BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tandan Kelapa (Cocos Nucifera L)
Tanaman kelapa (Cocos Nucifera L) termasuk genus cocos yang hanya memiliki satu species yaitu cocos nucifera L, tetapi memiliki fenotipik yang sangat
beragam. Keanekaragaman tanaman ini terutama pada sifat kecepatan berbunga
pertama , warna buah, bentuk dan ukuran buah, jumlah buah pertandan, tinggi batang,
hasil dan kualitas kopra. Indonesia merupakan negara penghasil kelapa utama dunia
dengan luas 3,9 juta hektar, diikuti dengan filiphina seluas 3,2 juta hektar dan india
seluas 1,9 juta hektar (jabatan pertanian malaysia, 2007). Kelapa (cocos nicifera L)
merupakan komoditas strategis yang memiliki peran sosial, budaya, dan budaya
dalam kehidupan masyarakat indonesia. Tanaman ini dapat tumbuh baik di wilayah
dengan iklim panas seperti Amerika, Asia, dan di Afrika. Tinggi tanaman kelapa
mencapai 20-30 m. Batangnya bergaris tengah 20-35 cm, lurus dan tidak bercabang.
Biasanya satu tandan kelapa tumbuh pada satu ketiak daun, jadi jumlah tandan sama
dengan jumlah daun. Tanaman kelapa memiliki taksonomi klasifikasi sebagai berikut:
Kingdom :Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom :Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi :Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi :Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas :Liliopsida (berkeping satu / monokotil)
Sub Kelas :Arecidae
Ordo :Arecales
Famili
Genus
Tinggi tanaman kelapa mencapai 20-30 m. Batangnya bergaris tengah 20 – 35
cm, lurus dan tidak bercabang. Normalnya tanaman ini tumbuh tegak lurus pada
permukaan tanah, kecuali pada tanah yang lunak, kelapa seringkali tumbuh miring.
Karangan bunga kelapa yang biasa disebut manggar tumbuh keluar dari ketiak daun
setelah pohon kelapa mencapai umur tertentu. Biasanya satu tandan tumbuh pada satu
ketiak daun, jadi jumlah tandan sama dengan jumlah daun. Bunga betinanya dalam
bahasa Jawa disebut bluluk, dapat dimakan. Cairan manis yang keluar dari tangkai bunga disebut nira. Bila manggar kelapa disadap niranya, maka dari manggar
tersebut tidak akan dihasilkan buah kelapa.
Kesemua bagian pohon kelapa berguna kecuali kemungkinannya bagian akar.
menyirip sejajar tunggal, pelepah pada ibu tangkai daun pendek, duduk pada batang,
warna daun hijau kekuninga
dilindungi oleh bractea; terdapat bunga jantan dan betina, berumah satu, bunga betina terletak di pangkal karangan, sedangkan bunga jantan di bagian yang jauh dari
pangkal (http:/eemoo-espirit.blogspot.com/2010/09/kelepacoconut.html).
Batangnya, yang disebut glugu dipakai orang sebagai kayu dengan mutu menengah, dan daunnya dipakai sebagai atap rumah setelah dikeringkan. Daun muda
kelapa, disebut janur, dipakai sebagai bahan anyaman dalam pembuatan ketupat atau berbagai bentuk hiasan yang sangat menarik, terutama oleh masyarakat Jawa dan Bali
dalam berbagai upacara, dan menjadi bentuk kerajinan tangan yang berdiri sendiri
(seni merangkai janur). Tangkai anak daun yang sudah dikeringkan, disebut lidi, dihimpun menjadi satu menjadi sapu.
kuning, hijau, atau coklat; buah tersusun dari
disebut sabut, melindungi bagia
endokarp melindungi
dan fase padatannya mengendap pada dinding endokarp ketika buah menua; embrio
kecil dan baru membesar ketika buah siap untuk berkecambah.
Gambar 2.1. Tanaman Kelapa dan tandan kelapa
Konstituen utama dari serat kelapa adalah : 1. Selulosa
2. Hemiselulosa
3. Lignin dan komponen - komponen vital lainnya yang disebut dengan “building block” dalam struktur sel. Serat kelapa secara alami merupakan multiselular dan diameternya dan panjang seratnya berbeda dimensinya dan biasanya sangat tebal
pada bagian tengah serat.
4. Serat kelapa mengandung volume lignin dengan persentase yang tertinggi, dimana
membuat serat kelapa ini sangat kuat dan kaku jika dibandingkan dengan serat
alami lainnya. Hal ini menjadi pelengkap fakta bahwa lignin membantu
menyediakan jaringan tanaman dan sel – sel individu dengan kekuatan yang baik
dan juga kekakuan dinding sel serat melindungi karbohidrat dari kerusakan secara
fisik maupun kimia.
5. Kandungan lignin juga mempengaruhi struktur; sifat; fleksibilitas, laju hidrolisis
dan dengan kandungan lignin yang tinggi menjadikannya lebih halus dan lebih
fleksibel (Rajan, et al, 2005).
Tabel 2.1 Komposisi Kimia dari Berbagai Jenis Serat Lignoselulosa Daun
kelapa sawit
Kelapa Daun nenas
Batang pisang
Softwood Hardwood
ekstraktif 4,5 6,4 5,5 10,6 0,2 – 8,5 0,1 – 7,7
Holoselulosa 83,5 56,3 80,5 65,2 60 – 80 71 - 89 α-selulosa 49,8 44,2 73,4 63,9 30 – 60 31 – 64
Lignin 20,5 32,8 10,5 18,6 21 – 37 14 – 34
Abu 2,4 2,2 2,0 1,5 < 1 < 1
Dikutip dari (Tsoumis, 1991)
Hasil bioenergi kotor yang dihasilkan dari kelapa, termasuk nira,
tempurung, dan sabut diperkirakan sebesar 316,1 MJ/pohon (Soerawidjaja (2006) di
dalam Prastowo, (2007)). Tanaman kelapa yang dapat dimanfaatkan sebagai
sumber bioenergi, diperhitungkan sekitar 25% dari luas areal tanam dan sekitar
25% yang memerlukan peremajaan, karena sudah tua, rusak, dan kurang terawat,
sehingga diperhitungkan menghasilkan bioenergi sekitar 0,13 EJ atau 130 juta GJ
(Prastowo, 2007).
Biomassa lignosellulosik dari tanaman kelapa seperti tandan kelapa, lembaran
daun, dan sabut kelapa telah diujikan sebagai substrat untuk pembudidayaan jamur
tiram Pleurotus sajr-caju (Fr.) yang dilaporkan oleh Thomas et al (1998). Budidaya jamur konsumsi adalah salah satu proses yang secara ekonomis dapat berjalan terus
sebagai biokonversi dari limbah lignosellulosik. Tabel 2.2 Komposisi kimia dari
Tabel 2.2 Komposisi kimia berbagai bagian dari tanaman kelapa
Bagian tanaman Selulosa (%)
Lignin (%)
Rasio selulosa lignin
Nitrogen (%)
Fenol (%)
Tangkai daun 31,73 25,08 1,31 0,31 2,84
Tandan 29,18 31,28 0,97 0,55 2,26
Pucuk daun muda 23,83 38,68 0,58 1,00 8,45
Sabut kelapa 22,00 34,73 0,06 0,41 1,28
Dikutip dari (Thomas et al, 1998)
Pemilihan tandan kelapa (Cocos Nucifra L) sebagai bahan pembuatan
mikrokristal selulosa adalah karena dilihat dari diameter dan panjang nya serat tandan
kelapa merupakan serat multiseluler (Rajan et al, 2005) memiliki % lignin dan %
slulosa yang tinggi sehingga membuat serat menjadi kuat dan kaku ( Tsoumis, 1991)
dan merupakan serat terorientasi.
