Dimana hakim agar dapat menyelesaikan perkara yang diajukan kepadanya dan penyelesaian itu memenuhi tuntutan keadilan, maka wajib mengetahui hakekat dakwaan/gugatan, dan mengetahui hukum Allah terhadap kasus tersebut. 2. Dasar hukum pembuktian

Dasar hukum mengenai kewajiban adanya perintah pembuktian terdapat pada surat al-Baqarah ayat 282 yang berbunyi:

....

ﺸ ُ ِﺎﺴِر ﺸ ِ ِﺸﺴﺪ ِﻬﺴ ﺒوُﺪِﻬﺸ ﺴﺸ ﺒﺴو

ﺸنِﺈﺴ

ﺸﺴ

ﺎﺴﻮُ ﺴ

ﺴنﺸﻮﺴ ﺸﺮﺴـ ﺸ ِ ِنﺎﺴﺴأﺴﺮﺸﺒﺴو ﺲ ُ ﺴﺮﺴـ ِ ﺸﺴُﺴر

ٰىﺴﺮﺸ ُﺸﻷﺒ ﺎﺴُﺒﺴﺪﺸﺣِإ ﺴﺮﱢﺴﺬُﺴـ ﺎﺴُﺒﺴﺪﺸﺣِإ ِ ﺴ ﺸنﺴأ ِءﺒﺴﺪﺴﻬ ﺒ ﺴ ِ

ﺴﺴو

ﺒﻮُ ُد ﺎﺴ ﺒﺴذِإ ُءﺒﺴﺪﺴﻬ ﺒ ﺴبﺸﺄﺴ

...

Artinya:….Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua oang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil….6

4

Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan Dan Acara Peradilan Agama, (Jakarta: Sinar Grafika, 2001), 247.

5

Hari Sasangka dan Lily Rosita, Hukum Pembuktian dalam Perkara Pidana (Surabaya: Sinar Wijaya, 1996), 7.

6

Kementrian Agama RI, Al-Quran Tajwid dan Terjemahnya Di Lengkapi Dengan Asbabun Nuzul dan Hadits Sahih, (Bandung: PT Sygma Examedia Arkanleema, 2007), 48.

(29)

21

Dalam hukum acara pidana islam sudah dijelaskan bahwa tugas untuk membuktikan kebenaran gugatan, diletakkan atas pundak si mudda’i. Sebabnya ialah menurut asal, segala urusan itu diambil yang lahirnya. Karena itu, wajib atas orang yang mengemukakan gugatannya terhadap suatu yang berlawanan dengan lahir bukan dia punya, membuktikan gugatannya.7

Diantara kaidah-kaidah kulliyah dalam hal pembuktian, ialah:

ﺴﺒ

ِ ﺸ ﺸ ﺒ ِءﺎﺴﺸـِ ﺴ ِﺴﺸﺒﺴو ﻻِﺮِﺎﺴﻈ ﺒ ِﺧ ﺴ ِ ِتﺎﺴﺸـﺛ ِ ُﺔﺴﱢـﺴـﺸ

“Bukti itu, adalah untuk menetapkan suatu yang berlawanan dengan yang lahir, sedang sumpah dilakukan untuk mempertahankan hukum asal (kenyataan).8

Kaidah ini didasarkan kepada hadist Nabi saw:

ﻰﺴﺴ ُ ﺸِﺴﺸﺒﺴو ﻰِ ﺪُﺸﺒ ﻰﺴﺴ ُﺔﺴﱢـﺴـﺸ ﺴﺒ

ﺴﺮﺴ ﺸﺴﺒﺎﺴ

ﱠﻰ ﻬ ﺒو ىﺬ ﺮ ﺒ ﺒور ﱡ

Bukti itu atas yang menggugat, sedang sumpah atas yang tergugat (atas orang yang menolak gugatannya).9

Kaidah kulliyah ini adalah salah satu dari kaidah-kaidah yang dipegang oleh ulama’-ulama’ ushul dalam mazhab Asy Syafi’y dalam menetapkan dasar istishhab.

7

Teungku Hasbi Ash Shiddieqy, Peradilan dan Hukum Acara Islam (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 1997), 132.

8

Teungku Hasbi Ash Shiddieqy, Peradilan dan Hukum Acara Islam..,, 132. 9

Ibid…, 132.

(30)

22

3. Macam-macam pembuktian

Dalam hukum islam terdapat banyak ayat al-Quran sebagai landasan berpijak tentang pembuktian. Sehubungan dengan hal ini, ada berbagai alat bukti yang dapat diajukan ke dalam persidangan di pengadilan.10

Menurut para fuqaha, yang dikutip oleh Anshoruddin, bahwa macam-macam alat bukti itu ada tujuh macam yaitu:11

a. Al- Iqrar (pengakuan) b. Al- Bayyinah (Kesaksian) c. Al- Yamin (Sumpah)

d. An Nukul (Penolakan Sumpah) e. Al Qosamah (Sumpahz)

f. Ilmu pengetahun hakim g. Qorinah (Petunjuk)

Menurut Samir ‘Aliyah, yang ditulis oleh Anshoruddin macam-macam alat bukti ada enam macam-macam dengan urutan sebagai berikut:12

a. Pengakuan b. Saksi c. Sumpah

10

Sulaikhan Lubis, Hukum Acara perdata Peradilan Agama di Indonesia… 138. 11

Anshoruddin, Hukum Pembuktian menurut Hukum Acara Islam dan Hukum Positif (Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2004), 56.

12

Ibid, 57.

(31)

23

d. Qorinah

e. Bukti berdasarkan indikasi-indikasi yang tampak f. Pengetahuan hakim

Menurut Sayyid Sabiq macam-macam alat bukti itu ada empat, dengan urutan sebagai berikut13:

a. Pengakuan b. Saksi c. Sumpah d. Surat resmi

Sedangkan menurut Ibnu Qoyyim Al- Jauziyyah macam-macam alat bukti ada dua puluh eman dengan urutan sebagai berikut:14

a. Bukti yang tidak memerlukan sumpah, res upsa loquiter (fakta yang berbicara atas dirinya sendiri).

b. Pembuktian yang disertai sumpah pemegangnya dengan bukti res upsa loquiter.

c. Pengingkaran penggugat atas jawaban tergugat dalam pembuktian.

d. Penolakan sumpah belaka dalam pembuktian, atau

e. Penolakan sumpah dan sumpah yang dikembalikan dalam pembuktian.

