• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan Revolusi Perancis Rusia dan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Perbandingan Revolusi Perancis Rusia dan"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

Bagian I Pendahuluan

1.1 Pengantar

Revolusi adalah bagian dari proses politik yang terjadi didunia, kemunculannya dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor, mulai dari kemiskinan, penindasan penguasa, sampai perasaan ingin merdeka dari penjajahan. Revolusi-revolusi yang terjadi dalam sejarah dunia disetiap negara berjalan dengan cara yang berbeda-beda, ada yang dengan pertumpahan darah antar-saudara, perang dengan negara yang akan mengintervensi jalannya revolusi, atau dengan cara demonstrasi damai namun konsisten.

Oleh karena itu perlulah membahas tentang bagaimana revolusi terjadi, dan sebab-akibat yang ditimbulkan. Dalam pembahasan kali ini, dalam kajian perbandingan politik, diambil sedikitnya tiga contoh revolusi yang paling berpengaruh didunia, yaitu Revolusi Perancis, Revolusi Rusia, dan Revolusi China. Setelah membandingkan ketiganya, kemudian akan dapat kita saksikan dimana letak perbedaan dan persamaan dari masing-masing revolusi, dan apakah dari setiap revolusi saling terkait satu sama lain atau tidak.

Demikian makalah ini kami buat, jika ada kesalahan dalam penulisan kami mohon maaf karena ini juga bagian dalam pembelajaran kami. Sekali lagi, kami ucapkan kurang lebihnya mohon maaf terhadap makalah ini, dan semoga makalah ini bermanfaat.

Tangerang Selatan, 30 November 2015

(2)

Bagian II Pembahasan

2.1 Revolusi Perancis

Monarki Korup

Sebelum Raja Louis XVI naik tahta sebagai pemerintah Perancis, atmosfir sosial politik di Perancis kala itu sudah cukup panas. Kesadaran rakyat terhadap kemiringan sistem pemerintahan monarki absolut, krisis keuangan, dan negara yang hampir bangkrut dikarenakan pengeluaran negara lebih besar daripada pendapatan mulai menimbulkan satu per satu pemberontakan. Krisis tersebut utamanya disebabkan oleh terlibatnya Perancis dalam Perang Tujuh Tahun dan Perang Revolusi Amerika. Di masa pemerintahan Raja Louis XVI, menteri keuangan Perancis yang kala itu dijabat oleh Turgot, dipecat pada bulan Mei 1776 karena ia dinilai gagal melaksanakan reformasi keuangan Perancis guna membebaskan krisis keuangan Perancis kala itu.1

Setahun setelah pemecatan itu, Jacques Necker yang notabene adalah seorang kebangsaan asing ditunjuk sebagai Bendahara Negara tak resmi karena ia merupakan seorang Protestan. Jacques Necker menyadari ada banyak ketidakadilan dalam sistem pajak yang lebih cenderung bersifat regresif. Ia mendapati bukti di lapangan bahwa kaum bangsawan dan pendeta diberikan banyak keringanan dan pengecualian dalam hal pembayaran pajak, sementara mereka yang miskin dikenakan pajak lebih tinggi. Hal tersebut menyebabkan pertentangan sosial secara internal. Ketidakmampuan kaum miskin membayar pajak yang tinggi jelas sekali menimbulkan pertentangan.

Jacques Necker mengusulkan agar ketidakadilan tersebut harus dihilangkan dengan mengurangi hak istimewa kaum bangsawan dan pendeta serta para pejabat dalam hal pajak. Namun banyak pihak yang menentang usulan Necker, terutama pejabat Perancis. Posisi Necker yang terus melemah memaksanya untuk turun. Dan Perancis menunjuk bendahara baru yang bernama Charles Alexandre de Colonne. Namun, Colonne juga mendapat pertentangan dari pejabat Perancis.

(3)

Kemudian untuk pertama kalinya sejak 1614, Raja Louis XVI memanggil Etats-Généraux di tahun 1789. Etats-Généraux terbagi atas tiga golongan yang terbagi atas Pendeta sebagai Etat Pertama, Kaum Bangsawan sebagai Etat Kedua, dan Rakyat Biasa sebagai Etat Ketiga. Namun, Etat Ketiga yang berisi rakyat jelata bersitegang dengan Etat Pertama yang merupakan kaum pendeta. Negosiasi dengan dua etat lainnya juga tidak berhasil sehingga Etats-Généraux dinilai gagal, padahal sudah diputuskan bahwa ‘Raja adalah dia yang bertindak sebagai penengah.’

Keistimewaan Aristokrat

Penyebab utama terjadinya Revolusi Perancis terutama dikarenakan kebencian rakyat terhadap pemerintah, yang umum terjadi kala itu. Dari perspektif Marxis, menurut para sejarawan, adanya konflik kelas antara bangsawan dan rakyat biasa menjadi salah satu penyebab. Ketidakadilan kelas tersebut menimbulkan kebencian dari rakyat biasa terhadap pemerintah yang cenderung merangkul kaum bangsawan dalam praktek sosial. Selain itu, sistem dan bentuk perekonomian yang timpang di Perancis kala itu memperburuk keadaan. Krisis keuangan tak bisa dicegah. Beberapa pendorong lain terjadinya krisis keuangan tersebut antara lain ketidakmampuan rakyat biasa membayar pajak yang tinggi, lebih tinggi dibandingkan kaum bangsawan dan pendeta.2

Di sisi lain, kaum bangsawan dan pendeta mendapat banyak pengecualian dan keistimewaan dalam hal pajak. Kenaikan harga pangan, hasil panen yang buruk, dan sistem transportasi serta fasilitas lainnya yang tidak memadai semakin menimbulkan kebencian rakyat terhadap pemerintah. Buruknya keadaan Perancis kala itu juga ditandai dengan kebangkrutan pemerintah, utang negara yang besar karena yang lebih utama disebabkan oleh keterlibatan Perancis dalam perang besar, dan ketidakadilan pajak. Perang Tujuh Tahun antara Perancis dan Inggris yang merupakan kekuatan militer utama dunia saat itu menyebabkan hilangnya jajahan Perancis di Amerika Utara. Selain itu, Angkatan Laut Perancis juga mengalami kehancuran. Meski militer Perancis berhasil dibangun lagi dan menang dalam Perang Revolusi Amerika, tapi Perancis tetap saja mengalami kehancuran karena biaya perang yang mahal dan tidak ada keuntungan yang nyata bagi Perancis dalam perang tersebut. Raja juga tidak mampu menangani

(4)

krisis dan utang negara yang besar, sehingga untuk pertama kalinya dalam seabad sebelumnya, raja memanggil Majelis Bangsawan di tahun 1787.

