• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Gaya Kepemimpinan Kepala Ruangan dengan Burnout Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Hubungan Gaya Kepemimpinan Kepala Ruangan dengan Burnout Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Gaya Kepemimpinan

1.1 Definisi Gaya Kepemimpinan

Jones (2007) mendefinisikan gaya kepemimpinan sebagai cara seorang pemimpin yang dipersepsikan oleh karyawan dalam memberikan arahan, melaksanakan rencana, dan memotivasi pegawai. Kets de Vries (2001 dalam Kippenberger, 2002) mendefinisikan gaya kepemimpinan sebagai kumpulan cara yang dipengaruhi oleh perilaku dan kepribadian pemimpin dalam memengaruhi anggota kelompok menjalankan aktivitasnya untuk mencapai tujuan bersama. Dari beberapa definisi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan adalah suatu cara pemimpin dalam memengaruhi anggota kelompok menjalankan aktivitasnya untuk mencapai tujuan bersama yang dipersepsikan oleh anggota kelompok tersebut.

1.2 Jenis Gaya Kepemimpinan

(2)

1.2.1Gaya Kepemimpinan menurut Likert

Sistem pembagian gaya kepemimpinan ini dikembangkan oleh Rensis Likert. Likert (1967 dalam Kippenberger, 2002) menguraikan empat gaya kepemimpinan untuk menggambarkan hubungan, keterlibatan, dan peran pemimpin dan anggota dalam pengaturan organisasi, yaitu

Exploitative-Authoritative, Benevolent-Exploitative-Authoritative, Consultative, dan Participative (dapat

dilihat pada Tabel 2.1).

Gaya kepemimpinan Exploitative-Authoritative berakar pada teori klasik. Dalam gaya kepemimpinan ini, pemimpin cenderung menggunakan ancaman, ketakutan, dan hukuman untuk memotivasi para anggota. Pemimpin berada di bagian atas hirarki dalam membuat semua keputusan dan biasanya tidak menyadari masalah yang dihadapi oleh orang-orang di tingkat yang lebih rendah di organisasi. Keputusan dikenakan pada anggota, dan motivasi ditandai dengan ancaman. Perintah hanya dikeluarkan dari atasan. Akibatnya, para anggota cenderung memusuhi tujuan organisasi dan mungkin terlibat dalam perilaku yang bertentangan dengan tujuan-tujuan tersebut (Likert, 1967 dalam Kippenberger, 2002).

Gaya kepemimpinan Benevolent-Authoritative memiliki pengendalian yang kurang mengikat dibandingkan Exploitative-Authoritative. Gaya kepemimpinan

Benevolent-Authoritative didasarkan pada porsi hukuman dan imbalan yang

(3)

banyak komunikasi ke bawah (anggota-anggota) dengan sedikit komunikasi ke atas (anggota-pemimpin). Pemimpin di atas merasa memiliki tanggung jawab lebih berat terhadap tujuan organisasi dibandingkan anggota di bagian bawah, yang merasa memiliki tanggung jawab yang sangat sedikit. Dalam perasaan terhadap tanggung jawab hal ini dapat mengakibatkan konflik dan sikap negatif dengan tujuan organisasi (Likert, 1967 dalam Kippenberger, 2002).

(4)

Likert (1967 dalam Kippenberger, 2002) berpendapat bahwa gaya kepemimpinan Participative adalah bentuk yang paling efektif. Gaya kepemimpinan ini mendorong partisipasi dalam membuat keputusan dan menetapkan tujuan melalui komunikasi horizontal yang mengalir bebas dan memanfaatkan kreativitas dan keterampilan anggota. Pemimpin sepenuhnya menyadari masalah yang ada di tingkat yang lebih rendah di organisasi. Semua tujuan organisasi diterima oleh semua orang karena mereka diatur melalui partisipasi kelompok. Terdapat tanggung jawab dan akuntabilitas yang tinggi terhadap tujuan organisasi oleh semua anggota. Pemimpin memotivasi anggota melalui penghargaan finansial dan partisipasi dalam penetapan tujuan. Kepuasan anggota berada di tingkat yang tertinggi dari tiga gaya kepemimpinan sebelumnya.

