• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pemberian Kotoran Kelinci Fermentasi (Urine Dan Feses) Dan Interval Pemotongan Terhadap Produksi Dan Kualitas Rumput Gajah (Pennisetum Purpureum)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Pengaruh Pemberian Kotoran Kelinci Fermentasi (Urine Dan Feses) Dan Interval Pemotongan Terhadap Produksi Dan Kualitas Rumput Gajah (Pennisetum Purpureum)"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Hijauan Makanan Ternak

Pakan hijauan adalah semua bahan pakan yang berasal dari tanaman ataupun tumbuhan berupa daun - daunan, terkadang termasuk batang, ranting dan bunga (Sugeng, 1998). Hal yang sama juga dikemukakan oleh Nasution (1986) yang menyatakan makanan hijauan adalah semua bahan makanan yang berasal dari tanaman dalam bentuk daun - daunan. Kelompok makanan hijauan ini biasanya disebut makanan kasar. Hijauan sebagai bahan makanan ternak bisa diberikan dalam dua macam bentuk, yakni hijauan segar dan kering. Hijauan sebagai makanan ternak, hijauan memegang peranan sangat penting, sebab hijauan :

- Mengandung hampir semua zat yang diperlukan hewan

- Khususnya di Indonesia, bahan makanan hijauan memegang peranan istimewa,

karena bahan tersebut diberikan dalam jumlah yang besar.

- Sebagian besar pakan ruminansia adalah bahan pakan yang berserat tinggi dengan kecernaan rendah, oleh karena itu harus diusahakan agar ternak sebanyak mungkin mengkonsumsi makanan untuk mencukupi kebutuhannya akan zat - zat makanan (Mc Donald et. al., 1995).

(2)

Deskripsi Tanaman Pennisetum purpureum

Pennisetum purpureum mempunyai sistematika sebagai berikut, yaitu Phylum: Spermatophyta; Sub phylum: Angiospermae; Class:

Monocotyledoneae; Ordo: Glumifora; Family: Gramineae; Sub Family:

Panicurdeae; Genus: Pennisetum; Spesies: Pennisetum purpureum.

Pennisetum purpureum secara umum merupakan tanaman tahunan yang berdiri tegak, berakar dalam, dan tinggi dengan rimpang yang pendek. Tinggi batang dapat mencapai 2 - 4 meter (bahkan mencapai 6 - 7 meter), dengan diameter batang dapat mencapai lebih dari 3 cm dan terdiri sampai 20 ruas per buku. Rumput diperbanyak dengan potogan - potongan batang atau rhizoma yang mengandung 3 sampai 4 buku batang (Reksohadiprodjo, 1985).

Pennisetum purpureum disukai ternak, tahan kering, berproduksi tinggi, bernilai gizi tinggi dan merupakan rumput yang sangat baik untuk silase. Pennisetum purpureum (Pennisetum purpureum), sebagai bahan pakan ternak yang merupakan hijauan unggul, dari aspek tingkat pertumbuhan, produktifitas dan nilai gizinya. Produksi Pennisetum purpureum dapat mencapai 20 – 30 ton/ha/tahun (Ella, 2002).

(3)

Kadar protein akan menurun sesuai dengan meningkatnya umur tanaman tetapi selain serat kasarnya semakin tinggi, maka pemotongan hijauan segar sangat erat hubungannya dengan daya cerna serta jumlah konsumsi oleh ternak yang memakannya. Mutu hijauan ditentukan oleh kadar proteinnya. Di daerah tropis, seperti Indonesia dengan curah hujan dan

intensitas sinar matahari yang tinggi mengakibatkan pertumbuhan hijauan

relatif cepat daripada di daerah subtropis. Rumput yang lebih cepat menua yang

diakibatkan oleh tingginya intensitas sinar matahari akan memiliki nilai gizi

yang rendah. Mutu hijauan erat kaitannya dengan

zat gizi yang dikandungnya.

Tabel 1. Analisa Kadar Protein Kasar dan Serat Kasar berbagai Jenis Hijauan Makanan Ternak

Berdasarkan penelitian Adrianton (2010) bahwa hasil analisis nilai gizi tanaman rumput pada gajah bahwa perlakuan interval pemotongan 4

minggu dianggap lebih baik, dengan menghasilkan komposisi kadar air dan

kadar protein kasar yang lebih tinggi sebesar (82,79 %) dan (8,86 %) serta

lemak kasar dan serat kasar yang lebih rendah sebesar (4,46 %) dan (33,20 %).

Sedangkan interval pemotongan 8 minggu dan 10 minggu dianggap tanaman

tersebut agak terlalu tua dalam hubungannya dengan analisis nilai gizi. Hal ini

sesuai pendapat Lubis (1992), bahwa nilai gizi tanaman Pennisetum purpureum

(4)

protein kasar sebesar (85,50 %) dan (11,50 %) serta lemak kasar dan serat kasar

sebesar (3,20 %) dan (29,3 %).

