• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Evaluasi Kapasitas Sistem Drainase di Kecamatan Medan Johor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Evaluasi Kapasitas Sistem Drainase di Kecamatan Medan Johor"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Umum

Drainase perkotaan adalah sistem drainase dalam wilayah administrasi kota

dan daerah perkotaan (urban) yang berfungsi untuk mengendalikan atau mengeringkan kelebihan air permukaan didaerah permukiman yang berasal dari hujan lokal, sehingga tidak mengganggu masyarakat dan dapat memberikan manfaat bagi kehidupan manusia.

Dari sudut pandang yang lain, drainase adalah salah satu unsur dari prasarana umum yang dibutuhkan masyarakat kota dalam rangka menuju kehidupan kota yang aman, nyaman, bersih, dan sehat. Prasarana drainase disini berfungsi untuk mengalirkan air permukaan ke badan air (sumber air permukaan dan bawah permukaan tanah) dan atau bangunan resapan.

(2)

Jenis drainase ditinjau berdasarkan dari cara terbentuknya, dapat dikelompokkan menjadi:

a. Drainase alamiah (natural drainage)

Drainase yang terbentuk secara alami dan tidak terdapat bangunan-bangunan penunjang seperti bangunan pelimpah, pasangan batu/beton, gorong-gorong dan lain-lain. Saluran ini terbentuk oleh gerusan air yang bergerak karena gravitasi yang lambat laun membentuk jalan air yang permanen seperti sungai.

b. Drainase buatan (artificial drainage)

Drainase yang dibuat dengan maksud dan tujuan tertentu sehingga memerlukan bangunan-bangunan khusus seperti selokan pasangan batu/beton, gorong-gorong, pipa-pipa dan sebagainya.

Jenis drainase ditinjau berdasarkan dari cara konstruksinya, dapat dikelompokkan menjadi:

a. Saluran Terbuka, yaitu saluran yang lebih cocok untuk drainase air hujan yang terletak di daerah yang mempunyai luasan yang cukup, ataupun untuk drainase air non-hujan yang tidak membahayakan kesehatan/mengganggu lingkungan.

(3)

Fungsi dari saluran drainase itu sendiri dapat dikelompokkan menjadi beberapa bagian yaitu:

a. Untuk mengurangi kelebihan air dari suatu kawasan atau lahan, sehigga lahan dapat difungsikan secara optimal

b. Sebagai pengendali air kepermukaan dengan tindakan untuk memperbaiki daerah becek, genangan air/banjir

c. Menurunkan permukaan air tanah pada tingkat yang ideal

d. Mengendalikan erosi tanah, kerusakan jalan dan bangunan yang ada

e. Mengendalikan air hujan yang berlebihan sehinga tidak terjadi bencana banjir

Beberapa penyebab terjadinya banjir dan genangan yang terjadi di suatu lokasi diakibatkan antara lain oleh sebab-sebab berikut ini:

a. Perubahan tata guna lahan (land-use) b. Pembuangan sampah

c. Perencanaan sistem pengendalian banjir yang tidak tepat d. Curah hujan yang tinggi

e. Kapasitas sungai dan drainase yang tidak memadai

(4)

2.2 Karakteristik Wilayah Studi

2.2.1 Letak Geografis

Pemerintahan pada kecamatan Medan Johor mempunyai luas wilayah seluas 16,96 km2 yang terdiri dari 6 kelurahan yaitu Kelurahan Titi Kuning, Kwala Bekala, Kedai Durian, Pangkalan Masyhur, Gedung Johor, Sukamaju. Batas wilayah secara administrasi adalah sebagai berikut:

 Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Medan Polonia  Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Medan Selayang  Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Medan Amplas  Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang

2.2.2 Topografi

Secara umum topografi Kota Medan cenderung miring ke Utara dan berada pada ketinggian 2,5 – 37,5 meter diatas permukaan laut. Kondisi topografi suatu daerah merupakan faktor penting dalam perencanaan sistem drainase sehingga dapat diketahui tinggi rendahnya suatu daerah perencanaan (kontur) yang dapat mempermudah dalam merencanakan arah aliran air hujan yang jatuh ke tanah.

2.2.3 Klimatologi

(5)

Kelembaban udara di wilayah Kota Medan rata-rata berkisar antara 84 - 85%. kecepatan angin rata-rata sebesar 0,48 m/sec, sedangkan rata-rata total laju penguapan tiap bulannya 104,3 mm. Hari hujan di Kota Medan rata-rata per bulan 19 hari dengan rata-rata curah hujan per bulannya 299,5 mm pada Stasiun Polonia dan 226,0 mm pada Stasiun Sampali.

2.2.4 Tata Guna Lahan

Penggunaan lahan suatu daerah merupakan gambaran dari aktivitas penduduk sesuai dengan tingkat pendidikan, jenis teknologi, jenis usaha, kondisi fisik dan jumlah penduduk yang ada di wilayah tersebut. Semakin berkembang suatu kota, maka semakin beragam pula kegiatan yang dilakukan oleh masyarakatnya, sehingga berarti semakin beragam pula penggunaan lahan.

