• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh konteks budaya organisasi dan p

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pengaruh konteks budaya organisasi dan p"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Pengaruh konteks budaya organisasi dan perilaku sosial individu terhadap dampaknya

dalam penggunaan

enterprise information system

Achmad Husnur

a

, Rajesri Govindaraju

b

a Program Magister Teknik dan Manajemen Industri, Fakultas Teknologi Industri, Insititut Teknologi Bandung bKelompok Keahlian Sistem Informasi Enterprise, Fakultas Teknologi Industri, Insititut Teknologi Bandung

1.Pendahuluan

Pertumbuhan globalisasi saat ini menyebabkan perkembangan dunia teknologi informasi (IT) dan sistem informasi (IS) juga semakin pesat. Di beberapa negara, IT tumbuh dua sampai lima kali lebih pesat dari rata-rata pertumbuhan ekonomi (Microsoft, 2002). Trend implementasi EnterpriseInformationSystem (EIS) oleh perusahaan juga sedang meningkat dalam dua dekade ini, menurut Shih dan Pearson (2003) aplikasi seperti Enterprise Resource Planning (ERP), Supply Chain Management (SCM),

dan Customer Relationship Management (CRM) memerlukan

kemampuan penggunaan sistem informasi yang intensif dari para individu yang menggunakannya.

Implementasi aplikasi-aplikasi tersebut pada suatu perusahaan tentunya bukan hal yang mudah. Beberapa dari aplikasi tersebut gagal untuk diimplementasikan karena tidak sesuai dengan budaya organisasi setempat, bahkan tidak memberikan dampak positif terhadap produktivitas perusahaan (Kotter, 1995). Adopsi teknologi baru dalam suatu perusahaan membutuhkan perubahan proses bisnis yang cukup besar karena terdapat penyesuaian antara kemampuan adaptasi dari suatu organisasi dengan kemampuan penggunaan perangkat lunak yang dimiliki (Amoako-Gyampah dan Salam, 2003).

Pemilihan parameter budaya dalam memprediksi dampak penggunakan enterprise information system bertujuan untuk melihat apakah budaya pada level organisasi memiliki dampak atau peranan penting dalam kesuksesan penggunaan enterprise

information system di suatu perusahaan. Penelitian konteks

budaya organisasi dalam skala makro menjadi pertimbangan dalam penelitian ini karena dengan melakukan breakdown terhadap konteks budaya organisasi menjadi beberapa variabel

yang dapat diukur secara parsial akan lebih mudah untuk menganalisa variabel mana saja yang paling dominan dalam membentuk budaya di suatu organisasi tersebut sehingga rekomendasi yang diberikan menjadi lebih terfokus pada hal yang kritikal. Selain mengukur pada tingkatan budaya di suatu organisasi, penelitian ini juga menambahkan konteks perilaku sosial pada level individu untuk dilihat pengaruhnya terhadap dampak kesuksesan penggunaan enterpriseinformationsystem.

Beberapa studi terdahulu telah meneliti model keterkaitan antara karakteristik organisasi dengan penggunaan teknologi seperti; prediksi penggunaan sistem informasi berbasis web dikaitkan dengan variabel motivasi (Yi dan Hwang, 2003), budaya organisasi dengan computer self-efficay pegawai (Shih dan Pearson (2003), social cognitive theory dengan penggunaan komputer (Compeau et al., 1999; Compeau dan Higgins, 1995). Walaupun demikian belum banyak model yang meneliti pengaruh konteks budaya organisasi dalam skala makro dan perilaku sosial dari individu di suatu organisasi dalam menggunakan EnterpriseInformationSystem (EIS).

Dengan mengambil beberapa permasalahan dari penelitian terdahulu terkait dengan pengaruh budaya organisasi, perilaku sosial individu, dan fase kesuksesan implementasi sistem informasi, penelitian ini diharapkan dapat mengidentifikasi konteks budaya organisasi dalam skala makro dan konteks perilaku sosial individu apa saja yang dapat mempengaruhi individu dalam menggunakan sistem informasi atau teknologi informasi di suatu organisasi, dalam hal ini adalah enterprise informationsystem.

