15
BAB II
PENDIDIKAN REMAJA
–
PEMUDA
DAN
FONDASI PENDIDIKAN KRISTEN
II.1. Pendidikan Remaja-Pemuda Kristen
II.1.1. Perkembangan Psikologi Remaja Pemuda
a. Perkembangan Psikologi Remaja
Masa remaja merupakan masa yang rentan akan berbagai masalah. Masa remaja juga merupakan masa kebimbangan. Oleh karenanya, remaja harus mendapatkan pendidikan yang memadai dari berbagai pihak. Bakir dan Suryanto mendefinisikan “remaja” : usia mulai dewasa”1
Nuhamara berpendapat bahwa masa remaja adalah masa yang amat meresahkan di dalam kehidupan seseorang karena pada masa ini seseorang mengalami perubahan baik secara fisik maupun perubahan-perubahan yang lain dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Dengan perubahan yang sedang dialami, maka banyak dari remaja yang mengalami kesulitan dan terkadang mereka menderita karena ketidakmampuan dalam mengatasi tekanan-tekanan dan tuntutan-tuntutan masa remaja”.2
1R.Suyoto Bakir dan Sigit Suryanto,Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Tangerang:Karisma
Publishing Group,2009),480
16 Dari pendapat tersebut, dapat dipahami bahwa masa remaja merupakan masa yang cukup sulit, karena tidak mudah bagi seseorang untuk menghadapi perubahan, baik secara fisik maupun psikologis. Memasuki perubahan berarti meninggalkan kondisi yang lama dan menuju pada kondisi yang baru. Hal tersebut memerlukan konsentrasi dan perhatian yang besar dari diri sendiri maupun pihak lain. Dalam hal ini, gereja harus memainkan perannya dalam mendampingi remaja saat menghadapi perubahannya.
Peter menyatakan;
the period of adolescence extend from the beginning of puberty to the attainment of adulthood. Most adolescent psychologist would accept the period as beginning at twelve years of age and continuing until twenty-five. But the age range is rather wide. The twelve year-old is perhaps a seventh grader in the elementary school, while the twenty-for-year-old is doing his research for a doctor of philosophy degree. Traditionally adolescence has been divided into three groups. Early adolescence (12-14), middle adolescence (15-17), and later adolescence (18-24). In the Sunday school we have classified them as intermediates, senior and young people. More recent attempts as grouping have been made according in the public school classification: Junior, Senior and collage.3
Dari pernyataan tersebut, dapat dipahami bahwa masa remaja memiliki rentangan waktu yang cukup panjang. Meskipun masa remaja di bagi menjadi tiga kelompok, namun pada prosesnya satu sama lain saling berkaitan dan memerlukan perhatian khusus. Karena tiga kelompok tersebut berada pada
3Peter P.Person,anIntroduction to Christian Education(United State: Photolithoprinted by
17 rentangan tingkat pendidikan SMP,SMA dan Perguruan Tinggi, dimana remaja dituntut untuk mengikuti proses perkembangan dan pembelajaran di bangku sekolah yang kadang tidak mudah.
Nuhamara berpendapat bahwa;
masa remaja adalah masa di mana seseorang membuat kenangan dan antisipasi tentang masa depan. Suatu masa dimana seorang individu mencari identitas yang khusus. Pencarian ini terdiri dari suatu rasa kesadaran tentang keunikan pribadi, yang berusaha memiliki pengalaman yang berkesinambungan dan solidaritas dengan ideal-ideal kelompok.4
Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa masa remaja memiliki peran yang sangat besar untuk menentukan masa dewasa atau masa depan seseorang. Karena proses masa depan seseorang akan sangat dipengaruhi oleh kenangan masa lalu dan proses penemuan dirinya pada masa remaja.
Remaja membutuhkan perhatian yang serius dari berbagai pihak. Erikson menyatakan bahwa masa remaja merupakan masa dimana manusia mengalami masa krisis identitas versus kebingungan peran. Menurutnya, tugas utama remaja adalah membangun pemahaman baru mengenai identitas ego. Meskipun pembentukan identitas merupakan proses seumur hidup, namun pencarian identitas mencapai krisisnya pada masa remaja. Pada masa remaja
18 banyak terjadi perubahan dalam berbagai aspek kehidupan dan komitmen masa depan seseorang dipertaruhkan pada masa ini.5
Sehubungan dengan tugas remaja di atas, maka gereja harus berperan sebagai pihak yang mampu menjawab kebutuhan para remaja. Wayne Rice menyampaikan empat alasan bagi gereja untuk memberikan pelayanan serius kepada remaja :
a. Masa Remaja adalah Masa Transisi.
Masa transisi yang dimaksud adalah perubahan dari masa kanak-kanak ke masa remaja. Pada masa ini terjadi perubahan fisik maupun aspek lain dan juga terjadi gejolak dalam berbagai bentuk. Perubahan-perubahan tersebut adalah proses individu mencari identitas yang khusus.
b. Masa Remaja adalah Masa Bertanya.
Remaja mempertanyakan banyak hal yang sudah diajarkan kepada mereka, mulai meragukan mitos-mitos yang diterima di masa kanak-kanak dan berusaha menemukan cara-cara baru dalam memandang realitas kehidupan.
c. Remaja adalah Masa Keterbukaan.
19 Pada masa ini, remaja sangat terbuka, dalam rangka mencari identitas baru yang penuh dengan keinginan untuk mencoba.
d. Masa Remaja adalah masa mengambil Keputusan.
Remaja akan membuat berbagai keputusan dan komitmen, yang harus diingat adalah bahwa keputusan atau komitmen yang dibuat, merupakan akibat dari proses pemahaman dan pengujiannya sendiri. Mereka tidak boleh dipaksa untuk mengambil suatu keputusan sesuai dengan keinginan orang dewasa, karena keputusan yang lahir dari pemahaman dan pengujiannya sendiri akan mampu bertahan.6
Masa remaja juga merupakan masa belajar yang luas, meliputi bidang intelegensi, sosial dan lain-lain yang berhubungan dengan kepribadiannya.7
Dari berbagai alasan tersebut, dapat dipahami bahwa remaja memerlukan pendampingan untuk menghadapi perubahan yang dialami dan menjawab berbagai pertanyaan yang timbul dalam dirinya serta memberikan tempat bagi keterbukaannya guna membantu mendapatkan pemahaman yang benar atas proses hidup yang dialaminya. Hal tersebut sangat mempengaruhi mereka dalam mengambil keputusan penting untuk kehidupannya di masa sekarang dan masa yang akan datang. Oleh karenanya, gereja harus mampu
20 menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi remaja untuk menjalani fase perkembangan ini.
b. Perkembangan Psikologi Pemuda
Untuk memahami tentang pemuda, kita dapat melihat dari
beberapa segi perkembangan. Wahyu mengemukakan pendapatnya
seperti berikut :
1. Segi Biologis : Bayi (0-1 tahun), Anak (1-12 tahun), Remaja (12-15
tahun), Pemuda (15-30 tahun) Dewasa (30 tahun ke atas)
2. Segi budaya : Anak (1-12 tahun), Remaja (13-18 tahun), Dewasa (18-21
tahun ke atas)
3. Segi angkatan kerja, ada istilah tenaga muda dan tenaga tua. Tenaga
muda adalah calon-calon yang dapat diterima sebagai tenaga kerja
yang diambil antara 18-22 tahun.
4. Segi umur, lembaga dan ruang lingkup tempat, diperoleh 3 kategori:
Siswa, usia antara 6-18 tahun, masih ada di bangku sekolah.
Mahasiswa, usia antara 18-25 tahun, masih ada di universitas atau
perguruan tinggi. Pemuda, di luar lingkungan sekolah ataupun
21 Berdasarkan pengelompokan di atas, maka yang dimaksud
dengan pemuda adalah golongan manusia berusia muda antara 15-30
tahun.8 Kategori pemuda dapat digolongkan dalam tahap dewasa awal.
Menurut Erikson, masa dewasa awal berisi tentang langkah-langkah manusia memperlebar dan memperdalam kapasitas mencintai dan memperhatikan orang lain.9
Untuk dapat menyesuaikan diri dengan fase tersebut, pemuda sering mengalami persoalan yang serius. Gunarsa menyatakan bahwa persoalan yang sering dibicarakan oleh muda-mudi adalah seperti berikut :
1. Ketidak puasan mengenai penampilan diri.
2. Hubungan dengan orang tua yang sedang “guncang”. 3. Cerita mengenai pacar atau idaman mereka
4. Pelajaran di sekolah yang kurang menarik, karena ada hal-hal lain yang lebih “memikat” perhatian.10
Dari pernyataan tersebut, kita dapat memahami berbagai kesulitan yang dihadapi pemuda. Mereka harus menyesuaikan diri dengan fase perkembangan yang harus dihadapi dan realitas hidup yang sangat beragam. Pemuda juga harus berproses dari masa remaja ke masa pemuda atau masa dewasa awal yang sangat berbeda cara pikir dan sikap hidupnya. Pada masa remaja mereka lebih berfokus pada dirinya sendiri dan menuju masa
8Wahyu, Wawasan Ilmu Sosial Dasar, (Surabaya: Usaha Nasional,1986), 69-70
9William Crain,Teori Perkembangan.Konsep dan Aplikasi(Yogyakarta:Pustaka Pelajar,2007), 445
22 pemuda atau dewasa awal, yang harus beralih pada tahap memikirkan pihak lain. Proses ini membutuhkan kerja keras dan konsentrasi yang cukup baik. Gereja harus menjadi wadah yang tepat untuk memandu seluruh proses ini. Karena kehidupan gereja pada masa yang akan datang ditentukan oleh cara gereja memperlakukan generasi mudanya pada masa kini.
