• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN TINGGI TANJUNG KARANG PERKARA NO. 03/PID.SUS-TPK/2014/PT.TJK TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI DANA SERTIFIKASI PENDIDIKAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN TINGGI TANJUNG KARANG PERKARA NO. 03/PID.SUS-TPK/2014/PT.TJK TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI DANA SERTIFIKASI PENDIDIKAN"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN TINGGI TANJUNG KARANG PERKARA NO. 03/PID.SUS-TPK/2014/PT.TJK TENTANG TINDAK

PIDANA KORUPSI DANA SERTIFIKASI PENDIDIKAN

Oleh

FRISKA ANNISA TARTUSI

Korupsi selalu mendapatkan perhatian yang lebih dibandingkan dengan dengan tindak pidana lainnya di berbagai belahan dunia. Tindak pidana korupsi dipandang sebagai tindak pidana yang merugikan negara. Definisi negara disini tidak hanya menyangkut negara dalam lingkup Pemerintah Pusat, tetapi juga menyangkut Pemerintah Daerah. Seperti hal nya tindak pidana korupsi dana sertifikasi pendidikan yang terjadi di Pemerintahan Kabupaten Lampung Utara Provinsi Lampung dalam kasus dengan No. Putusan 3/PID.SUS-TPK/2014/PT.TJK. Hal tersebut tidak hanya menimbulkan dampak kerugian bagi negara namun juga bagi guru-guru di Kabupaten Lampung Utara yang telah kehilangan hak mereka atas dana sertifikasi pendidikan yang semestinya diterima pada triwulan ke-IV tahun 2012. Berdasarkan hal tersebut penelitian ini dilakukan untuk menjawab permasalahan apakah yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan No. 3/PID.SUS-TPK/2014/PT.TJK dan apakah putusan tersebut sudah memenuhi rasa keadilan atau belum.

Pendekatan masalah dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Sedangkan pengolahan data yang diperoleh dengan cara seleksi data, klasifikasi dan sistematisasi data. Data hasil pengolahan tersebut dianalisis secara kualitatif dengan menggunakan metode induktif.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat diketahui dasar pertimbangan hakim dalam memutus kasus ini adalah pasal 183 dan 184 KUHAP, dan teori pendekatan yang digunakan hakim adalah teori pendekatan keilmuan serta teori ratio decidendi. Dalam kasus ini rasa keadilan substantif belum sepenuhnya terpenuhi, keadilan baru dirasakan oleh terdakwa yang mendapatkan putusan dari majelis hakim tingkat banding lebih ringan dari putusan pengadilan tingkat pertama sedangkan pihak korban belum merasakan keadilan sebab belum adanya penggantian dana sertifikasi pendidikan.

(2)

sebaiknya terus meningkatkan cara terbaik dalam menjatuhkan putusannya dengan melihat semua aspek berdasarkan kepastian hukum, kemanfaatan hukum, dan keadilan hukum. Sehingga tercapai tujuan pemidanaan yang semata-mata bukanlah untuk melakukan suatu balas dendam tetapi lebih ditunjukan untuk mendidik terdakwa agak dikemudian hari tidak melakukan tindak pidana dalam bentuk apapun lagi.

(3)
(4)
(5)
(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kotabumi, Lampung Utara pada tanggal 16 Desember 1993, yang merupakan anak kedua dari tiga bersaudara, pasangan Bapak Hi. Ir. M. Tartusi Akbar dan Ibu Hj. Masjidah, S.E., M.M., serta satu orang kakak Ghea Siskalla Tartusi, S.H. dan satu orang adik Muhammad Raihan Akbar Tartusi.

Penulis menyelesaikan pendidikan dimulai dari Taman Kanak-kanak (TK) di TK Aisyah Bustanul Athfal Tulang Bawang pada tahun 1999, pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri 1 DWT Jaya Tulang Bawang pada tahun 2005, Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP Al-Kautsar Bandar Lampung pada tahun 2008, Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA Al-Kautsar Bandar Lampung pada tahun 2011.

(7)

PERSEMBAHAN

Dengan mengucap puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan

rahmat serta hidayah-Nya, maka dengan ketulusan dan kerendahan hati serta

setiap perjuangan dan jerih payah, aku persembahkan karya sederhana ini

kepada :

Papa dan Mama

Dua orang yang sangat kusayangi dan kucintai

Terima kasih atas kasih saying, serta do’a tulus yang selalu mengiringi setiap

langkah dihidupku.

Kakak, adik dan keponakanku tersayang

Tumbuh bersama dalam ikatan keluarga membuatku yakin akan ketulusan

merekalah yang selalu disampingku di saat susah maupun senang .

Sahabat-sahabatku

Terimakasih atas kebersamaan dan kesetiaanya selama ini.

(8)

MOTO

“Apabila kamu menetapkan hukum diantara manusia, hendaklah kamu

menetapkannya dengan adil.”

(Q.s. An-Nisa’ : 58)

“Orang baik tidak memerlukan hukum untuk memerintahkan mereka agar

bertindak penuh tanggung jawab, sementara orang jahat akan selalu menemukan

celah di sekitar hukum”

(Plato)

“The best way to predict your future is to create it”

(Abraham Lincoln)

“Your past was never a mistake if you learned from it”

(9)

Alhamdulillahhirabbil’alamin. Puji Syukur penulis curahkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Putusan Pengadilan Tinggi Tanjung

Karang Perkara No. 03/PID.SUS-TPK/2014/PT.TJK tentang Tindak Pidana Korupsi Dana Sertifikasi Pendidikan”.

Penulis menyadari selesainya skripsi ini tidak terlepas dari partisipasi, bimbingan serta bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Heryandi, S.H., M.H., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung.

2. Ibu Diah Gustiniati Maulani, S.H., M.H., selaku Ketua Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung.

3. Ibu Firganefi, S.H., M.H, selaku Sekretaris Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung dan selaku Pembahas I yang telah memberikan masukan, arahan dan bantuan dalam skripsi ini.

4. Ibu Dr. Erna Dewi, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing I yang dengan penuh kesabaran meluangkan waktunya membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

(10)

6. Bapak Budi Rizki Husin, S.H., M.H., selaku Dosen Pembahas II yang telah memberikan masukan, arahan dan bantuan dalam skripsi ini.

7. Bapak Deni Achmad, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing Akademik selama penulis menjadi mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Lampung. 8. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Pengajar, Staf Administrasi dan karyawan di

Fakultas Hukum Universitas Lampung, terimakasih atas ilmu, bimbingan dan bantuannya selama penulis menjadi mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Lampung.

9. Kepada Pengadilan Tinggi Tanjung Karang, Bapak Sudirman Sitepu, S.H., M.H., yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian.

10.Orang tuaku tercinta, Hi. Ir. M. Tartusi Akbar dan Hj. Masjidah, S.E., M.M., papa dan mama terhebat yang dengan tulus membesarkan, mendidik dan mendo’akan penulis tanpa penulis dapat membalas setiap ketulusan tersebut.

11.Kakakku Ghea Siskalla Tartusi, S.H., dan Adikku Muhammad Raihan Akbar Tartusi yang selalu menyayangi, mendo’akan dan memotivasi penulis,

keponakanku Fathiyah Nabila Az-Zahra yang selalu menjadi penghibur hati bagi penulis, serta kakak iparku Ahdan Chahvi, S.E.

12.Seseorang yang spesial, Ifransyah Sanjaya, S.T., yang selama ini megajarkan kedewasaan, memberi suport dan mendo’akan penulis. How lucky I have you.

(11)

bantuannya.

15.Teman-teman KKN di Desa Karya Mulya Sari, Kecamatan Candipuro, Kabupaten Lampung Selatan, Farah Dina, Hotma Margaretha, Faradina, Faridatu, Hotman Hutagalung, Fajar Fitraldi, Fadli Dzil Ikrom, Ferdian Dewantara, Gulbuddin Hikmatyar, Faqih terima kasih atas pengalaman selama 40 hari yang tak terlupakan. I am gonna miss you guys.

16.Almamaterku tercinta, Universitas Lampung yang telah menghantarkanku menuju keberhasilan.