Berdasarkan penelitian Manurung et.al (1975) yang melakukan pengamatan penggunaan pupuk kandang sapi (urine dan feses) untuk produksi hijauan Pennisetum purpureum, dilaporkan bahwa penggunaan pupuk kandang secara tunggal sebanyak 10 ton/ha/tahun memberikan respons yang sangat baik terhadap produksi hijauan Pennisetum purpureum, jika dibandingkan dengan penggunaan pupuk anorganik ataupun kombinasi pupuk kandang dengan pupuk anorganik. Respon produksi hijauan

Pennisetum purpureum dua kali (184 ton/ha/tahun) lebih tinggi jika dibandingkan dengan produksi Pennisetum purpureum yang tidak mendapat perlakuan pemupukan (kontrol). Pemberian pupuk anorganik N, P dan K baik secara terpisah maupun gabungan dari ketiga unsur tersebut tidak memberikan respon sebaik pemberian pupuk kandang. Pemberian pupuk kandang bersama - sama dengan pupuk buatan (N, P dan K) tidak memberikan respon sebaik pupuk kandang secara tunggal. Bahkan dilaporkan kombinasi pupuk kandang dengan unsur anorganik menunjukkan penurunan produksi hijauan Pennisetum purpureum segar, walaupun perbedaan tersebut secara statistik tidak berbeda nyata.

(5)

cm dengan interval pemotongan 6 – 8 minggu (paling baik 6 minggu) (Reksohadiprojo, 1994).

Salah satu aspek pengelolaan tanaman Pennisetum purpureum adalah

pengaturan interval pemotongan. Interval pemotongan berhubungan dengan

produksi yang dihasilkan dan nilai gizi tanaman dan kesanggupan untuk

bertumbuh kembali. Pemotongan yang terlalu berat dengan tidak

memperhatikan kondisi tanaman akan menghambat pertumbuhan tunas yang

baru sehingga produksi yang dihasilkan dan perkembangan anakan menjadi

berkurang. Sebaliknya pemotongan yang terlalu ringan menyebabkan

pertumbuhan tanaman didominasi oleh pucuk dan daun saja, sedangkan

pertumbuhan anakan berkurang (Ella, 2002).

Dengan melakukan pemotongan, berarti menghilangkan meristem apikal di bagian pucuk tanaman sebagai penghasil auxin sehingga daya aktif auxin akan mengalami gangguan, sehingga akan merangsang perkembangan tunas-tunas lateral (Prawiranata, 1981). Pemotongan dapat mendorong pembentukan tunas-tunas baru, jadi tanaman yang lebih sering mengalami pemotongan akan membentuk tunas yang lebih banyak (Sanchez, 1993).

(6)

Kebutuhan Unsur Hara bagi Tanaman

Setiap tanaman memerlukan paling sedikit 16 unsur hara untuk pertumbuhan normalnya yang diperoleh dari udara, air, tanah dan garam - garam mineral atau bahan organik. Unsur yang diperoleh dari udara ada 3 jenis, yaitu unsur Carbon (C), Hidrogen (H) dan Oksigen(O), sedangkan 13 unsur lainnya seperti Nitrogen (N), Fosfor (P), Kalium (K), Calsium (Ca), Magnesium (Mg), Sulfur (S), Besi (Fe), Mangan (Mn), Seng (Zn), Tembaga (Cu), Boron (B), Molibdenum (Mo) dan Klorin (Cl) diperoleh tanaman dari dalam tanah. Tetapi dari antara 13 unsur hara tersebut, hanya 6 unsur yang amat dibutuhkan dalam porsi yang cukup banyak, yaitu N, P, K, S, Ca dan Mg. Namun dari 6 unsur ini hanya 3 yang mutlak harus ada bagi tanaman yaitu N, P, K (Rosmarkam, 2002).

(7)

meningkatkan produksi biji - bijian, sedangkan kalium berperan membantu : pembentukan protein dan karbohidrat, mengeraskan batang dan bagian kayu dari tanaman, meningkatkan resistensi tanaman terhadap penyakit, meningkatkan kualitas biji/buah. Kebutuhan unsur hara untuk daerah tropis adalah unsur hara makro adalah unsur hara yang diperlukan dalam jumlah banyak (konsentrasi 1000 mg/kg bahan kering). Unsur hara mikro adalah unsur hara yang diperlukan dalam jumlah sedikit (konsentrasi kurang dari atau sama dengan 100 mg/kg bahan kering). Unsur hara makro dibutuhkan tanaman dan terdapat dalam jumlah yang lebih besar, dibandingkan dengan unsur hara mikro bahwa batas perbedaan unsur hara makro dan mikro adalah 0,02 % per mg bahan kering (Sutedjo, 2002).

