• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Kualitas Produk 2.1.1 Definisi Kualitas - Pengaruh Kualitas Produk Dan Citra Merek Terhadap Keputusan Pembelian Smartphone Samsung Di Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Kualitas Produk 2.1.1 Definisi Kualitas - Pengaruh Kualitas Produk Dan Citra Merek Terhadap Keputusan Pembelian Smartphone Samsung Di Medan"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KERANGKA TEORI

2.1 Kualitas Produk 2.1.1 Definisi Kualitas

Kotler (2005) merumusakan bahwa kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Sedangkan menurut American Society for Quality Control dalam Kotler & Susanto (1999:72) merupakan keseluruhan cirri serta sifat barang dan jasa yang berpengaruh pada kemampuannya memenuhi kebutuhan yang dinyatakan maupun yang tersirat. Dari beberapa definisi diatas secara umum dapat diartikan bahwa kualitas merupakan kemampuan yang dimiliki oleh suatu produk sehingga memberikan kesan puas bagi pemakainya dan menjadi produk andalan.

2.1.2 Perspektif Kualitas

Garvin (2004) menyatakan lima macam perspektif yang bisa menjelaskan mengapa kualitas bisa diartikan secara beraneka ragam oleh orang yang berbeda dalam situasi yang berlainan.

Adapun kelima macam perspektif kualitas tersebut adalah sebagai berikut :

(2)

Dalam pendekatan ini kualitas dipandang sebagai keunggulan bawaan (innate excellence), dimana kualitas dapat dirasakan atau diketahui, tetapi sulit didefinisikan dan dioperasionalisasikan.

2. Pendekatan berbasis produk (product-based approach)

Pendekatan ini menganggap bahwa kualitas merupakan karakteristik atau atribut yang dapat dikuantitatifkan dan dapat diukur.

3. Pendekatan berbasis pengguna (user-based approach)

Pendekatan ini didasarkan pada pemikiran bahwa kualitas tergantung pada orang yang memandangnya sehingga produk yang paling memuaskan preferensi seseorang merupakan produk yang berkualitas paling tinggi. 4. Pendekatan berbasis manufaktur (manufacturing-based approach)

Perspektif ini bersifat berdasarkan pasokan (supply-based) dan secara khusus memperhatikan praktik-praktik perekayasaan dan kemanufakturan, serta mendefinisikan kualitas sebagai kesesuaian atau kesamaan dengan persyaratan (conformance to requirements).

5. Pendekatan berbasis nilai (value-based approach)

Kualitas dalam perspektif ini bersifat relative sehingga produk yang paling tepat untuk dibeli.

(3)

2.1.3 Definisi Kualitas Produk

Menurut Kotler (2005:49), “Kualitas produk adalah keseluruhan ciri serta dari suatu produk atau pelayanan pada kemampuan untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan/ tersirat”. Sedangkan menurut Lupiyoadi (2001:158) menyatakan bahwa “Konsumen akan merasa puas bila hasil evaluasi mereka menunjukkan bahwa produk yang mereka gunakan berkualitas”. Menurut Laksana (2008 : 67) kualitas produk adalah segala sesuatu baik yang bersifat fisik maupun non fisik yang dapat ditawarkan kepada konsumen untuk memenuhi keinginan dan kebutuhannya.

Sehingga secara umum dapat disimpulkan bahwa kualitas produk adalah suatu usaha untuk memenuhi atau melebihi harapan pelanggan, dimana suatu produk tersebut memiliki kualitas yang sesuai dengan standar kualitas yang telah ditentukan, dan kualitas merupakan kondisi yang selalu berubah karena selera atau harapan konsumen pada suatu produk selalu berubah.

(4)

Harapan tersebut adalah standar kualitas yang akan dibandingkan dengan fungsi atau kualitas produk yang sesungguhnya dirasakan konsumen. Fungsi produk yang sesungguhnya dirasakan konsumen (actual performance) sebenarnya merupakan persepsi konsumen terhadap kualitas produk tersebut. Di dalam suatu proses keputusan, konsumen tidak akan berhenti pada proses konsumsi saja. Konsumen akan melakukan proses evaluasi terhadap konsumsi yang telah dilakukannya. Inilah yang disebut evaluasi alternatif pascapembelian atau pascakonsumsi. Proses ini disebut proses evaluasi alternatif tahap kedua.

