• Tidak ada hasil yang ditemukan

APLIKASI PENELITIAN TINDAKAN KELAS (PTK) DALAM PENDIDIKAN KESEHATAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "APLIKASI PENELITIAN TINDAKAN KELAS (PTK) DALAM PENDIDIKAN KESEHATAN"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

ii

APLIKASI PENELITIAN TINDAKAN

KELAS (PTK) DALAM PENDIDIKAN

KESEHATAN

(Pedoman Praktis bagi Pendidik Tenaga Kesehatan)

Dr. Heru Santoso Wahito Nugroho, S.Kep., Ns., M.M.Kes., C.P.M.C.

(2)

ii

FORIKES

APLIKASI PENELITIAN TINDAKAN KELAS (PTK) DALAM PENDIDIKAN KESEHATAN (Pedoman Praktis bagi Pendidik Tenaga Kesehatan)

Oleh: Dr. Heru Santoso Wahito Nugroho, S.Kep, Ns, M.M.Kes, C.P.M.C. Diterbitkan oleh Forum Ilmiah Kesehatan (Forikes)

© 2017 Forum Ilmiah Kesehatan (Forikes)

Jalan Cemara 25, Ds./Kec. Sukorejo, Ponorogo, Jawa Timur E-mail: forikes@gmail.com

Editor : Sunarto, S.Kep, Ns, M.M.Kes

Desain sampul : Dr. Heru Santoso wahito Nugroho, S.Kep, Ns, M.M.Kes, C.P.M.C.

Hak cipta dilindungi oleh Undang-Undang

Dilarang mengutip, memperbanyak dan menerjemahkan sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit.

Cetakan Kedua: 2017

Perpustakaan Nasional RI: Katalog Dalam Terbitan (KDT) Nugroho, Heru Santoso Wahito

Aplikasi Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dalam Pendidikan Kesehatan (Pedoman Praktis bagi Pendidik Tenaga Kesehatan)/

Heru Santoso Wahito Nugroho; Editor, Sunarto

Cet. 2 – Magetan: Forum Ilmiah Kesehatan (Forikes)

iv + 73 hlm.; 145 mm x 205 mm

ISBN: 978-602-99856-0-3

(3)

iii

Kata Pengantar

Kualitas pembelajaran di institusi pendidikan tenaga kesehatan tentu akan berpengaruh terhadap kualitas tenaga kesehatan yang dihasilkan. Banyak cara yang harus dilakukan agar kualitas pembelajaran dapat

ditingkatkan, misalnya melengkapi fasilitas pembelajaran,

mengembangkan strategi dan metode pembelajaran, mengembangkan sistem evaluasi dan sebagainya.

Penelitian tindakan kelas adalah salah satu cara yang strategis untuk untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas. Dengan penelitian ini akan diterapkan tindakan-tindakan pembelajaran yang efektif untuk memecahkan masalah-masalah pembelajaran di kelas masing-masing. Namun sayang sekali tampaknya saat ini penelitian tindakan kelas belum populer di lingkungan pendidikan tenaga kesehatan. Untuk itu tentu diperlukan pedoman bagi para pendidik untuk dapat melaksanakan penelitian tindakan kelas dengan baik.

Buku sederhana ini diharapkan dapat digunakan sebagai pedoman yang berharga bagi para pendidik di institusi pendidikan tenaga kesehatan untuk melakukan penelitian tindakan kelas. Isi di dalamnya ini sengaja disusun secara ringkas dan memuat pokok-pokok penting dari penelitian tindakan kelas dan juga memuat contoh-contoh aplikatif dengan harapan supaya mudah dipahami oleh para pembaca.

Buku ini merupakan cetakan kedua yang di dalamnya belum ada perubahan isi, kecuali identitas buku dan tampilan sampul. Penulis menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada para pembaca atas perhatian yang diberikan kepada buku ini. Atas segala kekurangan yang ada, penulis mohon maaf dan mengharapkan masukan dari para pembaca untuk dapat memperbaiki kekurangan-kekurangan tersebut.

2017

(4)

iv

Daftar Isi

Isi Halaman

Judul luar i

Judul dalam dan KDT ii

Kata pengantar iii

Daftar isi iv

Bagian 1: Pentingnya penelitian tindakan kelas 1

A. Perkembangan pendidikan kesehatan di tanah air kita 1

B. Mengapa diperlukan penelitian tindakan kelas? 3

Bagian 2 Sekilas tentang penelitian tindakan kelas 5

A. Pengertian penelitian tindakan kelas 5

B. Karakteristik penelitian tindakan kelas 7

C. Tujuan penelitian tindakan kelas 11

D. Pelaksana penelitian tindakan kelas 11

E. Manfaat penelitian tindakan kelas bagi guru dan dosen 13

F. Keterbatasan penelitian tindakan kelas 16

G. Model penelitian tindakan kelas 13

Bagian 3 Tahap perencanaan dalam penelitian tindakan kelas 19

A. Identifikasi masalah 19

B. Analisis masalah 24

C. Analisis penyebab masalah 25

D. Perumusan masalah 26

E. Pengembangan intervensi 29

F. Analisis kelayakan solusi untuk pemecahan masalah 30

Bagian 4 Tahap pelaksanaan dan observasi dalam penelitian tindakan kelas

33

A. Pelaksanaan tindakan kelas 33

B. Observasi terhadap tindakan kelas 34

Bagian 5 Tahap refleksi dalam penelitian tindakan kelas

Bagian 6 Laporan penelitian tindakan kelas

A. Esensi pokok laporan penelitian tindakan kelas B. Berbagai format laporan penelitian tindakan kelas

41

44 44 44

Daftar pustaka 8

(5)

1

Bagian 1

PENTINGNYA PENELITIAN TINDAKAN KELAS

BAGI PENDIDIKAN KESEHATAN

A. Perkembangan Pendidikan Kesehatan di Tanah Air Kita

Sejak masa sebelum kemerdekaan Indonesia, pendidikan formal untuk mencetak tenaga kesehatan telah berlangsung. Sebagai contoh, dalam catatan sejarah kita ketahui adanya sekolah kedokteran STOVIA

(School tot Opleiding van Inlandsche Artsen) di masa pemerintahan

Belanda, meskipun sebenarnya pada saat itu bukan menghasilkan tenaga dokter seperti sekarang ini, namun sebatas menghasilkan juru kesehatan yang sangat dibutuhkan kala itu.

Gambar 1.

Proses Pendidikan di Sekolah Kedokteran STOVIA

(Sumber: Daniel. 2008. Refleksi Perjuangan Seorang Dokter.

http://www.majalah-farmacia.com/rubrik/one_news.asp?IDNews=754)

(6)

2

jajahannya. Akhirnya, pada tanggal 2 Januari tahun 1849 dikeluarkanlah Surat Keputusan Gubernemen Nomor 22 mengenai penyelenggaraan kursus juru kesehatan bertempat di Rumah Sakit Militer (sekarang RSPAD Gatot Subroto) di Weltevreden (sekarang Gambir), Batavia.

Kursus juru kesehatan tersebut dikembangkan menjadi “Sekolah Dokter

Djawa” pada tanggal 5 Juni 1853 melalui Surat Keputusan Gubernemen

Nomor 10, dengan masa pendidikan selama tiga tahun dan lulusannya

berhak menyandang gelar “Dokter Djawa”, tetapi sebagian besar

pekerjaannya adalah sebagai mantri cacar.

Pada tahun 1889, STOVIA diubah menjadi School tot Opleiding van

Inlandsche Geneeskundigen (Sekolah Pendidikan Ahli Ilmu Kedokteran

Pribumi). Pada tahun 1898 diubah lagi menjadi School tot Opleiding van

Inlandsche Artsen (Sekolah Dokter Pribumi). Pada tahun 1913, kata

Inlandsche (pribumi) diubah menjadi Indische (Hindia) karena sekolah ini

kemudian dibuka untuk semua golongan di Hindia, termasuk penduduk keturunan Timur Asing dan Eropa, tidak hanya untuk penduduk pribumi. Nama STOVIA tetap digunakan hingga tanggal 9 Agustus 1927. Mulai saat itu, pendidikan dokter ditetapkan menjadi pendidikan tinggi dengan

nama Geneeskundige Hoogeschool atau Sekolah Tinggi Kedokteran

hingga akhir masa kekuasaan kolonial Belanda di Indonesia.

Pada masa pendudukan Jepang, sekolah tersebut mengalami

perubahan nama menjadi Ika Daigaku (Sekolah Kedokteran). Kemudian,

pada masa awal kemerdekaan Indonesia dinamakan Perguruan Tinggi

Kedokteran Republik Indonesia. Akhirnya, sejak tanggal 2 Februari 1950,

Pemerintah Republik Indonesia mengubah lembaga pendidikan ini menjadi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Pada masa kemerdekaan, selain pendidikan dokter, berkembang pula pendidikan tenaga-tenaga kesehatan lainnya di antaranya pendidikan juru rawat, bidan dan sebagainya. Pada masa sekarang ini keadaan tersebut sudah banyak berubah. Kemajuan pendidikan tenaga kesehatan telah banyak dirasakan. Selain profesi dokter, berkembang pula profesi-profesi kesehatan lainnya, antara lain dokter gigi, apoteker, perawat, bidan, sanitarian, ahli gizi, analis kesehatan, dan lain-lain.