Pemupukan

Pupuk adalah setiap bahan yang diberikan ke dalam tanah atau disemprotkan pada tanaman dengan maksud menambah unsur hara yang diperlukan oleh tanaman. Pemupukan adalah setiap usaha pemberian pupuk yang bertujuan menambah persediaan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman untuk meningkatkan produksi dan hasil mutu tanaman (Sarief, 1990).

(8)

Pemupukan dapat dilakukan dalam bentuk pupuk organik maupun anorganik. Pupuk kandang merupakan salah satu bentuk pupuk organik yang dapat digunakan untuk memperbaiki kesuburan tanah. Pupuk kandang adalah kotoran padat dan cair dari hewan yang tercampur dengan sisa - sisa pakan dan alas kandang. Nilai pupuk kandang tidak saja ditentukan oleh kandungan nitrogen, asam fosfat, dan kalium saja, tetapi karena mengandung hampir semua unsur hara makro (unsur hara makro seperti Nitrogen (N), Fospat (P2O5), Kalium (K2O) dan Air (H2O) dan mikro (Kalsium (Ca), Magnesium (Mg), Tembaga (Cu), Mangan (Mn), dan Boron (Bo) yang dibutuhkan tanaman serta berperan dalam memelihara keseimbangan hara dalam tanah (Sarno, 2008).

Pupuk kandang adalah pupuk yang berasal dari kandang ternak, baik berupa kotoran padat (feses) yang bercampur sisa makanan maupun air kencing (urine), sehingga kualitas pupuk kandang beragam tergantung pada jenis, umur serta kesehatan ternak, jenis dan kadar serta jumlah pakan yang dikonsumsi, jenis pekerjaan dan lamanya ternak bekerja, lama dan kondisi penyimpanan, jumlah serta kandungan haranya (Soepardi, 1983). Pupuk kandang (termasuk urine) biasanya terdiri atas campuran 0,5% N; 0,25% P2O5 dan 0,5% K2O (Tisdale and Nelson, 1965).

Kotoran Kelinci (Urine dan Feses)

Satu ekor kelinci yang berusia dua bulan lebih, atau yang beratnya sudah mencapai 1 kg akan menghasilkan 28,0 g kotoran lunak per hari dan

(9)

urine juga mengandung 8 unsur mikro lain, seperti Ca, Mg, K, Na, Cu, Zn, Mn, dan Fe. Hasil penelitian dari Balai Penelitian Ternak Bogor (2005) menyimpulkan bahwa pupuk kandang dari kotoran kelinci berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan maupun produksi rumput P.maximum dan leguminosa S.hamata setelah 6 kali panen (umur 258 hari). Sedangkan dengan penambahan probiotik pada pupuk kelinci interaksinya telah memberikan pengaruh nyata pada tanaman pakan dan meningkatkan produksi hijauan sebesar 34,8 - 38,0% (Rahardjo, 2008).

(10)

Tabel 2. Kandungan zat hara beberapa kotoran ternak padat dan cair

Novizan (2002) menyatakan bahwa urine ternak umumnya memiliki kandungan hara yang lebih tinggi dibandingkan kotoran padat, sehingga pada aplikasinya tidak sebanyak penggunaan pupuk organik padat.

Fermentasi Urine

Fermentasi adalah segala macam proses metabolis dengan bantuan dari enzim mikrobia (jasad renik) untuk melakukan oksidasi, reduksi, hidrolisa dan reaksi kimia lainnya, sehingga terjadi perubahan kimia pada suatu substrat organik dengan menghasilkan produk tertentu. Fermentasi merupakan proses biokimia yang dapat menyebabkan perubahan sifat bahan pangan sebagai akibat dari pemecahan kandungan bahan tersebut (Winarno

et al. ,1990).

(11)

protein dan penurunan serat kasar. Semuanya mengalami perubahan akibat aktivitas dan perkembangbiakan mikroorganisme selama fermentasi. Melalui fermentasi terjadi pemecahan substrat oleh enzim – enzim tertentu terhadap bahan yang tidak dapat dicerna, misalnya selulosa dan hemiselulosa menjadi gula sederhana (Sembiring, 2006).

Fermentasi urine yang telah dilakukan adalah fermentasi terhadap urine sapi. Fermentasi urine sapi mempunyai sifat menolak hama atau penyakit pada tanaman. Hama atau penyakit bisa saja datang, tetapi langsung pergi, bukan musnah tetapi hanya meyingkir dari tanaman. Pemupukan dengan menggunakan urine sapi yang telah difermentasikan ± 1 bulan dapat meningkatkan produksi tanaman (Phrimantoro, 2002).