Dalam proses perkembangannya, pemuda memiliki persoalan seperti yang telah dijelaskan diatas dan pemuda juga memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi. Herner menyarankan, agar pemuda memenuhi 6 kebutuhan yang sangat penting, seperti berikut :.
1. They need to find God
2. They need to find themselves 3. They need to find a lifework 4. They need to find a life mate
5. They need to find society and their relation to it.
6. They need to find the Christian society, the church and their relation to it.11
Dengan adanya enam kebutuhan tersebut yang harus dipenuhi oleh pemuda, maka gereja harus berusaha memenuhinya. Gereja harus membatu pemuda untuk menemukan Tuhan,menemukan dirinya sendiri, menemukan
23 pekerjaan, menemukan teman hidup, menemukan masyarakat dan komunitas Kristen atau gereja untuk sepanjang hidup mereka.
II.1.2. Perkembangan Iman Remaja dan Pemuda
Fowler berpendapat bahwa iman adalah suatu cara manusia bersandar atau berserah diri serta menemukan atau memberikan makna terhadap berbagai kondisi atau keadaan hidupnya. Iman sebagai cara mengenal dan menilai dunia, perkembangannya juga berjalan bertahap.12
Dengan demikian, kita memahami bahwa perkembangan iman juga sejalan dengan perkembangan fisik dan psikologis manusia. Semua melalui tahapan-tahapan yang berjalan secara berurutan. Fowler juga berpendapat bahwa, perkembangan iman dapat di bagi dalam tujuh tahap. Ketujuh tahap tersebut sudah disebutkan dan dijelaskan secara singkat pada bab sebelumnya. Dalam bab ini, akan dibahas secara khusus perkembangan iman remaja dan pemuda yang diantaranya juga akan membahas salah satu tahapan iman tersebut.
a. Perkembangan Iman Remaja.
24 Dalam teori pentahapan perkembangan iman yang dikemukakan
oleh Fowler, perkembangan iman remaja, termasuk pada tahap ketiga,
yakni kepercayaan sintetis-konvensional. Dalam tahap ini identitas diri
remaja dibentuk berdasarkan rasa dipercaya dan diteguhkan oleh orang lain. Hal yang lebih penting bahwa mereka juga berusaha mendapatkan makna baru yang menyebabkan mereka tertarik pada ideologi dan agama. Remaja juga mulai membuat gambaran Allah secara personil yang dianggap mengenal dirinya lebih dari pada pengenalan mereka terhadap dirinya sendiri. Mereka juga memahami bahwa Allah akrab dengan dirinya, tetapi juga akrab dengan orang lain.13
Dalam tahapan tersebut, remaja-pemuda berjuang untuk mendapatkan kepercayaan dari pihak lain. Mereka juga mencari sosok Allah yang dianggap mengenal dirinya. Kondisi ini membutuhkan bimbingan yang serius, supaya gambaran Allah yang seharusnya diterima, dipahami dan dihayati, akhirnya melekat dalam kehidupannya menjadi jelas. Peran gereja pada fase ini adalah menjadi pendidik iman yang sejalan dengan perkembangan remaja-pemuda, agar iman mereka semakin kuat.
Iman seseorang menyentuh semua aspek dalam kehidupan, baik fisik,sosial, mental, emosi dan aspek yang lainnya. Iman remaja juga
25 mengalami keraguan dan ketidakpercayaan, karena pada masa kanak-kanak, iman mereka sama dengan iman orang tuanya dan saat menginjak remaja, mereka mulai berfikir dan menentukan sendiri. Selain itu juga menghadapi dunia nyata yang sering tidak sesuai dengan keinginan mereka. Remaja juga berfikir serius tentang komitmen dan kegagalannya serta idealisme yang tertanam dalam dirinya. Pada masa ini, mereka juga membutuhkan model.14
Berdasarkan paparan tersebut, maka dapat dijelaskan bahwa proses
perkembangan iman remaja, merupakan bagian terpenting dalam
kehidupan. Proses tersebut berjalan dan saling mempengaruhi antara
proses sebelum dan sesudahnya. Secara fisik, proses perkembangan iman
tidak kelihatan, namun mewarnai secara tersembunyi dan menentukan
proses perkembangan seseorang dalam berbagai aspek pada tahap
selanjutnya. Oleh karena itu, remaja bukan hanya membutuhkan teori
tentang iman dan perkembangannya, mereka membutuhkan teladan atau
model yang konkrit dalam kehidupannya. Pendidik di gereja harus
mampu memenuhi kebutuhan tersebut.
b. Perkembangan Iman Pemuda
Pemuda merupakan generasi penerus yang pada akhirnya akan memiliki tugas melanjutkan sebuah pendidikan dalam hidup mereka bagi
26 generasi berikutnya. Jika pemuda mendapatkan pendidikan Kristen yang memadai, maka mereka akan menjadi generasi penerus yang sehat dan kuat. Oleh karena itu, gereja harus mendidik pemuda demi mendapatkan generasi penerus yang andal.15
Untuk mendapatkan generasi penerus yang andal, perlu
memberikan pendidikan yang terus menerus fase demi fase. Fase
perkembangan iman pada pemuda dimulai sejak umur sekitar 20 tahun
atau pada saat memasuki masa dewasa awal. Pada masa ini lahir
refleksi-refleksi kritis atas seluruh pendapat, keyakinan dan nilai (relegius) lama.
Pemuda juga mulai dapat melihat diri sendiri dan orang lain sebagai suatu
system kemasyarakatan dan menyadari tanggung jawab pribadinya. Pada
masa ini pemuda mengalami yang disebut sebagai ”diri autentik dan
mandiri”, yakni masa dimana seseorang memiliki kesanggupan sendiri
untuk berdialog dengan dirinya dan memiliki pribadi yang hanya dikenal
oleh dirinya sendiri.16
Pemuda yang dituntut untuk dapat mengenali dirinya sendiri
secara benar, memerlukan pendampingan dan pembelajaran yang serius.
15 Agung Gunawan, Jurnal Theologia Aletheia (2005:Vol 7 nomor 12), 3-4 16 Agus Cremers.Teori Perkembangan Kepercayaan,Karya-karya penting James
27 Mereka membutuhkan ketrampilan untuk berbicara pada dirinya yang
akan diekspresikan dalam hubungannya dengan orang lain. Ketrampilan
tidak dimiliki secara otomatis, oleh karena itu gereja bertanggung jawab
untuk melatih mereka melakukan tugasnya dengan benar.
Gunawan menyatakan bahwa; melalui pendidikan Kristen, gereja
memimpin, membimbing dan menuntun pemuda kepada Kristus.
Pendidikan ini dilakukan secara perlahan, namun pasti. Melalui
pendidikan yang memadai, maka pemuda akan mampu membuka
ikatan-ikatan masalah yang rumit dan menuju pada masa depan yang penuh
keceriaan. Pendidik gereja harus yakin bahwa tugas ini adalah tugas dari
Tuhan.17
Kenyataan yang kita hadapi, banyak orang muda yang memiliki
pengetahuan dangkal tentang iman dan agama mereka. Keterbatasan
tersebut disebabkan oleh kurangnya pembelajaran tentang iman dan
agama saat mereka kanak-kanak dan mereka menghabiskan banyak
tenaga untuk mencari jati diri di masa remaja. 18
17Agung Gunawan, Jurnal Theologia Aletheia (2005:Vol 7 nomor 12), 5
28 Berdasarkan paparan tersebut, dapat kita pahami bahwa pemuda
berada dalam kondisi yang sulit. Mereka melalui proses di masa
kanak-kanak dan masa remaja yang sarat dengan berbagai masalah. Pada masa
ini mereka harus belajar tentang kemandirian di berbagai aspek, terutama
dalam hal iman, namun di sisi lain mereka memiliki banyak keterbatasan.
Dalam kondisi tersebut, pemuda membutuhkan pendampingan yang
serius.
II.1.3. Pendidikan Kristen bagi Remaja – Pemuda.
Dalam pembahasan ini, penulis menggabungkan pendidikan
Kristen bagi remaja – pemuda, karena dalam bab selanjutnya kedua
kategori tersebut akan dibahas secara bersamaan. Hal itu penulis lakukan
karena dalam praktik pendidikan remaja – pemuda Kristen, terutama pada
gereja yang akan penulis teliti digabungkan menjadi satu.
Menurut Calvin, Pendidikan Agama Kristen adalah:
29 Allah Bapa, Tuhan Yesus Kristus berupa tindakan-tindakan kasih terhadap sesamanya.”19
Menurut Grome, Pendidikan Agama Kristen mengandung arti:
“kegiatan politis bersama para peziarah dalam waktu yang secara sengaja bersama mereka memberi perhatian pada kegiatan Allah di masa kini serta pada komunitas Iman Kristen dan Visi Kerajaan Allah yaitu benih-benih yang telah hadir di antara kita.”20
Homrighausen menjelaskan bahwa dengan menerima pendidikan maka pelajar muda dan tua memasuki persekutuan iman yang hidup dengan Tuhan sendiri, dan di dalam Dia mereka terhisap pula pada persekutuan Jemaat-Nya yang mengakui dan mempermuliakan nama-Nya di segala waktu dan tempat.21
Pendidikan Kristen bagi kaum muda sangatlah penting, karena dengan mendapatkan pendidikan Kristen yang memadai, kaum muda akan menjadi generasi penerus gereja yang sehat dan kuat. Banyak gereja yang kurang berkembang karena mereka kurang memberi perhatian pada pengajaran kaum mudanya. 22
Berdasarkan beberapa pandangan di atas, maka dapat kita pahami bahwa pendidikan bagi remaja – pemuda atau sering disebut kaum muda sangatlah berpengaruh pada perkembangan gereja di masa kini dan masa depan.
