• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Hubungan Pelayanan Spiritual yang Diberikan Perawat dengan Kepuasan Pasien Diabetes Millitus di Rumah Sakit Islam Malahayati Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Hubungan Pelayanan Spiritual yang Diberikan Perawat dengan Kepuasan Pasien Diabetes Millitus di Rumah Sakit Islam Malahayati Medan"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Reformasi layanan kesehatan telah lama dibicarakan, baik di Negara maju

maupun Negara berkembang dengan cara membuat sistem layanan kesehatan

yang semakin responsiv terhadap kebutuhan pasien atau masyarakat. Pelayanan

kesehatan harus selalu mengupayakan kebutuhan dan kepuasan pasien atau

masyarakat yang dilayani secara simultan. Kepuasan pasien menjadi bagian

integral dan menyeluruh dari kegiatan jaminan mutu layanan kesehatan (Pohan,

2004).

Pelayanan kesehatan di dunia saat ini berusaha untuk menerapkan konsep

holistik, yaitu suatu pendekatan yang memandang manusia secara keseluruhan,

meliputi pikiran, status emosi, gaya hidup, fisik, dan lingkungan sosial (O’Regan,

2010). Konsep holistik ini seharusnya dapat dipahami dan diaplikasikan baik

dibidang kedokteran maupun keperawatan. Kedokteran memandang holistik

sebagai suatu upaya pengobatan, sedangkan keperawatan memandang klien secara

keseluruhan, meliputi aspek psiko-sosio-kultural dan spiritual (Winnick, 2006;

Berg, 2005).

Nilai yang membentuk dan mempengaruhi kehidupan kita adalah nilai

keabadian dan kesehatan. Kesehatan seseorang bergantung pada keseimbangan

(2)

& Perry, 2009). Salah satu tenaga kesehatan yang mempengaruhi pelayanan

terhadap kepuasan pasien adalah perawat. Perawat sebagai tenaga kesehatan yang

professional mempunyai kesempatan paling besar untuk memberikan pelayanan

kesehatan khususnya pelayanan kesehatan atau asuhan keperawatan yang

komprehensif dengan membantu klien memenuhi kebutuhan dasar yang holistik

(Yani, 2008).

Perawat memandang klien sebagai makhluk biopsikososiokultural dan

spiritual yang berespon secara holistik dan unik terhadap perubahan kesehatan

atau pada keadaan kritis. Asuhan keperawatan yang diberikan oleh perawat tidak

terlepas dari aspek spiritual yang merupakan bagian integral dari interaksi

perawat dengan klien. Perawat berupaya untuk membantu memenuhi kebutuhan

spiritual klien sebagai bagian dari kebutuhan yang menyeluruh klien antara lain

dengan memfasilitasi pemenuhan kebutuhan spiritual klien tersebut, walaupun

perawat dan klien tidak mempunyai keyakinan spiritual atau keagamaan yang

sama. Perawat merupakan orang pertama yang dan secara konsisten selama 24

jam sehari menjalin kontak dengan pasien, perawat sangat berperan dalam

membantu memenuhi kebutuhan spiritual pasien (Yani, 2008).

Kebutuhan spiritual sebagai bagian dari kebutuhan manusia secara utuh hanya

dapat dipenuhi apabila perawat dibekali dengan kemampuan memberikan asuhan

keperawatan dengan memperhatikan aspek spiritual klien sebagai bagian dari

kebutuhan holistik pasien sebagai mahluk yang utuh dan unik. Pemenuhan

(3)

peristiwa kehidupan yang dihadapi termasuk penderitaan karena sakit dan merasa

tetap dicintai oleh sesama manusia dan Tuhan (Yani, 2008).

Dimensi spiritual berupaya untuk mempertahankan keharmonisan atau

keselarasan dengan dunia luar, berjuang untuk mendapatkan kekuatan ketika

sedang menghadapi stress emosional, penyakit fisik atau kematian.

Penyakit kronik, khususnya penyakit kardiovaskular, diabetes, kanker, dan

COPD adalah jenis penyakit yang tidak diperhatikan meskipun ada kesadaran

terhadap dampak serius yang disebabkan oleh beberapa penyakit itu (Dunning,

2003). Ketika penyakit, kehilangan atau nyeri menyerang seseorang, kekuatan

spiritual dapat membantu seseorang kearah penyembuhan atau pada

perkembangan kebutuhan dan perhatian spiritual. Selama penyakit atau

kehilangan individu sering menjadi kurang mampu untuk merawat diri mereka

dan lebih bergantung pada orang lain untuk perawatan dan dukungan. Distress

spiritual dapat berkembang sejalan dengan seseorang mencari makna tentang apa

yang sedang terjadi, yang mungkin dapat mengakibatkan seseorang merasa sendiri

dan terisolasi dari orang lain(Potter & Perry, 2009).