(7)

3

lingkungan Kementerian Kesehatan banyak ditemukan pendidikan diploma kesehatan di antaranya pendidikan dalam bidang keperawatan, kebidanan, kesehatan lingkungan, analis kesehatan, gizi, radiologi, teknik elektromedik, kesehatan gigi, farmasi dan sebagainya.

Tentu kita percaya bahwa kemajuan pendidikan tenaga kesehatan dalam berbagai jenis dan jenjang akan sangat menentukan kualitas tenaga kesehatan yang dihasilkan. Untuk itulah keyakinan akan pentingnya kemajuan proses pendidikan tenaga kesehatan harus benar-benar menjadi hal sangat penting menurut pandangan pengelola institusi pendidikan. Apalagi dalam era informasi, arus informasi menjadi sangat cepat menembus seluruh penjuru dunia. Tanpa bisa mengikuti perkembangan dunia pendidikan yang tersebar melalui perkembangan teknologi informasi dalam era ini, institusi pendidikan kesehatan kita akan tertinggal jauh. Sebaliknya jika institusi pendidikan kesehatan kita dapat mengikuti perkembangan global, maka lompatan kemajuan yang didapatkanpun akan jauh ke depan pula.

B. Mengapa Diperlukan Penelitian Tindakan Kelas?

Telah disinggung di depan bahwa pada dasarnya kualitas pembelajaran di institusi pendidikan tentu berkaitan dengan kualitas tenaga kesehatan yang dihasilkan. Dengan kata lain, agar dapat diwujudkan tenaga kesehatan yang berkualitas, maka harus diwujudkan terlebih dahulu proses pendidikan yang berkualitas. Banyak cara untuk mewujudkan pendidikan yang berkualitas, salah satu di antaranya adalah dengan memberi kesempatan kepada para pendidik untuk menyelesaikan masalah-masalah pembelajaran dan non pembelajaran

secara professional melalui action research (penelitian tindakan) secara

terkendali. Upaya pendidik untuk menyelesaikan masalah-masalah yang ditemukan dalam tugas-tugas mereka tersebut akan memberikan dampak positif ganda, antara lain:

1. Peningkatan kemampuan para pendidik dalam menyelesaikan masalah-masalah pendidikan dan pembelajaran yang nyata.

2. Peningkatan kualitas isi, masukan, proses dan hasil belajar

3. Peningkatan profesionalisme pendidik dan tenaga kependidikan lain 4. Penerapan prinsip pembelajaran berbasis penelitian

Di masa lalu, dalam upaya peningkatan kemampuan meneliti masih diterapkan paradigma lama. Dalam hal ini upaya cenderung dirancang

dengan pendekatan research-development-dissemination (RDD).

Pendekatan ini lebih menekankan pada perencanaan penelitian yang

(8)

4

sekarang ini, lebih dititikberatkan pada upaya perbaikan mutu yang inisiatifnya berasal dari motivasi internal pendidik dan tenaga

kependidikan itu sendiri (an effort to internally initiate endeavor for quality

improvement) dan bersifat pragmatis naturalistik.

Penelitian tindakan kelas merupakan salah satu upaya strategis untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Kegiatan penelitian ini dilakukan secara langsung oleh pengajar (guru atau dosen). Topik penelitian berasal dari permasalahan yang ditemukan oleh guru atau dosen itu sendiri, selama menjalankan tugasnya sebagai pendidik. Jadi dalam hal ini, guru atau dosen bertindak sebagai pelaku pembelajaran namun juga sekaligus bertindak sebagai peneliti. Hasil penelitian ini diharapkan akan berguna bagi upaya peningkatan kualitas pembelajaran selanjutnya, khususnya bagi proses belajar mengajar di kelas tersebut dan pengajar yang bersangkutan.

Gambar 2.

Dosen Menemukan Topik Penelitian Tindakan Kelas dari Permasalahan Pembelajaran Sehari-hari

yang Dialami Selama Menjalankan Tugasnya Sebagai Pendidik

Melalui penelitian tindakan kelas, masalah-masalah pendidikan dan pembelajaran dapat dikaji, ditingkatkan dan dituntaskan sehingga dapat diwujudkan secara sistematis proses pendidikan dan pembelajaran yang inovatif dan hasil belajar yang lebih baik. Di samping itu, upaya penelitian

tindakan kelas diharapkan dapat menciptakan learning culture (budaya

belajar) di kalangan para pendidik baik guru maupun dosen. Dengan penelitian tindakan kelas akan terbuka peluang strategi pengembangan kinerja, karena pendekatan ini menempatkan pendidik dan tenaga

kependidikan lainnya sebagai peneliti, sebagai agen perubahan (change

(9)

5

Bagian 2

SEKILAS TENTANG

PENELITIAN TINDAKAN KELAS

A. Pengertian Penelitian Tindakan Kelas

Dewasa ini, penelitian tindakan kelas sudah banyak dikenal di Indonesia. Para praktisi pendidikan sering menyebutnya dengan singkatan PTK. Dalam dunia internasional, PTK biasa dikenal sebagai

classroom action research (CAR). Menurut Rustam, Mundilarto (2004),

penelitian tindakan kelas adalah sebuah penelitian yang dilakukan oleh guru di kelasnya sendiri dengan jalan merancang, melaksanakan, dan merefleksikan tindakan secara kolaboratif dan partisipatif dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sebagai guru sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat.

Secara lebih lengkap John Elliot dalam Burch (2004) mendefinisikan PTK sebagai berikut:

"Action research is the process through which teachers collaborate in

evaluating their practice jointly; raise awareness of their personal theory; articulate a shared conception of values; try out new strategies to render the values expressed in their practice more consistent with the educational values they espouse; record their work in a form which is readily available to and understandable by other teachers; and thus develop a shared theory of teaching by researching practice."

Dari pengertian di atas ada beberapa poin penting yang dapat diambil yaitu:

1. Guru berkolaborasi untuk mengevaluasi praktik mereka 2. Membuka kesadaran mengenai teori personal mereka 3. Mengartikulasikan konsepsi bersama tentang nilai-nilai 4. Mencoba strategi baru dalam praktik

5. Mencatat hasil kerja dalam bentuk yang bisa dimengerti oleh guru lain 6. Mengembangkan teori bersama tentang pembelajaran melalui praktik

riset

Arikunto (2007) menjelaskan bahwa masing-masing kata yang

menyusun istilah “penelitian tindakan kelas” memiliki pengertian masing-masing. Berikut ini disampaikan pengertian dari ketiga kata tersebut.

1. Penelitian

(10)

6

obyek dengan menggunakan cara dan aturan metodologi tertentu untuk memperoleh data atau informasi yang bermanfaat dalam meningkatkan mutu suatu hal yang menarik minat dan penting bagi peneliti.

2. Tindakan

Kata “tindakan” menunjuk pada suatu gerak kegiatan yang sengaja dilakukan dengan tujuan tertentu. Dalam penelitian berbentuk rangkaian siklus kegiatan untuk siswa.

3. Kelas

Kelas dalam hal ini tidak terikat pada pengertian ruang kelas, tetapi dalam pengertian yang lebih spesifik. Dalam bidang pendidikan dan pengajaran, yang dimaksud dengan kelas adalah sekelompok siswa (atau mahasiswa di perguruan tinggi) yang dalam waktu yang sama menerima pelajaran yang sama dari guru yang sama pula.

Dari pengertian masing-masing kata di atas, dapat disimpulkan bahwa PTK merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama. Tindakan tersebut diberikan oleh guru atau dengan arahan dari guru yang dilakukan oleh siswa. Dalam hal ini, seharusnya guru menonjolkan kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa, bukan kegiatan yang dilakukan oleh guru (Arikunto, 2007).

Dari pengertian PTK, dapat kita pahami bahwa jenis penelitian ini memerlukan penonjolan tindakan yang seharusnya dilakukan oleh peserta didik pada kelas mereka. Berikut ini disampaikan dua contoh penonjolan tindakan yang kurang tepat yaitu:

1. Dosen memberikan tugas kepada kelompok mahasiswa keperawatan untuk mendiskusikan perubahan pola pernafasan pada pasien demam 2. Dosen mengajak mahasiswa kesehatan lingkungan untuk mempelajari

pengelolaan limbah padat industri kulit secara langsung

Kedua contoh di atas menunjukkan penonjolan pada tindakan pendidik, bukan pada tindakan peserta didik. Coba bandingkan dengan dua contoh penonjolan pada tindakan peserta didik sebagai berikut:

1. Kelompok mahasiswa keperawatan mengamati dan mendiskusikan perbedaan pola pernafasan antara pasien demam dan pasien tidak demam

2. Mahasiswa kesehatan lingkungan mengamati dan membandingkan

proses pengelolaan limbah padat menurut teori (Standar “X”) dan yang dilakukan pada industri kulit “S”

Selain memuat penggambaran letak penonjolan tindakan yang tepat dan tidak tepat, contoh-contoh di atas juga menunjukkan bahwa wujud

(11)

7

bisa dianggap kelas, demikian juga ruang perawatan pasien demam di rumah sakit. Tentu masih banyak kelas-kelas yang lain dalam dunia pendidikan kesehatan misalnya: unit pengelolaan sumber air bersih, unit pengelolaan limbah, posyandu, puskesmas, rumah sakit, apotik, laboratorium klinik, laboratorium kimia, laboratorium elektromedik, unit gawat darurat bahkan lokasi pasca bencana alam.

