6 BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Kajian Teori
2.1.1. Pendekatan Matematika Realistik
Pendekatan matematika realistik atau dalam bahasa Inggris disebut
Realistic Mathematic Education (RME) adalah pendekatan pembelajaran yang
bertitik tolak pada hal-hal yang “real” bagi siswa (Zukardi, 2003: 2). Pendekatan RME adalah sebuah pendekatan pembelajaran matematika yang dikembangkan
oleh Freudenthal di Belanda pada tahun 1973. Pendekatan ini menekankan
keterampilan proses dalam mempelajari matematika, berdiskusi dan
berkolaborasi, beragumentasi dengan teman sekelas sehingga mereka dapat
menemukan sendiri dan pada akhirnya dapat menggunakan matematika itu untuk
menyelesaikan masalah, baik secara individu maupun kelompok.
Pendekatan RME sudah melalui proses ujicoba dan penelitian lebih dari 42
tahun, implementasinya telah terbukti berhasil merangsang penalaran dan
kegiatan berpikir siswa. Matematika realistik yang dimaksudkan dalam hal ini
adalah pembelajaran matematika di sekolah yang dilaksanakan dengan
menempatkan realitas dan pengalaman siswa sebagai titik awal pembelajaran.
Masalah-masalah realistik digunakan sebagai sumber munculnya konsep-konsep
matematika atau pengetahuan matematika formal. Mekanisme tersebut merupakan
proses pembentukan konsep-konsep matematika yang terbentuk berdasarkan
adanya masalah-masalah yang ada di dalam dunia nyata.
Menurut Yuwono (2001: 3), pembelajaran yang berorientasikan pada
RME dapat dicirikan oleh:
a. Pemberian perhatian yang besar pada “reinvention” yakni siswa diharapkan
dapat membangun konsep dan struktur matematika bermula dari intuisi
mereka masing-masing;
b. Pengenalan konsep dan abstraksi melalui hal-hal yang konkrit atau dari sekitar
7
c. Selama proses pematematikaan siswa mengkonstruksi gagasannya sendiri,
tidak perlu sama antara siswa yang satu dengan siswa yang lainnya;
d. Hasil pemikiran siswa dikonfrontir dengan hasil pemikiran siswa yang
lainnya.
Pembelajaran matematika realistik diawali dengan dunia nyata, agar dapat
memudahkan siswa dalam belajar matematika, kemudian siswa dengan bantuan
guru diberikan kesempatan untuk menemukan sendiri konsep-konsep matematika.
Setelah itu, diaplikasikan dalam masalah sehari-hari atau dalam bidang lain. Jadi
pembelajaran tidak mulai dari definisi, teorema atau sifat-sifat dan selanjutnya
diikuti dengan contoh, namun sifat, definisi, teorema itu diharapkan “seolah-olah ditemukan kembali” oleh siswa (Soedjadi, 2001: 2). Jelas bahwa dalam pembelajaran matematika realistik siswa ditantang untuk aktif bekerja bahkan
diharapkan agar dapat mengkonstruksi atau membangun sendiri pengetahuan yang
akan diperolehnya.
Menurut Marpaung (2001: 3–4), pendekatan RME bertolak dari masalah-masalah yang kontekstual, siswa aktif, guru berperan sebagai fasilitator, anak
bebas mengeluarkan idenya, siswa sharing ide-idenya artinya siswa bebas
mengkomunikasikan ide-idenya satu sama lain, guru membandingkan ide-ide itu
dan membimbing mereka untuk mengambil keputusan tentang ide mana yang
lebih baik buat mereka. Dalam pembelajaran matematika realistik, kegiatan inti
diawali dengan masalah kontekstual, siswa aktif, siswa dapat mengeluarkan
ide-idenya, siswa mendiskusikan dan membandingkan jawabannya dengan temannya.
Guru memfasilitasi diskusi dengan temannya dan mengarahkan siswa untuk
memilih suatu jawaban yang benar. Selanjutnya guru dapat meminta beberapa
siswa untuk mengungkapkan jawabannya. Melalui diskusi kelas jawaban siswa
dibahas/ dibandingkan, guru membantu menganalisa jawaban-jawaban siswa.