19Robert R. Boehlke. Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praktek Pendidikan Agama Kristen.
(Jakarta:BPK Gunung Mulia, 1991), 413
30 Dalam gejolak jiwanya menghadapi perkembangan psikologis, sosial dan spiritualnya, remaja – pemuda harus mendapatkan pendampingan yang baik, dapat menjawab kebutuhan perkembangannya serta seturut dengan kehendak Allah.
Pada masa sekarang ini, banyak kaum muda yang menghadapi masalah berkaitan dengan orang tua mereka, karena banyak orang tua yang tidak dapat melakukan tugasnya dengan baik.23
Perbedaan pendapat antara anak dan orang tua sering membuat situasi tidak nyaman, ketidaknyamanan tersebut membuat orang tua terkesan kurang dapat memenuhi kebutuhan anak. Oleh karena itu, gereja harus mampu membantu peran orang tua, setidaknya melakukan sesuatu yang tidak dapat dilakukan orang tua. Pemimpin gereja bertugas untuk melakukan fungsinya sebagai pendidik kaum muda.
Untuk mengembangkan pendidikan bagi kaum muda, harus dilakukan oleh pemimpin yang berada dalam penguasaan Allah. Hal ini sangat penting dan mendasar, karena pembangunan kesehatan spiritual dilakukan dalam jangka panjang.24
23 Ibid, 8
31 Berdasarkan pendapat tersebut, maka gereja wajib mempersiapkan pemimpin yang “mumpuni” artinya mampu melaksanakan tugas dengan
baik(tanpa bantuan orang lain), menguasai keahlian (kecakapan, keterampilan) tinggi.25 Dengan demikian, para pemimpin gereja memenuhi persyaratan sebagai pendidik dan teladan.
Dari perspektif Biblikal, kita mendapatkan pelajaran berharga dalam Efesus 6 : 1 – 4. Bagian ini menjelaskan hubungan antara anak dan orang tua. Anak-anak adalah milik Tuhan, karenanya orang tua harus memperlakukan anak dengan hormat dan mengajarkan tentang Tuhan kepada mereka. Selain itu, bagian ini juga menjelaskan tentang ketaatan anak – anak yang menjadi jalan kebahagiaan dan umur panjang.26
Melalui penjelasan tersebut dapat dipahami bahwa hubungan orang tua dan anak yang dimaksudkan bukan hanya hubungan mereka dalam arti jasmani saja,tetapi juga anak di dalam gereja, yakni remaja dan pemuda dengan orang-orang dewasa sebagai orang-orang tua.
Karena pendidikan orang muda di gereja bukan hanya kepada satu atau beberapa orang, tetapi kepada banyak orang, maka diperlukan panduan tentang cara mendidik kaum muda, yang disusun dengan cermat supaya dapat memenuhi kebutuhan kaum muda dalam perkembangannya.
25 http://kbbi.co.id/arti-kata/mumpuni.09/10/2017.
32
II.2. Fondasi Pendidikan Kristen
II.2.1. Definisi Fondasi Pendidikan Kristen
Dalam membangun segala sesuatu, yang pertama-tama kita pikirkan dan kita rancang adalah fondasi dari apa yang akan kita bangun. Bukan hanya pembangunan secara fisik, namun juga pembangunan dalam bidang - bidang yang lain. Dalam membangun iman Kristenpun, kita memerlukan fondasi. Bakir&Suryanto mendefinisikan bahwa; fondasi adalah dasar bangunan yang kuat.27
Dari definisi tersebut, maka dapat dipahami dan dikaitkan dengan pendidikan Kristen dan diartikan bahwa Fondasi Pendidikan Kristen adalah dasar bangunan yang kuat bagi pendidikan kekristenan.
II.2.2. Fondasi Pendidikan Kristen
Pendidikan Kristen hendaknya memiliki fondasi yang kuat agar tujuannya dapat tercapai dan tepat pada sasarannya. Pendidikan Kristen
33 memiliki pengertian sebagai suatu pendidikan dan pengajaran yang diberikan di sekolah-sekolah Kristen maupun dalam suasana Kristen.28
Pendidikan yang dilakukan di gereja adalah pendidikan dan pengajaran yang diberikan dalam suasana Kristen. Pendidikan inipun tidak lepas dari fondasi yang harus dibangun dibawah pengajaran yang diberikan, agar pengajaran tersebut melekat erat dan menjadikan kuat bagi semua peserta didik yang ada di dalamnya. Karenanya fondasi sangatlah dibutuhkan dalam melaksanakan pendidikan Kristen. Tanpa adanya fondasi maka arah dari pendidikan Kristen, yang dilaksanakan gereja akan mengalami ketersendatan bahkan bisa gagal. Fondasi Pendidikan Kristen diibaratkan seperti sebuah dasar bangunan ataupun sebuah landasan dalam meletakkan bangunan. Jika setiap orang yaitu seluruh pendidik mampu dan mau memahami serta melakukan apa yang menjadi fondasi pendidikan Kristen, maka pendidikan akan menghasilkan buah yang nyata.
Dalam hal fondasi pendidikan Kristen, Robert W. Pazmino mengupas dengan sangat mendalam tentang macam-macam fondasi dan penerapan dari fondasi pendidikan Kristen tersebut. Menurut Pazmino, ada tujuh fondasi pendidikan kristen. Ketujuh fondasi tersebut akan dijelaskan dalam bab ini.
II.2.2.1. Fondasi Alkitabiah
34 Dalam fondasi Alkitabiah disebutkan bahwa kitab suci adalah sumber esensial untuk bisa mengerti keunikan Kristen dalam pendidikan. Oleh karena itu, dalam seluruh praktik pendidikan, para pendidik Kristen harus dipimpin oleh kebenaran pernyataan Allah. Ada banyak model yang ditawarkan. Tugas pendidik Kristen adalah memeriksa model tersebut dan meneliti kesesuaiannya serta memperoleh jawaban tentang kesesuaian model tersebut dengan fondasi Alkitabiah. Model yang sesuai dengan fondasi Alkitabiah adalah model yang mengkaji pendidikan pada masa lampau, masa kini dan masa depan.29
Fondasi Alkitabiah dijelaskan dalam dua bagian besar, yakni Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru.
1) Perjanjian Lama
Matias Preiswerk mengidentifikasi berbagai agen pendidikan, yakni ; nabi, imam, orang Lewi, orang bijak dan ahli taurat. Agen pendidikan dalam Perjanjian Lama terdiri dari para nabi, imam dan orang Lewi, orang bijak, ahli taurat, termasuk bangsa Israel sebagai suatu bangsa. Setiap agen pendidik mempunyai tujuan, konten, metode dan ekspresi institusional yang berbeda.30 Konteks utama pendidikan di Perjanjian Lama adalah keluarga.31 Beberapa bagian Alkitab Perjanjian Lama yang akan dikaji dalam fondasi alkitabiah.
29 Robert W.Pazmino,Fondasi Pendidikan Kristen( Bandung:STT Bandung,2012), 14-15 30 Ibid, 15
35 a. Kitab Ulangan.
Mandat pendidikan yang disampaikan dalam Ulangan 6 : 4-9 berisi tentang kewajiban menyampaikan perintah – perintah Allah kepada generasi selanjutnya. Tujuan akhir dari kitab ini adalah menanamkan kasih Allah yang diekspresikan lewat kesetiaan dan ketaatan. 32
Isi dari pernyataan Allah harus diajarkan secara berulang-ulang kepada peserta didik dalam berbagai kesempatan, diikat dan dililitkan pada tubuh dan ditulis pada tempat-tempat umum yang mudah di lihat. Kebenaran Allah harus terintegrasi dalam seluruh kehidupan dan mempengaruhi kehidupan umat Allah dari waktu ke waktu.33 Ulangan 6 : 6-8 memperlihatkan betapa pentingnya pengajaran kepada anak-anak. Dalam konteks ini, orang Yahudi harus menghafal perkataan-perkataan Allah di depan umum dan sebagian orang Yahudi menaruh ayat-ayat itu pada kantong-kantong kulit yang kecil dan diikatkan pada lengan dan dahi mereka.34
Dari paparan di atas, dapat dipahami bahwa pendidikan pada masa Perjanjian Lama yang disampaikan dalam kitab Ulangan, menekankan tentang isi, tujuan dan konteks pendidikan. Dari isi pendidikan dapat difahami adanya regenerasi pengajaran yang berfokus pada kasih Allah serta dimulai dari
32 Ibid ,19
33 Ibid ,20
36 lingkungan terkecil, yakni rumah, meluas pada tempat-tempat umum yang mudah terjangkau oleh siapapun.