Kecamatan Medan Johor merupakan salah satu kecamatan dari 21 kecamatan yang ada di Kota Medan. Kecamatan Medan Johor terletak di selatan Kota Medan dengan luas lahan 16,96 km2 serta jumlah penduduk 123.851 jiwa. Kecamatan Medan Johor merupakan daerah resapan (daerah konservasi) yang berbatasan langsung dengan kecamatan yang ada di Kabupaten Deli Serdang yaitu Kecamatan Namo Rambe dan Deli Tua. Gambar 2.1 menunjukkan “Peta Aliran

(6)

(Sumber : google.com)

Gambar 2.1 Peta Aliran Sungai Kota Medan

(7)

2.3 Analisis Hidrologi

Proses analisis hidrologi pada dasarnya merupakan proses pengolahan data curah hujan, data luas dan bentuk daerah pengaliran (catchment area), data kemiringan lahan/beda tinggi, dan data tata guna lahan yang kesemuanya mempunyai arahan untuk mengetahui besarnya curah hujan rerata, koefisien pengaliran, waktu konsentrasi, intensitas curah hujan, dan debit banjir rencana. Sehingga melalui analisis ini dapat dilakukan juga proses evaluasi terhadap saluran drainase yang ada (eksisting).

Gambar 2.2 Siklus hidrologi

Dalam menentukan dimensi penampang dari berbagai bangunan pengairan misalnya saluran drainase diperlukan suatu penentuan besar debit rencana. Untuk itu perlu diketahui faktor-faktor yang digunakan untuk menganalisa debit rencana:

2.3.1 Data Curah Hujan

(8)

rencana dilakukan dengan analisa frekuensi terhadap data curah hujan harian maksimum tahunan, dengan lama pengamatan sekurang-kurangnya 10 tahun.

Dalam penentuan curah hujan data dari pencatat atau penakar hanya didapatkan curah hujan di suatu titik tertentu (point rainfall). Untuk mendapatkan harga curah hujan areal dapat dihitung dengan beberapa metode:

 Metode Rata-Rata Aljabar

Curah hujan didapatkan dengan mengambil rata-rata hitung (aritmatic mean) dari penakaran pada penakar hujan areal tersebut. Cara ini digunakan apabila:

1. Daerah tersebut berada pada daerah yang datar. 2. Penempatan alat ukur tersebar merata.

3. Variasi curah hujan sedikit dari harga tengahnya. Rumus yang digunakan:

1 2 n

1

R = (R + R + ... + R )

n ... (2.1) dimana:

R = curah hujan maksimum rata-rata (mm) n = jumlah stasiun pengamatan

1

R = curah hujan pada stasiun pengamatan satu (mm) 2

R = curah hujan pada stasiun pengamatan dua (mm) n

R = curah hujan pada stasiun pengamatan n (mm)  Metode Polygon Thiessen

(9)

luas lalu diambil prosentasenya dengan jumlah total 100%. Kemudian harga ini dikalikan dengan curah hujan daerah di stasiun yang bersangkutan dan setelah dijumlah hasilnya merupakan curah hujan dicari.

Hal yang perlu diperhatikan dalam metode ini adalah:

1. Jumlah stasiun pengamatan minimal tiga buah stasiun. 2. Penambahan stasiun akan mengubah seluruh jaringan. 3. Topografi daerah tidak diperhitungkan.

4. Stasiun hujan tidak tersebar merata. Perhitungan menggunakan rumus sebagai berikut:

1 1 2 2 n n

1 2 n

A R + A R + ... + A R R =

A + A + ... + A ... (2.2) dimana:

R = curah hujan maksimum rata-rata (mm)

1 2 n

R , R ,..., R = curah hujan pada stasiun 1,2……..,n (mm)

1 2 n

A , A ,..., A = luas daerah pada polygon 1,2,……..n (km2)

Gambar 2.3 Polygon Thiessen

STA 4 STA 5

STA 6

STA 2

STA 3

STA 1

A4

A3

A1 A5

A6

(10)

dimana: 1

A = luas daerah pengaruh stasiun pertama 2

A = luas daerah pengaruh stasiun ke-2 3

A = luas daerah pengaruh stasiun ke-3 4

A = luas daerah pengaruh stasiun ke-4 5

A = luas daerah pengaruh stasiun ke-5  Metode Isohyet

Metode ini digunakan apabila penyebaran stasiun hujan di daerah tangkapan hujan tidak merata. Dengan cara ini kita harus menggambar kontur berdasarkan tinggi hujan yang sama, sama seperti Gambar 2.4. Metode ini digunakan dengan ketentuan:

