• Tidak ada hasil yang ditemukan

Intervensi pendidikan agama Islam dalam membentuk kesadaran keagamaan anak binaan: studi kasus di Lapas khusus anak kelas 1 Blitar.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Intervensi pendidikan agama Islam dalam membentuk kesadaran keagamaan anak binaan: studi kasus di Lapas khusus anak kelas 1 Blitar."

Copied!
145
0
0

Teks penuh

(1)

INTERVENSI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

DALAM MEMBENTUK KESADARAN KEAGAMAAN ANAK BINAAN (STUDI KASUS DI LAPAS KHUSUS ANAK KELAS 1 BLITAR)

TESIS

Diajukan Untuk memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Megister dalam Program Studi Pendidikan Agama Islam

Oleh:

M. SIFAUDDIN F13213147

PASCASARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

M. Sifauddin. F13213147, Intervensi Pendidikan Agama Islam Dalam Membentuk Kesadaran Keagamaan Anak Binaan (Studi Kasus di LAPAS Khusus Anak Kelas 1 Blitar).

Anak adalah generasi penerus bangsa, oleh karena itu anak harus mendapatkan pendidikan dan kasih sayang. Anak yang kurang mendapatkan kasih sayang akan menjadi anak nakal dan akibatnya dapat melakukan perbuatan yang melanggar hukum. Anak yang melanggar hukum dapat menyebabkan anak menjalani proses pidana di dalam Lembaga Pemasyarakatan.

Pokok permasalahan tesis ini adalah Bagaimana intervensi pendidikan agama Islam di Lapas Khusus Anak Kelas 1 Blitar? bagaimana kesadaran keagamaan Anak Binaan di Lapas Khusus Anak kelas 1 Blitar? Bagaimana kendala intervensi pendidikan agama Islam di Lapas Khusus Anak Kelas 1 Blitar?

Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan kesadaran keagamaan Anak Binaan dan intervensi pendidikan agama Islam serta menjelaskan kendala intervensi pendidikan agama Islam.Tesis ini dikategorikan dalam penelitian diskriptif-kualitatif. Dalam penelitian ini penulis memberikan deskripsi terhadap kata-kata. Penelitian ini dengan menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dan tergolong jenis penelitian lapangan (field research). Teknik pengumpulan datanya menggunakan Observasi, wawancara mendalam, analisis dokumen. Jenis analisis data yang digunakandalam menganalisa hasil dari penelitiannya mengunakan teknik induktif Hasil penelitian menunjukkan bahwa intervensi pendidikan agama Islam dalam membentuk kesadaran keagamaan di Lapas kelas I Blitar

Hasil penelitian menunjukkan bahwa intervensi pendidikan agama Islam dalam membentuk kesadaran keagamaan di Lapas kelas I Blitar jika dinilai secara ideal masih belum bisa memenuhi standar yang baik namun jika dipandang dari sudut pandang lingkungan dan warga binaan maka boleh dikatakan intervensi pendidikan Islam di Lapas sudah cukup merepresentasikan tujuan dari pendidikan Islam dalam lapas itu sendiri. Adapun metode yang

digunakan disini adalah mauidhoh, lisanul hal, pembiasaan, kisah, tabshir wa tandzir dan

tsawab wa’iqab.

Metode intervensi Pendidikan agama Islam di Lapas sebagian besar mengunakan metode

ceramah (mauidhoh) yang diakhiri dengan sesi tanya jawab kecuali untuk mata pelajaran Iqro’

yang menggunakan metode latihan hal ini karena terbatasnya waktu pengajaran dan ketiadaan sarana seperti buku panduan belajar bagi narapidana. Adapun metode yang paling dinilai berhasil

adalah metode tsawab wa iqab, karena dalam metode ini mensyaratkan adanya pahala dan

hukuman, metode ini juga cocok dalam tahapan psikilogi anak binaan. Evaluasi pendidikan agama Islam sendiri tidak dilakukan dalam proses pembelajarannya dikarenakan faktor lingkungan dan sarana prasarana serta waktu yang kurang memadai.

(7)

ABSTRAK

M. Sifauddin. F13213147. An Interference of Islamic Religion in Forming Religion Consciousness For The Chindren’s Prisoner (Case Study in LPKA Blitar First Class)

A child is belonged to young generation of nation, further more he has to get affectionar even love. the children who have got less affectionate will be naughty and causes can do something againts the laed more ever, they must be

proceeded in justice court and prisoned. That’s why, there are some. significant

aspects should be considered deeply about their psychological mental and behavior because they are all children who in jailed with immatured ages so ofcourse, after getting out from their prisoned, have to be rehabilited for psychological handicap and a religion belief and faith is one of the best solution to cure their distrust from the society even them selves in order to make more self confident to achieve the future endeavor and career.

The main problem on this thesis is about how does interfere Islamic religion in LPKA? how is religion consciousness grown for the students? How is the obstacles of Islamic Religion Interference in LPKA?

The research brings some purposes to describe a religion consciousness for the students and interfere of Islamic education also elaborate the handicap of Islamic education. Meancohile this study is being categorized into descriptive-Qualitative research. On this research, the writer renders several description

through the words. The research results shows that a religion consciousness for

kids prisoner as explain above refer to this limitid of study which denotes to positive changes throught the forget, the positive changes on this case refleds to kids prisoner. On Islamic education interference contact namely. An interference efforts through child prisoner, has used for eular method based on: Islamic concepts of supervising for children prismers in LAPAS 1 Class Blitar. As mather of facts it has been done the block division based on education level, age and for the child who has got more than 18 years old hasn’t moved yet. Besides there’s problem with less prison guard who understand, about the kids psycology and skillful ever healthy guard. Some problem soon be necessary pard atherh mosttly guord be necessary pad other mostly our society still given worst stigma for the children’s prison order to solve a bundle of hoovering in LAPAS Blitar. Has been endeavored to figure them out. Those efforts should be carried out by optimalizing the employees there to support handling their kid’s prisoner in other words, sweeping the bad stigma of society behaving the children prisoner in LAPAS Blitar, by inviting the children activities in out of LAPAS For example by accepting the guest visiting from kind of societles.

At last, the key words : interference of Islam, children’s religion

(8)

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 8

C. Rumusan Masalah ... 8

D. Tujuan Penelitian... 8

E. Kegunaan Penelitian ... 9

F. Kajian Teori... 10

G. Penelitian Terdahulu ... 15

H. Metode Penelitian ... 17

I. Sistematika Pembahasan ... 23

BAB II KAJIAN TEORI ... 25

A. Tinjauan Tentang Intervensi Pendidikan... 25

1. Pengertian Intervensi ... 25

2. Tujuan dan Fungsi Metode Intervensi Sosial ... 27

3. Bentuk Metode Intervensi Sosial ... 28

(9)

5. Anak Sebagai Warga Binaan Pemasyarakatan ... 35

B. Pendidikan Agama Islam ... 42

1. Pengertian Pendidikan Agama Islam... 42

2. Dasar Pendidikan Agama Islam ... 48

3. Materi Pendidikan Agama Islam ... 52

4. Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam di Lembaga Pemasyarakatan ... 55

C. Hakikat Kesadaran Beragama Anak ... 61

1. Pengertian Kesadaran Beragama ... 61

2. Kematangan dan Kesadaran Beragama pada Anak ... 64

3. Ciri-ciri Kematangan dan Kesadaran Beragama ... 68

4. Kesadaran Beragama pada Masa Anak-anak ... 70

BAB III PENYAJIAN DATA DAN ANALISA DATA ... 74

A. Penyajian Data... 74

1. Metode Intervensi PAI di Lapas Blitar ... 74

2. Potret Kesadaran Keagamaan di Lapas Blitar ... 84

3. Kendala dan Hambatan Intervensi PAI di Lapas Blitar ... 98

B. Analisa Data ... 112

1. Upaya yang Dilakukan Oleh Lapas Khusus Anak Kelas 1 Blitar Dalam Mengatasi Hambatan Pembinaan... 112

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ... 130

A. Kesimpulan ... 130

B. Saran ... 131

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan mempunyai visi yang begitu mulia, yaitu meningkatkan martabat manusia, mencerdaskan kehidupan bangsa, menghilangkan kebodohan dan menciptakan pribadi-pribadi yang mempunyai kepekaan dan kepedulian terhadap permasalahan-permasalahan kemanusiaan disekitarnya.1

Pendidikan dalam Islam merupakan sebuah proses pemberdayaan menuju

taklif (kedewasaan), baik secara akal, mental maupun moral, untuk menjalankan fungsi kemanusiaan yang diembannya sebagai seorang hamba dihadapan

Kholik-nya dan sebagai „pengelola‟ alam semesta. KarenaKholik-nya fungsi utama pendidikan

adalah mempersiapkan peserta didik(generasi penerus) dengan kemampuan dan keahlian yang diperlukan agar memiliki kesiapan untuk terjun ke tengah masyarakat.2

Berbagai tindak kejahatan sering terjadi di masyarakat, misalnya pencurian, perampokan, penipuan, pembunuhan dan sebagainya. Dari semua tindak kejahatan tersebut terjadi dikarenakan berbagai macam faktor yang mempengaruhinya, seperti keterpaksaan seseorang melakukan tindak kejahatan pencurian yang dikarenakan faktor ekonomi, faktor lingkungan atau terikat dengan lingkungan yang ada di sekitarnya dan sebagainya. Kesemua tindak kejahatan yang terjadi tersebut harus mendapat ganjaran yang setimpal atau seimbang, sehingga dengan

1

M. Imam Zamroni, Menyingkap Jenis Kelamin Pendidikan Nasional, Jurnal Paradigma UIN Sunan Kalijaga, (Yogyakarta; UIN Press, 2004, Cet II), 23.