2.2 Material Komposit
Komposit adalah suatu bahan yang tersusun melalui pencampuran dua atau
lebih bahan konstituen yang berbeda bentuk maupun komposisinya dan tidak larut
satu sama lain. Penyusun komposit secara umum adalah logam, bahan organik dan
anorganik. Bentuk bahan utama yang digunakan dalam pembentukan komposit
adalah fiber, partikel, laminae atau layer, flakes, filler (pengisi) dan matriks. Matriks
merupakan body constituent yang bertanggung jawab dalam pembentukan akhir komposit, sedangkan fiber, partikel, laminae, flake dan filler (pengisi), merupakan
constituent pembentuk struktur internal komposit.
Menurut Premasingan (2000) komposit dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. Komposit jenis serat yang mengandung serat-serat pendek dengan diameter kecil
yang disokong oleh matriks yang berfungsi untuk menguatkan komposit, seperti
2. Komposit jenis lamina yaitu komposit yang mengandung bahan pelapis yang diikat
bersama antara satu sama lain dengan menggunakan pengikat.
3. Komposit jenis partikel yaitu partikel tersebar dan diikat bersama oleh matriks
polimer.
Berdasarkan konstituennya (Schwart, 1984) komposit dapat dibagi menjadi lima ,
yaitu:
1. Komposit serat yang terdiri dari serat dengan atau tanpa matriks
2. Komposit flake yang terdiri dari flake dengan atau tanpa matriks
3. Komposit partikel yang terdiri dari partikel dengan atau tanpa matriks
4. Komposit rangka (komposit terisi) yang terdiri dari matriks rangka selanjar yang
terisi dengan bahan kedua.
5. Komposit laminat yang terdiri dari konstituen lapiasan atau laminat.
Gambar 2.2 Pembagian komposit berdasarkan konstituennya (Schwartz,1984)
Secara umum fasa matriks haruslah berperan sebagai (Kennedy dan Kelly, 1966):
a. Bahan yang mampu memindahkan beban yang dikenakan kepada fasa tersebar atau
fasa penguat yang berfungsi sebagai media alas beban.
b. Bahan yang dapat menjaga fasa penguat atau fasa tersebar dari kerusakan oleh
faktor lingkungan seperti kelembaban dan panas.
c. Pengikat yang memegang fasa penguat untuk menghasilkan antara muka fasa
Fasa penguat atau fasa tersebar merupakan bahan yang bersifat lengai (inert) dalam bentuk serat, partikel atau kepingan yang ditambahkan ke dalam fasa matriks
untuk meningkatkan sifat mekanik dan fisik komposit, seperti kekuatan, kekakuan
dan keliatan. Beberapa sifat yang dapat dihasilkan dengan menggunakan fasa penguat
yaitu ( Ismail, 2004) : peningkatan sifat fisik, penyerapan kelembaban yang rendah,
sifat pembahasan yang baik, biaya yang rendah dan mudah diperoleh, ketahanan api
yang baik, ketahanan kimia yang baik, sifat kelarutan dalam air dan pelarut yang
rendah, ketahanan terhadap panas yang baik, sifat penyebaran yang baik, dapat
diperoleh dalam berbagai ukuran.
Komposit polipropilena dengan serat kayu (fiber wood) dapat digunakan
sebagai pengganti bahan komposit konvensional yang mahal dan kurang bersahabat
dengan lingkungan. Polipropilena adalah matrik polimer yang dapat didaur ulang
sedangkan, serat kayu (fiber wood) diperoleh dari sumber yang dapat diperbaharui
dan dapat terbiodegradasikan (Andrzejk, et al. 2004). Serat kayu yang merupakan
serat alami (natural fiber) sebagai penguat (reinforcement) polipropilena mempunyai
keuntungan dibandingkan dengan fiber glass, yaitu biaya rendah, berat jenis (density)
rendah mempunyai kekakuan dan kekuatan yang spesifik, sifat termal yang baik,
mempunyai nilai tambah dari hasil produksi pertanian yang rendah dan bersahabat
dengan lingkungan seperti recovery energi dengan pembakaran yang bersih dari
biodegradasi ( bledzki, A.K, et al. 1999)
Berbagai jenis pengisi digunakan dalam polimer alamiah dan polimaer sintetik
untuk memperbaiki dan meningkatkan sifat-sifat fisik bahan. Penambahan pengisi
bertujuan untuk mengurangi biaya, mewarnai dan menguatkan bahan polimer. Secara
umum, keupayaan penguat suatu pengisi dipengaruhi oleh 3 (tiga) faktor utama yaitu:
1.Ukuran dan luas permukaan partikel
Peningkatan sifat fisik bahan polimer dapat dikaitkan denagn ukuran partikel
pengisi. Contohnya, tegasandan modulus polimer berpengisi tergantung pada ukuran
partikel. Ukuran partikel pengisi yang kecil akan meningkatkan tingkat penguatan
partikel mempunyai hubungan secara langsung dengan permukaan per gram pengisi.
Oleh sebab itu, ukuran partikel yang kecil akan memperluas permukaan sehingga
interaksi diantara polimer matrik dan pengisi seterusnya akan meningkatkan
penguatan baha polimer. Ringkaannya, semakin kecil ukuran partikel semakin tinggi
interaksi antara pengisi dan matrik polimer. Kohls & beaucage (2002) melaporkan
bahwa luas permukaan bahwa luas permukaan dapat ditingkatkan dengan adnya
permukaan yang poros pada permukaan pengisi maka polimer dapat menembus
masuk ke dalam permukaan yang poros semasa proses pencampuran.
Selain dari luas permukaan, kehomogenan penyebaran di dalam matrik polimer
juga penting untuk meningkatka kekuatan interaksi diantara pengisi dan matriks
polimer. Partikel yang berserakan secara homogen dapat meningkatkan interaksi
mulai penyerapan polimer pada permukaan pengisi. Sebaliknya, partikel yang tidak
berserakan secara homogen mungkin menghasilkan anglomerat dalam matriks
polimer. Adanya anglomerat akan memperkecil luas permukaan dan seterusnya akan
melemahkan interaksi diantara pengisi dan matriks dan mengakibatkan penurunan
sifat fisik bahan polimer.
2.Bentuk dan Struktur Partikel
Bentuk partikel pengisi merupakan ciri yang penting selain dari pada ukuran
partikel. Pengisi organik dan mineral memiliki bentuk yang berbeda. Terdapat tiga
bentuk partikel pengisi yang utama yaitu sfera, platelet dan rod. Bentuk partikel dapat
mempengaruhi sifat mekanik polimer
3. Aktivitas dan Sifat Kimia
Ukuran dan struktur partikel dikatagorikan sebagai ciri fisikal pengisi tetapi
aktifitas permukaan dikatagorikan sebagai ciri kimia pengisi yang memberi kesan
terhadap penguatan polimer (Kohls & Beucage, 2002). Kimia permukaan pengisi
merupakan keupayaan pengisi untuk berinteraksi dengan polimer yang seterusnya
meningkatkan kekuatan bahan. Ikatan diantara polimer dan pengisi dapat dibentuk
apabila pengisi memiliki tempat yang aktif untuk berinteraksi dengan rantai polimer.
Pengisi dapat diklasifikasikan menurut sifat - sifat kimia dan fisikanya.
Pada awalnya pengisi dapat dibagi atas pengisi organik dan anorganik tetapi
dapat juga dibagikan pada pengisi berserat dan partikulat.
