• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN DINAS SOSIAL DALAM PENYALURAN BANTUAN SOSIAL SEBAGAI UPAYA PENANGGULANGA KEMISKINAN PERKOTAAN DI PROVINSI LAMPUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERAN DINAS SOSIAL DALAM PENYALURAN BANTUAN SOSIAL SEBAGAI UPAYA PENANGGULANGA KEMISKINAN PERKOTAAN DI PROVINSI LAMPUNG"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN DINAS SOSIAL DALAM PENYALURAN BANTUAN SOSIAL SEBAGAI UPAYA PENANGGULANGAN KEMISKINAN

PERKOTAAN DI PROVINSI LAMPUNG (Jurnal)

Oleh : HIKMAH WATI

1212011141

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

Judul Skripsi : PERAN DINAS SOSIAL DALAM PENYALURAN BANTUAN SOSIAL SEBAGAI UPAYA PENANGGULANGAN KEMISKINAN PERKOTAAN DI PROVINSI LAMPUNG

Nama Mahasiswa : Hikmah Wati

NPM : 1212011141

Bagian : Hukum Administrasi Negara Fakultas : Hukum

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Nurmayani, S.H.,M.H. Satria Prayoga, S.H.,M.H. NIP 196112191988032002 NIP198206232008121003

2. Ketua Bagian Hukum Administrasi Negara

(3)

ABSTRAK

PERAN DINAS SOSIAL DALAM PENYALURAN BANTUAN SOSIAL SEBAGAI UPAYA PENANGGULANGA KEMISKINAN

PERKOTAAN DI PROVINSI LAMPUNG Oleh

Hikmah Wati, Nurmayani,S.H.,M.H.,Satria Prayoya, S.H., M.H. Hukum Administrasi Negara, Fakultas Hukum, Universitas Lampung Jalan Prof. Dr. Ir. Soemantri Brojonegoro No. 1 Bandar Lampung

email: Hikmahw97@gmail.com

Abstrak:Berdasarksan Pasal 34 UUD 1945 “Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara” ini menegaskan bahwasanya negara memiliki tanggungjawab terhadap kesejahteraan masyarakat. Dinas sosial sebagai representasi pemerintahan di Provinsi Lampung menjadi penyelenggara bantuan sosial dengan berlandaskan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial dalam pelaksanaannya. Dengan permasalahan kemiskinan perkotaan di Provinsi Lampung, maka diperlukan penanggulangan yang dapat mengurangi penyandang fakir miskin.Kementrian Sosial RI memeberikan solusi yang dijalankan berupa Pendekatan Kelompok Usaha Bersama (KUBE) yang dijalankan oleh Dinas Sosial di Provinsi. Terkait dengan permasalahan yang dikaji pada skripsi ini, dirumuskan bebreapa permasalahan, yakni bagaimanakah peran dinas sosial dalam penyaluran bantuan sosial terhadap fakir miskin perkotaan di Provinsi Lampung, apakah faktor penghambat dalam pelaksanaan penanggulangan penyaluran bantuan sosial terhadap fakir miskin perkotaan di Provinsi Lampung. Penelitian ini dilakukan melalui pendekatan normatif dan empiris.Sumber data yang digunakan berupa data primer dan data sekunder.Data primer adalah data yang diperoleh dari penelitian lapangan.Dan data sekunder adalah data yang diperoleh dari kepustakaan.Data yang tersaji dinalisis secara deskriptif kualitatif.Hasil penelitian menunjukan bahwa: 1) Peran dinas sosial dalam penyaluran bantuan sosial terhadap fakir miskin perkotaan di Provinsi Lampung adalah sebagai representasi asas dekonsentrasi dan tugas pembantuan dari pemerintah pusat (Kementrian Sosial RI) kepada pemerintah daerah (Dinas Sosial) dengan fungsi perumusan, penyelenggaraan, pembinaaan dan pelaksanaan bantuan sosial di Provinsi Lampung dengan pendekatan Kelompok Usaha Bersama (KUBE). 2)Faktor penghambat dalam pelaksanaan penanggulangan penyaluran bantuan terhadap fakir miskin perkotaan di Provinsi Lampung ada 3 diantaranya: minimnya pengetahuan kelompok KUBE di Provinsi Lampung dalam pembuat rekening untuk kepentingan bersama yang menghabiskan waktu cukup lama, bahasa, terkadang saat sosialisasi dan evaluasi seksi pemberdayaan fakir miskin Dinas Sosial Provinsi Lampung mengalami kesulitan interaksi dengan anggota KUBE karena mereka terkadang masih sering menggunakan bahasa suku atau bahasa daerah masing, dana yang dialokasikan kepada KUBE untuk tujuan kesejahteraan hidup mereka sering di salah gunakan. Saran yang dapat diberikan penulis dalam permasalahan yang dibahas, yakni memaksimalkan sosialisasi tentang Kelompok Usaha Bersama (KUBE) dan tata cara pelaksanaanya guna menunjang kemampuan masyarakat dalam menjalankan KUBE serta manfaat jangka panjang bagi masyarakat, pendekatan persuasif pelaksana penyelenggara KUBE kepada masyarakat untuk menjangkau bagaimana penyampaian pendekatan KUBE dengan tepat.

(4)

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai penduduk yang sangat banyak, maka diperlukan peningkatan pembangunan untuk menopang kesejahteraan penduduknya.Sebagaimana yang telah di jelaskan bahwa pembangunan nasional adalah usaha peningkatan kualitas manusia dan masyarakat Indonesia secara berkelanjutan dengan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta memperhatikan tantangan perkembangan global.Selain itu, tujuan Pembangunan Nasional untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata material dan spiritual, serta menjalankan roda perekonomian guna mewujudkan kesejahteraan sosial. Sesuai dengan Pasal 33 UUD 1945 dimana sebagai dasar untuk mewujudkan keadilan, kesejahteraan dan kemakmuran rakyat melalui peranan dan keberpihakan negara dalam meningkatkan taraf hidup rakyat.

Tujuan pembangunan nasional dan Pasal 33 UUD 1945 tersebut akan berhasil tercapai apabila pemerintah dan masyarakat saling bersinergi dalam proses pembangunan, termasuk di bidang kesejahteraan sosial. Dalam permasalahan ini yang cukup krusial dalam bidang kesejahteraan sosial berada pada kasus penanganan anak jalanan, dimana hampir di setiap daerah jumlah anak jalanan mengalami peningkatan. Akan tetapi melihat pada zaman sekarang sebagian masyarakat dalam lingkaran kemiskinan sebagai penyebab utama munculnya anak jalanan (anak jalanan) dan pengemis yang hidup di jalanan yang dalam penghidupannya masih memerlukan bantuan dari pihak pemerintah agar kiranya dapat berkehidupan normal.1 Maka dari itu perlu kebijakan dan program untuk menunjang masyarakat agar sejahtera dari segi sosial. Meninjau dari kebijakan dan program masa lalu cenderung di laksanakan secara kurang efektif, dimana jangkauan pelayanan terbatas, lebih mengedepankan pendekatan institusi/panti sosial dan dilaksanakan tanpa rencana strategi nasional.

Berdasarkan pasal 34 “anak terlantar dan fakir miskin dipelihara oleh negara”.Artinya pemerintah mempunyai tanggung jawab terhadap anak terlantar dan fakir miskin.Pembangunan kesejahteraan sosial, dan khususnya penanggulangan kemisikinan merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Kemiskinan merupakan program prioritas nasional, karenanya memerlukan pemahaman dan komitmen yang sama pada semua jajaran pemerintah. Pemahaman dan komitmen yang sama itulah tentu akan dapat mempercepat jumlah pengangguran angka kemiskinan di Indonesia berkurang.

Masalah kemiskinan merupakan tanggung jawab semua komponen bangsa dan negara serta membutuhkan kerja keras yang terorganisasi untuk mewujudkan cita-cita masyarakat Indonesia yang adil dan makmur. Di Indonesia, pentingnya peran negara dalam membangun dan mengimplementasikan kebijakan publik di bidang kesejahteraan rakyat dilandasi oleh prespektif historis, idiologis, logis dan universal.2

1

http://id.wikipedia.org/wiki/garis kemiskinan. Diakses pada tanggal 8 agustus 2016

2

Edi Suharto, kebijakan Sosial Sebagai Kebijakan Publik-Peran Pembangunan Sosial Dan Pekerjaan Sosial Dalam Mewujudkan Negara Sejahtera, Alfabeta, Bandung, 2007 . hlm. 9.

Kemisikinan merupakan masalah utama negara yang sedang membangun termasuk negara Indonesia, dimana penanggulangannya perlu dilakukan dengan sungguh-sungguh, kreatif, komprehensif dan berkesinambungan.Permasalahan kemiskinan yang masih merupakan agenda serius yang dihadapi dan ditanggulangi oleh wilayah perkotaan Provinsi Lampung.Jumlah Kepala Keluarga (KK) miskin khusunya di Provinsi Lampung menurut Badan Pusat Stastistik (BPS) pada tahun 2015 tercatat sebanyak 337,996 KK.

