• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI SISTEM DUA JALUR (DOUBLE TRACK SYSTEM) PADA PROSES PERADILAN PIDANA ANAK (Studi Pada Wilayah Hukum Pengadilan Tinggi Tanjung Karang)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "IMPLEMENTASI SISTEM DUA JALUR (DOUBLE TRACK SYSTEM) PADA PROSES PERADILAN PIDANA ANAK (Studi Pada Wilayah Hukum Pengadilan Tinggi Tanjung Karang)"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI SISTEM DUA JALUR (DOUBLE TRACK SYSTEM) PADA PROSES PERADILAN PIDANA ANAK

(Studi Pada Wilayah Hukum Pengadilan Tinggi Tanjung Karang)

(Jurnal)

Oleh :

SISKA DWI AZIZAH WARGANEGARA 1412011403

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

ABSTRAK

IMPLEMENTASI SISTEM DUA JALUR (DOUBLE TRACK SYSTEM) PADA PROSES PERADILAN PIDANA ANAK

(Studi Pada Wilayah Hukum Pengadilan Tinggi Tanjung Karang)

Oleh

Siska Dwi Azizah Warganegara, Firganefi, Dona Raisa Monica E-mail : [email protected]

Sistem dua jalur (Double track system) ini sudah di atur dalam Undang-Undang

Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, namun pada

kenyataannya hakim jarang menerapkan putusan berupa double track system,

karena hakim cendrung menggunakan single track system. Permasalahan:

Bagaimanakah Implementasi Sistem Dua Jalur pada proses peradilan pidana anak dan faktor apakah yang menghambat Implementasi Sistem Dua Jalur pada proses peradilan pidana anak. Pendekatan masalah menggunakan yuridis normatif dan yuridis empiris. Data primer dan sekunder kemudian dianalisis secara kualitatif. Narasumber: Penyidik Polda Lampung, Jaksa Kejaksaan Tinggi Tanjung Karang, Hakim Anak Pengadilan Tinggi Tanjung Karang, Pemerhati Anak Lembaga Perlindungan Anak Bandar Lampung dan Akademisi Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Implementasi sistem dua jalur pada proses peradilan pidana anak di Provinsi Lampung sudah diterapkan tetapi hakim dalam

memutus perkara anak masih cendrung menggunakan single track system karena

sebagian besar penegak hukum yang belum banyak memahami tentang sistem

tersebut. Faktor penghambat yang paling dominan adalah faktor penegak hukum

itu sendiri yang belum memahami aturan mengenai sistem dua jalur, faktor sarana

dan fasilitas pendukung yang belum memadai untuk melaksanakan sistem dua jalur. Saran: diharapkan kepada para Hakim untuk dapat lebih memahami mengenai sanksi pidana berupa sistem dua jalur agar dalam memutus suatu perkara dapat menggunakan sistem dua jalur, perlu adanya sosialisasi hukum mengenai peraturan tentang pemberian sanksi pidana melalui sistem dua jalur baik kepada penegak hukum, maupun kepada masyarakat agar lebih memahami mengenai sanksi terhadap pelaku tindak pidana berupa sanksi pidana dan sanksi tindakan sehingga penerapan sistem dua jalur berjalan lebih baik.

(3)

ABSTRACT

THE IMPLEMENTATION OF DOUBLE TRACK SYSTEM IN THE PROCESS OF JUVENILE CRIMINAL JUSTICE

(Studi on Jurisdiction of Tanjung Karang High Court)

By:

Siska Dwi Azizah Warganegara, Firganefi, Dona Raisa Monica E-mail : [email protected]