2

(11)

2

demikian agar ketertiban, ketentraman dan rasa keadilan di masyarakat dapat tercapai dengan baik.

Sehubungan dengan seorang Anak Binaan yang sedang menjalani vonis yang dijatuhkan oleh pengadilan, hak-haknya sebagai narapidana akan dibatasi. Namun meskipun terpidana kehilangan kemerdekaannya, ada hak-hak Anak Binaan yang tetap di lindungi dalam Sistem Pemasyarakatan Indonesia.

Lembaga Pemasyarakatan sebagai ujung tombak pelaksanaan atas pengayoman merupakan tempat untuk mencapai tujuan tersebut di atas, melalui pendidikan, rehabilitasi dan reintegrasi. Sistem Pemasyarakatan di samping bertujuan untuk mengembalikan Warga Binaan Pemasyarakatan sebagai warga yang baik, juga bertujuan untuk melindungi masyarakat terhadap kemungkinan diulanginya tindak pidanaoleh Warga Binaan Pemasyarakatan, serta merupakan penerapan dan bagian yang tidak terpisahkan dari nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.3

Berdasarkan Pasal 28 ayat (1) Reglement Penjara Tahun 1917 tersebut yang sebagaimana telah disebut di atas, maka ada 2 (dua) hal yang dapat dilihat dari isi pasal tersebut dan penjelasannya, yaitu bahwa pegawai-pegawai penjara diwajibkan memperlakukan narapidana atau pelaku tindak pidana secara prikemanusiaan dan keadilan, dengan tujuan untuk mempengaruhi narapidana ke jalan perbaikan. Selanjutnya dinyatakan lagi akan tetapi dengan kesungguhan beserta peraturan yang ketat dan patut, dengan tujuan tidak boleh ada

3

(12)

3

persahabatan antara pegawai penjara untuk senantiasa mempertahankannya, yang berarti mempertahankan sifat dari pidana itu sendiri.4

Berbagai macam pengertian tujuan dari pidana penjara tersebut terdapat banyak perbedaan. Namun demikian di Indonesia menurut Sudarto, melalui Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (selanjutnya disebut KUHP) ke dalam Reglement

Penjara Tahun 1917 memang masih ada yang beranggapan bahwa tujuan dari pidana penjara tersebut adalah pembalasan yang setimpal dengan mempertahankan sifat dari pidana penjaranya yang harus diutamakan. Adapun pada akhir tahun 1963 yang dinyatakan bahwa pidana penjara adalah pemasyarakatan, dan hal tersebut lebih mengarah atau mengutamakan pembinaan (re-educatie and re-socialisatie).5

Sebenarnya secara umum pemasyarakatan tersebut bisa diartikan memasyarakatkan kembali seseorang pelaku tindak pidana yang selama ini sudah salah jalan yang merugikan orang lain atau masyarakat dan mengembalikannya kembali ke jalan yang benar dengan cara membina orang yang bersangkutan tersebut sehingga menguntungkan atau berguna bagi orang lain atau masyarakat pada umumnya yang telah dirugikannya pada waktu dulu.

Adanya model atau cara pembinaan bagi narapidana di dalam Lembaga Pemasyarakatan tersebut tidak terlepas dari suatu dinamika, yang bertujuan untuk lebih banyak memberi bekal bagi narapidana dalam menyongsong kehidupan setelah selesai menjalani masa hukumannya (bebas). Hal ini seperti yang juga terjadi sebelumnya terhadap istilah penjara yang telah berubah menjadi Lembaga

4

Bachtiar Agus Salim, Tujuan Pidana Penjara Sejak Reglemen 1917 Hingga Lahirnya Sistem Pemasyarakatan di Indonesia Dewasa ini (Medan, Pustaka Bangsa, Pemikiran Hukum Guru Besar Dari Masa ke Masa, editor Tan Kamello, 2003). 129

5

(13)

4

Pemasyarakatan berdasarkan Surat Instruksi Kepala Direktorat Pemasyarakatan Nomor J.H.G.8/506 Tanggal 17 Juni 1964.

Anak Binaan bukan saja sebagai objek, melainkan juga subjek yang tidak berbeda dari manusia lainnya yang sewaktu-waktu dapat melakukan kesalahan atau kekhilafan yang dapat dikenakan pidana, sehingga harus diberantas atau dimusnahkan. Sementara itu, yang harus diberantas adalah faktor-faktor yang dapat menyebabkan narapidana tersebut berbuat hal-hal yang bertentangan dengan hukum, kesusilaan, agama, atau kewajiban-kewajiban sosial lainnya yang dapat dikenakan pidana.6

Umumnya pemidanaan adalah suatu upaya untuk menyadarkan narapidana atau Anak Binaan agar dapat menyesali segala perbuatan yang telah dilakukannya dan mengembalikannya menjadi warga masyarakat yang baik, taat kepada hukum, menjunjung tinggi nilai-nilai moral, sosial dan keagamaan, sehingga tercapai kehidupan masyarakat yang aman, tertib dan damai.7

Deklarasi seduania tentang HAM, PBB telah menyatakan bahwa setiap orang berhak atas segala hak dan kemerdekaan sebagaimana yang tercantum dalam deklarasi ini tanpa membeda-bedakan suku bangsa, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, pandangan politik dan pendapat lainnya, asal usul bangsa, atau tingkatan sosial, kaya atau miskin, keturunan atau status.

Menarik untuk dicermati jika seorang narapidana adalah masih seorang anak. Secara psikologis anak adalah usia sensitif. Dalam kacamata agama usia

anak adalah usia ta‟lim (belajar). Dapat disimpulkan usia anak adalah penentu

tahapan perkembangan kehidupan selanjutnya, maka akan sangat fatal akibatnya

6

C.I. Harsono Hs, Sistem Baru Pembinaan Narapidana (Jakarta: Djambatan, 1995), 18-19.

7

(14)

5

jika pendidikan dan pembinaan yang diberikan kepada anak tersebut tidak tepat. Menjadi lebih sensitif lagi kebutuhan akan pendidikan dan pembinaan agama Islam terhadap Anak Binaan.

Kebutuhan akan perlindungan khusus anak telah tercantum dalam deklarasi Jenewa tentang Hak Anak-Anak Tahun 1924 dan telah diakui dalam deklarasi sedunia tentang Hak Asasi Manusia serta undang-undang yang telah dibuat untuk badan khusus dan organisasi-organisasi internasional yang memberi perhatian tentang kesejahteraan anak-anak.

Oleh karena itu, majelis umum PBB memaklumkan Deklarasi Hak Anak-Anak ini dengan maksud agar anak-anak dapat menjalani masa kecil yang membahagiakan, berhak menikmati hak-hak dan kebebasan, baik kepentingan mereka sendiri maupun untuk kepentingan masyarakat.

Wagianti Sutedjo menjelaskan bahwa untuk menjalankan hak-hak tersebut diatas secara bertahap, baik melalui undang-undang maupun peraturan lainnya harus sesuai dengan asas-asas yang diberlakukan, terutama pada asas ke-7, yang berbunyi:8

“Anak-anak berhak mendapatkan peendidikan wajib secara cuma-cuma sekurang-kurangnya di tingkat sekolah dasar. Mereka harus mendapatkan pendidikan yang dapat meningkatkan pengetahuan umumnya dan memungkinkan mereka, atas dasar kesempatan yang sama, untuk mengembangkan kemampuannya, pendapat pribadinya, dan perasaan tanggung jawab moral dan sosialnya, sehingga mereka dapat menjadi anggota masyarakat yang berguna. Kepentingan-kepentingan anak haruslah dijadikan dasar pedoman oleh mereka yang bertanggungjawab terhadap pendidikan dan bimbingan anak yang bersangkutan. Anak-anak harus mempunyai kesempatan yang leluasa untuk bermain dan berkreasi yang diarahkan untuk tujuan pendidikan, masyarakat dan penguasa yang berwenag harus berusaha meningkatkan pelaksanaan hak ini.

8

(15)

6

Dengan adanya asas ini maka diharapkan bagi pemerintah untuk lebih memperhatikan hak-hak asasi anak khususnya dalam upaya mendapatkan pendidikan, agar selalu disediakan wadah dan fasilitas untuk tetap dapat merasakan hak mereka sebagai anak walaupun mereka dalam keadaan dihadapkan dengan pengadilan.