Ber
Gambar 2.3. Skema bahan pengisi polimer
Menurut Maulida, et al (2000), penggunaan pengisi alamiah sebagai penguat
pada material komposit memberikan beberapa keuntungan dibanding bahan pengisi
mineral, yaitu: kuat dan pejal, ringan, ramah lingkungan, sangat ekonomis dan
sumber dapat diperbaharui. Tetapi disisi lain menurut Belmares, et al (1983), pengisi
alamiah juga memiliki kelemahan dan kekurangan yaitu, mudah terurai karena
kelembaban, adhesi permukaan yang lemah pada polimer hidrofobik, ukuran pengisi
yang tidak seragam, tidak cocok dipakai pada temperatur tinggi dan mudah
yang umum digunakan dalam komposit ialah serat kaca, serat karbon, serat kevlar,
dan serat alamiah seperti serat kelapa, serat nenas, sera kelapa sawit, serat pohon
karet, serbuk kayu dan sebagainya.
Telah banyak penelitian yang dilakukan dengan menggunakan bahan pengisi
alami sebagai penguat pada komposit seperti: nenas, sisal, sabut kelapa, tempurung
kelapa, rami, kapas, sekam padi, bambu dan tandan kosong kelapa sawit. Luo dan
Netravali (1999) telah meneliti dan membuktikan bahwa sifat-sifat regangan dan
fleksibilitas yang dihasilkan pada komposit dengan kandungan serat nenas yang
berbeda-beda, lebih baik dibandingkan dengan resin tanpa pengisi. Belmeras, et al
(1983), menemukan bahwa serat-serat sisal dan kelapa sawit memiliki sifat regangan,
sifat kimia dan fisika yang sama sehingga baik digunakan sebagai bahan pengisi.
Serat selulosa saat ini banyak digunakan sebagai material penguat yang
potensial karena memiliki banyak keuntungan seperti ketersediaan yang melimpah
massa yang rendah, biodegradabel, murah, dapat diperbaharui, abrasif rendah,
merupakan limbah biomassa, dan sifat-sifat mekanik yang baik (Bledzki et al, 1996) Serat selulosa mempunyai kekuatan yang relatif tinggi, kekakuan yang tinggi,
dan densitas yang rendah. 23. Perbedaan sifat mekanik dapat digabungkan kedalam
serat alami selama periode pemrosesan. Teknik digesti pada serat adalah faktor yang
sangat penting dalam menentukan struktur begitu juga nilai karakteristik serat.
Modulus elastik dari sejumlah besar serat alami seperti kayu sekitar 10 GPa. Serat
selulosa dengan modulus diatas 40 GPa dapat dipisahkan dari kayunya dengan proses
kimia. Serat tersebut selanjutnya dapat dibagi menjadi mikrofibril dengan modulus
elastik sebesar 70 GPa (Kalia et al, 2011).
Serat selulosa bersifat higroskopis; absorpsi kelembapan dapat menyebabkan
penggelembungan serat sehingga menghasilkan keretakan mikro dari komposit dan
degradasi sifat mekanik. Permasalahan ini dapat diatasi dengan mereaksikan serat ini
dengan bahan kimia yang mengurangi gugus hidroksil yang terlibat dalam
mengaktifkan gugus–gugus ini atau menghasilkan gugus baru yang dapat secara
efektif terikat dengan matriks.
Nagaraja G. K et al, 2011 telah melaporkan pembuatan biokomposit berbahan modifikasi antara selulosa dengan poliasam laktat (PLA) dengan tujuan
mengkarakterisasi sifat mekanik, absorpsi kelembapan, dan sifat biodegradasi.
Hasilnya adalah bahwa selulosa dapat menurunkan absorpsi kelembapan, dan dapat
juga mengurangi laju transmisi oksigen dengan meningkatkan konsentrasi selulosa
modifikasi. Tetapi film modifikasi selulosa ini kurang efektif dalam memperlambat
laju peresapan uap air (Laxmeshwar et al, 2012).
Perkembangan teknologi dewasa ini yang menuntut dihasilkannya produk yang
ramah lingkungan dan lebih ekonomis, membuat setiap industri berusaha
memanfaatkan sumber daya alam yang dapat diperbaharui. Di dalam pembuatan
komposit, bahan pengisi yang mengandung selulosa menjadi perhatian yang besar
karena kemampuannya sebagai penguat pada polimer – polimer termoplastik dengan
titik peleburan yang rendah, salah satu alternatif yang dapat digunakan sebagai bahan
pengisi adalah selulosa yang diperoleh dari tandan kelapa.
2.3 Polipropilena
Salah satu bahan plastik yang umum digunakan adalah polipropilen (PP).
Monomer-monomer penyusun rantai polipropilen adalah propilena yang diperoleh
dari pemumian minyak bumi. Propilena, merupakan senyawa vinil yang memiliki
struktur CH
2= CH-CH3. Secara industri polimerisasi polipropilena dilakukan dengan
menggunakan katalisasi koordinasi. Proses polimerisasi ini akan menghasilkan suatu
rantai linear yang terbentuk -A-A-A-A- dengan A merupakan propilena. Polipropilen
biasanya didaur-ulang, dan simbol daur ulangnya adalah nomor "5": (http://
Wikipedia, diunduh pada september 2012). Berdasarkan struktur rantainya
polipopilena terdapat tiga susunan gugus metil terhadap bidang utama rantai-rantai
C
1. Isotaktik: Gugus-gugus metil berada pada sisi-sisi yang sama
2. Sindiotaktik: Gugus-gugus metil tertata secara berselang-seling pada sisi rantai
3. Ataktik: Gugus-gugus metil tertata secara acak pada rantai polipropilena
(Hans, 1977).
Krisatlinitas merupaka sifat penting yang terdapat pada polimer yang
menunjukkan susunan molekul yang lebih teratur. Sifat kristalinitas yang tinggi
menyebabkan regangannya tinggi dan kaku. Dalam polipropilena, rantai polimer
yang terbentuk dapat tersusun membentuk daerah kristalin dan amorf yang mana
atom-atom yang terikat secara tetrahedral dengan sudut ikatan C-C sebesar 109,5°C
dan membentuk rantai zig-zag planar (cowd, 1991). Polimer khas ruang (stereo
keteraturan ruang ini rantai dapat terjejal sehingga menghasilkan plastik yang kuat
dan tahan panas.
Kebanyakan polipropilena komersial merupakan isotaktik, Polipropilena
memiliki titik lebur ~160 °C (320 °F), sebagaimana yang ditentukan Differential
Scanning Calorimetry
berawan, keras tetapi fleksibel, kuat, permukaan berlilin, tahan terhadap bahan kimia,
panas dan minyak. Merupakan pilihan bahan plastik yang baik untuk kemasan
pangan, tempat obat, botol susu, sedotan. Polipropilena juga lebih kuat dan lebih
tahan dari polietilena.
Polypropylene memiliki sifat – sifat yang serupa dengan polyethylene Sifat mekaniknya dapat ditingkatkan sampai batas tertentu dengan jalan mencampurkan
serat gelas dan pemuaian termal juga dapat diperbaiki sampai setingkat dengan bahan
thermoseting. Sifat- sifat listriknya hampir sama dengan sifat-sifat pada polyethylene. Tahan kimianya kira-kira sama bahkan lebih baik dari pada polyethylene massa jenis tinggi.
Polypropylene paling umum digunakan untuk cetakan plastik, dimana hal ini disuntikkan ke dalam cetakan sementara cair, membentuk bentuk kompleks dengan
biaya yang relatif rendah dan volume tinggi; contoh termasuk tutup botol, botol, dan
alat kelengkapan. Polypropylene memiliki rumus molekul (C3H6)n. Massa jenisnya rendah (0,90 - 0,92) termasuk kelompok yang paling ringan diantara bahan polimer,
dapat terbakar bila dinyalakan dibandingkan polyethylene massa jenis tinggi. Titik lelehnyanya tinggi sekali (176°C), kekuatan tarik, kekuatan lentur dan kekuatannya
lebih tinggi tetapi tahan impaknya lebih rendah terutama pada temperatur
Tabel 2.3. Sifat Umum Polipropilena.