The Double Track System is already regulated in Act No. 11 of 2012 concerning Juvenile Criminal Justice system, but in the reality the judge rarely applies this system because they tend to use a single track system. Problem : How is the implemetation of the Double Track system in the process of juvenile criminal justice and what factors that obstruct the implentation of this system. The problem approach using normative juridicial and empirical juridical. The primary and secondary data are then analyzed qualitatively . Sources: Lampung Police Investigator, prosecutor at Tanjung Karang High Court, Juvenile Court Judge at Tanjung Karang High Court, Child Observer at Child Protection Institute of Bandar Lampung dan Criminal Law Academicians at Faculty of Law in University of Lampung. The Implemetation of a double track system in the process of juvenile criminal justice in Lampung Province has been applied but the judges are still tend to use single track system in deciding the case because most law enforcers are not really understand about this system. The most dominant obstacle factor is the lack of understanding about double track system by the law enforcement itself along with insufficient facilities and supporting facilities. Suggestion: is expected to the judges to be able to better understand the criminal sanctions in the form of a double track system so that in deciding a case can use double track system, it is necessary to socialize the law regarding the regulation of criminal sanction through the double track system to law enforcers, as well as to the public is expected in order to understand about sanctions againts criminal offenders in the form of criminal sanctions and civil sanctions with the result that the implementation of this system works better.

(4)

I. PENDAHULUAN

Sistem hukum pidana di Indonesia menganut dua cara penerapan sanksi pidana yaitu sistem alternatif dan sistem alternatif kumulatif. Dalam

penerapan sanksi pidana di

Indonesia, hakim diberikan

kebebasan untuk menentukan sistem apa yang akan digunakan baik sistem alternatif maupun sistem alternatif kumulatif.

Secara garis besar sanksi pidana dapat dibagi dua macam yaitu pidana (punishment) dan tindakan (treatment). Kedua macam sanksi pidana tersebut memiliki tujuan yang berbeda, sanksi pidana bertujuan

untuk pencegahan umum (preventie

general) dan pencegahan khusus (preventie special). Sanksi pidana dengan bertujuan untuk pencegahan

umum (preventie general) adalah

dengan pemberian sanksi pidana diharapkan agar masyarakat tidak meniru perbuatan tersebut, selain itu sanksi pidana dengan bertujuan

untuk pencegahan khusus (preventie

special) bertujuan agar dengan pemberian sanksi pidana tersebut si pelaku merasa jera dan tidak akan melakukan tindak pidana lagi.

Sedangkan tindakan (punishment)

bertujuan untuk perbaikan terhadap diri si pelaku serta memberikan rasa

aman terhadap masyarakat.1 Namun

pada kenyataannya, hakim di

Indonesia lebih banyak yang

menerapkan sistem alternatif

dibandingkan dengan sistem

alternatif kumulatif.

1 Erna Dewi, Hukum Penitensier Dalam

Perspektif, Bandar Lampung: Lembaga Penelitian Universitas Lampung, 2013, hlm 11

Putusan-putusan hakim mengenai tindak pidana yang dilakukan oleh anak sebagai berikut:

1. Putusan PN KOTA AGUNG

Nomor

2/Pid.Sus-Anak/2014/PN.Kot Tahun 2014 yang memidana pelaku anak selama 3 (tiga) bulan penjara dengan kasus Pencurian dengan kekarasan.

2. Putusan PN Liwa Nomor

12/Pid.sus/2014/PN.LW yang

memutus 2 (dua) orang pelaku anak dengan masing-masing di pidana dengan pidana penjara 7 (tujuh) bulan dan 6 (enam) bulan dengan perkara pencurian dalam keadaan memberatkan.

3. Putusan PN GUNUNG SUGIH

Nomor 8/Pid.Sus-Anak/2017/PN Gns Tahun 2017 yang memidana pelaku anak FS Alias PAH POH BIN IWAN SAPUTRA yang

melakukan tindak pidana

pencurian dalam keadaan

(5)

dapat bermanfaaat bagi masa

depan.2

Berdasarkan data yang diperoleh dari Kepolisian Daerah Lampung selama bulan Januari sampai dengan bulan Agustus pada Tahun 2017 ada 57 Kasus anak sebagai pelaku tindak pidana. Dari 57 kasus anak tersebut 4 di antaranya diselesaikan melalui diversi, 28 kasus dilimpahkan ke Jaksa Penuntut Umum (JPU), 25 kasus masih dalam penyidikan serta sampai saat ini ada 21 anak pelaku tindak pidana yang berada di dalam penjara.