Pelaksanakan sistem pemasyarakatan tersebut, diperlukan juga partisipasi atau keikutsertaan masyarakat, baik dengan mengadakan kerjasama dalam pembinaan maupun dengan sikap bersedia menerima kembali Warga Binaan Pemasyarakatan yang telah selesai menjalani Binaannya.9

Secara lebih spesifik menurut Islam, keberadaan manusia beserta fitrahnya harus dilihat dari dua dimensi sekaligus; yakni dimensi realitas abstrak dan realitas obyetif. Manusia dalam dimensi realitas abstrak adalah manusia yang dalam wujudnya harus melaksanakan nilai-nilai keagamaan. Manusia dalam realitas obyektif adalah manusia yang senatiasa berhadapan dengan faktor-faktor obyektif lingkungan sekitarnya, yang berwujud kebutuhan-kebutuhan hidup, kepedulian terhadap berbagai perubahan serta berkarya untuk menyertai dan mengimbangi perubahan nilai-nilai sosial masyarakat.10

Secara spesifik Pendidikan agama yang diberlakukan di lembaga pemasyarakatan adalah untuk melaksanakan pembinaan narapidana dan anak didik pemasyarakatan sesuai dengan tujuan pendidikan agama Islam, yakni untuk

“meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayatan, dan pengamalan peserta didik

tentang agama Islam, sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat,

9

Ibid, 22-23.

10

(16)

7

dan bernegara. Pembinaan agama merupakan salah satu faktor yang terpenting dalam proses pembinaan narapidana, karena diharapkan setelah mendapat bimbingan keagamaan para narapidana atau Anak Binaan tidak mengulangi tindak kejahatan yang telah mereka lakukan dan melanggar hukum.

Menurut sistem kepenjaraan di Negara kita yang dipengaruhi oleh liberalitas terdapat pendidikan agama, berdasarkan pasal 66 berikut ini11:

a. Dengan izin direktur dalam penjara diberi kesempatan:

1. Untuk melakukan agama oleh orang-orang terpenjara yang meminta kesempatan itu

2. Untuk memberi pendidikan agama atau penerangan lain tentang kebaktian kepada Tuhan atau tentang ilmu filsafat kepada orang terpenjara yang tidak mempunyai keberatan terhadap itu.

b. Dalam peraturan rumah tangga penjara-penjara dimuat keterangan lebih jelas tentang pendidikan dan melakukan agama tersebut dalam ayat (1) Pembinaan agama dilaksanakan di dalam dan di luar Lembaga Pemasyarakatan12:

Di dalam Lembaga pemasyarakatan:

Bagi narapidana atau anak didik yang beragama Islam diberi pendidikan Ilmu tasawuf, Tauhid, Fiqih, Akhlaq, Alquran, Tafsir, Hadis dan tarikh Islam. a) Memberi bimbingan latihan praktek ibadat mengenai: bersuci, shalat,

membaca Alquran dan lain-lain

b) Membimbing pelaksanaan ibadah setiap waktu shalat dan setiap shalat

jum‟at

11

Proyek Penerangan Bimbingan Dan Dakwah/Khutbah Agama Islam Pusat Departemen Agama,

Metodologi Dakwah Terhadap Narapidana, (Jakarta: Proyek Penerangan Bimbingan Dan Dakwah Khutbah Agama Islam Pusat, DEPAG Jakarta, 1978), 76

12

(17)

8

c) Membimbing pelaksanaan puasa ramadhan, serta kegiatan-kegiatan yang menyertainya yaitu: makan sahur, berbuka puasa, shalat tarawih, tadarusan d) Mengadakan peringatan hari-hari besar Islam seperti shalat hari raya,

nuzulul Qur‟an dan sebagainya

e) Menyelenggarkan seni baca Alquran, musabaqah dan seni budaya keagamaan lainnya seperti: qasidah untuk memotifasi belajar agama Meskipun seseorang telah menjalani masa hukuman, dalam pelaksanaannya tetap mengedepankkan prinsip memanusiakan manusia, terlebih jika dalam kontek Anak Binaan. Dalam pandangan ajaran agama Islam maupun dalam kaidah berbangsa dan bernegara, maka penulis tertarik meneliti mengenai proses pembentukan kesadaran keagamaan Anak Binaan dengan mengambil studi kasus di LAPAS Khusus Anak Kelas 1 Blitar, kemudian mengambil beberapa konsep Pendidikan agama Islam sebagai carapandangnya sekaligus pisau analisanya. Dengan judul tesis Intervensi Pendidikan agama Islam Dalam Membentuk Kesadaran Keagamaan Anak Binaan Studi Kasus di LAPAS Khusus Anak Kelas 1 Blitar.

(18)

9

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

Untuk lebih mempertajam dan mempermudah analisa serta kajian selanjutnya, maka penulis memberikan Identifikasi dan Batasan masalah. Dalam tesis ini penulis membatasi pada studi Pendidikan agama Islam dalam membentuk kesadaran keagamaan Anak Binaan dengan studi multikasus di LAPAS Khusus Anak Kelas 1 Blitar.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, agar lebih fokus dan pembahasannya tidak melebar, maka dirumuskanlah rumusan masalah sebagai berikut;

1. Bagaimana kesadaran keagamaan Anak Binaan di LAPAS Khusus Anak Kelas 1 Blitar?

2. Bagaimana intervensi Pendidikan agama Islam di LAPAS Khusus Anak Kelas 1 Blitar?

3. Bagaimana kendala intervensi Pendidikan agama Islam di LAPAS Khusus Anak Kelas 1 Blitar?

D.Tujuan Penelitian

(19)

10

1. Untuk mendiskripsikan kesadaran keagamaan Anak Binaan di LAPAS Khusus Anak Kelas 1 Blitar

2. Untuk mendiskripsikan intervensi Pendidikan agama Islam di LAPAS Khusus Anak Kelas 1 Blitar

3. Untuk menjelaskan kendala intervensi Pendidikan agama Islam di LAPAS Khusus Anak Kelas 1 Blitar

E.Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dan manfaat terutama pada pihak-pihak yang terkait:

1. Secara teoritis penelitian ini memberikan sumbangsih kepada dunia pendidikan sebagai wacana ilmiah, khususnya pendidikan agama Islam dalam rangka memperkaya khazanah keilmuan pendidikan Islam. Juga wacana Ilmiah ilmiah kepada masyarakat umum. Juga melatih penulis dalam mengungkapkan pikiran lewat tulisan secara ilmiah, sistematis serta membawa wawasan terhadap disiplin ilmu yang digeluti.

2. Secara praktis penelitian ini memberikan sumbangsih pada :

a. Para guru untuk bahan refleksi tentang pentingnya menanamkan ketaatan pada hukum yang berlaku pada peserta didik sebagai bagian dari masyarakat, baik ketika masih menjadi pelajar maupun setelah lulus.

(20)

11

F. Kajian Teori

1. Intervensi Pendidikan Islam a. Pengertian Intervensi

Dalam kamus besar bahasa indonesia disebutkan bahwa intervensi adalah campur tangan atau kekuatan mempengaruhi.13Definisi ini dapat dipahami daya pengaruh positip pendidikan agama Islam pada anak atau peserta didik. Menurut penulis intervensi pendidikan agama Islamini bertemu dalam satu tolak ukur tujuan pendidikan agama Islam itu sendiri.

Intervensi sosial adalah upaya perubahan terencana terhadap individu, kelompok, maupun komunitas.14 Dikatakan 'perubahan terencana' agar upaya bantuan yang diberikan dapat dievaluasi dan diukur keberhasilannya. Intervensi sosial dapat pula diartikan sebagai suatu upaya untuk memperbaiki keberfungsian sosial dari kelompok sasaran perubahan, dalam hal ini, individu, keluarga, dan kelompok. Keberfungsian sosial menunjuk pada kondisi di mana seseorang dapat berperan sebagaimana seharusnya sesuai dengan harapan lingkungan dan peran yang dimilikinya.

Secara umum pengertian pendidikan agama Islam dapat dimaknakan dengan proses internalisasi pengetahuan dan nilai Islam kepada peserta didik melalui upaya pengajaran, pembiasaan, bimbingan, pengasuhan, pengawasan dan pengembangan potensinya guna mencapai keselarasan dan kesempurnaan hidup di dunia dan akhirat.15

13

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,1995).

14

Adi,Isbandi Rukminto. Ilmu Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial: Pengantar Pada Pengertian dan Beberapa Pokok Bahasan (Jakarta. FISIP UI Press. 2005). 141-150

15

(21)

12

Dalam pengertian ini menurut penulis intervensi pendidikan agama Islam menjadi bagian penting dari rangkaian dan proses panjang pendidikan agama Islam menuju tujuan yang telah dirumuskan.

Dalam tataran praktik usaha intervensi terhadap suatu nilai dapat berupa pendidikan dan pembinaan secara berkelanjutan. Pembinaan adalah segala usaha, ikhtiyar dan kegiatan yang berhubungan dengan perencanaan, pengorganisasian, dan pengendalian segala sesuatu secara teratur dan terarah.16 Menurut S. Hidayat Pembinaan yaitu suatu usaha yang dilakukan dengan sadar terencana, teratur, dan terarah untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan ketrampilan subjek didik dengan tindakan, pengarahan, bimbingan, pengembangan untuk mencapai tujuan yang diharapkan.