Terjadinya kemiskinan dan masalah sosial dikarenakan oleh faktor internal dan faktor eksternal.Faktor internal, yaitu ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar sehari-hari, ketidakmampuan dalam mengatasi masalah-masalah sosial yang dihadapinya.Kemudian faktor eksternal yaitu kebijakan publik yang belum berpihak kepada masyarakat miskin, tidak tersedinya pelayanan sosial dasar, kesenjangan, dan ketidakadilan.Kemiskinan merupakan masalah sosial yang mendasar dan sangatlah banyak dampak yang ditimbulkan. Kemiskinan dapat menyebabkan lemahnya moral dan etika, pelanggaran hukum & Hak Asasi Manusia (HAM), kerusuhan, anarkisme, serta mudah masuknya ideologi selain Pancasila, menipisnya cinta tanah air dan bela negara, serta rapuhnya persatuan dan kesatuan bangsa. Oleh karena itu, masalah kemiskinanlah yang harus segera diselesaikan oleh negara Indonesia.

Pembukaan Undang–Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 alinea ke empat mengamanatkan bahwa negara mempunyai tanggung jawab untuk memajukan kesejahteraan umum dalam rangka mewujudkan tujuan bangsa Indonesia.Demi pelaksanaan amanat tersebut, negara Indonesia berusaha melakukan pelayanan dan pengembangan kesejahteraan sosial secara terencana, terarah, dan berkelanjutan dengan sasaran atau diprioritaskan pada mereka yang memiliki kriteria masalah sosial kemiskinan. Hal tersebut di atas menurut Bab V (lima) Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial harus dilakukan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah yang bahkan setelah terbitnya Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Kemiskinan yang berada di wilayah perkotaan Provinsi Lampung menuntut kehadiran pemerintah, terutama Dinas Sosial Provinsi Lampung.Sesuai dengan peran dan tugasnya, yakni menyelenggarakan program kesejahteraan sosial, dan salah satunya adalah penanggulangan kemiskinan.Permasalahan kemiskinan yang cukup kompleks ini membutuhkan intervensi semua pihak secara bersama dan terkoodinasi. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemeritah Daerah sebagai dasar penyelenggaraan otonomi daerah,yakni bahwa salah satu urusan wajib yang dilaksanakan di daerah adalah urusan sosial, termasuk di dalamnya bidang kesejahteraan sosial. Undang-Undang tersebut dimaksudkan untuk mendekatkan pelayanan pemerintah dengan kebutuhan obyektif masyarakat pada konteks sektor kesejahteraan sosial, agar para penyandang masalah kesejahteraan sosial dapat ditangani dengan cepat dan tuntas.Melalui kebijakan otonomi daerah, beban dan tugas-tugas pemerintah pusat yang tidak perlu dapat dikerjakan oleh pemerintah daerah.

(5)

menangani permasalahan-permasalahan sosial termasuk keluarga miskin. Untuk itu dalam mengurangi penyandang masalah kemiskinan serta meningkatkan potensi sumber kesejahteraan sosial Dinas Sosial Provinsi Lampung memiliki peran dalam menanggulangi kemisikinan dengan banyak kebijakan, salah satunya yaitu upaya penanggulangan kemiskinan dengan model Kelompok Usaha Bersama (KUBE).

Upaya penanggulangan kemiskinan yaitu melalui pemberdayaan fakir miskin dilaksanakan dengan model Kelompok Usaha Bersama (KUBE) yang dibantu melalui dana yang langsung ditransfer ke rekeninng KUBE, yaitu stimulan untuk Usaha Ekonomi Produktif (UEP) dan merupakan salah satu media untuk memberdayakan masyarakat fakir miskin guna meraih kesempatan bekerja, berusaha sekaligus dapat mengembangkan usahanya, sehingga diharapkan mereka dapat memperbaiki taraf hidup dan mengembangkan wilayahnya dari ketertinggalan menjadi lebih baik. Kelompok Usaha Bersama (KUBE) merupakan wadah pemberdayaan sosial bagi fakir miskin dan/atau masyarakat berpenghasilan rendah melalui kelompok (berjumlah 5-10 KK) secara partisipatif.Sehingga dampak positif dari KUBE yaitu anggotanya dapat meningkat taraf kesejahteraan sosial dan ekonominya.Kriteria sasaran pemberdayaan fakir miskin, diantaranya keluarga miskin (sangat miskin/ miskin/ hampir miskin), rumah tangga penerima beras miskin (raskin), keluarga miskin yang mempunyai kartu miskin atau kartu pengganti keluarga miskin, rumah tidak layak huni.

Sebaliknya, setelah adanya kebijakan penggunaan KUBE tidak terlepas dengan menimbulkan dampak negatif diantaranya yaitu dana yang dialokasikan kepada KUBE untuk tujuan kesejahteraan hidup mereka sering di salah gunakan. Dinas Sosial saat sosialisasi dalam penyaluran dana tersebut meminta agar anggota KUBE membuat 1 usaha atau lebih guna melanjutkan kehidupan mereka agar lebih sejahtera, tetapi ada sebagian kecil dari mereka malas dan dana yang di dapat tersebut bukan untuk usaha tetapi untuk memenuhi kebutuhan pokok keluarganya. Walaupun bantuan tersebut turun dalam 6 bulan sekali kalau tujuan dari dinas sosial tidak dilaksanakan oleh anggota KUBE maka perekonomian keluarga tersebut tidak akan berkembang.

Berdasarkan urairan diatas, penulis tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul “PERAN DINAS SOSIAL DALAM

PENYALURAN BANTUAN SOSIAL SEBAGAI UPAYA PENANGGULANGAN KEMISKINAN PERKOTAAN DI

PROVINSI LAMPUNG”.

1.2 Perumusan Masalah dan Ruang Lingkup Penelitian 1.2.1 Perumusan Masalah

Untuk memperjelas agar permasalahan yang ada nantinya dapat dibahas lebih terarah dan sesuai dengan sasaran yang di harapkan maka penting bagi penulis dalam menyusun suatu perumusan masalah. Adapun perumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah peran dinas sosial dalam penyaluran bantuan sosial terhadap fakir miskin perkotaan di Provinsi Lampung?

2. Apakah faktor penghambat dalam pelaksanaan penanggulangan penyaluran bantuan terhadap miskin perkotaan di Provinsi Lampung?

1.2.2 Ruang Lingkup

Dalam melaksanakan penelitian ini, peneliti membatasi ruang lingkup pembahasan yaitu pada masalah Peran Dinas Sosial

Dalam Penyaluran Bantuan Sosial Sebagai Upaya Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan Di Provinsi Lampung melaui pendekatan Kelompok Usaha Bersama (KUBE).

1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui bagaimana peran dinas sosial dalam penyaluran bantuan social terhadap fakir miskin perkotaan di Provinsi lampung.

2. Untuk mengetahui faktor penghambat pelaksanaan penanggulangan penyaluran bantuan terhadap miskin perkotaan di Provinsi Lampung.

1.3.2 Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut

1. Kegunaan Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran mengenai pengembangan dimensi hukum administrasi, khususnya mengenai Peran Dinas Sosial Dalam Penyaluran Bantuan Sosial Sebagai Uapaya Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan Di Provinsi Lampung secara teoritis, penelitian ini juga dapat dijadikan referensi bagi pengkaji hukum yang lain. 2. Kegunaan Praktis

Kegunaan penelitian ini diharapkan dapat sebagai bahan masukan maupun sebagai sumber informasi bagi para pengkaji ilmu hukum ataupun rekan-rekan mahasiswa lain yang ingin melakukan penelitian dalam bidang yang sama.

METODE PENELITIAN

2.1 Jenis Penelitian

Jenis metode penelitian adalah hukum normatif-empiris yang pada dasarnya merupakan penggabungan antara pendekatan hukum normatif dengan adanya penambahan berbagai unsur empiris.Metode penelitian normatif-empiris mengenai implementasi ketentuan hukum normatif (undang-undang) dalam aksinya pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam suatu masyarakat Sehingga penelitian ini dapat menghasilkan bagaimana Peran Dinas Sosial Dalam Penyaluran Bantuan Sosial Sebagai Upaya Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan Di Provinsi Lampung.3

2.2 Pendekatan Masalah

Sesuai dengan masalah yang dibahas maka pendekatan masalah dalam penelitian ini akan dilakukan dengan dua cara yaitu pendekatan normatif dan pendekatan empiris yaitu:

2.2.1 Pendekatan Normatif

Pendekatan normatif yaitu pendekatan yang dilakukan dengan cara mempelajari bahan pustaka yang erat hubungannya dengan permasalahan pemberian izin yang dapat dilakukan dengan pendekatan dari segi hukum melalui perundang-undangan, buku-buku literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas.