Beberapa ketentuan yang berlaku terhadap pelaku anak antara lain Pasal 5 Ayat (1) mengatur mengenai Sistem Peradilan Pidana Anak wajib mengutamakan pendekatan Keadilan

Restoratif yaitu pidana sebagai

sarana pemulihan perilaku dari

pelaku Tindak Pidana bukan sebagai pemberi efek jera. Pasal 5 Ayat (3) menyatakan Sistem Peradilan Pidana Anak mewajibkan adanya diversi. Pasal 7 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak mengatur mengenai proses penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di pengadilan wajib

diupayakan diversi (tindakan).

Dalam Pasal 79 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana

Anak diatur pula mengenai

pemidanaan terhadap pelaku anak yaitu pidana penjara ½ (setengah) maksimum dari orang dewasa. Dari ketentuan tersebut diatur adanya

sistem dua jalur (Double Track

System).

2https://putusan.mahkamahagung.go.id/peng adilan/mahkamah-agung/direktori/pidana-khusus, diakses 1 juli 2017 pukul 19.15

Adapun yang dimaksud dengan

model double track system (sistem

dua jalur) yaitu model pemberian sanksi pidana dengan menggunakan dua macam sanksi pidana yang terdiri dari pidana dan tindakan yang penerapannya dapat di alternatifkan

atau dikumulatifkan. double track

system tidak sepenuhnya memakai satu diantara dua jenis sanksi itu. sistem dua jalur inimenempatkan dua

jenis sanksi tersebut dalam

kedudukan setara.3Model ini lebih

diutamakan terhadap perkara yang pelakunya anak, terhadap pelaku

pengguna narkotika dan

memungkinkan juga diterapkan

terhadap pelaku tindak pidana ringan lainnya.

Pada praktek peradilan pidana anak hakim di Indonesia lebih sering menerapkan putusan yang memidana terutama pidana penjara dan denda dari pada pemberian tindakan, seperti pelaku anak dikembalikan pada orang tua atau rehabilitasi terhadap pelaku pengguna narkotika. Akibat

dari banyaknya putusan yang

cendrung mengidolakan pidana dari pada tindakan saat ini jadi problem besar dalam dunia hukum adalah penuhnya lembaga pemasyarakatan (over cavacity).

Berdasarkan uraian di atas, penulis mencoba untuk menulis skripsi dengan judul “Implementasi Sistem

Dua Jalur (Double Track System)

pada Proses Peradilan Pidana Anak.”

3M. Sholehuddin, Sistem Sanksi dalam

(6)

Permasalahan dalam penulisaan skripsi ini, terdiri dari :

1. Bagaimanakah Implementasi

Sistem Dua Jalaur (Double

Pendekatan masalah yang digunakan pada skripsi ini adalah yuridis

normatif dan yuridis empiris.

Narasumber pada penelitian ini terdiri dari Penyidik Kepolisian

Daerah Lampung, Jaksa pada

Kejaksaan Tinggi Tanjung Karang, Hakim Anak pada Pengadilan Tinggi Tanjung Karang, Pemerhati Anak pada Lembaga Perlindungan Anak Bandar Lampung dan Akademisi Hukum Pidana pada Fakultas Hukum Universitas Lampung. Analisis data dilakukan secara komulatif dan disimpulkan secara induktif dan deduktif.