Sedangkan menurut jumhur dan Muh. Surya, pembinaan merupakan suatu proses yang membantu individu melalui usaha sendiri dalam rangka menemukan dan mengembangkan kemampuan agar dia memperoleh kebahagiaan pribadi dan kemanfaatan sosial.17 Pendidikan Agama Islam selain sebagai wahana transfer pengetahuan, transmisi nilai, terlebih mendasar dari itu adalah sebagai tranformasi nilai menuju satu titik yang di cita-citakan.

Dengan demikian penulis menyimpulkan bahwa intervensi adalah sebagai proses terencana penanaman nilai kedalam jiwa seseorang sehingga nilai tersebut tercermin pada sikap dan prilaku yang ditampakkan dalam kehidupan sehari-hari (menyatu dengan pribadi). Suatu nilai yang telah terintervensi pada diri seseorang memang dapat diketahui ciri – cirinya dari tingkah laku.

16

Masdar Hilmi, Dakwah dalam Alam Pembangunan, (Semarang: Thoha Putra),53

17

(22)

13

b. Tahapan Intervensi

Menurut Pincus dan Minahan, intervensi sosial meliputi tahapan sebagai berikut18:

1. Penggalian masalah, merupakan tahap di mana pekerja sosial mendalami situasi dan masalah klien atau sasaran perubahan. Tujuan dari tahap penggalian masalah adalah membantu pekerja sosial dalam memahami, mengidentifikasi, dan menganalisis faktor-faktor relevan terkait situasi dan masalah yang bersangkutan. Berdasarkan hasil penggalian masalah tersebut, pekerja sosial dapat memutuskan masalah apa yang akan ia selesaikan, tujuan dari upaya perubahan, dan cara mencapai tujuan.

2. Pengumpulan data, merupakan tahap di mana pekerja sosial mengumpulkan informasi yang dibutuhkan terkait masalah yang akan diselesaikan. Dalam melakukan pengumpulan data, terdapat tiga cara yang dapat digunakan, yaitu: pertanyaan, observasi, dan penggunaan data tertulis.

3. Melakukan kontak awal

4. Negosiasi kontrak, merupakan tahap di mana pekerja sosial

menyempurnakan tujuan melalui kontrak pelibatan klien atau sasaran perubahan dalam upaya perubahan.

5. Membentuk sistem aksi, merupakan tahap di mana pekerja sosial

menentukan sistem aksi apa saja yang akan terlibat dalam upaya perubahan. 6. Menjaga dan mengkoordinasikan sistem aksi, merupakan tahap di mana

pekerja sosial melibatkan pihak-pihak yang berpengaruh terhadap tercapainya tujuan perubahan.

18

(23)

14

7. Memberikan pengaruh 8. Terminasi

Secara garis besar tujuan pembelajaran memuat tiga aspek pokok, yaitu:

knowing, doing, dan being atau dalam istilah yang umum dikenal aspek kognitif, psikomotor, dan afektif. Intervensi merupakan bagian pencapaian aspek yang terakhir (being).

Di sinilah sebenarnya bagian yang paling sulit dalam proses pendidikan karena pada aspek ini tidak dapat diukur dengan cara yang diterapkan pada aspek knowing dan doing. Aspek ini lebih menekankan pada kesadaran siswa untuk mengamalkannya. Selain melalui proses pendidikan di sekolah perlu adanya kerja sama dengan pihak orang tua siswa, mengingat waktu siswa lebih banyak digunakan di luar sekolah. Dalam kajian psikologi, kesadaran seseorang dalam melakukan suatu tindakan tertentu akan muncul tatkala tindakan tersebut telah dihayati.

c. Kesadaran keagamaan

Kesadaran beragama merupakan bagian atau segi yang hadir (terasa) dalam pikiran dan dapat diuji melalui introspeksi atau dapat dikatakan bahwa ia adalah aspek mental dan aktivitas19.

Kesadaran keagamaan adalah rasa keagamaan, pengalaman ke-Tuhanan, keimanan, sikap dan tingkah laku keagamaan, yang terorganisasi dalam sistem mental dari kepribadian. Karena agama melibatkan seluruh fungsi jiwa dan raga manusia, maka kesadaran beragamapun mencakup aspek-aspek afektif, konatif, kognitif dan motorik. Aspek afektif dan konatif

19

(24)

15

terlihat di dalam pengalaman ke-Tuhanan, rasa keagamaan dan kerinduan kepada Tuhan. Aspek kognitif terlihat pada keimanan dan kepercayaan sedangkan aspek motorik terlihat pada perbuatan dan gerakan tingkah laku keagamaan.20

Bahwa sudah menjadi qodrat dalam penciptaan manusia sebagai makhluk yang membutuhkan agama. Kebutuhan atas agama ini adalah paling asasi diantara kebutuhan manusia lainnya, sehingga dalam perkemabangan manusia pasti muncul rasa agama sebagai potensi yang tidak terpisahkan dari jati diri kemanusiannya, tentunya diperlukan usaha sadar, terarah dan berkesinambungan agar potensi tadi dapat mengaktual dalam kehidupan sehari-hari.

Kesadaran beragama merupakan dasar dan arah dari kesiapan seseorang mengadakan tanggapan, reaksi, pengolahan, dan penyesuaian diri terhadap rangsangan yang datang dari luar.

Kesadaran akan norma-norma agama berarti individu menghayati, mengintervensi, dan mengintegrasikan norma tersebut kedalam diri pribadinya. Penggambaran tentang kemantapan kesadaran beragama atau religius tidak dapat terlepas dari kriteria kematangan kepribadian. Kesadaran beragama yang mantap hanya terdapat pada orang yang memiliki kepribadian yang matang, akan tetapi kepribadian yang matang belum tentu disertai dengan kesadaran beragama yang mantap.

20

(25)

16

Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa kesadaran baragama merupakan sesuatu yang terasa, dapat diuji melalui introspeksi dan keterdekatan dengan sesuatu yang lebih tinggi dari segalanya, yaitu Tuhan.

Kesadaran beragama dalam tulisan ini meliputi rasa keagamaan, pengalaman ke-Tuhanan , ke imanan, sikap dan tingkah laku keagaman, yang terorganisasi dalam sistem mental darikepribadian. Karena agama melibatkan seluruh fungsi jiwa raga manusia, maka kesdaran beragamapun mencapai aspek-aspek afektif, konatif, kognitif dan motorik. Keterlibatan fungsi afektif dan konatif terlihat didalam pengalaman ke-Tuhanan, rasa keagamaan dan rindu kepada Tuhan. Aspek kognitif nampak dalam keimanan dan kepercayaan. Sedangkan keterlibatan fungsi motorik nampak dalam perbuatan dan gerakan tingkah laku dan keagamaan. Dalam kehidupan sehari-hari, aspek-aspek trsebut sukar di pisah-pisahkan karena merupakan suatu sistem kesadaran beragama yang utuh dalam kepribadian seseorang.

d. Anak Binaan

Anak Binaan adalah anak yang berdasarkan putusan pengadilan menjalani pidanadi LAPAS anak paling lama sampai berumur delapan belas tahun.21 Menentukan batasan umur sebagaimana peraturan diatas adalah sangatlah penting untuk dilakukan dalam perkara binaan anak, karena dipergunakan untuk mengetahui seseorang yang diduga melakukan kejahatan termasuk kategori anak atau bukan.

Adanya ketegasan dalam hal penentuan batasan umur anak dalam suatu peraturan perundang-undangan akan menjadi pegangan para penegak

21

(26)

17

hukum agar tidak salah tangkap, salah tahanan, salah sidik, salah tuntut maupun salah mengadili, karena hal ini menyangkut tentang hak asasi dari seseorang.22 Adanya perbedaan klasifikasi narapidana tentunya menuntut pola intervensi dan bimbingan yang berbeda pula. Pada Anak Binaan ini tentunya memerlukan konsentrasi prima, hal ini bisa dilihat dari sisi usia yang masih sensitif, disisi lain usia anak semestinya diselamatkan untuk mendapatkan kehidupan dan penghidupan yang layak baik dalam kacamata negara maupun agama.

G.Penilitian Terdahulu

1. Mukhamad Tri Setyobudi. Pembinaan Anak Pidana di Lembaga Pemasyarakatan Anak Tangerang. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah pola pembinaan terhadap Anak Pidana yang dilakukan di LP. Anak di Tangerang, Faktor-faktor apa saja yang menjadi penghambat dalam pelaksanaan pembinaan terhadap Anak Pidana di LP. Anak di Tangerang, Upaya-upaya apa saja yang dilakukan oleh LP. Anak di Tangerang dalam mengatasi hambatan-hambatan yang terjadi dalam membina Anak Pidana untuk menuju sistem pemasyarakatan yang lebih baik. Metode dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode non dotrinal atau sosio-legal. Hasil dalam penelitian ini adalah pembinaan terhadap Anak Binaan Tangerang pada dasarnya telah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Adapun kendala dalam penelitian ini adalah kurangnya pegawai atau petugas yang mengetahui perkembangan jiwa anak

22

(27)

18

maupun tenaga ketrampilan dan kesehatan. Namun kendala tersebut telah dilakukan upaya-upaya untuk menanggulanginya.