1. Dapat digunakan pada daerah datar maupun pegunungan 2. Jumlah stasiun pengamatan harus banyak

3. Yang bermanfaat untuk hujan yang sangat singkat

Gambar 2.4 Metode Isohyet

Perhitungan menggunakan rumus sebagai berikut:

1 2 2 4 n n-1

1 2 n

1 2 n

R + R R + R R + R

A + A + ... + A

2 2 2

R =

A + A + ... + A ... (2.3) 10 mm

20 mm

30 mm 40 mm

50 mm 60 mm 70 mm A1

A2

A3

A4

A5

A6 Kontur tinggi hujan

(11)

dimana:

R = curah hujan rata-rata (mm)

1 2 n

R , R ,..., R = curah hujan pada stasiun 1,2……..,n (mm)

1 2 n

A , A ,..., A = luas area antara 2 (dua) isohyet (km2)

Pada umumnya, data curah hujan yang tercatat terdapat beberapa yang hilang atau dianggap kurang panjang jangka waktu pencatatannya. Untuk mengisi data yang hilang digunakan Metode Reciprocal, dimana metode ini menggunakan data curah hujan referensi dengan mempertimbangkan jarak stasiun yang akan dilengkapi datanya dengan stasiun referensi tersebut.

Persamaan matematis yang digunakan:

1 2 n

2 2 2

1 2 n

2 2 2

1 2 n

H H H

+ + ... +

L L L

Hh =

1 + 1 + ... + 1

L L L

     

     

     

     

     

     

... (2.4)

dimana:

Hh = hujan di stasiun yang akan dilengkapi

1 n

H ,..., H = hujan di stasiun referensi

1 n

L ,..., L = jarak stasiun referensi dengan stasiun yang dilengkapi (m)

2.3.2 Analisa Frekuensi Curah Hujan

Untuk menghitung debit banjir dengan periode ulang tertentu, diperlukan juga hujan maksimum dengan periode ulang tertentu pula. Hujan maksimum ini sering disebut dengan hujan rencana.

(12)

 Distribusi Normal  Distribusi Log Normal  Distribusi Log Person III  Distribusi Gumbel

Dalam statistik dikenal beberapa parameter yang berkaitan dengan analisis data yang meliputi rata-rata, simpangan baku, koefisien variasi, dan koefisien skewness (kecondongan atau kemencengan).

Tabel 2.1 Parameter statistik yang penting

Parameter Sampel Populasi

Rata-rata

Koefisien variasi CV = s x

σ CV =

μ

Koefisien skewness



(Suripin, 2003, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan : 34)

2.3.2.1Distribusi Normal

(13)

2 2 x -μ 1

P(X) = exp - x

2σ σ 2π

 

    

 

 

 

... (2.5)

dimana:

P(X) = fungsi densitas peluang normal (ordinat kurva normal) X = variabel acak kontinu

μ = rata-rata nilai X

σ = simpangan baku dari nilai X

Dalam pemakaian praktis, umumnya rumus tersebut tidak digunakan secara langsung karena telah dibuat tabel untuk keperluan perhitungan, dan juga dapat didekati dengan:

T T

X - X K =

S ... (2.6) dimana:

T

X = perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T-tahun X = nilai rata-rata hitung variat

S = deviasi standar nilai variat T

K = faktor frekuensi (nilai variabel reduksi Gauss)

Nilai faktor frekuensi KT umumnya sudah tersedia dalam tabel untuk

(14)

Tabel 2.2 Nilai variabel reduksi Gauss

(Suripin, 2003, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan : 37)

2.3.2.2Distribusi Log Normal

(15)

dimana:

P(X) = peluang log normal X = nilai variat pengamatan

Y

σ = deviasi standar nilai variat Y Y

μ = nilai rata-rata populasi Y

Dengan persamaan yang dapat didekati:

T T

Y = Y + K S ... (2.8)

T T

Y - Y K =

S ... (2.9) dimana:

T

Y = perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T-tahunan Y = nilai rata-rata hitung variat

S = deviasi standar nilai variat T

K = faktor frekuensi, merupakan fungsi dari peluang atau periode ulang

2.3.2.3Distribusi Log Person III

Pada situasi tertentu, walaupun data yang diperkirakan mengikuti distribusi sudah konversi kedalam bentuk logaritmis, ternyata kedekatan antara data dan teori tidak cukup kuat untuk menjustifikasi pemakaian distribusi log normal.