2.1.4 Klasifikasi Produk

Menurut Kotler dan Armstrong (2001:280) klasifikasi produk dibagi menjadi dua bagian, yaitu :

a. Barang Konsumen

Barang konsumen yaitu barang yang dikonsumsi untuk kepentingan konsumen akhir sendiri, bukan untuk tujuan bisnis. Umumnya barang konsumsi dapat diklasifikasikan menjadi empat jenis, yaitu :

1. Barang kebutuhan sehari-hari (Convience Goods) adalah barang-barang yang biasanya sering dibeli konsumen (memiliki frekuensi pembelian tinggi), dibutuhkan dalam waktu segera, dan memerlukan waktu yang minim dalam pembandingan dan pembeliannya.

(5)

3. Barang khusus (Speciality Goods) adalah barang-barang dengan karakteristik dan atau identifikasi yang unik, yang untuknya sekelompok pembeli yang cukup besar bersedia senantiasa melakukan usaha khusus untuk pembeliannya.

4. Barang yang tidak dicari (Unsought Goods) adalah barang-barang yang tidak diketahui konsumen atau walau sudah diketahui namun secara umum konsumen belum terpikir untuk membelinya.

b. Barang Industri

Barang industri adalah barang-barang yang dikonsumsi oleh industriawan (konsumen antara atau konsumen bisnis) untuk keperluan selain konsumsi langsung, yaitu : untuk diubah, diproduksi menjadi barang lain kemudian dijual kembali oleh produsen, untuk dijual kembali oleh pedagang tanpa dilakukan transformasi fisik (proses produksi).

2.1.5 Atribut Produk

Menurut Kotler dan Armstrong (2001:354) beberapa atribut yang menyertai dan melengkapi produk (karakteristik atribut produk) adalah:

a. Merek (Brand)

(6)

berhasil atau gagal. Nama merek yang baik dapat menambah keberhasilan yang besar pada produk (Kotler dan Armstrong, 2001:360)

b. Pengemasan (Packing)

Pengemasan (Packing) adalah kegiatan merancang dan membuat wadah atau pembungkus suatu produk.

c. Kualitas Produk (Product Quality)

Kualitas Produk (Product Quality) adalah kemampuan suatu produk untuk melaksanakan fungsinya meliputi, daya tahan keandalan, ketepatan kemudahan operasi dan perbaikan, serta atribut bernilai lainnya. Untuk meningkatkan kualitas produk perusahaan dapat menerapkan program “Total Quality Manajemen (TQM)”. Selain mengurangi kerusakan produk, tujuan pokok kualitas total adalah untuk meningkatkan nilai pelanggan.

2.1.6 Tingkatan Produk

Berdasarkan definisi diatas produk dapat dikatakan sebagai fokus inti dari semua bisnis. Produk adalah apa yang dilakukan perusahaan, mulai dari mendesain, mengadakan sistem produksi dan operasi, menciptakan program pemasaran, sistem distribusi, iklan dan mengarahkan tenaga penjual untuk menjual produk tersebut.

(7)

a. Produk Utama (Care Benefit), yaitu manfaat yang sebenarnya dibutuhkan dan akan dikonsumsi oleh pelanggan dari setiap produk.

b. Produk Generik (Basic Produk), adalah produk dasar yang mampu memenuhi fungsi pokok produk yang paling dasar.

c. Produk Harapan (Expected Product), adalah produk formal yang ditawarkan dengan berbagai atribut dan kondisi secara normal (layak) diharapkan dan disepakati untuk dibeli.

d. Produk Pelengkap (Augment Product), adalah berbagai atribut produk yang dilengkapi atau ditambahkan dengan berbagai manfaat dan layanan, sehingga dapat memberikan tambahan kepuasan dan dapat dibedakan dengan produk pesaing.

e. Produk Potensial (Potential Product), adalah segala macam tambahan dan perubahan yang mungkin dikembangkan untuk suatu produk dimasa mendatang.

2.1.7 Indikator Kualitas Produk

(8)

1. Kinerja (Performance)

Kinerja merupakan karakteristik atau fungsi utama suatu produk. Hal ini dilihat dari manfaat atau khasiat utama produk yang dibeli dan biasanya menjadi pertimbangan utama dalam membeli suatu produk.

2. Ciri-ciri atau keistimewaan (features)

Ciri-ciri atau keistimewaan merupakan tambahan yang melengkapi manfaat dasar suatu produk. Fitur bersifat pilihan atau option bagi konsumen karena fitur bisa meningkatkan kualitas produk jika pesaing tidak memilikinya.