II.PEMBAHASAN

A. Implementasi Sistem Dua Jalaur (Double Track System) pada Proses Peradilan Pidana Anak

Sistem perumusan pidana menurut pendapat Barda Nawawi Arif ada empat sistem perumusan yaitu :

a. Sistem perumusan tunggal atau

imperative;

b. Sistem perumusan alternative;

c. Sistem perumusan kumulatif;

dan

d. Sistem perumusn kumulatif

alternatif.4

4Barda Nawawi Arief, Perkembangan Sistem

Pemidanaan di Indonesia. Semarang: Badan

Sistem dua jalur (double track

system) adalah kedua sanksi berupa sanksi pidana dan sanksi tindakan,

sistem dua jalur (double track

system) tidak sepenuhnya memakai satu diantara dua sanksi tersebut. Sistem dua jalur ini menempatkan bahwa kedudukan dari kedua sanksi tersebut setara, penekanan kesetaraan sanksi pidana dan sanksi tindakan dalam kerangka double track system terkait dengan fakta bahwa unsur

pencelaan/ penderitaan melalui

sanksi pidana unsur pembinaan melalui sanksi tindakan sama-sama dilaksanakan dalam sistem sanksi hukum pidana. Hal ini lah yang menjadi dasar mengapa di dalam

sistem dua jalur (double track

system) dituntut adanya kesetaraan antara sanksi pidana dan sanksi tindakan.

Sistem dua jalur (double track

system) menurut Ferizal adalah sistem dua jalur tentang sanksi dalam hukum pidana, stelsel sanksinya

tidak hanya meliputi pidana

(hukuman) yang bersifat

menderitakan tetapi juga sanksi tindakan yang secara relatif lebih bermuatan pendidikan. Dengan kata lain sanksi pidana di satu pihak dan sanksi tindakan yaitu memberikan pelajaran kepada pelaku tindak pidana dengan kegiatan sosial yang bersifat pembinaan dan perawatan

kepada anak.5

Sedangakan Lilik Septriyana

berpendapat bahwa sistem dua jalur (double track system) adalah sistem penjatuhan pidana kepada pelaku

penerbit Universitas Diponegoro, 2007, hlm. 25

(7)

tindak pidana dengan pemberian sanksi pidana penjara di lembaga pemasyarakatan khusus anak dan

juga sanksi tindakan seperti

pemberian keterampilan kepada

pelaku tindak pidana di panti sosial atau lembaga lain di luar dari

lembaga pemasyarakatan itu sendiri.6

Diah Sulastri Dewi berpendapat

bahwa doble track system adalah

sistem dua jalur tentang sanksi dalam

stelsel hukum pidana, stelssel

sanksinya tidak hanya meliputi

pidana (hukuman) yang bersifat menderitakan tetapi juga meliputi tindakan yang secara relatif lebih bermuatan pendidikan. Dengan kata lain bahwa sanksi pidana di satu

pihak dengan tujuan untuk

memberikan efek jera atau

pembelajaran kepada pelaku tindak pidana dan sanksi tidakan dilain pihak yang bertujuan memberikan pelajaran, lain dengan kegiatan sosial

yang bersifat pembinaan dan

perawatan kepada pelaku tindak

pidana.7

Berdasarkan uraian dari wawancara di atas mengenai sistem dua jalur (double track system) penulis menganalisis bahwa sistem dua jalur (double track system) adalah sistem pemberian pidana terhadap pelaku tindak pidana yang menerapkan dua macam sanksi sekaligus yang terdiri dari sanksi pidana dan juga sanksi tindakan. Dengan tujuan disatu sisi

sanksi pidana sebagai sarana

pembalasan yang menderitakan

terhadap si pelaku dan disisi lain

6Hasil Wawancara dengan Jaksa dari Kejaksaan Tinggi Tanjung Karang Lilik Septriyana, 28 September 2017

7Hasil Wawancara dengan Hakim Anak pada Pengadilan Tinggi Tanjung Karang . Diah Sulastri Dewi, 16 Oktober 2017

tujuan sanksi tindakan adalah untuk pemberian pelajaran, pelatihan, dan pembinaan yang dapat memberikan manfaat baik terhadap dirinya sendiri maupun bagi masyarakat hal ini akan lebih positif dibandingkan jika hanya memberikan sanksi pidana saja.