(16)

Berikut ini langkah-langkah penggunaan distribusi Log-Person Type III:  Ubah data kedalam bentuk logaritmis, X = Log X

 Hitung harga rata-rata: n  Hitung harga simpangan baku:

0,5

 Hitung koefesien kemencengan:

 Hitung logaritma hujan atau banjir dengan periode ulang T dengan rumus:

T

LogX = LogX + K.s ... (2.13)

(17)

Tabel 2.3 Nilai K untuk distribusi Log-Person III Interval kejadian (Recurrence interval), tahun (periode ulang)

Koef. G 1,0101 1,2500 2 5 10 25 50 100

Persentase peluang terlampaui (Percent chance of being exceeded)

99 80 50 20 10 4 2 1 (Suripin, 2003, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan : 37)

2.3.2.4Distribusi Gumbel

(18)

X = X + SK ... (2.14) dimana:

X = peluang log normal S = nilai variat pengamatan

Faktor probabilitas K untuk harga-harga ekstrim Gumbel dapat dinyatakan dalam persamaan:

Y = reduced mean yang tergantung jumlah sampel/data ke-n n

S = reduced standar deviation yang tergantung pada jumlah sampel/data ke-n

r

T

Y = reduced variate, yang dapat dihitung dengan persamaan berikut ini:

r

Tabel 2.4 : Standard Deviasi (Yn), Tabel 2.5 : Reduksii Standard Deviasi (Sn),

dan Tabel 2.6 : Reduksi Variat (Ytr) berikut mencantumkan nilai-nilai Variabel

Reduksi menurut Gauss untuk menyelesaikan persamaan 2.15.

Tabel 2.4 Reduksi Standar deviasi (Yn) untuk distribusi Gumbel

N 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

(19)

Tabel 2.5 Reduksi standar deviasi (Sn) untuk untuk distribusi Gumbel

N 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

10 0,9496 0,9676 0,9883 0,9971 1,0095 1,0206 1,0316 1,0411 1,0493 1,0565 20 1,0628 1,0696 1,0754 1,0811 1,0864 1,0915 1,0961 1,1004 1,1047 1,1080 30 1,1124 1,1159 1,1193 1,1226 1,1255 1,1285 1,1313 1,1339 1,1363 1,1388 40 1,1413 1,1436 1,1458 1,1480 1,1499 1,1519 1,1538 1,1557 1,1547 1,1590 50 1,1607 1,1623 1,1638 1,1658 1,1667 1,1681 1,1696 1,1708 1,1721 1,1734 60 1,1747 1,1759 1,1770 1,1782 1,1793 1,1803 1,1814 1,1824 1,1834 1,1844 70 1,1854 1,1863 1,1873 1,1881 1,1890 1,1898 1,1906 1,1915 1,1923 1,1930 80 1,1938 1,1945 1,1953 1,1959 1,1967 1,1973 1,1980 1,1987 1,1994 1,2001 90 1,2007 1,2013 1,2020 1,2026 1,2032 1,2038 1,2044 1,2049 1,2055 1,2060 100 1,2065 1,2069 1,2073 1,2077 1,2081 1,2084 1,2087 1,2090 1,2093 1,2096

(Suripin, 2003, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan : 52)

Tabel 2.6 Reduksi variat (YTr) sebagai fungsi periode ulang

Periode ulang, Tr (tahun)

Reduced variate, YTr

Periode ulang, Tr (tahun)

Reduced variate, YTr

2 0,3668 100 4,6012

5 1,5004 200 5,2969

10 2,2510 250 5,5206

20 2,9709 500 6,2149

25 3,1993 1000 6,9087

50 3,9028 5000 8,5188

75 4,3117 10000 9,2121

(Suripin, 2003, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan : 52)

2.3.3 Uji Kecocokan Distribusi

Diperlukan penguji parameter untuk menguji kecocokan (the goodness of fittest test) distribusi frekuensi sampel data terhadap fungsi distribusi peluang yang

(20)

a. Uji Chi-Kuadrat

Uji chi-kuadrat dimaksudkan untuk menentukan apakah persamaan distribusi yang telah dipilih dapat mewakili distribusi statistik sampel data yang dianalisis.

Pengambilan keputusan uji ini menggunakan parameter χ2

, yang dapat dihitung dengan rumus berikut:

2 G

2 i i

h

i 1 i (O E )

E 

 

... (2.17)

dimana: 2 h

 = parameter chi-kuadrat terhitung G = jumlah sub kelompok

i

O = jumlah nilai pengamatan pada sub kelompok i i

E = jumlah nilai teoritis pada sub kelompok i

Parameter 2 h

 merupakan variabel acak. Peluang untuk mencapai nilai 2 h 

sama atau lebih besar dari nilai chi-kuadrat sebenarnya (χ2) dapat dilihat pada Tabel 2.7.