2.2.2 Pendekatan Empiris

3

(6)

Pendekatan Empiris yaitu pendekatan masalah yang dilakukan dengan melalui penelitian lapangan untuk mendapatkan informasi dan data-data dengan mewawancarai kepala bidang pemberdayaan sosial yang dianggap mengetahui secara jelas permasalahan yang dibahas.

2.3 Data dan Sumber Data

Dalam penelitian ini menggunakan 2 (dua) jenis data yaitu: 2.3.1 Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari objeknya. Data primer diperoleh atau dikumpulkan dengan melakukan studi lapangan (field research) dengan cara wawancara. Wawancara adalah proses tanya jawab dalam penelitian yang berlangsung secara lisan dimana dua orang atau lebih bertatap muka mendengarkan secara langsung informasi-informasi atau keterangan-keterangan. Wawancara yang dipilih adalah wawancara bebas terpimpin, metode wawancara terpimpin, yaitu dengan mengajukan pertanyaan yang telah disiapkan terlebih dahulu dan dilakukan wawancara secara langsung dengan responden.

2.3.2 Data Sekunder

Data Sekunder adalah pengumpulan data yang dilakukan dengan studi pustaka yang meliputi perundang-undangan, yurisprudensi, dan buku literatur hukum atau bahan hukum tertulis lainnya.

Data sekunder terdiri dari :

1. Bahan hukum Primer, yaitu bahan yang bersumber dari ketentuan perundang-undangan dan dokumen hukum.4Bahan hukum primer yang digunakan dalam Tahun 2014 tentang Penyelenggara Kesejahteraan Sosial.

2. Bahan hukum Sekunder, yaitu bahan-bahan yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari bahan-bahan kepustakaan berupa buku-buku ilmu hukum, bahan kuliah, jurnal hukum, maupun literatur-literatur yang berkaitan dengan penelitian atau masalah yang dibahas.

3. Bahan hukum Tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus, ensiklopedia, dan artikel pada majalah, surat kabar atau internet.5

2.4 Prosedur Pengumpulan Data dan Pengolahan Data 2.4.1Prosedur Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan dua cara yaitu: 1. Studi kepustakaan, Studi kepustakaan adalah suatu

prosedur pengumpulan data dengan membaca dan memahami dan mengutip bahan-bahan seperti peraturan perundang-undangan, buku-buku literatur, makalah-makalah dan berbagai sumber bacaan lainnya yang mempunyai hubungan dengan objek penelitian. Adapun tujuan yang dilakukan studi kepustakaan ini adalah untuk

4

Zainudiin Ali, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Sinar Grafita, 2009, hlm. 47

.

5

Abdulkadir Muhammad, op cit.,hlm. 119.

mendapatkan gambaran awal dari permasalahan yang dibahas sebelum melakukan penelitian kelokasi penelitian.

2. Studi lapangan, Studi lapangan ini diadakan dengan maksud untuk memperoleh data bahan hukum primer yang dilakukan dengan cara melakukan wawancara dengan para narasumber yang mempunyai hubungan langsung dengan peran dinas sosial dalam penyaluran bantuan sosial sebagai upaya penanggulangan kemiskinan perkotan di Provinsi Lampung yaitu diantaranya melakukan wawancara terhadap, Kepala Bidang pemberdayan penanggulangan kemiskinan.

2.4.2 Prosedur Pengolahan Data

Tahap-tahap pengolahan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1 Tahap editing, pada tahap ini data yang diperoleh diolah dengan cara pemilihan data dengan cermat dan selektif, sehingga diperoleh data yang relevan dengan pokok permasalahan.

2 Tahap identifikasi data yang telah terkumpul diidentifikasi sesuai dengan jenis dan kelompoknya. 3 Tahap konstruksi data tersebut disusun sesuai data-data

yang diperoleh menurut tata urutan yang telah ditetapkan dengan konsep tujuan dan harapan.

2.5 Analisis Data

Setelah data-data tersebut tersusun secara sistematis sesuai dengan pokok-pokok pembahasan bidang penelitian, maka data-data itu dianalisis secara deskriftif kualitatif yaitu menginter prestasikan data-data dalam bentuk uraian kalimat sehingga diharapkan dari data-data itu dapat dijelaskan proses Peran Dinas Sosial dalam penyaluran bantuan sosial sebagai upaya penanggulangan kemiskinan perkotaan di Provinsi Lampung.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

3.1 Profil Dinas Sosial Provinsi Lampung

Dinas sosial Provinsi Lampung terletak di jalan Basuki Rahmat No. 72 Bandar Lampung. Dinas sosial Provinsi Lampung merupakan satuan kerja (Satker) Pemerintahan Daerah Provinsi Lampung yang dari awal pembentukannya telah banyak mengalami perubahan, baik kelembagaan maupun namanya.

Berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Lampung No. 13 Tahun 2009 Dinas Sosial Provinsi Lampung mempunyai sekretariat dan 4 bidang dengan jumlah pegawai 126, yaitu:

1. Sekretariat;

2. Bidang bantuan dan jaminan sosial; 3. Bidang pelayanan dan rehabilitasi sosial; 4. Bidang Pemberdayadanan sosial; 5. Bidang Pengembangan sosial.

Berdasarkan Peraturan Gubernur (Pergub) No. 27 Tahun 2010 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksanaan Teknis Dinas (UPTD) Dinas Sosial Provinsi Lampung mempunyai 5 UPTD dengan jumlah pegawai 96 orang, yaitu:

1. UPTD Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Penyandang Cacat Netra (PRSPCTN) : 22 Orang.

(7)

3. UPTD Pelayanan Sosial Anak Bina Remaja (PSABR) : 24 Orang;

4. UPTD Pelayanan Sosial Anak Asuh (PSAA) Budi Asih : 17 Orang;

5. UPTD Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Tuna Sosial (PRSTS) Mardi Guna : 12 Orang.

Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Sosial;

1. Perumusan kebijakan teknis urusan pemerintahan bidang sosial;

2. Penyelenggaran urusan pemerintahan dan pelayanan umum bidang sosial;

3. Pembinaan dan pelaksanaan tugas urusan pemerintah bidang sosial;

4. Pelaksanaan identifikasi dan penanganan penyandang masalah kesejahteraan sosial;

5. Pelaksanaan pengembangan dan pendayagunaan potensi dan sumber kesejahteraan sosial;

6. Pelaksanaan pengembangan sistem informasi kesejahteraan sosial;

7. Pengusulan dan pemberian rekomendasi serta penganugrahan tanda kehormatan;

8. Pelaksanaan pelestarian nilai-nilai kepahlawanan, keperintisan, dan pejuangan serta nilai-nilai kesetiakawanan sosial skala provinsi;

9. Pelaksanaan pembangunan, perbaikan, pemeliharaan, Taman Makam Pahlawan di provinsi;

10. Penanggulan korban bencana skala povinsi;

11. Pemberian rekomendasi izin undian dan pengumpulan uang atau barang;

12. Pelaksanaan dan pengembangan jaminan sosial bagi penyandang cacat fisik dan mental, lanjut usia tidak potensial terlantar dari masyarakat rentan dan tidak mampu;

13. Pelaksanaan pemberian rekomendasi izin pengangkatan anak antar warga negara Indonesia;

14. Pelayanan administratif;

15. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Gubernur sesuai dengan tugas dan fungsinya.6

3.2Peran Dinas Sosial dalam Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan melalui Pendekatan KUBE di Provinsi Lampung

Dalam Pasal 12 ayat (1) Peraturan Daerah (Perda) Nomor 13 Tahun 2009 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi Lampung jelas diterangkan bahwa dinas sosial mempunyai tugas melaksanakan urusan pemerintahan provinsi di bidang sosial berdasarkan asas otonomi yang menjadi kewenangan pemerintah kepala dekonsentrasi serta tugas pembantuan yang diberikan pemerintah kepada Gubernur serta tugas lain sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Gubernur berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini mengartikan bahwasanya dinas sosial merupakan implementasi kinerja pemerintah daerah dalam kesejahteraan. Provinsi Lampung yang memiliki tingkat pembangunan dan pengembangan wilayah yang cukup besar juga memiliki potensi besar dalsam permasalahan sosial. Dimana ketika kita berbicara tentang persoalan sosial, maka keadaan yang dituntut adalah bagaimana masyarakat Provinsi Lampung dapat sejahtera dengan adanya Dinas Sosial. Dinas Sosial sebagai perumus kebijakan teknis urusan pemerintahan bidang sosial pastinya akan membuat rumusan

6

http://dinassosialprovlampung.blogspot.co.id/2014/08/sejarah .html, diakses 12 Agustus 2016, Pukul 17.29 Wib

terkait persoalan sosial yang terjadi di Provinsi Lampung. Hal demikian merupakan langkah awal untuk memperbaiki dan /atau mengurangi tingkat kemiskinan yang semakin lama semakin menjadi persoalan yang meresahkan.