Makalah ini terdiri dari 7 bagian. Bagian 1 mengenai pendahuluan penelitian, bagian 2 mengenai studi literatur tentang

I N F O R M A S I A R T I K E L A B S T R A K

Article history: Received

Received in revised form Accepted

Available online

Adopsi teknologi enterprise information system sekarang sudah menjadi trend di beberapa perusahaan di Indonesia. Bagi beberapa perusahaan, teknologi enterprisesystem sudah bukan menjadi pendukung bisnis lagi tetapi sudah menjadi enabler business. Tentunya adopsi teknologi tidak semudah yang diharapkan, banyak faktor-faktor teknis maupun non teknis yang harus diperhitungkan untuk kesuksesan implementasi enterprisesystem. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konteks budaya organisasi dan perilaku sosial individu apa saja yang memiliki dampak bagi individu dalam penggunaan enterpriseinformation system di lingkungan kerja. Responden penelitian adalah 186 pengguna enterpriseinformationsystem yang tersebar pada empat perusahaan di Indonesia yaitu PT. Total EP Indonesie, PT. Astra Graphia IT, PT. Elnusa, dan VICO Indonesia. Kerangka penelitian dikembangkan berdasarkan model organizational

culture scale (Glaser et al., 1987), model budaya organisasi (Lawalata, 2010), model perilaku

sosial kognitif dan reaksi individu (Compeau et al., 1999), dan model kesuksesan implementasi IS/IT (DeLone & McLean, 1992). Dalam pengujian keterkaitan antar variabel yang diajukan dalam penelitian, digunakan metode Structural Equation Modeling (SEM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa konteks budaya organisasi yang mempengaruhi kepercayaan diri individu terhadap kemampuannya menggunakan enterprise information system adalah teamwork,

orientation to change, informationflow, dan involvement, sedangkan konteks terkait perilaku

sosial individu yang mempengaruhi penggunaan enterpriseinformationsystem adalah computer

selfefficacy dan performanceoutcomeexpectation.

Keywords: Budaya organisasi Computerself-efficacy Usage

(2)

2

enterprise information system, budaya organisasi, dan perilaku

sosial individu. Pada bagian 3 mengenai penjelasan model penelitian dan hipotesis yang digunakan. Bagian 4 mengenai metodologi penelitian. Bagian 5 mengenai pengolahan data. Bagian 6 berisi analisis dan pembahasan. Bagian 7 berisi implikasi manajerial. Bagian 8 berisi kesimpulan hasil penelitian.

2.Studi Literatur

2.1.Enterprise Information System (EIS)

Pengertian dari Enteprise InformationSystem (EIS) menurut McLeod & Schell (2008) adalah suatu platform teknologi yang dapat menggabungkan semua informasi dari berbagai bagian atau divisi menjadi satu (single) informasi secara logikal, sehingga

enterprise (perusahaan/organisasi) secara mudah mendapatkan

informasi yang dibutuhkan. Cakupan Enteprise Information

System (EIS) tidak hanya penggunaan teknologi jaringan misal

LAN (Local Area Network) sehingga antar divisi dapat terhubung tetapi proses bisnis utama tiap divisi dapat terintegrasi dengan baik. Tentunya penggunaan Enteprise Information

System (EIS) membutuhkan penyatuan semua database secara

logikal, sehingga bukan hanya antar divisi atau bagian tapi juga penyediaan akses informasi untuk semua tingkatan di organisasi baik dari staf operasional, manajer maupun direktur agar informasi menjadi real time dan dapat terdistribusi ke semua bagian dengan cepat.

2.2.Budaya organisasi

Budaya organisasi menurut Jones (1998) merupakan kumpulan nilai atau norma yang diakui bersama dan dapat mengendalikan interaksi antar anggota organisasi dan interaksi dengann pihak di luar ornganisasinya (Lawalata, 2010). Berdasarkan penelitian Soedjono (2005) budaya organisasi dapat dikatakan sebagai sistem penyebaran kepercayaan dan nilai-nilai yang sedang berkembang dalam suatu organisasi dan mengarahkan tingkah laku para anggotanya. Budaya organisasi dapat menjadi instrumen keunggulan kompetitif yang utama, yaitu jika budaya organisasi mendukung tujuan organisasi, dan jika budaya organisasi dapat menjawab atau mengatasi tantangan lingkungan secara efektif dan efisien.

Dalam beberapa literatur pemakaian istilah corporate culture dapat diganti dengan istilah organization culture. Kedua istilah ini memiliki pengertian yang sama. Karena itu dalam penelitian ini kedua istilah tersebut digunakan secara bersama-sama, dan keduanya memiliki satu pengertian yang sama. Moeljono Djokosantoso (2003) mengatakan bahwa corporate culture juga dikenal dengan istilah budaya kerja merupakan nilai-nilai dominan yang disebar luaskan didalam organisasi dan diacu sebagai filosofi kerja karyawan.