Interpretasi hasil uji adalah sebagai berikut:

 Apabila peluang lebih dari 5%, maka persamaan distribusi yang digunakan dapat diterima,

 Apabila peluang kurang dari 1%, maka persamaan distribusi yang digunakan tidak dapat diterima,

 Apabila peluang berada di antara 1 – 5%, maka tidak mungkin mengambil keputusan, misal perlu data tambahan.

b. Uji Smirnov-Kolmogorov

(21)

distribusi tertentu. Prosedur untuk uji Smirnov-Kolmogorov ini dilakukan dengan cara sebagai berikut:

 Urutkan data dari besar ke kecil dan tentukan peluang dari masing-masing data tersebut dengan rumus:

m

P 100%

n 1

 

 ... (2.18) dimana:

P = peluang (%) m = nomor urut data n = jumlah data

 Tentukan peluang teoritis untuk masing-masing data tersebut berdasarkan persamaan distribusinya:

1 P

T

 ... (2.19)

 Dari kedua nilai peluang tersebut, tentukan selisih terbesar antara peluang pengamatan dengan peluang teoritis:

maks

maks

Dmaksimum P Q P ' Q  ... (2.20)  Apabila D lebih kecil dari Do maka distribusi yang digunakan untuk

menentukan debit rencana dapat diterima, sebaliknya jika harga D lebih besar dari Do, maka distribusi yang digunakan untuk menentukan debit rencana

tidak diterima.

(22)

Tabel 2.7 Nilai kritis untuk distribusi Chi-Kuadrat (uji satu sisi)

dk α derajat kepercayaan

0,995 0,99 0,975 0,95 0,05 0,025 0,01 0,005

(23)

Tabel 2.8 Nilai kritis Do untuk uji Smirnov-Kolmogorov

N Derajad kepercayaan, α

0,20 0,10 0,05 0,01

5 0,45 0,51 0,56 0,67

10 0,32 0,37 0,41 0,49

15 0,27 0,30 0,34 0,40

20 0,23 0,26 0,29 0,36

25 0,21 0,24 0,27 0,32

30 0,19 0,22 0,24 0,29

35 0,18 0,20 0,23 0,27

40 0,17 0,19 0,21 0,25

45 0,16 0,18 0,20 0,24

50 0,15 0,17 0,19 0,23

N>50 1,07/N0,5 1,22/N0,5 1,36/N0,5 1,63/N0,5 (Sumber : Bonnier, 1980)

2.3.4 Intensitas Curah Hujan

Intensitas curah hujan adalah besar curah hujan selama satu satuan waktu tertentu. Besarnya intensitas hujan berbeda-beda tergantung dari lamanya curah hujan dan frekuensi kejadiannya. Intensitas hujan diperoleh dengan cara melakukan analisa data hujan baik secara statistik maupun secara empiris.

Metode yang dipakai dalam perhitungan intensitas curah hujan adalah Metode Mononobe yaitu apabila data hujan jangka pendek tidak tersedia yang ada hanya data hujan harian. Persamaan umum yang dipergunakan untuk menghitung hubungan antara intensitas hujan T jam dengan curah hujan maksimum harian adalah sebagai berikut:

2 3 24

R 24

I =

24 t    

(24)

dimana:

I = intensitas curah hujan (mm/jam) 24

R = curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm) t = lamanya curah hujan (menit) atau (jam)

Dengan menggunakan persamaan diatas intensitas curah hujan untuk berbagai nilai waktu konsentrasi dapat ditentukan dari besar data curah hujan harian (24 jam).

2.3.5 Koefisien Limpasan

Limpasan merupakan gabungan antara aliran permukaan, aliran-aliran yang tertunda pada cekungan-cekungan dan aliran permukaan (surface flow). Dalam perencanaan drainase bagian air hujan yang menjadi perhatian adalah aliran permukaan (surface runoff), sedangkan untuk pengendalian banjir tidak hanya aliran permukaan tetapi limpasan (runoff).

Sebagaimana telah diuraikan dalam siklus hidrologi, air hujan yang turun dari atmosfir jika tidak ditangkap oleh vegetasi atau oleh permukaan-permukaan buatan seperti atap bangunan atau lapisan air lainnya, maka hujan akan jatuh ke permukaan bumi dan sebagian menguap, berinfiltrasi atau tersimpan dalam cekungan-cekungan. Bila kehilangan seperti cara-cara tersebut telah terpenuhi, maka sisa air hujan akan mengalir langsung kepermukaan tanah menuju alur aliran yang terdekat.

(25)

 Faktor meteorologi yaitu karakteristik hujan seperti intensitas hujan, durasi hujan dan distribusi hujan.

 Karakteristik DAS meliputi luas dan bentuk DAS, topografi dan tata guna lahan.

Ketetapan dalam menentukan besarnya debit air sangatlah penting dalam penentuan dimensi saluran. Disamping penentuan luas daerah pelayanan drainase dan curah hujan rencana, juga dibutuhkan besar harga koefisien pengaliran (C). Pengambilan harga C harus disesuaikan dengan rencana perubahan tata guna lahan yang terjadi pada waktu yang akan datang. Berikut ini koefisien C untuk metode rasional oleh McGueen, 1989 disajikan di dalam tabel 2.9.