Pembinaan dan pelaksanaan tugas urusan pemerintahan bidang sosial yang dilakukan harus disesuaikan dengan keadaan sosial di Provinsi Lampung. Maka diperlukan pelaksanaan identifikasi dan penanganan penyandang masalah kesejahteraan sosial; pelaksanaan pengembangan dan pendayagunaan potensi dan sumber kesejahteraan sosial; pelaksanaan pengembangan sistem informasi kesejahteraan sosial; pelaksanaan pelestarian nilai-nilai kepahlawanan, keperintisan da kejuangan serta nilai-nilai kesetiakawanan sosial skala provinsi, pelaksanaan pembangunan, perbaikan, pemeliharaan Taman Makam Pahlawan di Provinsi, penanggulangan korban bencana skala provinsi; pelaksanaan dan pengembangan jaminan sosial bagi penyandang cacat fisik, dan mental, lanjut usia tidak potensial terlanta adri masyarakat rentan dan tidak mampu; dan pelayanan administratif. Ini jelas sudah diatur dalam Pasal 12 ayat (2) Perda Nomor 13 Tahun 2009.

Pembahasan tugas Dinas Sosial tersebut tidak terlepas dari permasalahan kemiskinan. Kemiskinan merupakan masalah utama negara yang sedang membangun termasuk negara kita Indonesia, dimana penanggulangannya perlu dilakukan dengan sungguh-sungguh, kreatif, komprehensif dan berkesinambungan. Jumlah kepala keluaga miskin di Provinsi Lampung menurut Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2015 tercatat sebanyak 337.996 KK, yang sudah mendapat program penanganan kemiskinan dari Dinas Sosial Provinsi Lampung dari Tahun 2010-2015 sejumlah 4.613 kepala keluarga.7

Skema penanggulangan kemiskinan tingkat nasional ditetapkan adanya 4 klaster, yaitu:

1. Perlindungan sosial berbasis individu, yang bertujuan untuk pemenuhan dasar pengurangan beban hidup dan perbaikan kualitas hidup sosial masyarakat miskin;

2. Penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan kelompok masyarakat, yang bertujuan mengembangkan potensi dan memperkuat kapasitas kelompok masyarakat miskin untuk terlibat dalam pembangunan yang didasarkan pada prinsip-prinsip pemberdayaan masyarakat;

3. Penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan usaha ekonomi mikro dan kecil, yang bertujuan memberikan akses dan penguatan ekonomi bagi pelaku usaha mikro dan kecil;

4. Program-program lain yang secara langsung dapat meningkatkan kegiatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat miskin.8

Dasar program penanggulangan kemiskinan, sebagai berikut : 1. Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 27 (ayat 2) dan

Prihot Pakpahan, A.Ks, Hasil Wawancara dengan Kepala Seksi Pemberdayaan Fakir Miskin, Dinas Sosial Provinsi Lampung, Tanggal 15 Agustus 2016, Pukul 09.32 WIB.

8

(8)

3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penangan Fakir Miskin;

4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia, Nomor 63 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan Upaya Penanganan Fakir Miskin Melalui Pendekatan Wilayah;

5. Keputusan Menteri Sosial RI Nomor 84/HKU/1997, tentang Pelaksanaan Pemberian Bantuan Sosial bagi Fakir Miskin;

6. Keputusan Menteri Sosial RI Nomor 19/HUK/1998, tentang Pelayanan Kesejahteraan Soisal bagi Fakir Miskin yang diselenggarakan oleh masyarakat;

7. Keputusan Bersama Menteri Koperasi, Pengusaha Kecil dan Menengah RI dan Menteri Sosial RI Nomor 05/SKB/M/V/1999 dan 45/HUK/1999, tentang pembinaan dan Pengembangan Kelompok Usaha Bersama (KUBE) melalui Pembentukan Koperasi; 8. Daftar Isian Pelaksana Anggaran (DIPA) Dinas Sosial

Provinsi Lampung Tahun 2015 Nomor : 027.03.3.129016/2015 tanggal 14 November 2014.

3.2.1 Pendekatan Kelompok Usaha Bersama (KUBE) sebagai Teknis Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan di Provinsi Lampung

KUBE adalah wadah atau tempat himpunan anggota kelompok yang tergolong masyarakat miskin yang dibentuk, tumbuh dan berkembang atas dasar prakarsanya sendiri. Saling berinteraksi atara satu dengan yang lainnya dan tinggal dalam satuan wilayah dengan tujuan untuk meningkatkan relasi sosial yang harmonis, memenuhi kebutuhan anggota, memecahkan masalah sosial yang dialaminya dan menjadi wadah pengembangan usaha bersama.

Pada dasarnya program bantuan sosial dalam bentuk Kelompok Usaha Bersama (KUBE) bukan hanya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pokok minimum, namun juga bertujuan untuk memperluas kesempatan kerja bagi masyarakat miskin. Diharapkan dengan adanya program bantuan sosial Kelompok Usaha Bersama (KUBE) masyarakat tidak hanya bergantung pada lahan pertanian, mengingat semakin meningkatnya jumlah penduduk yang tidak diimbangi dengan bertambahnya luas lahan pertanian. Maka program bantuan sosial yang digulirkan Dinas Sosial Provinsi Lampung menjadi salah satu alternatif dalam menciptakan lapangan pekerjaan

Upaya penanggulangan kemiskinan melalui pemberdayaan fakir miskin dilaksanakan dengan model Kelompok Usaha Bersama (KUBE) yang dibantu melalui dana yang langsung ditransfer ke rekeninng KUBE, yaitu stimulan untuk Usaha Ekonomi Produktif (UEP) dan merupakan salah satu media untuk memberdayakan masyarakat fakir miskin untuk dapat meraih kesempatan bekerja, berusaha sekaligus dapat mengembangkan usahanya, sehingga diharapkan mereka dapat memperbaiki taraf hidupnya dan mengembangkan wilayahnya dari ketertinggalan menjadi lebih baik. Kelompok Usaha Bersama (KUBE) merupakan wadah pemberdayaan sosial bagi fakir miskin dan/atau masyarakat berpenghasilan rendah melalui kelompok (berjumlah 5-10 KK) secara partisipatif, sehigga anggotanya dapat meningkat taraf kesejahteraan sosial dan ekonominya.9

Kriteria sasaran pemberdayaan fakir miskin, diantaranya : a. Keluarga miskin (sangat miskin/miskin/hampir miskin); b. Rumah tangga penerima beras raskin;

c. Keluarga miskin yang mempunyai Kartu Miskin atau Kartu Pengganti Keluarga Miskin;

d. Rumah tidak layak huni.

9

Ibid

Strategi yang dilakukan oleh Dinas Sosial dalam menanggulangi kemiskinan perkotaan melalui pendekatan KUBE. Bantuan stimulasi usaha ekonomi produktif bagi fakir miskin melalui KUBE, berjumlah Rp. 20.000.000,00 perkelompok di transfer melalui kelompok dengan menggunakan rekening KUBE. Tujuan didirikannya KUBE ini, yakni :

1. Tersedianya wadah pengembangan sosial bagi keluarga fakir miskin;

2. Meningkatkan pendapatan keluarga fakir miskin anggota KUBE;

3. Terbangunnya jaringan kerja KUBE dengan dunia usaha dan pemangku kepentingan lainnya;

4. Meningkatnya kemampuan SDM anggota KUBE melaksanakan peran dan fungsi keluarga, memberikan jaminan dan perlindungan bagi anggotanya;

5. Meningkatkan kualitas hidup masyarakat fakir miskin;

Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan Tahun 2015, yaitu :

a. Bimbingan sosial pendamping sosial KUBE;

b. Sosialisasi program pemberdayaan sosial dan penanggulangan kemiskinan perkotaan;

c. Verifikasi sasaran penerimaan bantuan tahun 2015 dan penjajagan lokasi sasaran penerima bantuan tahun anggaran 2016;

d. Bimbingan teknis pendamping KUBE (1 angkatan); e. Bimbingan teknis KUBE (10 keluarga pada 2

kabupaten/kota)

f. Bantuan KUBE penumbuhan sebanyak 500 kk dengan pola transfer, besar bantuan rp. 20.000.000,00/ KUBE; g. Seleksi pendamping sosial KUBE untuk tahun

anggaran 2016;

h. Bantuan operasional pendamping sosial KUBE; i. Penyusunan laporan kegiatan 2015;

j. Penyusunan rencana dan proposal program pemberdayaan sosial dan penanggulangan kemiskinan perkotaan untuk tahun anggaran 2016;

k. Monitoring dan evaluasi penenrimaan bantuan.