Terkait dengan implementasi sistem

dua jalur (double track system) pada

proses peradilan pidana anak

berdasarkan wawancara penulis

dengan Fizal ia menyatakan bahwa

implementasi sistem dua jalur

(double track system) merupakan

penerapan dari Undang-Undang

Nomor 11 Tahun 2012 tentang

Sistem Peradilan Pidana Anak.8

Lilik Septriyana menyatakan bahwa

implementasi sistem dua jalur

(double track system) selama ini pada tingkat penuntutan narasumber belum pernah menerapkan sistem

dua jalur (double track system) pada

perkara anak yang ditanganinya ia lebih cenedrung menggunakan model single track system karena yang

bersangkutan belum begitu

memahami tujuan dari diadakannya

sistem dua jalur (double track

system).9

Diah Sulastri Dewi berpendapat bahwa implementasi sistem dua jalur (double track system) saat ini sudah

pernah diterapkan oleh yang

bersangkutan namun belum begitu banyak, karena hakim-hakim yang lain belum banyak yang memahami

mengenai sistem dua jalur (double

track system) terlebih dalam

8Hasil Wawancara dengan Penyidik pada Kepolisian Daerah Lampung Ferizal, 25 September 2017

(8)

kenyataannya belum banyak tersedianya hakim khusus (hakim yang memahami tentang psikologi

anak).10

Menurut Tri Andrisman jika

implementasi sistem dua jalur

(double track system) pada peradilan pidana anak dapat berjalan dengan baik kunci utamanya adalah dari aparat penegak hukum nya itu sendiri yang harus memahami mengenai

sistem dua jalur (double track

system) dan dalam proses penyidikan

sampai dengan putusan aparat

penegak hukum harus lah yang khusus anak sesuai dengan Pasal 1 butir ke-7 sampai dengan butir ke-12 Undang-Undang Nomor 11 Tahun

2012 tentang Sistem Peradilan

Pidana Anak.11

Berdasarkan uraian dan hasil

wawancara dengan para narasumber

di atas, menurut penulis

implementasi dari double track

system sudah di atur dalam beberapa ketentuan yang berlaku di Indonesia, antara lain dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak yang telah diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun

2012 tentang Sistem Peradilan

Pidana Anak, namun dalam praktik belum semua aparat penegak hukum mengetahui dan memahami sistem tersebut, dalam hal ini misalanya polisi sebagai penyidik anak, dimana tugas dan fungsi mereka sebagai ujung tombak atau penjaga gawang

10Hasil Wawancara dengan Hakim pada Pengadilan Tinggi Tanjung Karang Diah Sulastri Dewi, 16 Oktober 2017

11Hasil Wawancara dengan Akademisi Fakultas Hukum Universitas Lampung Tri Andrisman, 19 Oktober 2017

yang dapat menentukan apakah suatu

perkara dapat dilanjutkan ke

pengadilan apakah tidak, bahkan pada tahap penyidikan pun sudah harus ditawarkan untuk dilakukan diversi. namun dalam kenyataannya

kebanyakan perkara anak tetap

dilanjutkan sampai ke pengadilan sehingga masih ditemukan beberapa

putusan pengadilan yang

menjatuhkan sanksi pidana saja (pidana penjara) tanpa sanksi berupa tindakan atau dengan kata lain masih cendrung menggunakan sistem satu

jalur (single track system)

dibandingkan sistem dua jalur

(double track system).