Fermentasi urine sapi yang diaplikasi pada tanaman sangat menguntungkan petani karena dari segi biaya murah dan produksi meningkat dibandingkan dengan pupuk kimia. Fermentasi urine sapi dapat diaplikasikan melalui daun (Naswir, 2003) .

(12)

bantuan EM4 ini, yaitu sekitar empat sampai tujuh hari. Proses pengolahan yang baik dan benar akan menghasilkan pupuk cair yang tidak panas, tidak berbau busuk, tidak mengandung hama dan penyakit, serta tidak membahayakan pertumbuhan ataupun produksi tanaman (Indriani, 2004).

Secara kimiawi kandungan zat dalam urine kelinci diantaranya adalah sampah nitrogen (ureum, kreatinin dan asam urat), asam hipurat zat sisa pencernaan sayuran dan buah, badan keton zat sisa metabolisme lemak, ion - ion elektrolit (Na, Cl, K, Amonium, sulfat, Ca dan Mg), hormon, zat toksin (obat, vitamin dan zat kimia asing), zat abnormal (protein, glukosa, sel darah Kristal kapur). Zat - zat yang terdapat dalam urine tersebut masih bersifat kompleks yang sulit diserap oleh tanaman, misalnya seperti Na, Cl dan asam urat yang terdapat dalam urine kelinci tersebut. Dengan adanya fermentasi, maka zat - zat kompleks dalam urine tersebut akan dipecah oleh mikroorganisme akan mengalami perubahan bentuk senyawa yang lebih sederhana atau dengan kata lain proses fermentasi akan mengubah senyawa kimia ke substrat organik. Perubahan sifat senyawa dalam urine tersebut akan memperkaya kandungan bahan kimia yang berguna bagi tanaman sehingga lebih mudah dicerna oleh tanaman

Defoliasi dan Interval Pemotongan

(13)

kembali (regrowth) yang optimal, sehat dan kandungan gizi tinggi, defoliasi harus dilakukan pada periode tertentu (Nasution, 1997).

Interval pemotongan berpengaruh terhadap produksi hijauan, nilai nutrisi, kemampuan untuk tumbuh kembali, komposisi botani dan ketahanan spesies. Frekuensi pemotongan berlaku pada batas tertentu, frekuensi yang semakin rendah akan mengakibatkan produksi kumulatif bahan kering semakin tinggi dibandingkan produksi kumulatif oleh pemotongan yang lebih sering (Crowder and Cheda, 1982).

Pada saat tanaman rumput dipotong, bagian yang ditinggalkan tidak boleh terlalu pendek ataupun terlalu tinggi. Sebab semakin pendek bagian tanaman yang ditinggalkan dan semakin sering dipotong pertumbuhan kembali tanaman tersebut akan semakin lambat karena persediaan energi (karbohidrat) dan pati yang ditinggalkan pada batang semakin sedikit (Nasution, 1997).

(14)

Semakin lama umur pemotongan pada tanaman akan meningkatkan kandungan serat kasarnya. Kandungan serat kasar erat hubungannya dengan umur tanaman. Semakin tua umur tanaman semakin meningkat kandungan serat kasarnya (Erwanto, 1984).

Gambar

Tabel 2. Kandungan zat hara beberapa kotoran ternak padat dan cair

Referensi

Dokumen terkait

Daun kelor yang juga masih belum banyak dimanfaatkan diduga mempunyai kandungan protein tinggi yang diharapkan mampu menambah kandungan unsur hara pada POC yang dihasilkan

Mengetahui pengaruh interaksi antara pemberian feses dan urin kerbau lumpur dengan interval pemotongan terhadap produktivitas (tinggi tanaman, jumlah anakan, produksi

Pengaruh Berbagai Umur Pemotongan dan Pemupukan Urea terhadap Kadar dan Produksi Protein Kasar dan Serat Kasar Pertumbuhan Kembali Rumput Gajah.. Skripsi Fakultas

Interaksi antara pemberian kotoran kerbau lumpur (feses dan urin) menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap produksi segar, produksi bahan kering, tinggi tanaman,

Mengetahui pengaruh interaksi antara pemberian feses dan urin kerbau lumpur dengan interval pemotongan terhadap produktivitas (tinggi tanaman, jumlah anakan, produksi

Hasil penelitian memperlihatkan bahwasannya penggunaan pupuk organik cair (POC) fermentasi cairan rumen sapi berpengaruh terhadap tinggi tanaman, produksi segar,

Hal ini diduga karena dosis pupuk organik serbaguna (Agrodyke) mengandung unsur hara yang cukup bagi tanaman rumput gajah odot yang berpengaruh terhadap jumlah

Tingginya tanaman rumput gajah odot pada perlakuan D disebabkan karena banyaknya unsur hara yang diperoleh dari pemberian pupuk kandang dan pupuk urea sehingga