2. Agung Pambudi. Telah melakukan penelitian tentang Asimilasi Bagi Anak Pidana. Rumusan masalah dalam penelitian tersebut adalah bagaimana pelaksanaan asimilasi bagi Anak Binaan di Lembaga Pemasyarakatan Anak Kelas IIA Blitar, Apakah kendala yang dihadapi oleh petugas Lembaga Pemasyarakataan dalam pelaksanaan asimilasi Anak Pidana di Lembaga Pemasyarakatan Anak Kelas IIA Blitar dan bagaimana upaya mengatasinya. Metode dalam penelitian ini adalah penelitian empiris dengan pendekatan yuridis sosiologis. Adapun hasil dalam penelitian ini adalah Pelaksanaan asimilasi bagi Anak Pidana di Lembaga Pemasyarakatan Anak Kelas IIA Blitar adalah mengikuti kegiatan ibadah di luar LAPAS, kerja sosial dan kerja bakti di masyarakat dengan kendala minimnya dana atau sarana dan prasarana untuk asimilasi, dan dari diri Anak Pidananya itu sendiri. Untuk menangani kendala tersebut dilakukan upaya mencarikan alternatif dalam pengurusan prosedur asimilasi.

(28)

19

tersebut. Metode dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis empiris dengan pendekatan yuridis sosiologis. Adapun hasil dalam penelitian ini adalah pentingnya mananamkan budaya tertib hukum semenjak dini dan menuju kepada masyarakat tertib hukum adalah memerlukan kepedulian semua lapisan masyarakat, supremasi hukum menjadi salah satu kuncinya.

Dari penelitian di atas, masing-masing menunjukkan perbedaan dari segi titik tekan pembahasannya dengan tesis yang akan penulis susun. Penelitian yang akan penulis susun memotret pendidikan agama Islam dalam membentuk kesadaran Anak Binaan di LAPAS Khusus Anak Kelas 1 Blitar, dalam hal ini Pendidikan agama Islam sebagai pisau bedahnya. Kata kunci intervensi Pendidikan agama Islam membedakan penelitian ini dengan yang lainnya. Menurut penulis pilihan istilah intervensi pendidikan agama Islam berarti mengandung proses terencana dan merefungsi dari kondisi yang ada menuju kondisi idial atau optimal melalui kegiatan transfer (pemindahan), transmisi (penyerapan), dan terlebih adalah transformasi (perubahan) watak peserta didik kearah tujuan pendidian Islam itu sendiri sehingga nilai-nilai yang terkandung dalam islam benar-benar mewujud (menginternal) menjadi sebuah ciri khas atau watak anak didik.

H. Metode Penelitian 1. Jenis penelitian

(29)

20

Penelitian ini termasuk kedalam penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif mengkaji perspektif partisipan dengan multi strategi. Strategi-strategi yang bersifat interaktif, seperti observasi, langsung, observasi partisipan, wawancara mendalam, dokumen-dokumen, teknik-teknik perlengkapan seperti foto, rekaman, dan lain-lain.23

Karena data yang diperoleh berasal dari LAPAS Khusus Anak Kelas 1 Blitar, penelitian ini dilakukan dengan cara diskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa. Dalam penelitian diskripsi ini penulis memberikan diskripsi terhadap kata-kata atau bahasa yang diperoleh dari data di LAPAS Khusus Anak Kelas 1 Blitar.

2. Sumber data

Dalam hal ini, sumber data primer yang akan diperoleh oleh peneliti adalah dari hasil wawancara dengan Bapak petugas pembinaan LAPAS Khusus Anak Kelas 1 Blitar dan beberapa ustadz terkait, serta pada narapidana nya langsung. Adapun Data sekunder yang diperoleh penulis yaitu data yang diperoleh langsung dari pihak-pihak yang berkaitan berupa data-data dan berbagai literatur yang relevan dengan pembahasan. Data sekunder yang diperoleh dari penelitian ini berupa buku-buku, artikel, foto dan dokumen terkait dengan profil LAPAS Khusus Anak Kelas 1 Blitar, juga arsip bagian Kasubag Umum mengenai sejarah LAPAS Khusus Anak Kelas 1 Blitar, Kasubag kepegawaian tentang struktur tugas dan keadaan pengurus LP.Blitar, Kasubag administrasi mengenai keadaan narapidana, dan

23

(30)

21

dokumentasi sarana prasarana yang ada pada LAPAS Khusus Anak Kelas 1 Blitar.

3. Tehnik pengumpulan data

Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan wawancara tertsruktur maupun tidak terstruktur ke petugas LAPAS Khusus Anak Kelas 1 Blitar dan sejumlah anak didik pemasyarakatan LAPAS Khusus Anak Kelas 1 Blitar.

Interview atau wawancara adalah suatu bentuk komunikasi verbal jadi semacam percakapan yang bertujuan untuk memperoleh informasi.24 Wawancara ialah percakapan dua orang atau lebih.25 Jadi dari hasil wawancara ini diharapkan penulis dapat memperoleh data yang diperlukan untuk kaitannya dengan pelaksanaan pembinaan keagamaan, metode yang diterapkan dalam pembinaan keagamaan yang dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan itu.

Wawancara dilakukan dengan terlebih dahulu membuat pedoman wawancara dengan tujuan agar proses wawancara berjalan dengan efektif dan efisien. Dalam rangkaian langkah ini komponen penting berikutnya adalah responden. Responden adalah orang yang merespon atau menjawab pertanyaan-pertanyaan peneliti baik pertanyaan tertulis maupun lisan.26

Tehnik ini digunakan oleh penulis dalam rangka mengumpulkan data yang berkaitan dan relevan dengan tema yang dikaji.

24

Nasution, Metode Research, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), 113

25

Usman, Husaini dan Purnomo Setiadi Akbar. Metodologi Penelitian Sosial. (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), 57

26

(31)

22

4. Analisis data

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga mudah difahami, dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain.27 Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis domain. Analisis domain adalah analisis yang digunakan untuk menganalisis gambaran objek penelitian secara umum atau di tingkat permukaan, namun relatif utuh tentang objek penelitian tersebut.28 Dengan menggunakan analisis domain penulis berharap mendapatkan pemahaman yang konferhensif tentang Pendidikan agama Islamdalam membentuk pendidikan agama Islam dalam membentuk kesadaran Anak Binaan di LAPAS Khusus Anak Kelas 1 Blitar.

Langkah-langkah analisis domain dalam tesis ini adalah memilih pola hubungan semantik tertentu atas dasar informasi atau fakta yang tersedia dalam catatan harian peneliti di lapangan, menyiapkan kerja analisis domain, memilih kesamaan-kesamaan data dari catatan harian peneliti di lapangan, mencari konsep-konsep induk dan kategori-kategori sombolis dari domain-domain tertentu yang sesuai dengan suatu pola hubungan, menyusun pertanyaan-pertanyaan struktural untuk masing-masing domain, membuat daftar keseluruhan domain dari seluruh data yang ada. Kemudian secara umum data sekunder dan data primer disusun secara berurutan dan sistematis dan selanjutnya dianalisis. Dalam penelitian ini data yang dianalisis adalah wawancara dalam kerangka membentuk kesadaran Anak Binaan di LAPAS Khusus Anak Kelas 1 Blitar dalam pandangan pendidikan Islam.

27

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2007) . 244

28

(32)

23

I. Sistematika Pembahasan

Secara sistematis tesis ini dibagi menjadi empat bab, setiap bab terdiri atas sub-sub bab yang memiliki keterkaitan satu sama lainnya. Untuk lebih jelasnya penulis uraikan sebagai berikut.

Bab Pertama merupakan bab pendahuluan, berisi secara global permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini serta dikemukakan beberapa masalah meliputi: latar belakang masalah, identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, ruang lingkup pembahasan dan sistematika pembahasan.

Bab Kedua merupakan landasan teori yang membahas tentang pengertian intervensi pendidikan Islam, kesadaran keagamaan, dasar dan tujuan pembinaan keagamaan, metode dan materi pembinaan keagamaan, pengertian Anak Binaan dan Lembaga Pemasyarakatan, tujuan dan fungsi Lembaga Pemasyarakatan, ruang lingkup pendidikan agama islam di LAPAS .

Bab Ketiga menyajikan dan menganalisis data tentang hasil penelitian berisi data pembentukan kesadaran keagamaan dalam pandangan Pendidikan agama Islampada Anak Binaan di LAPAS Khusus Anak Kelas 1 Blitar. Pelaksanaan pembinaan Anak Binaan di LAPAS Khusus Anak Kelas 1 Blitar, metode penerapan intervensi pendidikan agama Islam dalam membentuk kesadaran keagamaan pada Anak Binaan.

(33)

24

BAB II

KAJIAN TEORI

A.Tinjauan Tentang Intervensi Pendidikan

1. Pengertian Intervensi

Sebelum penulis menjelaskan pengertian intervensi pendidikan, terlebih dahulu disini penulis akan menjelaskan secara terpisah dua istilah tersebut yaitu intervensi dan pendidikan.

Intervensi adalah aktivitas untuk melaksanakan rencana pengasuhan dengan memberikan pelayanan terhadap anak dalam keluarga maupun di lingkungan lembaga kesejahteraan sosial anak29. Dalam pengertian yang lain juga disebutkan, Intervensi adalah tindakan spesifik oleh seorang pekerja sosial dalam kaitan dengan sistem atau proses manusia dalam rangka menimbulkan perubahan30.