B. Faktor Penghambat

Implementasi Sistem Dua Jalaur (Double Track System) pada proses peradilan pidana anak

Faktor penghambat penegakan

hukum secara umum dapat dilihat

dari beberapa faktor, menurut

Soerjono Soekanto ada 5 faktor

penghambat penegakan hukum

diantaranya yaitu :

1. Faktor Hukum yaitu peraturan

dan undang-undang

2. Faktor Penegak Hukum yaitu

pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum

3. Faktor Sarana dan Fasilita

Mendukung Penegakan Hukum

4. Fator Masyarakat adalah

lingkungan dimana hukum itu di terapkan dan diberlakukan

5. Faktor Kebudayaan yakni setiap

hasil karya, cipta, dan rasa yang

tercipta dalam pergaulan

hidup.12

12Soerjono Soekanto Faktor-Faktor Yang

Mempengaruhi Penegeakan Hukum

(9)

Faktor yang paling dominan dalam menghambat implementasi sistem

dua jalur (double track system) pada

proses peradilan pidana anak antara lain:

1. Faktor Penegak Hukum

Hambatan yang mungkin akan

dijumpai pada penerapan yang

seharusnya dari penegak hukum dapat berasal dari dirinya sendiri atau dari lingkungan sekitar. Hambatan yang perlu untuk ditanggulangi adalah :

a. Keterbatasan kemampuan untuk

menempatkan diri dalam

peranan pihak lain dengan siapa dia berinteraksi;

b. Tingkat asprirasi yang relatif

belum tinggi;

c. Kegairahan yang sangat terbatas

untuk memikirkan masa depan, sehingga sulit sekali untuk membuat suatu proyeksi;

d. Belum adanya kemampuan

untuk menunda pemuasan suatu

kebutuhan tertentu, terutama

kebutuhan materil; dan

e. Kurangnya daya inovasi yang

sebenarnya merupakan pasanga

konservatisme.13

Menurut Diah Sulastri Dewi faktor

penegak hukum yang kurang

memahami apa yang maksud dari

sistem dua jalur (double track

system) oleh sebab itu faktor ini perlu diperhatikan dalam implementasi

sistem dua jalur (double track

system). Karena jika penegak hukum

nya sendiri belum memahami

peraturan-peraturan mengenai sistem

dua jalur (double track system) maka

bagaimana pemidanaan dengan

sistem dua jalur (double track

13Ibid, hlm 34-35

system) tersebut dapat dilaksanakan

dengan baik.14

Sedangkan Toni Fisher menyatakan bahwa faktor penegak hukumnya yang menjadi faktor penghambat

implementasi sistem dua jalur

(double track system) pada proses peradilan pidana anak dilihat dari sisi

kuantitas dan kualitas penegak

hukum. Diliahat dari kuantitasnya

masih kurangnya sumber daya

manusia aparat penegak hukum yang belum berimbang dengan masyarakat yang akan dilindungi sedangkan dilihat dari kualitasnya masih banyak

penegak hukum yang belum

memahami tentang sistem dua jalur (double track system) itu

khususnya.15

Tri Andrisman menyatakan bahwa faktor penegak hukum menjadi faktor yang paling menentukan

implementasi sistem dua jalur

(10)

perlindungan perempuan dan anak),

dan Hakim yang ramah anak.16

Berdasarkan hasil wawancara penulis bersama para narasumber mengenai

faktor penegak hukum dalam

implementasi sistem dua jalur

(double track system) pada proses

peradilan pidana anak penulis

menganalisis bahwa faktor ini dapat dikatakan sebagai faktor yang paling dominan karena bagaimana sistem

dua jalur (double track system) dapat

terlaksana jika penegak hukumnya sendiri tidak memahami sistem dua

jalur (double track system).

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak penegak

hukum untuk menjadi seorang

pernyidik anak yang berhadapan dengan hukum harus memenuhi syarat-syarat tertentu yaitu telah berpengalaman sebagai penyidik,

mempunyai minat, perhatian,

dedikasi dan memahami masalah anak, serta telah mengikuti pelatihan teknis tentang peradilan anak.