Mayoritas pasien tidak menerima perawatan spiritual yang mereka inginkan

saat dirawat di rumah sakit. Ketika kebutuhan spiritual tidak terpenuhi, pasien

berada pada resiko depresi dan berkuranglah makna spiritual dan perdamaian

(Dunning, 2003). Setiap orang yang menderita penyakit cenderung mengalami

depresi, khususnya pasien diabetes, hal ini disebabkan karena pasien diabetes

membutuhkan pengobatan seumur hidup dan akan mengalami perubahan secara

(4)

Tingkat depresi pada orang yang mengalami diabetes meningkat secara

signifikan dan diperkirakan sedikitnya dua kali lebih tinggi pada orang yang

mengalami diabetes, dibandingkan mereka yang tidak mengalami penyakit

diabetes. Dalam beberapa kajian yang dipublikasikan tentang depresi di negara

berkembang , contohnya yang dilakukan di Bangladesh dilaporkan bahwa hampir

sepertiga (29 % Laki – laki, 30% wanita ) dari pasien yang mengalami diabetes

memiliki level depresi yang signifikan dibandingkan tanpa diabetes (6 % pada laki

– laki dan 15% pada wanita) (Clark, Drain, Malone 2003).

Dampak psikologis dari penyakit diabetes mulai dirasakan oleh penderita

sejak ia didiagnosis dokter dan penyakit tersebut telah berlangsung selama

beberapa bulan atau lebih dari satu tahun. Penderita mulai mengalami gangguan

psikis diantaranya adalah stres pada dirinya sendiri yang berkaitan dengan

pengobatan yang harus dijalani. Diabetes dan stres merupakan dua hal yang saling

mempengaruhi baik secara langsung maupun tidak langsung. Kontrol yang kurang

pada glukosa darah akan menimbulkan perasaan stres dan begitu pula sebaliknya.

Stres telah lama menjadi salah satu faktor yang muncul pada penderita diabetes.

Menurutnya, stres sangat berpengaruh terhadap penyakit diabetes karena hal itu

akan berpengaruh terhadap pengendalian dan tingkat kadar glukosa darah. Bila

seseorang menghadapi situasi yang menimbulkan stres maka respon stres dapat

berupa peningkatan hormon adrenalin yang akhirnya dapat mengubah cadangan

glikogen dalam hati menjadi glukosa. Kadar glukosa darah yang tinggi secara

(5)

Standar, perilaku komunikasi, empatik dan perilaku peduli yang sederhana

meningkatkan kualitas serta kepuasan pasien dan hal ini juga mengurangi

kesusahan emosional. Pasien mengharapkan pemberian kebutuhan emosional

dalam hal asuhan keperawatan yang berkualitas dan mengharap agar perawat

membuat mereka merasa lebih baik, lebih nyaman, lebih santai, lebih positif

(Clark et al, 2010).

Menurut Hamid (2008), pada saat mengalami stres, individu akan mencari

dukungan dari keyakinan agamanya. Dukungan ini sangat diperlukan untuk dapat

menerima keadaan sakit klien yang dialami, khususnya jika penyakit tersebut

memerlukan proses penyembuhan yang lama dengan hasil yang belum pasti.

Oleh karena itu sudah pada tempatnya jika dalam menghadapi setiap masalah

yang timbul selalu dikaitkan dengan kehidupan religius. Manusia mempunyai

keyakinan untuk memperoleh ketenangan hidup spiritualnya. Hidup keagamaan

memberikan kekuatan jiwa bagi seseorang untuk menghadapi tantangan dan

cobaan hidup, memberikan bantuan moril didalam menghadapi krisis, serta

menimbulkan sikap rela menerima kenyataan sebagaimana Tuhan menakdirkan

(Hamid, 2008).

McSherry dan Jamieson (2011) menyarankan bahwa setiap pasien yang berada

dirawat inap akan mengalami tekanan dan mengusulkan agar mempunyai strategi

yang efektif dalam penanganan spiritual klien, karena diharapkan dapat membantu

mengatasi mencari makna kesehatan bagi pasien.

Pandangan yang luas tentang spiritualitas penting bagi perawat untuk

(6)

individu. Perawat sering ragu untuk mendiskusikan masalah spiritualitas klien

karena mereka yakin tidak sesuai bagi mereka untuk berbagi keyakinan filosofi

atau spiritual mereka dengan klien yang mengalami gejala kelemahan (Murray,

Kendall, Boyd, Worth, Benton 2004).

Klien mencari perawat untuk jenis bantuan yang berbeda dibandingkan

dengan yang dicari dari tenaga professional lainnya. Agar dapat efektif dalam

memberikan perawatan spiritual, perawat harus mengetahui isyarat spiritual yang

ditunjukan klien selama waktu penyembuhan, perubahan dan kehilangan.