Jelaslah bahwa PTK perlu menonjolkan tindakan peserta didik dan tidak terbatas dilakukan di ruang kelas. Yang patut kita cermati bahwa pada umumnya pendidikan kesehatan memiliki kelas yang sangat beragam. Sebagai contoh mahasiswa kebidanan memiliki kelas di ruang kelas kampus, berbagai jenis laboratorium di kampus, perpustakaan, puskesmas, rumah sakit, rumah bersalin, bidan praktik swasta (BPS), Lembaga Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Usaha Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) misalnya posyandu, poskesdes dan polindes, bahkan ada kelas-kelas di tatanan kehidupan masyarakat, misalnya di tingkat keluarga, di tingkat kelompok khusus (kelompok pasangan usia subur/PUS, kelompok ibu hamil dan lain-lain) serta di tingkat masyarakat (masyarakat dalam satu RT, satu RW atau satu desa). Mahasiswa kesehatan lingkungan mungkin memiliki beberapa jenis kelas yang sama dengan mahasiswa kebidanan, namun ada pula jenis kelas yang berbeda misalnya pusat pengelolaan air bersih di PDAM, tempat umum (pasar, jalan dll.), tempat pembuangan akhir sampah (TPA), laboratorium mikrobiologi, klinik sanitasi dan sebagainya. Tentu mahasiswa-mahasiswa jurusan lainnya seperti gizi, kesehatan gigi, teknik elektromedik, analis kesehatan, farmasi, memiliki kelas-kelas khusus masing-masing yang akan membawa karakter masing-masing pula.

Proses pembelajaran di berbagai macam kelas ini memiliki keunikan masing-masing. Setiap jenis kelas pasti memiliki ciri khas masing-masing yang berbeda dengan jenis kelas lainnya, sehingga untuk mendapatkan hasil belajar yang optimal, tentu proses pembelajaran di masing-masing kelas ini harus disesuaikan. Hal tersebut merupakan suatu tantangan bagi guru atau dosen di lingkungan pendidikan tenaga kesehatan. Dalam hal ini PTK merupakan salah satu langkah strategis untuk menjawab tantangan tersebut. Dengan PTK diharapkan dapat ditemukan metode pembelajaran yang paling sesuai bagi masing-masing kelas tersebut.

B. Karakteristik Penelitian Tindakan Kelas

(12)

8

1. Situasional

PTK bersifat situasional yaitu berkaitan langsung dengan

permasalahan konkret yang dihadapi oleh pendidik di kelas. Dasar kegiatan PTK adalah masalah keseharian yang dirasakan dan dihayati dalam melaksanakan pembelajaran yang selalu muncul, walaupun peserta didik yang dihadapi oleh pendidik berlainan pada setiap

semester. Ini berarti bahwa PTK adalah an inquiry on practice from

within.

2. Kontekstual

PTK bersifat kontekstual yang berarti bahwa PTK merupakan sebuah upaya pemecahan masalah yang berupa model dan prosedur tindakan tidak lepas dari konteksnya, bisa berupa konteks budaya, sosial politik, dan ekonomi saat proses pembelajaran berlangsung.

3. Kolaboratif

PTK adalah a collaborative effort and or participative. Hal ini

menandakan bahwa PTK merupakan tindakan dan upaya perbaikan dilakukan secara bersama-sama antara pendidik dan peserta didik secara kolaboratif dan partisipatif. Dalam hal ini peserta didik bukanlah obyek penelitian yang dikenai tindakan, melainkan juga sebagai pelaku aktif dalam kegiatan yang dilakukan oleh pendidik untuk mencapai tujuan yang telah disepakati bersama. Dalam PTK, pendidik berperan sebagai pengajar, juga sekaligus berperan sebagai peneliti.

4. Self reflective dan self evaluative

Di dalam PTK, pelaksana, pelaku tindakan, dan obyek yang dikenai tindakan melakukan refleksi dan evaluasi diri terhadap kemajuan yang berhasil dicapai. Hasil dari refleksi dan evaluasi diri ini dapat digunakan sebagai dasar untuk modifikasi perubahan dalam kegiatan pembelajaran. Laporan PTK harus memenuhi kaidah metodologi ilmiah sehingga kesimpulan atau temuan-temuan berupa model maupun prosedur upaya perbaikan, peningkatan dan perubahan menuju keadaan yang lebih baik dapat disebarluaskan kepada publik.

5. Fleksibel

(13)

9

PTK memiliki perbedaan-perbedaan fundamental jika dibandingkan dengan penelitian konvensional. Soedarsono (2005) menguraikan perbedaan fundamental ini dari berbagai aspek yaitu aspek masalah, tujuan, manfaat atau kegunaan, teori serta metodologi atau desain, sebagaimana tertera pada Tabel 1.

Tabel 1

Perbedaan Fundamental Antara Penelitian Tindakan Kelas dengan Penelitian Konvensional

Aspek Penelitian Tindakan Kelas

Penelitian Konvensional

Masalah Masalah dirasakan dan

dihadapi oleh peneliti (calon)

perubahan ke arah lebih baik

Menguji hipotesis, membuat generalisasi, mencari eksplanasi

Manfaat Langsung terlihat dan dapat

dinikmati oleh konsumen serta obyek penelitiannya

Tidak langsung terlihat dan dipakai sebagai saran-saran

Teori Dipakai sebagai dasar untuk

memilih dan menentukan aksi atau solusi tindakan

Dipakai sebagai dasar perumusan hipotesis/ pertanyaan penelitian

Metodologi Bersifat lebih fleksibel sesuai

dengan konteks tanpa mengorbankan azas ilmiah metodologi. Langkah kerja bersifat siklik (ada siklus) dan setiap siklus ada empat

Sumber: Soedarsono FX. 2005. Aplikasi Penelitian Tindakan Kelas.

Jakarta: Pusat Antar Universitas Untuk Peningkatan dan Pengembangan Aktivitas Instruksional Universitas Terbuka (PAU-PPAI-UT)

Gwynn Mettetal (2006), seorang profesor dalam bidang psikologi

pendidikan dari School of Education, Indiana University South Bend juga

(14)

10

penelitian formal dipandang dari aspek pelatihan yang diperlukan, tujuan penelitian, masalah penelitian, tinjauan literatur, pengambilan sampel, rancangan penelitian, prosedur pengukuran, analisis data serta penerapan hasil penelitian. Tabel 2 menampilkan rincian perbedaan yang telah dikemukakan tersebut.

Tabel 2

Perbedaan Antara Penelitian Tindakan dan Penelitian Formal

Topik Penelitian Formal Penelitian Tindakan

Pelatihan yang diperlukan oleh peneliti

Ekstensif Sendiri atau dengan

konsultasi

Tujuan penelitian Pengetahuan yang

dapat

Peserta didik atau klien di mana mereka bekerja

Analisis data Tes statistikal, teknik

kualitatif

Berfokus pada praktik, bukan signifikansi

statistikal, menghadirkan

raw data

Penerapan hasil Menekankan kepada

signifikansi teoritik

Menekankan kepada signifikansi praktik

Sumber: Mettetal Gwynn. 2006. Classroom Action Research Overview.

(15)

11

Dua tabel perbedaan tersebut dapat dimanfaatkan oleh para guru dan dosen sebagai pedoman pokok untuk melaksanakan PTK. Kebiasaan yang sudah lama dalam melakukan penelitian formal, mungkin akan berpengaruh terhadap kegiatan baru yaitu pelaksanaaan penelitian tindakan kelas, sehingga rincian perbedaan tersebut dapat menjadi rambu-rambu yang bermanfaat bagi guru atau dosen selama melaksanakan PTK supaya kesalahan-kesalahan dapat dihindari.

C. Tujuan Penelitian Tindakan Kelas

Sulipan (2008) mengemukakan bahwa tujuan dari dilaksanakannya PTK adalah untuk memecahkan masalah, memperbaiki kondisi, mengembangkan dan meningkatkan mutu pembelajaran.

Ditjen Dikti Depdiknas RI (2004) menjabarkan secara lebih rinci mengenai tujuan dilaksanakannya PTK yaitu:

1. Meningkatkan mutu isi, masukan, proses dan hasil pendidikan dan pembelajaran di sekolah

2. Membantu guru dan tenaga kependidikan lainnya dalam mengatasi masalah pembelajaran dan pendidikan di dalam dan di luar kelas

3. Meningkatkan sikap profesional pendidik dan tenaga kependidikan 4. Menumbuhkembangkan budaya akademik di lingkungan sekolah dan

perguruan tinggi, sehingga tercipta sikap proaktif di dalam perbaikan

mutu pendidikan dan pembelajaran secara berkelanjutan (sustainable)

5. Meningkatkan keterampilan pendidik dan tenaga kependidikan dalam melakukan PTK

6. Meningkatkan kerjasama profesional di antara pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah dan perguruan tinggi

D. Pelaksana Penelitian Tindakan Kelas

Sebagaimana disinggung di bagian depan, guru (termasuk juga dosen dan tenaga kependidikan lainnya) merupakan orang yang paling tepat untuk melakukan penelitian tindakan kelas. Mengapa demikian? Rustam, Mundilarto (2004) memberikan alasan sebagai berikut:

1. Guru mempunyai otonomi untuk menilai kinerjanya

2. Temuan penelitian tradisional sering sukar diterapkan untuk memperbaiki pembelajaran

3. Guru merupakan orang yang paling akrab dengan kelasnya 4. Interaksi guru-siswa berlangsung secara unik

(16)

12

Jelas bahwa sudah seharusnyalah tenaga pendidik melakukan penelitian. Mungkin hal ini akan menjadi hal biasa bagi sebagian guru, namun mungkin juga bagi sebagian guru yang lain akan menjadi hal yang terasa asing atau bahkan terasa berat untuk dilakukan. Mungkin juga akhirnya timbul pertanyaan: Mengapa guru harus meneliti? Bukankah guru mengajar berdasarkan pengetahuan yang telah diperolehnya di lembaga pendidikan, dan itu semua didapatkan dari penelitian orang lain? Bukankah pengetahuan-pengetahuan itu ditemukan oleh para ahli dan peneliti profesional yang lebih dapat diandalkan? Dengan demikian mengapa guru harus bersusah payah meneliti sendiri? Jika kita semua setuju terhadap pertanyaan-pertanyaan di atas, maka berarti suara guru akan benar-benar tidak terdengar dalam kegiatan penelitian. Ini semua mungkin saja terjadi dilingkungan pendidikan kita. Pengetahuan guru yang dihasilkan dari dalam kelas dipandang tidak berkualitas dan tidak diperhitungkan di dalam literatur.