2. Faktor Sarana dan Fasilitas

Menurut Purba caraka dan Soerjono

Soekanto, sebaiknya untuk

melengkapi sarana dan fasilitas dalam penegakan hukum perlu dianut jalan pikiran sebagai berikut :

a. Yang tidak ada, harus diadakan

dengan yang baru;

b. Yang rusak atau salah, harus

diperbaiki;

c. Yang kurang, harus ditambah;

d. Yang macet harus dilancarkan

e. Yang mundur atau merosot,

harus dimajukan dan

16Hasil Wawancara dengan Akademisi Fakultas Hukum Universitas Lampung Tri Andrisman, 19 Oktober 2017

ditingkatkan.17

Diah Sulastri Dewi menyatakan faktor yang paling menghambat dalam implementasi sistem dua jalur (duble track system) khususnya pada peradilan pidana anak adalah faktor sarana dan fasilitas yang mendukung

karena untuk melaksanakan double

track system perlu adanya tempat-tempat atau lembaga-lembaga khusus untuk melatih anak-anak selama

menjalani hukuman, untuk

pemberian hukuman kepada anak menurut Diah Sulastri Dewi anak tidak boleh di tempatkan di tempat yang sama dengan orang dewasa karena anak masih belum memahami mana yang baik dan mana yang buruk, karena apabila anak di tempatkan di tempat yang sama dengan pelaku tindak pidana dewasa

anak tersebut bisa saja akan

mengulangi tindakan yang

dilakukannya kembali atau bahkan lebih buruk dari pada tidak pidana

sebelumnya.18

Toni Fisher juga menyatakan bahwa

faktor sarana atau fasilitas

pendukung adalah faktor yang paling mengahambat implementasi sistem

dua jalur (double track system) pada

proses peradilan pidana anak, karena belum memadainya fasilitas khusus bagi anak pelaku tindak pidana untuk dapat diberikan pidana dan tindakan, pemberian sanksi pidana kepada

anak di dalam lembaga

pemasyarakatan khusus anak yang

belum mencukupi dan belum

tersedianya Lembaga Penitipan Anak Sementara (LPAS). Namun kita juga perlu memperhatikan jika anak itu

17Op.Cit, hlm 44

(11)

dikenakan sanksi berupa pidana maka hak-hak anak yang diatur di dalam Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1996 tentang Konvensi Hak-Hak Anak yang terdapat di dalam Pasal 1 sampai dengan Pasal 41 yang salah satunya adalah hak anak untuk mendapatkan pendidikan jika anak tersebut di pidana maka hak untuk belajarnya tidak terpenuhi, namun tidak hanya ketika sudah bebas dari putusan pidana tidak banyak sekolah yang mau menerima anak mantan pelaku tindak pidana di Indonesia di daerah bekasi ada satu sekolah yang menerima anak-anak mantan pelaku

tindak pidana.19

Berdasarkan hasil wawancara penulis bersama para narasumber mengenai faktor sarana dan fasilitas pendukung yang belum memadai karena belum semua daerah memiliki lembaga

pemasyarakatan khusus anak

sehingga pada tempat-tempat tertentu

terpidana anak dititipkan pada

lembaga pemasyarakatan bagi

terpidana dewasa, sehingga kurang

mendukung untuk dilakukannya

pembinaan kepada anak pelaku tindak pidana.

III. PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan uraian sebelumnya

penulis dapat menyimpulkan,

bahwa:

1. Implementasi sistem dua jalur

(double track system) pada proses peradilan pidana anak di Indonesia khususnya di Provinsi

Lampung sudah diterapkan

tetapi hakim dalam memutus perkara anak masih cendrung

19Hasil Wawancara dengan Pemerhati Anak pada Lembaga Perlindungan Anak Bandar Lampung Toni Fisher,14 Oktober 2017

menggunakan single track

system karena sebagian besar penegak hukum tidak terkecuali hakim sebagai pihak pemutus perkara yang juga belum banyak yang memahami tentang sistem

tersebut.