Hubungan penyembuhan terjadi ketika perawat mempunyai harapan bagi diri

mereka sendiri dan bagi klien mereka; menemukan pemahaman yang dapat

diterima tentang kebutuhan klien mereka; dan membantu klien dalam

menggunakan dukungan social, emosional dan spiritual ( Potter & Perry, 2009).

Dalam penelitian David (2011), menunjukan bahwa kebutuhan spiritual

merupakan hal yang umum dalam pelayanan kesehatan. Prevalensi kebutuhan

spiritual telah ditemukan dibeberapa pelayanan kesehatan, pada departemen

emergensi, Rumah Sakit, unit perawatan anak, unit rehabilitasi, klinik kanker,

Perawatan dirumah (Leeuwen, Tiesinga ,Post, Jochemsen 2006).

Kepuasan pasien terhadap pelayanan merupakan faktor yang penting dalam

mengembangkan suatu sistim penyediaan pelayanan yang tanggap terhadap

kebutuhan pelanggan, meminimalkan biaya dan waktu serta memaksimalkan

dampak pelayanan terhadap populasi sasaran. Umpan balik dan informasi

(7)

yang efektif termasuk tingkat kepuasan pelanggan dan peningkatan kualitas

pelayanan.

Pelayanan yang diberikan oleh perawat dalam suatu rumah sakit berhubungan

erat dengan kepuasan yang dirasakan oleh pasien selaku konsumen rumah sakit.

Perawat dituntut untuk memberikan pelayanan dengan sebaik-baiknya kepada

pasien sehingga pasien merasa puas dengan pelayanan yang diberikan oleh

perawat rumah sakit tersebut (Wiyono, 2002).

Pelayanan yang baik merupakan salah satu faktor penting dalam usaha

menciptakan kepuasan konsumen. Pelayanan berkualitas dalam konteks pelayanan

di rumah sakit berarti memberikan pelayanan kepada pasien dan keluarganya

didasarkan pada standar kualitas untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan

mereka, sehingga dapat memperoleh kepuasan yang akhirnya dapat meningkatkan

kepercayaan pasien dan keluarganya terhadap rumah sakit (Sabarguna, 2004).

Dari hasil penelitian Natsir (2008), mengenai hubungan antara penerapan

aspek spiritualitas perawat dengan pemenuhan kebutuhan spiritual pasien di

Rumah Sakit Haji Makassar didapatkan data bahwa responden dengan pemenuhan

kebutuhan spiritual pasien dengan nilai cukup sebanyak 24 responden (80%), dan

penerapan aspek spiritualitas perawat baik, tetapi terdapat responden yang

pemenuhan kebutuhan spiritual pasien kurang dan penerapan aspek spiritualitas

perawat baik sebanyak 0 (0%), sedangkan terdapat 4 (13.3%) responden yang

pemenuhan kebutuhan spiritual pasien cukup dan penerapan aspek spiritualitas

perawat kurang serta terdapat 2 (6.7%) responden yang pemenuhan kebutuhan

(8)

Fitchett et al (2011), memeriksa adanya kebutuhan spiritual pada 50 pasien

dan hasilnya ¾ pasien melaporkan memiliki tiga atau lebih kebutuhan spiritual

selama dirumah sakit. Pada penelitian yang sama menunjukan bahwa banyak klien

menginginkan perawatan yang professional untuk memenuhi kebutuhan spiritual

mereka (Hermann, 2001)

Pada penelitian Anderson (2011) yang dilakukan pada 230 pasien pada

penyakit diabetes type II ditemukan bahwa 88% melaporkan bahwa agama itu

penting. Tujuh puluh dua persen melaporkan bahwa kebutuhan spiritual mereka

ditemukan sangat minimal diberikan atau tidak sama sekali diberikan pada

pemberi pelayanan medis (Balboni, 2011). Demikian pula, pada 100 klien yang

dilakukan rehabilitasi rawat inap, 45% melaporkan bahwa mereka merasa tidak

cukup diperhatikan kebutuhan spiritualnya selama mereka berada di ruangan

(Anderson 2011).

Sebuah penelitian Narayanasamy 2004 menunjukan perawat dan pemberi

pelayanan kesehatan lainnya tidak mampu memenuhi kebutuhan spiritual pasien

mereka, karena berbagai alasan. Salah satunya disebabkan banyak perawat tidak

memahami secara utuh apa yang dimaksud dengan spiritualitas (Ross & Mcsheery

2004).