Dasar-dasar KUBE, yakni :

1. Mendukung bagi nilai-nilai kearifan lokal, inisiatif lokal, gotong royong dan semangat komunalitas; 2. Memperkuat kohesivitas warga;

3. Memperbesar energi anggota untuk meningkatkan pendapat;

4. Memperkuat kapasitas masyarakat untuk mengenal potensi dan sumber yang ada;

5. Pendampingan menjadi motor penggerak mencapai tujuan kelompok.

Struktur dan Kepengurusan KUBE

Keterangan:

Papan nama KUBE sangat diperlukan, menunjukkan identitas dan bagian dari administrasi KUBE tersebut dan juga untuk mensosialisasikan keberadaan KUBE dilingkungannya. KUBE harus mempunyai administrasi seperti berikut :

KETUA

BENDAHARA SEKERTARIS

(9)

a. Membuat program kegiatan secara jelas dan rinci; b. Membuat struktur organisasi dan pembagian tugas bagi

seluruh anggota KUBE;

c. Membuat fungsi masing-masing anggota KUBE sesuai dengan struktur organisasi yang ada;

d. Melakukan pencatatan kegiatan administrasi pembukuan yang meliputi:

1) Buku profil atau buku anggaran kelompok; 2) Buku tamu;

3) Buku kegiataan atau agenda kelompok (notulensi);

4) Buku inventaris; 5) Buku simpan pinjam.

Indikator keberhasilan KUBE, yakni : a. Meningkatnya pendapatan keluarga;

b. Perkembangan usaha dimana KUBE dijadikan sebagai usaha pokok;

c. Kinerja usaha, mempunyai lebih dari dua jenis usaha; d. Kemampuan merencanakan usaha, pengurus dan

anggota;

e. Tabungan bertambah banyak berlipat ganda;

f. Dapat memanfaatkan sumber dana yang ada untuk pengembangan usaha simpan pinjam;

g. Kemitraan, sudah terjalin dengan baik dengan berbagai kelompok masyarakat bisnis.

PROSES PENGUSULAN PROGRAM PEMBERDAYAAN FAKIR MISKIN

Keterangan:

Demi terwujudnya keterpaduan pelaksanaan program dan adanya pembagian tugas diantara pihak yang terkait dalam pelaksanaan KUBE, maka pembagian tugas dan tanggung jawab diatur dengan mekanisme sebagai berikut:

1. Kementerian Sosial

Kementerian Sosial cq Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan Perdesaan dan Direktorat Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan mempunyai tugas dan tanggung jawab sebagai berikut:

a. Menetapkan kebijakan kegiatan penanggulangan kemiskinan melalui mekanisme Kelompok Usaha Bersama (KUBE);

b. Menyimpanan pedoman umum dan petunjuk teknis pelaksanaan;

c. Melakukan penentuan dan penetapan lokasi KUBE dan kriteria penerima bantuan KUBE;

d. Menyiapkan alokasi dana melalui APBN untuk bantuan UEP KUBE dan insentif pendamping KUBE;

e. Melaksanakan sosialisasi kepada Dinas Sosial Provinsi dan Kabupaten/Kota yang ditetapkan; f. Melakukan rekruitmen dan diklat pendamping; g. Melakukan KUBE penerima bantuan stimulan

melalui SK Direktur penanggulangan kemiskinan perkotaan/perdesaan;

h. Melakukan transfer dana bantuan UEP ke rekening KUBE dan insentif bagi pendamping;

i. Melaksanakan bimbingan teknis pemanfaatan dana stimulasi bagi pengurus KUBE;

j. Melakukan transfer dana operasional untuk Dinas/Instansi sosial kabupaten/kota;

k. Melakukan monitoring, evaluasi dan pelaporan. 2. Dinas/Instansi Sosial Provinsi

a. Menerima tembusan usulan proposal KUBE dari Kabupaten/Kota;

b. Melakukan supervisi pelaksanaan KUBE;

c. Melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan KUBE.

3. Dinas/Instansi Sosial Kabupaten/Kota

a. Membuat Surat Pernyataan menerima program penanggulangan kemiskinan melalui dan Surat pernyataan Pertanggungjawaban Mutlak (SPTJM); b. Melaksanakan sosialisasi pelaksanaan bantuan

KUBE ke instansi pemerintah

c. Menunjuk satu pejabat penanggungjawab pelaksana KUBE tingkat kabupaten/kota;

d. Mengusulkan nama-nama pendamping KUBE kepada Direktorat Penanggulangan Kemiskinan Perdesaan/Perkotaan kementerian sosial akan diseleksi lebih lanjut dengan tembusan Dinas Sosial Provinsi (Lampiran 4 dilengkapi dengan SPTJM Pendamping);

e. Melaksanakan penjajahan lokasi penerima bantuan KUBE;

f. Menerima usulan (proposal) KUBE dan melakukan validasi dan verifikasi sesuai ketentuan pengajuan proposal;

g. Mengajukan hasil rekapitulasi usulan KUBE yang sudah diverifikasi kepada Direktoral Penanggulangan Kemiskinan Perdesaan/Perkotaan kementerian sosial dengan tembus Dinas Sosial Provinsi;

h. Menetapkan KUBE calon penerima bantuan agar KUBE dapat membuat rekening atas nama KUBE dan melaporkan nomor rekening ke Kementerian Sosial;

i. Memeriksa dan menelaah usulan pemanfaatan bantuan KUBE serta RAB dengan kesesuaian proposal serta memberikan persetujuan pencairan dana kepada bank/PT.POS;

j. Melakukan supervisi pelaksanaan KUBE;

k. Melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan KUBE;

l. Menerima laporan realisasi pemanfaatan dana KUBE dengan melampirkan dokumen dan kuitansi asli pembelanjaan;

m. Menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan KUBE dan penggunaan dana operasional yang didukung dokumen dan kuitansi asli kepada

(10)

Direktorat Penanggulangan Kemiskinan Perdesaan/Perkotaan Kementerian Sosial.

4. Kecamatan

a. Mengikuti dan melaksanakan sosialisasi KUBE; b. Berkoordinasi dengan pemerintah desa dalam

pelaksanaan KUBE;

c. Melakukan pengawasan pelaksanaan KUBE. 5. Desa/Kelurahan

a. Melakukan sosialisasi KUBE diwilayahnya; b. Merekomendasikan calon pendamping;

c. Membantu verifikasi kelompok sasaran penerima bantuan KUBE;

d. Membantu memfasilitasi pembentukan kelompok KUBE termasuk mengeluarkan SK pembentukan KUBE tingkat desa;

e. Melaksanakan pembinaan KUBE;

f. Mengetahui usulan pemanfaatan bantuan KUBE; g. Mengawasi pelaksanaan KUBE termasuk

pelaksanaan pekerja pendamping diwilayahnya.

Tahap Pelaksanaan KUBE, yakni :

Untuk pelaksanaan setiap kohor, KUBE dilaksanakan dilaksanakan secara berkesinambungan kegiatan di awali dengan Tahap Persiapan (T0), Tahap Pembentukan/Perintisan UEP (T1), dan Tahap Pengembangan UEP (T2), dan Tahap Kemitraan KUBE (T3).

Dalam setiap tahapan ini, ada kegiatan Monitoring dan Evaluasi untuk memastikan pelaksanaan sesuai dengan rencana.

1. Tahap Persiapan (T0)

Kegiatan pada tahap persiapan dapat dibagi dalam dua tahap kegiatan, yaitu:

Persiapan Awal

Pada tahap awal kegiatan persiapan belum melibatkan pendamping. Kegiatan-kegiatan tersebut antara lain:

a. Penentuan sasaran dan lokasi oleh Kementerian Sosial baik melalui mekanisme sasaran rujukan maupun non-rujukan program

b. Sosialisasi program kepada Dinas Soial yang menjadi sasaran program

c. Rekrutmen pendamping d. Pelatihan pendamping e. Kontrak kerja pendamping Persiapan Lanjutan

Setelah rekrutmen, pelatihan dan kontrak kerja pendamping, tahapan kegiatan persiapan selanjutnya dapat dilaksanakan dengan bantuan pendamping, antara lain:

a. Verifikasi data yang digunakan (baik mekanisme rujukan maupun non-rujukan program) oleh pendamping

b. Pendataan komplementaritas bantuan (PKH, Raskin, KIP dan KIS) yang sudah atau belum diperoleh oleh penerima KUBE

c. Pembentukan KUBE

d. Penentuan UEP dan pembuatan dan pengajuan proposal

e. Penetapan Penerima KUBE melalui SK Direktur Penanggulangan Kemiskinan perdesaan dan perkotaan dan Sosialisasi ke Dinas Sosial

f. Dinas Sosial mensosialisasi ke Pendamping dan KUBE

2. Tahap Pelaksanaan (T1-T3)

Kegiatan pada tahap perintisan UEP (T1) terdiri dari: a. Pembuatan Rekening KUBE

b. Penyaluran bantuan stimulan dan pencairan dana c. Perintisan UEP didampingi Pendamping

d. Pengupayaan komplementaritas program (PKH, Raskin, KIPMdan KIS)

e. Bimbingan teknis lanjutan kepada pembimbing f. Bimbingan teknis lanjutan kepada KUBE

g. Pertemuan wajib bulanan, pengumpulan IKS, Kas Kelompok

h. Pemantauan dan evaluasi

Kegiatan pada Tahap Pengembangan UEP (T2) terdiri dari:

a. Pengembangan UEP didampingi pendamping b. Bimbingan Teknis Lanjutan Pengembangan UEP

kepada KUBE

c. Berdasarkan hasil analisis dan evaluasi, dimungkinkan adanya intensif tambahan KUBE dan pendamping. Intensif bagi KUBE dapat diberikan berupa stimulasi usaha melakukan program-program yang dapat bersumber dari Kementerian Sosial maupun dari sumber lainnya. Intensif bagi pendamping dapat diberikan kepada pendamping berprestasi untuk meningkatkan kinerja dan loyalitas terhadap program.