Dalam kondisi perekonomian yang sangat parah, masalah pangan dan kriminalitas yang meninggi, juga krisis keuangan yang tak juga membaik, keluarga kerajaan malah hidup nyaman dan mewah di Versailles. Keluarga kerajaan terkesan tak peduli dengan keadaan sosial rakyatnya yang semakin lama semakin memburuk. Raja Louis XVI, di satu sisi, memang berusaha mengurangi pengeluaran pemerintah. Namun usahanya tersebut mendapat pertentangan dari parlemen sehingga reformasi yang lebih luas yang direncakanan oleh raja berhasil digagalkan. Bahkan, pemerintahan raja juga hendak digulingkan. Berbagai upaya untuk menjatuhkan kekuasaan Louis XVI juga semakin tampak ketika semakin banyak pihak yang menentang kebijakannya. Pamflet-pamflet yang berisi informasi palsu dan dilebih-lebihkan yang mengkritik pemerintah dan aparatnya pun tersebar luas di Perancis di antara rakyatnya yang kemudian semakin memperkuat opini publik untuk melawan pemerintahan monarki Raja Louis XVI.

Selain itu semua, penyebab lain yang memicu terjadinya Revolusi Perancis juga karena adanya kebencian terhadap pemerintah yang semakin besar seiring adanya perkembangan cita-cita pencerahan. Rakyat juga membenci adanya absolutisme kerajaan, kebencian kaum miskin terhadap hak-hak istimewa yang dimiliki kaum bangsawan, kebencian terhadap pengaruh dalam kebijakan publik dan lembaga-lembaga negara yang bersumber dari Gereja Katolik, adanya penyimpangan hak kebebasan beragama, kebencian pendeta pedesaan miskin terhadap uskup aristokrat yang korup, serta besarnya keinginan untuk mewujudkan kesetaraan sosial, politik, ekonomi, dan republikanisme. Di sisi lain, rakyat juga benci terhadap keborosan Ratu Marie Antoinette yang juga dianggap sebagai mata-mata Austria. Juga, pemecatan Jacques Necker dari jabatannya sebagai bendahara keuangan oleh raja juga dianggap sebagai kejahatan bagi rakyat Perancis karena Jacques Necker dianggap sebagai wakil rakyat di kerajaan.

Penyerbuan Bastille

(5)

dan penjara besar Perancis bernama Bastille. Bastille juga dianggap sebagai simbol kekuasaan monarki. Pertempuran pun terjadi di Bastille antara pemberontak dan militer. Dalam beberapa jam hingga pada sore hari, benteng tersebut berhasil direbut oleh kaum pemberontak. Meski ada gencatan senjata demi mencegah pembantaian massal yang lebih meluas, namun Gubernur Marquis Bernard de Launay dipukuli oleh pemberontak. Tak hanya itu, ia juga ditusuk dan dipenggal. Kepalanya kemudian ditusukkan ke ujung tombak dan diarak ke sekeliling kota. Bastille sudah menjadi simbol dari kebencian rakyat Perancis terhadap Ancien Régime. Di balai kota, Hotel de Ville, massa menuduh Jacques de Flesselles (yang jabatannya setara dengan wali kota) sebagai pengkhianat dan membantainya.3

Raja Louis XVI mundur untuk sementara waktu karena khawatir terhadap tindak kekerasan yang bisa saja menimpanya. Marquis de la Fayette mengambilalih komando Garda Nasional Paris setelahnya. Presiden Majelis pada saat Sumpah Lapangan Tenis yang bernama Jean-Sylvain Bailly kemudian menjadi wali kota baru di bawah struktur pemerintahan baru yang kemudian dikenal dengan istilah komune. Setelah itu raja mengunjungi Paris pada tanggal 17 Juli dan menerima surat dengan simpul tiga warna dan diiringi dengan teriakan Vive la Nation dan Vive le Roi (Hidup Bangsa dan Hidup Raja). Jacques Necker yang sebelumnya dipecat kembali menjabat. Namun tak lama berselang rakyat menuntut amnesti umum dan ia pun kehilangan dukungan dari rakyat. Meski Majelis menang namun situasi Perancis tetap memburuk. Kekerasan dan penjarahan terjadi di seluruh Perancis. Kaum bangsawan yang takut menjadi korban selanjutnya pindah ke negara-negara tetangga. Mereka pun menandai kelompok-kelompok kontra-revolusi di Perancis dan mendesak monarki asing untuk memberikan dukungan pada kontra-revolusi.

Guillotine : “Mahkota” Baru Untuk Raja

Di akhir Juli, semangat kedaulatan rakyat berhasil menyebar ke seluruh Perancis. Di daerah pedesaan, rakyat mulai membentuk milisi. Mereka juga mempersenjatai diri guna melawan invasi asing yang mungkin terjadi. Perlawanan milisi kemudian terjadi terhadap invasi asing, dan kemudian menimbulkan runtuhnya hukum dan kacaunya ketertiban. Kekuasaan legislatif di republik baru berubah menjadi Konvensi, sedangkan kekuasaan eksekutif berada di Komite Keamanan Umum. Kaum Girondi menjadi partai berpengaruh dalam konvensi dan

(6)

komite itu. Dalam Manifesto Brunswick, tentara kerajaan Perancis dan Prusia mengancam akan membalas penduduk Perancis jika hal tersebut menjadi penghambat langkah maju pengembalian bentuk pemerintahan monarki.4

Sebagai akibatnya, Raja Louis yang dipandang bersekutu dengan musuh-musuh Perancis, pada tanggal 17 Januari 1793, dituntut hukuman mati. Raja Louis pun menghadapi eksekusi mati pada tanggal 21 Januari 1793 lewat pemenggalan kepala dengan guillotine. Eksekusi tersebut menimbulkan peperangan dengan negara-negara Eropa lain. Kemudian pada tanggal 16 Oktober 1793, Marie Antoinette yang merupakan permaisuri Raja Louis juga dipenggal dengan guillotine. Setelah kehancuran monarki absolute, pemimpin revolusi, Napoleon Bonaparte, menyatakan dirinya sebagai ‘kaisar’ Perancis.