D792 Densitas (lb/in3
(g/cm
D790 Modulus Lentur (psi) 180,000 160,000 145,000
D695 Kekuatan Tekan (psi) 7,,000 6,000 -
D695 Modulus Tekan (psi) - - -
D785 Kekerasan, Rockwell R 92 80 -
D256 Pengaruh berkumai IZOD
(ft-lb/in)
1.9 7.5 0.65
PANAS
D696 Koefisien Linear Ekspansi panas
(x 10-5
2.3.1 Sifat-sifat Polipropilena
Poliproilena mempunyai konduktifitas panas yang rendah (0.12 w/m) ,
tegangan permukaan yang rendah, kekuatan benturan yang tinggi, tahan terhadap
pelarut organk, bahan kimia organik, uap air, minyak, asam dan basa, isolator yang
baik tetapi dapat dirusak oleh asam nitrat pekat, mudah terbakar dengan nyala yang
lambat. Titik leleh 160 °C dan suhu dekomposisi 380 °C. Pada suhu kamar
polipropilena nyaris tidak larut dalam toluena, dalam silena larut dengan pemanasan,
akan tetapi polipropilena dapat terdegradasi oleh zat pengoksidasi seperti asam nitrat
dan hidrogen peroksida ( Al-malaika, 1983).
Sifat – sifat polipropilena serupa dengan sifat – sifat polietilen. Massa
jenisnya rendah (0,90 – 0,92). Termasuk kelompok yang paling ringan diantara bahan
polimer. Dapat terbakar jika dinyalakan , titik lunaknya tinggi sekali (176°C, Tm),
kekuatan tarik, kekuatan lentur dan kekakuannya lebih tinggi, tetapi ketahanan
impaknya rendah terutama pada suhu rendah. Sifat tembus cahayanya pada
pencetakan lebih baik daripada polietilen dengan permukaan yang mengkilap,
penyusutannya pada pencetakan kecil, penampilan dan ketelitian dimensinya lebih
baik. Sifat mekaniknya dapat ditingkatkan sampai batas tertentu dengan jalan
mencampurkan serat gelas. Pemuaian termal juga dapat diperbaiki sampai setingkat
dengan resin termoset. Sifat – sifat listriknya hampir sama dengan sifat – sifat listrik
polietilen. Ketahanan kimianya kira – kira sama bahkan lebih baik daripada polietilen
massa jenis tinggi. Ketahanan retak – tegangannya sangat baik. Dalam hidrokarbon
aromatik dan hidrokarbon yang terklorinasi, larut pada 80°C atau lebih, tetapi pada
suhu biasa hanya memuai.
Oleh karena itu sukar untuk diolah dengan perekatan dan pencapan seperti
halnya dengan polietilen yang memerlukan perlakuan tertentu pada permukaannya.
Polipropilena merupakan jenis bahan baku plastik yang ringan, densitas 0,90 – 0,92,
memiliki kekerasan dan kerapuhan yang paling tinggi dan bersifat kurang stabil
terhadap panas dikarenakan adanya hidrogen tersier. Penggunaan bahan pengisi dan
polimer dan tahan terhadap pemecahan karena tekanan (stress-cracking) walaupun
pada temperatur tinggi. Kerapuhan polipropilena dibawah 0°C dapat dihilangkan
dengan penggunaan bahan pengisi. Dengan bantuan pengisi dan penguat, akan
terdapat adhesi yang baik.Polimer yang memiliki konduktivitas panas rendah seperti
polipropilena (konduktivitas = 0,12 W/m) kristalinitasnya sangat rentan terhadap laju
pendinginan. Misalnya dalam suatu proses pencetakan termoplastik membentuk
barang jadi yang tebal dan luas, bagian tengah akan menjadi dingin lebih lambat dari
pada bagian luar, yang bersentuhan langsung dengan cetakan. Akibatnya, akan terjadi
perbedaan derajat kristalinitas pada permukaan dengan bagian tengahnya.
Polipropilena mempunyai tegangan (tensile) yang rendah, kekuatan benturan
(impact strength) yang tinggi dan ketahan yang tinggi terhadap pelarut organik.
Polipropilena juga mempunyai sifat isolator yang baik mudah diproses dan sangat
tahan terhadap air karena sedikit sekali menyerap air, dan sifat kekakuan yang tinggi.
Seperti polyolefin lain, polipropilena juga mempunyai ketahan yang sangat baik
terhadap bahan kimia anorganik non pengoksidasi, deterjen, alcohol dan sebagainya.
Tetapi polipropilena dapat terdegradasi oleh zat pengoksidasi seperti asam nitrat dan
hidrogen peroksida. Sifat kristalinitasnya yang tinggi menyebabkan daya
regangannya tinggi, kaku dan keras (Ahmad Hafizullah,2011)
2.3.2 Penggunaan Polipropilena
Polipropilena diproduksi sejak tahun 1958 dengan menggunakan katalis
ziegler. Polimer khas ruang (stereo spesifik) ini khususnya disintesis isotaktik
sehingga kekristalannya tinggi. Karena keteraturan ruang polimer ini, rantai dapat
terjejal sehingga menghasilkan plastik yang kuat dan tahan panas. Sebagai jenis
plastik komoditas , polipropilena banyak digukana untuk bagian dalam mesin
pencuci, komponen mobil dan suku cadang otomotif, botol kemasan, margarin,
isolaor plastik, kemasan (berupa lembaran tipis) makanan dan barang (cowd, 1991).
C C
Sedangkan polipropilena daur ulang dapat digunakan untuk membuat sikat gigi,
corong minyak, dan kabel baterai.
2.4 Selulosa
Selulosa berasal dari kata Selopan yang terdiri dari cello dan phane yaitu cellulose dan diaphane (bahasa Perancis) dimana cello artinya selulosa dan phane artinya transparan. Selulosa (C6H10O5)n adalah polimer berrantai panjang,
polisakarida karbohidrat dari beta-glukosa. Selulosa merupakan komponen struktural
utama dari tumbuhan dan tidak dapat dicerna oleh manusia. Rumus bangun selulosa
dapat dilihat sebagai berikut :
Gambar 2.4. Rumus Bangun Selulosa (C6H12O5) (Mimms, 1993)
Selulosa merupakan senyawa organik yang terdapat pada dinding sel bersana
lignin berperan dalam mengokohkan struktur tumbuhan. Kira-kira 40-45 % bahan
kering dalam kebanyakan spesies kayu adalah selulosa (Eero Sjostrom,1995).
Selulosa tersusun atas glukosa. Selulosa lazim disebut serat dan merupaka
polisakarida terbanyak.
Selulosa banyak terdapat pada dinding sel tanaman, alga dan jamur. Beberapa
bakteri mengeluarkan selulosa dalam bentuk biofin. Selulosa banyak dijumpai di
alam. Sekitar 33% dari bagian tanaman terdir dari selulosa (pada kapas sekitar 90%
dan pada kayusekitar 50%). Dalam industri selulosa digunakan sebagai bahan
pembuatan pulp dan kapas yang akan memproduksi kertas dan karton. Tanaman
sebagai sumber bahan bakar alternatif dengan mengubah selulosa dari energi menjadi
biofluels. Beberapa batang, terutama skala pemamah biak dan pemakan rumput, dapat
mencerna selulosa dengan bantuan mikroorganisme sinbiotik. Selulosa tidak dapat
dicerna oleh manusia dan dalam bentuk serat berfungsi untuk melancarkan
pembuangan sisa makanan.