Pada kenyataannya, selama ini memang umumnya pengetahuan dihasilkan oleh para ahli dan para profesor di universitas yang dilakukan melalui penelitian tradisional. Hasil penelitian ini selanjutnya dinikmati oleh publik setelah diterbitkan dalam berbagai bentuk. Yang patut disayangkan, suara guru jarang terdengar dalam literatur-literatur ini. Richert (1992), Rosa (1992) Smyth (1992) dalam Jenne (1994) dalam Wiriaatmadja (2007) menyatakan bahwa kondisi di atas disebabkan oleh kondisi organisasi dan budaya sekolah yang menciptakan kondisi guru dengan citra yang rendah dalam status sosial, pekerjaan berat, dan standar performansi yang rendah pula.

Dari uraian di atas, ada jawaban utama yang mantap terhadap pertanyaan: Mengapa guru harus melakukan penelitian tindakan kelas? Jawaban tersebut adalah bahwa dengan melakukan PTK, guru akan dapat mengubah citra dan meningkatkan kemampuan profesionalnya. Dalam hal ini guru atau dosen yang profesional adalah mereka yang selalu mengembangkan diri untuk memenuhi tuntutan dalam tugasnya sebagai pendidik. Guru dan dosen yang profesional akan bangga melakukan penelitian tindakan kelas sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas cara mengajar, yang pada gilirannya akan berdampak positif terhadap kualitas pembelajaran.

(17)

13

E. Manfaat Penelitian Tindakan Kelas bagi Guru dan Dosen

Banyak manfaat yang diperoleh oleh guru dan dosen setelah melakukan PTK kelas antara lain:

1. Membantu guru memperbaiki mutu pembelajaran 2. Meningkatkan profesionalisme guru

3. Meningkatkan rasa percaya diri guru

4. Memungkinkan guru secara aktif mengembangkan pengetahuan dan keterampilannya

(Rustam, Mundilarto, 2004)

Donner (2001) mengemukakan beberapa efek dari PTK yang

bersumber dari Fairfax County Public Schools, Office of Research and

Policy Analysis sebagai berikut:

1. Meningkatkan pertukaran dan kolaborasi lintas departemen, lintas disiplin dan lintas tingkatan

2. Meningkatkan dialog tentang isu-isu pembelajaran dan proses belajar siswa

3. Mewujudkan komunikasi antara guru dan siswa 4. Mengembangkan performansi siswa

5. Merevisi praktik berdasarkan pengetahuan baru tentang belajar dan mengajar

6. Guru terdesain dan mengawali perkembangan staf

7. Perkembangan prioritas untuk rencana pengembangan sekolah dan pengkajian upaya

8. Kontribusi kepada badan pengetahuan dari profesi tentang belajar dan mengajar

F. Keterbatasan Penelitian Tindakan Kelas

Dibalik besarnya manfaat bagi para guru dan dosen, PTK memiliki beberapa keterbatasan, antara lain:

1. Validitasnya yang masih sering disangsikan

2. Tidak mungkin melakukan generalisasi karena sampel sangat terbatas 3. Peran guru yang bertindak sebagai pengajar dan sekaligus peneliti

sering membuat sangat repot (Rustam, Mundilarto, 2004)

G. Model Penelitian Tindakan Kelas

Langkah-langkah atau prosedur PTK didasarkan pada model PTK. Selama ini dikenal berbagai model PTK, namun pada dasarnya terdapat

empat tahap yang harus dilalui yaitu (1) perencanan (planning), (2)

(18)

14

(reflecting). Keempat tahap tersebut merupakan satu siklus dan akan

dapat berlanjut kepada siklus kedua, siklus ketiga dan seterusnya sesuai dengan apa yang diinginkan dalam penelitian.

Banyak cara penggambaran siklus dalam PTK ini. Umumnya siklus yang berkelanjutan dalam peneltian tindakan digambarkan sebagai suatu spiral. Sebagai contoh, dalam tulisan ini disampaikan salah satu model penelitian tindakan dari Kemmis dalam Hopkins (1985) dalam Gabel (1995) yang mengilustrasikan keempat langkah dalam PTK tersebut sebagai spiral seperti tampak pada Gambar 3.

Gambar 3.

Siklus Penelitian Tindakan Kelas Sebagai Spiral Menurut Kemmis dalam Hopkins (1985)

(Sumber: Gabel Dorothy. 1995. An Introduction to Action Research.

(19)

15

Contoh lain yang hampir sama adalah model penelitian tindakan dari Kemmis dan McTaggart (1988) dalam Hughes & Seymour-Rolls (2000) seperti tampak pada Gambar 4. Perbedaan model ini dengan model yang pertama adalah bahwa tahap pelaksanaan dan pengamatan dilakukan secara bersamaan. Kedua tahap tersebut dilaksanakan secara bersamaan karena idealnya pelaksanaan tindakan kelas dilakukan oleh seorang guru atau dosen, sedangkan dosen lainnya bertindak sebagai observer yang pada saat itu pula mengamati perubahan-perubahan yang terjadi selama tindakan pada kelas tersebut. Akan tetapi bukan berarti dosen yang melakukan tindakan tidak boleh melakukan observasi sendiri terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada kelas.

Gambar 4.

Siklus Penelitian Tindakan Kelas Sebagai Spiral Menurut Kemmis dan McTaggart (1988)

(Sumber: Hughes I & Seymour-Rolls K. 2000. Participatory Action

Research: Getting the Job Done. Action Research E-Reports, 4.

http://www.fhs.usyd.edu.au/arow/arer/004.htm)

(20)

16

Collaborative Action Research Pepperdine University, dengan sedikit

perbedaan penamaan pada langkah ketiga yaitu bukan observasi,

melainkan collect and analyze evidence (pengumpulan dan analisis

data). Meskipun terdapat perbedaan penamaan pada langkah ke tiga, namun sebenarnya kegiatan yang dilakukan pada tahap ini tidak jauh berbeda dengan kedua model sebelumnya, karena dalam tahap observasi ini, inti kegiatan yang dilakukan adalah pengumpulan dan analisis data. Ilustrasi lengkap disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5.

Siklus Penelitian Tindakan Kelas Sebagai Spiral Menurut Riel (2007)

(Sumber: Riel M. 2007. Understanding Action Research.

Pepperdine University: Center for Collaborative Action Research.

http://cadres.pepperdine.edu/ccar/define.html)

1. Perencanaan (planning)

(21)

17

mengapa, kapan, di mana, oleh siapa dan bagaimana tindakan dilakukan. Idealnya kegiatan dilakukan secara berpasangan untuk bekerja secara kolaboratif. Pihak pertama melakukan tindakan dan pikah kedua melakukan observasi terhadap tindakan, sehingga subyektifitas dapat dikurangi dan observasi menjadi lebih cermat. Lain halnya jika pelaksana tindakan dan observer adalah orang yang sama, meskipun hal ini juga bisa dilakukan juga dalam PTK.

Kegiatan-kegiatan pada tahap perencanaan adalah penentuan titik atau fokus peristiwa yang perlu mendapatkan perhatian khusus untuk diamati, kemudian pembuatan instrumen observasi untuk merekam fakta selama berlangsungnya tindakan. Jika pelaksana tindakan dan observer adalah orang yang berbeda, maka harus dibuat kesepakatan terlebih dahulu antara pihak pelaksana dan pihak peneliti.

2. Pelaksanaan (acting)

Tahap ini adalah waktu untuk melaksanakan isi perencanaan yaitu melaksanakan tindakan di kelas. Pihak guru pelaksana tindakan harus mengingat betul dan berusaha agar mengikuti apa yang sudah dirumuskan dalam tahap perencanaan, juga harus berlaku wajar, tidak

dibuat-buat. Kesesuaian antara planning dan acting akan diperhatikan

secara seksama dalam refleksi.

Saat menyusun laporan penelitian, peneliti tidak lagi melaporkan perencanaan, melainkan langsung pada pelaksanaan. Oleh sebab itu bentuk dan isi laporan harus sudah dapat menggambarkan semua kegiatan yang dilakukan, mulai dari persiapan sampai dengan penyelesaian.