Sumber: Likert (1967 dalam Kippenberger, 2002)

Tabel 2.1 Pembagian gaya kepemimpinan menurut Likert Komponen Exploitative-Komunikasi Satu arah Satu arah Dua arah

(5)

1.2.2Gaya Kepemimpinan menurut Hersey dan Blanchard

Gaya kepemimpinan menurut Hersey dan Blanchard (1997, dalam Nursalam, 2009) dikelompokkan menjadi empat kategori utama, yaitu Instruksi, Konsultasi, Partisipatif, dan Delegasi (dapat dilihat pada Tabel 2.2). Gaya kepemimpinan Instruksi memiliki karakteristik khusus dimana tugas kerja yang diberikan oleh pemimpin berada dalam keadaan tinggi namun rendah dalam hal hubungan pekerjaan. Komunikasi yang dilakukan oleh pemimpin berjalan sejarah dari pemimpin ke anggota. Pengambilan keputusan berada pada pemimpin dan peran anggota dalam pengambilan keputusan tersebut sangat minimal. Pemimpin banyak memberikan pengarahan atau instruksi yang spesifik serta mengawasi dengan ketat.

Gaya kepemimpinan Konsultasi memiliki karakteristik tugas kerja yang tinggi dan juga hubungan pekerjaan yang tinggi. Komunikasi terjadi dua arah antara pemimpin dan anggota. Peran pemimpin dalam pemecahan masalah dan pengambilan keputusan cukup besar. Gaya kepemimpinan Partisipatif menerapkan pemberian tugas yang rendah namun disertai hubungan pekerjaan yang tinggi. Pemimpin dan anggota bersama-sama memberi gagasan dalam pengambilan keputusan. Komunikasi terjadi dua arah antara pemimpin dan anggota (Hersey & Blanchard, 1997 dalam Nursalam, 2009).

(6)

anggota dalam pemecahan masalah serta anggota diberi delegasi untuk mengambil keputusan (Hersey dan Blanchard, 1997 dalam Nursalam, 2009).

Kepemimpinan Instruksi memiliki karakteristik khusus dimana tugas kerja yang diberikan oleh pemimpin berada dalam keadaan tinggi namun rendah dalam hal hubungan pekerjaan. Komunikasi yang dilakukan oleh pemimpin berjalan searah dari pemimpin ke anggota. Pengambilan keputusan berada pada pemimpin dan peran anggota dalam pengambilan keputusan tersebut sangat minimal. Pemimpin banyak memberikan pengarahan atau instruksi yang spesifik serta mengawasi dengan ketat.

Gaya kepemimpinan Konsultasi memiliki karakteristik tugas kerja yang tinggi dan juga hubungan pekerjaan yang tinggi. Komunikasi terjadi dua arah antara pemimpin dan anggota. Peran pemimpin dalam pemecahan masalah dan pengambilan keputusan cukup besar.

Gaya kepemimpinan Partisipatif menerapkan pemberian tugas yang rendah namun disertai hubungan pekerjaan yang tinggi. Pemimpin dan anggota bersama-sama memberi gagasan dalam pengambilan keputusan. Komunikasi terjadi dua arah antara pemimpin dan anggota (Hersey dan Blanchard, 1997 dalam Nursalam, 2009).