2 . 2 . 1 . T e r b e n t u k n y a b u d a y a o r g a n i s a s i

Budaya pada dasarnya merupakan turunan dari filsafat pendirinya, dimana dalam suatu organisasi para pendiri tersebut memiliki visi mengenai perkembangan dari organisasi yang dinaungi. Filsafat asli yang diturunkan oleh pendiri tersebut akan menjadi landasan untuk membentuk dan memilih anggota yang memiliki kesamaan visi. Setelah terbentuk sekumpulan individu yang memiliki kesamaan visi dalam mencapai tujuan maka akan timbul tingkatan peran organisasi.

Peran dari manajemen puncak berdampak besar dalam membentuk budaya organisasi melalui perilaku yang akan menjadi role model bagi anggotanya. Pembentukan suatu budaya

dalam organisasi tentunya dapat diterima atau tidak oleh anggotanya, untuk itu perlu adanya sosialisasi yang kuat. Sosialisasi bertujuan untuk mencocokkan nilai-nilai yang dimiliki anggota baru dengan nilai-nilai organisasi yang sudah terbentuk lebih dahulu. Hasil dari sosialisasi terebut tentunya akan menjadi referensi bagi manajemen puncak dalam mengembangkan organisasi menjadi lebih baik lagi.

2 . 2 . 2 . T i n g k a t a n b u d a y a o r g a n i s a s i

Tingkatan budaya organisasi dalam dalam masyarakat dapat berwujud mulai dari yang dapat dirasa dan dirasakan sampai pada tingkatan yang tidak berwujud dan tertanam sebagai asumsi di masyarakat (Sweeney & McFarlin, 2002). Tingkatan pertama adalah artefak, yaitu suatu hasil peninggalan yang berwujud nyata dan dapat dilihat, dirasa, dan didengar berdasarkan nilai dan asumsi dari suatu budaya. Penjabaran dari level artefak yang melekat pada suatu budaya organisasi antara lain dapat berupa symbol, cerita, ritual, dan kebijakan. Tingkatan kedua adalah nilai-nilai, yaitu suatu prinsip sosial, tujuan, dan standar yang dijadikan landasan bagi suatu budaya. Nilai-nilai tersebut masih dapat diatur sehingga anggota organisasi dapat mengetahui apa yang seharusnya dilakukan, apa yang seharusnya tidak dilakukan, dan nilai-nilai yang mendukung suatu budaya. Tingkata ketiga adalah asumsi, yaitu mengacu kepada keyakinan yang dimiliki individu dalam suatu organisasi dalam berfikir, merasakan sesuatu, dan membentuk persepsi.

Penelitian ini berada pada level artefak dimana budaya organisasi yang diteliti merupakan hasil pola kerja dan kebijakan yang berwujud nyata dan dapat dirasakan oleh setiap individu dalam organisasi tersebut. Pola kerja atau ritual yang ada dalam suatu organisasi dapat diukur berdasarkan perilaku individunya seperti pola kerjasama, lingkungan kerja, pola berfikir, keterlibatan, dan alur informasi yang ada di suatu organisasi (Sheng & Pearson, 2003; Lawalata, 2010).

2.3.Perilaku sosial individu

Perilaku sosial individu dapat dilihat salah satunya berdasarkan teori sosial kognitif (social cognitive theory) yang merupakan pengembangan dari teori belajar sosial (social

learning theory) yang dikembangkan oleh Albert Bandura. Teori

sosial kognitif dikembangkan oleh Albert Bandura terkait dengan perilaku sosial individu dimana teori tersebut didasarkan atas proposisi proses sosial maupun kognitif yang terkait dengan pemahaman tentang motivasi, emosi, dan tindakan manusia.

Salah satu penjelasan dari teori belajar sosial Bandura adalah mengenai self-regulation and cognition (pengaturan diri dan kognisi) yang memiliki definisi yaitu suatu individu secara alamiah akan dapat mengatur dirinya sendiri (self-regulation), mempengaruhi perilaku dengan cara menciptakan dukungan kognitif, mengatur lingkungan, mengadakan konsekuensi bagi tingkah lakunya sendiri. Berdasarkan teori self-regulation and cognition tersebut, penelitian ini menambahkan konstruk self

-efficacy yang terkait dengan penggunaan sistem informasi untuk

(3)

3.Model penelitian dan hipotesis

3.1.Model penelitian

Kerangka model penelitian digunakan untuk mempermudah dalam membuat alur perancangan model penelitian. Keranga model penelitian dalam penelitian ini merupakan hasil dari gabungan model penelitian terkait budaya organisasi, perilaku sosial individu, dan kesuksesan implemetasi sistem informasi yang telah dijelaskan dalam studi literatur. Kerangka model penelitian ini terdiri dari variabel orientation to change (Lawalata, 2010); teamwork, climate & morale, supervision, informationflow, involvement, meeting (Sheng & Pearson, 2003);

computer self efficacy, performance outcome expectation,

personal outcome expectation, affect (Compeau et al., 1999;

Compeau & Higgins, 1995); usage, individual impact,

organizationalimpact (DeLone & McLean, 1992). Gambar 1 di

bawah ini merupakan ilustrasi model penelitian pengaruh konteks budaya organisasi dan perilaku sosial individu terhadap dampaknya dalam penggunaan enterprise information system yang diajukan.