3. Pengamatan (observing)

Sesungguhnya tahap pengamatan dilaksanakan bersamaan dengan tahap pelaksanaan. Pada saat guru pertama melaksanakan tindakan di kelas, guru kedua melaksanakan observasi terhadap hal-hal yang disepakati untuk diamati selama tindakan berlangsung. Jika pelaksana dan observer adalah guru yang sama, tentu pada saat melaksanakan tindakan ia akan memusatkan perhatiannya pada tindakan, sehingga tidak sempat menganalisis peristiwa yang sedang terjadi. Oleh karena itu peneliti harus melakukan pengamatan balik terhadap apa yang terjadi ketika tindakan berlangsung. Sambil melakukan pengamatan balik ini, guru pelaksana mencatat sedikit demi sedikit apa yang terjadi agar memperoleh data yang akurat untuk perbaikan siklus berikutnya.

(22)

18

4. Refleksi (reflecting)

Pada tahap ini peneliti mengemukakan kembali apa yang telah dilakukan. Kegiatan refleksi ini sangat tepat dilakukan ketika guru pelaksana sudah melakukan tindakan, kemudian berhadapan dengan peneliti untuk mendiskusikan implementasi rancangan tindakan. Dalam hal ini guru pelaksana sedang merefleksikan (memantulkan) pengalamannya kepada peneliti yang baru saja mengamati kegiatannya dalam tindakan.

Inti dari penelitian tindakan adalah ketika guru pelaksana tindakan siap mengatakan kepada observer (guru peneliti) tentang hal-hal yang dirasakan telah berjalan baik dan hal-hal dirasakan belum berjalan baik.

Dapat dikatakan bahwa guru pelaksana sedang melakukan self

evaluation (evaluasi diri). Jika guru pelaksana dan guru observer adalah

orang yang sama, maka ia harus melakukan refleksi kepada dirinya sendiri. Dengan kata lain, guru tersebut melihat dirinya kembali

melakukan “dialog” untuk menemukan hal-hal yang dirasakan sudah memuaskan karena sudah sesuai dengan rancangan. Selain itu harus mengenali hal-hal yang masih perlu perbaikan secara cermat.

(23)

19

Bagian 3

TAHAP PERENCANAAN

DALAM PENELITIAN TINDAKAN KELAS

Sebelum membicarakan tahap perencanaan (planning), perlu kita

lihat kembali bahwa kedudukan tahap perencanaan ini adalah berada pada bagian awal setiap siklus dalam model PTK (Gambar 3, 4 dan 5), yang kemudian akan diikuti oleh tahap tindakan, observasi dan terakhir refleksi. Berdasarkan perpaduan dari berbagai sumber mengenai penelitian tindakan, diketahui bahwa tahap perencanaan dalam PTK berisi enam langkah penting yaitu: (1) identifikasi masalah, (2) analisis masalah, (3) analisis penyebab masalah, (4) perumusan masalah, (5)

pengembangan intervensi (action/solution), dan (6) analisis kelayakan

solusi untuk pemecahan masalah.

A. Identifikasi Masalah

Selama mengajar, kemungkinan guru atau dosen menemukan berbagai masalah, baik masalah yang bersifat pengelolaan kelas, maupun yang bersifat instruksional. Meskipun banyak masalah, ada kalanya guru atau dosen tidak sadar kalau dia mempunyai masalah, atau masalah yang dirasakan kemungkinan masih kabur sehingga guru atau dosen perlu merenung atau melakukan refleksi agar masalah tersebut menjadi semakin jelas. Oleh karena itu, supervisor (misalnya kepala sekolah, ketua program studi, ketua jurusan, bagian akademik atau yang lainnya) perlu mendorong guru atau dosen untuk menemukan masalah. Baik juga guru atau dosen memulai dengan suatu gagasan untuk melakukan perbaikan kemudian mencoba memfokuskan gagasan tersebut. Untuk melakukan hal ini, guru atau dosen dapat merenungkan kembali apa yang telah dilakukan. Jika guru rajin membuat catatan pada akhir setiap pembelajaran yang dikelolanya, maka ia akan dengan mudah menemukan masalah yang dicarinya.

(24)

20

Pada dasarnya masalah adalah kesenjangan antara das sollen (apa

yang diharapkan tercapai) dengan das sein (hasil yang dapat dicapai).

Yang penting untuk diketahui adalah bahwa setelah masalah diidentifikasi, belum tentu masalah tersebut layak untuk diteliti. Masalah yang sudah jelas faktor penyebabnya seharusnya langsung saja diberi intervensi untuk menyelesaikan masalah tersebut. Tidak perlu lagi diteliti mengenai faktor-faktor penyebab masalah tersebut. Namun jika masalah yang diidentifikasi mempunyai beberapa kemungkinan faktor penyebab, maka penelitian perlu dilakukan untuk menentukan faktor yang paling dominan, bagaimana hubungan antar faktor tersebut, tingkat signifikansi sebagai faktor yang terkait dengan masalah pokok dan sebagainya.

Contoh I dan Contoh II berikut ini merupakan gambaran mengenai masalah yang layak dan tidak layak untuk diteliti.

Contoh I

Situasi :

Dalam dua bulan terakhir, di dapatkan data dari Bagian Akademik Program Studi Kebidanan Magetan Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Surabaya, bahwa hanya 15% dari mahasiswa Semester II yang dapat menyelesaikan tugas telaah literatur asing dalam Mata Biokimia secara tepat waktu. Hal ini tidak seperti bulan-bulan sebelumnya bahwa lebih dari 95% mahasiswa dapat menyelesaikan tugas tersebut secara tepat waktu.

Masalah:

Diharapkan proporsi jumlah mahasiswa yang dapat menyelesaikan tugas telaah literatur asing dalam Mata Kuliah Biokimia secara tepat waktu tidak mengalami penurunan (95% atau lebih), namun kenyataannya terjadi penurunan secara drastis hingga mencapai 15%.

Pertanyaan:

Mengapa banyak mahasiswa yang tidak lagi dapat menyelesaikan tugas telaah literatur asing dalam Mata Kuliah Biokimia secara tepat waktu?

Jawaban:

(25)

21

Penjelasan:

Dari contoh di atas jelas ada permasalahan, tetapi alasan mengapa masalah terjadi sudah diketahui. Jika fakta yang berkaitan dengan situasi tersebut benar, maka tak perlu dilakukan penelitian terhadap faktor yang berkaitan dengan penurunan proporsi mahasiswa yang dapat menyelesaikan tugas telaah literatur asing dalam Mata Kuliah Biokimia secara tepat waktu. Sebaiknya langsung saja dilakukan intervensi untuk memecahkan masalah karena penyebab dari masalah sudah jelas.

Contoh II

Situasi :

Program Studi Kebidanan Magetan Jurusan Kebidanan Politeknik Kesehatan Kemenkes Surabaya, berkedudukan di Magetan, salah satu kota kecil di Jawa Timur. Untuk memenuhi kebutuhan mahasiswa akan literatur yang dapat mengikuti perkembangan zaman, institusi tersebut membuat sistem internet kampus yang bekerjasama dengan penyedia jasa layanan internet yaitu PT TELKOM, dengan memanfaatkan layanan internet Speedy. Jika ada gangguan dari jalur internet Speedy tersebut, kampus sudah menyiapkan jalur pengganti yaitu Telkomnet Instan. Ternyata dengan sistem ganda tersebut, sebagian besar mahasiswa kebidanan masih belum dapat menyelesaikan tugas telaah literatur asing dalam Mata Kuliah Biokimia secara tepat waktu.

Masalah:

Dengan adanya sistem internet kampus ganda seharusnya kebutuhan mahasiswa akan referensi untuk menyelesaikan tugas telaah literatur asing dalam Mata Kuliah Biokimia dapat tercukupi, sehingga dapat menyelesaikan tugas secara tepat waktu. Ternyata data dari bagian akademik menunjukkan bahwa hanya 15% mahasiswa yang dapat menyelesaikan tugas telaah literatur asing secara tepat waktu.

Pertanyaan:

Mengapa dengan tersedianya fasilitas sistem internet kampus ganda, masih banyak mahasiswa yang tidak dapat menyelesaikan tugas telaah literatur asing dalam Mata Kuliah Biokimia secara tepat waktu?

Kemungkinan jawaban:

(26)

22

berjalan sesuai dengan harapan

2. Mahasiswa banyak yang mengalihkan perhatian ke program lain di

internet misalnya game, chating, friendster dan lain-lain

3. Mahasiswa enggan menggunakan sistem cadangan yang disediakan 4. Berkurangnya kesempatan mahasiswa untuk akses terhadap internet 5. Dan sebagainya

Penjelasan:

Dari contoh di atas jelas ada permasalahan, dan ternyata ada beberapa kemungkinan jawaban dari masalah tersebut. Salah satu atau beberapa di antaranya merupakan jawaban atas masalah banyaknya mahasiswa yang tidak dapat menyelesaikan tugas telaah literatur asing secara tepat waktu. Masalah seperti inilah yang layak dikembangkan menjadi sebuah penelitian. Melalui penelitian akhirnya dapat ditemukan solusi yang tepat terhadap permasalahan itu.

Tidak semua masalah pendidikan dapat didekati dengan penelitian tindakan kelas. Oleh karena itu perlu dicermati beberapa hal berikut agar dapat menemukan masalah yang dapat dipecahkan dengan PTK.