Semoga Allah SWT memberikan balasan yang terbaik atas segala bantuan yang telah diberikan. Penulis juga menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan. Untuk itu, kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

Bandar Lampung, 26 Februari 2015 Penulis

(12)

DAFTAR ISI

Halaman I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup ... 8

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 9

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual ... 10

E. Sistematika Penulisan ... 16

II.TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian putusan pengadilan ... 18

B. Dasar pertimbangan hakim ... 21

C. Tindak Pidana Korupsi ... 29

D. Sertifikasi Pendidikan Guru ... 35

III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah ... 38

B. Sumber dan Jenis Data ... 39

C. Penentuan Narasumber ... 40

D. Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 41

E. Analisis Data ... 42

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Narasumber... 43

(13)

D. Rasa Keadilan dalam Putusan Nomor 03/PID.SUSTPK/2014/PT. TJK ... 58

V. PENUTUP

A. Simpulan ... 65 B. Saran ... 66

DAFTAR PUSTAKA

(14)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Korupsi selalu mendapatkan perhatian yang lebih dibandingkan dengan dengan tindak pidana lainnya di berbagai belahan dunia. Fenomena ini dapat dimaklumi mengingat dampak negatif yang ditimbulkan oleh tindak pidana ini dapat membahayakan stabilitas dan keamanan masyarakat, membahayakan pembangunan sosial ekonomi, dan juga politik, serta dapat merusak nilai-nilai demokrasi dan moralitas karena lambat laun perbuatan ini seakan menjadi sebuah budaya. Korupsi merupakan ancaman terhadap cita-cita menuju masyarakat adil dan makmur.

(15)

Peningkatan korupsi di Indonesia dari tahun ke tahun terus membuat masyarakat resah . Tindak pidana korupsi sudah meluas dalam masyarakat, baik dari jumlah kasus yang terjadi dan jumlah kerugian Negara, maupun dari segi kualitas tindak pidana yang dilakukan semakin sistematis serta lingkupnya yang memasuki seluruh aspek kehidupan masyarakat.1

Korupsi yang telah terjadi di Indonesia saat ini sudah dalam posisi yang memperhatikan, perkembangan praktek korupsi dari tahun ke tahun semakin meningkat. Meningkatnya tindak pidana korupsi ini akan membawa bencana tidak saja pada kehidupan perekonomian nasional, kehidupan berbangsa dan bernegara pada umumnya serta dapat menghancurkan jaringan sosial, yang secara tidak langsung memperlemah ketahanan nasional serta eksistensi suatu bangsa. Reimon Aron seorang sosiolog berpendapat bahwa korupsi dapat mengundang gejolak revolusi, alat yang ampuh untuk mengkreditkan suatu bangsa. Bukanlah tidak mungkin penyaluran akan timbul apabila penguasa tidak secepatnya menyelesaikan masalah korupsi. 2

Indonesia telah memiliki peraturan perundang-undangan yang khusus mengatur tentang tindak pidana korupsi. Pemerintah Indonesia sendiri telah mengubah undang-undang tentang tindak pidana korupsi sebanyak 3 (tiga) kali. Adapun peraturan perundang-undangan yang mengatur korupsi, yaitu:

1. Undang-Undang No. 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;

1

Evi Hartanti, Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Sinar Grafika, 2005, hlm. 2. 2

(16)

3

2. Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; dan

3. Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;

Istilah korupsi sesungguhnya sangat luas, mengikuti perkembangan kehidupan masyarakat yang semakin kompleks serta semakin canggihnya teknologi, sehingga mempengaruhi pola piker, tata nilai, aspirasi dan struktur masyarakat di mana bentuk-bentuk kejahatan yang semula terjadi secara tradisional berkembang kepada kejahatan inkonvensional yang semakin sulit untuk diikuti oleh norma hukum yang telah ada. Berdasarkan undang-undang bahwa korupsi diartikan:

Pasal 2 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi: Barang siapa dengan melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu badan yang secara langsung merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dan atau perekonomian negara atau diketahui patut disangka olehnya bahwa perbuatan tersebut merugikan keuangan negara atau perekonomian negara , dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahundan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).

Pasal 3 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi: Barang siapa dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu badan menyalah gunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan secara lngsung dapat merugikan negara atau perekonomian negara dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

(17)

Tindak pidana korupsi dipandang sebagai tindak pidana yang merugikan negara. Definisi negara disini tidak hanya menyangkut negara dalam lingkup Pemerintah Pusat, tetapi juga menyangkut Pemerintah Daerah, hal ini terjadi karena memang tidak dapat dipungkiri, bahwa kekuasaan baik di pusat maupun daerah memang cendrung lebih mudah untuk korup ( Power tends to Corup).3

Sebagai salah satu contoh korupsi pada tingkat daerah adalah di pemerintahan Kabupaten Lampung Utara, Provinsi Lampung, yaitu dengan terdakwa Berti Astuti, S.H., M.M. binti Ibrahim mantan Kepala Sub Bagian Keuangan Dinas Pendidikan Kabupaten Lampung Utara, Provinsi Lampung. Berti telah terbukti secara sah mengkorupsi dana sertifikasi pendidikan di Kabupaten Lampung Utara senilai Rp. 7.353.344.017,00 (tujuh milyar tiga ratus lima puluh tiga juta tiga ratus empat puluh empat ribu tujuh belas rupiah), Berti mengkorupsi dana tersebut dengan cara mengurangi dan tidak memberikan dana terseut kepada guru-guru yang berhak menerima. 4

Tertanggal 19 Juli 2013, Terdakwa Berti Astuti,S.H.,M.M. atas perintah dari Drs. Hi. Zulkarnain selaku mantan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Lampung Utara telah melakukan pencairan keseluruhan dana Tunjangan Profesi Guru (Sertifikasi) di PT. Bank Lampung Cabang Kotabumi menggunakan Cek Tarik Tunai di PT. Bank Lampung Cabang Kotabumi sebesar Rp. 77.974.626.731,00 (tujuh puluh tujuh milyar sembilan ratus tujuh puluh empat juta enam ratus dua puluh enam ribu tujuh ratus tiga puluh satu rupiah) yang tercampur menjadi satu

3

Romli Atmasasmita, Sekitar Masalah Korupsi, Aspek Nasional dan Aspek Internasional, Bandung, Mandar Maju, 2004, hlm. 75.

4

(18)

5

dengan dana kegiatan lainnya yang ada di Dinas Pendidikan Kabupaten Lampung Utara dengan total keseluruhan dana yang ada di Rekening Giro Dinas Pendidikan kabupaten Lampung Utara sebesar Rp. 360.163.007.144,31,00 (tiga ratus enam puluh milyar seratus enam puluh tiga juta tujuh ribu seratus empat puluh empat koma tiga puluh satu rupiah), keterangan Terdakwa tersebut diperkuat juga oleh 4 (empat) orang saksi Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) yang ada di Dinas Pendidikan Kabupaten Lampung Utara. yang ada di Rekening Giro Dinas Pendidikan Kabupaten Lampung Utara.5

Dana Tunjangan Profesi (Sertifikasi) yang masuk ke Rekening Giro Dinas sebesar Rp. 77.974.626.731,00 (tujuh puluh tujuh milyar sembilan ratus tujuh puluh empat juta enam ratus dua puluh enam ribu tujuh ratus tiga puluh satu rupiah) tersebut, hanya dibayarkan terdakwa sebesar Rp. 70.621.282.715,00 (tujuh puluh milyar enam ratus dua puluh satu juta dua ratus delapan puluh dua ribu tujuh ratus lima belas rupiah), sehingga terdapat selisih sebesar Rp. 7.353.344.017,00 (tujuh milyar tiga ratus lima puluh tiga juta tiga ratus empat puluh empat ribu tujuh belas rupiah) yang tidak dibayarkan untuk triwulan ke – IV bulan November 2012 dan Desember 2012, yang hal ini bertentangan dengan Ketentuan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 34/PMK.07/2012 tentang Pedoman Umum dan Alokasi Tunjangan Profesi Guru Pegawai Negeri Sipil Daerah Propinsi, Kabaupaten dan Kota Tahun Anggaran 2012 pada Pasal 5 Ayat (1) menjelaskan:

5

(19)