3.2.Hipotesis penelitian

Hipotesis didefiniskan sebagai suatu pernyataan atau jawaban sementara terhadap masalah penelitian, dimana kebenaran dari pernyataan tersebut harus diuji kebenerarannya secara empiris (Sugiyono, 2011). Berdasarkan tahap pengembangan model yang diajukan, maka dihasilkan hipotesis penelitian yang dapat dilihat pada penjelasan di bawah ini.

Hipotesis 1: Terdapat pengaruh positif dari Orientation to change terhadap Usage.

Hipotesis 2: Terdapat pengaruh positif dari Teamwork terhadap ComputerSelf-Efficacy para individu.

Hipotesis 3: Terdapat pengaruh positif dari Climate & Morale terhadap ComputerSelf-Efficacy para individu. Hipotesis 4: Terdapat pengaruh positif dari Supervision

terhadap ComputerSelf-Efficacy para individu. Hipotesis 5: Terdapat pengaruh positif dari Information Flow

terhadap ComputerSelf-Efficacy para individu. Hipotesis 6: Terdapat pengaruh positif dari Involvement

terhadap ComputerSelf-Efficacy para individu. Hipotesis 7: Terdapat pengaruh positif dari produktivitas

Meeting terhadap ComputerSelf-Efficacy.

Hipotesis 8: Terdapat pengaruh positif dari Computer Self -Efficacy terhadap Usage.

Hipotesis 9: Terdapat pengaruh positif dari Computer Self

-Efficacy terhadap Performance Outcome

Expectation.

Hipotesis 10: Terdapat pengaruh positif dari Computer Self -Efficacy terhadap PersonalOutcomeExpectation. Hipotesis 11: Terdapat pengaruh positif dari Computer Self

-Efficacy terhadap Affect.

Hipotesis 12: Terdapat pengaruh positif dari Performance

OutcomeExpectation terhadap Usage.

Hipotesis 13: Terdapat pengaruh positif dari Performance OutcomeExpectation terhadap Affect.

Hipotesis 14: Terdapat pengaruh positif dari Personal Outcome Expectation terhadap Usage.

Hipotesis 15: Terdapat pengaruh positif dari Personal Outcome Expectation terhadap Affect.

Hipotesis 16: Terdapat pengaruh positif dari Affect terhadap Usage.

Hipotesis 17: Terdapat pengaruh positif dari Usage terhadap IndividualImpact.

Hipotesis 18: Terdapat pengaruh positif dari Usage terhadap

OrganizationalImpact.

Hipotesis 19: Terdapat pengaruh positif dari Individual Impact terhadap OrganizationalImpact.

4.Metodologi penelitian

4.1.Pengumpulan data

Penyebaran dilakukan dengan menggunakan online survey kepada perusahaan yang sudah mengimplemetasikan enterprise

information system. Keseragaman juga dipertimbangkan dalam

memilih responden penelitian. Pemilihan mayoritas menggunakan enterprise resource planning menjadi pertimbangan dalam memilih responden. Beberapa perusahaan yang telah diketahui menggunakan enterprise resource planning antara lain: PT. Total EP Indonesie, PT. Astra Graphia

Information Technology, PT. Elnusa Tbk, VICO Indonesia.

Untuk melengkapi item pertanyaan terkait dengan dampak organisasi maka peneliti juga menyebar kuesioner sampai pada level strategik yaitu ke beberapa HeadDepartement dan Head

Service pada perusahaan Total E&P Indonesie antara lain

departemen Material Procurement (MAT), Stock (STO), Transit Acceptance Warehouse (TAW), Method & Planning (MPL).