(7)

Tabel 2.2 Pembagian gaya kepemimpinan menurut Hersey-Blanchard Komponen Instruksi Konsultasi Partisipasi Delegasi

Tugas Tinggi Tinggi Rendah Rendah Sumber: Hersey dan Blanchard (1997, dalam Nursalam 2009)

1.2.3Gaya Kepemimpinan menurut Lewin

Lewin (1939 dalam Marquis & Huston, 2010) mengelompokkan gaya kepemimpinan menjadi tiga kategori utama, yaitu: Otoriter, Demokratis, dan

Laissez-faire (dapat dilihat pada Tabel 2.3). Gaya kepemimpinan otoriter

memiliki karakteristik dimana wewenang mutlak dan tanggung jawab berada pada pemimpin. Pengambilan keputusan organisasi selalu dibuat oleh pemimpin. Pengawasan terhadap sikap, perilaku, atau kegiatan para anggota dilakukan secara ketat. Pemimpin tidak menyediakan kesempatan bagi anggota untuk memberikan saran, pertimbangan atau pendapat untuk organisasi. Tugas-tugas kepada anggota diberikan secara instruktif oleh pemimpin. Pemimpin memberikan hadiah dan hukuman untuk memotivasi anggota. Pemimpin menilai cara memimpin yang efektif adalah dengan memberikan perintah secara instruktif dan mengawasi secara ketat (Whitehead, Weiss & Tappen, 2007).

(8)

dibuat bersama antara pemimpin dan anggota (Whitehead, Weiss & Tappen, 2007). Pengawasan dilakukan secara wajar. Banyak kesempatan disediakan kepada anggota untuk menyampaikan saran dan pertimbangan. Pemimpin dibantu anggota mengelompokkan tugas bersama-sama. Komunikasi suportif yang membangun dan berkelanjutan digunakan untuk memotivasi karyawan. (Marquis & Huston, 2010).

Kata “Laissez-faire” berasal dari bahasa Prancis yang berarti “membiarkan”

(9)

Tabel 2.3 Pembagian gaya kepemimpinan menurut Lewin

Komponen Otokratis Demokratis Laissez-faire

Pengambilan

Pembagian Tugas Pemimpin Pemimpin dan anggota

Anggota

Sumber: Lewin (1939 dalam Marquis & Huston, 2010)

Peneliti memutuskan untuk memilih teori kepemimpinan Lewin (1939 dalam Marquis & Huston, 2010) sebagai teori dasar dalam penelitian karena teori ini dirancang untuk dapat diterapkan secara universal dan lebih jelas sehingga memudahkan peneliti dalam mengelompokkan gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh kepala ruangan.

2. Burnout

2.1 Definisi Burnout

(10)

Pines dan Aronson (1988) mendefinisikan burnout sebagai kondisi kelelahan fisik, emosional dan mental yang disebabkan oleh keterlibatan jangka panjang terhadap situasi yang menuntut. Kelelahan fisik ditunjukkan oleh energi yang rendah, kelelahan kronis, kelemahan dan keluhan psikosomatis lainnya. Kelelahan emosional melibatkan perasaan tidak berdaya, putus asa dan perasaan terjebak. Kelelahan mental mengacu pada perkembangan sikap negatif kepada seseorang, pekerjaan dan kehidupan.

Menurut Brill (1984), burnout adalah kondisi disfungsional yang hebat yang berhubungan dengan pekerjaan tanpa menunjukkan kondisi psikopatologi khusus.

Burnout berjalan dalam kurun waktu tertentu dalam suatu situasi kerja dan tidak

akan teratasi tanpa pertolongan dari luar. Stres akibat pemberhentian kerja dan penderitaan ekonomi tidak termasuk sebagai burnout. Burnout dapat terjadi pada setiap jenis pekerjaan selama tidak berada di luar konteks pekerjaan. Selain itu, seseorang yang mengalami burnout tidak dikategorikan sebagai seseorang yang mengalami gangguan kejiwaan. Seseorang yang mengalami penurunan performa kerja yang sementara dan dapat pulih kembali juga tidak dianggap mengalami burnout.