Selulosa ditemukan oleh ahli kimia Prancis yang bernama Anselme Payen
yang diisolasinya dari tanaman dan ditentukan rumus kimianya selulosa yang
diperoleh berhasil memproduksi polimer termoplastik yaitu seluloid oleh Hyatt
Manufacturing Company pada tahun 1870. Herman Staudinger menentukan struktur
polimer selulosa pada tahun 1920. Pada tahun 1992 disintesa pertama sekali oleh
Kobyasi dan Shoda. Selulosa tidak mempunyai rasa dan bau, bersifat hidrofilik, tidak
larut dalam kebanyakan bahan pelarut organik serta dapat terbiodegradasi.
Dibandingkan denagn pati, selulosa lebih bersifat kristal dimana pati berubah
dari kristal menjadi amorf pada suhu berkisar antara 60-70°C dalam air, selulosa pada
suhu sekitar 320°C dan pada tekanan 25Mpa berubah menjadi bentuk amorf dalam
air. Molekul-molekul selulosa seluruhnya berbentuk linear dan mempunyai
kecendrungan kuat membentuk ikatan-ikatan hidrogen intra dan intermolekul.
Berkas-berkas molekul selulosa membentuk agregat bersama-sama dalam bentuk
mikrofibril, dalam mana tempat-tempat yang sangat teratur (kristalin) diselingi
dengan tempat-tempat yang kurang teratur (amorf). Mikrofibril membentuk
fibril-fibril dan akhirnya serat-serat selulosa. Sebagai akibat dari struktur yang berserat dan
ikatan-ikatan hidrogen yang kuat selulosa mempunyai kekuatan tarik yang tinggi dan
tidak larut dalam kebanyakan pelarut.
Untuk mengetahui kualitas dari selulosa, antara lain dengan pemantauan
Derajat polimerisasi (DP). Berdasarkan derajat polimerisasi dan kelarutan dalam
senyawa natrium hidroksida (NaOH) 17,5%, selulosa dapat dibedakan atas tiga jenis
yaitu :
1500. Selulosa α dipakai sebagai penduga dan atau penentu tingkat kemurnian
selulosa.
2. Selulosa β (Betha Cellulose) adalah selulosa berantai pendek, larut dalam larutan NaOH 17,5% atau basa kuat dengan derajat polimerisasi 15 - 90, dapat
mengendap bila dinetralkan.
3. Selulosa γ (Gamma cellulose) adalah sama dengan selulosa β, tetapi derajat polimerisasinya kurang dari 15.
Selulosa α merupakan kualitas selulosa yang paling tinggi (murmi). Selulosa α > 92%
memenuhi syarat untuk digunakan sebagai bahan baku utama pembuatan propelan
dan atau bahan peledak.
2.4.1 Sifat-sifat Selulosa
Morfologi selulosa mempunyai pengaruh yang besar pada reaktivitasnya.
Gugus-gugus hidroksil yang terdapat dalam daerah-daerah amorf sangat mudah
dicapai dan mudah bereaksi, sedangkan gugus-gugus hidroksil yang terdapat dalam
daerah-daerah kristalin dengan berkas yang rapat dan ikatan antar rantai yang kuat
mungkin tidak dapat dicapai sama sekali. Pembengkakan awal selulosa diperlukan
baik dalam eterifikasi (alkali) maupun dalam esterfikasi (asam) (Eero Sjőstrőm,
1995). Sifat-sifat selulosa terdiri dari sifat fisika dan sifat kimia. Selulosa dengan
rantai panjang mempunyai sifat fisik yang lebih kuat, lebih tahan lama terhadap
degradasi yang disebabkan oleh pengaruh panas, bahan kimia maupun pengaruh
biologis. Sifat fisika dari selulosa yang penting adalah panjang, lebar dan tebal
molekulnya. Sifat fisik lain dari selulosa adalah:
1. Dapat terdegradasi oleh hidrolisa, oksidasi, fotokimia maupun secara mekanis
sehingga berat molekulnya menurun.
2. Tidak larut dalam air maupun pelarut organik, tetapi sebagian larut dalam larutan
3. Dalam keadaan kering, selulosa bersifat higroskopis, keras dan rapuh. Bila
selulosa cukup banyak mengandung air maka akan bersifat lunak. Jadi fungsi air
disini adalah sebagai pelunak.
4. Selulosa dalam kristal mempunyai kekuatan lebih baik jika dibandingkan dengan
bentuk amorfnya (Fengel, 1995).
Sifat-sifat fisika selulosa dapat dilihat pada tabel 2.4.
Tabel 2.4. Sifat-sifat fisika selulosa
Sifat Nilai
Rumus Kimia (C6H10O5
Kandungan Selulosa 44 – 99.6 % )n
Densitas 1 – 1.1 g/cm
Temperatur Bakar 290°C
3
Temperatur Maksimum Penggunaan 200 °C
Kandungan Kelembapan 2 – 10%
Absorpsi Kelembapan 420 – 1000%
Kandungan Abu 0.13 – 0.4 %
Ukuran Pori 100°A ( hanya polimer BM < 10.000)
Panjang Serat 22 – 290 µm
Diameter Serat 5 – 30 µm
Luas Permukaan Spesifik 1 m2/g (kering) atau 100 – 200 m2
/g (basah)
2.4.2 Mikrokristal Selulosa ( MCC )
Salah satu turunan selulosa adalah mikrokristal selulosa. Selulosa mikrokristal
diperkenalkan pada awal tahun 1960-an merupakan eksipien terbaik dalam
pembuatan tablet secara cetak langsung . Selulosa mikrokristal dibuat dengan cara
hidrolisis terkontrol alfa selulosa, suatu pulp dari tumbuhan yang berserat dengan
larutan asam mineral encer (Rowe, et al., 2009). Selulosa mikrokristal dapat diperoleh secara komersial dari berbagai kualitas dan merek dagang. Salah satu
produk selulosa mikrokristal di perdagangan dikenal dengan merek dagang Avicel.
Di alam kristal selulosa terdapat dalam dua bentuk utama, triklinik dan monoklinik.
Daerah kristal disebut kristalit selulosa yang dibentuk oleh rantai seulosa karena
interaksi antara ikatan vander walls dan ikatan hidrogen. Mikrokristalin selulosa
( MCC ) merupakan bentuk yang dimurnikan dari subunit poliselubiosa yang berasal
dari selulosa melalui hidrolisa asam dari tumbuhan kayu ( Batlista et al, 1997 ).
Mikrokristalin selulosa ( MCC ) merupakan bagian hasil hidrolisa dengan
asam mineral encer. Mikrokristal selulosa memiliki struktur paling teratur,
homogenitas yang tinggi diantara bahan selulosa dengan batas derajat polimerisasi
150-250. Selulosa mikrokristalin menunjkkan reaktivtas terhadap karboksimetilasi,
asetilasi dan oksidasi ( Kazakova , 2008 )
Mikrokristalin selulosa (MCC) digambarkan sebagai hasil pemurnian,
sebagian depolimerisasi selulosa dengan mereaksikan α-selulosa, yang didapat sebagai pulp dari tanaman yang berserat dengan suatu asam mineral. Mikrokristalin
selulosa komersial didapat dari berbagai tanaman gymnospermae (umumnya tanaman conifer) dan berbagai softwood dan tanaman hardwood dicotyledons. Selulosa mikrokristal dibuat dari tumbuhan berkayu dan kapas. Produk komersial selulosa
mikrokristal yang ada di pasaran bersumber dari tumbuhan berkayu, misalnya konifer
(Bimte dan Tayade, 2007; Ohwoavworhua dan Adelakun, 2005). Mikrokrisstalin
selulosa sebagai penguat komposit polimer memiliki keuntungan seperti renewability,
(kimia modifikasi), untuk meningkatkan sifat penghalang ( yakubu, A et al, 2011).