Dengan demikian, kita tahu bahwa kewajiban mendidik generasi muda bukan hanya dilakukan pada masa sekarang, tetapi sudah dimulai pada jaman Perjanjian Lama. Seluk beluk pendidikan pun sudah terperinci dengan baik. Oleh karena itu, generasi sekarang memiliki tugas melanjutkan pendidikan tersebut kepada generasi selanjutnya atau generasi muda.
a. Mazmur 78
Dalam Mazmur 78 : 1–8, merupakan pendidikan kaum tua kepada generasi berikut, yakni generasi muda, menerima pembelajaran tentang keberhasilan dan kegagalan orang-orang di masa lalu.35 Konteks pendidikan pada jaman Perjanjian Lama adalah keluarga dan diperluas di sinagoge dan sekolah. Sedangkan dalam Perjanjian Baru, gereja berfungsi sebagai keluarga besar dan keluarga Allah. Tanggungjawab orang-orang yang diberi karunia dan berpengalaman adalah menyampaikan kisah-kisah kepada generasi selanjutnya tentang perbuatan, kuasa dan keajaiban Allah di masa lalu dab masa kini.36
Setelah memahami penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan pada masa Perjanjian Lama dan masa Perjanjian Baru memiliki kesamaan, yakni pendidikan di masa lalu menjadi acuan bagi pendidikan di
35 Ibid, 939
37 masa kini dan masa yang akan datang. Acuan yang dipakai bukan hanya tentang keberhasilan, tetapi juga tentang kegagalan. Dari pernyataan tersebut, dapat dipahami bahwa keterbukaan pendidikan menjadi salah satu kunci sukses dalam pendidikan Kristen.
b. Nehemia 8 : 1-18
Pazmino memberikan penjelasan tentang satu pasal kitab Nehemia. Dalam Nehemia 8 : 1-18, Pazmino menjelaskan tentang tanggungjawab pendidik dan pendengar atau peserta didik. Pendidik bertanggung jawab untuk memberitakan, menafsirkan dan menasehati. Sedangkan peserta didik bertanggungjawab untuk mengetahui, mengerti, mentaati dan merespon firman Allah serta menyembah Allah.37 Pemberitaan firman Allah tidak selalu dilakukan di Bait Allah. Dalam Kitab Nehemia ini dijelaskan bahwa pemberitaan firman Alah dilakukan di pintu gerbang air. Pintu gerbang air ini terletak di luar area bait Allah yang cukup luas untuk menampung banyak orang. 38
Dari paparan di atas, dapat dipahami bahwa pendidikan pada jaman Perjanjian Lama dilakukan untuk semua orang, karena dalam perikop tersebut tidak dijelaskan kategori peserta didiknya. Dalam menyampaikan firman Tuhan ada tanggungjawab dari kedua belah pihak, yakni pendidik dan peserta didik.
37 Ibid, 33
38 Dalam penyampaiannyapun, pendidik harus menggunakan tempat yang memadai, yakni di luar ruangan yang pasti lebih menarik dan lebih leluasa.
Dalam bagian ini juga diajarkan tentang cara mentransfer salah satu nilai yang harus dikembangkan oleh orang Kristen, yakni nilai menghormati firman Allah. Pada saat membacakan firman Allah, Ezra berdiri di tempat yang lebih tinggi dan semua yang hadir juga berdiri. Berdiri di sini menunjukkan sikap menghormati Kitab Suci.39
c. Kitab Hikmat
Bakir dan Suryanto mendefinisikan seperti berikut: hikmat adalah kebijaksanaan, kearifan dan kesaktian.40 Jadi Kitab Hikmat berarti kitab yang berisi tentang kebijaksanaan, kearifan dan kesaktian. Kitab-kitab yang termasuk Kitab Hikmat adalah Kitab Ayub, Kitab Mazmur, Kitab Amsal, Kitab Pengkhotbah dan Kidung Agung.41 Pazmino, menyatakan bahwa implikasi yang dapat dipelajari dari pengertian pendidikan dalam Perjanjian Lama ada tiga hal, yakni :
Pertama, Allah memberikan hikmat dan manusia bergantung pada
anugerah-Nya untuk bisa memahami hikmat. Kedua, pendidikan harus mempunyai dampak terhadap hidup seseorang dan memampukan mereka
39 Ibid
40. R.Suyoto Bakir dan Sigit Suryanto,Kamus Lengkap Bahasa Indonesia(Tangerang:Karisma Publishing Group,2009), 208
39 untuk menangkap konsekuensi praktis dari kebenaran yang dipelajari atau diteliti dengan seksama. Ketiga, para pendidik harus memenuhi kualifikasi terutama untuk menggunakan karunia dan bertanggungjawab atas karunia yang diberikan oleh Allah untuk dibagikan kepada peserta didiknya.42
Pernyataan di atas menuntun kita kepada sebuah pemahaman bahwa para pendidik harus memiliki hikmat supaya bergantung kepada Allah untuk menyampaikan pesan yang berupa kebenaran Allah serta mempertanggungjawabkan semua karunia yang diterimanya dari Allah.
Oleh karena itu, seorang pendidik Kristen haruslah orang yang terlebih dahulu menerima pendidikan yang memadai, karena mereka akan mendidik generasi yang akan bertanggungjawab pada generasi berikutnya.
b. Perjanjian Baru
Beberapa bagian Alkitab yang akan dipelajari secara saksama berkenaan dengan pendidikan dalam Perjanjian Baru.
a. Injil Matius,
Injil Matius berisi tentang ajaran-ajaran Yesus yang berbicara tentang arti menjadi umat Allah.43 Pazmino juga menjelaskan bahwa dalam Injil Matius ini berisi tentang membagikan visi, misi dan memori. Tujuan pelayanan
40 yang dapat kita pahami dalam Injil Matius adalah pemuridan, yakni memampukan orang lain untuk menjadi murid Yesus yang taat.44
Secara ringkas, pengajaran dalam Injil Matius di bagi menjadi tiga elemen, yaitu pertama membagikan visi, kedua membagikan misi dan ketiga adalah membagikan memori. Visi menjadikan murid Yesus yang taat ditindaklanjuti dengan misi pengajaran, penugasan dengan bekal memori tentang sejarah dan ide-ide Kerajaan Allah akan menjadi eleman penting dalam pemuridan. 45
Dengan penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa pendidikan Kristen yang terstruktur dengan baik sudah dimulai sejak jaman kehidupan Tuhan Yesus. Adanya visi, misi dan memori yang dibagikan merupakan arahan untuk melakukan pendidikan yang seutuhnya. Oleh karenanya, pada masa sekarang pendidikan harus lebih baik dari masa lalu, karena masa sekarang merupakan masa pengembangan dari pengajaran Tuhan Yesus dan mempersiapkan masa yang akan datang.
b. Injil Lukas
Selain dalam Injil Matius yang menyatakan tentang panduan untuk pengajaran gereja yang bertumbuh, dalam Injil Lukas terdapat komponen-komponen kunci pengajaran. Pazmino memberikan penjelasan bahwa
41 komponen-komponen tersebut terdapat dalam Injil Lukas 24 : 13-35, yang merupakan metode yang dipakai Tuhan Yesus dalam pengajarannya. Metode-metode tersebut adalah :
Pertama : diskusi ( Luk. 24 : 14 ), Diskusi ini terjadi antara Yesus
dengan dua orang murid yang sedang dalam perjalanan ke Emaus. Kedua, pertanyaan terbuka ( Luk. 24 : 17 ) Elemen ini menunjukkan sebuah pertanyaan terbuka, dimana Yesus bertanya dan muridnya mendapat kesempatan untuk menjawab secara bebas tentang apa yang sedang mereka percakapkan. Ketiga, koreksi dan klarifikasi ( Luk. 24 : 25-27 ).Dalam bagian ini, Tuhan Yesus mengoreksi dan mengklarifikasi, yakni menjelaskan bahwa Mesias memang harus mengalami penderitaan dan masuk ke dalam kemuliaan. Keempat, keteladanan ( Luk. 24 : 30-31). Ada keteladanan yang tidak harus diucapkan oleh Yesus. Dia mengambil roti, mengucap berkat dan memecah serta membagikan kepada yang ada di situ. Tindakan tersebut membuka mata mereka dan memperdalam pengenalan mereka pada Yesus. Kelima, respons ( Luk. 24 : 17-19; 33-35 ) Dalam teks ini diceriterakan bagaimana Yesus bertanya dan muridnya langsung menjawab. Dalam teks yang lain diceritakan tentang respon kedua orang yang bertemu Yesus di jalan. Mereka tidak hanya diam saja, tetapi mereka menceritakan apa yang dialami. 46
42 Dari penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa Yesus tidak mengatakan apa yang harus murid-murid lakukan, namun Yesus memberikan contoh konkrit. Itulah yang harus dilakukan oleh seorang pendidik Kristen. Dalam hal ini seorang pendidik tidak hanya mampu memberikan materi, tetapi harus bisa menjadi teladan bagi anak didiknya. Melalui keteladanan itulah pendidikan Kristen menjadi lebih efisien dan cepat sampai pada sasarannya.
c. Kitab Kolose dan Filipi (Hikmat Dalam Kristus).