Burnout adalah fenomena multidimensional, yang tidak seperti depresi,

burnout berikatan dengan lingkungan kerja. Selain itu, burnout dibedakan dengan

(11)

kelelahan yang tak dapat dijelaskan dan gejala fisik lainnya (Schabracq, Winnuubst & Cooper, 2003).

Dari beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ahli, maka dapat disimpulkan bahwa burnout adalah sindroma kelelahan emosional, depersonalisasi dan penurunan pencapaian diri yang dapat terjadi pada seseorang dalam pekerjaannya.

2.2 Dimensi Burnout

Maslach dan Jackson (1986) menyatakan bahwa burnout memiliki tiga dimensi utama, yaitu kelelahan, penurunan pencapaian pribadi, dan depersonalisasi . Kelelahan yang dimaksud adalah perasaan lelah yang hebat terhadap lingkungan pekerjaan. Seseorang yang mengalami burnout akan mengalami penurunan semangat saat memulai pekerjaan, saat sedang bekerja, dan seusai bekerja. Mereka akan merasa frustrasi, tertekan, dan mengalami kebuntuan dalam pekerjaannya. Masalah makan dan tidur yang memperburuk kondisi juga akan ditemui. Kelelahan yang dikategorikan ke dalam burnout cenderung berlangsung dalam waktu yang lama.

(12)

Dimensi ketiga adalah depersonalisasi yang ditandai dengan sikap sinis, hilangnya empati, sikap memperlakukan klien dengan tidak utuh, penarikan diri dari hubungan terhadap penerima jasa ataupun rekan kerja. Anggota yang mengalami burnout merasa tidak ada yang mampu untuk mengerti ataupun membantunya, sehingga mereka memiliki kecenderungan untuk menyelesaikan semua masalah tersebut sendirian. Ketika seorang anggota merasakannya, mereka cenderung merasa bersalah terhadap keputusan di masa lalu dan khawatir atas masalah yang dialami saat ini (Maslach & Jackson, 1986).

2.3 Manifestasi Burnout

Manifestasi burnout dikelompokkan menjadi empat kategori utama, yaitu afektif, kognitif, perilaku, dan motivasi (Schabracq, Winnuubst & Cooper, 2003). Secara umum, manifestasi afektif yang muncul pada seseorang yang mengalami

burnout adalah suasana hati yang suram dan tertekan. Sumber kekuatan emosional

akan perlahan menurun karena terlalu banyak berfokus pada pekerjaan dalam waku yang lama. Tanda lainnya dari manifesasi afektif adalah adanya agresi dan kecemasan. Seseorang yang mengalami bunout memiliki toleransi frustrasi yang rendah, mudah tersinggung, dan menunjukkan sikap bermusuhan, tidak hanya kepada pengguna jasa pelayanan, namun juga kepada kolega dan pemimpinnya. (Schabracq, Winnuubst & Cooper, 2003).

(13)

dengan perasaan ketidakmampuan dalam bekerja dan juga hubungan sosial yang buruk di lingkungan pekerjaan. Keterampilan kognitif tertentu seperti ingatan dan perhatian akan terganggu dan membuat proses berpikir menjadi lebih kaku dan terpisah-pisah. Salah satu gejala yang paling khas dari burnout pada tingkat interpersonal adalah penurunan keterlibatan dengan penerima jasa. Manifestasi gangguan kognitif burnout tercermin dari sikap sinis, negatif, pesimis, dan kurang empati. Pada tingkat organisasi, anggota yang mengalami burnout merasa tidak dihargai oleh atasan mereka ataupun oleh rekan kerja. Mereka kehilangan kepedulian terhadap organisasi dan menurunkan rasa percaya terhadap rekan-rekan dan pemimpinnya (Schabracq, Winnuubst & Cooper, 2003).