Sedangkan menurut Isbandi Rukminto Adi intervensi sosial adalah perubahan yang terencana yang dilakukan oleh pelaku perubahan (change agent) terhadap berbagai sasaran perubahan (target of change) yang terdiri dari individu, keluarga, dan kelompok kecil (level mikro), komunitas dan organisasi (level mezzo) dan masyarakat yang lebih luas, baik ditingkat kabupaten/kota, provinsi, negara, maupun tingkat global (level makro)31.

29

Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia, 2011, Standart Nasional Pengasuhan Untuk Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak, 14

30

Louise C. Johnson, Praktek Pekerjaan Sosial (Suatu Pendekatan Generalist), terj. Tim Penerjemah STKS Bandung (Bandung, 2001). 62.

31

(34)

25

Dalam definisi yang lain, intervensi sosial mencakup keseluruhan usaha penyembuhan yang ditujukan sebagai upaya pemecahan masalah-masalah yang dialami secara individu maupun kelompok. Masalah-masalah ini dapat berupa kesulitan-kesulitan hubungan antar orang dan emotional serta masalah-masalah

situational. Dimasa yang lalu penyembuhan sosial itu lebih ditekankan pada unsur-unsur psikologis tapi pada saat ini penyembuhan sosial lebih ditekankan pada unsur-unsur sosial. Sehingga penekanan ini menempatkan praktek pekerjaan sosial dalam upaya penyembuhan sosial.

Intervensi merupakan suatu proses refungsional dan pengembangan yang memungkinan penyandang masalah melaksanakan fungsi sosialnya dalam kehidupan masyarakat. (Keputusan Menteri Sosial RI No. 07/HUK/KBP/II/1984). Sosial berarti segala sesuatu mengenai masyarakat yang peduli terhadap kepentingan umum32.

Istilah intervensi mulai muncul dalam literatur pekerjaan sosial pada akhir tahun 1950-an dan awal 1960-an. Pada permulaan nampaknya terdapat sedikit penjelasan arti istilah tersebut. Istilah ini sedang digunakan untuk menggantikan istilah treatment (perlakuan) sebagaimana yang digunakan

dalam gambaran “studi, diagnosa dan perlakuan” dari proses pekerjaan sosial.

Biasanya penggunaan intervensi disertai oleh istilah assesment untuk menggantikan kata yang lebih tradisional, yaitu diagnosa33.

Sehubungan dengan tujuan yang diharapkan intervensi memiliki perangkat metode. Metode intervensi sosial dalam konteks pengasuhan anak

32 Mas‟ud Khasan Abdul Qohar, dkk, Kamus Ilmiah Pengetahuan Populer, (Yogyakarta:

CV.Bintang Pelajar, 1995) 178

33

(35)

26

adalah aktifitas untuk melaksanakan rencana dengan memberikan pelayanan terhadap anak dalam keluarga maupun lingkungan lembaga kesejahteraan sosial anak.34

Metode intervensi sosial dapat pula diartikan sebagai suatu upaya untuk memperbaiki keberfungsian sosial dari kelompok sasaran perubahan dalam hal ini, individu, keluarga dan kelompok35.

2. Tujuan dan Fungsi Metode Intervensi Sosial

Tujuan utama dari metode intervensi sosial adalah memperbaiki fungsi sosial orang (individu, kelompok, masyarakat) yang merupakan sasaran perubahan. Kerika fungsi sosial seseorang berfungsi dengan baik, diasumsikan bahwa kondisi sejahtera akan semakin mudah dicapai. Kondisi sejahtera dapat terwujud manakala jarak antara harapan dan kenyataan tidak terlalu lebar. Melalui intervensi sosial, hambatan sosial yang dihadapi kelompok sasaran perubahan akan diatasi. Dengan kata lain, intervensi sosial berupaya memperkecil jarak antara harapan lingkungan dengan kondisi kenyataan klien36.

Fungsi dilakukannya metode intervensi sosial dalam pekerjaan sosial, diantaranya:37

a. Mencari penyelesaian dari klien masalah secara langsung yang tentunya dengan metode-metode pekerjaan sosial

b. Menghubungkan klien dengan sistem sumber

34

Standar Nasional Pengasuhan Untuk Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak, Nomor: 30/HU/2011(Jakarta;2011) 56

35

Miftachul Huda, Pekerjaan Sosial dan Kesejahteraan Sosial. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009). 40

36

Louise C. Johnson, Praktek Pekerjaan Sosial . 52

37

(36)

27

c. Membantu klien menghadapi masalahnya

d. Menggali potensi dari dalam diri klien sehingga bisa membantunya untuk menyelesaikan masalahnya.

3. Bentuk Metode Intervensi Sosial

Adapun dalam pelaksanaannya dalam dunia pekerja sosial, intervensi dapat dibagi menjadi tiga level yaitu intervensi mikro, intervensi mezzo dan intervensi makro38.

a. Intervensi mikro adalah keahlian pekerja sosial untuk mengatasi masalah yang dihadapi individu dan keluarga. Masalah sosial yang ditangani umumnya berkenaan dengan problema psiologis, seperti stres dan depresi, hambatan dengan relasi, penyesuaian diri, kurang percaya diri, keterasingan (kesepian). Metode utama yang biasa diterapkan oleh pekerja sosial dalam

setting ini adalah terapi perseorangan (casework) yang didalamnya melibatkan berbagai teknik penyembuhan atau terapi psiososial seperti terapi berpusat pada klien (client-centered therapy), terapi perilaku (behavior therapy), dan terapi keluarga (family therapy).

b. Intervensi mezzo dalam hal ini keahlian pekerja sosial adalah untuk mengatasi masalah yang dihadapi kelompok dan organisasi. Metode utama yang biasa diterapkan oleh pekerja sosial dalam setting mezzo ini adalah terapi kelompok (groupwork) yang didalamnya melibatan berbagai teknik penyembuhan seperti socialization group, self help group, recreatif group. c. Intervensi makro adalah keahlian pekerja sosial untuk mengatasi masalah

yang dihadapi komunitas, masyarakat dan lingkungannya (sistem sosialnya),

38

(37)

28

seperti kemiskinan, ketelantaran, ketidakadilan sosial dan eksploitasi sosial. Adapun tiga metode utama dalam pendekatan makro adalah pengembangan masyarakat (comunity development), manajemen pelayanan kemanusiaan (human service management) dan analisis kebijakan sosial (social policy analysis).

Dalam tataran praktik, menurut Louise C. Johnson, dalam pelaksanaannya intervensi dibagi menjadi dalam dua bentuk, yaitu39:

a. Direct Practise (Praktik langsung), menyangkut aksi-aksi dengan para individu, keluarga-keluarga dan kelompok-kelompok kecil yang memfokuskan pada perubahan baik transaksi dalam keluarga, sistem kelompok kecil atau individu dan fungsi kelompok-kelompok kecil dalam hubungan dengan orang-orang dan insitusi-insitusi kemasyarakatan dalam lingkungan mereka.

b. Inderect Practice (Praktik tidak langsung), menyangkut aksi-aksi yang dilakukan dengan orang-orang lain dari pada dengan para klien supaya menolong klien lainnya. Asi-aksi ini mungkin dilakukan dengan para individu, kelompok-kelompok kecil, organisasi-organisasi atau masyarakat sebagai unit perhatian.

Dalam hal ini intervensi memiliki fase-fase tertentu, hal ini didasarkan intervensi adalah proses terencana dan mengikut pada perubahan yang diharapkan adapun fase-fase intervensi yaitu40:

39

Louise C. Johnson, Praktek Pekerjaan Sosial. 142

40

(38)

29

1) Fase persiapan. Tahapan ini terdiri dari persiapan pekerja sosial dalam pendataan, administrasi, kontak dengan klien.

2) Fase pengembangan kontak dengan klien. Aspek-aspek yang dinilai adalah kekuatan dan kelemahan klien, keberfungsian klien, motivasi klien dalam memecahkan masalah serta faktor lingkungan/dukungan sosial.

3) Fase pengumpulan data informasi. Pada tahap ini pekerja sosial secara partisipatif melibatkan klien untuk berfikir tentang masalah yang mereka hadapi dan bagaimana cara mengatasinya. Serta mencari informasi yang selengkap-lengkapnya tentang klien, ada yang berbentuk informasi baru yang berbentuk data-data yang dapat diperoleh dari berbagai laporan resmi dan laporan lunak yaitu umumnya lebih bersifat subjektif karena tidak jarang banyak memunculkan opini individual.

4) Fase Perencanaan dan Analisis. Pada fase ini dilakukan perencanaan yang akan dilakukan sesuai dengan klien dan menganalisis permasalahan yang dihadapi klien.

5) Fase pelaksanaan. Pekerja sosial dan klien dapat melaksanakan apa yang seharusnya dilakukan sesuai dengan kontrak.

6) Fase Negosiasi. Negosiasi sebagai proses pengawasan pekerja sosial dan klien terhadap pelaksanaan pemecahan masalah yang sedang berjalan. Apakah tujuan yang diinginkan sudah tercapai atau belum. 7) Fase terminasi. Fase ini merupakan tahap pemutusan hubungan dengan

(39)

30

tidak dapat dicapai, pekerja sosial dan klien menentukan bersama apakah kembali ke langkah awal atau mengakhirinya.