Pazmino menjelaskan bahwa dalam surat Paulus kepada jemaat di Kolose ditemukan beberapa hal penting sehubungan dengan pendidikan Kristen, diantaranya adalah pusat pendidikan Kristen adalah Kristus. Dalam salah satu bagian suratnya Paulus menjelaskan tentang tujuan dalam melayani sesama orang percaya yaitu supaya hati mereka terhibur dan bersatu dalam kasih sehingga memperoleh segala kekayaan dan keyakinan pengertian dan mengenal rahasia Allah, yaitu Kristus. Pernyataan tersebut terdapat dalam Kolose 2 : 2-3.47
Bolkestein memberikan penjelasan bahwa Paulus mengajarkan tentang cara mengasihi jemaat dengan mendoakan dan mengucap syukur. Ajaran ini dapat ditemukan dalam Kolose 1 : 3. Tiap kali Paulus berdoa, ia mengucap syukur dan tiap kali dia mengucap syukur, dia berdoa. Dalam doanya, Paulus
43 menyampaikan segala kesulitan dan keperluan jemaat kepada Allah, karena dalam segala hal, doa syafaat adalah penolong yang paling baik.48
Jika dipahami secara sungguh-sungguh, dapat dimengerti bahwa Paulus memberikan contoh yang baik kepada pendidik di masanya, maupun kepada pendidik masa kini. Paulus memiliki kepedulian yang tinggi terhadap jemaat di Kolose. Meskipun Paulus di penjara, namun dia tidak pernah berhenti memikirkan Jemaatnya. Hal ini dapat di tiru oleh pendidik Kristen dalam memperlakukan peserta didiknya. Tanggung jawab pendidikan bukan hanya pada saat mereka bertemu muka, namun terus melekat dalam kehidupannya dan memiliki beban moral dan spiritual yang berdampak pada peserta didiknya.
Sementara itu, dalam suratnya kepada jemaat di Filipi, Paulus memberikan pelajaran tentang banyak hal penting dalam kehidupan Kristen, terdapat dalam Filipi 4 : 8 – 9. Ajaran itu adalah tentang hal yang benar, mulia, adil, suci, manis, sedap di dengar, kebajikan dan hal yang patut dipuji yang harus terus dipikirkan. Bukan hanya dipikirkan, tetapi juga dipraktikkan dalam kehidupan. Paulus sendiri hadir sebagai teladan yang dapat dilihat oleh jemaat di Filipi.49
Dari penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa keteladanan merupakan unsure yang sangat penting dalam pendidikan. Contoh yang diberikan Paulus
48 M.H.Bolkestein, Tafsiran Kolose(Jakart:Badan Penerbit Kristen,1966), 26
44 tentang mengajarkan pengetahuan, sikap dan mempraktikkannya dalam kehidupan serta dapat disaksikan oleh Jemaatnya merupakan inspirasi yang sangat baik bagi para pendidik Kristen. Pendidik Kristen harus memahami bahwa tugas keteladanan merupakan pengajaran yang paling efektif.
d. Surat Ibrani.
Pazmino memberikan penjelasan bahwa dalam bagian kecil yang terdapat dalam Ibrani 5 : 11-6:3 dijelaskan tentang kesiapan peserta didik yang dalam hal ini diberi nama pendengar. Dalam hal kesiapan peserta didik, kitab Ibrani ini memberikan gambaran bahwa masih ada orang-orang yang membutuhkan susu, orang-orang yang belum dapat menerima makanan padat yang seharusnya diterima orang dewasa. Oleh karena itu, para pendidik Kristen dipanggil untuk membedakan materi pengajaran yang disesuaikan dengan karakteristik spiritual, sosial, kultural, ekonomi dan politik dari para pendengarnya supaya mereka dapat menyampaikan pesan yang dapat sesuai dengan tingkat pengertian dan kesiapan pendengarnya.50
Peter Wongso memberikan penafsiran terhadap surat Ibrani, sebagai suatu tingkat kepandaian seorang murid dalam menerima pengajaran, ada yang tinggi dan ada juga yang rendah. Sehubungan dengan hal tersebut, maka guru yang bijaksana akan selalu mengulangi penjelasannya kepada murid yang kurang pandai melalui perumpamaan yang lebih sederhana atau dangkal
45 menuju ke arah yang lebih mendalam. Istilah lamban dalam mendengarkan yang terdapat dalam Ibrani 5: 11 diartikan malas mendengarkan atau tidak tertarik untuk memikirkan dan mengertinya, minum susu diartikan sebagai kenaifan, kebodohan, kesederhanaan hidup secara rokhani. Selain itu, firman Allah juga sering diartikan sebagai susu yang merupakan gizi bagi kelangsungan hidup manusia. Sedangkan makanan keras diartikan sebagai makanan yang keras dan padat yang dibutuhkan orang dewasa setiap hari.51
Dari kedua paparan di atas, dapat dipahami bahwa pengajaran Kristen, harus mempertimbangkan berbagai aspek kehidupan. Dalam hal ini pembedaan dilakukan dari sisi usia perkembangan peserta didik. Ada orang yang usianya sudah dewasa, namun kedewasaannya masih rendah atau masih seperti anak-anak. Ada juga kelompok orang yang sengaja tidak mau mengerti atau malas. Oleh karena itu, pendidik harus mampu menyuguhkan materi pembelajaran bagi peserta didik sesuai dengan karakternya. Untuk melakukan tugas tersebut dibutuhkan kemauan dan kemampuan yang memadai.
Terkait dengan fase perkembangan remaja-pemuda yakni fase yang memiliki tingkat kesulitan tersendiri dibanding fase-fase sebelum maupun sesudahnya, gereja harus bekerja keras menyiapkan pendidik-pendidik Kristen yang militant, trampil dan berdedikasi. Mereka bertugas untuk membantu
51Peter Wongso, Ekspedisi Doktrin Alkitab Surat Ibrani(Malang: Seminari Alkitab Asia Tenggara,
46 remaja–pemuda menghadapi berbagai gejolak yang timbul dalam masa
perkembangannya.
II.2.2.2. Fondasi Teologis
Bakir dan Suryanto mendefinisikan kata teologi sebagai pengetahuan menganai sifat-sifat Allah, dasar-dasar kepercayaan kepada Allah dan agama terutama berdasarkan pada kitab-kitab suci. Sedangkan teologis adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan teologi.52 Dengan demikian, fondasi teologis dapat diartikan sebagai dasar pengetahuan mengenai kepercayaan kepada Allah yang bersumber pada kitab-kitab. Karena kita membicarakan Fondasi Pendidikan Kristen, maka kitab dalm hal ini adalah Alkitab.
Pazmino membahas fondasi teologis dalam empat elemen utama, yaitu: 1) Otoritas alkitab.
Alkitab dijadikan payung besar kehidupan orang Kristen. Kitab suci dipandang sebagai inspirasi secara ilahi dan orang percaya dipanggil untuk menemukan agenda Alkitabiah dalam pendidikan Kristen. Kitab suci memiliki ototritas final dan di pakai sebagai filter yang digunakan untuk memeriksa
47 semua kebenaran dan diteliti kesesuaiannya dengan dunia dan cara pandang kekristenan.53
Dari pernyataan diatas, dapat dipahami bahwa tidak ada tolok ukur lain untuk menilai kebenaran, kecuali Alkitab. Karena Alkitab menjadi tolok ukur kebenaran, maka setiap orang Kristen harus mendapatkan pendidikan secara benar tentang Alkitab. Remaja-Pemuda Kristen merupakan generasi yang harus mendapatkannya secara serius, karena mereka akan menjadi generasi pendidik bagi kaum muda berikutnya. Sehubungan dengan tugas tersebut, para pendidik Kristen harus meletakkan dasar pendidikan Kristen yang benar dalam kehidupan masa muda mereka. Remaja–Pemuda Kristen harus terus diberikan pengajaran untuk terus berpegang pada kebenaran Alkitab dalam proses hidupnya.
2) Pentingnya Pertobatan.
Menurut Pazmino, pemberitaan Injil dan pertobatan merupakan dua isu dalam pendidikan yang saling melengkapi dan berfokus pada katekisasi dan pembinaan. Katekisasi adalah instruksi dari pendidikan Kristen yang membina proses integrasi kebenaran Kristen dengan hidup dan kehidupan. Pembinaan adalah berbagai aktifitas kebersamaan yang dilakukan secara interpersonal diantara orang Kristen yang dicirikan oleh adanya kasih dan pemeliharaan spiritual yang menghasilkan kebangunan gereja Kristen. Dalam katekisasi dan
48 pembinaan ini, diasumsikan bahwa pendidik, orang tua atau model adalah orang Kristen yang berkomitmen dan peserta didik adalah orang yang sedang dan mau mempertimbangkan untuk membuat komitmen bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan dan Juru Selamatnya. Melalui pemberitaan karya penyelamatan Allah yang luar biasa yang dinyatakan dalam kelahiran, kehidupan, kematian dan kebangkiatn Yesus Kristus, diharapkan adanya respon personal dan kebutuhan untuk membuat komitmen bagi orang Kristen, sebagai wujud komitmennya kepada Allah yang hidup dan benar.54
Dari pernyataan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa pertobatan adalah sebuah komitmen yang dibuat oleh seseorang berdasarkan hasil pemberitaan kebenaran Alkitab. Komitmen tersebut harus memiliki nilai yang tinggi dalam hidupnya dan mengikat kuat dalam dirinya, karena pertobatan yang dialaminya.
3) Karya Penebusan Yesus Kristus.