Tabel 2.9 Koefiesien limpasan untuk metode Rasional

Deskripsi lahan/karakter permukaan Koefisien aliran, C Business multiunit, tergabung perkampungan

aspal dan beton batu bata, paving Atap

Halaman, tanah berpasir datar 2%

rata-rata 2-7% curam, 7% Halaman tanah berat

(26)

Taman tempat bermain Taman, pekuburan Hutan

datar, 0-5%

bergelombang, 5-10% berbukit, 10-30%

0,20 – 0,35 0,10 – 0,25 0,10 – 0,40 0,25 – 0,50 0,30 – 0,60 (Sumber : McGuen, 1989)

2.3.6 Debit Rencana

Perhitungan debit rencana untuk saluran drainase di daerah perkotaan dapat dilakukan dengan menggunakan rumus Rasional. Debit rencana hendaknya ditetapkan tidak terlalu kecil untuk menjaga agar jangan terlalu sering terjadi ancaman perusakan bangunan atau daerah sekitarnya oleh banjir. Pemilihan atas metode yang digunakan untuk menghitung besarnya debit aliran permukaan dalam satuan internasional adalah Metode Rasional sebagai berikut:

p s

Q = 0, 278×C×C × I× A ... (2.22) dimana:

p

Q = debit rencana (m3/detik) C = koefisien aliran permukaan

s

C = koefisien tampungan I = intensitas hujan (mm/jam) A = luas daerah pengaliran (km2)

(27)

dipilih dari pengetahuan akan daerah yang ditinjau terhadap pengalaman, dan harus dipilih dengan jenis pembangunan yang akan ditetapkan oleh rencana kota.

Daerah yang memiliki cekungan untuk menampung air hujan relatif mengalirkan lebih sedikit air hujan dibandingkan dengan daerah yang tidak memiliki cekungan sama sekali. Efek tampungan oleh cekungan ini terhadap debit rencana diperkirakan dengan koefisien tampungan yang diperoleh dengan rumus berikut ini:

c s

c d 2T C =

2T + T ... (2.23)

2.3.7 Waktu Konsentrasi

Waktu konsentrasi suatu DAS adalah waktu yang diperlukan oleh air hujan yang jatuh, untuk mengalir dari titik terjauh sampai ketempat keluaran DAS (titik kontrol), setelah tanah menjadi jenuh dan depresi-depresi kecil terpenuhi. Dalam hal ini diasumsikan bahwa bila durasi hujan sama dengan waktu konsentrasi, maka setiap bagian DAS secara serentak telah menyumbangkan aliran terhadap titik kontrol. Salah satu metode untuk memperkirakan waktu konsentrasi adalah dengan rumus yang dikembangkan oleh Kirpich (1940) yang ditulis sebagai berikut:

0,385 2

c

0,87× L t =

1000×S

 

 

  ... (2.24) dimana:

c

t = waktu konsentrasi (jam) L = panjang saluran (km)

(28)

Waktu konsentrasi dapat juga dihitung dengan membedakannya menjadi dua komponen yaitu waktu yang diperlukan air untuk mengalir dipermukaan lahan sampai saluran terdekat (to) dan waktu perjalanan dari pertama masuk saluran sampai

titik keluaran td sehingga Tc = to + td.

o

2 n

t = ×3, 28× L×

3 S

 

 

  ... (2.25)

s d

L t =

60V ... (2.26) dimana:

o

t = inlet time ke saluran terdekat (menit) d

t = konduit time sampai ke tempat pengukuran (menit) n = angka kekasaran manning

S = kemiringan lahan (m)

L = panjang lintasan aliran diatas permukaan lahan (m) s

L = panjang lintasan aliran didalam saluran/sungai (m) V = kecepatan aliran didalam saluran (m/detik)

Titik terjauh to menuju saluran drainase

Titik

pengamatan

Titik terjauh td menuju saluran drainase

(29)

2.4 Analisis Hidrolika

Analisis hidrolika bertujuan untuk menentukan acuan yang digunakan dalam menentukan dimensi hidrolis dari saluran drainase maupun bangunan pelengkap lainnya dimana aliran air dalam suatu saluran dapat berupa aliran saluran terbuka maupun saluran tertutup.

2.4.1 Saluran Terbuka

Pada saluran terbuka terdapat permukaan air yang bebas, permukaan bebas ini dapat dipengaruhi oleh tekanan udara luar secara langsung. Kekentalan dan gravitasi mempengaruhi sifat aliran pada saluran terbuka.