1. Masalah harus riil dan on the job oriented

Masalah yang akan diteliti hendaknya berada di bawah kewenangan guru untuk memecahkannya. Masalah tersebut juga datang dari pengamatan (pengalaman) guru sendiri dalam kegiatan sehari-hari, bukan dari pengamatan (pengalaman) orang lain. Contoh I dan Contoh II di atas datang dari pengalaman sehari-hari guru. Beberapa contoh lainnya adalah:

- Mayoritas mahasiswa semester I Prodi Kebidanan Magetan Jurusan Kebidanan Poltekkes Depkes Surabaya (88%) tidak menguasai ketrampilan dasar praktik klinik kebidanan

- Sebagian besar mahasiswa semester V (64%) belum dapat menyusun proposal karya tulis ilmiah sesuai dengan standar yang ditentukan oleh Prodi Kesehatan Lingkungan Madiun Jurusan Kesehatan Lingkungan Poltekkes Depkes Surabaya

Masalah-masalah tersebut harus nyata (bukan imaginer), artinya harus didukung oleh data empiris, misalnya: data kelas, hasil observasi sekolah, catatan harian (jurnal), data hasil evaluasi akhir semester, laporan praktik klinik, laporan PKN (praktik kerja nyata) dan sebagainya.

2. Masalah harus problematik (perlu dipecahkan).

(27)

23

problematik. Ada beberapa alasan yang menyebabkan masalah tidak problematik, yaitu:

a) kurangnya dukungan literatur, dukungan sarana dan prasarana atau dukungan birokratis untuk memecahkan masalah tersebut

b) upaya pemecahan masalah bukan hal yang mendesak untuk saat ini c) guru tidak memiliki wewenang penuh untuk memecahkan masalah

tersebut

3. Masalah harus memberi manfaat yang jelas.

Jika masalah tersebut dapat dipecahkan, seharusnya dapat dipetik manfaat yang jelas atau nyata. Pemilihan masalah yang mengandung azas manfaat yang jelas, dapat dipandu dengan pertanyaan-pertanyaan berikut:

a) apakah yang akan terjadi jika masalah tersebut dipecahkan?

b) apakah resiko terburuk jika masalah tersebut tidak segera dipecahkan?

c) jika masalah tersebut tidak segera dipecahkan, tujuan pendidikan manakah yang tidak tercapai?

Jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan di atas dapat membimbing peneliti untuk menemukan masalah-masalah yang perlu segera dipecahkan melalui penelitian.

4. Masalah harus feasible (dapat dipecahkan atau ditangani).

Dapat dipecahkan atau tidaknya suatu masalah dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, misalnya sumberdaya peneliti (waktu, dana, dukungan birokrasi dan sebagainya).

Soedarsono (2005) menyampaikan beberapa langkah praktis yang dapat ditempuh oleh guru atau dosen dalam mengidentifikasi masalah sebagai berikut:

1. Menuliskan semua hal yang dirasakan memerlukan perhatian dan kepedulian karena akan mempunyai dampak yang tak diharapkan, terutama yang terkait dengan pembelajaran seperti intensitas waktu pembelajaran, penyampaian, daya tangkap dan daya serap mahasiswa, alat/media pembelajaran, manajemen kelas, motivasi, sikap dan nilai perilaku mahasiswa.

2. Memilah dan mengklasifikasikan masalah menurut jenis atau bidang permasalahannya, jumlah mahasiswa yang mengalami dan tingkat frekuensi yang timbul.

(28)

24

4. Mengambil 3-5 masalah dari setiap urutan dan mengkonfirmasikannya kepada dosen yang mengajar mata kuliah yang sama atau sejenis, baik di dalam satu program studi maupun pada program studi yang lain. Jika masalah yang dirumuskan ternyata mendapatkan konfirmasi, maka masalah tersebut memang merupakan masalah yang layak untuk diangkat sebagai calon masalah dalam PTK.

5. Masalah yang dikonfirmasi tersebut kemudian dikaji kelayakannya dan atau signifikansinya untuk dipilih.

6. Jika memerlukan pendampingan dari peneliti perguruan tinggi, maka

fungsinya adalah sebagai pemantul gagasan, membantu

mempertajam dalam merumuskan masalah, dan bukan sebagai pemberi masalah.

Contoh identifikasi masalah (bersambung):

Mayoritas mahasiswa (87%) belum memiliki kemampuan psikomotor yang baik dalam penerapan tindakan keperawatan medikal bedah.

B. Analisis Masalah

Analisis masalah adalah kajian terhadap permasalahan dipandang dari segi kelayakan masalah tersebut untuk diteliti. Sebagai acuan, dapat diajukan beberapa pertanyaan bantuan untuk memudahkan proses analisis masalah. Berikut ini adalah beberapa pertanyaan yang perlu dijawab:

1. Konteks, situasi dapat diajukan di mana masalah terjadi 2. Kondisi-kondisi prasyarat untuk terjadinya masalah

3. Keterlibatan komponen, aktor yang terlibat dalam proses terjadinya masalah

4. Kemungkinan adanya alternatif solusi yang dapat diajukan untuk memecahkan masalah

5. Ketepatan waktu, lama yang diperlukan untuk pemecahan masalah

(29)

25

Contoh analisis masalah (bersambung):

Hasil kajian terhadap masalah (konteks, kondisi, keterlibatan komponen, solusi dan waktu) menyimpulkan bahwa masalah layak untuk diteliti.

Kelayakan konteks:

Isi dari permasalahan adalah proses pembelajaran klinik yang sangat penting untuk membentuk kompetensi pokok mahasiswa dalam praktik keperawatan di rumah sakit

Kelayakan kondisi prasyarat:

Kondisi prasyarat terjadinya masalah adalah kualitas pembelajaran pokok di rumah sakit. Jika kualitas pembelajaran ini dibenahi maka idealnya kemampuan psikomotor mahasiswa akan dapat ditingkatkan.

Kelayakan keterlibatan komponen/aktor:

Aktor utama yang terlibat di dalam munculnya masalah adalah dosen/instruktur. Dalam hal ini, masalah yang timbul adalah benar-benar masalah internal pembelajaran yang harus segera dibenahi.

Kelayakan alternatif solusi:

Solusi pokok yang tersedia adalah penerapan proses pembelajaran yang sesuai untuk pembelajaran klinik di rumah sakit. Dari literatur pendidikan dalam bidang kesehatan diketahui bahwa bedside teaching merupakan salah satu metode pembelajaran klinik yang sesuai, dan metode ini memerlukan keaktifan dosen/instruktur untuk memberikan pembejaran di sisi tempat tidur pasien.

Kelayakan waktu:

Proses pemecahan masalah tidak memerlukan waktu tambahan. Mahasiswa tetap menggunakan waktu belajar yang tersedia. Dosen/instruktur mengimplementasikan metode bedside teaching, sehingga mahasiswa selalu mendapat bimbingan ideal selama mahasiswa belajar di rumah sakit.

C. Analisis Penyebab Masalah

Dari masalah yang ditemukan, dapat ditelusuri penyebab timbulnya

masalah (probable cause). Setelah berhasil mengidentifikasi masalah

yang riil, problematik, bermanfaat dan feasible, barulah diidentifikasi

apakah kemungkinan penyebab dari masalah tersebut.

Analisis penyebab timbulnya masalah dapat dicari dengan mudah

(30)

26

ditemukan berbagai kemungkinan penyebab dari masalah tersebut, suatu solusi atau tindakan alternatif dapat dikembangkan. Untuk memastikan akar penyebab dari masalah, dapat diterapkan beberapa teknik pengumpulan data antara lain: mengembangkan angket, wawancara dengan mahasiswa, dan observasi langsung di kelas.

Dari berbagai kemungkinan penyebab masalah yang ada, untuk memastikan penyebab yang paling mungkin, mahasiswa dapat dimintai pendapatnya melalui wawancara mengenai apa sebenarnya yang menjadi penyebab masalah tersebut. Data dicoba diidentifikasi dan dianalisis untuk menentukan penyebab yang paling mungkin. Dalam hal ini data dikumpulkan melalui angket, wawancara dan observasi kelas. Selanjutnya data dianalisis secara kolaboratif dan disimpulkan.

Contoh analisis penyebab masalah (bersambung):

Dari hasil kolaborasi dan analisis data, ternyata penyebab sesungguhnya dari rendahnya kemampuan psikomotor mahasiswa keperawatan adalah kualitas pembelajaran yang tidak kondusif di rumah sakit. Umumnya mahasiswa menganggap bahwa akar penyebab masalah kualitas pembelajaran di rumah sakit adalah:

1. Kurang efektifnya proses bimbingan oleh dosen (instruktur klinik) di rumah sakit

2. Cara pembelajaran membosankan, kurang menarik 3. Proses pembelajaran cenderung satu arah

Hasil analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa kemungkinan penyebab utama dari masalah yaitu kurang efektifnya proses bimbingan oleh dosen (instruktur klinik) di rumah sakit.

D. Perumusan Masalah

Perumusan masalah dapat juga disebut sebagai formulasi masalah. Ada beberapa ketentuan yang perlu diperhatikan dalam merumuskan masalah yaitu aspek substansi, aspek formulasi, dan aspek teknis.