Kelahiran Yesus oleh perawan Maria, kehidupan Yesus yang tanpa dosa, kematian untuk menebus dosa dan kebangkitan tubuh-Nya menjadi dasar pengampunan Tuhan bagi orang berdosa. Pembenaran hanya karena iman dan regenerasi spiritual bagi orang yang mempercayai karya Yesus Kristus. Doktrin
49 inilah yang membekali pendidik Kristen, sehingga dapat berfungsi dengan baik.55
Remaja-Pemuda Kristen harus mendapatkan pengajaran yang benar tentang karya penebusan bagi dirinya. Hal ini diperlukan untuk membangun kepercayaannya kepada Sang Penebus yang telah lahir, mati dan bangkit bagi dirinya.
4) Kekudusan Pribadi.
Yohanes Calvin mendefinisikan kekudusan sebagai “penyatuan antara
penghormatan dan kasih kepada Tuhan. Kehidupan yang dimulai dari pertobatan dan dipelihara terus menerus melalui hubungan orang percaya dengan Tuhan yang melibatkan hati, roh dan juga pikiran.56
Dalam memaknai kekudusan tersebut, orang Kristen harus waspada, tidak boleh menganggap bahwa dirinya adalah kudus, tanpa melihat kekudusan itu secara benar. Kekudusan yang dangkal dapat menghasilkan penyelesaian masalah yang memberikan solusi yang mudah terhadap masalah sosial yang kompleks dan ketidak pekaan yang memisahkan orang Kristen dari kepedulian terhadap budaya.
Ricard Niebuhr memberikan lima kemungkinan hubungan antara Kristus dan budaya, yakni : Kristus melawan budaya. Kristus adalah otoritas
55 Ibid, 80
50 tunggal. Klaim budaya ditolak. Kristus dari budaya. Budaya terbaik harus diseleksi untuk disesuaikan dengan Kristus. Kristus di atas budaya. Penerimaan terhadap anugerah menyempurnakan dan melengkapi budaya, walaupun tidak ada “kurva yang mulus atau garis yang tidak putus ”diantara keduanya. Kristus
dan budaya adalah paradox” Kedua otoritas harus ditaati, oleh karena itu orang
percaya hidup dalam ketegangan seperti ini. Kristus mentransformasi budaya. Budaya mencerminkan keadaan manusia yang sudah jatuh dalam dosa, dan budaya dapat diperbaharui menjadi satu untuk memuliakan Tuhan dan mendukung rencana/tujuan Tuhan.57
Berdasarkan penjelasan tersebut, orang Kristen, terutama pendidik Kristen harus mampu menempatkan diri diantara budaya. Mereka harus berlaku benar, supaya dapat diterima oleh masyarakat dengan berbagai macam budaya dan mampu mentransfer nilai-nilai budaya yang cocok dengan kehendak Tuhan.
II.2.2.3. Fondasi Filosofis
Fondasi filosofis adalah sebuah cara pandang yang didefinisikan sebagai sekumpulan asumsi mendasar yang melahirkan pola pikir dan tindakan.58
57 Ibid, 87
51 Norman Dejong menyarankan sebuah tangga filosofis berkenaan dengan pertanyaan-pertanyaan yang perlu dijawab dengan tepat saat memformulasikan sebuah filosofi pendidikan. Pertanyaan-pertanyaan tersebut menyangkut enam hal penting, yakni dasar dan otoritas, natur manusia, tujuan umum dan tujuan khusus, struktur organisasi, implementasi dan evaluasi.59
Sedangkan Dwayne Huebner menyampaikan lima kategori nilai yang secara umum memandu praktik pendidikan dalam berbagai konteks. Nilai-nilai tersebut, adalah : pertama, nilai teknik yang menekankan pada pentingnya kontrol dan efisiensi dalam pendidikan; kedua, nilai politik yang mempertanyakan kekuatan yang biasanya tersembunyi dalam proses pendidikan; ketiga, nilai ilmiah yang menekankan pada usaha pendidikan untuk menghasilkan pengetahuan baru berbasis penelitian empiris, keempat, nilai estetik berfokus pada kegiatan-kegiatan yang mengandung makna simbolik atau estetik dan kelima, nilai etis yang akan menghasilkan kesadaran tentang kehidupan yang bermoral.60
Dengan penjelasan tersebut, dapat dipahami bahwa praktik pendidikanpun memerlukan panduan yang mengandung asumsi dasar atau nilai yang harus ditanamkan. Panduan yang dipakai harus merupakan alat yang dapat menjaga pendidikan Kristen tetap berada dalam kerangka yang benar. Oleh
59 Ibid, 120-121
52 karena itu, pendidik Kristen harus memiliki hikmat dan ketrampilan yang memadai.
Untuk meninjau pendidikan dari aspek peserta didik atau murid dari perspektif Alkitab, Al Edeker memberikan beberapa ide penting berikut : pertama, murid adalah ciptaan Allah dan diciptakan dalam peta dan teladan
Allah; kedua, setiap murid adalah orang berdosa; ketiga, setiap murid secara potensial adalah anak Allah di dalam Kristus; keempat, setiap murid mempunyai kemampuan untuk berubah dan bertumbuh; kelima, setiap murid bertanggungjawab atas tindakannya, keberdosaannya dan responnya kepada Allah.61
Dari pernyataan di atas, dapat dipahami bahwa, seorang murid harus diberi penghargaan yang tinggi. Mereka adalah ciptaan Tuhan, meskipun sebagai ciptaan yang mewarisi dosa, namun memiliki potensi dan kemampuan untuk berubah serta mempertanggungjawabkan semua tindakannya. Jadi, murid tidak lebih rendah daripada guru atau pendidiknya.
Dari penjelasan di atas, maka dapat dipahami bahwa ada hubungan yang erat antara fondasi filosofis dengan pendidikan Kristen. Pendidikan Kristen yang dimaksud juga termasuk pendidikan remaja–pemuda, karena mereka
adalah bagian penting dari pendidikan Kristen. Fondasi filosofis menjadi sangat
53 penting bagi pendidikan remaja-pemuda, karena pada fase ini mereka berada pada masa penting dalam pengambilan keputusan untuk masa depan. Dalam proses pengambilan keputusan, sangat dibutuhkan dasar pola pikir yang kuat dan benar, supaya mereka tidak salah langkah.
II.2.2.4.Fondasi Historis
Histori adalah sejarah. Historis artinya berdasarkan sejarah. 62Menurut Marc Bloch (Leirissa), sejarah adalah ilmu tentang manusia di dalam dimensi waktu. Menurutnya, waktu yang dimaksud adalah plasma yang membasahi berbagai gejala lingkungan yang memberi makna pada gejala-gejala itu.63 Secara sempit, sejarah diartikan sebagai pengejaran kebenaran yang didasarkan pada penyelidikan dan pemeriksaan bukti-bukti yang didokumentasi secara hati-hati. Sedangkan secara luas, sejarah dapat didefinisikan sebagai penggunaan data dan fakta yang diakumulasi melalui penyelidikan dokumen yang kritis untuk mengerti masa lalu.64
Antara sejarah dan pendidikan ada hubungan yang tak dapat diabaikan, karena sejarah membantu manusia memahami perpindahan masa lalu ke masa kini dan masa kini ke masa depan yang diprediksi menurut berbagai peristiwa
62. R.Suyoto Bakir dan Sigit Suryanto,Kamus Lengkap Bahasa Indonesia(Tangerang:Karisma Publishing Group,2009), 210
54 yang berkaitan antara masa lalu dan masa kini. Dari pendapat Marc Bloch, kita melihat betapa mendalam istilah yang dipakai, yakni plasma yang membasahi berbagai gejala dan memberi makna pada gejala-gejala tersebut. Artinya bahwa setiap peristiwa berkaitan satu sama lain dan memberi arti antara waktu sebelum, pada saat terjadi peristiwa dan pada waktu yang akan datang.
Pazmino menjelaskan bahwa fondasi historis memiliki beberapa warisan dari sumber-sumber pra Kristen. Warisan itu adalah:
1) Warisan Perjanjian Lama
Bentuk warisan ini yaitu instruksi, nasehat dan pernyataan. Adapun pusat pendidikannya ialah Taurat, dan cara yang digunakan melalui cara oral yakni dari mulut ke mulut. Konteks utama pendidikan dalam warisan ini adalah rumah dan orang tua yang bertanggungjawab untuk mengajar anak-anak. Metodologi Pengajaran yang dipakai yaitu melalui komunikasi oral dengan alat bantu hafalan ( puisi, permainan kata, teka-teki ). Waktu pelaksanaan sudah di jadwal serta materi bersifat spontan ( Ulangan 6 : 7 ). Dalam hal ini ada alat bantu yang dipakai yaitu musik dan Mazmur serta prinsip pengajarannya adalah manusia harus membawa kehormatan dan pujian bagi Tuhan.65
Meskipun pendidikan dalam Perjanjian Lama masih sangat sederhana, namun dapat dicermati bahwa cara-cara yang dipakai sangat bagus. Mereka
55 mulai dari mulut ke mulut, berawak dari rumah atau lebih tepatnya diawali dari keluarga, ada komunikasi yang menuntut pemikiran serius dari pendidik maupun peserta didik, karena komunikasi dilakukan melalui puisi, permainan kata dan teka-teki. Keunggulan yang lain, adalah adanya jadwal yang sudah disusun, meskipun materi yang disampaikan masih secara spontan. Dengan pemahaman ini, dapat ditarik kesimpulan, bahwa pada masa Perjanjian Lama, pendidikan sudah dilakukan dengan baik, hanya masih tradisional.