13

Sayyid Sabiq, Fiqhu as Sunnah (Bairut: Daru al-Fikri, 1983) jilid III, 328. 14

Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Hukum Acara Peradilan Islam.Terjemahan dari kitab (Al-Thuruq al-Hukumiyyah fi al-Siyasah al-Syari’iyah), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), 194-365.

(32)

24

f. Saksi orang laki-laki tanpa sumpah dalam pembuktian.’

g. Saksi satu orang laki-laki dan sumpah penggugat dalam pembuktian.

h. Saksi satu orang laki-laki dan dua orang perempuan dalam pembuktian.

i. Keterangan saksi satu orang laki-laki dan penolakan tergugat untuk bersumpah dalam pembuktian.

j. Keterangan saksi dua orang perempuan dan sumpah penggugat, dalam perkara perdata kebendaan dan hak kebendaan dalam pembuktian.

k. Saksi dua orang perempuan belaka tanpa sumpah dalam pembuktian.

l. Saksi tiga orang laki-laki dalam pembuktian.

m. Keterangan saksi empat orang laki-laki yang merdeka dalam pembuktian.

n. Kesaksian budak dalam pembuktian.

o. Kesaksian anak-anak di bawah umur dalam pembuktian. p. Kesaksian orang-orang fasik dalam pembuktian.

(33)

25

B. Saksi Dalam Fiqih Murafa’at

1. Pengertian saksi

Menurut istilah fuqaha bayyinah dengan syahadah sama artinya yaitu kesaksian, tetapi Ibnu Qoyyim mengartikan bayyinah dengan segala yang dapat menjelaskan perkara.15 Kesaksian (syahaadah) itu diambil dari kata musyaahadah, yang artinya melihat dengan mata kepala, karena syahid (orang yang menyaksikan) itu memberitahukan tentang apa yang disaksikan dan dilihatnya. Maknanya ialah pemberitahuan seseorang tentang apa yang dia ketahui dengan lafadzh: aku menyaksikan atau aku telah menyaksikan (asyhadu atau syahidtu). Di sini arti dari kata syahida adalah alima (mengetahui). Syahid adalah orang yang membawa kesaksian dan menyampaikannya, sebab dia menyaksikan apa yang tidak diketahui orang lain. Dikatakan pula bahwa kesaksian (syahadah) berasal dari kata I’laam (pemberitahuan).16

2. Dasar Hukum Saksi

Memberikan kesaksian asal hukumnya fardlu kifayah, artinya jika dua orang telah memberikan kesaksian maka semua orang telah gugur kewajibannya. Dan jika semua orang menolak tidak ada yang mau untuk

15

Anshoruddin, Hukum Pembuktian menurut Hukum Acara Islam dan Hukum Positif. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), 74.

16

(34)

26

menjadi saksi maka berdosa semuanya, karena maksud kesaksian itu adalah untuk memelihara hak.17

Hukumnya dapat beralih menjdi fardlu ‘ain, bagi orang yang mempunyai tanggungan bila dia dipanggil untuk memberikan persaksian dan dikhawatirkan dikhawatirkan kebenaran akan hilang, bahkan wajib apabila dikhawatirkan menyembunyikan atau lenyapnya kebenaran kesaksian tersebut meskipun dia tidak dipanggil untuk memberi kesaksian.18 Firman Allah SWT yang menjelaskan tentang dasar hukum saksi tercantum dalam surat al-Baqarah ayat 283.

ﺴ ﺎًِﺎﺴ ﺒوُﺪِﺴ ﺸﺴﺴو ﺳﺮﺴﺴ ٰﻰﺴﺴ ﺸُﺸُ ﺸنِإﺴو

ﺲﺔﺴ ﻮُﺸﺴ ﺲنﺎﺴِﺮ

ﺸنِﺈﺴ

ﺴ ِﺴأ

ﺸ ُ ُ ﺸﺴـ

ﺎً ﺸﺴـ

ﱢدﺴﺆُـﺸﺴـ

يِﺬ ﺒ

ُ ﺴر ﺴ ﺒ ِ ﺴﺸﺴو ُﺴﺴـﺎﺴﺴأ ﺴ ُِﺸؤﺒ

ﺴﺴو

ﺒﻮُُﺸ ﺴ

ﺴةﺴدﺎﺴﻬ ﺒ

ۚ◌

ﺸ ﺴﺴو

ﺎﺴﻬﺸُﺸ ﺴ

ُ ِﺈﺴ

ﺲِﺛآ

ُُﺸﺴـ

ُ ﺒﺴو

ﺲ ِﺴ ﺴنﻮُﺴﺸﺴـ ﺎﺴِ

Artinya: Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barangsiapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.19

17

Anshoruddin, Hukum Pembuktian menurut Hukum Acara Islam dan Hukum Positif… 74. 18

Sayyid Saabiq, fikih Sunnah…, 56. 19

Kementrian Agama RI, Al-Quran Tajwid dan Terjemahnya Di Lengkapi Dengan Asbabun Nuzul dan Hadits Sahih…, 49.

(35)

27

Dan firman Allah dalam surat at-Talaq ayat 2.

ﺸ ُ ﺸِ ﺳلﺸﺪﺴﺸـﺴوﺴذ ﺒوُﺪِﻬﺸ ﺴأﺴو ﺳﺧوُﺮﺸﺴِ ُﻮُِرﺎﺴ ﺸوﺴأ ﺳﺧوُﺮﺸﺴِ ُﻮُ ِ ﺸﺴﺄﺴ ُﻬﺴﺴ ﺴأ ﺴ ﺸﻐﺴﺴـ ﺒﺴذِﺈﺴ

ِ ِ ﺴةﺴدﺎﺴﻬ ﺒ ﺒﻮُ ِﺴأﺴو

ۚ◌

ﺸ ُ ِٰﺴذ

ُﻆﺴﻮُ

ِِ

ﺸ ﺴ

ﺴنﺎﺴ

مﺸﻮﺴـﺸﺒﺴو ِ ﺎِ ُ ِﺸﺆُـ

ِﺮِ ﺸﺒ

ۚ◌

ﺸ ﺴﺴو

ِ ﺴـ

ﺴ ﺒ

ﺎً ﺴﺮﺸ ﺴ ُﺴ ﺸ ﺴﺸ ﺴ

Artinya: Apabila mereka telah mendekati akhir iddahnya, maka rujukilah mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena Allah. Demikianlah diberi pengajaran dengan itu orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat. Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar.20

Dan dasar hukum untuk menjadi saksi didalam hadist Nabi yang berbunyi:21

ِ ﺸﺒ ِ ﺴ ﺴىِوُر ﺎﺴﺴو

ِةﺴدﺎﺴﻬ ﺒ ُنﺎﺴﺸِ ِﺮِﺋﺎﺴﺴ ﺸﺒ ﺴ ِ : ﺴلﺎﺴ ُ ﺴﺒ ُﺸﺴ ُ ﺒ ﺴﻰِ ﺴر ﺳسﺎ ﺴ

“apa yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas semoga Allah meridhoi kepadanya, bahwa ia berkata, tergolong dosa besar yaitu oarang yang menyembunyikan kesaksian”.