Beberapa laporan penelitian menunjukkan bahwa selulosa mikrokristal dapat
dihasilkan dari kulit kacang kedelai, sekam padi, ampas tebu, kulit kacang tanah,
tongkol jagung, bambu India dan lain-lain (Ejikeme, 2000).
Hasil penelitian Ohwoavrhua et al (2011) bahwa mereka telah membuat dan mengkarakterisasi mikrokristalin selulosa yang diperoleh dari serat kasar tanaman
Cochlospermum planchonii yang digunakan sebagai bahan pengisi dan bahan pengikat dalam tablet obat – obatan. Berdasarkan hasil yang didapat, MCC yang
dapat diekstrak sekitar 21%. Material selulosa tersusun sebagai serat – serat selulosa
yang tidak teratur dengan kandungan kelembapan 7,2% dan kadar abu 0,12%.
Densitas yang diperoleh 1,38 (Ohwoavrhua et al, (2011).
Yakubu et al (2011) juga telah melaporkan bahwa mikrokristalin selulosa juga dapat dimodifikasi secara kimia dengan proses blending dengan polimer sintetik yakni polietilen menghasilkan kemasan yang biodegradable yang diaplikasikan pada industri tekstil, makanan dan farmasi.
Hasil blending yang diperoleh antara MCC dengan polietilen menunjukkan peningkatan sifat – sifat fisik seperti fleksibilitas, kehalusan, transparansi, kekuatan
dan biodegradabilitas yang mana menunjukkan peningkatan hidrofobisitas relatif
terhadap sampel yang non modifikasi. Modifikasi ini sangat penting untuk membawa
perubahan terhadap interaksi permukaan antara selulosa dengan HDPE (high density polyethylene) berdasarkan prinsip “like dissolve like” (Yakubu et al, 2011).
Selulosa fibril secara alami memiliki polaritas permukaan yang tinggi
(hidrofilik) dimana tidak dapat berinteraksi dengan baik dengan permukaan yang
bersifat hidrofobik yang umumnya digunakan dalam polimer sintetik. Mikrokristalin
selulosa sebagai penguat polimer komposit menarik perhatian lebih karena
kelebihannya yang potensial seperti sifat terbarukan, biodegradabilitas, sifat mekanik
yang baik dan kapasitas luas permukaannya yang memungkinkan penyesuaian atau
Hasil penelitian dari Yakubu et al (2011), yang memodifikasi mikrokristalin selulosa yang telah diasetilasi dan diblending dengan polietilen (AMCCPB) memperlihatkan kenaikan sifat mekanik dan sifat kimia, sebagai contoh
dihasilkannya tekstur yang halus, transparan, fleksibel, dan biodegradabel.
Karekteristik yang dihasilkan dari proses blending antara mikrokristalin selulosa terasetilasi dengan polietilen mengindikasikan bahwa sifat penahan dalam
selulosa dapat berinteraksi dengan polimer sintetik dan karenanya, dimungkinkan
untuk proses blending dalam aplikasi untuk kemasan pada makanan, farmasi dan industri tekstil (Yakubu et al, 2011).
2.5 Degradasi Bahan Polimer
Degradasi adalah pemutusan rantai molekul polimer akibat adanya pengaruh
cahaya panas, atmosfer, dan lingkungan. Material polimer yang telah mengalami
degradasi akan mengalami oksidasi dengan sendirinya (auto-oksidasi) membentuk
radikal peroksida, kemudian radikal ini akan merusak rantai olimer lain, sehingga
proses perusakannya akan terus menerus terjadi. Polimer alam, seperti halnya lignin
dan polisakarida, dapat terdegradasi menjadi molekul-molekul yang lebih sederhana.
Mekanisme umum degradasi polimer menjadi molekul yang sederhana dapat
dijelaskan secara kimiawi. Organisme hidup mempunyai kemampuan untuk
memproduksi bermacam-macam enzim yang dapat menghancurkan struktur
biopolimer. Kerja suatu enzim sebagai katalisator dalam merombak struktur polimer
merupakan kerja yang spesifik, artinya suatu enzim tertentu hanya memiliki
kemampuan untuk mengkatalisis suatu reaksi kimia tertentu pula.
Biodegradasi material organik, terutama Biodegradasi material organik,
terutama polimer alam seperti selulosa, lignin, atau karet alam, dapat terjadi akibat
serangan secara mikrobiologis terhadap material tersebut. Mikroorganisme
mempunyai kemampuan memproduksi bermacam-macam enzim yang dapat bereaksi
dengan polimer alam. Reaksi enzimatik terhadap polimer merupakan suatu proses
Fenomena biodegradasi terhadap material organik, termasuk polimer, terlihat dari
fakta bahwa dalam siklus makanan di alam, secara langsung atau tidak, cepat atau
berangsur-angsur, material yang ada akan berkurang jumlahnya, artinya material
inilah yang sebagian atau seluruhnya digunakan sebagai sumber
nutrisi oleh mikroorganisme.
Studi tentang biodegradasi dapat dilakukan dalam lingkungan yang
sesungguhnya; yaitu dipendam dalam tanah, atau dilakukan dengan metode simulasi.
Metode simulasi dapat dilakukan dengan menggunakan mikroorganisme campuran
atau dengan mikroorganisme tertentu yang telah diketahui jenisnya. Hasil yang ada
menunjukkan bahwa laju biodegradasi oleh mikroorganisme campuran umumnya
berlangsung lebih cepat, namun sukar untuk memperkirakan mekanisme degradasi
yang terjadi. Pada tulisan ini akan dibahas berbagai karakterisasi yang perlu
dilakukan untuk menentukan kemudahan biodegradasi dari polimer dan untuk
mengetahui perubahan gugus fungsi, sifat termal, dan kristalinitas akibat biodegradasi
serta pengamatan kerusakan permukaan akibat biodegradasi. Kemudahan
biodegradasi dapat dilakukan melalui analisis kuantitatif dengan teknik gravimetri.
Kestabilan polimer akan terganggu dan berkurang bahkan hilang seiring
berjalannya waktu, proses ini dikenal dengan proses degradasi polimer. Penggunaan
bahan polipropilena dalam lingkunagn suhu tinggi, misalnya dalam suku cadang
mesin dan industri otomotif, selalu diharapkan dengan masalah degradasi termal.
Mekanisme sirkulasi degraddasi polimer dapat dilihat pada gambar 2.5
Tahap pertama adalah tahap inisiasi , dimana pada tahap ini radikal bebas
menginisiasi terjadinya reaksi oksidasi , tahap kedua adalah propagasi dimana radikal
bebas yang terbentuk akan bereaksi dengan oksigen daan diakhiri dengan tahap
terminasi atau tahap pengakhiran dari reaksi oksidasi . Kenaikan energi kinetik
molekul pada suhu tinggi dapat mengakibatkan terjadinya pemutusan rantai polimer
(R-R) membentuk makroradikal, yang memicu degradasi selanjutnya, seperti yang
ditunjukkan pada reaksi berikut :
R R 2R*
Degradasi polimer merupakan suatu proses kerusakan atau penurunan mutu yang
pada dasarnya berkaitan dengan terjadinya perubahan sifat, karena putusnya ikatan
rantai. Selama proses pengolahan menjadi barang setengah jadi, bahan polimer ini
juga mengalami degradasi oleh pengaruh radiasi ultra violet dalam sinar matahari.