Pasca-Revolusi : Napoleon, Komune Paris, dan Pendudukan Prusia

Setelah kejatuhan Monarki Perancis, mungkin kita tidak tahu kalau setelah Napoleon menyatakan dirinya sebagai “kaisar” Perancis, ada sebuah tatanan masyarakat sipil dengan nilai-nilai sosialisme dan dipimpin oleh kaum buruh seperti yang diimpikan Marx, yaitu Komune Paris.5 Komune Paris merupakan pemerintahan pertama yang dikuasai oleh kelas buruh. Marx melukiskannya sebagai "hasil perjuangan kaum produsen melawan kelas penghisap, sebuah bentuk politik yang akhirnya ditemukan yang dibawahnya kita dapat menjalankan emansipasi ekonomis kaum buruh."

Pada Juli 1870 pecah perang antara Prancis Bonapartis dan dukungan Jerman yang bawah Otto von Bismarck. Dewan Umum menerbitkan sebuah manifesto yang memprotes perang, dan menyatakan bahwa perang itu merupakan kesalahan baik pemerintah Napoleon maupun pemerintah Jerman. Kendati menyatakan bahwa dalam perang itu Jerman berposisi sebagai pihak yang diserang, manifesto memperingatkan kaum buruh Jerman bahwa bila mereka mengizinkannya, perang itu akan menjadi sebuah perang penaklukan, yang, entah berakhir dengan kemenangan atau kekalahan, hanya akan menjadi malapetaka bagi proletariat. Kekalahan yang katastropik yang melanda tentara Prancis pada 4 September 1870 melepaskan suatu mata

4 Ibid

(7)

rantai peristiwa-peristiwa yang bermuara pada sebuah insureksi proletariat dan didirikannya negara buruh pertama dalam sejarah: Komune Paris.

Dalam kata-kata Marx, kaum buruh Prancis “menggempur Surga.” Komune bukanlah sebuah parlemen dengan tipe lama. Komune adalah sebuah badan pekerja dengan fungsi eksekutif dan legislatif sekaligus. Posisi pejabat (officialdom), yang hingga saat itu telah berfungsi tak lebih dari sekadar alat pemerintah dan suatu instrumen yang lentur di tangan kelas penguasa, digantikan oleh sebuah badan representatif yang terdiri dari orangorang yang dipilih melalui pemilihan umum, dan tunduk pada recall sewaktuwaktu. Tulisan ini tidak bermaksud menuturkan Komunis Paris secara rinci. Cukuplah kiranya kita mengatakan bahwa kelemahan Komunis Paris adalah kelemahan dalam kepemimpinan. Komune tidak memiliki program yang jelas, tidak juga taktik yang dikembangkan dengan jelas baik untuk bertahan maupun menyerang.

Dalam Komune itu sendiri, kaum Internasionalis adalah minoritas. Hanya ada 17 orang Internasionale dari jumlah keseluruhan 92 anggota. Dengan ketiadaan kepemimpinan yang sadar, Komune tidak mampu menyajikan perspektif-perspektif yang lebih luas kepada kaum buruh dan tani yang seharusnya bisa mengakhiri keterisolasian kaum buruh Paris. Kendati pencapaiannya yang luar biasa, Komune membuat kesalahankesalahan. Secara khusus, Marx menunjukkan kegagalan dalam menasionalisasikan Bank Prancis dan mars melawan pusat kontra-revolusi di Versailles. Kelas buruh membayar harga yang sangat mahal atas kesalahan-kesalahan ini. Pemerintah di Versailles diberi waktu untuk mengorganisir suatu pasukan kontrarevolusioner yang melakukan mars ke Paris dan menghancurkan Komune dengan kekejaman yang tak terperi.

Setelah membenamkan Komune dalam darah, pers borjuis mengorganisir sebuah kampanye kotor berisi fitnah terhadapnya. Marx membela Komune dengan gigih. Atas nama Dewan Umum ia menulis sebuah manifesto yang di kemudian hari dikenal sebagai The Civil War in France (Perang Sipil di Prancis), yang di dalamnya ia menjelaskan signifikansi historis yang sesungguhnya dari revolusi proletarian yang hebat ini.

“Komune adalah suatu bentuk kekuasaan politik oleh kelas buruh, suatu kediktatoran yang didirikan oleh kelas tertindas terhadapkelas penindas.”

(8)

“Komune Paris tiba terlambat. Ia memiliki semua peluang untuk merebut kekuasaan pada 4 September dan ini akan memungkinkan kaum proletariat Paris untuk segera menempatkan diri mereka sebagai pemimpin kaum pekerja seluruh Prancis dalam perjuangan mereka melawan semua kekuatankekuatan dari masa lalu, melawan Bismarck dan juga Thiers. Tetapi kekuasaan jatuh ke tangan kaum demokrat yang hanya gemar berpidato. Kaum proletar Paris tidak punya sebuah partai, atau para pemimpin yang telah terikat kuat oleh perjuanganperjuangan sebelumnya. Para patriot borjuis kecil, yang mengira diri mereka sosialis dan mencari dukungan para buruh, sesungguhnya tidak punya kepercayaan diri. Mereka mengoyahkan kepercayaan diri kaum proletar. Mereka terus mencari para pengacara terkemuka, jurnalis-jurnalis, wakil-wakil parlemen, yang tas-tasnya hanya berisi beberapa frase-frase revolusioner yang tidak jelas,untuk mempercayakan kepemimpinan gerakan pada mereka.”6

Komune Paris adalah sebuah rezim transisional yang berdiri untuk transformasi ekonomik masyarakat secara menyeluruh. Inilah yang dimaksud Marx ketika ia berkata-kata tentang kediktatoran proletariat, jika kita pertama dapat mengambil hipotesis sementara, negara “komunis” pertama didunia bukanlah Soviet Rusia, namun Komune Paris.