Jawaban siswa mungkin salah semua, mungkin benar semua atau sebagian benar
sebagian salah. Jika jawaban benar maka guru hanya menegaskan jawaban
tersebut. Jika jawaban salah guru secara tidak langsung memberitahu letak
kesalahan siswa yaitu dengan mengajukan pertanyaan kepada siswa yang
8
jawabannya dari hasil diskusi, guru mengarahkan siswa untuk menarik
kesimpulan.
Marpaung menambahkan bahwa dalam pembelajaran melalui pendekatan
realistik dapat juga digunakan metode ceramah tetapi tidak digunakan secara terus
menerus. Selain itu pula dapat diselingi dengan metode pemecahan masalah,
metode diskusi, belajar kelompok, belajar individual cooperative learning, siswa
menjelaskan kepada temannya, siswa meminta temannya yang mengerjakan lalu
rotasi.
Menurut Soedjadi (2001: 3), pembelajaran matematika realistik
mempunyai beberapa karakteristik sebagai berikut.
1) The use of context (Menggunakan konteks), artinya dalam pembelajaran
matematika realistik lingkungan keseharian atau pengetahuan yang telah
dimiliki siswa dapat dijadikan sebagai bagian materi belajar yang kontekstual
bagi siswa. Proses pembelajaran diawali dengan keterlibatan siswa dalam
pemecahan masalah konstektual.
2) Use models, bridging by vertical instrument (Menggunakan model), artinya
permasalahan atau ide dalam matematika dapat dinyatakan dalam bentuk
model, baik model dari situasi nyata maupun model yang mengarah ke tingkat
abstrak.
3) Students constribution (Menggunakan kontribusi siswa), artinya pemecahan
masalah atau penemuan konsep didasarkan pada sumbangan gagasan siswa.
Siswa aktif mengkonstruksi sendiri bahan matematika berdasarkan fasilitas
dengan lingkungan belajar yang disediakan guru, secara aktif menyelesaikan
soal dengan cara masing-masing.
4) Interactivity (Interaktif), artinya aktivitas proses pembelajaran dibangun oleh
interaksi siswa dengan siswa, siswa dengan guru, siswa dengan lingkungan
dan sebagainya. Kegiatan belajar yang memungkinkan terjadi komunikasi dan
negosiasi antar siswa.
5) Intertwining (terintegrasi dengan topik pembelajaran lainnya), artinya
topik-topik yang berbeda dapat diintegrasikan sehingga dapat memunculkan
9
Berdasarkan karakteristik tersebut maka RME itu bertolak dari
masalah-masalah yang kontekstual dan dari sana siswa membahas pematematikaan
masalah tersebut kemudian menyelesaikanya secara matematis.
2.1.2. Langkah-Langkah dalam Pembelajaran Matematika Realistik
Meninjau karakteristik interaktif dalam pembelajaran matematika realistik
di atas tampak perlu sebuah rancangan pembelajaran yang mampu membangun
interaksi antara siswa dengan siswa, siswa dengan guru, atau siswa dengan
lingkungannya. Dalam hal ini, Asikin (2001: 3) berpandangan perlunya guru
memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengkomunikasikan ide-idenya
melalui presentasi individu, kerja kelompok, diskusi kelompok, maupun diskusi
kelas. Negosiasi dan evaluasi sesama siswa dan juga dengan guru adalah faktor
belajar yang penting dalam pembelajaran konstruktif ini. Implikasi dari adanya
aspek sosial yang cukup tinggi dalam aktivitas belajar siswa tersebut maka guru
perlu menentukan metode mengajar yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan
tersebut. Salah satu metode mengajar yang dapat memenuhi tujuan tersebut adalah
memasukkan kegiatan diskusi dalam pembelajaran siswa. Aktivitas diskusi
dipandang mampu mendorong dan melancarkan interaksi antara anggota kelas.