Waktu penyebaran kuesioner dilaksanakan selama bulan April sampai Juli 2012 dan penambahan penyebaran kuesioner pada bulan Agustus 2012 dengan asumsi untuk memenuhi kecukupan data. Penyebaran kuesioner dilakukan secara online dengan menggunakan media kwiksurveys.com dengan alamat http://kwiksurveys.com?s=LCKHJG_6b939d5. Jumlah kuesioner yang disebar sebanyak 243 dengan jumlah pengembalian 194 buah (tingkat pengembalian 79,8%). Dari seluruh kuisioner yang dikembalikan hanya 186 (95,8%) yang dapat diolah dikarenakan terdapat 8 kuesioner yang tidak lengkap dalam pengisian kuesioner.

4.2.Penyusunan alat ukur penelitian

Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuisioner dengan jumlah pertanyaan sebanyak 65 buah. Skala Likert genap 6 poin yang digunakan pada penelitian ini dengan tujuan menghindari nilai tengah yang berarti netral oleh jawaban responden. Terdapat enam tingkatan dalam penilaian penelitian ini yaitu : sangat tidak setuju, tidak setuju, agak tidak setuju, agak setuju, setuju, dan sangat setuju. Indikator pengukuran kuisioner untuk variabel orientation to change diadopsi dari Lawalata (2010). Indikator pengukuran kuisioner untuk variabel teamwork, climate & morale, supervision, information flow, involvement,

meeting diadopsi dari Sheng & Pearson (2003). Indikator

pengukuran kuisioner untuk variabel computer self efficacy,

performance outcome expectation, personal outcome

expectation, affect diadopsi dari Compeau et al. (1999) dan

Compeau & Higgins (1995). Indikator pengukuran kuisioner untuk variabel usage, individual impact, organizational impact diadopsi dari DeLone & McLean (1992).

5.Pengolahan data

5.1.Pengolahan data pengukuran

(4)

4

reliabel jika nilai ConstructReliability (CR) ≥ 0,60 (Hair, 1998) dan nilai VarianceExtracted (VE) ≥ 0.50.

Dari hasil pengolahan data dengan menggunakan LISREL 8.7, terdapat 14 item pertanyaan yang harus direduksi dikarenakan tidak valid dan tidak reliabel. Selebihnya yaitu 51 item pertanyaan dinyatakan valid dan reliabel karena sudah memenuhi persayaratan yang diajukan dan dapat dilihat pada Tabel 1.

5.2.Pengolahan data model struktural

Evaluasi mengenai keterkaian antara suatu variabel dengan variabel lainnya berdasarkan hipotesis yang telah dirancang merupakan tujuan dari uji kecocokan model secara keseluruhan.

Model struktural dapat dikatakan memiliki tingkat signifikansi yang baik jika t-value ≥ 1.96 atau t-value ≤ -1.96 dengan α sebesar 5% (Wijanto, 2008). Tabel 2 di bawah ini merupakan penjabaran rinci hasil keluaran Goodness of fit (GOF) berdasarkan LISREL 8.70.

Setelah didapat hasil keseluruhan pengukuran Goodnessof fit (GOF), terlihat pada Tabel 2 bahwa terdapat 6 ukuran Goodness

of fit (GOF) yang menunjukkan kecocokan yang kurang baik dan

11 ukuran Goodnessof fit (GOF) menunjukkan kecocokan yang baik (pada level good, marginal, dan acceptable). Kesimpulan yang didapat adalah kecocokan keseluruhan model struktural mayoritas sudah baik dan tidak perlu dilakukan respesifikasi model (Wijanto, 2008).

Tabel 1. Hasil pengolahan data model pengukuran dan statistik

Variabel Laten Variabel Manifes

Bobot Faktor (λ)

Variansi

Kesalahan Nilai Nilai t

Construct Reliability (CR)

Variance Extracted (VE)