3. Kehandalan (reliability)

Merupakan peluang suatu produk bebas dari kegagalan saat menjalankan fungsinya.

4. Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to specifications)

Conformance adalah kesesuaian kinerja produk dengan standar yang dinyatakan suatu produk. Hal ini semacam “janji” yang harus dipenuhi oleh produk sehingga produk yang memiliki kualitas dari dimensi ini berarti sesuai dengan standarnya.

5. Daya tahan (durability)

(9)

6. Kegunaan (serviceability)

Hal ini meliputi kecepatan, kompetensi, kenyamanan, mudah direparasi serta penanganan keluhan yang memuaskan.

7. Estetika

Merupakan daya tarik produk terhadap panca indera. Hal ini sering kali dilakukan dalam bentuk desain produk atau kemasannya.

8. Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality)

Merupakan citra dan reputasi produk serta tanggung jawab perusahaan terhadap produk tersebut. Produk yang bermerek terkenal biasanya dipersepsikan lebih berkualitas dibandingkan dengan merek-merek yang tidak didengar.

2.2 Citra Merek 2.2.1 Definisi Citra

Citra merupakan konsep yang mudah dimengerti, tetapi sulit dijelaskan secara sistematis karena sifatnya abstrak (Simamora,2004). Konsep citra dalam dunia bisnis yang berkembang memiliki dampak yang cukup besar terhadap suatu organisasi. Citra yang baik mempunyai dampak yang menguntungkan bagi organisasi begitu juga sebaliknya. Citra merupakan asset bagi organisasi, karena citra mempunyai suatu dampak pada persepsi konsumen dari komunikasi dan operasi organisasi dalam berbagai hal.

(10)

Wilson Arafat (2006:27) “Image adalah persepsi masyarakat terhadap jati diri dari suatu perusahaan”. Sedangkan menurut Frank Jefkin (1987:56) “And image is the impression gamed according to knowledge and understanding of the facts”.

Dari definisi-definisi diatas, maka secara umum dapat diartikan bahwa citra merupakan hasil evaluasi dalam diri seseorang berdasarkan persepsi dan pemahaman terhadap gambaran yang telah diolah, diorganisasikan, dan disimpan dalam benak seseorang. Citra dapat diukur melalui pendapat, kesan, atau respon seseorang dengan tujuan untuk mengetahui secara pasti apa yang ada dalam pikiran setiap individu mengenai suatu objek, bagaimana mereka memahaminya dan apa yang mereka sukai atau yang tidak disukai dari objek tersebut.

Setiap orang bisa melihat citra suatu objek berbeda-beda, tergantung pada persepsi yang ada pada dirinya mengenai objek tersebut atau sebaliknya citra bisa diterima relatif sama pada setiap anggota masyarakat, ini yang biasa disebut opini publik.

2.2.2 Peran Citra

Gronroos dalam Setiadi (2003:263) mengidentifikasikan peran citra bagi perusahaan, yaitu:

(11)

2. Citra sebagai penyaring yang mempengaruhi persepsi pada kegiatan perusahaan.

3. Citra adalah fungsi dari pengalaman dan juga harapan konsumen. 4. Citra mempunyai pengaruh penting pada manajemen.

2.2.3 Definisi Merek

Sumarwan (2004) mendefinisikan merek sebagai symbol dan indikator kualitas dari sebuah produk. Sementara menurut Stanton dan Lamarto (2001), “merek adalah nama, istilah, symbol atau desain khusus, atau beberapa kombinasi unsur-unsur tersebut yang dirancang untuk mengidentifikasi barang atau jasa yang ditawarkan oleh penjual”.

Mendukung pendapat para tokoh diatas, American Marketing Association

dalam Kotler (2005) menyatakan bahwa “merek adalah nama, istilah, tanda, symbol, rancangan, atau kombinasi dari hal-hal tersebut, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari seseorang atau sekelompok penjual, dan untuk membedakannya dari produk pesaing”.

(12)

2.2.4 Manfaat Merek

Merek memberi banyak manfaat bagi konsumen diantaranya membantu konsumen dalam mengidentifikasi manfaat yang ditawarkan dan kualitas produk. Konsumen lebih mempercayai produk dengan merek tertentu daripada produk tanpa merek meskipun manfaat yang ditawarkan serupa. Merek menawarkan 2 jenis manfaat yaitu manfaat fungsional dan manfaat emosional (Aaker & Joachimstahler,2000). Manfaat fungsional mengacu pada kemampuan fungsi produk yang ditawarkan.