2) Warisan Yunani
Tokoh-tokoh yang ikut serta dalam warisan Yunani adalah Sokrates. Dia berpendapat bahwa pengetahuan adalah kebaikan yang berharga. Sedangkan Plato berpendapat bahwa pendidikan adalah pelatihan yang progresif terhadap manusia sejak usia muda dimana seseorang belajar bagaimana caranya memerintah dengan adil. Aristoteles memandang bahwa tidak ada yang bisa dilakukan melebihi yang seharusnya, karena adanya disiplin dan kendali dalam seluruh proses kehidupan.66
Dari ketiga pendapat tersebut, dapat dipahami bahwa pendidikan bagi kaum muda sangatlah penting, karena dari pendidikan mereka mendapatkan kebaikan yang berharga, pelatihan yang progresif untuk memimpin dengan adil serta memiliki disiplin dan kendali dalam proses hidup. Jika semuanya
56 diperoleh oleh kaum muda, maka mereka akan mampu menghadapi gelombang sebesar apapun dalam hidup ini.
3) Warisan Perjanjian Baru
Pendidikan dalam Perjanjian Baru menekankan pada cara kehidupan umat pilihan Allah yang berbeda. Para pengajar harus memastikan keberlanjutan dari kepercayaan Kristen yang menjadi identitas komunitas Kristen agar tetap terjaga di tengah dunia yang keras dan pluralistik.67
4) Warisan orang Kristen Mula-mula
Beberapa isu yang muncul di masa-masa awal kekristenan adalah : isu kontinuitas dan isu pemeliharaan komunitas Kristen. Bahaya yang sering dihadapi oleh gereja mula-mula adalah bahaya pemusnahan. Karenanya diperlukan adanya tatanan, kedisiplinan dan panduan yang jelas dengan konteks social dan budaya yang akomodatif dengan menekankan pada kegairahan. Tugas pendidikan di tengah-tengah isu tersebut adalah mengangkat isu-isu tersebut dan memberikan kemungkinan tentang cara menyelesaikan ketegangan yang tidak mungkin dihindari.68
5) Warisan Abad pertengahan
Pada abad pertengahan penyembahan muncul sebagai media utama pendidikan Kristen. Penyembahan didukung dengan sarana pengajaran iman
67 Ibid, 193
57 bagi peserta didik yang berupa arsitektur, seni dan musik. Pada masa ini, peran keluarga sebagai pendidik iman menjadi berkurang. Tempat pendidikan ada dalam biara dan universitas serta sistem pendidikan dengan menggunakan kurikulum setelah tahun 800 Masehi.69
6) Renaissance
Renaissance adalah kebangkitan kembali. Ciri pendidikan pada masa renaissance adalah adanya tujuan yang diperluas dengan penekanan pada perkembangan individual. Individu dipandang sebagai pribadi yang terpisah dari komunitas, tetapi mampu mempengaruhi komunitasnya.70
7) Reformasi
Dalam hal ini, gembala bertanggung jawab sebagai pemimpin atas pendidikan warga Jemaatnya. Panduan untuk pendidikan di berikan oleh pemimpin gereja dan orang tua yang berusaha mendorong lahirnya rasa kepemilikan pribumi terhadap iman Kristen. Tujuan pendidikan Kristen yaitu untuk melatih semua orang Kristen untuk menjadi imam Allah yang hidup dalam bahasa yang mudah dimengerti. Ada kebutuhan pelatihan bagi gembala sebagai pendidik. Adapun penekanan pendidikan, yaitu pendidikan demi kepentingan komunitas iman, adanya perlindungan, kemampuan dan perluasan
69 Ibid , 198-199
58 komunitas iman, karena semuanya sangat penting bagi perkembangan individu.71
8) Amerika Serikat
Cremin menuliskan bahwa ada lima serangan yang mengancam pendidikan pada masa itu, yakni :1)adanya banyak institusi. 2) pada masa yang berbeda, masyarakat juga menekankan pada institusi yang berbeda. 3) usaha bersama yang dilakukan sekolah-sekolah untuk menyeimbangkan idealisme sosial tentang persamaan hak dan persaudaraan. 4) usaha untuk mempopulerkan pendidikan dan membuatnya lebih mudah dan tersedia untuk diakses semua orang. 5) catatan sejarah pendidikan di Amerika Serikat yang menunjukkan usaha menekan dan atau membebaskan.72
II.2.2.5. Fondasi Sosiologis
Ilmu sosiologi mempunyai tugas menganalisa proses-proses yang olehnya realita di konstruksikan secara sosial. Pendidikan pada dasarnya menekankan pada proses menghasilkan dan mendistribusikan pengetahuan, secara khusus dalam pendidikan Kristen. Sedangkan secara luas, sejarah dapat
71 Ibid, 205-206
59 didefinisikan sebagai penggunaan data dan fakta yang di akumulasi melalui penyelidikan dokumen yang kritis untuk mengerti masa lalu.73
Fondasi-fondasi sosiologis ini termasuk di dalamnya cara pandang yang berasal dari sosiologi dan antropologi dan secara khusus antropologi budaya.Tuhan menciptakan manusia dengan kapasitas untuk menciptakan budaya dan membentuk masyarakat. Tanpa budaya kekristenan akan menjadi sesuatu yang abstrak. Bernard Bailyn mendifinisikan pendidikan sebagai seluruh proses dimana budaya menyampaikan pesan-pesannya kepada berbagai generasi. Tugas orang Kristen adalah meneruskan iman yang bisa dibangun pada generasi masa kini dan masa depan.74
Pazmino menyampaikan bahwa untuk membantu kontekstualisasi budaya, pendidik dapat mempertimbangkan masukan-masukan dari sosiologi pengetahuan untuk membantu membangun struktur pengajaran.75
1. Sosiologi Pengetahuan
Sosiologi pengetahuan meneliti tentang bagaimana subjek atau disiplin ilmu bisa di konstruksi secara sosial, sebagai sebuah makna yang dapat diterima semua orang. Sedangkan Denis Lawton menyatakan bahwa penyelidikan sosiologi
73 Ibid, 229
60 harus didukung oleh penelitian dari segi psikologi dan filosofi. Filosofi dan teologi adalah dua disiplin ilmu yang mengeksplorasi kebenaran dan validitasnya dari cara pandang teologi dan filosofi yang saling melengkapi76.
Sedangkan dunia sosial, juga memiliki fungsi penting. sebagai berikut:
Pertama : pengetahuan memprogram saluran yang dari padanya sebuah dunia yang objektif dihasilkan.
Kedua : pengetahuan membuat dunia ini menjadi sesuatu objek melalui bahasa dan media kognitif yang didasarkan pada bahasa yaitu bahasa mengatur dunia menjadi objek yang bisa dimengerti sebagai realitas.
Ketiga : Pengetahuan diinternalisasi sekali lagi sebagai kebenaran yang valid dan obyektif melalui tindakan sosialisasi.77
Habermas menyampaikan tiga pendekatan terhadap pengetahuan : a. Pendekatan ilmu empiris - analitis
b. Pendekatan ilmu historis-hermeneutikal
c. Pendekatan ilmu pengetahuan yang berorientasi kritis yang menggabungkan ketertarikan emansipasi dan menghasilkan analisis.78
76 Ibid, 243
61 Sedangkan Paulo Freire mengatakan bahwa manusia tidak bisa dimengerti terlepas dari hubungan mereka dengan dunia melalui bahasa pikiran . Menurutnya, pengetahuan didistribusikan secara sosial. Pengetahuan adalah instrumen untuk pergumulan bertahan hidup dan berkuasa dan mempunyai potensi untuk membebaskan dan mengaktualisasi manusia.79
Pazmino juga memberikan penjelasan tentang cara pandang alkitab mengenai pengetahuan, disebutkan bahwa ;
Alkitab melihat pengetahuan sebagai sesuatu yang lahir dari pertemuan pribadi dengan Allah,dan pengenalan akan Allah dikaitkan dengan penyataan Allah dalam sejarah di masa lalu dan janji-Nya akan masa depan.Namun Allah juga dinyatakan dalam situasi dunia masa kini dimana makluk ciptaan Allah berada dan menghadapi sejarah mereka. 80
2. Sosiologi Pendidikan
Emile Durkheim berpendapat bahwa sosiologi dikembangkan sebagai respons terhadap masalah perubahan yang terjadi dengan cepat.81 Pendidikan juga disebut sebagai sarana untuk memulihkan keseimbangan.
Pendidikan dibagi dalam tiga tingkat, yakni :
79 Ibid, 249
62 a. Ilmu pendidikan yang melibatkan penelitian, diskripsi fenomena masa kini atau masa lalu dan menyelidiki penyebab atau penentu dari efek yang ditimbulkan.
b. Teori pedagogi untuk menentukan isu yang harus ada dalam pendidikan.
c. Praktik pendidikan, menyangkut segala sesuatu yang harus dilakukan, bahasan dan seni pendidikan.82
II.2.2.6. Fondasi Psikologis
Pazmino menjelaskan bahwa Fondasi psikologi dianggap penting dan memberikan sumbangan significan karena beberapa alasan. Pertama, psikologi telah memasukkan studi tentang alam bawah sadar dan tingkah laku manusia ke dalam proses pembelajaran. Kedua, berbagai perspektif dalam psikologi diintegrasikan menjadi ramuan terbaik untuk memahami manusia dalam berproses sepanjang hidup. Ketiga, kekristenan memiliki perspektif tentang manusia yang berhubungan erat dengan proses memiliki nilai terhadap perkembangan pendidikan Kristen, sebab manusia berkembang dari lahir sampai dengan mati, bahkan akan hidup sesudah mati.83
82 Ibid, 253-254
63 Loder menjelaskan bahwa; perkembangan manusia dapat didefinisikan sebagai suatu realitas yang muncul, dimana struktur-struktur yang potensial dalam pribadi seseorang diberikan bentuk tertentu dan bervariasi dalam jangka waktu tertentu sepanjang hidupnya.84
Pandangan kristiani terhadap psikologi modern, akan sangat dipengaruhi oleh pemahaman tentang perkembangan kognitif, psikososial, moral dan iman. Berikut adalah beberapa pendapat tentang pemahaman berbagai perkembangan tersebut.