“Pembayaran Tunjangan Profesi Guru PNS – D dilaksanakan sebanyak 12 (dua

belas) bulan dalam 1 (satu) tahun dan tidak termasuk untuk bulan ke – 13 (tiga belas).”6

Penuntut Umum telah mendakwa Berti Astuti dengan Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 4 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasaan Tindak Pidana Korupsi yang diubah UU No. 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 Ayat (1) yang menyatakan terdakwa Berti Astuti telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebesar Rp. 7.353.344.017,00 (tujuh milyar tiga ratus lima puluh tiga juta tiga ratus empat puluh empat ribu tujuh belas rupiah) serta menjauhkan pidana penjara terhadap terdakwa Berti Astuti, S.H., M.M. binti Ibrahim selama 9 (sembilan) tahun dan membayar denda sebesar Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) Subsidair 3 (Tiga) bulan kurungan serta membayar uang pengganti sebesar Rp 5.717.333.275,00 (lima milyar tujuh ratus tujuh belas juta tiga ratus tiga puluh tiga ribu dua ratus tujuh puluh lima rupiah). 7

Putusan hakim terhadap terdakwa ternyata lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum, yakni berdasarkan Putusan No. 13/PID.SUS/TPK/2014/PN.TK, terdawa dijatuhkan pidana 8 (delapan) tahun penjara dan denda Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) Subsidair 3 (tiga) bulan kurungan serta membayar uang pengganti sebesar Rp 3.695.333.275,00 (tiga milyar enam ratus sembilan puluh lima juta tiga ratus tiga puluh tiga ribu dua ratus tujuh puluh lima rupiah).8

6 Ibid. 7

Surat Tuntutan Nomor Register Perkara: PDS–01/K.Bumi/01/2014. 8

(20)

7

Sedangkan pada tingkat banding berdasarkan Putusan No. 3/PID.Sus-TPK/2014/ PT.TJK, terdakwa dijatuhkan pidana 6 (enam) tahun penjara dan denda Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) serta membayar uang pengganti sebesar Rp 1.242.833.275.00,00 (satu milyar dua ratus empat puluh dua juta delapan ratus tiga puluh tiga ribu dua ratus tujuh puluh lima rupiah). 9

Dana yang dikorupsi oleh terdakwa adalah dana sertifikasi pendidikan guru seharusnya di terima oleh ratusan guru di Kabupaten Lampung Utara. sebagaimana kita ketahui dana sertifikasi pendidikan guru adalah merupakan dana tunjangan profesi bagi guru guna meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia pada umumnya dan di Kabupaten Lampung Utara Provinsi Lampung pada khususnya, maka apabila dana tersebut tidak tersalurkan maka akan berpengaruh pula pada mutu pendidikan di Kabupaten Lampung Utara.

Dikarenakan masih banyaknya kasus tindak pidana korupsi di Indonesia bahkan dana sertifikasi pendidikan yang seharusnya menjadi hak bagi guru pun masih ada celah untuk dijadikan objek tindak pidana korupsi. Serta putusan hakim Pengadilan Tinggi Tanjung Karang yang lebih rendah dari dakwaan jaksa penuntut umum dan putusan hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang atas kasus ini dirasa penulis ditakutkan tidak menimbulkan efek jera bagi pelaku. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan menulis skripsi dengan judul, “Analisis Putusan Pengadilan Tinggi Tanjung Karang Perkara No.

3/PID.SUS-TPK/2014/PT.TJK tentang Tindak Pidana Korupsi Dana Sertifikasi Pendidikan”

9

(21)

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup

1. Permasalahan

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah:

a. Apakah yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap pelaku tindak pidana korupsi dana sertifikasi pendidikan dalam putusan No 3/PID.SUS-TPK/2014/PT.TJK?

b. Apakah putusan hakim pengadilan tinggi tanjung karang No. 3/PID.SUS-TPK/2014/PT.TJK terhadap pelaku tindak pidana korupsi dana sertfikasi pendidikan sudah tepat dan memenuhi rasa keadilan?

2. Ruang Lingkup

(22)

9

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang akan dibahas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk:

a. Mengetahui dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap pelaku tindak pidana korupsi dana sertifikasi pendidikan di Pengadilan Tinggi Tanjung Karang dalam Putusan No. 3/PID.SUS-TPK/2014/PT.TJK.

b. Mengetahui putusan hakim pengadilan tinggi tanjung karang No. 3/PID.SUS-TPK/2014/PT.TJK terhadap pelaku tindak pidana korupsi dana sertfikasi pendidikan sudah tepat dan sesuai dengan rasa keadilan atau belum.

2. Kegunaan penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini mencakup kegunaan teoritis dan kegunaan praktis, yaitu:

a. Secara Teoritis

(23)

b. Secara Praktis

Penulisan ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi para pembaca pada umumnya termasuk masukan bagi pemerintah dan aparat penegak hukum dalam mengambil langkah-langkah atau kebijakan yang tepat dan efisien guna menanggulangi dan memberantas tindak pidana korupsi dana sertifikasi pendidikan.

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual

1. Kerangka Teoritis

Kerangka teoritis adalah konsep yang merupakan abstraksi dan hasil pemikiran atau kerangka acuan yang ada pada dasarnya bertujuan untuk mengadakan identifikasi terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti.10 Kerangka teoritis dapat disebut juga suatu model yang menerangkan bagaimana hubungna suatu teori dengan faktor-faktor penting yang telah diketahui dalam suatu masalah tertentu. Setiap penelitian itu aka nada suatu kerangka teoritis yang menjadi acuan dan bertujuan untuk mengidentifikasi terhadap dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti.11

a. Teori Dasar Pertimbangan Hakim

Hakim adalah salah satu aparat penegak hukum yang berwenang mengadili dan menjatuhkan hukuman yang dianggap tepat untuk para pelaku tindak pidana. Oleh

10

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1994, hlm. 125.

11Ibid

(24)

11

karena itu, seorang hakim dalam menjatuhkan putusan akan mempertimbangkan hal-hal yang bersifat yuridis dan non yuridis12, yaitu:

1. Pertimbangan Yuridis

Pertimbangan hakim yang bersifat yuridis adalah pertimbangan hakim yang didasarkan pada faktor-faktor yang terungkap di dalam persidanan dan oleh undang-undang telah ditetapkan sebagai hal yang harus dimuat di dalam putusan. Pertimbangan yang bersifat yuridis di antaranya, yaitu:

a. Dakwaan jaksa penuntut umum b. Keterangan saksi

c. Keterangan terdakwa d. Barang bukti

e. Pasal-Pasal dalam Undang-Undang tindak pidana

2. Pertimbanga Non Yuridis

a. Motif dan tujuan dilakukannya suatu tindak pidana b. Cara melakukan tindak pidana

c. Sikap batin pelaku tindak pidana d. Faktor agama dari terdakwa

e. Riwayat hidup dan keadaan sosial dan ekonomi

f. Sikap dan tindakan pelaku sesudah melakukan tindak pidana g. Pengaruh pemberian sanksi terhadap masa depan pelaku h. Keadaan pribadi pelaku

12

(25)

Terdapat pula beberapa teori pendekatan yang dapat digunakan oleh hakim dalam mempertimbangkan penjatuhan putusan suatu perkara yaitu:

1. Teori keseimbangan

Teori keseimbangan adalah keseimbangan antara syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang dan kepentingan pihak-pihak yang bersangkutan dan berkaitan dengan perkara, yaitu antara lain seperti adanya keseimbangan yang berkaitan dengan masyarakat, kepentingan terdakwa dan kepentingan korban.

2. Teori Pendekatan Intuisi

Penjatuhan putusan oleh hakim merupakan diskresi, dalam menjatuhkan putusan hakim menyesuaikan dengan keadaan dan pidana yang wajar bagi setiap pelaku tindak pidana, hakim akan melihat keadaan pihak terdakwa atau penuntut umum dalam perkara pidana.

3. Teori Pendekatan Keilmuan

(26)

13

4. Teori Pendekatan pengalaman

Pengalaman dari seorang hakim merupakan hal yang dapat membantunya dalam menghadapi perkara-perkara yang di hadapinya setiap hari, dengan pengalaman yang dimilikinya, seorang hakim dapat mengetahui bagai mana dampak dari putusan yang dijatuhkan dalam suatu perkara pidana yang berkaitan dengan pelaku, korban, maupun masyarakat.