4. Pengertian Pendidikan

Arti pendidikan secara etimologi berasal dari bahasa yunani yang terdiri dari kata pais yang anak dan again yang artinya membimbing, jadi pendidikan adalah bimbingan yang diberikan kepada anak. 41 Sedangkan menurut Ngalim Purwanto: Pendidikan ialah segala usaha orang dewasa dalam pergaulan dengan anak-anak untuk memimpin perembangan jasmani dan rohani kearah kedewasaan.42

Menurut Ahmad Marimba: Pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.43

Suwarno mengutip pendapat Ki Hajar Dewantara, “ Adapun maksud pendidikan yaitu menuntut segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan setingi-tingginya.”44

Menurut M. arifin pendidikan yang benar adalah yang memberikan kesempatan pada keterbukaan terhadap pengaruh dari dunia luar dan perkembangan dari diri anak didik.45 M. Arifin juga mengutip pendapatnya

Mortimer J. Adler yang mengartikan, “Pendidikan adalah proses dengan mana

semua kemampuan manusia (bakat kemampuan yang diperoleh) yang dapat

41

Ahmad Rohani dan Abu Ahmadi, Ilmu Pendidikan, (Jakarta; Rineka Cipta. 1991),64.

42

Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung; Remaja Rosdakarya, 2000),11.

43

Ahmad D Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung; Al-Ma‟arif,1989),19.

44

Kartini, Kartono, Bimbingan dan dasar-dasar pelaksanaannya, (Jakarta; Rajawali, 1985),2.

45

(40)

31

dipengaruhi oleh pembiasaan, disempurnakan dengan kebiasaan-kebiasaan yang baik melalui sarana yang secara artistic dibuat dan dipakai oleh siapapun untuk membantu orang lain atau dirinya sendiri mencapai tujuan yang di

tetapkan yaitu kebiasaan yang baik.”46

Pendidikan merupakan suatau proses humanisasi artinya dengan pendidikan manusia akan lebih bermartabat, berkarakter, terampil, yang memiliki rasa tanggungjawab terhadap tataran sistem sosial sehingga akan lebih baik, aman dan nyaman. Pendidikan juga berfungsi untuk menyampaikan, meneruskan atau mentransmisi serta merekontruksi masyarakat baru.47 Pendidikan merupakan sarana yang sangat tepat dalam membangun watak bangsa, sebab melalui pendidikan kehidupan bangsa dapat ditingkatkan menjadi generasi yang bermartabat.48

Dalam undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003, pasal 3 bahwa pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.

Dari beberapa pendapat ahli pendidikan tersebut di atas, maka penulis dapat mengambil kesimpulan, bahwa pendidikan adalah suatu proses bimbingan secara sadar dari pendidik untuk mengembangkan kepribadian serta kemampuan dasar peserta didik agar membuahkan hasil yang baik, jasmani yang sehat, kuat dan berketrampilan, cerdas dan pandai, hatinya penuh iman kepada Allah SWT dan membentuk kepribadian utama.

46

Ibid, 20.

47

Nasution, Sosiologi Pendidikan, (Bumi Aksara, 1994), 10.

48

(41)

32

Dari uraian singkat di atas, dapat di simpulkan bahwa intervensi pendidikan adalah usaha sadar dan terencana yang berisi tindakan spesifik oleh seorang pembina atau pendidik dalam kaitan dengan sistem atau proses manusia dalam rangka menimbulkan perubahan yang lebih utama. Dalam proses tersebut, maka intervensi pendidikan bukan sekedar media bagi transfer pengalihan pengetahuan (kognitif), namun juga menekankan pada upaya pembentukan karakter (afektif) dan kesadaran moral dalam melakukan perlawanan (psokomorik) terhadap perilakunya sebaliknya.

Dalam kontek pembahasan ini, intervensi pendidikan berarti sekumpulan tindakan spesifik yang terencana oleh pembina atau pendidik kepada anak didik (anak binaan) guna mempengaruhi dan membawa perubahan positif menuju terwujudnya manusia yang bermartabat dalam pandangan agama maupun negara.

5. Anak Sebagai Warga Binaan Pemasyarakatan

a. Ruang Lingkup Anak Binaan

Dalam pasal 1 butir 1 UU No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak mengatur bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Di dalam Undang-undang No 4 Tahun 1976 tentang Kesejahteraan Anak dinyatakan:49

“Di samping anak-anak yang kesejahteraannya terpenuhi secara wajar, didalam masyarakat terdapat pula anak yang mengalami hambatan rohani, jasmani dan sosial ekonomi yang merupakan pelayanan secara khusus, yaitu :

1) Anak yang tidak mampu;

49

(42)

33

2) Anak-anak terlantar;

3) Anak-anak yang mengalami masalah kelakuan; 4) Anak-anak yang cacat rohani dan jasmani;”

Arti kata anak menurut Pasal 1 ayat 1 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak “Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan

belas tahun) termasuk dalam anak yang masih dalam kandungan”. Disamping itu

menurut pasal 1 ayat 5 Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang HAM, anak adalah setiap manusia yang berusia dibawah 18 tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya50.

Sedangkan anak dalam konteks warga binaan masyarakat sebagaimana termasuk dalam pasal 1 ayat 5 No.12 Tahun 1995 tentang pemasyarakatan, warga binaan pemasyarakatan yakni anak binaan, anak didik pemasyarakatan dan klien pemasyarakatan. Dalam penulisan ini, yang dimaksud dengan anak sebagai warga binaan pemasyarakatan di Balai Pemasyarakatan Kelas 1 Blitar.

Seorang anak merupakan harapan dan dambaan bagi setiap orang tua karena anak merupakan bagian dari generasi muda yang merupakan salah satu sumberdaya manusia yang berpotensi yang akan menjadi penerus cita-cita perjuangan bangsa. Disamping itu anak juga memiliki peranan strategis dalam memajukan bangsa ini. Untuk itu mereka memerlukan pembinaan dan perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial secara utuh serasi dan seimbang.

Masalah anak yang berkembang di masyarakat masih dianggap menjadi tanggungjawab orang tua, karena pada dasarnya mental anak itu masih dalam

50

(43)

34

tahap pencarian jati diri, lemah, belum matang dalam berfikir, polos serta mudah terpengaruh dengan situasi dan kondisi lingkungan disekitarnya. Sehingga jika lingkungan tempat anak berada tersebut buruk maka dapat berpengaruh pada tindakan yang dapat melanggar hukum.

Kejahatan hanya dapat dicegah dan dikurangi, tetapi sulit untuk diberantas secara tuntas, karena semakin tahun tindakan kriminal semakin meningkat dan itu tidak hanya dilakukan oleh orang dewasa saja melainkan anak juga ikut terlibat kasus pelanggaran hukum. Untuk menekan tingkat kejahatan, masalah satu cara menanggulanginya dengan menerapkan hukum Binaan51

Media yang pada awalnya merupakan wadah penambahan informasi, seiring dengan kemajuan zaman dan majunya teknologi maka semakin mudah di akses baik itu dari anak-anak sampai orangtua. Oleh karenanya, media juga sangat berpengaruh terhadap perilaku seseorang termasuk anak-anak. Karena dengan apa yang ditampilkan dan disajikan di media bagi seseorang yang menikmatinya jika mereka salah persepsi khususnya nak-anak cenderung akan penasaran dan menirunya baik itu positif atau negatif. Selain pengaruh media, keluarga juga menjadi faktor pengaruh tindakan menyimpang seorang anak.

Ketika orangtua sedang bermasalah cenderung anak yang akan jadi korban, terlebih jika konflik orangtua ataupun masalah keluarga dibicarakan di depan anak secara langsung, maka kemungkinan besar secara psikologis tentunya anak akan terganggu sehingga itu akan berpengaruh terhadap perilakunya. Alhasil perilaku-perilaku menyimpang cenderung akan dilakukan

51

(44)

35

sehingga sampai pada tindakan kriminal yang mengakibatkan terjerat kasus hukum bahkan sampai kepidana dan masuk dalam penjara yang terkadang mereka tidak mengetahui tindakan itu sangatlah berbahaya bagi mereka. Perbuatan yang dilakukan oleh anak tidak sepenuhnya dapat dipertanggungjawabkan oleh sianak itu sendiri.

Dengan demikian perlindungan terhadap anak ditujukan juga terhadap anak yang mengalami masalah kelakuan (pelangaran-pelangaran usia muda), karena anak melakukan kejahatan bukan karena ia memiliki sifat jahat, tetapi karena keadaan anak tersebut tidak stabil karena keadaan yang datang dari anak itu sendiri maupun yang bersal dari luar yaitu lingkungan yang mengelilinginya.52

Satu dari karakteristik kejahatan sebagai fenomena sosial, adalah bahwa kejahatan tersebut bukanlah merupakan bentuk prilaku menyimpan yang hanya dilakukan oleh manusia dewasa. Tetapi sebaliknya, anak-anak juga memiliki potensi untuk melakukanya, terlebih lagi ditengah-tengah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini. Dengan sikap dan sifat anak yang senantiasa meniru apa dan segala sesuatu yang baru dan diamatinya, baik yang diperoleh dari penagamatan sosial anak terhadap lingkungan sekitarnya maupun apa saja yang disajikan oleh media elektronik dan media cetak, sementara si anak belum mempunyai kwalitas kemampuan yang memadai untuk atau didalam menilai baik dan buruk dari apa yang diamatinya tersebut.