d. Pengupayaan komplementaritas program (PKH, Raskin, KIP dan KIS)

e. Pertemuan wajib bulanan, pengumpulan IKS, Kas Kelompok

f. Pemantauan dan evaluasi

Kegiatan pada tahap kemitraan KUBE (T3) terdiri dari: a. Pengembangan kemitraan KUBE didampingi

pendamping selama enam bulan pertama, kemitraan KUBE diharapkan bisa terjadi bahkan lebih awal dari T3.

b. Terminasi/Rujukan ke program lain.

Setelah KUBE mendapatkan pendampingan guna mengembangkan usaha dan juga menjalani kemitraan maka, diharapkan pada saat itu KUBE sudah mampu berdiri. Pendampingan terhadap KUBE tersebut dapat diterminasi dan KUBE dirujuk untuk menjadi bagian program pemerintah lainnya baik pusat maupun daerah maupun berusaha sendiri.

3. Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan

Monitoring dan Evaluasi adalah hal yang sangkat penting , sehingga harus dilaksanakan dalam setiap tahapan kegiatan yang dijalankan. Monitoring dilakukan terhadap proses pelaksanaan yang sedang berjalan untuk menilai apakah pelaksanaan sudah sesuai rencana, sementara Evaluasi dilakukan untuk mengukur apakah keluaran, hasil dan tujuan dari program sudah tercapai. Untuk memudahkan proses input data dan analisis, maka Sistem Informasi Manajemen (SIM) berbasis internet diterapkan. Monitoring dilakukan secara berkala oleh pendamping menggunakan instrumen yang ada dalam buku catatan pendamping dan dilaporkan dalam SIM.

Selanjutnya dari hasil wawancara disebutkan bahwa penyelengaraan program KUBE tersebut, pembagian penyelenggraan program KUBE didapatkan dari hasil data jajakan dan yang lebih harus diprioritaskan dan lebih di dahulukan menurut data statistik yang berbentuk fleksibel, Bukan dibagi berdasarkan wilayah.

(11)

program pemerintah. Selalu ada saja persoalan yang memghambat dan/atau membuat KUBE ini tidak berjalan sesuai dengan fungsi.

Pasal 3 UU Nomor 11 Tahun 2013 tentang Kesejahteraan Sosial, penyelenggaraan kesejahteraan sosial bertujuan:

a. Meningkatkan taraf kesejahteraan, kualitas, dan kelangsungan hidup;

b. Memulihkan fungsi sosial dalam rangka mencapai kemandirian;

c. Meningkatkan ketahanan sosial masyarakat dalam mencegah dan menangani masalah kesejahteraan sosial;

d. Meningkatkan kemampuan, kepedulian dan tanggungjawab sosial dunia usaha dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial secara melembaga dan berkelanjutan;

e. Meningkatkan kemampuan dan kepedulian masyarakat dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial secara melembaga dan berkelanjutan; dan f. Meningkatkan kualitas manajemen penyelenggaraan

kesejahteraan sosial.

Melihat tujuan tersebut, maka sempurnalah pendekatan KUBE dengan standar tujuan yang yang manfaatnya sangat erat dengan kepentingan masyarakat. Tujuan itu sudah jelas akan menjadi acuan utama bagaimana KUBE dijalankan di suatu daerah. Perkotaan Provinsi Lampung yang memiliki tingkat kemiskinan yang lumayan tinggi ini merupakan permasalahan kesenjangan sosial yang diakibatkan oleh tidak meratanya pemerdayaan masyarkat. Masih ada saja goolongan masyrakat yang dirasa memiliki kemampuan yangh tidak memenuhi standart kerja lapangan untuk dunia kerja.

Permberdayaan masyarakat dengan tujuan tersebut akan menjadi salah satu alat yang dapat menunjang kebutuhan tuntutan kesejahteraan sosial.

Permasalahannya adalah apakah bantuan sosial ini digunakan dengan baik oleh masyrakat itu sendiri, atau bahkan menjadi ajang mencari pundi-pundi penghidupan tapi tidak sesuai dengan tujuan KUBE itu sendiri.

Melalui pendampingan, pencatatan pelaporan, monitoring dan evaluasi yang digalakan dalam Buku panduan Petunjuk Teknis Kelompok Usaha Bersama (KUBE) tersebut, sudah jelas bahwasanya program ini memiliki sistem yang teratur dan terarah sehingga dapat memberikan dampak yang baik bagi masyarakat secara teknis. Namun, bagaimanakah apabila bantuan KUBE ini tidak digunakan dengan baik dan benar oleh masyarakat. Oleh karenanya, diperlukan aparatur-aparatur yang berkompeten dalam bidangya sesuai perundang-undangan untuk melakukan sosialisasi dan pengenalan serta pengawasan KUBE agar tidak disalahgunakan.

Titik tekannya adalah sampainya bantuan sosial secara tepat sebagai upaya penanggulangan kemiskinan perkotaan di Provinsi Lampung berjalan dengan maksimal. Karena persoalan kemiskinan merupakan persoalan yang erat sekali dengan masyarakat yang harus sesegera mungkin diminimalisir guna kesejahteraan masyarakat baik secara individu dan kelompok, maupun guna kemajuan daerah.

3.3 Penyaluran Bantuan oleh Dinas Sosial terhadap Fakir Miskin dengan Pendekatan KUBE

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (UUKN).Menyatakan bahwa bantuan sosial merupakan salah satu jenis belanja yang bersifat ekonomi.10

10

Lembaran Negara, Pasal 11 Ayat (5) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

Kemudian disebutkan lagi secara eksplisit pada Pasal 27 Ayat (7) Peraturan Pemerintah Nomor. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Lebih lanjut mengenai mekanisme pengelolaan dana bantuan sosial pertama kali diatur di dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 13 Tahun 2006 jo Permendagri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, pada Pasal 37 dijelaskan bahwa salah satu bentuk belanja tidak langsung ialah belanja bantuan sosial. Kemudian pada Pasal 45 lebih lanjut sebagai berikut:

Bantuan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf (e) digunakan untuk menganggarkan pemberian bantuan dalam :

1. Bentuk uang dan/atau barang kepada masyarakat yang bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat; 2. Bantuan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

diberikan tidak secara terus menerus/tidak berulang setiap tahun anggaran, selektif dan memiliki kejelasan peruntukan penggunaannya. Bantuan sosial yang diberikan secara tidak terus menerus/tidak mengikat diartikan bahwa pemberian bantuan tersebut tidak wajib dan tidak harus diberikan setiap tahun anggaran.

3. Bantuan kepada partai politik diberikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Seksi pemberdayaan fakir miskin mempunyai tugas melakukan kegiatan pemberdayaan fakir miskin yang meliputi bantuan, bimbingan dan kemitraan usaha kelompok. Tugas seksi pemberdayaan fakir miskin diantaranya:11

1. Melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan teknis terhadap kegiatan pemberdayaan fakir miskin;

2. Melaksanakan penyiapan identifikasi sasaran kegiatan pemberdayaan fakir miskin;

3. Melaksanakan penyiapan pelaksanaan kegiatan pemberdayaan fakir miskin;

4. Melaksanakan penyiapan pembinaan dan pengawasan kegiatan pemberdayaan fakir misikin;

5. Melaksanakan koordinasi kegiatan pemberdayaan fakir miskin;

6. Melaksanakan penyiapan administrasi kegiatan pemberdayaan fakir miskin;

7. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh atasan sesuai dengan tugas dan fungsinya.