Disamping itu kondisi lingkungan seperti adanya oksigen dan bahan-bahan kimia
oksidator turut pula mempengaruhi kecepatan degradasi. Jika bahan baku polimer
dikenakan terhadap kondisi tertentu maka akan mengalami degradasi. Perubahan
yang diamati selama degradasi dapat dilihat dari hasil perubahan struktur dari bahan
polimer., kehilangan atau perubahan dalam setiap bahan senyawa dan perubahn
sifat-sifat mekanis. Proses degradasi polimer dapat dipercepat atau pun diperlambat.
Faktor-faktor yang dapat mempercepat terjadinya degradasi polimer adalah antara
lain : panas (degradasi termal), penyinaran (degradasi UV), gesekan, bakteri
(biodegradasi), oksigen (bahan kimia), waktu atau umur polimer (Gerald dan
Norman,G, 1985)
Penurunan kestabilan/ degradasi polimer ini tidak hanya membuat suatu
polimer itu hancur tetapi juga dengan terjadinya penurunan sifat seperti menurunnya
elastisitas (kehilangan kekenyalan sehingga jaddi lembut/lengket), perubahan warna
(jadi buram), dan terjadinya proses oksidasi bahkan polimer bisa mengalami proses
depolimerisasi yang lebih dikenal dengan perombakan polimer. Misalnya bila
satu pada reaksi yang ada pada dasarnya merupakan reaksi kebalikan dari
polimerisasi.
Polimerisasi
Monomer Polimer
Depolimerisasi
Pengguraian polimer oleh energi bahan biasanya terabaikan pada suhu normal
karena energi pengaktifan bagi depolimerisasi sangat tinggi dibandingkan dengan
polimerisasinya. Namun pada suhu tinggi laju depolimerisasi menjadi sama.
Kemerosotan mutu polimer sering kali terjadi karena pengaruh gabungan dari sinar
matahari dan oksigen. Pengaruh gabungan ini mengeraskan permukaan polimer
sehingga polimer menjadi rapuh. Adakalanya bahan bening menjadi berwarna gelap
kerena atom hidrogen berlepasan dari rantai sebagai radikal, membentuk gas hidrogen
atau air, akibat oksidasi menghasilkan sederetan ikatan ganda yang terberbentuk
dalam polimer (Cowd, 1991).
2.6 Biodegradasi Polimer
Polimer terbiodegradasikan bila ditempatkan di lingkungan bioaktif, seperti
kompos, akan pecah menjadi gas karbon dioksida dan air di bawah aksi bakteri dan
jamur. Ada dua langkah utama didalam proses biodegradasi, pertama melibatkan
depolimerisasi atau pemutusan rantai polimer menjadi oligometer, dan yang kedua
adalah mineralisasi dari oligomer yang dihasilkan. Langkah depolimerisasi secara
normal terjadi diluar mikroorganisme dan melibatkan endo dan ekso enzim.endo
enzim menyebabkan pemelahan acak di rantai utama, sementara eksso enzim
menyebabkan pemutusan urutan dari terminal monomer dalam rantai polimer utama.
Begitu depolimerisasi terjadi, fragmen oligomer ukuran kecil terbentuk. Fragmen ini
diangkut ke dalam sel dimana mineralisasi terjadi. Mineralisasi digambarkan sebagai
konversi polimer ke dalam biomassa, mineral, air, CO2, CH4, dan N2. Langakh
Persyaratan yang utama untuk memulai proses biodegradasi adalah bahwa
rantai polimer harus berisi ikatan kimia yang bersifat rentan terhadap hidrolisis atau
oksidasi yang enzimatik. Gugus fungsi kimia yang paling umum dengan sifat ini
adalah ester. Ikatan peptida didalam protein dapat juga dihidrolisis secara enzimatis.
Faktor lain yang mempengaruhi kecepatan degradasi adalah percabangan,
hidrofilisitas/ hidrofobisitas, berat molekul, kristalinitas, stereokimia, kelenturan
rantai, dan morfologi. Polisakarida dan protein adalah substrat yang baik untuk
serangan enzimatik karena sifatnya yang hidrofilik. Ketiadaan pencabangan dan
menurunnya kristalinitas juga meningkatka biodegradabilitas. Persyaratan berikutnya
untuk biodegradasi adalah keberadaan dari mikroorganisme yang ssuai untuk
menyatukan enzim spesifik yang diperlukan untuk depolimerisasi dan mineralisasi
polimer target. Dua langkah ini dalam proses biodegradasi mungkin tidak melibatkan
mikroorganisme yang sama. Poliemer alami, seperti polisakarida, protein, dan
selulosa, dengan mudah terbiodegradasi karena banyak mikroorganisme
menghassilkan enzim yang diperlukan untuk metabolisme senyawa ini tersedia secara
alami. Persyaratan terakhir untuk proses biodegradasi adalah suatu lingkungan yang
dengan baik diatur dimana mikroorganisme yang diinginkan dapat tumbuh dengan
subur.
Plastik sampai ketanah dengan dua cara yaitu secara sengaja (pengkomposan dan
keperluan pertanian) dan secara tidak sengaja (pembuangan). Faktor lingkungan pada
tanah dibagi menjadi dua kelas, yaitu:
a. Faktor permukaan (sinar matahari : efek irradiasi UV, dan efek panas, curah
hujan dan irigasi, makrorganisme).
b. Faktor bawah tanah (struktur tanah : tekstur, sifat kimia-fisika tanah : temperatur,
mimeral, dan kapasitas penukar kation, bahan organik, air, pH, kandungan gas,
sifat biologi tanah)
Degradasi mengubah kimia poliemer sehingga meterial yang aman
sebelumnya bisa bersifat racun setelah biodegradasi. Produk intermediet dapat berupa
hidup. Sehingga penting untuk mengetahui pengaruh ekotoksik polimer terhadap
tanah. Metode yang dapat dilakukan adalah :
a. Keracunan pada hewan (nematoda, oligovhaeta, anthropoda, dan gastropoda). b. Keracunan pada tumbuhan.
c. Keracunan pada mikroba ( metabolisme, jumlah, pertumbuhan, kelakuan).
(Bastioli, 2005)
Prosedur analitik untuk mengamati biodegradasi antara lain dengan :
pengamatan visual, perubahan sifat mekanik dan massa molar, pengukuran
pengurangan berat (penentuan polimer residu), konsumsi O2/ perubahan CO2,
penentuan biogas, pelabelan radio aktif, pembentukan daerah nyata (pada cawan
agar), pengukuran DOC, penurunan densitass optik, penurunan ukuran partikel, dan
penentuan asam bebas. Standardisasi uji biodegradasi berdasarkan lingkungan uji
yakni pengujian kompos, pengujian biodegradasi anaerobik, dan pengujian
biodegradasi tanah (Abubakar, 2009).
2.7 Kekuatan Tarik UTS ( Ultimate Tensile Strength)
Kekuatan tarik / tegangan merupakan salah satu sifat dasar bahan polimer
yang penting dan sering digunakkan untuk karakterisasi satu bahan polimer.
Pengujian tarik dilakukan untuk mengetahui perubahan bentuk sampel atau bahan
yang diuji. Pertambahan panjang (∆l) yang terjadi akibat kakas tarikan yang diberikan pada sampel uji disebut dengan deformasi sedangkan regangan adalah
perbandingan antara pertambahan panjang dengan panjang semula.. Rumus regangan
dapat dilihat pada pers (1)
ɛ = ∆𝑙
𝑙 0 x 100% ...(1) keterangan :
ɛ = Regangan (%) l0
Dengan demikian regangan merupakan ukuran kekenyalan (kemuluran) suatu
bahan yang biasanya dinyatakan dalam %. Besarnya kekuatan tarik dapat diperoleh
dari kurva aluran tegangan atau regangan. Kekuatan tarik atau tegangan diukur dari
besarnya beban maksimum (F maks) yang digunakan untuk memutuskan /
mematahkan spesimen bahan dibagi dengan luas penampang awal (Ao
σ =𝐹𝑚𝑎𝑘𝑠
𝐴0 ...(2)
) dan secara
matematis dapat dilihat pada pers (2).