3. Syarat-syarat saksi

Menurut Abdul Karim Zaidan seorang yang hendak memberikan kesaksian harus memenuhi beberapa syarat. Dikutip oleh Anshoruddin harus dapat memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

a. Dewasa b. Berakal

20

Ibid…., 558. 21

Anshoruddin, Hukum Pembuktian menurut Hukum Acara Islam dan Hukum Positif (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), 75.

(36)

28

c. Mengetahui apa yang disaksikan d. Beragama islam

e. Adil

f. Saksi itu harus dapat dilihat g. Saksi itu harus dapat berbicara22

Nashir Farid Wahil, menambahkan tidak adanya paksaan. Dan Sayyid Sabiq, menambahkan pula yaitu saksi harus memiliki ingatan yang baik dan bebas dari tuduhan negatif (tidak ada permusuhan).23

Syarat bagi saksi dengan tidak adanya paksaan maksudnya orang yang memberikan kesaksian atas dasar intimidasi demi orang lain bisa mendorongnya untuk mempersaksikan hal yang bukan pengetahuanya. Oleh karenanya dapat mempengaruhi kepercayaan terhadap kesaksiannya. 4. Macam-Macam Saksi

a. Berdasarkan Jumlah dan Jenis Kelamin 1) Saksi satu orang laki-laki tanpa sumpah

Kesaksian seorang lelaki yang adil itu diterima di dalam hal ibadah, seperti sholat, dan puasa.24 Dalam hal menetapkan bulan puasa, kesaksian satu orang laki-laki dapat diterima secara

22

Ibid…., 75-76 23

Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah (Bandung: Alma’arif, 1988), 63. 24

(37)

29

mutlak, sebagai mana yang ditunjukkan oleh hadis Ibnu Umar berkata:25

ﺒ ﺴﺮﺴﺴﺒﺴو ﺴم ﺎﺴ ﺴ ُُﺸـﺴأﺴر ﻰﱢﺴأ ِ ﺒ ﺴلﺸﻮُ ﺴر ُتﺸﺮﺴـﺸ ﺴﺎﺴ ﺴل ﺴِﻬﺸﺒ ُسﺎ ﺒﺴأﺴﺮﺴـ

ِم ﺎﺴﱢ ِﺎ ﺴسﺎ ﺸ

"Orang-orang pada melihat hilal, maka aku memberitahukan Rasulullah saw bahwa aku melihatnya, lalu beliau berpuasa dan memerintahkan orang-orang berpuasa." (HR. Abu Daud).

Adapun golongan Hanafi memperbolehkan kesaksian seorang lelaki dalam beberapa keadaan tertentu, seperti kesaksian lelaki atas kelahiran anaknya, kesaksian guru atas perkara anak-anak didiknya, kesaksian orang yang berpengalaman dalam menaksir kerusakan, kesaksian seorang dalam kebersihan para saksi dan cacar mereka, dalam pemberitahuan pengunduran wakil dan dalam pemberitahuan cacatnya barang dagangan.26

2) Saksi satu orang laki-laki dan sumpah penggugat

Rasulullah saw mengijinkan kesaksian saksi satu orang laki-laki,n tanpa diteguhkan dengan sumpah penggugat. Di dalam Shahih Bukhari dan Muslim disebutkan hadis Abu Qatadah, dia berkata, Rasulullah saw pada hari perang hunain bersabda,

25

Ibnu Qayyimn Al-Jauziyah, hukum acara peradilan islam. Terjemahan dari kitab (Al-Thuruq al-Hukumiyyah fi al-Siyasah al-Syari’iyah).…,224

26

(38)

30

“Barangsiapa membunuh dan dia memiliki bukti, maka dia berhak mengdapatkan harta rampasannya.”27

Imam Syafi’i berpendapat bahwa satu orang laki-laki yang memberikan kesaksian dan sumpah penggugat itu sama sekali tidak bertentangan dengan Al-Qur’an. Di dalam Al-Qur’an tidak ada ketentuan yang mengharuskan untuk mengadili suatu perkara kecuali berdasarkan ketentuan saksi dua orang laki-laki, atau satu orang laki-laki dan dua orang perempuan. Akan tetapi, Allah SWT memerintahkan hal itu kepada orang yang memiliki hak agar mereka menjaga dan memelihara haknya itu dengan mempersaksikannya. Oleh sebab itu, untuk memutuskan suatu perkara jika hanya diajukan saksi satu orang laki-laki, maka memutuskannya itu berdasarkan keterangan saksi satu orang laki-laki dengan diteguhkan sumpah penggugat.28 Didasarkan pada sabda Nabi saw mengenai kesaksian:29

ِِﺪِﺎﺴ ﺴ ﺴ ﺴ ﺴﺴﺣ ﺳﺪِ ﺎﺴ ِ ﺴءﺎﺴ ﺸنِﺎﺴ

“Jika penggugat datang membawa satu saksi orang laki-laki, maka penggugat bersumpah meneguhkan keterangan saksi satu orang laki-laki yang diajukannya.”

27

Ibnu Qayyimn Al-Jauziyah, hukum acara peradilan islam. Terjemahan dari kitab (Al-Thuruq al-Hukumiyyah fi al-Siyasah al-Syari’iyah)…,230

28

Ibid…, 235. 29

Ibid…,234.