Mendasarkan pada kondisi kelas seperti uraian di atas serta beberapa karakteristik
dan prinsip pembelajaran matematika realistik, maka Rozaine (2010)
menyebutkan langkah-langkah pembelajaran dalam Realistic Mathematic
Education ini adalah sebagai berikut :
Langkah – 1. Memahami Masalah Kontekstual
Pada langkah ini guru menyajikan masalah kontekstual kepada siswa. Selanjutnya
guru meminta siswa untuk memahami masalah itu terlebih dahulu. Karakteristik
pembelajaran matematika realistik yang muncul pada langkah ini adalah
menggunakan konteks. Penggunaan konteks terlihat pada penyajian masalah
kontekstual sebagai titik tolak aktivitas pembelajaran siswa.
Langkah – 2. Menjelaskan Masalah Kontekstual
Langkah ini ditempuh saat siswa mengalami kesulitan memahami masalah
kontekstual. Pada langkah ini guru memberikan bantuan dengan memberi
10
memahami masalah. Karakteristik pembelajaran matematika realistik yang
muncul pada langkah ini adalah interaktif, yaitu terjadinya interaksi antara guru
dengan siswa maupun antara siswa dengan siswa. Sedangkan prinsip guided
reinvention setidaknya telah muncul ketika guru mencoba memberi arah kepada
siswa dalam memahami masalah.
Langkah – 3. Menyelesaikan Masalah Kontekstual
Pada tahap ini siswa didorong menyelesaikan masalah kontekstual secara
individual berdasar kemampuannya dengan memanfaatkan petunjuk-petunjuk
yang telah disediakan. Siswa mempunyai kebebasan menggunakan caranya
sendiri. Dalam proses memecahkan masalah, sesungguhnya siswa dipancing atau
diarahkan untuk berfikir menemukan atau mengkonstruksi pengetahuan untuk
dirinya. Pada tahap ini dimungkinkan bagi guru untuk memberikan bantuan
seperlunya (scaffolding) kepada siswa yang benar-benar memerlukan bantuan.
Pada tahap ini, dua prinsip pembelajaran matematika realistik yang dapat
dimunculkan adalah guided reinvention and progressive mathematizing dan
self-developed models. Sedangkan karakteristik yang dapat dimunculkan adalah
penggunaan model. Dalam menyelesaikan masalah siswa mempunyai kebebasan
membangun model atas masalah tersebut.
Langkah – 4. Membandingkan dan Mendiskusikan Jawaban
Pada tahap ini guru mula-mula meminta siswa untuk membandingkan dan
mendiskusikan jawaban dengan pasangannya. Diskusi ini adalah wahana bagi
sepasang siswa mendiskusikan jawaban masing-masing. Dari diskusi ini
diharapkan muncul jawaban yang dapat disepakati oleh kedua siswa. Selanjutnya
guru meminta siswa untuk membandingkan dan mendiskusikan jawaban yang
dimilikinya dalam diskusi kelas. Pada tahap ini guru menunjuk atau memberikan
kesempatan kepada pasangan siswa untuk mengemukakan jawaban yang
dimilikinya ke muka kelas dan mendorong siswa yang lain untuk mencermati dan
menanggapi jawaban yang muncul di muka kelas. Karakteristik pembelajaran
matematika realistik yang muncul pada tahap ini adalah interaktif dan
11
juga antara guru dengan siswa. Dalam diskusi ini kontribusi siswa berguna dalam
pemecahan masalah.
Langkah – 5. Menyimpulkan
Dari hasil diskusi kelas guru mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan
mengenai pemecahan masalah, konsep, prosedur atau prinsip yang telah dibangun
bersama. Pada tahap ini karakteristik pembelajaran matematika realistik yang
muncul adalah interaktif serta menggunakan kontribusi siswa.
Sujadi (2011) menjelaskan langkah–langkah dalam pembelajaran matematika dengan menggunakan Realistic Mathematic Education ini adalah
sebagai berikut :
1) Memahami masalah kontekstual.
Guru memberikan masalah kontekstual sesuai dengan materi pelajaran yang
sedang dipelajari siswa. Kemudian meminta siswa untuk memahami masalah
kontekstual tersebut. Jika terdapat hal-hal yang belum dipahami oleh siswa, guru
menjelaskan atau memberikan petunjuk seperlunya terhadap bagian-bagian yang
belum dipahami siswa. Karakteristik pembelajaran matematika realistik yang
muncul pada langkah ini adalah menggunakan masalah kontekstual yang diangkat
sebagai masalah awal dalam pembelajaran.