(13)

Gambar 2.1 Manfaat Produk & Pilihan Konsumen

Manfaat merek menurut Rangkuti (2004) adalah sebagai berikut : a. Bagi perusahaan

1. Nama merek memudahkan penjual mengolah pesanan-pesanan dan memperkecil timbulnya permasalahan

2. Nama merek dan tanda dagang secara hokum akan melindungi penjualan dari pemalsuan ciri-ciri produk. Karena bila tidak, setiap pesaing akan meniru produk yang telah berhasil di pasaran

3. Merek memberikan peluang bagi penjual untuk mempertahankan kesetiaan konsumen terhadap produknya

4. Merek dapat membantu penjual mengelompokkan pasar ke dalam segmen-segmen

5. Citra perusahaan dapat dibina dengan adanya nama yang baik Manfaat

Fungsional

Harga

Manfaat Simbolis

Manfaat Emosional

Merek

(14)

b. Bagi distributor

1. Memudahkan penanganan produk 2. Mengidentifikasi pendistribusian produk

3. Meminta produk agar berada pada standar mutu tertentu 4. Meningkatkan pilihan para pembeli

c. Bagi konsumen

1. Memudahkan mengenali mutu

2. Dapat berjalan dengan mudah dan efisien, terutama ketika membeli kembali

3. Dengan adanya merek tertentu, konsumen dapat mengaitkan status dan prestisenya.

Pemerekan sebuah produk dapat membantu para penjual membentuk loyalitas pelanggan. Jika sebuah perusahaan berhasil mengembangkan loyalitas konsumennya melalui sebuah merek, perusahaan tersebut dapat menjual produk dengan harga yang lebih tinggi dari pesaingnya.

2.2.5 Cara Membangun Merek yang Kuat

(15)

1. Sebuah merek harus memiliki pemosisian yang tepat

Agar mempunyai pemosisian, merek harus ditempatkan secara spesifik dibenak pelanggan. Membangun pemosisian adalah menempatkan semua aspek dari nilai merek (brand value) secara konsisten sehingga produk selalu menjadi nomor satu di benak pelanggan.

2. Memiliki nilai merek yang tepat

Merek akan semakin kompetitif jika dapat diposisikan secara tepat. Oleh karena itu, pemasar perlu mengetahui nilai merek. Nilai merek dapat membentuk kepribadian merek (brand personality) yang mencerminkan gejolak perubahan selera konsumen dalam pengonsumsian suatu produk.

3. Merek harus memiliki konsep yang tepat

Konsep yang baik dapat mengomunikasikan semua elemen nilai merek dan pemosisian yang tepat sehingga citra merek (brand image) produk dapat ditingkatkan.

2.2.6 Citra Merek

(16)

merupakan konsep yang diciptakan oleh konsumen karena alasan subyektif dan emosi pribadinya.

Oleh karena itu dalam konsep ini persepsi konsumen menjadi lebih penting daripada keadaan sesungguhnya (Dobni & Zinkhan,1990). Berdasarkan pendapat-pendapat yang telah disampaikan, dapat disimpulkan bahwa citra merek dapat positif atau negative, tergantung pada persepsi seseorang terhadap merek.

2.2.7 Peran Merek

Menurut Kotler & Keller (2009:259), merek memiliki fungsi bagi perusahaan sebagai berikut:

1. Menyederhanakan penanganan atau penelusuran produk. 2. Membantu mengatur catatan persediaan dan catatan akuntansi.

3. Menawarkan perlindungan hukum kepada perusahaan untuk fitur-fitur atau aspek unik produk. Bagi perusahaan, merek mempresentasikan bagian properti hukum yang sangat berharga, dapat mempengaruhi konsumen, dapat dibeli dan dijual.

2.2.8 Klasifikasi Merek

Menurut Komaruddin Sastradipoera (2003 : 133) citra merek adalah lukisan, bayangan, kesan, penampakan secara simbolis, atau anggapan tentang merek suatu barang atau jasa. Ada empat jenis merek, yaitu :

(17)

2. Merek individual (individual brands) adalah merek yang digunakan hanya untuk produk tunggal.

3. Merek distributor (distributor’s brands atau private brands) merupakan merek yang digunakan sendiri oleh pengecer atau pemborong.