5. Teori Ratio Decidendi

Teori ini didasarkan pada landasan filsafat yang mendasar, yang mempertimbangkan segala aspek yang berkaitan dengan pokok perkara yang disengketakan, kemudian mencari peraturan perundang-undangan yang lebih relevan dengan pokok perkara yang di sengketaka sebagai dasar hukum dalam penjatuhan putusan, serta pertimbangan hakim harus didasarkan pada motivasi yang jelas untuk menegakkan hukum dan memberikan keadilan.13

b. Teori Konsep Keadilan

Keadilan pada dasarnya sifatnya adalah abstrak, dan hanya bisa dirasakan dengan akal dan pikiran serta rasionalitas dari setiap individu atau masyarakat. Keadilan tidak berbentuk dan tidak dapat dilihat namun pelaksanaannya dapat kita lihat dalam perspektif pencarian keadilan. Berikut pandangan ahli tentang keadilan :14

13

Ahmad Rifai, Penemuan Hukum oleh Hakim dalam Perspektif Hukum Progresif, Jakarta: Sinar Grafika, 2011, hlm. 105-112.

14

(27)

1. Hans Kelsen, menurutnya keadilan tentu saja digunakan dalam hukum, dari segi kecocokan dengan hukum positif terutama kecocokan dengan undang-undang. Ia menggangap sesuatu yang adil hanya mengungkapkan nilai kecocokan relative dengan sebuah norma 'adil' hanya kata lain dari 'benar'.

2. Aristoteles, mengatakan bahwa keadilan adalah memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi haknya. Selanjutnya, membagi keadilan menjadi dua bentuk yaitu; pertama, keadilan distributif, adalah keadilan yang ditentukan oleh pembuat undang-undang. Kedua, keadilan korektif, yaitu keadilan yang menjamin, mengawasi dan memelihara distribusi ini melawan seranganserangan ilegal. Fungsi korektif keadilan pada prinsipnya diatur oleh hakim dan menstabilkan kembali dengan cara mengembalikan milik korban yang bersangkutan atau dengan cara mengganti rugi atas miliknya yang hilang.

Keadilan mencerminkan bagaimana seseorang melihat tentang hakikat manusia dan bagaimana seseorang memperlakukan manusia. Begitu pula hakim mempunyai kebebasan sepenuhnya untuk menentukan jenis pidana dan tinggi rendahnya suatu pidana, hakim mempunyai kebebasan untuk bergerak pada batas minimum dan maksimum, pidana yang diatur dalam Undang-undang untuk tiaptiap tindak pidana.15 Dalam memberikan putusan terhadap suatu perkara pidana, seharusnya putusan hakim tersebut berisi alasan-alasan dan pertimbangan-pertimbangan yang bisa memberikan rasa keadilan bagi terdakwa. Dimana dalam pertimbangan-pertimbangan itu dapat dibaca motivasi yang jelas dari tujuan putusan diambil, yaitu untuk menegakkan hukum (kepastian hukum) dan memberikan keadilan.16

15

Soedarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, Bandung: Alumni, 1986, hlm. 78. 16

(28)

15

2.Konseptual

Konseptual adalah susunan berbagai konsep yang menjadi fokus pengamatan dalam melaksanakan penelitian.Kerangka konseptual adalah kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang mempunyai arti-arti yang berkaitan dengan istilah yang diteliti atau diketahui.17 Berdasarkan definisi tersebut, maka konseptualisasi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Analisis adalah kajian yang dilaksanakan terhadap sebuah bahasa guna meneliti struktur bahasa tersebut secara mendalam.18

b. Putusan hakim adalah suatu pernyataan yang dikeluarkan oleh hakim, sebagai Pejabat Negara yang diberi wewenang untuk itu, diucapkan dipersidangan dan bertujuan untuk mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara atau sengketa antara para pihak.19

c. Pengadilan tinggi adalah sebuah lembaga peradilan di lingkungan Peradilan Umum yang berkedudukan di ibu kota Provinsi sebagai Pengadilan tingkat Banding terhadap perkara-perkara yang diputus oleh Pengadilan Negeri.20 d. Pelaku menurut Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP adalah mereka yang

melakukan, yang menyuruh lakukan dan turut serta melakukan perbuatan. e. Tindak pidana adalah suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan

hukuman pidana.21

17

Soerjono Soekanto, Op.Cit, hlm. 32. 18

http://id.wikipedia.org/wiki/analisis, diakses sejak 1 November 2014, pukul 09:22. 19

Soedikno Mertokusumo, Hukum Acara Pidana Indonesia, Yogyakarta: Leberty, 1999, hlm. 175. 20

http://id.wikipedia.org/wiki/Pengadilan_Tinggi , diakses sejak 1 November 2014, pukul 14:03. 21

(29)

f. korupsi menurut Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001

tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi adalah setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan meperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi dengan menyalahgunakan wewenang, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian negara.

g. Dana sertifikasi pendidikan adalah dana tunjangan profesi yang diberikan kepada guru yang telah mendapatkan sertifikat pendidik.22

E. Sistematika Penulisan

Peneliti dalam melakukan penulisan skripsi ini, menggunakan sistematika berikut:

I. PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan tentang latar belakang permasalahan, ruang lingkup dan perumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka teoritis dan konseptual serta sistematika penulisan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini menguraikan tentang landasan teori yang mencakup teori-teori hukum mengenai tindak pidana, unsur-unsur tindak pidana, pertanggungjawaban pidana, tindak pidana korupsi dan kewenangan hakim dalam memutus perkara pidana.

III. METODE PENELITIAN

22

(30)

17

Bab ini diuraikan metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini, yaitu tentang langkah-langkah atau cara yang dipakai dalam penelitian yang memuat tentang pendekatan masalah, sumber dan jenis data, penentuan nara sumber, prosedur pengummpulan dan pengolahan data, serta analisis data.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini menguraikan analisis data dan pembahasan atas hasil pengolahan data. Pembahasan tersebut mengenai penegakan hukum pidana terhadap pelaku tindak pidana korupsi dana sertifikasi pendidikan dalam putusan No. 3/PID.SUS-TPK/2014/PT.TJK.

V. PENUTUP

(31)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Putusan Pengadilan

1. Pengertian Putusan Hakim/Pengadilan

Pada Bab I ketentuan umum Pasal 1 Angka 11 KUHAP ditentukan bahwa putusan pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka,yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.Dapat dikatakan bahwa putusan hakim merupakan “akhir” dari proses persidangan

pidana untuk tahap pemeriksaan di pengadilan negeri.

Sebelum putusan hakim diucapkan/dijatuhkan maka prosedur yang harus dilakukan hakim dalam praktek lazim melalui tahapan sebagai berikut :

a. Sidang dinyatakan dibuka dan terbuka untuk umum kecuali dalam perkara mengenai kesusilaan atau terdakwa anak.

(32)

19

c. Pembacaan surat dakwaan untuk acara biasa (Pid.B) atau catatan dakwaan untuk acara singkat (Pid.S) oleh jaksa penuntut umum.

d. Selanjutnya terdakwa dinyatakan apakah sudah benar-benar mengerti akan dakwaan tersebut, apabila terdakwa dinyatakan tidak mengerti lalu penuntut umum atas permintaan hakim ketua sidang wajib memberikan penjelasan yang diperlukan.

e. Keberatan terdakwa atau penasihat hukum terhadap surat dakwaan jaksa penuntut umum.

f. Dapat dijatuhkan putusan sela/penetapan atau atas keberatan tersebut hakim berpendapat baru diputus setelah selesai pemeriksaan perkara maka sidang dilanjutkan.

g. Pemeriksaan alat bukti yang dapat berupa : 1) Keterangan saksi,

2) Keterangan ahli, 3) Surat,

4) Petunjuk,

5) Keterangan terdakwa.

h. Kemudian pernyataan hakim ketua sidang bahwa pemeriksaan dinyatakan selesai dan lalu penuntut umum mengajukan tuntutan pidana (requisitor). i. Pembelaan (pledoi) terdakwa dan atau penasihat hukumnya.

j. Replik dan duplik, selanjutnya re-replik da re-duplik.

k. Pemeriksaan dinyatakan ditutup dan hakim mengadakan musyawarah terakhir untuk menjatuhkan pidana.