Saluran terbuka umumnya digunakan pada daerah yang:  Lahan yang masih memungkinkan (luas)

 Lalu lintas pejalan kakinya relatif jarang  Beban di kiri dan kanan saluran relatif ringan

Beberapa rumusan yang digunakan dalam menentukan dimensi saluran:  Kecepatan dalam saluran Chezy

V = C RI ... (2.27) dimana:

V = kecepatan rata-rata (m/detik) C = koefesien Chezy

R = jari-jari hidrolis (m)

I = kemiringan atau gradien dari dasar saluran

(30)

 Kutter: R = jari-jari hidraulis (m)

S = kemiringan dasar saluran (m/m)

n = koefesien kekasaran Manning (detik/m1/3)

m = koefesien kekasaran, harganya tergantung jenis bahan saluran  Debit aliran bila menggunakan rumus Manning

2 1

Kondisi debit aliran berfluktuasi sehingga perlu memperhatikan kecepatan aliran. Diupayakan agar pada saat debit pembuangan kecil masih dapat mengangkut sedimen, dan pada keadaan debit besar terhindar dari bahaya erosi.  Penampang saluran

(31)

Selanjutnya untuk penampang tetap, jari-jari hidraulik maksimum keliling basah, P minimum. Kondisi seperti itu yang telah kita pahami tersebut memberi jalan untuk menentukan dimensi penampang melintang saluran yang ekonomis untuk berbagai macam bentuk seperti tampang persegi dan tampang trapesium.

1. Penampang persegi paling ekonomis

Pada penampang melintang saluran berbentuk persegi dengan lebar dasar B dan kedalaman air h, luas penampang basah A = B x h dan keliling basah P. Maka bentuk penampang persegi paling ekonomis adalah jika kedalaman setengah dari lebar dasar saluran atau jari-jari hidrauliknya setengah dari kedalaman air.

Gambar 2.6 Penampang saluran persegi

Untuk bentuk penampang persegi yang ekonomis:

A = B× h ... (2.32)

P = B + 2h ... (2.33)

B = 2h atau h = B

2 ... (2.34) B

(32)

Jari-jari hidraulik R: A B× h

R = =

P B + 2h ... (2.35)

2. Penampang saluran trapesium paling ekonomis

Luas penampang melintang A dan keliling basah P, saluran dengan penampang melintang bentuk trapesium dengan lebar dasar b, kedalaman h dan kemiringan dinding 1: m (gambar 2.7) dapat dirumuskan sebagai berikut:

Gambar 2.7 Penampang saluran trapesium

A = B + mh h ... (2.36)

2

P = B + 2h m +1 ... (2.37)

2

B = P - 2h m +1 ... (2.38)

Penampang trapesium paling ekonomis adalah jika kemiringan dindingnya m = 1 3 atau θ = 60o

. Dapat dirumuskan sebagai berikut:

2 B = h 3

3 ... (2.39)

2

A = h 3 ... (2.40)

B

h 1

m

mh mh

(33)

 Kemiringan dinding saluran m (berdasarkan kriteria)  Luas penampang

  

A = b + mh h (m

2)

 Keliling basah

 

P =b + 2h 1+ m2 (m)  Jari-jari hidrolis R = A

P (m)  Kecepatan aliran

2 1 3 2 1

V = × R × I

n (m/detik)

2.4.2 Saluran Tertutup

Aliran dalam saluran terbuka digerakkan oleh gaya penggerak yang dilakukan oleh jumlah berat aliran yang mengalir menuruni lereng, sedang pada saluran tertutup gaya penggerak tersebut dilakukan oleh gradien tekanan. Ketentuan-ketentuan mengenai aliran bagi saluran tertutup yang penuh adalah tidak berlaku pada saluran terbuka.

Pendekatan yang digunakan di Indonesia dalam merancang drainase perkotaan masih menggunakan cara konvensional, yaitu dengan menggunakan saluran terbuka. Bila digunakan saluran yang ditanam dalam tanah biasanya berbentuk bulat atau persegi, maka diasumsikan saluran tersebut tidak terisi penuh (dalam arti tidak tertekan), sehingga masih dapat dipergunakan persamaan saluran terbuka.

Saluran tertutup umumnya digunakan pada:

(34)

2.4.3 Dimensi Saluran

Dimensi saluran harus mampu mengalirkan debit rencana atau dengan kata lain debit yang dialirkan oleh saluran (QS) sama atau lebih besar dari debit rencana

(QT). Hubungan ini ditunjukkan sebagai berikut:

S T

Q Q ... (2.41)

Debit suatu penampang saluran (QS) dapat diperoleh dengan menggunakan

rumus seperti dibawah ini:

S S

Q = A × V ... (2.42) dimana:

S

A = luas penampang saluran (m2)

V = kecepatan rata-rata aliran di dalam saluran (m/detik)

Kecepatan rata-rata aliran di dalam saluran dapat dihitung dengan menggunakan rumus Manning sebagai berikut:

2 1 3 2 1

V = × R ×S

n ... (2.43)

S A R =

P ... (2.44) dimana:

V = kecepatan rata-rata aliran di dalam saluran (m/detik) n = koefesien kekasaran Manning

R = jari-jari hidrolis (m) S = kemiringan dasar saluran

S

(35)

Nilai koefisien kekasaran Manning n, untuk gorong-gorong dan saluran pasangan dapat dilihat pada Tabel 2.10.