Berdasarkan wawancara di nyatakan bahwa, untuk menanggulangi kemiskinan yang merupakan kebijakan program yang dilakukan terhadap orang, keluarga, kelompok masyarakat yang tidak mempunyai sumber mata pencaharian dan tidak dapat memenuhi kebutuhan yang layak bagi kemanusian. Penanggulangan kemiskinan ini ditujukan untuk meningkatan kapasitas dan mengembangkan kemampuan dasar, kemampuan berusaha masyarakat miskin yang dapat memperkuat peran masyarakat miskin dalam pengambilan keputusan kebijakan publik yang menjamin penghargaan, perlindungan, dan pemenuhan hak-hak dasar yang dapat membantu dalam mewujudkan kondisi, lingkungan ekonomi, politik, dan sosial yang memungkinkan masyarakat miskin dapat memperoleh kesempatan seluasluasnya dalam pemenuhan hak-hak dasar dan peningkatan taraf hidup secara berkelanjutan dan memberikan rasa aman bagi kelompok masyarakat miskin dan rentan.

11

(12)

Adapun dari hasil wawancara tersebut dijelaskan bahwa persyaratan yang harus dipenuhi oleh pemohon dana bantuan sosial berdasarkan ialah sebagai berikut;

1.

Individu, keluarga, dan/atau masyarakat serta lembaga non pemerintah mengajukan permohonan tertulis belanja bantuan sosial kepada Gubernur.

2.

Permohonan tertulis dibubuhi cap dan ditanda tangani oleh:

a.

Ketua dan seretaris atau sebutan lain bagi lembaga non pemerintah

b.

Permohonan tertulis diketahui pemerintah setempat bagi individu, keluarga dan/atau masyarakat.

3.

Permohonan tertulis bagi lembaga non pemerintah

dilengkapi dengan proposal yang memuat informasi tentang:

h.

Daftar Personalia Pelaksana dan Susunan Kepengurusan Lembaga;

i.

Rencana Anggaran Biaya;

j.

Nomor Rekening Bank yang Masih Berlaku;

k.

Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Lembaga; dan

l.

Penutup

Kementrian Sosial dan Dinas Sosial Provinsi Lampung melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap aktivitas pelaku penyelenggaraan kesejahteraan sosial sesuai dengan kewenangannya masing-masing. Pemerintah dapat melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap fakir miskin perkotaan di Provinsi Lampung, lalu melakukan pemantauan dan evaluasi setiap 1 tahun sekali untuk melihat perkembangan apakah fakir miskin tersebut telah sejahtera.12

Pendampingan oleh Dinas Sosial kepada KUBE, diantaranya: 1. Membuat Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak

(SPTJM) lampiran 4;

2. Melakukan verifikasi data calon penerima manfaat; 3. Memfasilitasi Pembentukan KUBE dan penentuan UEP

dalam KUBE;

4. Memfasilitasi KUBE dalam menyusun dan mengajukan proposal;

5. Mendampingi pembukaan rekening bank atas nama KUBE;

6. Mendampingi pencairan dan penggunaan oleh KUBE; 7. Memfasilitasi KUBE membuat laporan penggunaan data; 8. Mengajak, mengarahkan dan membina KUBE, sehingga mengerti, memahami dan melaksanakan hasil bimbingan secara aktif dan kreatif;

9. Memberikan informasi dan pengetahuannya kepada KUBE;

10. Memotivasi KUBE dan anggotanya;

11. Mencatat dan melaporkan perkembangan KUBE secara berkala;

12. Memberi penilaian, saran dan masukan kepada KUBE.

Penerima Manfaat

a.

Kewajiban

12

Lembaran Negara, Pasal 54 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial.

a. Membuat Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM);

b. Bersedia menjadi anggota KUBE;

c. Bersedia untuk aktif dalam kegiatan kelompok : pertemuan wajib bulanan dan juga kegiataan usaha ekonomi produktif;

d. Mengikuti dan mentaati semua ketentuan-ketentuan yang ada yang sudah disepakati;

e. Mewujudkan tujuan yang ingin dicapai bersama; f. Membangun kerjasama dengan berbagai pihak; g. Memanfaatkan dana stimulan ataupun bantuan

modal usaha dengan penuh tanggung jawab; h. Membayar simpanan atau tabungan setiap bulan

sesuai kesepakan bersama yang ditentukan;

i. Membayar Iuran dana Kesetiakawanan Sosial (IKS) setiap bulan sesuai kesepakatan bersama yang sudah ditentukan;

j. Memanfaatkan penghasilan untuk meningkatkan kesejahteraan anggota keluarga;

k. Mencatat dan melaporkan perkembangan KUBE secara berkala.

b.

Hak

a. Mendapatkan bantuan permodalan untuk mengembangkan Usaha Ekonomi Produk (UEP) dalam Usaha Kelompok Bersama (KUBE);

b. Mendapatkan pendampingan dalam mengembangkan Usaha Ekonomi Produk dalam Kelompok Usaha Bersama;

c. Mendapatkan bimbingan dan peningkatan kapasitas keterampilan teknis dan manajemen usaha;

d. Menikmati hasil pelaksanaan UEP dengan pembagian keuntungan yang proporsional terhadap sumbangsih pada pengelolahan UEP dan kegiatan kelompok.13

Apabila hak dan kewajiban penyelenggara maupun dan penerima manfaat dijalankan dengan semestinya, maka akan berjalanlah Kelompok Usaha Bersama (KUBE) yang mampu membantu masyarakat secara maksimal. Penyaluran bantuan sosial dengan pendekatan KUBE akan menjadi salah satu alat yang berdayaguna dengan konsistennnya penyelenggaraan, pendampingan, pencatatan pelaporan, serta monitoring dan evaluasi oleh penyelenggara. Hal demikian juga akan berjalan lancar dengan kerjasama penerima manfaat yang kooperatif. Dalam Pasal 5 ayat (1)Penyelenggaraan kesejahteraan sosial ditujukan kepada : a). perseorangan; b). keluarga; c). kelompok; dan/atau d). masyarakat. Artinya kesejahteraan sosial mempunyai target keberhasilan dalam pemberdayaan masyarakat secara menyeluruh. Oleh karena KUBE merupakan kelompok usaha bersama warga suatu daerah dengan ketentuan seperti yang sudah dijabarkan, maka kemanfaatannya menjadi prioritas utamanya adalah meminimalisir kesenjangan sosial dan/atau fakir miskin serta pengangguran yang ada di perkotaan Provinsi Lampung. Kendala yang dihadapi seperti tidak terakomodirnya keluarga penyandang fakir miskin, tidak sesuainya kegunaan bantuan sosial yang diberikan, dan lain sebagainya merupakan dampak humanity eror yang tidak menjalankan amanah undang-undang dengan semestinya. Padahal apa yang diupayakan pemerintah dengan pendekatan KUBE adalah bentuk upaya pemerintah dalam mengurangi angka kemiskinan dan pengangguran yang melanda Indonesia.

13

(13)

Sudah disediakannya Dinas Sosial Provinsi Lampung dan program yang dicanangkan secara legal dengan ketentuan aturan yang mendasar bagi berjalannya program ini tidak akan bermanfaat apabila tidak dibarengi dengan kesadaran pelaksana maupun penerima manfaat. Karenanya itu, hal tersebut merupakan persoalan yang harus diselesaikan dengan evaluasi dan ppartisipasi yang bertanggung jawab dari keduanya.

4.3 Faktor Penghambat Pelaksanaan Penyaluran Bantuan terhadap Fakir Miskin

Berdasarkan hasil wawancara dengan Pirhot Pakpahan, A.Ks, selaku kepala seksi Pemberdayaan Fakir Miskin mengatakan ada 3 faktor penghambat dalam pelaksanaan penyaluran bantuan terhadap fakir miskin perkotaan di Bandar Lampung: 1. Minimnya pengetahuan kelompok KUBE di Provinsi

Lampung dalam pembuat rekening untuk kepentingan bersama yang menghabiskan waktu cukup lama terkadang untuk membuat buku tabungan mereka harus iuran satu kelompok yang terdiri dari 5-10 KK;

2. Bahasa, terkadang saat sosialisasi dan evaluasi seksi pemberdayaan fakir miskin Dinas Sosial Provinsi Lampung mengalami kesulitan interaksi dengan anggota KUBE karena mereka terkadang masih sering menggunakan bahasa suku atau bahasa daerah masing, sehingga apa yang disampaikan oleh perwakilan dari Dinas Sosial kepada KUBE, ada yang sebagian anggota KUBE nya tidak memahami;

3. Dana yang dialokasikan kepada KUBE untuk tujuan kesejahteraan hidup mereka sering di salah gunakan. Dinas Sosial saat sosialisasi dalam penyaluran dana tersebut meminta agar anggota KUBE membuat usaha 1 atau lebih guna melanjutkan kehidupan mereka agar lebih sejahtera tetapi ada sebagian kecil karena malas jadi dana yang di dapat tersebut bukan untuk usaha tetapi untuk memenuhi kebutuhan pokok keluarganya. Walaupun bantuan tersebut turun dalam 6 bulan sekali kalau tujuan dari Dinas Sosial tidak dilaksanakan oleh anggota KUBE maka perekonomian keluarga tersebut tidak akan berkembang.14

Dinas sosial sedang berupaya untuk membantu menjelaskan dengan sabar kepada anggota KUBE yang tidak mencapai tujuan untuk mensejahterahkan kehidupan mereka. Karena Dinas Sosial dalam menangani fakir miskin berasaskan kemanusiaan, keadilan sosial, nondiskriminasi, kesejahteraan, kesetiakawanan dan pemberdayaan.15

Asas-asas tersebut yang menjadi landasan gerak Dinas Sosial dalam menjalankan pendekatan KUBE di masyarakat.