Orientation to change

OC1 0,57 0,28 0,46 6,45

0,70 0,54

OC2 0,52 0,37 0,36 6,08

OC3 0,53 0,46 0,25 5,43

Teamwork

TE1 0,54 0,64 0,31 7,65

0,82 0,55

TE2 0,65 0,45 0,49 9,98

TE3 0,93 0,21 0,80 13,60

TE4 0,63 0,44 0,48 9,86

Climate & Morale

CM1 0,44 0,57 0,26 7,06

0,84 0,60

CM2 0,59 0,68 0,34 8,33

CM3 0,88 0,21 0,79 14,24

CM4 0,90 0,16 0,84 14,80

Supervision

SU1 0,63 0,48 0,46 9,73

0,88 0,55

SU3 0,72 0,32 0,62 11,90

SU4 0,54 0,46 0,39 8,72

SU5 0,54 0,26 0,53 10,74

SU6 0,69 0,31 0,60 11,70

Involvement

IN1 0,47 0,40 0,35 8,40

0,86 0,62

IN2 0,84 0,29 0,71 13,41

IN3 0,84 0,29 0,71 13,38

IN4 0,75 0,30 0,65 12,63

Information Flow

IF1 0,52 0,39 0,47 9,49

0,79 0,50

IF2 0,62 0,63 0,34 7,89

IF3 0,61 0,55 0,40 8,67

IF4 0,66 0,18 0,71 12,03

Meeting

ME1 0,54 0,64 0,31 7,65

0,82 0,55

ME2 0,65 0,45 0,49 9,98

ME3 0,93 0,21 0,89 13,60

ME4 0,63 0,44 0,48 9,86

Computer Self-Efficacy CSE4 1,14 0,00 1,00 19,24 0,74 0,65

CSE5 0,34 0,75 0,13 5,14

Performance Outcome Expectation

PR1 0,54 0,29 0,51 10,72

0,89 0,63

PR2 0,60 0,13 0,74 14,10

PR3 0,64 0,14 0,75 14,27

PR4 0,56 0,29 0,52 10,90

PR5 0,62 0,30 0,56 11,47

Personal Outcome Expectation

PS1 0,70 0,57 0,46 10,14

0,88 0,60

PS2 1,00 0,14 0,87 16,16

PS3 0,93 0,41 0,68 13,25

PS4 0,58 0,69 0,33 8,23

PS5 0,95 0,71 0,56 11,61

Affect

AF3 0,57 0,97 0,25 6,59

0,77 0,54

AF4 0,64 0,36 0,53 9,26

AF5 0,89 0,11 0,87 11,37

Usage USE1 0,47 0,29 0,43 10,05 0,85 0,76

USE2 0,84 0,00 1,00 19,24

Individual Impact II3 0,81 0,00 1,00 19,24 0,81 0,69

II4 0,52 0,41 0,40 9,59

Organizational Impact

OI1 0,31 0,50 0,14 4,90

0,75 0,50

OI2 0,50 0,40 0,34 8,03

OI3 0,78 0,09 0,87 11,99

(5)

Table 2. Hasil goodnessof fit (GOF)

Ukuran GOF Kriteria Nilai GOF Kesimpulan

Absolute-Fit Measure

Statistic Chi-square ( ) χ2 rendah dengan p ≥ 0.05 6076.53 (P = 0.0) Kurang Baik Non-Centrality Parameter (NCP Semakin kecil semakin

baik 4524.18 Kurang Baik

NCP Interval Interval sempit

4292.41 ; 4763.29 Baik (acceptable fit) Goodness-of-Fit Index (GFI) GFI ≥ 0,90 adalah goof-fit, 0,80 ≤ GFI ≤ 0,90

adalah marginal fit 0.77

Baik (acceptable fit)

Root Mean Square Residuan (RMR) RMR ≤ 0,05 adalah good fit 0.10 Kurang Baik

Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA)

RMSEA ≤ 0,08 adalah good fit, RMSEA ≤ 0,05

adalah close fit 0.11 Kurang Baik

Expected Cross Validation Index (ECVI)

Nilai ECVI dari model yang mendekati nilai saturated ECVI

M* = 20.03 S* = 8.87 I* = 69.38

Baik (good fit)

Incremental Fit Measure Tucker Lewis Index atau Non-Normed

Fit Index (TLI atau NNFI)

NNFI ≥ 0,90 adalah good fit, 0,80 ≤ NNFI≤ 0,90

adalah marginal fit 0.83

Baik (marginal fit) Normed Fit Index (NFI) NFI ≥ 0,90 adalah good fit, 0,80 ≤ NFI ≤ 0,90

adalah marginal fit 0.81

Baik (marginal fit) Adjusted Goodness of fit Index (AGFI) . AGFI ≥ 0,90 adalah good fit, 0,80 ≤ AGFI ≤

0,90 adalah marginal fit 0.72

Baik (acceptable fit) Relative Fit Index (RFI) RFI ≥ 0,90 adalah good fit, 0,80 ≤ RFI ≤ 0,90

adalah marginal fit 0.78

Baik (acceptable fit) Incremental Fit Index (IFI) IFI ≥ 0,90 adalah good fit, 0,80 ≤ IFI ≤ 0,90

adalah marginal fit 0.85

Baik (marginal fit) Comparative Fit Index (CFI) CFI ≥ 0,90 adalah good fit, 0,80 ≤ CFI ≤ 0,90

adalah marginal fit 0.85

Baik (marginal fit) Parsimonious Fit Measures

Parsimonious Goodness of fit (PGFI) Spesifikasi ulang dari GFI, nilai tinggi

menunjukkan parsimoni lebih besar 0.71 -

Normed Chi-Square Normed Chi Square ≤ 5 20.32 Kurang Baik

Parsimonious Normed Fit Index (PNFI) Digunakan sebagai perbandingan antar model

alternative 0.76 -

Akaike Information Criterion (AIC) Nilai AIC yang mendekati saturated AIC menunjukkan goof fit