2.2 Revolusi Rusia

Gelombang Revolusi : Rusia Menang, Rusia Kalah

Abad-abad 18 dan 19 pemikiran-pemikiran tentang kebebasan, kedaulatan, kemerdekaan, dan sebagainya telah meluas dan perlahan menggeser tatanan feodalistik dan teokratis yang berkuasa sejak abad pertengahan. Pada akhir abad 19, kaum intelektual Rusia mulai menyusun rancangan untuk menghancurkan tirani Tsar Nikolai. Kitab suci para intelektual ini adalah

Manifesto Komunis karya Marx dan Engels. Pada tahun 1905 – tahun yang sama saat Rusia kalah oleh Jepang – terjadi aksi demonstrasi damai di depan istana Tsar di St. Petersburg, namun aksi ini dijawab Tsar dan aparat kerajaan dengan tembakan dan pembunuhan. Tragedi inilah yang kemudian membangkitkan ide revolusi bersenjata di seluruh dunia.

(9)

Pada tahun 1914, saat Perang Dunia I pecah, yaitu perang antara Blok Sekutu yang terdiri dari; Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Italia, dan negara-negara modern lain yang menentang Blok Sentral; Kekaisaran Prusia Jerman, Kesultanan Ottoman Turki, Kerajaan Austrohongaria, dan negara-negara lain yang masih monarki tradisional. Tsar Nikolai menyeret Rusia kedalam perang besar pertama umat manusia itu, akhirnya muncul protes dari rakyat Rusia yang anti-perang. Meskipun Rusia masuk kedalam blok yang kemudian memenangkan perang, yaitu Blok Sekutu, walaupun Rusia hari itu adalah kerajaan yang tradisional dan feodal.

Selama Perang Dunia I itu, Rusia memenangkan banyak pertempuran melawan Ottoman Turki dan kemudian keluar sebagai pemenang Perang Dunia I, namun rakyat yang mati lebih banyak dari yang diperkirakan. Perang Dunia I turut menghadirkan perlawanan terhadap pemerintahan feodal Tsar, pada akhirnya membawa Rusia pada revolusi. Setidaknya tercatat tiga usaha revolusi untuk menggantikan pemerintahan Tsar dengan sosialisme. Revolusi pertama adalah revolusi 1905 – 1907 yang terbagi menjadi tiga tahapan: tahap pertama, pemogokan dan demonstrasi di berbagai kota yang terjadi tanggal 9 Januari sampai September 1905. Pada masa ini juga terbentuk Dewan Perwakilan Pekerja untuk pertama kalinya di kota Ivanovo – Voznesensk. Tahap kedua, ditandai dengan pemogokan nasional pada bulan Oktober 1905. Tahap ketiga ditandai dengan dua kali pergantian Duma (semacam Dewan Perwakilan Rakyat) tanggal 27 April – 3 Juni 1906 dan 20 Februari – 2 Juni 1907. Pada masa ini revolusi berhasil dibungkam.

Revolusi selanjutnya adalah Revolusi Februari 1917 atau sering disebut sebagai Revolusi Borjuis Demokratis. Dalam revolusi ini Tsar Nikolas II berhasil diturunkan dari tahtanya pada tanggal 2 Maret 1917. Setelah kejatuhan Tsar dibentuklah Pemerintahan Sementara (Vremennoye Pravitelstvo) dibawah kepeminpinan Alexander Kerensky. Namun demikian, terdapat tarik menarik kekuasaan antara Pemerintah Sementara dengan Dewan Pekerja dan Prajurit Petrograd yang menganggap bahwa revolusi belum berakhir. 7

Revolusi terakhir adalah Revolusi Oktober 1917 atau lebih dikenal dengan sebutan Bolshevik. Revolusi inilah yang kemudian membuat Rusia menjadi Uni Soviet pada tahun 1918.

(10)

Kaum Bolshevik beranggapan bahwa pertentangan sosial yang tak terdamaikan selama ini merupakan hal yang tak dapat dihindari dan oleh karena itulah revolusi menjadi keniscayaan. Akhirnya, sebagaimana diketahui, revolusi Bolshevik inilah yang membawa Rusia menjadi negara adidaya dan negara komunis terbesar di dunia. Nampaknya Revolusi Bolshevik Oktober 1917 terbantukan dengan adanya Perang Dunia I, dimana kondisi semua negara pelaku perang sedang jatuh dan hancur, khususnya Rusia.

Kelahiran Bolshevik dan Revolusioner Profesional

Pada tahun 1898, Partai Buruh Sosial Demokrat Rusia (PBSDR) berkongres di Minsk, Belarusia, yang salah satu pendiri partai itu adalah pemimpin sekaligus founding father Uni Soviet, Vladimir Ilyich Ulyanov atau yang biasa kita panggil, Lenin. Lenin,menuangkan apa yang harus dilakukan dalam revolusi Rusia dan elemen-elemennya ada didalam karyanya yang berjudul What Is To Be done?. Lenin mengemukakan alternatif, kalau kelas pekerja dengan upaya sendiri, hanya dapat menimbulkan kesadaran serikat buruh bukan kesadaran revolusi yang pasti. Apa yang dibutuhkan kelas pekerja adalah tipe kepemimpinan partai yang baru, yang memiliki kesadaran revolusi yang kokoh, ditambah teori dan taktik yang jitu.