2) Menyelesaikan masalah kontekstual.
Siswa secara individu diminta untuk menyelesaikan masalah kontekstual pada
LKS dengan caranya sendiri, sehingga dimungkinkan adanya perbedaan
penyelesaian. Selama siswa menyelesaikan masalah, guru mengamati dan
mengontrol aktivitas siswa. Karakteristik pembelajaran matematika realistik yang
muncul pada langkah ini adalah menggunakan instrumen vertikal seperti model,
skema, diagram, dan simbol.
3) Membandingkan dan mendiskusikan jawaban.
Guru memberikan waktu dan kesempatan kepada siswa untuk
membandingkan dan mendiskusikan jawaban dari masalah dengan teman
sekelompoknya, untuk selanjutnya dibandingkan dan didiskusikan pada diskusi
12
ini adalah penggunaan kontribusi siswa dan terdapat interaksi antara siswa yang
satu dengan yang lain.
4) Menyimpulkan
Guru mengarahkan siswa untuk mengambil kesimpulan dari hasil diskusi
kelas sehingga diperoleh suatu rumusan konsep, prinsip atau prosedur.
Karakteristik pembelajaran matematika realistik yang muncul pada langkah ini
adalah terdapat interaksi antara siswa dengan guru.
Pendekatan matematika realistik menekankan pada penjelajahan
penemuan. Interaksi peserta didik dengan guru merupakan hal yang penting dalam
pendekatan matematika realistik.
2.1.3. Hasil Belajar
Hasil belajar adalah penguasaan pengetahuan/keterampilan yang
dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes/angka
yang diberikan oleh guru (KBBI:2005). Mulyani (2006) berpendapat bahwa
prestasi belajar matematika siswa merupakan hasil yang dicapai oleh siswa
sebagai gambaran penguasaan pengetahuan atau keterampilan siswa dalam belajar
matematika yang dinyatakan dalam bentuk nilai-nilai setelah dilakukan tes oleh
guru pada siswa. Adapun menurut Sudjana (2006:22) hasil belajar adalah
kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman
belajarnya. Pendapat lain mengenai hasil belajar dikemukakan oleh Suprijono
(2011:5) yang menyebutkan hasil belajar adalah pola-pola pengertian pengertian,
sikap-sikap dan keterampilan.
Hasil belajar merupakan bagian terpenting dalam pembelajaran, karena
hasil belajar juga sebagai salah satu indikator pencapaian tujuan pembelajaran.
Menurut Sudjana (2009: 22) hasil belajar yaitu suatu perubahan yang terjadi pada
individu yang belajar, bukan hanya perubahan mengenai pengetahuan, tetapi juga
untuk membentuk kecakapan, kebiasaan, pengertian, penguasaan dan
penghargaan dalam diri sesorang yang belajar. Menurut Susanto (2013: 5) hasil
belajar merupakan perubahan-perubahan yang terjadi pada diri siswa, baik yang
13
Dimyati dan Mudjiono (2002: 20) mengemukakan bahwa hasil belajar
adalah hasil yang ditunjukkan dari suatu interaksi tindak belajar dan biasanya
ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan guru. Pengertian tentang hasil belajar
dipertegas oleh Nawawi (Susanto, 2013:5) yang menyatakan bahwa hasil belajar
dapat diartikan sebagai tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari materi
pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam skor yang diperoleh dari hasil tes
mengenal sejumlah materi pelajaran tertentu.
Dari beberapa teori hasil belajar diatas, yang dimaksud dengan hasil
belajar dalam mata pelajaran matematika pada penelitian ini adalah suatu hasil
kemampuan yang dicapai seseorang sebagai hasil dari proses belajar ataupun
merupakan penguasaan pengetahuan (kognitif) pada mata pelajaran yang biasanya
ditunjukkan dengan nilai tes atau nilai yang diberikan guru selama mengikuti
proses pembelajaran dalam kelas.