4. Merek pabrikan (manufacturer’s brands) adalah merek-merek yang dimiliki oleh para pemilik pabrik.

2.3 Keputusan Pembelian

2.3.1 Definisi Keputusan Pembelian

Keputusan pembelian adalah tahap dalam proses pengambilan keputusan pembeli dimana konsumen benar-benar membeli ( Kotler dan Armstrong 2001 : 227). Sedangkan menurut Swasta (2000 : 14) keputusan pembelian adalah salah satu tahap dari keseluruhan proses mental dan kegiatan-kegiatan fisik lainnya yang terjadi dalam proses pembelian pada suatu periode dan waktu tertentu serta pemenuhan kebutuhan tertentu atau dengan kata lain merupakan suatu rangkaian tahapan yang diambil oleh seorang konsumen.

(18)

tindak lanjut yang nyata. Setelah itu konsumen dapat melakukan evaluasi pilihan dan kemudian dapat menentukan sikap yang akan diambil selanjutnya.

2.3.2 Peranan Konsumen Dalam Keputusan Pembelian

Suatu proses keputusan pembelian bukan sekedar mengetahui berbagai faktor yang akan mempengaruhi pembeli, tetapi berdasarkan peranan dalam pembelian dan keputusan untuk membeli. Pihak yang terlibat dalam proses pembelian menurut Bilson Simamora (2004:15), peranan tersebut meliputi :

a. Pengambilan inisiatif (initiator), individu yang mempunyai inisiatif pembelian barang tertentu atau yang mempunyai kebutuhan atau keinginan tetapi tidak mempunyai wewenang untuk melakukan sendiri.

b. Orang yang mempengaruhi (influencer), individu yang mempengaruhi keputusan untuk membeli baik secara sengaja maupun tidak sengaja. c. Pembuat keputusan (decider), individu yang memutuskan apakah akan

membeli atau tidak, apa yang akan dibeli, bagaimana membelinya, kapan dan dimana membelinya.

d. Pembeli (buyer), individu yang melakukan pembelian yang sebenarnya. e. Pemakai (user), individu yang menikmati atau memakai produk atau jasa

yang dibeli.

(19)

2.3.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Pembelian Konsumen Menurut Kotler (2008:166) perilaku pembelian konsumen dipengaruhi oleh empat faktor, diantaranya sebagai berikut:

a. Faktor Budaya

Budaya, sub budaya, dan kelas sosial sangat penting bagi perilaku pembelian. Budaya merupakan penentu keinginan dan perilaku paling dasar. Masing-masing subbudaya terdiri dari sejumlah sub-budaya yang lebih menampakkan identifikasi dan sosialisasi khusus bagi para anggotanya seperti kebangsaan, agama, kelompok, ras, dan wilayah geografis.

b. Faktor Sosial

Selain faktor budaya, perilaku pembelian konsumen juga dipengaruhi oleh faktor sosial diantarannya sebagai berikut:

• Kelompok acuan

Kelompok acuan dalam perilaku pembelian konsumen dapat diartikan sebagai kelompok yang dapat memberikan pengaruh secara langsung atau tidak langsung terhadap sikap atau perilaku seseorang tersebut. Kelompok ini biasanya disebut dengan kelompok keanggotaan, yaitu sebuah kelompok yang dapat memberikan pengaruh secara langsung terhadap seseorang.

• Keluarga

(20)

Keluarga jenis ini terdiri dari orang tua dan saudara kandung seseorang yang dapat memberikan orientasi agama, politik dan ekonomi serta ambisi pribadi, harga diri dan cinta. Kedua, keluarga yang terdiri dari pasangan dan jumlah anak yang dimiliki seseorang. Keluarga jenis ini biasa dikenal dengan keluarga prokreasi.