Kemudian Lenin mendirikan kelompok kecil yang disebutnya sebagai ‘revolusioner profesional’, yang dilatih dalam aktivitas revolusioner dan betul-betul berakar pada teori Marxis. Organisasi ini didasarkan pada prinsip ‘sentralisme demokratik’, yakni diskusi dan opini yang terbuka disampaikan melali hirarki, tetapi setelah keputusan dibuat ditingkat atas, keputusan harus dilaksanakan secara tegas oleh seluruh kader. Kelompok ini merupakan ‘barisan terdepan kaum proletariat’, yang berarti tidak terpisah dari kelas pekerja, meskipun mereka bukan pekerja; mereka adalah elit partai, bagian partai yang sadar kelas. Lenin juga menjustifikasi segala sesuatu yang diperlukan untuk mendorong revolusi, betapapun tidak bermoralnya revolusi tersebut.8

Ide-ide Lenin ini kemudian masuk kedalam kongres kedua PBSDR pada 1903 di Brussel, Belgia dan kemudian pindah ke London, Inggris, kongres ini dengan tema besar; “Kapan revolusi sosialis masuk ke Rusia?”, berkat kongres inilah kemudian PBSDR pecah menjadi dua, yaitu; Faksi Menshevik, yang melihat bahwa yang harus dilakukan lebih dahulu adalah

(11)

menjatuhkan pemerintahan feodal dan untuk itu maka kaum proletar harus bergandengan tangan dengan kaum borjuis. Kemudian, Faksi Bolshevik, (disebut juga kaum ekonomisme) yang memandang bahwa perjuangan politik dipegang oleh kaum borjuis, sementara kaum buruh lebih baik membatasi diri pada perjuangan ekonomi. Lenin tidak meyetujui dua pendapat di atas. Bagi Lenin, menjawab pandapat kaum Menshevik, jika harus bergandengan tangan dengan kaum borjuis, maka kaum buruh haruslah menjadi pemimpinnya.9

Lenin dan Revolusi Oktober 1917

Setelah pemerintahan Tsar digulingkan pada 2 Maret 1917, terbentuklah Pemerintahan Sementara (Vremennoye Pravitelstvo) yang beranggotakan para kadet, kaum Menshevik dan Partai Sosialis Revolusioner. Namun demikian, meskipun secara politis Pemerintahan Sementara ini memiliki legitimasi, saat itu terbentuk pula Soviet Petrograd atau Dewan Pekerja dan militer Petrograd. Soviet Petrograd ini memiliki dukungan kuat di masyarakat dan juga memiliki kekuatan senjata, yang tidak dimiliki oleh Pemerintahan Sementara. Pada 10 Oktober 1917, Komite Sentral Bolshevik mengeluarkan resolusi pemberontakan bersenjata. Menyusul resolusi tersebut, dua hari kemudian dibentuklah Komite Militer – Revolusi yang diketuai oleh Pavel Lazimir. Meski demikian, pemegang kendali utama dari komisi ini adalah Leon Trotsky.

Berdasarkan resolusi di atas, pada 25 Oktober terjadi Kudeta Petrogard di mana diumumkan bahwa telah terjadi pemindahan kekuasaan dari Pemerintahan Sementara ke tangan Komite Militer Revolusioner. Di situ juga diumumkan tuntutan rakyat yang menyatakan: Pembentukan perdamaian yang demokratis; penghapusan kepemilikian tanah; pengenalan kontrol pekerja atas produksi; dan pembentukan Pemerintahan Soviet. Pada tanggal 25 sampai 27 Oktober, juga berlangsung sidang yang membentuk Soviet Komisaris Rakyat dengan Lenin sebagai kepala negara.

Lenin merupakan sosok penting dalam pengejawantahan Marxisme di Rusia dan juga pembentukan Rusia sebagai Negara komunis. Melalui dirinya ajaran Marx memperoleh bentuk kongkret dalam ranah politik. Melihat Kondisi Rusia, sebenaranya apa yag dilakukan Lenin

(12)

dapat dilihat sebagai radikalisasi marxisme. Sebagai suatu bangsa, Rusia saat itu bukanlah negara industri. Apakah revolusi Rusia harus menunggu hingga negara menjadi negara industri atau revolusi tetap harus dilaksanakan tanpa menunggu terlalu lama untuk menjadi negara industri. Melihat situasi negara yang demikian adanya, di Rusia sendiri terdapat perdebatan mengenai hal tersebut.

Lenin beranggapan bahwa kesadaran revolusioner kaum buruh tidak dapat terbentuk begitu saja melalui konsentrasi pada bidang ekonomi semata. Oleh karena itu perlu adanya tempat bagi perjuangan politik kaum buruh, yaitu melalui partai. Revolusi Sosialis, bagi Lenin, justru sangat mungkin di negara prakapitalis seperti Rusia. Negara prakapitalis merupakan mata rantai terlemah dalam sistem kapitalisme internasional. Dengan demikian, yang paling logis adalah revolusi terjadi bukan di pusat kapitalisme melainkan justru di pinggirannya, di negara prakapitalis. Revolusi Oktober 1917 yang dimotori oleh kaum Bolshevik yang komunis, praktis mengakhiri kekuasaan rezim borjuis demokratik Alexander Kerensky yang baru berjalan 7 bulan.

2.3 Revolusi China

Akhir Dua Milenium Monarki China

Revolusi China pertama, bukanlah revolusi yang digelontorkan oleh Mao Zedong dan dengan gerakan long march-nya seperti yang kita kenal, namun jauh sebelum itu, setidaknya sebelum Perang Dunia I pecah, yaitu pada tahun 1911, dibawah kepemimpinan seorang dokter bedah, dr. Sun Yat Sen. Hari itu, 10 Oktober 1911, sebuah kudeta yang mengguncang China dimulai. Pasukan revolusioner melancarkan perlawanan terhadap pemerintah local di Wuhan, Provinsi Hubei. Kudeta memicu revolusi yang berujung pada penggulingan kaisar terakhir Pu Yi, mengakhiri kekuasaan Dinasti Qing, dan runtuhnya sistem feodalisme Tiongkok yang telah ajeg

selama 2.200 tahun. Republik China pun akhirnya lahir. Revolusi pimpinan Sun Yat Sen itu juga dikenal sebagai Revolusi Xinhai, Revolusi 1911, atau Revolusi China.