(39)

31

3) Keterangan saksi satu orang laki-laki dan dua orang perempuan Menurut Mazhab Ahluzh Zhahir, saksi satu orang laki-laki dan dua orang perempuan tidak dipermasalahkan, dapat di terima segala haknya dalam masalah-masalah pidana kecuali zina. Adapun dari golongan Hanafiyah tidak menerima persaksian seperti ini dalam masalah pidana akan tetapi masalah perdata menerimanya. Sedangkan seluruh mazhab juga menerima kesaksian seperti ini dalam masalah harta, seperti hutang piutang, pinjam meminjam dan sebagainya.

Dalam surat Al-Baqarah 282 Allah SWT berfirman:

...

ﺸ ُ ِﺎﺴِر ﺸ ِ ِﺸﺴﺪ ِﻬﺴ ﺒوُﺪِﻬﺸ ﺴﺸ ﺒﺴو

ﺸنِﺈﺴ

ﺸﺴ

ﺎﺴﻮُ ﺴ

ِنﺎﺴﺴأﺴﺮﺸﺒﺴو ﺲ ُ ﺴﺮﺴـ ِ ﺸﺴُﺴر

ٰىﺴﺮﺸ ُﺸﻷﺒ ﺎﺴُﺒﺴﺪﺸﺣِإ ﺴﺮﱢﺴﺬُﺴـ ﺎﺴُﺒﺴﺪﺸﺣِإ ِ ﺴ ﺸنﺴأ ِءﺒﺴﺪﺴﻬ ﺒ ﺴ ِ ﺴنﺸﻮﺴ ﺸﺮﺴـ ﺸ ِ

ۚ◌

ﺴﺴو

ﺒﻮُ ُد ﺎﺴ ﺒﺴذِإ ُءﺒﺴﺪﺴﻬ ﺒ ﺴبﺸﺄﺴ

....

Artinya:….Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua oang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil….30

4) Saksi dua orang perempuan

Secara obyektif menunjukkan, bahwa kesaksian perempuan itu bernilai separuh kesaksian laki-laki. San secara subyektif menunjukkan, bahwa kesaksian dua orang perempuan adalah

30

Kementrian Agama RI, Al-Quran Tajwid dan Terjemahnya Di Lengkapi Dengan Asbabun Nuzul dan Hadits Sahih…, 48.

(40)

32

seperti kesaksian satu orang laki-laki. Tidak dijumpai sesuatu, baik dalam Al-Qur’an, As-Sunnah, maupun ijma’ yang menghalang-halangi pendapat ini. Dalam hal ini Rasulullah SAW bersabda:31

ﻰﺴﺴـ ﺴ ﺸُـ ؟ ِ ُﺮ ﺒ ِةﺴدﺎﺴﻬﺴ ُ ﺸ ِ ِةﺴأﺸﺮﺴﺸﺒ ُةﺴدﺎﺴﻬﺴ ﺴ ﺸﺴ ﺴﺒ

“Bukankah kesaksian seorang perempuan itu bernilai separuh kesaksian seorang laki-laki?”Mereka menjawab, “Benar.”

Disamping itu saksi dua orang perempuan itu belum memenuhi batas minilam pembuktian. Untuk itu, dikuatkan dengan saksi satu orang laki-laki.32

5) Saksi tiga orang laki-laki

Menurut madzhab Ahmad keterangan saksi tiga orang laki-laki ini diperlukan dalam perkara permohonan penetapan kepailitan, yang diajukan oleh orang yang sebelumnya diketahui sebagai seorang berharta. Kepailitan hanya bisa ditetapkan setelah terbukti kebenarannya berdasarkan keterangan saksi tiga orang laki-laki.33

Dalam hal ini perkaranya yang berhubungan dengan hak orang lain terhadap harta bendanya. Apabila orang yang sudah

31

Ibnu Qayyimn Al-Jauziyah, hukum acara peradilan islam. Terjemahan dari kitab (Al-Thuruq al-Hukumiyyah fi al-Siyasah al-Syari’iyah)…,276.

32

Ibid…, 277. 33

Ibnu Qayyimn Al-Jauziyah, hukum acara peradilan islam. Terjemahan dari kitab (Al-Thuruq al-Hukumiyyah fi al-Siyasah al-Syari’iyah)…,281.

(41)

33

terkenal kaya mengaku sudah bangkrut, dalam persoalan meminta-minta dan hak memungut zakat, diperlukan tiga orang saksi laki-laki dalam masalah tersebut agar untuk tidak mengambil apa yang tidak halal baginya.34

6) Saksi empat orang laki-laki yang merdeka

Dalam masalah zina seluruh mazhab menetapkan diharuskan adanya empat orang saksi. Ketentuan ini ditegaskan oleh Al-Qur’an sendiri. Dan dalam masalah ini, jumhur ulama tidak menerima kesaksian wanita.35

Perkara perzinaan ini yang diancam dengan hukuman had. Dan dasar hukum pembuktiannya adalah nash dan ijma’.36

b. Berdasarkan Keadaan 1) Saksi budak

Madzhab Ahmad berpendapat semua perkara dibenarkan dengan mendengarkan kesaksian orang-orang lelaki merdeka dan orang-orang perempuan merdeka, maka dibolehkan pula mendengarkan kesaksian budak-budak lelaki dan budak-budak

34

Ibid…, 283. 35

Teungku Hasbi Ash Shiddieqy, Peradilan dan Hukum Acara Islam…, 140. 36

Ibnu Qayyimn Al-Jauziyah, hukum acara peradilan islam. Terjemahan dari kitab (Al-Thuruq al-Hukumiyyah fi al-Siyasah al-Syari’iyah)…,283.

(42)

34

perempuan dalam hal pembuktian.37 Kesaksian budak dapat diterima dalam perkara selain pidana had dan qishash.

Menerima kesaksian budak adalah keharusan Al-Qur’an, As-Sunnah, Ijma’ sahabat, analogi yang jelas, dan prinsip dasar syari’at.38 Didasarkan oleh surat Al-Baqarah ayat 143.

ُلﻮُﺮ ﺒ ﺴنﻮُ ﺴﺴو ِسﺎ ﺒ ﻰﺴﺴ ﺴءﺒﺴﺪﺴﻬُ ﺒﻮُﻮُ ﺴِ ﺎًﻄﺴ ﺴو ًﺔ ُأ ﺸ ُﺎﺴﺸﺴﺴ ﺴ ِٰﺴﺬﺴﺴو

ﺒًﺪ ِﻬﺴ ﺸ ُ ﺸﺴﺴ

“Dan demikianlah (pula) kami telah menjadikan kami (umat islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu.”39

Atas dasar tersebut, jika budak itu orang yang beriman, maka dengan pasti mereka termasuk saksi-saksi yang adil dan pilihan.