Tabel 2.10 Koefisien kekasaran Manning Tipe Saluran Koefisien Manning (n) Baja

Baja permukaan gelombang Semen

Beton

Pasangan batu Kayu

Bata Aspal

0,011 – 0,014 0,021 – 0,030 0,010 – 0,013 0,011 – 0,015 0,017 – 0,030 0,010 – 0,014 0,011 – 0,015

0,013 (Wesli, 2008, Drainase Perkotaan : 97)

Nilai kemiringan dinding saluran diperoleh berdasarkan bahan saluran yang digunakan. Nilai kemiringan dinding saluran dapat dilihat pada Tabel 2.11.

Tabel 2.11 Nilai kemiringan dinding saluran sesuai bahan Bahan saluran Kemiringan dinding (m)

Batuan/cadas 0

Tanah lumpur 0,25

Lempung keras/tanah 0,5 – 1

Tanah dengan pasangan batuan 1

Lempung 1,5

Tanah berpasir lepas 2

Lumpur berpasir 3

(Sumber : ISBN: 979-8382-49-8)

2.4.4 Tinggi Jagaan

(36)

harus direncanakan sedemikian rupa, sehingga dapat mencegah peluapan air akibat gelombang serta fluktuasi air. Jagaan tersebut direncanakan antara 5% sampai 25% dari dalam saluran.

2.5 Konsep Ekodrainase

Banjir di kawasan perkotaan umumnya terjadi akibat sebagian besar bangunan di wilayah itu terbuat dari bahan-bahan yang menghalangi peresapan air ke dalam tanah. Akibatnya sebagian besar air hujan tidak bisa meresap ke dalam tanah, namun mengalir di permukaan sebagai air larian. Jika saluran drainasenya tidak mampu menampung air, maka pasti air hujan akan menggenangi wilayah kota tersebut. Namun, ada juga wilayah kota yang dilanda banjir meski hujan turun dalam waktu singkat serta tidak lebat. Hal ini terjadi karena sungai-sungai yang melewati kota itu meluap yang diakibatkan limpahan air hujan dari daerah di atasnya.

Drainase konvensional untuk permukiman atau perkotaan dibuat dengan cara membuat saluran-saluran lurus terpendek menuju sungai guna mengatuskan kawasan tersebut secepatnya. Dalam konsep drainase konvensional, seluruh air hujan yang jatuh ke di suatu wilayah harus secepatnya dibuang ke sungai untuk kemudian dialirkan ke laut. Jika hal ini dilakukan pada semua kawasan, akan memunculkan berbagai masalah, baik di daerah hulu, tengah, maupun hilir.

(37)

kita lihat sekarang ini, yaitu kekeringan yang terjadi di mana-mana, juga banjir, longsor, dan pelumpuran. Dengan demikian, cadangan air tanah akan berkurang, kekeringan di musim kemarau akan terjadi. Dalam konteks inilah pemahaman bahwa banjir dan kekeringan merupakan dua fenomena yang saling memperparah dapat dengan mudah dimengerti. Dampak selanjutnya adalah kerusakan ekosistem, perubahan iklim mikro dan makro disertai tanah longsor di berbagai tempat yang disebabkan oleh fluktuasi kandungan air tanah musim kering dan musim basah yang sangat tinggi.

Gambar

Gambar 2.1 Peta Aliran Sungai Kota Medan
Gambar 2.2 Siklus hidrologi
Gambar 2.3 Polygon Thiessen
Gambar 2.4 Metode Isohyet
+7

Referensi

Dokumen terkait

3DGD /DPSLUDQ GDSDW GLOLKDW EDKZD QLODL NDGDU HWDQRO SDGD EDKDQ FRQWRK 6 FHQGHUXQJ OHELKWLQJJLGLEDQGLQJNDQQLODLSDGDNRQWURO&

Rasio efisiensi adalah rasio yang menggambarkan kemampuan Pemerintah Daerah Kabupaten Bantaeng dalam merealisasikan pengeluaran dibandingkan dengan kemampuan dalam

Kerja praktik ini bertujuan untuk mengembangkan sistem informasi laporan pekerjaan troubleshoot berbasis web, dimana semua laporan yang telah diinputkan

Kemudian untuk sampel pegagan maserasi yang memiliki kadar flavonoid kecil yaitu sebesar 0,0088% (b/b) juga memiliki nilai LC50 yang kecil sebesar 611.508 dengan program SPSS,

Penerapan hukum pidana oleh Majelis Hakim Pengadilan Makassar dalam Putusan Nomor 1613/Pid.B/2015/PN.Mks yang menyatakan bahwa terdakwa Zulkifli Amir Alias Rahmat terbukti

The results show that (1) male and female participants used different requests strategy types, (2) higher proficiency level participants used different request strategy

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengatahui penegakan hukum terhadap tindak pidana memperniagakan penyu dan untuk mengatahui faktor-faktor penyebab maraknya pejualan

Sasmira itu ada juga di Pasar Baru, saya dengar oplah penjualan Sasmira memang berhasil naik terus berkat ikon-nya, kalo punya ikon yang terutama dari artis, memang bisa