Keterangan :
σ = tegangan atau kekuatan tarik (kgf/mm2 F
)
maks
A
= baban maksimum (kgf)
0 = luas penampang (mm2)
2.8 Scanning Electron Microscopy (SEM)
Teknik SEM merupakan pemeriksaan dan analisa permukaan spesimen.
Gambar tampilan permukaan yang diperoleh merupakan gambar topografi dengan
tonjolan , lekukan dan lubang pada permukaan , gambar topografi diperoleh dari
penangkapan sekunder yang dipancarkan oleh spesimen. Sinyal elektron sekunder
yang dihasilkan ditangkap oleh detektor dan diteruskan ke monitor sehingga
diperoleh gambar khas yang menggambarkan struktur permukaan spesimen,
selanjutnya gambar dimonitor dapat dipotret dengan film hitam putih.
Pada dasarnya SEM menggunakan sinyal yang dihasilkan yang dipantulkan
atau berkas sinar elektrom sekunder. SEM menggunakan prinsip scanning dimana
berkas elektron diarahkan pada titik-titik pada permukaan spesimen. Gerakan
elektron tersebut dinamakan scanning atau gerakan membaca. Sampel yang akan
dianalisa dengan teknik ini harus mempunyai permukaan dengan konduktivitasnya
rendah sehingga saat analisa SEM , bahan polimer harus dilapisi dengan bahan
analisa pada jangka waktu yang lama penggunaan emas atau campuran emas dan
paladium akan lebih baik.
2.9 Analisis Termal Bahan Polimer
Analisis termal bukan saja mampu untuk memberikan informasi tentang
perubahan fisik sampel (misalnya titik leleh dan penguapan), tetapi juga terjadi proses
kimia yang mencakup polimerisasi, degradasi, dekomposisi, dan sebagainya .
Differensial Thermal Analysis (DTA) adalah suatu metode yang dapat digunakan untuk menentukan sifat termal suatu bahan polimer. DTA merupakan suatu metode
yang dapat mencatat perbedaan suhu antara sampel dan senyawa pmbanding, baik
terhaap waktu ataupun suhu.
Dalam bidang polimer DTA sering digunakan untuk menentukan temperatur
leleh (Tm) dan temperatur gelas (Tg). Temperatur leleh adalah temperatur pada saat
polimer mengalami pelelehan secara sempurna , sedangkan temperatur transisi gelas
(Tg
Metode DTA mempunyai kelebihan dapat memberikan hasil yang spesifik
untuk suatu sampel, karena tidak ada dua materi yang memberikan suatu kurva yang
sama persis walaupun mempunyai perbedaan yang sangat kecil dari struktur kristal
dan komposisi kimia. Puncak-puncak yang dihasilkan akan berbeda baik dari luas
ataupun bentuk puncak sehingga kurva yang dihassilkan khas untuk setiap jenis
material. Kekurangan DTA adalah terlihat perbedaan yang nyata pada jangkauan
temperatur yang lebar sehingga diperlukan waktu yang cukup lama untuk mencapai
jangkauan tersebut, dan kurva yang dihassilkan sangat tergantung pada peralatan dan
teknik penentuan sehingga untuk jenis material yang sama jika dianalisis dengan dua
alat yang berbeda akan memberikan kurva yang sedikit berbeda.
) adalah temperatur pada saat terjadinya perubahan sifat polimer dari elastis
2.1.0 Analisis Spektroskopi Infra Merah (FT-IR)
Spektroskoi IR merupakan suatu metoda analisis yang dipakai untuk
karakterisasi bahan polimer dan analisis gugus fungsi, dengan cara menentukan dan
merekam hasil spektra residu dengan serapan energi oleh molekul organik dalam
daerah sinar infra merah. Daerah infra merah didefinisikan sebagai daerah yang
memiliki panjang gelombang 1 – 500 nm. Setiap gugus dalam molekul umumnya
mempunyai karakteristik sendiri, sehingga spektroskopi IR dapat digunakan untuk
mendeteksi gugus yang spesifik pada polimer. Intensitas pita serapan merupakan
ukuran konsentrasi gugus yang khas yang dimiliki oleh polimer (Seymour, 1975).
Untuk dapat mengidentifikasi data infra merah dari bahan polimer, diperlukan suatu
persyaratan yaitu zat yang diselidiki harus homogen secara kimia. Tahap awal
identifikasi bahan polimer, serapan yang karakteristik untuk masing-masing bahan
polimer harus diketahui dengna membandingkan spektrum yang telah dikenal. Pita
serapan yang khas akan ditunjukkan oleh monomer penyusunan material dan struktur
molekulnya (Billmayer, 1984)
Metoda ini didasarkan pada interaksi antara radiasi infra merah dengan materi
(interaksi atom atau molekul dengan radiasi elektromagnetik). Interaksi ini berupa
absorpsi pada frekuensi atau panjang gelombang tertentu yang berhubungan dengan
energi transisi antara berbagai keadaan energi vibrasi, rotasi, dan molekul. Radiasi
infra merah yang pentinga dalam penentuan struktur atau analisa gugus fungsi
terletak pada 400 cm-1 – 650cm-1
2.1.1 X-Ray Diffraction (XRD)
X-Ray Diffraction (XRD) adalah teknik analitik yang sesuai untuk menguji Kristal zat padat, seperti keramik, logam, materi elektronik, materi geologi, organic,
dan polimer. Materi tersebut dapat berupa serbuk, kristal tunggal, film tipis dengan
banyak lapisan (multilayer thin-film), lembaran, serat (fiber), atau materi dengan
bentuk tak beraturan. Prinsip dasar yang digunakan untuk menentukan system kristal
2 d sin Ѳ = n λ ...(3)
dimana d adalah jarak antar bidang kisi, Ѳ adalah sudut pengukuran, n adalah indeks,
sedangkan λ adalah panjang gelombang sumber sinar-x . Prinsip kerja XRD adalah difraksi sinar –X yang disebabkan oleh adanya hubungan fasa tertentu antara dua
gerak gelombang atau lebih sehinnga paduan gelombang tersebut saling menguatkan.
Sinar –X dihamburkan oleh atom-atom dalam zat padat mineral. Ketika sinar –X
jatuh pada kristal dari mineral maka akan terjadi hamburan ke segala arah yang
bersifat koheren. Sifat hamburan sinar –X yang koheren mengakibatkan sifat saling
menguatkan atau saling melemahkan pada paduan gelombang.
2.1.2 Mekanisme Reaksi
Berikut adalah kemungkinan reaksi yang terjadi pada penelitian yang dilakukan
1. Dekomposisi Peroksida
Benzoil Peroksida radikal Benzoil peroksida
.
+ CO2C O
O O
C O
2 C
O
O
135oC
C C C C C 1. Penarik Atom H ( C-H Abstraction)
Radikal Benzoil Peroksida
2. Pemutus ß (degradasi PP)
Reaksi Grafting Polipropilena Terdegradasi Dengan Maleat Anhidrida:
1. Dekomposisi Benzoil Peroksida (BPO)
Benzoil Peroksida radikal Benzoil peroksida
.
+ CO22. Penarikan Atom H
3.Grafting Dengan Maleat Anhidrida
Radikal PP Maleat anhidrida
C