(13)

China juga kalah dalam Perang Sino-Jepang Pertama 1894-1895. Meski Qing masih mengendalikan Tiongkok, jutaan orang China yang hidup di luar negeri, termasuk di Asia Tenggara dan Amerika, mulai menuntut dilakukannya reformasi dan revolusi. Kang Youwei dan Liang Qichao memimpin gerakan pro-monarki konstitusional. Sementara Sun Yat Sen yang seorang dokter membentuk aliansi revolusioner atau Tongmenghui yang bertujuan mengeser Kekaisaran Qing dengan pemerintah republik.

Mengalami kekalahan beruntun pasca-pemberontakan Wuhan, Qing mengubah sistem pemerintahan menjadi monarki konstitusional. Jenderal Yuan Shikai ditunjuk jadi perdana menteri namun sebelum berhasil merebut area yang dikuasai kaum revolusioner, sejumlah provinsi mulai memproklamasikan pemisahan dari kekaisaran. Pada 1 Januari 1912, Republik China berdiri, Sun Yat Sen diangkat jadi presiden sementara dipilih oleh majelis Nanjing mewakili 17 provinsi. Namun, hanya di bagian selatan. Bagian utara masih dikendalikan Yuan Shih Kai. Pemerintah republik, yang lemah dalam hal dukungan militer untuk menggulingkan Dinasti Qing, melakukan pendekatan pada Yuan Shih Kai. Yuan setuju menurunkan takhta Kaisar Kecil Puyi atau Kaisar Xuantong, tapi dia meminta menjadi presiden. Sang raja pun dipaksa menyerahkan kekuasaannya pada Februari 1912.

Yuan Shih Kai diangkat sebagai Presiden Sementara Republik Tiongkok pada 14 Februari 1912, dan diambil sumpahnya pada 10 Maret pada tahun yang sama. Namun pemerintahannya ditentang banyak pihak, terutama setelah ia mengangkat dirinya sendiri sebagai Kaisar Tiongkok pada tahun 1915. Setelah Yuan meninggal, Tiongkok masuk ke periode raja-raja wilayah atau

warlords.

Perang Sipil, Invasi Jepang, dan Revolusi Kedua

(14)

kemudian memimpin Partai Kuomintang yang nasionalis setelah Sun Yat Sen wafat pada 1925 – dengan Mao Zedong yang memimpin Partai Kungcangtang yang komunis.10

Meskipun Chiang Kai Shek mewarisi kepemimpinan China setelah kematian Sun Yat Sen, ia masih khawatir dengan popularitas Mao Zedong yang berhasil memobilisasi para pertain dan buruh untuk melawan para tuan tanah dan industrialis. Akhirnya, pada 1927, para tuan tanah, industrialis, dan pedagang yang bekerjasama dengan asing yang dikatakan Mao sebagai borjuis komprador, memilih memihak kepada Chiang Kai-Shek dan Kuomintang.11 Mao Zedong dalam revolusi ini melakukan strategi revolusi yang akan menjadikannya legenda dalam sejarah China, yaitu long march. Barisan yang terdiri dari ribuan buruh tani itu berangkat meninggalkan propinsi Khiangsi menuju daerah baru yang akan menjadi basis komunis, yaitu Shensi.

Perang antara dua anak bangsa China itu semakin sengit, Mao Zedong dan Chiang Kai Shek berbagi wilayah. Pasukan Chiang dimasa perang ini lebih brutal, mereka menyerang siapapun yang tergolong proletar dan berpotensi mendukung Mao. Chiang Kai Shek sebagai simbol ketidaksukaannya pada Mao dan Kungcangtang, membentuk pasukan polisi khusus, mirip pasukan Kempetai Jepang ataupun Gestapo Jerman, dengan seragam biru.

Jika di Eropa, pada tahun 1933, Nazi Jerman berhasil merebut kekuasaan dari Republik Weimar yang dipimpin para komunis dan Yahudi dan berlanjut pada serangan ke Polandia untuk merebut Danzig 6 tahun kemudian yang memulai Perang Dunia II. Maka di Asia, Perang Dunia II nyatanya tidak dimulai pada 7 Desember 1941, tapi pada 1931, saat Jepang memanfaatkan konflik Mao dan Chiang untuk menduduki Manchuria dan mendirikan negara boneka Manchuria disana yang mengabdi penuh pada Tenno Heika Kaisar Hirohito. Pendudukan Jepang atas wilayah Timur China ini, kemudian setidaknya meredakan perseteruan antara Chiang Kai-Shek dan Mao Zedong, kedua pemimpin China ini bersepakat untuk bekerjasama mengusir Dai Nippon dari China, meskipun konflik antara Mao dan Chiang sebenarnya masih sering terjadi, khususnya saat Jepang memulai invasinya lebih luas ke Pasifik dan menyeret Amerika Serikat kedalam Perang Dunia II front Asia.

Setelah Jepang kalah pada Agustus 1945, kemudian, pada 1949, terjadi pergolakan lagi antara kekuatan nasionalis pimpinan Jenderal Chiang Kai Shek dan kubu Komunis pimpinan

(15)

Mao Zedong, inilah gelombang kedua perang saudara dan revolusi China. Perang saudara pasca-kekalahan Jepang ini lebih brutal, baik pasukan Mao ataupun Chiang sama-sama membantai orang sipil. Akibat dari perang saudara tersebut, Pemerintah Republik China dibawah Kuomintang kehilangan kontrol atas Daratan China dan pindah ke Pulau Taiwan pada Desember 1949. Dunia mengenal negara tersebut sebagai Republik China, dan China komunis mendirikan Republik Rakyat China di China daratan.