(33)

selanjutnya dalam Pasal 182 Ayat (4) KUHAP bahwa dalam musyawarah tersebut, hakim ketua majelis mengajukan pertanyaan dimulai dari hakim yang termuda hingga hakim yang tertua dan yang terakhir mengemukakan pendapatnya adalah hakim ketua majelis, semua pendapat harus disertai pertimbangan beserta alasannya.

Pasal 185 Ayat (5) KUHAP mengatur bahwa sedapat mungkin musyawarah majelis merupakan pemufakatan bulat, kecuali jika hal itu telah diusahakan sungguh-sungguh tidak dapat dicapai, maka ditempuh dengan dua cara :

a. Putusan diambil dengan suara terbanyak.

b. Jika yang tersebut pada a tidak dapat diperoleh, maka yang dipakai ialah pendapat hakim yang paling menguntungkan bagi terdakwa.

Putusan hakim ini hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan di sidang terbuka untuk umum (Pasal 195 KUHAP) dan harus ditandatangani hakim dan panitera seketika setelah putusan diucapkan (Pasal 200 KUHAP).

(34)

21

Sesudah putusan pemidanaan diucapkan, hakim ketua sidang wajib memberitahu kepada terdakwa tentang apa yang menjadi haknya yaitu :

1. Hak segera menerima atau menolak putusan.

2. Hak mempelajari putusan sebelum menyatakan menerimaatau menolak putusan dalam tenggang waktu yang telah ditentukan yaitu tujuh hari sesudah putusan dijatuhkan atau sesudah putusan diberitahukan kepada terdakwa yang tidak hadir (Pasal 196 Ayat (3) jo Pasal 233 Ayat (2) KUHAP).

3. Hak minta penangguhan pelaksanaan putusan dalam waktu yang telah ditentukan oleh undang-undang untuk dapat mengajukan grasi dalam hal ia menerima putusan (Pasal 169 Ayat (3) KUHAP).

4. Hak minta banding dalam tenggang waktu tujuh hari setelah putusan dijatuhkan atau setelah putusan diberitahukan kepada terdakwa yang tak hadir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 196 Ayat (2) KUHAP.

5. Hak segera mencabut pernyataan sebagaimana dimaksud dalam butir 1 (menolak putusan) dalam waktu seperti yang telah ditentukan dalam Pasal 235 Ayat (1) KUHAP yang menyatakan bahwa “selama perkara banding belum

diputus oleh pengadilan tinggi, permintaan banding dapat dicabut sewaktu-waktu dan dalam hal sudah dicabut, permintaan banding dalam perkara itu tidak boleh diajukan lagi (Pasal 196 Ayat (3) KUHAP).

B. Dasar Pertimbangan Hakim

(35)

menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia.

Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman adalah undang-undang yang mengatur tentang kekuasaan kehakiman, asas penyelenggaraan kekuasaan kehakiman, pelaku kekuasaan kehakiman, pengangkatan dan pemberhentian hakim, pengawasan hakim dan lain-lain. Kekuasaan kehakiman dilaksanakan oleh sebuah Mahkamah Agung dan Badan Peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, agama, militer, tata usaha negara dan sebuah Mahkamah Konsttitusi serta badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman yang diatur dengan undang-undang.

Hakim diberi wewenang oleh undang-undang untuk mengadili, seperti yang tercantum dalam Pasal 1 Angka (8) KUHAP. Oleh karena itu, fungsi seorang hakim adalah seseorang yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk melakukan atau mengadili setiap perkara yang dilimpahkan kepada Pengadilan. Berdasarkan ketentuan-ketentuan di atas maka tugas seoran hakim adalah:

a. Menerima setiap perkara yang diajukan kepadanya. b. Memeriksa setiap perkara yang diajukan kepadanya.

c. Mengadili serta menyelesaikan perkara yang diajukan kepadanya.

(36)

23

bermasyarakat hendak dibangun di atas nilai-nilai kemanusiaan. Oleh sebab itu, dalam melakukan tugasnya seorang hakim tidak boleh berpihak kecuali kepada kebenaran dan keadilan, serta nilai-nilai kemanusiaan.1

Hal tersebut sangat penting dalam konteks penegakan hukum khususnya dilakukan oleh hakim peradilan pidana, sehingga dirasakan pada masyarakat umum sebagai suatu kewajaran, maka penjatuhan pidana oleh hakim harus benar-benar memperhatikan berbagai aspek yang ikut menentukan penjatuhan pidana atau putusan pidana, agar pidana yang dijatuhkan tersebut sudah tepat pada tujuan, baik itu yang bersifat perlindngan terhadap masyarakat, menciptakan suasana damai dan tertib bagi si pelaku kejahatan itu sendiri.

Perihal mewujudkna haikat perdamaian tersebut, maka hakim harus melihat tindak pidana yang telah terjadi secara keseluruhan dengan maksud hakim tidak boleh kaku dengan hanya melihat segi-segi yuridisnya saja dari tindak pidana tersebut. Jadi dalam hal ini elemen-elemen tindak pidana tersebut, baik yang menyangkut pembuat (pelaku) dan juga hal-hal diluar perbuatannya harus merupakan satu kesatuan yang integral sebagai pertimbangan hakim dalam menjatuhhkan pidana tersebut.2

Pada dasarnya hukum acara pidana bertujuan untuk mencari, menentukan, dan menggali kebenaran materiil (materieele waarheid) atau kebenaran yang sesungguh-sungguhnya. Dengan demikian, berkorelatif aspek tersebut secara teoritis dan praktik peradilan guna mewujudkan materieele waarheid maka suatu alat bukti yang sesuai dengan ketentuan Pasal 183 KUHAP mempunyai peranan

1

Wahyu Afandi, Hakim Penegak Hukum, Bandung: Alumni, 1984, hlm. 35. 2Ibid

(37)

penting dan menentukan titik permasalahan perkara sehingga haruslah dipergunakan dan diberi penilaian secara cermat agar tercapai kebenaran hakiki sekaligus tanpa mengabaikan hak asasi terdakwa.3

Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang apabila dnegan sekurang-kurangnya ada dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindka pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya dan diatur dalam Pasal 183 KUHAP. Alat bukti yang sah yang dimaksud adalah seperti yang tercantum dalam Pasal 183 KUHAP yaitu:

1. Keterangan saksi 2. Keterangan ahli 3. Surat

4. Petunjuk

5. Keterangan terdakwa

Maka dalam menjatuhkan putusan terhadap terdakwa haruslah tetap berlandaskan pada aturan yang berlaku dalam undang-undang dan memakai pertimbangan berdasarkan aturan yang berlaku dalam undang-undang, memakai pertimangan berdasarkan data-data autentik serta para saksi yang dapat dipercaya sebagai alat bukti yang sesuai dengan Pasal 183 dan Pasal 184 KUHAP.

Hakim dalam kedudukannya yang bebas diharuskan untuk tidak memihak kepada pihak korban ataupun sebaliknya (impartial judge). Sebagai hakim dalam menjalankan profesi, mengandung makna bahwa hakim harus selalu menjamin pemenuhan perlaku.an sesuai dengan hak asasi manusia khususnya bagi tersangka atau terdakwa. Hak tersebut merupakan suatu kewajiban bagi hakim untuk mewujudkan persamaan kedudukan di depan hukum bagi setiap warga negara.

3

(38)

25

Pasal 1 Butir 11 KUHAP disebutkan bahwa putusan hakim atau yang sering kita dengar dengan putusan pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.

Hakim bertanggungjawab penuh atas setiap putusan yang diberikan nya di dalan persidangan baik itu putusan dalam menjatuhkan sanksi pidana ataupun putusan untuk menghentikannya suatu peradilan. Dalam persidangan hakim tidak boleh atau diharamkan untuk memihak pada sebelah pihak, keputusan yang dikeluarkan oleh hakim adalah keputusan yang dirasa cukup adil untuk pihak yang berperkara.