2) Saksi anak-anak dibawah umur

Para ulama berselisih pendapat mengenai keterangan saksi anak-anak dibawah umur yang sudah mumayyiz. Golongan Ahmad menyebutkan bahwa kesaksian dari anak-anak dibawah umur dapat diterima apabila syarat-syarat lainnya terpenuhi. Sedangkan riwayat yang ketiga dari Ahmad menyebutkan, bahwa kesaksian mereka dapat diterima dalam perkara penganiayaan

37

Ibid…, 286. 38

Ibid…, 287. 39

Kementrian Agama RI, Al-Quran Tajwid dan Terjemahnya Di Lengkapi Dengan Asbabun Nuzul dan Hadits Sahih…, 22.

(43)

35

terhadap sesamanya selama kesaksian itu diberikannya sebelum mereka meninggalkan tempat kejadian. Demikian ini juga pendapat Malik. Akan tetapi golongan Syafi’i, Abu Hanifah menolak secara mutlak.40

Syarat-syarat diterimanya kesaksian sebagian anak-anak terhadap sebagian lainnya ialah:41

a) Kesaksiannya logis dan dapat diterima kebenarannya. b) Mereka adalah anak-anak laki-laki yang merdeka. c) Perkaranya diputus dengan hukum islam.

d) Kuantitasnya lebih dari dua orang anak.

e) Kesaksiannya saling bersesuaian, tidak berselisih antara yang satu dengan yang lain.

f) Kesaksian itu diberikan mereka sebelum mereka meninggalkan tempat kejadian dan berpisah.

g) Kesaksian mereka itu hanya untuk sebagian mereka terhadap bagian yang lainnya.

h) Kesaksian dalam perkara pembunuhan dan penganiyaan.

40

Ibnu Qayyimn Al-Jauziyah, hukum acara peradilan islam. Terjemahan dari kitab (Al-Thuruq al-Hukumiyyah fi al-Siyasah al-Syari’iyah)…,294.

41

Ibid…, 297.

(44)

36

3) Saksi orang fasik

Menurut ketentuan yang ditetapkan para imam, mengenai kefasikan ini ada beberapa bentuk. Di antaranya kefasikan dari segi akidahnya, maka apabila mereka ini tetap memelihara agamanya, kesaksiannya dapat diterima meskipun mereka dihukumi fasik, seperti ahli bid’ah, orang-orang yang suka mengumbar nafsu seksnya, golongan rafidhah, khawarij, mu’tazilah, dan lain sebagainya, karena mereka ini tidak dihukumi kafir.42

4) Saksi orang Non Muslim

Para ulama berbeda pendapat tentang kesaksian orang non muslim, Sufyan bin Abu Hasyim, dari Al-Syu’abi membolehkan kesaksian satu pemeluk agama, kesaksian orang yahudi terhadap orang nasrani. Malik berpendapat bahwa dibolehkan kesaksian sebagian mereka terhadap sebagian lainya. Sedangkan kesaksian mereka terhadap orang-orang tidak dibolehkan. Namun, kesaksian orang-orang islam terhadap mereka tidak dibolehkan.43

42

Ibid…, 298. 43

Ibnu Qayyimn Al-Jauziyah, hukum acara peradilan islam. Terjemahan dari kitab (Al-Thuruq al-Hukumiyyah fi al-Siyasah al-Syari’iyah)…,303.

(45)

37

C. Saksi Keluarga Dalam Fiqih Murafa’at

Kesaksian dalam Hukum Peradilan Acara Islam dikenal dengan sebutan as Syahadah, menurut bahasa antara lain artinya:

1. Pernyataan atau pemberitaan yang pasti.

2. Pemberitahuan seseorang tentang apa yang ia ketahui dengan lafadz. “aku menyaksikan” atau “aku telah menyaksikan” (asyhadu atau syahadtu).44

Sedangkan menurut syara’ kesaksian adalah pemberitaan yang pasti yaitu ucapan yang keluar yang diperoleh dengan penyaksian langsung atau dari pengetahuan yang diperoleh dari orang lain karena beritanya telah tersebar. Definisi lain juga dapat dikemukakan dengan pemberitaan akan hak seseorang atas orang lain dengan lafat kesaksian di depan sidang pengadilan yang diperoleh dari penyaksian langsung bukan karena dugaan atau perkiraan.45

Hukum acara pidana islam tidak membahas secara langsung mengenai saksi keluarga. Saksi dari pihak keluarga yang kedudukannya adalah istri dan anak terdakwa, akan kesaksiannya tidak diterima karena dapat memihak pada terdakwa dan mengakibatkan tidak adilnya dalam persaksian.

Pada umumnya semua orang dapat menjadi saksi dalam mencari kebenaran materil hukum acara pidana, namun ada pengecualian untuk

44

Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah…, 55. 45

(46)

38

menjadi saksi yang di atur dalam Pasal 168 KUHAP (hubungan kekeluargaan sedarah atau semenda). Di samping itu ditentukan dalam Pasal 170 KUHAP yang menyatakan bahwa mereka yang karena pekerjaaan, harkat, martabat, atau jabatannya diwajibkan menyimpan rahasia, dapat minta dibebaskan dari kewajiban keterangan sebagai saksi yang telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan.46

Dalam hukum islam salah satu syarat saksi adalah adil. Maka dari itu keberadaan saksi keluarga sebagai alat bukti dalam penyelesaian perkara pidana akan dikhawatirkan membawa kepada ketidakadilan dalam hukum acara karena ada hubungan sedarah dengan terdakwa.

46

Muhammad Rasyid, Hukum Keterangan Saksi Dalam Acara Pidana, dalam

http://www.calonsh.com/2016/10/04/keterangan-saksi-dalam-hukum-acara-pidana/. Diakses pada 4 juni 2017.