1. Aspek substansi

(31)

27

berlaku. Dari segi orisinalitas, perlu dilihat apakah pemecahan masalah dengan model tindakan itu merupakan suatu hal baru yang belum pernah dilakukan oleh dosen sebelumnya. Jika sudah pernah dilakukan, berarti hanya merupakan pengulangan atau replikasi saja.

2. Aspek formulasi

Dipandang dari aspek formulasi, masalah sebaiknya dirumuskan dalam bentuk kalimat tanya. Rumusan masalah harus dinyatakan secara eksplisit dan spesifik mengenai apa yang diungkap dalam masalah tersebut.

Berkaitan dengan cara merumuskan masalah ini, Madison

Metropolitan School District Action Research Group (2001) telah

mengemukakan serangkaian guidelines for developing a question

(panduan untuk mengembangkan pertanyaan) yaitu: a) Pertanyaan tersebut belum terjawab

b) Pertanyaan level lebih tinggi ingin memperoleh penjelasan, alasan, atau hubungan, misalnya:

“Bagaimana …?”

“Apa yang terjadi jika …?”

c) Bukan pertanyaan dengan jawaban “Ya” atau “Tidak” d) Menggunakan bahasa sehari-hari, hindari jargon

e) Jangan terlalu panjang, singkat saja, tidak harus memuat sesuatu yang Anda pikirkan

f) Sesuatu yang manageable (dapat dikelola) sehingga kita dapat

menyelesaikan masalah tersebut

g) Sesuatu yang do-able (dapat dikerjakan), dalam konteks pekerjaan

Anda

h) Ikuti keinginan Anda

i) Jaga masalah terbatas pada praktik Anda sendiri: lebih jauh Anda melangkah, lebih banyak pekerjaan

j) Seharusnya memiliki tekanan: memberikan Anda peluang untuk mengembangkan

k) Berarti bagi Anda: memberi Anda pemahaman lebih dalam mengenai topik tersebut.

l) Pertanyaan memicu timbulnya pertanyaan lain.

3. Aspek teknis

(32)

28

terhadap metodologi penelitian tindakan, ketersediaan fasilitas untuk melakukan penelitian seperti dana, waktu, tenaga dan perhatian terhadap masalah yang akan dipecahkan. Disarankan memulai PTK dari permasalahan yang sederhana namun bermakna, agar dosen dapat melaksanakan di kelasnya dan tidak memerlukan biaya, waktu dan tenaga yang besar.

Berikut ini adalah beberapa contoh perumusan masalah dalam PTK: - Apakah metode pembelajaran konstruktivistik mampu meningkatkan

hasil belajar mahasiswa pada mata kuliah biokimia?

- Apakah penerapan problem based learning (PBL) dapat meningkatkan

kreativitas mahasiswa dalam memecahkan masalah dalam bidang kesehatan reproduksi?

- Seberapa jauh penerapan PBL dapat meningkatkan kemampuan dalam pemecahan masalah pada mata kuliah kebidanan komunitas?

- Bagaimana pengembangan pembelajaran PBL pada mata kuliah kebidanan komunitas?

- Apakah diskusi partisipatif dapat mendorong mahasiswa untuk belajar lebih bersemangat?

- Apakah mahasiswa bersungguh-sungguh dalam memikirkan giliran berbicara dan melaporkan hasil diskusi jatahnya?

- Apakah mahasiswa dapat menguasai materi dengan baik setelah mengikuti pembelajaran dengan metode diskusi partisipatif?

- Bagaimanakah persepsi dan kesan mahasiswa terhadap metode diskusi partisipatif?

- Jika dosen menyampaikan materi secara sistematis dan menggunakan lembar kerja (LK), apakah terjadi peningkatan partisipasi mahasiswa dalam kegiatan belajar mengajar di rumah sakit?

Contoh rumusan masalah (bersambung):

Dari hasil analisis penyebab masalah, dirumuskan masalah yaitu:

1. Bagaimanakah persepsi mahasiswa terhadap metode bedside teaching dalam pembelajaran tindakan keperawatan medikal bedah (TKMB) di rumah sakit?

2. Bagaimanakah tingkat partisipasi mahasiswa, setelah diterapkan metode bedside teaching dalam pembelajaran TKMB di rumah sakit? 3. Apakah metode bedside teaching efektif untuk meningkatkan

kemampuan psikomotor mahasiswa dalam menerapkan TKMB?

(33)

29

E. Pengembangan Intervensi

Intervensi yang direncanakan didasarkan pada hasil penemuan akar penyebab masalah. Tentunya intervensi yang dipilih harus terdukung oleh sumberdaya yang ada. Sebagai contoh, jika akar penyebab masalah adalah kualitas proses pembelajaran, melalui kolaborasi perlu dikembangkan berbagai alternatif tindakan, misalnya menggunakan

metode diskusi, menggunakan pendekatan cooperative learning,

peningkatan variasi metode pembelajaran, peningkatan mutu

pembelajaran, tugas semester, dan sebagainya. Dari berbagai alternatif yang ada, selanjutnya dilakukan penyaringan lagi berdasarkan faktor-faktor pendukung yang ada antara lain waktu, biaya, dukungan sarana dan prasarana, dukungan lembaga, dan sebagainya.

Untuk memutuskan intervensi yang akan dikembangkan pada siklus pertama, peneliti berpikir dan berkolaborasi tentang faktor-faktor yang menguatkan dan melemahkan intervensi. Langkah ini disebut sebagai

analisis medan kekuatan (force field analysis), artinya dipilih intervensi

yang terdukung oleh faktor-faktor yang menguatkan. Setelah

mempertimbangkan feasibility intervensi tersebut, diputuskan bentuk

intervensi yang paling mungkin dilakukan, misalnya bedside teaching.

Inilah intervensi yang ditawarkan untuk siklus penelitian tindakan kelas. Tahap ini dapat disetarakan dengan istilah lain yaitu formulasi solusi, karena pada dasarnya memuat hal yang sama. Formulasi solusi berbentuk hipotesis tindakan. Hipotesis tindakan adalah dugaan yang

akan terjadi jika suatu tindakan dilakukan. Misalnya jika bedside teaching

dilakukan, maka akan terjadi peningkatan kemampuan psikomotor mahasiswa dalam menerapkan tindakan keperawatan medikal bedah.

Rumusan hipotesis tindakan berbeda dengan hipotesis penelitian konvensional. Jika hipotesis konvensional menyatakan adanya hubungan antara dua atau lebih variabel atau adanya perbedaan mean antara dua atau lebih kelompok, hipotesis tindakan menyatakan bahwa jika dilakukan tindakan tertentu, kita percaya bahwa tindakan tersebut merupakan pemecahan masalah yang kita teliti.

Untuk membangun hipotesis tindakan, diperlukan landasan yang kokoh yang dapat diperoleh dengan melakukan kajian terhadap:

1. Teori pembelajaran dan teori pendidikan

2. Hasil-hasil penelitian yang relevan dengan permasalahan

3. Hasil diskusi dengan teman sejawat, pakar, peneliti dan sebagainya 4. Pendapat dan saran dari pakar pendidikan

(34)

30

1. Perlu dirumuskan alternatif-alternatif tindakan untuk pemecahan-pemecahan masalah berdasarkan hasil kajian. Alternatif tindakan hendaknya mempunyai landasan yang mantap secara teoritis atau konseptual.

2. Setiap alternatif pemecahan perlu dikaji ulang atau dievaluasi dari segi bentuk tindakan dan prosedurnya, segi kelayakan, kemudahan, kepraktisan dan optimalisasi hasil serta cara penilaiannya.

3. Selanjutnya perlu dipilih alternatif tindakan dan prosedur yang dinilai paling menjanjikan hasil optimal dan dapat dilakukan oleh dosen dalam kondisi dan situasi dunia perguruan tinggi.

4. Perlu ditentukan cara untuk menguji hipotesis tindakan guna membuktikan bahwa dengan tindakan yang dilakukan telah terjadi perubahan, perbaikan, atau peningkatan yang meyakinkan.

Contoh pengembangan intervensi (bersambung):

Berdasarkan rumusan masalah disusun pengembangan intervensi berupa hipotesis tindakan sebagai berikut:

1. Jika bedside teaching dilakukan, akan terjadi peningkatan persepsi positif mahasiswa terhadap metode pembelajaran tindakan keperawatan medikal bedah di rumah sakit

2. Jika bedside teaching dilakukan, akan terjadi peningkatan partisipasi mahasiswa dalam pembelajaran tindakan keperawatan medikal bedah di rumah sakit

3. Jika bedside teaching dilakukan, akan terjadi peningkatan kemampuan psikomotor mahasiswa dalam menerapkan tindakan keperawatan medikal bedah di rumah sakit

4. Jika bedside teaching dilakukan, akan terjadi peningkatan kepuasan mahasiswa terhadap proses pembelajaran tindakan keperawatan medikal bedah di rumah sakit

F. Analisis Kelayakan Solusi untuk Pemecahan Masalah

Sebetulnya tahap ini dilakukan bersamaan dengan tahap sebelumnya yaitu pengembangan intervensi sebagai pilihan solusi untuk memecahkan masalah. Tahap ini adalah menganalisis apakah intervensi yang dikembangkan layak ataukah tidak layak, setelah memperhatikan berbagai macam pertimbangan secara matang. Hal-hal pokok yang perlu dikaji kelayakannya adalah:

1. Kemampuan dosen yang melakukan tindakan kelas.

(35)

31

tindakan kelas tersebut. Dosen akan mengalami kesulitan besar atau mengalami kerepotan ataukan tidak. Jika dosen tidak mampu untuk melakukannya, sebaiknya tidak dituntut untuk harus melakukan tindakan itu. Hal penting lainnya adalah adanya kesediaan dosen secara sukarela, bukan karena keterpaksaan atau takut untuk menyatakan tidak bersedia.