Putusan pengadilan dinyatakan gagal menurut hukum jika putusan yang dijatuhkan oleh hakim menyimpang dari peraturan yang ada di undang-undang dikarenakan semua putusan yang dikeluarkan oleh hakim harus berdasarkan pada undang-undang yang berlaku.Tugas hakim secara normatif diatur dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yaitu:

1. Mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang (Pasal 4 Ayat(1)).

2. Membantu mencari keadilan dan berusaha mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk dapat tercapainya peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan (Pasal 4 Ayat (2)).

3. Hakim wajib mengadili, mengikutin, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup di dalam masyarakat (Pasal 5 Ayat (1)).

4. Perihal mempertimbangkan berat ringannya pidana, hakim wajib memperlihatkan pula sifat yang baik dan jahat terdakwa (Pasal 8 Ayat (2)). 5. Tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili dan memutus suatu

perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya (Pasal 10 Ayat (1)). 6. Member keterangan, pertimbangan dan nasihat masalah hukum kepada

(39)

Salah satu pertimbangan hakim dalam menentukan berat atau ringannya pidana yang diberikan kepada terdakwa selalu didasarkan kepada asas keseimbangan antara kesalahan dengan perbuatan melawan hukum. Dalam putusan hakim harus disebutkan juga alasan bahwa pidana yang dijatuhkan sesuai dengan sifat dari perbuatan, keadaan meliputi perbuatan itu, keadaan pribadi terdakwa. Dengan demikian putusan pidana tersebut telah mencerminkan sifat futuristik dari pemidanaan itu.4

Seorang hakim dalam menjatuhkan putusan akan mempertimbangkan hal-hal yang bersifat yuridis dan non yuridis, akan tetapi pada umumnya hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku tindak pidana korupsi lebih cenderung menggunakan pertimbangan yang bersifat yuridis dibandingkan yang bersifat non yuridis.

1. pertimbangan yang Bersifat Yuridis

Pertimbangan yang bersifat yuridis adalah pertimbangan hakim yang didasarkan pada faktor-faktor yang terungkap di dalam persidangan dan oleh undang-undang telah ditetapkan sebagai hal yang harus dimuat dalam putusan. Pertimbangan yang bersifat yuridis di antaranya yaitu:

a. Dakwaan jaksa penuntut umum

Dakwaan merupakan dasar hukum acara pidana karena berdasarkan dakwaan yang diajukan jaksa penuntut umum itulah pemeriksaan di persidangan dilakukan, seperti yang tercantum dalam Pasal 143 Ayat (1)

4

(40)

27

KUHAP. Surat dakwaan itu berisi identitas terdakwa juga memuat uraian tindak pidana serta waktu dilakukannya tindak pidana dan memuat pasal yang dilanggarnya seperti (Pasal 143 Ayat (2) KUHAP).

b. Keterangan saksi

Keterangan saksi merupakan alat bukti seperti yang diatur dalam Pasal 184 KUHAP. Sepanjang keterangan itu mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan alami sendiri dan harus disampaikan dalam persidangan.

c. Keterangan terdakwa

Menurut Pasal 184 Ayat (2) butir (e) KUHAP, keterangan terdakwa digolongkan sebagai alat bukti yang sah. Keterangan terdakwa adalah apa yang dinyatakan terdakwa di sidang tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau dia alami sendiri.

d. Barang-barang bukti

Secara substtansial teknis redkasional keterangan barang bukti dalam putusan penting eksistensinya dalam rangka korelasinya dengan status barang bukti tersebut pada amar atau dictum putusan, seperti yang dijelaskan pada Pasal 46 Ayat (2) KUHAP dan Pasal 194 Ayat (1) KUHAP.

e. Pasal-Pasal dalam Undang No. 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

(41)

terdakwa. Pasal-pasal yang dikenakan terhadap terdakwa bermula dari surat dakwaan yang diformulasikan oleh penuntut umum sebagai ketentuan hukum tindak pidana korupsi yang dilanggar terdakwa.

2. Pertimbangan yang bersifat non yuridis

Selain mempertimbangkan yang bersifat yuridis, hakim dalam menjatuhkan putusan membuat pertimbangan yang bersifat non yuridis. Pertimbangan non yuridis yang bertitik tolak pada dampak yang merugikan dan merusak tatanan dalam kehiduoan bermasyarakat dan bernegara. Pertimbangan yang bersifat non yuridis yaitu:

a. Kondisi diri terdakwa

Terdakwa dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya dalam arti sudah dewasa dan sadar (tidak gila).

b. Motif dan tujuan dilakukannya suatu tindak pidana

Setiap perbuatan tindak pidana mengandung bahwa perbuatan tersebut mempunyai motif dan tujuan untuk dengan sengaja melawan hukum. c. Cara melakukan tindak pidana

Pelaku dalam melakukan perbuatan tersebut terdapat unsur yang direncanakan terlebih dahulu untuk melakukan tindak pidana tersebut. Unsur yang dimaksud adalah unsur niat yaitu keinginan pelaku untuk melawan hukum.

d. Sikap batin pelaku tindak pidana

(42)

29

e. Riwayat hidup dan keadaan sosial ekonomi

Riwayat hidup dan sosial ekonomi pelaku tindak pidana juga sangat mempengaruhi putusan hakim dalam memperingan hukuman bagi pelaku, misalnya pelaku belum pernah melakukan tindak pidana apapun dan mempunyai penghasilan mencukupi.

f. Sikap dan tindakan pelaku sesudah melakukan tindak pidana

Pelaku dalam dimintai keterangan atas kejadian tersebut, jika pelaku berlaku sopan dan mau bertanggung jawab dan mengakui semua perbuatannya dengan terus terang dan berkata jujur. Maka hal tersebut dapat menjadi pertimbangan hakim untuk memberikan keringanan bagi pelaku.

g. Pengaruh pidana pada masa depan pelaku

Pidana juga mempunyai tujuan yaitu membuat jera kepada pelaku tindak pidana, juga untu mempengaruhi pelaku agar tidak mengulangi perbuatannya tersebut, membebaskan rasa bersalah pada pelaku, memasyarakatkan pelaku dengan mengadakan pembinaan, sehingga menjadikan orang yang lebih baik dan berguna.5

C. Tindak Pidana Korupsi

Korupsi merupakan gejala masyarakat yang dapat dijumpai dimana-mana dan sejarah membuktikan bahwa hampir tiap negara dihadapkan pada masalah korupsi. Kata korupsi dalam Bahasa Indonesia adalah perbuatan buruk, seperti penggelapan uang, penerimaan uang atau korupsi juga diartikan sebagai

5

(43)

penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau uang perusahaan) untuk kepentingan pribadi atau orang lain. Menurut Andi Hamzah korupsi dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu:6

1. Kurangnya kesadaran dan kepatuhan hukum di berbagai bidang kehidupan;

2. Korupsi timbul karena ketidaktertiban di dalam mekanisme administrasi pemerintahan;

3. Korupsi adalah salah satu pengaruh dari meningkatnya volume pembangunan yang relatif cepat, sehingga pengelolaan, pengendalian dan pengawasan mekanisme tata usaha negara menjadi semakin komplek dan unit yang membuat akses dari birokrasi terutama pada aparatur-aparatur pelayanan sosial seperti bagian pemberian izin dan berbagai keputusan, akses inilah yang melahirkan berbagai pola korupsi;

4. Masalah kependudukan, kemiskinan, pendidikan dan lapangan kerja dan akibat kurangnya gaji pegawai dan buruh.

Pengertian korupsi tergantung dari sudut pandang setiap orang dan bagaimana korupsi itu terjadi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal ini ditandai dengan belum terdapat keseragaman dalam merumuskan pengertian korupsi. Menurut W. sangaji menyatakan bahwa korupsi adalah perbuatan seseorang aau sekelompok menyuap orang atau kelompok lain untuk mempermudah keinginannya dan mempengaruhi penerima untuk memberikan pertimbangan khusus guna mengabulkan permohonannya.7 Lebih lanjut W. Sengaji menyatakan definisi tersebut dapat dikembangkan sebagai berikut:8

1. Korupsi adalah perbuatan seseorang atau sekelompok orang memberikan hadiah berupa uang maupun bnda kepada si penerima untuk memenuhi keinginannya;

2. Korupsi adalah seseorang atau sekelompok orang menerima imbalan dalam menjalankan kewajibannya;

3. Korupsi adalah mereka yang menggelapkan dan menggunakan uang negara atau milik umum untuk kepentingan pribadi;

4. Korupsi merupakkan perbuatan-perbuatan manusia yang dapat merugikan keuangan da erekonomian negara;

6

Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta: Sapta Artha Jaya, 2003, hlm. 51. 7

(44)

31

5. Korupsi merupakan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lainsebagai akibat pertimbangan ilegal.

Pengertian korupsi secara yuridis, baik arti maupun jenisnya telah dirumuskan, di dalam Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan undang-undang sebelumnya, yaitu Undang-Undang No. 3 Tahun 1971. Penertian korupsi dalam pengertian yuridis tidak hanya terbatas kepada perbuatan yang memenuhi rumusan delik dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, tetapi meliputi juga perbuatan-perbuatan yang memenuhi rumusan delik, yang merugikan masyarkat atau orang perseorangan. Pengertian korupsi berdasarkan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan KUHP, yaitu sebagai berikut:

Pasal 2 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi: Barang siapa dengan melawan hukum melakukan perbuatan mmperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu badan yang secara langsung merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dan atau perekonomian negara atau diketahui patut disangka olehnya bahwa perbuatan tersebut merugikan keuangan negara atau perekonomian negara , dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahundan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).