Manifestasi perilaku seseorang yang mengalami burnout adalah penarikan psikologis dan perilaku koping maladaptif. Secara umum, tidak terdapat hubungan antara burnout dengan kebiasaan konsumsi kopi, rokok, alkohol, dan zat adiktif. Di tingkat organisasi, manifestasi yang paling nyata dari burnout adalah penurunan kehadiran kerja tanpa alasan yang jelas dan penurunan performa kerja. (Maslach, 1976, dalam Schabracq, Winnuubst & Cooper, 2003).

Di tingkat intrapersonal, motivasi intrinsik seseorang yang mengalami

burnout akan menurun secara perlahan, diikuti oleh penurunan semangat,

(14)

2.4 Pencegahan dan Penanganan Burnout

Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mencegah dan menangani

burnout antara lain: 1) memulai hari kerja dengan perasaan rileks, 2) menerapkan

pola makan yang sehat, 3) berolahraga secara teratur, 4) mengatur pola tidur, 5) mengurangi hal-hal yang menimbulkan stress kerja, 6) mengurangi aktivitas yang berhubungan dengan pekerjaan di akhir pekan, 7) mengembangkan kreativitas di dalam dan luar pekerjaan dan 8) berkonsultasi dengan ahli kejiwaan jika diperlukan (Maslach & Leiter, 1997 dalam Schabracq, Winnuubst & Cooper, 2003).

Efektivitas manajemen stres sebagai penanganan burnout masih dikembangkan oleh para ahli. Beberapa ahli sulit untuk menarik kesimpulan karena studi evaluasi menggunakan sampel, prosedur, kerangka waktu, instrumen pengukuran, dan metode pelatihan yang berbeda. Beberapa studi juga mengalami kekurangan metodologis seperti kurangnya kelompok kontrol dan jumlah peserta yang kecil sehingga memerlukan banyak pengembangan (Kraft, 2006). Di sisi lain, kelelahan sebagai gejala inti burnout dapat dikurangi dengan latihan menggunakan teknik koping adaptif, teknik relaksasi dan restrukturisasi kognitif (Schabracq, Winnuubst & Cooper, 2003).

Meskipun demikian, dimensi penurunan pencapaian diri dan depersonalisasi sulit untuk berubah. Hal ini dikarenakan teknik yang digunakan untuk mengatasi

burnout hanya berfokus untuk mengurangi kemunculan gejala alih-alih pada

(15)

Gambar

Tabel 2.1 Pembagian gaya kepemimpinan menurut Likert
Tabel 2.2 Pembagian gaya kepemimpinan menurut Hersey-Blanchard
Tabel 2.3 Pembagian gaya kepemimpinan menurut Lewin

Referensi

Dokumen terkait

HUBUNGAN GAYA KEPEMIMPINAN SITUASIONAL KEPALA RUANGAN DENGAN TUGAS PERAWAT PELAKSANA.. DALAM MEMBERIKAN ASUHAN KEPERAWATAN KEPADA KLIEN DIRUANG

hubungan antara gaya kepemimpinan kepala ruang dengan motivasi kerja perawat. di Rumah Sakit

Motivasi kerja perawat berdasarkan gaya kepemimpinan kepala ruang di ruang rawat inap rumah sakit umum Premagana, Gianyar diperoleh gaya kepemimpinan model demokratis,

Berdasarkan hasil penelitian tentang hubungan gaya kepemimpinan kepala ruangan dengan tingkat stres kerja perawat di ruang rawat inap RSUD Bitung dapat disimpulkan

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah: bagaimana pengaruh gaya kepemimpinan transformasional kepala ruang dan

Hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan masukan untuk pembuatan kebijakan manajerial keperawatan dalam hal penerapan gaya kepemimpinan yang

1) Gaya kepemimpinan di Rumah Sakit Islam Gondanglegi Kabupaten Malang dalam kategori gaya kepemimpinan Demokratis. 2) Penilaian kinerja perawat pelaksana periode 6

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Abdul Kasir (2011) tentang hubungan gaya kepemimpinan kepala ruangan dengan motivasi kerja perawat di RSUD Tugurejo Semarang,