• Peran dan Status

Hal selanjutnya yang dapat menjadi faktor sosial yang dapat mempengaruhi perilaku pembelian seseorang adalah peran dan status mereka di dalam masyarakat. Semakin tinggi peran seseorang didalam sebuah organisasi maka akan semakin tinggi pula status mereka dalam organisasi tersebut dan secara langsung dapat berdampak pada perilaku pembeliannya.

c. Pribadi

Keputusan pembelian juga dapat dipengaruhi oleh karakterisitik pribadi diantaranya usia dan tahap siklus hidup, pekerjaan, keadaan ekonomi, gaya hidup, serta kepribadian dan konsep-diri pembeli.

d. Psikologis

Faktor ini dipengaruhi oleh empat faktor utama diantaranya sebagai berikut:

• Motivasi

(21)

dan rasa ketidaknyamanan. Sedangkan beberapa kebutuhan yang lainnya dapat bersifat psikogenesis; yaitu kebutuhan yang berasal dari tekanan psikologis seperti kebutuhan akan pengakuan, penghargaan atau rasa keanggotaan kelompok. Ketika seseorang mengamati sebuah merek, ia akan bereaksi tidak hanya pada kemampuan nyata yang terlihat pada merek tersebut, melainkan juga melihat petunjuk lain yang samar seperti wujud, ukuran, berat, bahan, warna dan nama merek tersebut yang memacu arah pemikiran dan emosi tertentu.

• Persepsi

Seseorang yang termotivasi siap untuk segera melakukan tindakan. Bagaimana tindakan seseorang yang termotivasi akan dipengaruhi oleh persepsinya terhadap situasi tertentu. Persepsi dapat diartikan sebagai sebuah proses yang digunkan individu untuk memilih, mengorganisasi, dan menginterpretasi masukan informasi guna menciptakan sebuah gambaran (Bernard Barelson, dalam Kotler 2003:217). Persepsi tidak hanya bergantung pada rangsangan fisik tetapi juga pada rangsangan yang berhubungan dengan lingkungan sekitar dan keadaan individu yang bersangkutan. Setiap persepsi konsumen terhadap sebuah produk atau merek yang sama dalam benak setiap konsumen berbeda-beda karena adanya tiga proses persepsi yaitu:

1. Perhatian selektif

(22)

rangsangan nama yang akan diperhatikan orang. Hal ini disebabkan karena orang lebih cenderung memperhatikan rangsangan yang berhubungan dengan kebutuhnnya saat ini, memperhatikan rangsangan yang mereka antisipasi dan lebih memerhatikan rangsangan yang memiliki deviasi besar terhadapa ukuran rangsangan normal.

2. Distorsi Selektif

Distorsi selektif merupakan proses pembentukan persepsi yang dimana pemasar tidak dapat berbuat banyak terhadap distorsi tersebut. Hal ini karena distorsi selektif merupakan kecenderungan orang untuk mengubah informasi menjadi bermakna pribadi dan menginterpretasikan informasi yang didapat dengan cara yang akan mendukung pra konsepsi konsumen.

3. Ingatan Selektif

Orang akan banyak melupakan banyak hal yang merek pelajari namun cenderung akan senantiasa mengingat informasi yang mendukung pandangan dan keyakinan mereka. Karena adanya ingatan selektif, kita cenderung akan mengingat hal-hal baik yang yang disebutkan tentang produk yang kita sukai dan melupakan hal-hal baik yang disbutkan tentang produk yang bersaing.

• Pembelajaran

(23)

bahwa mereka dapat membangung permintaan atas suatu produk dengan mengaitkan pada pendorongnya yang kuat, menggunakan isyarat yang memberikan motivasi, dan memberikan penguatan positif karena pada dasarnya konsumen akan melakukan generalisasi terhadap suatu merek.

• Keyakinan dan Sikap

Melalui bertindak dan belajar, orang mendapatkan keyakinan dan sikap. Keduanya kemudian mempengaruhi perilaku pembelian konsumen . Keyakinan dapat diartikan sebgai gambaran pemikiran seseorang tentang gambaran sesuatu. Keyakinan orang tentang produk atau merek akan mempengaruhi keputusan pembelian mereka. Selain keyakinan, sikap merupakan hal yang tidak kalah pentingnya. Sikap adalah evaluasi, perasaan emosi, dan kecenderungan tindakan yang menguntungkan atau tidak menguntungkan dan bertahan lama pada seseorang terhadap suatu objek atau gagasan tertentu.(David Kreh, dalam Kotler 2003:219).

2.3.4 Proses atau Urutan Pembelian

(24)

1. Pengenalan Kebutuhan

Pengenalan kebutuhan muncul ketika konsumen menghadapi suatu masalah, yaitu suatu keadaan dimana terdapat perbedaan antara keadaan yang diinginkan dengan keadaan yang sebenarnya terjadi.