Pasal 3 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi: Barang siapa dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu badan menyalah gunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan secara lngsung dapat merugikan negara atau perekonomian negara dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

(45)

Rumusan tindak pidana korupsi dapat dikelompokkan sebagai berikut:

1. Kelompok delik yang dpat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang No. 31 tahun 1999 jo. Undang-Undang-Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

2. Kelompok delik penyuapan, baik aktif (yang menyuap) maupun pasif (yang disuap) serta gratifikasi sebagaimmana diatur dalam Pasal 5 Ayat (1) dan Ayat (2), Pasal 6 Ayat (1) dan Ayat (2), Pasal 11, Pasal 12 huruf a, b, c, dan d, serta Pasal 12B Ayat (1) dan Ayat (2) Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

3. Kelommpok delik penggelapan sebagaimana diatur dalam Pasal 8, Pasal 10 huruf a Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

4. Kelompok delik pemerasan dalam jabatan (knevelarij, extortion) sebagaimana diatur dalam Pasal 12 huruf e dan huruf f Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

5. Kelompok delik pemalsuan sebagaimana diatur dalam Pasal 9 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang-Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

(46)

Undang-33

Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Berdasarkan 6 (enam) kelompok delik di atas, hanya 1 (satu) kelompok saja yang memuat unsur merugikan negara diatur di dalam 2 Pasal yaitu Pasal 2 dan Pasal 3, sedangkan 5 kelompok lainnya yang terdiri dari 28 Pasal terkait dengan perilaku menyimpang dari penyelenggara negara atau pegawai negara dan pihak swasta. Pelaku tindak pidana korupsi adalah orang pribadi maupun korporasi. Korporai adalah kumpulan orang dan atau kekayaan yang terorganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum.

Pasal 10 KUHP membedakan antara pidana pokok dengan pidana tambahan, yaitu pidana pokok terdiri atas (1) pidana mati, (2) pidana penjara, (3) pidana kurungan, (4) pidana denda; sedangkan pidana tambaha terdiri atas (1) pencabutan hak-hak tertentu, (2) perampasan barang-barang tertentu, (3) pengumuman putusan hakim. Mengenai berat ringannya pidana pokok yang akan dijatuhkan pada si pembuat dalam vonis hakim telah ditentukan batas maksimum, khususnya pada tiap-tiap tindak pidana. Majelis hakim tidak boleh melampaui batas maksimum khusus terebut, sedangkan natas minimal khusus tidaklah ditentukan, melainkan batas minimal umumnya, misalnya pidana penjara dan kurungan minimal umumnya satu hari.

(47)

pidana penjara 20 tahun atau paling singkat 1 (satu) tahun penjara dan denda. Selain itu dapat dikenakan pula pidana tambahan berupa:

1. Perampasan barang bergerak yang berwujud atau yang tidak berwujud atau barang tidak bergerak yang digunakan untuk atau yang diperoleh dari tindak pidana korupsi, termasuk prusahaan milik terpidana dimana tindak pidan korupsi dilakukan, begitu pula dari barang yang menggantikan barang-barang tersebut.

2. Pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan harta yang diperoleh dari tindak pidana korupsi.

3. Penutupan seluruh atau sebagian perusahaan untuk waktu paling lama 1 (satu) tahun.

4. Pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau penghapusan seluruh atau sebagian keuntungan tertentu yang telah atau dapat diberikan oleh pemerintah kepada terpidana.

(48)

35

D. Sertifikasi Pendidikan Guru

1. Pengertian Guru

Pengertian guru menurut Pasal 1 Undang-Undang No. 15 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen adalah pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Setiap guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

a. Kualifikasi akademik

Kualifikasi akademik adalah ijazah jenjang pendidikan akademik yang harus dimiliki, oleh guru atau dosen sesuai dengan jenis, jenjang dan satuan pendidikan formal di tempat penugasan. Kualifikasi akademik diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana atau program diploma empat.

b. Kompetensi

kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. Kompetensi tersebut meliputi:

1. Kompetensi pedagogik. 2. Kompetensi kepribadian. 3. Kompetnsi sosial.

(49)

c. Sertifikat pendidik

Sertifikat pendidik adalah bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru dan dosen sebagai tenaga professional.

2. Pengertian Dana Sertifikasi Pendidikan

Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 11 dan Pasal 16 Undang-Undang No. 15 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dana sertifikasi pendidikan adalah dana tunjangan profesi yang diberikan kepada guru yang telah mendapatkan sertifikat pendidik. Dana sertifikasi pendidikan tersebut diberikan setara 1 (satu) kali gaji pokok guru yang dimana dana tersebut dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).

Sertifikat pendidik adalah bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru dan dosen sebagai tenaga professional. Sertifikasi pendidik diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi dan ditetapkan oleh pemerintah serta dilaksanakan secara objektif, transparan, dan akuntabel. Sertifikasi pendidik diberikan kepada guru yang telah memenuhi persyaratan. Adapun persyaratan umum yang harus dipenuhi oleh guru:

1. Guru belum memiliki sertifikat pendidik dan masih aktif mengajar. 2. Memiliki kualifikasi akademik sarjana atau diploma empat.

3. Apabila guru belum mencapai kualifikasi akademik:

(50)

37

b. Mempunyi golongan IV/a.

4. Sudah menjadi guru saat Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen ditetapkan pada tanggal 30 Desember 2005.

5. Guru bukan PNS sekolah swasta.

6. Per-tanggal 1 Januari pada tahun dilaksanakannya proses sertifikasi belum mencapai umur 50 tahun.

(51)

III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan dua pendekatan, yaitu:

1. Pendekatan Yuridis Normatif

Pendekatan yuridis normatif adalah pendekatan yang dilakukan oleh penulis dalam bentuk usaha mencari kebenaran dengan melihat dan memperhatikan asas-asas yang ada dalam berbagai peraturan perundang-undangan terutama berhubungan dengan permasalahan yang diteliti yaitu dalam hal putusan No. 3/PID.SUS-TPK/2014/PT.TJK .

2. Pendekatan Yuridis Empiris

(52)

39

gambaran tentang bagaimana penegakan hukum pidana terhadap pelaku tindak pidana korupsi dana sertifikasi.

B. Sumber dan Jenis Data

Sumber data dalam penelitian ini berasal dari data lapangan dan data kepustakaan. Jenis data yang diperlukan dalam melakukan penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.

1. Data Primer

Menurut Soerjono Soekanto, data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari responden.1 Data primer yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah data yang didapat/diperoleh penulis dari narasumber yang terkait dengan materi penulis dalam skripsi ini.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari bahan pustaka, terdiri dari:

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mempunyai kekuatan hukum mengikat, antara lain:

1) Undang-Undang No. 1 Tahun 1946 jo Undang-Undang No. 73 Tahun 1958 tentang Pemberlakuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

2) Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. 3) Undang-Undang No. 15 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.