2.2. Kajian Hasil-Hasil Penelitian Yang Relevan
Penelitian tentang pendidikan matematika realistik yang relevan dengan
judul penelitian yang penulis angkat ini sebenarnya sudah banyak dilakukan,
antara lain hasil penelitian Ardina (2012), Susilowati (2009), dan Lestari (2013)
yang betul pada pembelajaran matematika siswa kelas V,III,IV telah dapat
menyimpulkan bahwa RME dapat menghasilkan hasil belajar yang lebih baik
dibanding model pembelajaran lainnya. Dari penelitian tersebut dapat
disimpulkan bahwa nilai rata-rata hasil belajar pada pembelajaran matematika
realistik lebih meningkat daripada pembelajaran sebelumnya. Penelitian ini
menyimpulkan bahwa pendekatan RME dapat menghasilkan hasil belajar
matematika yang lebih baik, sehingga diharapkan para guru matematika
menggunakan pendekatan RME pada pembelajaran matematika. Penelitian yang
dilakukan oleh Andriani (2012) pada SDN 1 Ampel yang menyimpulkan bahwa
implementasi RME pada pembelajaran matematika dapat meningkatkan hasil
belajar matematika siswa.
Dari penelitian yang telah dilakukan di atas, terbukti bahwa dengan
14
karena siswa berusaha untuk menemukan sendiri konsep-konsep matematika dari
masalah kontekstual yang diberikan oleh guru dengan bantuan seperlunya dari
guru. Dengan pembelajaran seperti ini siswa dituntut aktif baik secara individu
maupun kelompok, sehingga siswa akan lebih termotivasi untuk belajar dan hasil
belajar juga akan meningkat.
2.3. Kerangka Pikir
Dalam melaksanakan pembelajaran matematika tersebut, guru harus
memperhatikan taraf perkembangan berpikir siswa. Siswa usia SD berada dalam
tahapan perkembangan berpikir yang mulai menggunakan aturan-aturan dan
kejelasan sifat yang logis. Perkembangan berpikir anak pada tahapan ini tentunya
perlu menjadi perhatian para guru dalam melaksanakan pembelajaran di kelas,
termasuk didalamnya mata pelajaran matematika. Hal ini disebabkan karena di
dalam pelajaran matematika membutuhkan perhatian pada aturan-aturan yang
jelas dan logis. Sebagai konsekuensinya, pendekatan pembelajaran yang
digunakan oleh guru harus sesuai dengan tahapan perkembangan berpikir siswa.
Salah satu pendekatan pembelajaran yang membantu siswa dalam memahami
konsep-konsep yang ada di dalam materi matematika adalah pendekatan
pembelajaran matematika realistic (RME). Berbeda dengan pendekatan
konvensional yang tidak memberikan kesempatan siswa untuk membandingkan
konsep teori dengan kenyataan, pendekatan RME memberikan kesempatan bagi
siswa untuk memahami konsep-konsep yang ada di dalam pembelajaran
matematika melalui pengalaman-pengalaman yang mereka alami di dalam
kehidupan nyata. Hal ini disebabkan karena RME dimulai dengan mengangkat
masalah-masalah yang terjadi di dalam kehidupan, digunakan untuk menjelaskan
berbagai konsep matematika. Melalui pendekatan RME, pembelajaran matematika
di tingkat sekolah dasar menjadi lebih mudah untuk menghasilkan hasil belajar
yang lebih baik karena karakteristik pendekatan ini sesuai dengan karaktieristik
perkembangan siswa. Oleh karena itu, sangat dimungkinkan bahwa pendekatan
RME dapat memberikan pengaruh dalam peningkatan hasil belajar siswa SD
15
Berdasarkan uraian tersebut, maka kerangka berpikir dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut ditampilkan di dalam Gambar 2.1.
16 2.4. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, kajian teori dan kerangka berpikir, maka
hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Ho : 1 = 2 : Terdapat perbedaan hasil belajar dari penerapan pendekatan
Realistic Mathematic Education (RME) dalam pembelajaran matematika
pada siswa kelas V SD di Gugus Diponegoro, Kota Salatiga.
Hi : 1 2 : Tidak terdapat perbedaan hasil belajar dari penerapan pendekatan
Realistic Mathematic Education (RME) dalam pembelajaran matematika