2. Faktor-faktor penghambat

penegakan hukum diantaranya adalah faktor hukumnya sediri, faktor penegak hukum yang masih belum banyak memahami aturan hukum, faktor sarana dan fasilitas pendukung yang belum memadai, faktor masyarakat dan faktor budaya. Sedangkan faktor

penghambat implementasi

sistem dua jalur (double track

system) pada proses peradilan pidana anak dari kelima faktor tersebut yang paling dominan

adalah faktor dari penegak

hukum itu sendiri yang belum

memahami aturan mengenai

sistem dua jalur (double track

system), faktor sarana dan fasilitas pendukung yang belum memadai untuk melaksanakan

sistem dua jalur (double track

system,) seperti belum

tersedianya tempat pelatihan

kerja khusus anak, dan belum

banyak tersedianya lembaga

pemasyarakatan khusus anak.

B. Saran

Berdasarkan hasil simpulan di atas maka dalam hal ini penulis dapat memberikan saran bahwa :

1. Diharapkan kepada para Hakim

untuk dapat lebih memahami mengenai sanksi pidana berupa

sistem dua jalur (double track

(12)

memutus dengan model single track system tetapi dapat

menggunakan model double

track system.

2. Diharapkan adanya sosialisasi

hukum khusus mengenai

peraturan tentang pemberian

sanksi pidana melalui sistem dua

jalur (double track system)

baikkepada para penegak hukum maupun kepada masyarakat agar dapat lebih memahami mengenai sanksi terhadap pelaku tindak pidana berupa sanksi pidana (punishment) dan sanksi

tindakan (treatment) sehingga

penerapan sistem dua jalur (double track system) dapat

diterapkan lebih baik dan

pemerintah diharapkan dapat memperbaiki sarana dan fasilitas yang mendukung untuk para penegak hukum agar dapat

menerapkan sanksi berupa

sanksi pidana (punishment) dan

sanksi tindakan (treatment)

kepada pelaku tinda pidana seperti diadakan nya lembaga

pemasyarakatan khusus bagi

anak dan lembaga-lembaga

khusus di luar lembaga

pemasyarakatan yang

menampung anak-anak pelaku

tindak pidana untuk

mendapatkan pelatihan kerja dan memberikan pendidikan yang baik bagi anak sebagai pelaku tindak pidana yang berguna bagi dirinya sendiri maupun orang lain.

DAFTAR PUSTAKA

Dewi, Erna, 2013, Hukum

Penitensier Dalam Perspektif, Bandar

Lampung: Lembaga Double Track System dan Implementasinya),

Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada

Soekanto, Soerjono,2010,

Faktor-faktor yang

Mempengaruhi

Penegakan Hukum, Jakarta: Rajawali Press. Undang-Undang Nomor 11 Tahun

2012 tentang Sistem

Peradilan Pidana Anak

Undang-Undang Nomor 23 Tahun

2002 Jo.

Undang-Undang Nomor 35 Tahun

Referensi

Dokumen terkait

Bagi penulis sendiri, penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan serta pengetahuan terhadap pertimbangan hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana dalam hal

Hal tersebut sangat penting dalam konteks penegakan hukum khususnya dilakukan oleh hakim peradilan pidana, sehingga dirasakan pada masyarakat umum sebagai

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan penulis, khususnya mengenai pertimbangan putusan hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana

Dan hambatan yang dihadapi Hakim dalam penjatuhan sanksi pidana terhadap anak ialah karena hakim harus mempertimbangkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang

Tesis yang penulis pertahankan dalam penulisan ini adalah seharusnya pertimbangan hakim dalam memutus perkara tindak pidana penyalahgunaan narkotika yang dilakukan

Penulis menilai Hakim sebelum memutus perkara ini, dapat mempertimbangkan kembali untuk menjatuhkan pidana sesuai atau setidaknya mendekati dengan tuntutan yang

Kata mengadili didefinisikan dalam Pasal 1 Angka 9 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, adalah serangkaian tindakan hakim untuk menerima, memeriksa, dan memutus

Penjatuhan Sanksi pidana tambahan berupa pemecatan dari dinas Militer tidak dapat berdiri sendiri tanpa disertai pidana pokok karena di dalam Kitab Undang-undang Hukum