Membangun Komunisme : Lompatan Jauh ke Depan

Berangkat dari long march yang amat heroik. yang dilakukan Mao Zedong selama tahun 1934-1935, Kungcangtang yang sudah menguasai Shensi, menerapkan kebijakan redistribusi tanah (untuk member keuntungan bagi petani miskin), membatasi ekspliotasi petani dari para tuan tanah dan tengkulak, melembagakan pajak progresif dan program kesejahteraan, membangun pabrik-pabrik, dan memperkuat organisasi politik dam militer komunis. Perang saudara dengan kaum nasionalis berlangsung terus, namun keefektifan tentara komunis menghadapi Jepang-lah yang nyatanya lebih berperan dalam kemenangan komunis China.12

Saat Perang Korea meletus pada tahun 1950, sebagai implikasi dari kalahnya Jepang yang harus menyerahkan Semenanjung Korea kepada Amerika Serikat dan Uni Soviet, Mao Zedong melihat kalau ini adalah agenda Amerika Serikat agar lebih mudah menyerang China, terlebih ditambah dengan kematian Joseph Stalin pada tahun 1953, Uni Soviet mengalami destalinisasi dibawah pemimpin yang baru, Nikita Kruschev yang menginginkan kalau Soviet-Barat harus berdamai. Mao melihat ini adalah pengkhianatan terhadap Marx dan Lenin, dan mencap Soviet sebagai revisionis.13

Dalam pembangunan nilai-nilai komunisme, Mao berusaha meniru Stalin, ia membuat kebijakan “Lompatan Besar ke Depan”, suatu rencana Lima Tahunan untuk membawa China pada usaha pengindustrialisasian negara mereka yang tadinya agraris. Hal ini tentu tidak mencerminkan pandangan Marx mengenai pembangunan sosialisn karena bagi Marx, sosialisme hanya memungkinkan setelah peralihan bentuk sosial-budaya dilakukan oleh kapitalisme yang

(16)

matang dan, selanjutnya, oleh kediktatoran proletariat. Bagi Mao, komunisme harusnya dipertegas secara luas dan menghilangkan perangsang pribadi dalam menggerakkan buruh.14

Kebijakan “Lompatan Jauh ke Depan” juga adalah usaha Mao untuk membawa China mengungguli Soviet dalam hal siapa yang lebih dahulu membentuk masyarakat komunis murni dengan cara mengkomuniskan pertanian, yang menyebabkan penghapusan segala bentuk pemilikan pribadi dan mengorganisir semua pekerja menjadi brigade produksi. Harapan-harapan Mao yang besar itu semakin nampak sulit diwujudkan, segala macam faktor yang tidak diharapkan, seperti bencana alam, terlalu optimis, menjadikan keuntungan bagi para elit komunis dengan menganjurkan percepatan pembangunan ekonomi yang lebih lamban dan lebih banyak perangsang bagi setiap individu produsen, yang berarti ada perbedaan upah.

Meskipun secara kasat mata, kebijakan “Lompatan Jauh ke Depan” adalah kegagalan China dalam membentuk masyarakat industrialis, setidaknya kebijakan ini melahirkan satu prestasi yang membawa China sebagai satu negara yang ditakuti di dunia, yaitu pengembangan senjata nuklir pada 1957 tanpa bantuan Uni Soviet.

Membangun Komunisme : Revolusi Kebudayaan

Revolusi kebudayaan 1966 sampai 1969 (dan kadang-kadang gemanya sampai tahun 1970-an) dengan demikian merupakan usaha besar dengan dua arah: pertama, menegakkan kembali kembali wewenang politik Mao dan dominasi para pendukungnya yang paling bersemangat dengan menghilangkan pengaruh partai-partai itu sendiri harus dibangun kembali sejalan dengan petunjuk Pengawal Merah yang berjiwa muda dan militant, dan khususnya, Tentara Merah China, kedua, menanamkan dalam kesadaran kolektif warga negara China tentang perlunya persamaan sosial yang meyeluruh bersamaan dengan semangat sosialis tentang semua untuk satu, satu untuk semua.15

Sejalan dengan semangat ini ialah pekerjaan berkala dalam komune-komune dan pabrik-pabrik yang diberikan secara bergiliran kepada mahasiswa, pekerja kantor, birokrat partai, dan lapisan istimewa lain dalam masyarakat China, Keterampilan teknologi dialihkan secara alamiah; yaitu, suatu brigade pertanian dalam komune petani akan memilih wakil yang telah menerima

(17)

pendidikan lanjutan tentang teknik produksi pertanian yang muktahir, dan ia kembali ke komune, untuk mendidik petani lainnya dalam penggunaan teknologi baru. Dalam proses tersebut, perbedaan status dan pangkat diperkirakan akan hilang, atau paling tidak akan berkurang. Bahkan dalam Tentara Merah, selama Revolusi Budaya, secara resmi pangkat dihilangkan dari prajurit dan perwira di eselon bawahan dan menegah. Tentunya tinggal dilihat apakah struktur sosial yang besar akan dapat melaksanakan industrialisasi dan modernisasi ekonomi tanpa perbedaan imbalan , hak istimewa, dan status yang menjadi ciri semua masyarakat yang mengalami revolusi.

Membangun Komunisme : Pasca-Revolusi Budaya, Demaoisasi

Saat kesehatan Mao sudah benar-benar menurun, bahkan sebelum kematian Mao pada tahun 1974 dan penangkapan “Kelompok Empat” – Kelompok yang secara praktis menjalankan kekuasaan komunis selama Revolusi Budaya, yang terdiri dari Yao Wen Yuan, Jiang Qing, Zhang Chunqiao, dan Wang Hong Wen – yang berusaha untuk meneruskan kebijakan Mao yang radikal, dan khususnya pada permulaan 1980-an, jelaslah bahwa percobaan sosial besar yang disimbolkan oleh Maoisme telah gagal. Ternyata tidak mungkin untuk memodernisasi ekonomi China tanpa menerima pola-pola tradisional dan ketidaksamaan status yang menandai hubungan antara elit dan massa. Meningginya tingkat produktivitas ekonomi China berarti lebih banyak harus menyediakan rangsangan bagi para buru, baik buruh industri, maupun buruh tani. Bertambahnya rangsangan berarti bertambah besar perbedaan imbalan berarti semakin besar ketidaksamaan.