2. Kemampuan mahasiswa.

Dari segi fisik, psikologis, sosial-budaya dan etik, kemampuan mahasiswa harus diperhitungkan. Kesalahan pengambilan keputusan dalam hal ini justru akan memberikan kerugian kepada mahasiswa.

3. Fasilitas dan sarana pendukung.

Dalam hal ini, tindakan kelas harus benar-benar didukung oleh fasilitas dan sarana di kelas, sehingga tindakan yang direncanakan benar-benar ideal untuk mencapai tujuan yang diharapkan.

4. Iklim belajar di kelas.

Diharapkan iklim belajar di kelas mendukung terwujudnya tindakan kelas sesuai dengan desain yang dipilih.

5. Iklim kerja di institusi pendidikan.

Tindakan kelas akan dapat berjalan baik jika mendapatkan dukungan dari pimpinan institusi, misalnya ketua program studi, maupun dukungan dari sejawat dosen.

(36)

32

Contoh analisis kelayakan solusi (bersambung):

Pemilihan formulasi solusi berupa penerapan metode bedside teaching tersebut diyakini sebagai pilihan terbaik, didasarkan hasil analisis kelayakan solusi sebagai berikut:

1. Dosen sudah menguasai teknik bedside teaching yang diperoleh melalui pendidikan formal. Selain itu tersedia tenaga instruktur klinik yang siap mendampingi proses pembelajaran

2. Mahasiswa sudah menguasai teknik-teknik tindakan keperawatan medikal bedah yang dipelajari di laboratorium menggunakan pantom dan naracoba

3. Telah tersedia pasien dan peralatan di rumah sakit sehingga tinggal

melakukan tindakan pembelajaran saja, tanpa harus

mengusahakan fasilitas tambahan dari kampus

4. Iklim belajar di ruang perawatan memadai karena telah menunjukkan situasi yang sesungguhnya, tidak sekedar simulasi. Selain itu selama bertahun-tahun sudah terbiasa adanya kehadiran mahasiswa keperawatan di ruang perawatan rumah sakit

(37)

33

Bagian 4

TAHAP PELAKSANAAN DAN OBSERVASI

DALAM PENELITIAN TINDAKAN KELAS

Telah disinggung di bagian depan bahwa menurut model PTK, tahap

pelaksanaan/tindakan (acting) merupakan langkah kedua, sedangkan

observasi (observing) merupakan langkah ke tiga pada setiap siklus

(Gambar 3, 4 dan 5). Idealnya tahap pelaksanaan dan observasi dilakukan secara bersamaan oleh guru atau dosen yang berbeda, maka kedua tahap ini akan dijelaskan secara bersamaan. Setelah perencanaan disusun dengan matang, dosen siap untuk melaksanakan tindakan sesuai dengan rencana atau skenario yang telah disusun.

A. Pelaksanaan Tindakan Kelas

Pelaksanaan tindakan menurut skenario dilakukan di dalam situasi sosial, artinya terdapat interaksi-komunikasi antar dosen-mahasiswa atau antar mahasiswa di dalam suasana pembelajaran. Sebagai bagian pokok dalam PTK, tahap pelaksanaan tindakan kelas membutuhkan keseriusan dan kesungguhan, meskipun bukan merupakan situasi eksperimental yang sangat mencekam. Situasi kelas harus diupayakan senormal-normalnya seperti keadaan sehari-hari.

Pada saat melakukan tindakan kelas, guru atau dosen sebagai pendidik harus mengambil peran dalam memberdayakan peserta didik

sehingga mereka menjadi agent of change (agen perubahan) bagi

dirinya sendiri dan bagi kelas. Kelas lebih diupayakan menjadi learning

community (komunitas belajar) daripada sebagai laboratorium tindakan.

Hindari penggunaan cara-cara empiris misalnya membagi kelas menjadi

kelompok kontrol dan kelompok treatment (perlakuan).

Guru yang bertugas sebagai pelaksana tindakan harus selalu mengacu kepada program yang telah dipersiapkan dan disepakati secara matang pada tahap perencanaan bersama teman sejawat. Hal penting yang harus diperhatikan bahwa situasi kelas atau faktor lain mungkin saja akan menyebabkan terjadinya penyimpangan kegiatan di kelas. Faktor-faktor seperti ini sedapat-dapatnya harus dihindari, sehingga perubahan yang terjadi benar-benar diyakini merupakan akibat dari tindakan kelas yang sengaja dilakukan untuk upaya perbaikan, bukan akibat faktor-faktor lain.

(38)

34

terlebih dulu tahap planning barulah melakukan acting. Jika akhirnya

terjadi perubahan/perbaikan yang harus muncul pada tahap tindakan ini, atau mungkin guru atau dosen pelaksana tindakan memiliki beberapa kelemahan dalam melakukan intervensi, maka hal ini harus dapat disikapi secara positif oleh pelaksana tersebut. Penilaian dari orang lain tentang kelemahan-kelemahan kita justru menjadi pemicu perbaikan yang berharga untuk meningkatkan kualitas pembelajaran selanjutnya.

B. Observasi Terhadap Tindakan Kelas

Observasi terhadap tindakan yang dilaksanakan di kelas dapat dilakukan oleh guru atau dosen pelaksana tindakan, dan dapat juga

dilakukan oleh teman sejawat yang khusus bertindak sebagai observer

(pengamat). Pilihan kedua inilah yang lebih ideal untuk dilakukan. Kita tentu menyadari bahwa lebih sulit untuk bersikap obyektif terhadap diri sendiri. Tentu berat untuk menunjukkan kelemahan diri sendiri kepada orang lain. Inilah yang menjadi alasan utama bahwa sebaiknya diupayakan agar pelaksana tindakan kelas dan pengamat tindakan kelas adalah orang yang berbeda. Kedua pihak ini dapat saja saling bekerjasama dengan menyusun usulan PTK masing-masing secara bersama-sama dan selanjutnya mereka saling bertukar peran atau

bergantian menjadi pelaksana tindakan kelas dan observer. Dengan

cara ini diharapkan nilai obyektifitas akan menjadi semakin tinggi, dan kedua belah pihak akan mendapatkan dampak mutualisme dari kerjasama ini.

Semua perubahan perilaku maupun situasi kelas harus diamati

dengan cermat oleh observer. Jika diduga terjadi perubahan yang

bersifat negatif atau merugikan, maka perlu dilakukan perubahan sebagai tindakan pencegahan dan mengembalikannya ke arah yang benar sesuai dengan skenario yang telah dirancang. Sebagai contoh, jika mahasiswa diberi tugas kelompok untuk dikerjakan di rumah, namun

akhirnya sebagian besar dari mereka hanya melakukan copy and paste

(mencontek karya orang lain), maka disimpulkan bahwa telah terjadi perubahan ke arah negatif. Jika hal ini terjadi, dosen harus melakukan perubahan strategi agar perilaku yang tidak baik tersebut dapat dihindari. Apabila dilihat secara sistematis, ada empat hal yang harus mendapat perhatian dari peneliti dalam PTK yaitu pengumpulan data,

sumber data, critical friend, dan analisis data.

1. Pengumpulan Data

Gambar

Gambar 1.  Proses Pendidikan di Sekolah Kedokteran STOVIA
Tabel 1 Perbedaan Fundamental Antara Penelitian Tindakan Kelas
Tabel 2 Perbedaan Antara Penelitian Tindakan dan Penelitian Formal
Gambar 3. Siklus Penelitian Tindakan Kelas Sebagai Spiral
+7

Referensi

Dokumen terkait

Materi mengenai kegiatan pengambilan sumber daya pegunungan dan kegiatan manusia yang mengakibatkan kerusakan terhadap sumber daya pegunungan.

Untuk itu, guru harus penuh pertimbangan ketika memilih tindakan guna memberikan yang terbaik kepada siswa; (2) Siklus tindakan dilakukan dengan mempertim- bangkan

Kegiatan Perencanaan Siklus I Sebagai upaya untuk membuat siswa termotivasi dan memiliki rasa tanggung jawab dalam proses pembelajaran, siswa melakukan seminar

Refleksi merupakan bagian yang amat penting untuk memahami dan memberikan makna terhadap proses dan hasil (perubahan) yang terjadi sebagai akibat adanya tindakan

Kegiatan siklus II merupakan tindak lanjut dari siklus I yang didasarkan pada hasil refleksi peneliti dan guru mitra terhadap pelaksanaan proses pembelajaran dengan

Refleksi (reflecting). Pada tahap keempat, merupakan kesempatan untuk mengemukakan potret atau gambaran secara utuh jalannya tindakan pada siklus yang telah

Pada tahap refleksi, dilakukan refleksi terhadap pelaksanaan siklus I dan siklus II serta diskusi dengan guru kolaborator untuk mengevaluasi untuk membuat

Setelah tindakan yang sudah dilakukan pada siklus 2 guru dan peneliti melakukan diskusi untuk membahas kendala-kendala maupun hasil dari tindakan secara keseluruhan