Di Rumah Sakit Islam Malahayati Medan, peneliti telah melakukan studi

pendahuluan dengan melakukan wawancara terhadap perawat yang sudah lebih

dari tiga tahun bekerja. Perawat A menyatakan bahwa pelayanan spiritual bagi

(9)

sebagai perawat sangat terbatas dalam memenuhi kebutuhan spiritual karena sibuk

dengan pekerjaan keperawatan yang harus segera diselesaikan. Perawat E

mengatakan saya kadang hanya memberi suatu dukungan rohani pada saat pasien

stres atau dalam keadaan gawat saja. Saya tahu bahwa semua pasien

membutuhkan pendampingan rohani. Perawat I mengatakan, saya pribadi merasa

kurang mampu untuk memberi dukungan spiritual pada pasien, lebih baik orang

lain saja.

Sedangkan perawat R menyatakan saya lebih senang kalau ustadz yang dapat

memberikan pelayanan spiritual secara khusus kepada semua pasien termasuk

pasien diabetes melitus. Selain itu peneliti melakukan survey di ruang perawatan

dan menemukan data-data sebagai berikut : ketika ada pasien sedang dalam

keadaan kritis, perawat lebih banyak melakukan observasi keadaan umum pasien,

tidak mengajak untuk berdoa. Dan setelah keluarga meminta pendampingan

rohani barulah perawat menghubungi ustadz untuk memimpin pelaksanaan doa

ini. Ada juga keluarga pasien lansia minta didoakan, perawat langsung memanggil

ustadz. Namun ada juga pasien yang sedang menghadapi sakratul maut, salah

seorang perawat mengingatkan keluarga untuk berdoa. Selama melakukan

pengamatan, peneliti tidak melihat pasien berdoa khusus bersama perawat.

Perawat hadir berdoa bersama pasien ketika ada ustadz atau ada pemimpin

agama. Berdasarkan wawancara dengan ustadz dan hasil pengamatan, ustadz tidak

bisa memberikan pelayanan secara optimal karena ustadz melakukan tindakan

(10)

Berdasarkan uraian dan permasalahan yang telah disebutkan diatas maka

peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan pelayanan spiritual

yang diberikan oleh perawat dengan kepuasan pasien diabetes melitus di Rumah

Sakit Malahayati Medan.

1.2Pertanyaan Penelitian

Apakah terdapat hubungan pelayanan spiritual yang diberikan oleh perawat

dengan kepuasan pasien diabetes melitus di Rumah Sakit Malahayati Medan.

1.3Tujuan

Tujuan umum

Mengetahui hubungan pelayanan spiritual yang diberikan perawat dengan

kepuasan pasien diabetes melitus di Rumah Sakit Malahayati Medan.

Tujuan khusus

• Mengetahui bagaimana pelayanan yang diberikan perawat dengan

kepuasan pasien di Rumah Sakit Islam Malahayati Medan

• Mengetahui bagaimana kepuasan pasien terhadap pelayanan spiritual

yang diberikan perawat di Rumah Sakit Islam Malahayati Medan.

1.4Hipotesis

Ada hubungan pelayanan spiritual yang diberikan oleh perawat dengan

(11)

1.5Manfaat Penelitian

a. Bagi Rumah Sakit

Sebagai bahan masukan dalam upaya pengembangan sumber daya

manusia dalam hal ini untuk meningkatkan kinerja perawat di rumah sakit

untuk mencapai tujuan pelayanan spiritual rumah sakit.

b. Bagi Penelitian Keperawatan

Diharapkan dengan penulisan ini dapat memperkaya bahasan masalah

pelayanan spiritual di bidang keperawatan yang berhubungan dengan

kinerja petugas keperawatan di rumah sakit

c. Bagi Institusi Pendidikan

Memberikan masukan dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan hasil

penelitian ini yang dapat dijadikan referensi bagi peneliti berikutnya.

d. Bagi Peneliti

Mendapatkan tambahan pengetahuan dan praktek dalam proses penelitian

tentang kepuasan pasien terhadap manajemen pelayanan sspiritual yang

Referensi

Dokumen terkait

Achmad Kemal Harzif, SpOG

Meningkatkan tata kelola pemerinthan yang bersih dan efektif dan kualitas pelayanan publik Meningkatnya pelaksanaan reformasi birokrasi Opini BPK terhadap laporan

Kesimpulan yang didapat adalah bahwa dengan memggunakan metode pembelajaran elektronik dengan materi citra ini diharapkan dapat mengatasi masalah waktu, uang, dan tempat,

56% 56% 56% 56% Jumlah dokumen kutipan akta kematian yang telah diterbitkan bagi yang meninggal pada tahun (x) dibagi dengan jumlah kematian yang terjadi pada tahun (x)

Multimedia merupakan salah satu cara yang digunakan untuk menyampaikan informasi lebih menarik dan mudah dimengerti, karena multimedia merupakan kombinasi suara, animasi grafik,

[r]

Pelaksanaan IKM agar dilaksanakan secara periodik untuk mengetahui tingkat kinerja unit pelayanan secara berkala dan memperoleh gambaran secara obyektif mengenai

[r]