(47)

BAB III

PENGGUNAAN SAKSI KELUARGA DALAM PROSES

PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN DENGAN

MUTILASI DALAM PUTUSAN No: 44/ PID.B/ 2014/ PN.Srp

PENGADILAN NEGERI SEMARAPURA

A. Deskrispi Terjadinya Tindak Pidana Pembunuhan 1. Duduk Perkara

(48)

40

Korban datang ke kos terdakwa karena selama 2 hari yaitu tanggal 14 juni 2014 dan 15 juni 2014 terdakwa tidak datang ke kos Diana Sari alias Nana yang berada di jalan Kenyeri III Kelurahan Semarapura Klod Kecamatan Klungkung Kabupaten Klungkung, dikarenakan terdakwa pada tanggal itu tidur di tempat istri terdakwa. Dan terjadilah pertengkaran antara terdakwa dan korban, diambillah sebilah pisau samurai dari dalam dus pakaian oleh Diana Sari alias Nana yang ada di kamar kos dengan niatan mau mencari istri terdakwa dan akan membunuhnya. Dari niatan korban untuk membunuh istri terdakwa terjadilah pertengkaran dan mengakibatkan terdakwa sampai membunuh korban dengan memutilasi korban.

(49)

41

2. Dakwaan

a. Dakwaan primer

Pada hari Senin tanggal 16 Juni 2014 telah terjadi sebuah kejadian tindak pidana pembunuhan di sebuah kamar kos tepatnya di kamar kos nomor 3 di Jalan Kenyeri IX Desa Tojan Kecamatan Klungkung Kabupaten Klungkun, kejadian dengan terdakwa Fikri ini terjadi sekitar pukul 07.30 Wita atau sekitar waktu itu atau setidaknya pada bulan Juni 2014 atau setidak-tidaknya pada waktu-waktu lain dalam tahun 2014 yang mana daerah kejadian masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Semarapura. Terdakwa didakwa karena telah melakukan pembunuhan berencana dengan memutilasi korban. Adapun perbuatan terdakwa dilakukan dengan beberapa cara sebagai berikut :1

1) Terdakwa memukul leher korban sebelah kanan sehingga membuat badan korban berhadap hadapan dengan terdakwa, tangan terdakwa memegang pergelangan tangan kanan korban, kemudian kepala belakang korban dibenturkan ke tembok sebanyak satu kali dengan cara tangan kanan terdakwa mendorong dahi korban sekuat tenaga sampai kepala bagian belakang korban terbentur di tembok sebelah barat kamar kos,

1

(50)

42

selanjutnya korban terhuyung ke depan dan saat itu kepala belakangnya dipegang terdakwa dan didorong sekuat tenaga sampai dahinya terbentur ke tembok kamar kos sebelah selatan, selanjutnya korban terkulai di lantai dan saat bersamaan samurai terlepas.

(51)

43

menggunakan samurai, terdakwa memotong bagian pangkal tangan kiri tepat pada persendian (ketiak) dengan menggunakan samurai, lalu memotong bagian pangkal tangan kanan tepat pada persendian (ketiak) dengan menggunakan samurai, lalu terdakwa melepaskan celana dalam korban dengan menggunakan samurai, terdakwa memotong pangkal kaki kanan tepat di persendian (sela-sela paha), lalu terdakwa memotong pangkal kaki kiri tepat dipersendiannya (sela-sela paha), terdakwa mengambil tangan kanan yang sudah terlepas dan memotong bagian sikunya, terdakwa menguliti tangan kanan serta tangan kiri korban serta mengiris dagingnya, lalu terdakwa memotong jari kanan dan jari kiri korban serta menguliti dan mengiris isinya.

(52)

44

beberapa kresek dan karung, lalu terdakwa membuang potongan tubuh, pakaian, celana dalam korban, kaos terdakwa dan peralatan yang digunakan untuk menghabisi korban di 12 (dua belas) tempat yang berbeda di wilayah Kabupaten Klungkung serta Kabupaten Karangasem.

4) Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana. b. Dakwaan Subsidair

Perbuatan terdakwa Fikri dalam tindak pidana pembunuhan dengan mutilasi diatur dan diancam pidana dalam pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, sebagaimana dalam dakwaan Subsidair:2

1) Bahwa terdakwa Fikri pada suatu waktu dan tempat yang masih dalam ruang lingkup Pengadilan Semarapura telah melakukan pembunuhan dengan korban Diana Sari alias Nana, Perbuatan tersebut dilakukan oleh terdakwa dengan cara sebagai Berikut : ketika korban datang ke kos terdakwa dan terjadilah pertengkaran sehingga terdakwa memukul leher korban sebelah kanan sehingga membuat badan korban berhadap hadapan dengan terdakwa, tangan terdakwa

2

(53)

45

memegang pergelangan tangan kanan korban, kemudian kepala belakang korban dibenturkan ke tembok sebanyak satu kali dengan cara tangan kanan terdakwa mendorong dahi korban sekuat tenaga sampai kepala bagian belakang korban terbentur di tembok sebelah barat kamar kos, selanjutnya korban terhuyung ke depan dan saat itu kepala belakangnya dipegang terdakwa dan didorong sekuat tenaga sampai dahinya terbentur ke tembok kamar kos sebelah selatan, selanjutnya korban terkulai di lantai dan saat bersamaan samurai terlepas. Selanjutnya Terdakwa merangkul korban dari belakang dengan melilitkan kain dengan panjang 1 meter dan lebar 5 cm ke leher korban dan kedua ujung kain dipegang terdakwa dengan sekuat tenaga menarik dengan arah berlawanan selama 5 menit atau sekitar itu sampai korban gemetar dan tidak bergerak lagi dan dari hidungnya keluar darah, lalu jeratan tersebut terdakwa lepaskan, setelah memastikan korban tidak bernyawa lagi.

(54)

46

menusuk sambil memutar (memotong) leher korban hingga terputus. Lalu sekitar pukul 08:30 wita atau sekitar waktu itu terdakwa berfikir akan memotong motong tubuh korban dengan maksud untuk menghilangkan jejak, lalu terdakwa melepas baju daster yang dipakai korban dengan menggunakan samurai, terdakwa memotong bagian pangkal tangan kiri tepat pada persendian (ketiak) dengan menggunakan samurai, lalu memotong bagian pangkal tangan kanan tepat pada persendian (ketiak) dengan menggunakan samurai, lalu terdakwa melepaskan celana dalam korban dengan menggunakan samurai, terdakwa memotong pangkal kaki kanan tepat di persendian (sela-sela paha), lalu terdakwa memotong pangkal kaki kiri tepat dipersendiannya (sela-sela paha), terdakwa mengambil tangan kanan yang sudah terlepas dan memotong bagian sikunya, terdakwa menguliti tangan kanan serta tangan kiri korban serta mengiris dagingnya, lalu terdakwa memotong jari kanan dan jari kiri korban serta menguliti dan mengiris isinya.