M* = 5989.18 S* = 2652.00 I* = 20745.33

Baik (good fit)

Consistent Akaike Information Criterion (CAIC)

Nilai CAIC yang mendekati saturated CAIC menunjukkan good fit

M* = 6643.00 S* = 8889.22 I* = 20985.22

Baik (good fit)

GOF Lainnya Critical “N” (CN) CN ≥ 200 menujukkan ukuran sampel cukup

untuk mengestimasi model 65.13 Kurang Baik

*) M = model, S = saturated, I = independence

Gambar 1. Hasil goodnessof fit (GOF)

R = 21%

R= 1,3%

R= 0,58%

R = 42%

R= 24%

(6)

6

6.Analisis dan Pembahasan

Berdasarkan hasil pengolahan data model struktural didapat bahwa terdapat 11 hipotesis yang diterima dan 8 hipotesis yang ditolak. Terdapat pengaruh positif dari orientation to change terhadap usage, sehingga H1 diterima (β=0,12; p<0,05). Hasil tersebut konsisten dengan hasil penelitian Lawalata (2010) yang menyimpulkan bahwa kesuksesan implementasi suatu sistem informasi dapat dipengaruhi oleh kecenderungan organisasi untuk berbuat lebih baik lagi melalui perubahan yang positif dan perubahan tersebut dapat berasal dari gagasan-gagasan individu yang berada dalam organisasi tersebut. Terdapat pengaruh positif dari teamwork terhadap computer self-efficacy, sehingga H2 diterima (β=0,24; p<0,05). Hasil tersebut sesuai dengan penelitian Sheng & Perason (2003) yang menyimpulkan bahwa kolaborasi dan pola kerja yang berbasiskan tim akan mempengaruhi individu untuk lebih yakin dan percaya diri akan kemampuannya dalam menggunaakn EIS. Pemupukan rasa percaya diri tersebut dapat dicapai salah satunya dengan membiasakan diri bekerja berbasiskan tim sehingga pengetahuan antar individu dalam organisasi tidak disimpan sendiri tetapi di share ke seluruh individu dalam organisasi.

Lain halnya dengan H3 yang ditolak (β= -0,43; p<0,05) yaitu tidak terdapat pengaruh positif dari climate & morale terhadap

computer self-efficacy, tetapi hasil hipotesis ini masih sesuai

dengan penelitian Sheng & Pearson (2003) yaitu climate &

morale tidak mempengaruhi computerselfefficacy dari individu.

Hasil hipotesis tersebut jika digabungkan dengan penjelasan penelitian sebelumnya adalah adanya ambiguitas dari para responden dalam menjawab ítem pertanyaan karena climate &

morale terdiri dari dua variabel yaitu climate dan morale

sehingga pengukuran variabel ini menjadi tidak optimal.

H4 juga ditolak (β= -0,075; p<0,05) yakni tidak terdapat pengaruh positif dari supervision terhadap computerself-efficacy. Hasil tersebut masih sesuai dengan hasil penelitian Sheng & Pearson (2003) yaitu supervision memiliki pengaruh terhadap variabel computer self efficacy tetapi dengan dampak yang negatif. Penelitian tersebut menyebutkan bahwa alasan

supervision memiliki pengaruh negatif diduga karena variabel

supervision lebih memiliki dampak yang signifikan antar variabel

independen budaya organisasi, bukan kepada variabel intervening computerself-efficacy.

H5 terbukti diterima (β= 0,43; p<0,05) yakni terdapat pengaruh positif dari information flow terhadap computer self