2. Pencarian Informasi

Pencarian informasi mulai dilakukan ketika konsumen memandang bahwa kebutuhan tersebut bisa dipenuhi dengan membeli dan mengonsumsi suatu produk. Konsumen akan mencari informasi yang tersimpan dalam ingatannya (pencarian internal) dan mencari informasi dari luar (pencarian eksternal).

3. Evaluasi Alternatif

Evaluasi alternative adalah proses mengevaluasi pilihan produk dan merek, dan memilihnya sesuai dengan keinginan konsumen. Pada proses ini konsumen membandingkan berbagai merek pilihan yang dapat memberikan manfaat kepadanya serta masalah yang dihadapinya.

4. Keputusan Pembelian

(25)

5. Perilaku Pasca-Pembelian

Tahap ini dapat memberikan informasi yang penting bagi perusahaan apakah produk dan pelayanan yang telah dijual dapat memberikan kepuasan bagi pelanggan atau tidak.

Gambar 2.2 Proses atau Urutan Pembelian

Proses pembelian yang spesifik terdiri dari urutan kejadian :

(Sumber : Kotler, 2008:185)

2.3.5 Pengaruh Kualitas Produk terhadap Keputusan Pembelian

Konsumen seringkali memutuskan pembelian suatu produk berdasarkan kualitas produk tersebut. Konsumen yang menerima dan memperhatikan suatu stimulus (rangsangan) yang sama, mungkin akan mengartikan stimulus tersebut berbeda. Bagaimana seseorang memahami stimulus akan sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai, harapan dan kebutuhannya yang bersifat individual. Semakin tinggi stimulus, maka akan berpengaruh terhadap tindakan konsumen seperti melakukan pembelian.

Indentifikasi Masalah

Pencarian Informasi

Pembelian

Pembelian Rutin atau Kebiasaan (Kesetiaan

Merek) Evaluasi Alternatif

(26)

2.3.6 Pengaruh Citra Merek terhadap Keputusan Pembelian

Rangkuti (2004) mendefinisikan citra merek sebagai sekumpulan asosiasi merek yang terbentuk di benak konsumen. Dengan kata lain, citra merek adalah seperangkat ingatan yang ada di benak konsumen mengenai sebuah merek, baik itu positif maupun negative. Ingatan terhadap sebuah merek dapat berupa atribut produk dan manfaat yang dirasakan oleh konsumen. Menurut Kotler (2005), atribut produk tidak berkaitan dengan fungsi produk, melainkan dengan citra sebuah produk di mata konsumen. Citra yang positif atau negative lebih mudah dikenal oleh konsumen sehingga produsen selalu berusaha mempertahankan, memperbaiki, dan meningkatkan citra merek produknya di mata konsumen.

Gambar

Gambar 2.1 Manfaat Produk & Pilihan Konsumen
Gambar 2.2 Proses atau Urutan Pembelian

Referensi

Dokumen terkait

Kemudian, pada sistem pengolahan keuangan dari uang setoran arisan mapan tidak terpaku pada uang ketua A atau ketua B, melainkan uang tersebut sudah

Dari Gambar 1 dapat dilihat bahwa peningkatan suhu aktivasi karbon menyebabkan ukuran pori karbon yang dihasilkan lebih kecil karena partikel karbon terpecah menjadi bagian yang

Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa baik di unit kritis maupun unit medikal bedah, ketidakpatuhan tertinggi dalam melakukan 5 moment cuci tangan adalah

Membaca novel fantasi kini seolah menjadi bagian dari gaya hidup. Harry Potter, Lord Of The Ring, Star Wars, Twilight Saga dan setumpuk judul novel fantasi lainnya sudah tidak

Hasil dari analisis data untuk mengetahui besarnya Biaya Operasional Kendaraan dan untuk mengetahui daya beli penumpang dari kemampuan ATP dan kemauan WTP untuk membayar tarif

Didalam pertunjukannya tidaklah seperti tari per- gaulan lainya, seperti tari Tayub yang da- lam pertunjukannya penari laki-laki (pe- ngibing) boleh ikut menari bersama penari

perkembangan anak yang bisa dideteksi pada usia tiga tahun. Adapun gejala yang bisa dilihat antara lain gangguan komunikasi. Kualitas kemampuan komunikasi anak autis jenis ini

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memahami bagaimana proses komunikasi terapeutik antara konselor dengan klien, bagaimana teknik komunikasi terapeutik digunakan dalam