(55)

47

memasukkan tulang pinggul, dada, kepala dan dimasukkan ke dalam tas kresek menjadi 3 bagian, selanjutnya terdakwa memasukkan potongan kepala dan dada ke dalam karung warna putih, selanjutnya setelah terdakwa memasukkan potongan tubuh korban DIANA SARI alias NANA di beberapa kresek dan karung, lalu terdakwa membuang potongan tubuh, pakaian, celana dalam korban, kaos terdakwa dan peralatan yang digunakan untuk menghabisi korban di 12 (dua belas) tempat yang berbeda di wilayah Kabupaten Klungkung serta Kabupaten Karangasem.

4) Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana. 3. Putusan

Hakim dalam pengadilan negeri Semarapura, dalam kasus pembunuhan dengan mutilasi yang dilakukan oleh terdakwa Fikri, memutuskan dalam sidang perkara pidana pembunuhan mutilasi, dengan adanya barang bukti yang dihadapkan di persidangan maka hakim memutuskan perkara tersebut dengan seadilnya:3

3

(56)

48

a. Menyatakan terdakwa Fikri yang identitasnya tersebut telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Pembunuhan Berencana”;

b. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara seumur hidup;

c. Menetapkan lamanya Terdakwa ditahan dikurangkan seluruhnya dengan pidana yang dijatuhkan

d. Memerintahkan agar terdakwa tetap berada dalam tahanan ; e. Menetapkan agar barang bukti berupa:

1) 1 (satu) potong kain warna ungu. 2) 1 (satu) potong baju kaos warna merah.

3) 1 (satu) baju kaos warna merah muda bergambar.

4) 1 (satu) buah sapu ijuk tangkai kayu dalam keadaan patah. 5) 1 (satu) buah penutup saluran air kamar mandi bahan plastic

warna biru.

(57)

49

11)1 (satu) kemasan plastik pembersih lantai merk Superpel isi 1600 ml.

12)1 (satu) botol plastik bekas air mineral 600 ml merk indomart berisi cairan pembersih lantai.

13)1 (satu) buah botol plastik bekas air mineral 600 ml merk Cleo berisi cairan pembersih lantai.

14)1 (satu) bungkus kantong plastik warna hitam yang diduga bekas berisi potongan tubuh manusia yang ditemukan di Jalan raya Takmung Tojan tepatnya di jembatan Tukad Cau Kec/Kab Klungkung.

15)1 (satu) bungkus kantong plastik warna hitam yang diduga bekas berisi potongan tubuh manusia yang ditemukan di Jalan kenyeri I Kec/Kab Klungkung.

16)1 (satu) bilah Pisau samurai dengan panjang kurang lebih 50 cm, bergagang besi bulat warna hitam yang diduga berisi bercak darah yang ditemukan di civic taylor jalan Darmawangsa Kec/Kab Klungkung.

17)1 (satu) buah Jas hujan warna biru yang diduga berisi bercak darah.

(58)

50

19)1 (satu) lembar tikar plastik warna biru. 20)2 (dua) buah karung beras warna putih. 21) 1 (satu) lembar korden warna biru.

22)1 (satu) buah helm yang dibelakangnya ditempeli dengan musik MP.

23)1 (satu) pasang plat DK 5211 NE. 24)1 (satu) buah dus aqua.

25)1 (satu) buah jas hujan warna abuabu.

26)1 (satu) buah kartu XL dengan nomor 087861368681. Di rampas untuk dimusnakan

27)1 (satu) buah KTP an. FIKRI dikembalikan kepada terdakwa. 28)1 (satu) huah HP merk venera warna hitam.

29)1 (satu) lembar STNK sepeda motor Yamaha Mio Soul, warna merah Nopol EA 6692 AG atas nama pemilik A Sikin Alamat RW/RT 02/01 Kel Samapuin Kab Sumbawa NTB Noka : MH31KP00CDJ661744 Nosin : 1KP-66176.

30)1 (satu) unit sepeda motor Yamaha Mio Soul , warna merah Nopol EA 6692 AG atas nama pemilik A Sikin alamat RW/RT 02/01 Kel Samapuin Kab Sumbawa NTB Noka : MH31KP00CDJ661744 Nosin: 1 KP-661765;

(59)

51

f. Membebankan kepada terdakwa membayar biaya perkara sebesar RP. 2.500,- (dua ribu lima ratus rupiah).4

B. Saksi Keluarga Terhadap Proses Pembuktian Tindak Pidana Pembunuhan Mutilasi Dalam Putusan No: 44/PID.B/2014/PN.Srp

Dalam praktik hukum acara pidana saksi keluarga tercantum dalam pasal 168 KUHAP yang mana tidak dapat didengar keterangannya dan dapat mengundurkan diri.5 Disamping karena hubungan kekeluargaan (sedarah atau semenda), ditentukan oleh pasal 170 KUHAP bahwa mereka yang karena pekerjaan, harkat, martabat, atau jabatannya diwajibkan menyimpan rahasia, dapat minta dibebaskan dari kewajiban memberikan keterangan sebagai saksi.6

Ini terjadi dalam kasus tindak pidana pembunuhan dengan mutilasi (No: 44/ PID.B/ 2014/ PN.Srp) dimana Jaksa Penuntut Umum mengajukan saksi dari pihak keluarga terdakwa yaitu istri terdakwa. Ni Ketut Putu Supartini sebagai saksi keluarga karena untuk menjelaskan apa yang dialami olehnya. Saksi keluarga sebagai penguat petunjuk hakim dalam memutuskan perkara dengan pertimbangan-pertimbangan yang sudah dipaparkan oleh saksi.

4

Kutipan putusan No: 44/PID.B/2014/PN Srp, tanggal 14 Januari 2015. 5

KUHAP (Kitap Undang-Undang Hukum Acara Pidana) 6

(60)

52

Dalam hal pembuktian seorang saksi yang mempunyai pertalian keluarga tertentu dengan terdakwa tidak dapat memberi keterangan dengan sumpah. Kecuali mereka menghendakinya, kehendaknya itu disetujui secara tegas oleh penuntut umum dan terdakwa. Jika tidak disetujui saksi dengan di sumpah, pasal 169 ayat (2) memberi kemungkinan bagi mereka untuk diperbolehkan memberikan keterangan tanpa sumpah. Akan tetapi, undang-undang tidak menyebutkan secara tegas nilai kekuatan pembuktian yang melekat pada keterangan saksi keluarga.7

Kedudukan saksi keluarga dalam kasus ini ialah akan bisa tidak menunjukkan kecacatan hukum dengan tidak adilnya dalam pembuktian, karena bisa jadi kesaksiannya berpihak pada terdakwa. Yang dimaksud keterangan saksi adalah Orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri.8 Sedangkan saksi Ni Ketut Putu Supartini merupakan alat bukti dari pihak keluarga terdakwa tindak pidana pembunuhan mutilasi yakni Fikri.