1. Perkembangan kognitif : Jean Piaget.
Teori ini mempelajari tentang awal mula dari struktur pikiran dan pengetahuan manusia sejak lahir, tentang cara berubah seiring terjadinya proses kematangan, khususnya mulai lahir sampai remaja. Peageat berasumsi bahwa pada hakekatnya manusia itu baik.85
2. Psikologi Perkembangan Erikson.
Teori Erikson merupakan gabungan dari ilmu biologi, psikologi ego dan antropologi dalam menganalisis bagaimana seseorang merasakan tubuhnya, dirinya dan perannya dalam masyarakat ketika berbenturan dengan beragam pandangan bahwa formasi ego itu pada dasarnya bersifat biologis, ditempatkan
84 Ibid, 275-276
64 secara psikologis dibentuk secara sosial dan prosesnya dikendalikan dan di artikulasikan secara kultural.
Erikson berasumsi bahwa; a) kepribadian manusia berkembang menurut tahap-tahap yang sudah ditetapkan sebelumnya menuju suatu kesiapan seseorang yang akan diarahkan pada, didasari dan berinteraksi dengan suatu radius sosial yang makin melebar, b) masyarakat cenderung berkonstitusi dalam memenuhi dan mengundang serangkaian potensi untuk berinteraksi dalam upaya untuk mengamankan dan mendorong tercapainya tingkat kecepatan dan untuk berkembangnya semua potensi, c) hal negatif akan selalu ada sebagai rekan imbangan yang dinamis, karena manusia secara kontinu akan mengalami krisis dan tekanan dalam hidupnya.86
3. Perkembangan Moral : Laurance Kohlberg
Kolberg membagi perkembangan moral dalam tiga tingkat dan enam tahap. Pada tingkat pertama adalah prekonvensional yang terdiri dari dua tahap, yakni usia 6–8 tahun sebagai tahap pertama. Sedangkan masuk pada tahap kedua tingkat pertama adalah usia 8-10 tahun. Pada masa ini, anak berorientasi pada sebuah pertanyaan “apa yang akan didapat.” Tingkat yang kedua disebut tingkat konvensional terdiri dari tahap ketiga usia 10-12 tahun dan tahap ke empat usia 12-15 tahun. Dalam tahap ini anak sudah berfikir tentang apa yang dikatakan hukum dan apa kewajibannya terhadap hukum. Tingkat ketiga adalah
65 pasca konvensional yang dibagi menjadi dua tahap, yakni tahap kelima dan keenam pada usia 15 tahun ke atas. Dalam tahap ini orang berfikir tentang prinsip-prinsip pribadi dan sejauh mana prinsip tersebut bermakna universal.87
Jika kita memahami tingkatan perkembangan moral Kolberg, maka kita dapat mengetahui bahwa posisi remaja–pemuda ada pada tingkat kedua, tahap keempat dan tingkat ketiga pada tahap ke lima dan keenam. Dengan demikian kita memahami bahwa mereka berada pada tahap pemahaman hukum, pemahaman kewajiban dan kebermaknaan hidupnya secara umum.
4. Perkembangan Iman : James Fowler
Fowler menyampaikan pendapatnya tentang perkembangan iman ini, dengan enam tahap perkembangan iman.88Tahap-tahap tersebut, adalah seperti berikut :
1. Iman Intuitive-projective, terjadi pada anak-anak usia 0 sampai 7 tahun. Pada tahap ini, iman anak-anak merupakan cerminan jelas dari iman orang tuanya.
2. Iman mythic-literal, terjadi pada akhir masa kanak-kanak, mereka mempercayai sesuatu yang \dipercayai orang tuanya.
3. Iman syntetick-conventional, terjadi pada masa awal remaja, ada kecenderungan mengikuti iman “kelompok”.
87 Ibid, 289-296
66 4. Iman individual-reflective, terjadi pada akhir masa remaja dan awal masa dewasa, sudah mulai berfokus pada tanggungjawabnya sebagai seorang dewasa terhadap komitmen dan kepercayaannya sendiri, meragukan, mempertanyakan dan menolak asumsi-asumsi tradisional. Masa ini juga merupakan masa berkembangnya nilai-nilai individu. 5. Iman Conjunctive. Pada masa ini, seorang dewasa mampu
mengintegrasikan posisi-posisi tradisional, keraguan-keraguan dirinya dan memandang orang lain sebagai keutuhan yang bermakna.
6. Iman universalizing. Iman pada tahap ini bersifat universal dimana seorang individu mengidentifikasi dirinya melampaui dirinya sendiri dan mengarah kepada Allah sebagai suatu realitas yang dirindukan. Sangat jarang orang yang sampai tahap ini.89
Dari keenam tahap tersebut, maka kita dapat memahami bahwa remaja-pemuda berada pada tahap ketiga sampai tahap kelima.
Sedangkan Beechick mengajukan pemikirannya tentang tugas-tugas perkembangan spiritual yang dapat diringkas dalam suatu garis besar sebagai berikut:
1. Masa Pra Sekolah.
67 Pada masa ini anak mengalami kasih, rasa aman, disiplin, sukacita dan penyembahan. Anak juga mulai mengembangkan kesadaran dan konsep tentang Allah , Yesus dan realitas-realitas kristiani yang mendasar lainnya. Kecuali itu, anak juga mengembangkan sikapnya kepada Allah, Yesus, gereja, diri sendiri dan Alkitab serta mengembangkan konsep tentang yang benar dan yang salah.
2. Masa Sekolah Dasar.
Pada masa ini, anak menerima dan mengakui Yesus Kristus sebagai juru selamat dan Tuhan, bertumbuh dalam kesadaran akan kasih dan tanggungjawab kristiani dalam hubungannya dengan orang lain dan terus membangun konsep tentang realitas-realitas kristiani yang mendasar serta mempelajari pengajaran dalam Alkitab pada kehidupan sehari-hari dan mengembangkan sikap yang sehat terhadap diri sendiri.
3. Masa Remaja
68 kristiani yang bersifat kekal serta meningkatkan disiplin diri untuk mencari hal-hal yang diatas.
4. Kedewasaan.
Pada masa ini, orang menerima tanggungjawab untuk terus bertumbuh dan belajar, menerima tanggungjawab yang Alkitabiah terhadap Allah dan sesama serta menjalankan kehidupan yang berintegritas, yang berpusat kepada Allah.90
Pernyataan diatas dapat kita pahami, bahwa perkembangan merupakan suatu rangkaian, dimana kehidupan manusia selalu berkaitan antara masa sebelum, masa yang sedang dialami dan masa yang akan dating. Oleh karena itu, fondasi psikologis sangat dibutuhkan dalam pendidikan, khususnya pendidikan Kristen.
II.2.2.7. Fondasi Kurikulum.
Kurikulum merupakan fondasi terakhir dari tujuh fondasi pendidikan Kristen. Namun memiliki makna yang sangat penting, karena fondasi ini menyatukan enam fondasi sebelumnya, diikat erat dan berfungsi untuk
69 membidik tujuan pendidikan Kristen. Untuk memperjelas tentang kurikulum, akan disampaikan beberapa definisi kurikulum.
1. Kurikulum adalah konten yang disediakan bagi peserta didik. 2. Kurikulum adalah pengalaman proses pembelajaran yang terpadu
dan terencana bagi peserta didik .
3. Kurikulum adalah pengalaman actual peserta didik atau partisipan. 4. Secara umum, kurikulum termasuk materi dan pengalaman untuk
pembelajaran. Secara khusus kurikulum adalah pelajaran tertulis yang digunakan dalam proses pembelajaran dalam pendidikan Kristen.
5. Kurikulum adalah pengorganisasian aktifitas pembelajaran yang dipandu oleh seorang pengajar dengan tujuan untuk mengubah sikap.91
Dari definisi di atas, dapat difahami bahwa dalam kurikulum konten yang disediakan untuk peserta didik, memberikan kesempatan untuk berproses mendapatkan pengalaman, berpatisipasi dalam pembelajaran dan dipandu oleh seorang pengajar dengan tujuan mengubah sikap hidup. Ada tujuan yang jelas dan sangat penting dalam kurikulum ini, yakni mengubah sikap hidup.
Untuk melakukan perubahan sikap hidup, harus berdasarkan kebenaran. Pazmino menyatakan bahwa kebenaran merupakan konten yang esensial dalam pengajaran Kristen. Kebenaran tersebut adalah kebenaran seperti yang dinyatakan dalam Kristus dan Kitab Suci melalui pekerjaan Roh Kudus dan kebenaran yang bisa kita lihat dalam seluruh ciptaan. Dinyatakan juga bahwa