1

(53)

4) Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

5) Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. 6) Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1983 Jo Peraturan Pemerintah No. 58

Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang memberikan penjelasan-penjelasan mengenai bahan-bahan hukum primer seperti literatur-literatur ilmu hukum, makalah-makalah, putusan pengadilan, dan tulisan hukum lainnya yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.

c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang bersumber dari kamus-kamus, kamus besar bahasa Indonesia, serta bersumber dari bahan-bahan yang didapat melalui internet.

C. Penentuan Narasumber

Narasumber adalah pihak-pihak yang dijadikan sumber informasi didalam suatu penelitian dan memiliki pengetahuan serta informasi yang dibutuhkan sesuai dengan permasalahan yang dibahas. Narasumber yang akan dijadikan responden dalam penelitian ini adalah :

1. Hakim pada Pengadilan Tinggi Tanjung Karang : 1 Orang 2. Dosen Bagian Hukum Pidana FH Unila : 2 Orang

(54)

41

D. Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penulisan skripsi ini dilakukan dengan :

a. Studi Kepustakaan (library research)

Untuk memperoleh sumber-sumber data sekunder digunakanlah studi kepustakaan, yang dilakukan dengan cara membaca, mempelajari, mencatat atau mengutip dari literatur-literatur, peraturan perundang-undangan, dan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan putusan tersebut.

b. Studi Lapangan (field research)

Untuk memperoleh data primer, studi lapangan dilakukan dengan cara wawancara untuk mengumpulkandan mendapatkan gambaran yang jelas tentang permasalahan yang penulis kaji.

2. Metode Pengolahan Data

Berdasarkan data yang telah terkumpul baik dari studi kepustakaan maupun dari lapangan, maka data diproses pengolahan data dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Seleksi Data

(55)

b. Klasifikasi Data

Mengelompokan data yang telah diseleksi dengan mempertimbangkan jenis dan hubungannya agar mengetahui tempat masing-masing data.

c. Sistematisasi Data

Menyusun dan menempatkan data pada pokok bahasan atau permasalahan dengan susunan kalimat yang sistematis sesuai dengan tujuan penelitian.

E. Analisis Data

(56)

65

V. PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian penulis terhadap putusan Nomor 03/PID.SUS-TPK/2014/PT.TJK, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Pertimbangan hakim dalam putusan Pengadilan Tinggi Tanjung Karang Perkara No. 03/PID.SUS-TPK/2014/PT.TJK mengacu pada pasal 183 dan 184 KUHAP dengan menggunakan pertimbangan yuridis yakni keterangan saksi, keterangan ahli, keterangan terdakwa serta surat-surat dan pertimbangan non yuridis yang memberatkan serta meringankan putusan tersebut. Hakim juga menggunakan teori pendekatan yakni teori keseimbangan, teori pendekatan keilmuan serta teori ratio decidendi dalam menjatuhkan putusan terhadap kasus ini. Penjatuhan pidana 6 (enam) tahun penjara dan denda Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) serta membayar uang pengganti sebesar Rp 1.242.833.275.00,00 (satu milyar dua ratus empat puluh dua juta delapan ratus tiga puluh tiga ribu dua ratus tujuh puluh lima rupiah) telah sesuai dengan ketentuan Pasal (2) Ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

(57)

Sebab dalam kasus ini keadilan baru dirasakan oleh terdakwa yang mendapatkan putusan dari majelis hakim tingkat banding lebih ringan dari pada tuntutan putusan pengadilan tingkat pertama sedangkan dari pihak korban belum berasakan keadilan sebab belum adanya penggantian dana sertifikasi pendidikan bagi mereka. Seorang Hakim dalam memutus suatu perkara harus mempertimbangkan kebenaran yuridis (hukum) dengan kebenaran filosofis (keadilan). Seorang hakim harus membuat keputusan-keputusan yang adil dan bijaksana dengan mempertimbangkan implikasi hukum dan dampaknya yang terjadi di masyarakat.

A. Saran

(58)

67

DAFTAR PUSTAKA

Literatur/Buku :

Afandi, Wahyu. 1984. Hakim Penegak Hukum. Bandung: Alumni.

Atmasasmita, Romli. 2004. Sekitar Masalah Korupsi, Aspek Nasional dan Aspek Internasional. Bandung: Mandar Maju.

Dewantoro, Nanda Agung. 1987. Masalah Kebebasan Hakim dalam Menangani suatu Perkara Pidana. Jakarta: Aksara Persada.

Hamzah, Andi. 2003. Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta: Sapta Artha Jaya. Hartanti, Evi. 2005. Tindak Pidana Korupsi. Jakarta: Sinar Grafika.

Mertokusumo, Soedikno. 1999. Hukum Acara Pidana Indonesia. Yogyakarta: Leberty.

Mulyadi, Lilik. 2001. Putusan Hakim dalam Hukum Acara Pidana Indonesia. Bandung : Citra Aditya Bakti.

---. 2007. Kekuasaan Kehakiman. Surabaya: Bina Ilmu.

Prodjodikoro, Wirjono. Asas Hukum Pidana Di Indonesia. 2002. Bandung: Rafika Aditama.

Rifai, Ahmad. 2011. Penemuan Hukum oleh Hakim dalam Perspektif Hukum Progresif, Jakarta: Sinar Grafika.

Sangaji, W. 1999. Tindak Pidana Korupsi. Surabaya: Indah.

Simanjuntak, B. 1981. Pengantar Kriminologi dan Pantologi Sosial. Bandung: Tarsino.

Soedarto. 1986. Hukum dan Hukum Pidana Bandung: Alumni. ---. 1986. Kapita Selekta Hukum Pidana. Bandung: Alumni.

(59)

Soekanto. Soerjono. 1994. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: Universitas Indonesia.

Peraturan Perundang-Undangan:

Tim Redaksi. 2011. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Jakarta: Bumi Akasara.

Tim Redaksi. 2007. Undang-Undang No. 15 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Jakarta: Pustaka Utama.

Tim Redaksi. 2005. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 30 Tahun 2000 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Jakarta: Pustaka Mahardika.

Surat Tuntutan Nomor Register Perkara: PDS–01/K.Bumi/01/2014. Surat Putusan Nomor: 13/PID.SUS/TPK/2014/PN.TK.

Surat Putusan Nomor: 03/PID.SUS-TPK/2014/PT.TJK.

Lain-lain :

Hadisti. Teori Keadilan Menurut Para Ahli. http://hadisiti.blogspot.com/2012/11/ teori-keadilan-menurut-para-ahli.html

Jimly Ashidiqie. Penegakan Hukum. http://www.jimly.com/makalah/namafile/56/ Penegakan_Hukum.pdf

Saibumi. Kasus Korupsi Dana Sertifikasi Lampung Utara. http://www.saibumi. com/artikel-3372-terdakwa-kasus-dana-sertifikasi-guru-lampung-utara-dituntut-9-tahun-.html.

Wikipedia. Pengertian Analisis. http://id.wikipedia.org/wiki/analisis.

Referensi

Dokumen terkait

The purposes of this study is to develop system for identifying Nitrogen nutrient on green mustard (Brassica juncea L.) Tosakan variety use image processing and

a. Besarnya gaji yang dibayar kepada setiap pegawai harus disesuaikan dengan prestasi kerja, jenis pekerjaan, risiko pekerjaan, tingkat pendidikan, jabatan pekerja,

• Seandainya publik bisa menentukan pilihan siapa tokoh yang paling tepat untuk memimpin sebuah partai politik, hampir semua Ketua Umum partai lebih diunggulkan

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahuai hubungan antara pengetahuan tentang gizi, asupan lemak dan protein dengan proses penyembuhan luka operasi pada pasien post

Dari definisi diatas dapat kita lihat bahwa tujuan dari Public Relations adalah menciptakan hubungan yang baik dan harmonis dengan public di luar lembaga, sehingga

Pengambilan keputusan merupakan aktivitas manajemen berupa pemilihan tindakan dari sekumpulan alternatif yang telah dirumuskan sebelumnya untuk memecahkan suatu masalah atau

Metode penelitian yang dilakukan untuk merancang dan membuat sistem informasi Toko Online KPRI UNS Surakrata ini adalah dengan menggunakan metode penelitian

Demikian disampaikan atas per hatian dan partisipasi Saudar a diucapkan ter ima kasih. Panitia Pengadaan Bar ang dan Jasa DINAS