Adapun persaksian Ni Ketut Putu Supartini sebagai saksi keluarga dalam kasus tindak pidana pembunuhan dalam putusan No: 44/ PID.B/ 2014/

7

Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), 292.

8

(61)

53

PN.Srp telah diperiksa oleh penyidik POLRI dan dibenarkan diberita acara penyidikan ialah:9

a. Bahwa saksi menikah dengan terdakwa sejak 3 tahun yang lalu di klungkung, setelah menikah saksi dan terdakwa tinggal di klungkung saat saksi usia kandungan anak terdakwa memasuki bulan ke 7, saksi ikut terdakwa ke sumbawa tinggal bersama orang tua terdakwa. b. Bahwa selama di Sumbawa, terdakwa bekerja di yayasan panti asuhan

untuk mengajar ngaji.

c. Bahwa saat di Sumbawa suami saksi ketahuan berhubungan dengan wanita lain, namun pada waktu itu terdakwa belum mau mengakuinya.

d. Bahwa berita mengenai perselingkuhan terdakwa memang benar karena saksi melihat terdakwa dengan wanita itu berboncengan, saat ditegur terdakwa tidak mengakuinya hanya mengatakan bahwa wanita tersebut hanya teman biasa.

e. Bahwa selanjutnya saksi mengadu kepada orang tua terdakwa tentang kelakuan terdakwa yang memiliki wanita lain.

f. Bahwa selanjutnya orang tua terdakwa mencari tahu siapa wanita yang sedang dekat dengan terdakwa dan memang benar wanita tersebut adalah korban bernama Diana Sari alias nana tersebut.

9

(62)

54

g. Bahwa orang tua terdakwa dan saksi pernah datang ke rumah korban untuk menegur korban agar menjauhi terdakwa karena terdakwa sudah memiliki istri dan anak.

h. Bahwa waktu orang tua terdakwa kerumah korban bertemu dengan ayah dan paman korban dan berjanji korban akan menjauhi terdakwa. i. Bahwa saat itu mertua saksi tidak menginginkan saksi bercerai

dengan terdakwa karena mertua saksi sangat saying dengan saksi yang telah mau masuk islam karena menikah dengan terdakwa.

j. Bahwa saksi masih merasa sakit hati dengan perbuatan terdakwa yang masih berhubungan dengan korban meskipun telah ditegur olehnya, oleh karena saksi masih marah akhirnya terdakwa memutuskan untuk berhenti kerja di yayasan dan pergi ke bali bersama dengan anaknya sedangkan saksi tetap berada di sumbawa. k. Bahwa seminggu kemudian saksi menyusuk terdakwa ke klungkung

karena saksi kasian dengan anak yang diajak terdakwa; saksi berkumpul dengan anaknya di rumah paman terdakwa di klungkung tapi tidak serumah dengan terdakwa karena saksi masih marah dengan terdakwa.

(63)

55

m. Bahwa setahu saksi saati ini terdakwa bekerja di pengadilan agama sebagai sopir.

n. Bahwa saksi juga mendengar dari teman-teman terdakwa kalau terdakwa memiliki hubungan dengan wanita lain, dan pernah saat saksi dan terdakwa sedang berada di depan civic tailor yaitu tepat usaha paman terdakwa bertemu dengan korban Diana Sari alias Nana yang saat itu langsung marah-marah kepada saksi yang kemudian dilerai oleh terdakwa selanjutnya saksi masuk ke dalam civic taylor. o. Bahwa saksi pernah mendatangi tempat kos korban akan tetapi tidak

bertemu dengan korban, dan orang yang ditemui disana mengatakan tidak mengenalnya.

p. Bahwa terdakwa ditangkap karena perkara pembunuhan, saksi benar-benar terkejut dan tidak menyangka karena terdakwa yang saksi kenal adalah orang yang pendiam, ranjin mengaji dan sholat tidak pernah berkelakuan kasar. Bahwa saksi berharap agar terdakwa diringankan hukumannya karena saksi masih menyayangi terdakwa dan masih ada anaknya yang berusia 4 tahun.

(64)

56

r. Bahwa saksi mengenali barang bukti yang diperlihatkan dipersidangan sepanjang itu milik terdakwa sedangkan milik korban saksi tidak mengenaliny

Referensi

Dokumen terkait

Salah satu dari lokasi tersebut telah berdiri diatasnya sebuah usaha SPBU Nomor Seri 54.684-34 yang memiliki 4 (empat) dispenser dengan pendapatan bruto migas rata-rata setiap

Analisis data dilakukan dengan metode mean, standar deviasi, uji normalitas, uji kesamaan varians, dan uji beda rata-rata (uji “t”) untuk mengetahui adakah perbedaan

Salah satu produk pertanian Indonesia yang potensial untuk dijadikan alternatif pengganti terigu ialah ubi jalar. Keberadaan ubi jalar cukup dikenal oleh masyarakat

Namun penelitian yang dilakukan oleh peneliti disini juga memiliki perbedaan dengan penelitian terdahulu yang ditulis dalam jurnal tersebut dalam hal fokus dari jenis

Pada langkah ini, intake valve dan exhaust valve masih dalam keadaan tertutup, partikel -partikel bahan bakar yang disemprotkan oleh nozzle akan bercampur dengan

Memenuhi Dari hasil verifikasi terhadap dokumen-dokumen penerimaan bahan baku kayu bulat di UD Wahana Talabang, di ketahui bahwa seluruh penerimaan bahan baku kayu

Faktor-faktor tersebut masing-masing terdiri dari beberapa atribut yang sudah dikelompokkan berdasarkan nilai korelasinya, antara lain: (1) faktor atribut produk

Sebagaimana yang terlihat dalam kehidupan masyarakat Pura Desa Batuan, dampak positif dari kegiatan pariwisata terhadap budaya masyarakat lokal antara lain;