(18)

Jadi perubahan dalam strategi modernisasi China telah membawa perubahan politik dan ideologi. Radikalisme Maois, yang membayangkan usaha untuk memodernisasi tanpa merangsang ketidaksamaan sosial, adalah suatu babak lain dalam sejarah dunia yang erat dengan rekayasa utopis Marx. Sebelum Mao, hal itu belum pernah dicoba secara besar-besaran dalm usaha manusia dan organisasi sosial. Setelah kekalahan Maoisme, semua hal yang berbau Maoisme tidak akan pernah dicoba lagi.

Bagian III Kesimpulan

3.1 Miskin Harta dan Kaya Ilmu

(19)

yang akhirnya hidupnya selesai di guillotine, Tsar Nikolai yang harus mati dan seluruh keluarganya dihabisi oleh Tentara Merah, dan Dinasti Qing yang kolot harus rela ‘potong rambut’ sebagai tanda berakhirnya konfusianisme.

Selain kemiskinan, penyebab lainnya adalah, berkembangnya ilmu pengetahuan. Di Perancis, yang menjadi kiblat Pencerahan memulai peran ilmu pengetahuan menggeser sistem teokratis yang berabad-abad menguasai Eropa dalam Zaman Kegelapan. Ide-ide soal Kebebasan, Kesetaraan, dan Persaudaraan, menjadi landasan dikemudian hari bagi Revolusi Perancis pimpianan Napoleon Bonaparte. Kemudian Rusia yang dikuasai oleh salah satu dinasti yang masih bertahan, Romanov. Nampaknya mulai goyah ketika memilih ikut serta dalam paerang besar pertama dalam sejarah manusia, Perang Dunia II, belum lagi ide-ide Karl Marx yang “bangkrut” di Eropa Barat ternyata cocok dengan kondisi di Rusia dan mampu diaktualisasikan dengan baik oleh Lenin. Begitu juga China, yang dikuasai oleh Dinasti Qing selama 2000 tahun, rupanya membawa pulang seorang dokter bedah, dr. Sun Yat Sen untuk melakukan perubahan atas gaya hidup feodal dan kolot masyarakat China.

Namun, meskipun begitu gemilangnya revolusi, ada pepatah dalam revolusi, “seorang anak kemungkinan besar memakan bapaknya”, hal ini setali tiga uang dengan yang terjadi di Perancis, saat revolusi menuntut kedaulatan rakyat rupanya menjadikan seorang Napoleon memanfaatkan kesempatan untuk menjadi ‘kaisar’ dalam republik Perancis, yang kemudian menimbulkan perlawanan dari rakyat Paris, khususnya Komune Paris. Demikian pula yang terjadi di Rusia, setelah Tsar jatuh, revolusi ternyata terus berlanjut, perang antara borjuis-demokrat dengan Bolshevik yang berakhir dengan kemenangan kaum Bolshevik dan setelah kematian Lenin, “anak-anak” revolusi ini juga saling bunuh untuk mewarisi tahta Sekretaris Jenderal Partai Komunis Soviet, antara Stalin dengan Trotsky yang notabene adalah murid Lenin. Apa yang terjadi di Rusia, juga terjadi di China, ketika Sun Yat Sen wafat, kedua muridnya yang berbeda ideologi, Mao dan Chiang saling ‘gontok-gontokan’ dan mengorbankan jutaan rakyat China.

(20)

identitas nasionalnya, setidaknya itulah yang dialami Indonesia, mampu bertahan dari gelombang revolusi dan konflik dari masing-masing “anak-anak” revolusi.

Daftar Pustaka

Buku

(21)

Archer, Jules. Kisah Para Diktator Biografi Politik Para Penguasa Fasis, Komunis, Despotis, dan Tiran. Terjemahan dari The Dictators, Fascist, Communist, Despots, and Tyrants— Biographies of “The Great Dictators” of The Modern World. Yogyakarta: Narasi, 2014.

Clymer Rodee, Carlton, dkk. Pengantar Ilmu Politik. Terjemahan dari judul asli Introduction to Political Science. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2008.

Internet

http://www.history.com/topics/french-revolution diakses tanggal 30 November 2015, pukul 14:13 WIB

http://www.marxist.com/150-tahun-setelah-internasionale-pertama-didirikan-kelas-pekerja-membutuhkan-sebuah-internasionale-yang-revolusioner.htm diakses tanggal 30 November 2015,

pukul 14:51 WIB

Referensi

Dokumen terkait

Terdiri dari lima anggota tetap ( Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Uni Soviet dan Cina ) dan 10 anggota tidak tetap yang dipilih oleh Majelis Umum dengan jabatan dua tahun.

Selain bom atom dan bom hidrogen yang digunakan Amerika serikat dan Uni Soviet dalam Perang Dingin, masih banyak lagi perkembangan iptek di bidang persenjataan yang

Perang dingin adalah sebutan bagi sebuah periode di mana terjadi konflik, ketegangan, dan kompetisi antara Amerika Serikat (beserta sekutunya disebut Blok Barat) dan Uni Soviet

Kemudian apa yang dilakukan oleh Amerika serikat, melalui sarana propaganda media massa ialah untuk mengalahkan Uni Soviet dan memenangkan perang dingin melalui sarana propaganda

Skripsi ini membahas mengenai persaingan Hegemoni Rusia-Amerika Serikat yang terjadi di Kawasan Timur Tengah khususnya Suriah serta pengaruh Perang Saudara Suriah

Selain bom atom dan bom hidrogen yang digunakan Amerika serikat dan Uni Soviet dalam Perang Dingin, masih banyak lagi perkembangan iptek di bidang persenjataan yang kerap

KEMENANGAN SEKUTU, MUNCULNYA AMERIKA SERIKAT DAN UNI SOVIET SEBAGAI NEGARA ADIDAYA, TERBENTUKNYA BLOK-BLOK YANG MENJURUS KE PERANG DINGIN, MULAI LEPASNYA NEGARA-NEGARA

Perlombaan antariksa yang terjadi pada saat Perang Dingin terjadi karena alasan politis, dimana Amerika Serikat dan Uni Soviet berusaha untuk menunjukan kekuatan masing-masing