1.

Kemanusiaan, yang dimaksud dengan asas

“kemanusiaan” adalah dalam penanganan fakir miskin

harus memberikan perlindungan, penghormatan hak-hak asasi manusia, serta harkat dan martabat setiap warga negara dan penduduk Indonesia secara proporsional.

2.

Keadilan sosial, Yang dimaksud dengan asas “keadilan

sosial” adalah dalam penanganan fakir miskin harus memberikan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara tanpa kecuali.

14

Prihot Pakpahan, A.Ks, Hasil Wawancara dengan Kepala Seksi Pemberdayaan Fakir Miskin, Dinas Sosial Provinsi Lampung, Tanggal 15 Agustus 2016, Pukul 10.00 WIB.

15

Lembaran Negara, Pasal 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penenganan Fakir Miskin.

3.

Nondiskriminasi, Yang dimaksud dengan asas “nondiskriminasi” adalah dalam penanganan fakir miskin harus dilakukan atas dasar persamaan tanpa membedakan asal, suku, agama, ras, dan antargolongan.

4.

Kesejahteraan, ang dimaksud dengan asas

“kesejahteraan” adalah dalam penanganan fakir miskin harus dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan fakir miskin

5.

Kesetiakawanan, Yang dimaksud dengan asas “kesetiakawanan” adalah dalam penanganan fakir miskin harus dilandasi oleh kepedulian sosial untuk membantu orang yang membutuhkan pertolongan dengan empati dan kasih sayang.

6.

Pemberdayaan, Yang dimaksud dengan asas

“pemberdayaan” adalahcdalam penanganan fakir miskin

harus dilakukan melalui kemampuan dan kapasitas sumber daya manusia untuk meningkatkan kemandirian.

Dari faktor penghambat yang telah dipaparkan dan disejajarkan dengan asas-asas yang berlaku secara perundang-undangan, maka sebenarnya yang harus dilakukan oleh dinas sosial selaku representatif pemerintah adalah memaksimalkan sosialisasi terkait pendekatan KUBE kepada masyarakat agar masyarakat dapat memaksimal program KUBE, hal ini juga harus juga dibarengi dengan pemahaman dinas sosial akan daerah. Gunanya adalah untuk sampainya pemahaman tentang KUBE yang disampaikan dapat dicerna secara logis oleh masyarakat.

Masyarakat daerah dengan keterbatasan kemampuan yangg dimiliki harus didampingi dengan baik. Merekalah yang paling membutuhkan pendampingan, baik secara berjalannya KUBE ataupun bagaimana pemahaman KUBE sampai kepada mereka. Sehingga tujuan dari KUBE berjalan dapat tercapai. Apa yang disampaikan dapat diterima atau logis bagi masyarakat daerah akan berdampak pada berjalannya program ini. Hal demikian merupakan salah satu upaya menghindari penyalahgunaan KUBE karena ketidakpahaman program. Walaupun yang terjadi tidak tepat sasaran KUBE juga acapkali terjadi.

Tidak tepat sasarannya KUBE ini juga diakibatkan dinas sosial yang tidak maksimal dalam pendampingan KUBE yang sudah terdaftar. Jika memang pendampingan sudah benar dijalankan, maka seharusnya dapat dicegah penyalahgunaan-penyalahgunaan yang ada. Pendampingan; pencatatan dan pelaporan; serta monitoring dan evaluasi merupakan harus dimaksimalkan guna berjalannya program melalui pendekatan KUBE yang baik dan benar.

PENUTUP 4.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian tentang 3 masalah pokok diatas, Berdasarkan analisis hasil penelitian dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Peran dinas sosial dalam penyaluran bantuan sosial terhadap fakir miskin perkotaan di Provinsi Lampung adalah sebagai representasi asas dekonsentrasi dan tugas pembantuan dari pemerintah pusat (Kementrian Sosial RI) kepada pemerintah daerah (Dinas Sosial) dengan fungsi perumusan, penyelenggaraan, pembinaaan dan pelaksanaan bantuan sosial di Provinsi Lampung dengan pendekatan Kelompok Usaha Bersama (KUBE).

(14)

a. Minimnya pengetahuan kelompok KUBE di Provinsi Lampung dalam pembuat rekening untuk kepentingan bersama yang menghabiskan waktu cukup lama.

b. Bahasa, terkadang saat sosialisasi dan evaluasi seksi pemberdayaan fakir miskin Dinas Sosial Provinsi Lampung mengalami kesulitan interaksi dengan anggota KUBE karena mereka terkadang masih sering menggunakan bahasa suku atau bahasa daerah masing-masing.

4.2 Saran

Berdasarkan simpulan diatas maka penulis memberikan beberapa saran, yakni :

1. Memaksimalkan sosialisasi tentang Kelompok Usaha Bersama (KUBE) dan tata cara pelaksanaanya guna menunjang kemampuan masyarakat dalam menjalankan KUBE serta manfaat jangka panjang bagi masyarakat. 2. Pendekatan persuasif pelaksana penyelenggara KUBE

(15)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Angraini, jum. 2012. Hukum Administrasi Negara, Graha Ilmu, Yogyakarta.

Himawan, Muammar. 2004. Pokok-Pokok Organisasi Modern. Bina Ilmu. Jakarta.

Kementerian Sosial RI Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan. 2015. Petunjuk Teknis Kelompok Usaha Bersama (KUBE). Jakarta Pusat.

Mustafa, Bachsan. 2001. Sistem Hukum Administrasi Neagra. Pt Citra Aditia Bakti, Bandung.

Nugroho, Heru. 1995.Kemiskinan, Ketimpangan, dan Kesenjangan, Aditya Media, Yogyakarta.

Rudy. 2013. Hukum Pemerintahan Daerah, Pusat Kajian Konstitusi dan Praturan Perundang-Undangan Fakultas Hukum Universitas Lampung, Lampung

Soekamto, Soerjono.2002.Sosiologi Suatu Pengantar. Rajawali Press. Jakarta.

Suryanto, Bagong. 1996. Perangkap Kemiskinan Problem Dan Strategi Pengetasannya Dalam Pembangunan Desa, Aditiya Medika, Yoyagkarta.

Suharto, Edi. 2007. kebijakan Sosial Sebagai Kebijakan Publik-Peran Pembangunan Sosial Dan Pekerjaan Sosial Dalam Mewujudkan Negara Sejahtera, Alfabeta, Bandung.

Sulastomo.2008. Sistem Jaminan Sosial Nasional, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta.

B. Perundang-Undangan

Undang-undang Nomor 11 tahun 2009 Tentang Kesejahtraan Sosial; Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah;

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;

Peraturan Gubernur Lampung Nomor 34 Tahun 2010 tentang rincian tugas, fungsi dan tata kerja dinas-dinas daerah pada pemerintah provinsi Lampung.

Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 24 Tahun 2014 tentang Penyelenggara Kesejahteraan Sosial.

C. Website

http://id.wikipedia.org/wiki/gariskemiskinan.com

Referensi

Dokumen terkait

1) Proses 1.0 adalah proses penginputan data atlet yang akan diInputkan oleh Admin, dimana data atlet bersumber dari Atlet berupa data id_atlet, hasil proses disimpan dalam datastore

Informasi awal yang didapat dari penyidik harus diteruskan kepada dokter forensik, sehingga dokter forensik bisa memulai melakukan investigasi terhadap temuan

Pengembangan tele-ICU membutuhkan peran perawat profesional yang memiliki ideologi dalam justifikasi perkembangan tehnologi dalam posisi yang berbeda, dimana perawat dapat

Usaha mengengah yaitu usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, dilaksanakan secara perorangan atau badan usaha, bukan anak perusahaan atau cabang perusahaan

Senyawa kalium pentagamavunonat-0 hasil sintesis mempunyai rendemen 118-132% dan memiliki kelarutan dalam air yang jauh lebih baik dibandingkan dengan PGV-0. Senyawa

Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa media komunikasi massa adalah media yang digunakan dalam proses komunikasi massa yang berupa cetak atau elektronik dengan

Kawi Boedisetio Chemical intermediates Manmade Fibre manufacturers Apparel Yarn spinners Commission yarn dyers Apparel fabric weavers Apparel fabric knitters Yarn dyers

Program tingkat kabupaten/kota yang dilaksanakan di Provinsi Sulawesi Selatan adalah: penyusunan Renstra SKPD, memfasilitasi dinas pendidikan kabupaten/kota untuk