52

(45)

36

Maka anak akan cenderung mempraktekkan di dalam pergaulan hidupnya seperti : berkelahi, merokok, meminum minuman keras.53

Pembinaan yang diterapkan bagi seorang anak binaan anak haruslah berbeda dengan pola-pola pembinaan yang diterapkan bagi orang dewasa. Anak binaan anak yang masih mempunyai masa depan yang panjang dibandingkan orang dewasa. Oleh karena itu penghukuman terhadap anak yang disamakan dengan manusia dewasa, dapat dikatakan sebagai suatu upaya mematikan masa depan anak sebagai penerus bangsa. Ditambah lagi asumsi masyarakat yang terlalu berlebihan terhadap seorang anak binaan anak ini, masyarakat berasumsi negatif bahwa penjahat tanpa terkecuali anak-anak adalah sosok manusia yang harus dikucilkan dari lingkungan, walaupun mereka telah menjalani pembinaan sedemikian rupa selama menjalani hukuman di Lembaga Pemasyarakatan Anak54. Mantan anak binaan yang telah menjalani hukuman seringkali diperlakukan diskriminatif dan sebagai akibatnya dikucilkan dan tidak dipercaya sehingga sulit memperoleh pekerjaan sehingga akan memilih untuk melakukan kejahatan lagi, karena itu satu-satunya pekerjaan baginya.

Bertitik tolak dari gambaran tadi, maka peran, tugas dan wewenang serta tanggung jawab lembaga pemasyarakatan sebagai yang melakukan pembinaan anak binaan anak dalam rangka rehabilitasi serta resosialisasi anak binaan anak seharusnya memuat dua unsur55:

53

Arswendo Atmowiloto, Hak-Hak Narapidana, (Jakarta: Elsam, 1996). 23.

54

Irma Cahyaningtyas, Pelaksanaan Pembinaan Anak Nakal Di Lembaga Pemasyarakatan Anak Dalam Perspektif Model Pembinaan Anak Perorangan (Individual Treatment Model), Tesis Program pasca Sarjana universitas Diponegoro, Semarang, 2009,

55

(46)

37

a. Harus adanya unsur perubahan sikap, mental, dan prilaku anak kearah yang lebih baik, dari pembinaan yang diterapkan tersebut dan;

b. Harus adanya unsur perubahan pandangan negatif masyarakat terhadap anak binaan, sehingga masyarakat secara normal dapat menerima anak binaan dalam lingkungan pergaulanya.

Oleh karena itu program pembinaan di Lembaga pemasyarakatan, seharusnya dilakukan dengan berorientasi kepada individu (anak binaan) dan sosial (masyarakat).

Bagi anak yang terpaksa memasuki gerbang sistem peradilan Binaan, ia harus mendapat perlakuan khusus mulai dari tahap awal sampai akhir dari sistem peradilan Binaan. Hal ini sesuai dengan sifat dan ciri-ciri khusus yang terdapat pada diri anak, sebagaimana juga yang disebutkan di dalam konsideran Undang-undang Republik Indonesia No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan anak yang menyatakan; bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumberdaya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan sosial secara utuh, serasi dan seimbang56.

Bagi anak binaan anak haruslah diterapkan sebuah pola pembinaan khusus anak dan tidak boleh disamakan dengan orang dewasa. Perhatian dan perkembangan prilaku anak dalam pembinaannya sebagai seorang anak binaan sangat berbeda dengan orang dewasa, perlu perhatian terhadap pemikiran dan pengembangan pola pembinaan anak binaan ini. Dalam hal ini kesadaran

56

(47)

38

masyarakat harus ditingkatkan tentang besarnya peran dan tanggung jawab lembaga pemasyarakatan anak sebagai lembaga pelaksana pembinaan anak binaan. Akan tetapi pada kenyataanya di indonesia pembinaan anak binaan di Lembaga Pemasyarakatan masih disamakan dengan anak binaan dewasa. Hal ini juga di ungkapkan Marjono Reksodipuro57 dalam sebuah seminar di Universitas Indonesia :

“Meskipun konsep pemasyarakatan terpidana kita sudah berumur lebih dari 30 tahun, namun belum jelas apakah dalam konsepsi pengembangan dan perincian tersebut sudah ada pula pemikirannya yang membedakan secara konseptual pembinaan orang dewasa dengan anak dan antara orang dewasa pria

dari orang dewasa wanita”.

b. Pengertian Lembaga Permasyarakatan

Lembaga Pemasyarakatan adalah unit pelakasana teknis pemsyarakatan yang menampung, merawat dan membina anak binaan. Dapat dikatakan juga bahwa Lembaga Pemasyarakatan adalah merupakan sarana pembinaan anak binaan dalam sistem pemasyarakatan.58 Lembaga pemasyarakatan adalah suatu tempat bagi penampungan dan pembinaan manusia yang karena perbuatannya dinyatakan bersalah dan diputuskan oleh hakim dengan pidana penjara.

Menurut Undang-undang RI No. 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, Lembaga Pemasyarakatan adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan Anak binaan dan Anak Didik Pemasyarakatan. Dalam UU No. 20 Th. 2003 tentang SISDIKNAS. Bab VI pasal 30 disebutkan bahwa

57

Marjono Reksodipuro, 1995, Masa Depan Lembaga Pemasyarakatan Anak dan Lembaga pemasyarakatan Wanita, Makalah Pada Seminar Terpidana III, Universitas Indonesia – Masumoto Foundation Japan, .1

58

(48)

39

pendidikan keagamaan dapat diselenggarakan di jalur pendidikan formal, non formal dan informal.59

Dalam pelaksanaan proses pembinaan atau pemasyarakatan terhadap anak binaan di Lembaga Pemasyarakatan, setidaknya harus mengacu pada 10 prinsip pokok, yaitu:

1) Ayomi dan berikan bekal hidup agar mereka dapat menjalani peranan sebagai warga negara masyarakat yang baik dan berguna.

2) Penjatuhan Binaan bukan merupakan tindakan balas dendam oleh negara. Hal ini berarti tidak boleh ada penyiksaan terhadap anak binaan baik berupa tindakan, perlakuan, ucapan, cara perawatan, ataupun penempatan. Satu-satunya derita yang dialami oleh anak binaan hanyalah dihilangkannya kemerdekaan untuk bergerak di dalam masyarakat.

3) Berikan bimbingan bukan penyiksaan supaya mereka bertobat. Berikan kepada mereka dalam kegiatan-kegiatan sosial untuk menumbuhkan rasa hidup kemasyarakatan.

4) Negara tidak berhak membuat mereka menjadi lebih buruk atau jahat daripada sebelum dijatuhi Binaan. Untuk itu diadakan pemisahan antara lain:

a) residivis dan bukan residivis b) tindak pidanaberat dan ringan c) macam tindak pidanayang dilakukan d) dewasa, remaja dan anak

e) laki-laki dan perempuan

f) orang tahanan/titipan dan terpidana

59

Gambar

Tabel 1 Rekapitulasi Kejahatan dan Pelanggaran Pasal Di Lembaga
Tabel 2
Tabel 3 Data Anak Binaan Berdasarkan Klasifikasi Tingkat Sekolah di dalam
  Tabel 4 Data Anak Binaan Berdasarkan Klasifikasi agama di dalam LAPAS
+2

Referensi

Dokumen terkait

Masalah keuangan merupakan masalah yang cukup mendasar di sekolah. Karena seluruh komponen pendidikan disekolah erat kaitannya dengan komponen keuangan sekolah. Meskipun tidak

Berdasarkan permasalahan tersebut maka tujuan dalam penelitian ini adalah (1) untuk mengetahui metode pembelajaran yang efektif antara drill dan langsung, (2) untuk

Berikut adalah tabel data baku mutu limbah sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.5/Kep-MenLH/2014 pada pelayanan kesehatan yang melakukan pengolahan limbah

Berdasarkan hasil dari beberapa penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa salah satu cara mengembangkan kemampuan pemahaman matematis dan keyakinan diri siswa adalah

Hal-hal yang perlu diperhatikan sesuai di dalam dokumen pengadaan IKP (Instruksi Kepada Peserta) Bab III hal 4 tentang pembuktian kualifikasi hal 29 angka 29 , yaitu :3.

41. Faktor yang membedakan antara jamur dengan organisme lain diantaranya adalah pada dinding selnya. Dinding sel jamur tersusun dari ... Hifa vegetatif pada jamur berfungsi untuk

Jadwal Evaluasi akan disesuaikan dengan waktu yang dibutuhkan oleh Pokja Barang. dan Jasa Lainnya dalam mengevaluasi, apabila waktu yang dibutuhkan

Dari hasil Sakernas 2012 diketahui bahwa komposisi penduduk yang bekerja menurut lapangan usaha di Kota Tual didominasi oleh sektor pertanian dan sektor perdagangan, hal