-efficacy. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian Sheng &

Perason (2003) yang menyimpulkan bahwa dengan kejelasan dan kelancaran aliran informasi dalam organisasi akan mempengaruhi individu untuk lebih yakin dan percaya akan kemampuannya dalam menggunakan enterprise information system. H6 juga terbukti diterima (β= 0,27; p<0,05) terdapat pengaruh positif dari involvement terhadap computer self-efficacy, hasil penelitian ini dapat membuktikan adanya keterkaitan positif antara variabel

involvement dengan variabel computerselfefficacy berdasarkan

teori yang dikembangkan oleh Sheng & Pearson (2003), walapun hasil penelitian tersebut menghasilkan variabel involvement tidak memberikan pengaruh positif kepada variabel computer self

efficacy. Sedangkan H7 tidak diterima (β= -0,14; p<0,05)

dimana hasil hipotesis penelitian menunjukkan tidak adanya keterkaitan antara variabel meeting dengan computer self

efficacy, walapupun demikian hasil tersebut masih sesuai dengan

hasil penelitian Sheng & Pearson (2003) yaitu meeting tidak memiliki pengaruh terhadap variabel computer self efficacy. Penelitian tersebut menyebutkan bahwa alasan meeting tidak memiliki pengaruh positif diduga karena pengaruh variabel

meeting sudah tercakup dalam variabel teamwork dan

informationflow.

Terdapat pengaruh positif computer self-efficacy terhadap usage, sehingga H8 diterima (β= 0,13; p<0,05). Hasil tersebut sesuai dengan penelitian Compeau et al. (1999) dan Compeau & Higgins (1995) yang menyimpulkan bahwa dengan memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap kemampuan atau skill dalam mengoperasikan EIS maka individu tersebut akan secara mudah dapat menggunakan enterprise information system dengan optimal untuk keseharian proses bisnisnya. Hasil H9 ditolak (β= 0,076; p<0,05) menunjukkan tidak adanya keterkaitan antara variabel computer self efficacy dengan performance outcome

expectation. Begitupula dengan H10 yang ditolak ditolak (β=

-0,12; p<0,05) menunjukkan tidak adanya keterkaitan antara variabel computer self efficacy dengan personal outcome

expectation Hasil tersebut bertentangan dengan hasil penelitian

Compeau et al. (1999) yaitu computer self efficacy memiliki pengaruh terhadap variabel performance outcome expectation dan personaloutcomeexpectation.

Hasil H11 yang diterima (β= 0,15; p<0,05) menunjukkan terdapat keterkaitan positif antara variabel computerselfefficacy dengan affect. Hasil tersebut sesuai dengan hasil penelitian Compeau et al. (1999). Analisa yang dapat diberikan adalah dengan tingginya self-efficacy individu terhadap kemampuannya menggunakan EIS maka respon positif terhadap adopsi teknologi tersebut akan semakin besar. Begitupula dengan H12 yang diterima (β= 0,62; p<0,05) yakni terdapat pengaruh positif dari

performanceoutcomeexpectation terhadap usage., dimana hasil

tersebut sesuai dengan penelitian Compeau et al. (1999) dan Compeau & Higgins (1995) yang menyimpulkan bahwa dengan memiliki harapan yang besar untuk dapat meningkatkan performansi atau kinerja dari individu akan secara langsung mendorong individu tersebut untuk dapat menggunakan EIS dengan optimal untuk keseharian proses bisnisnya. Selain itu juga terdapat pengaruh positif dari performance outcome

expectation terhadap affect yang menandakan H13 diterima (β=

0,23; p<0,05), dimana hasil tersebut sesuai dengan penelitian Compeau et al. (1999) dan Compeau & Higgins (1995).

Lain halnya dengan H14 yang ditolak (β= 0,031; p<0,05) yaitu tidak terdapat pengaruh positif dari personal outcome

expectation terhadap usage, walaupun demikian hasil tersebut

masih sesuai dengan hasil penelitian Compeau et al. (1999). Penjelasan yang dapat dikemukakan adalah pengguna (user) dengan ekspektasi yang tidak realistis cenderung merasa tidak puas dan tidak ada motivasi untuk menggunakan enterprise

system. Pengguna yang dalam dirinya memiliki hasrat terlalu

(7)

et al. (1999) yaitu affect memiliki pengaruh positif terhadap variabel usage.

Terkait dengan kesuksesan implementasi IS/IT terlihat bahwa H17 diterima (β= 0,66; p<0,05) karena terdapat pengaruh positif dari usage terhadap individual impact, dimana hasil tersebut sesuai dengan teori dalam penelitian DeLone & McLean (1992). Penggunaan EIS pada dasarnya bermanfaat untuk memudahkan proses bisnis agar lebih terintegrasi sehingga informasi yang dibutuhkan dapat secara mudah dan cepat didapat. Pengguna yang telah merasakan kemudahan akibat bekerja menggunakan EIS akan berdampak bagi perubahan pola kerja mereka. Proses bisnis yang biasa dilakukan secara konvensional akan berubah menjadi computer based yang terintegrasi sehingga waktu proses kerja setiap individu dapat berkurang dan proses kerja akan menjadi lebih efisien. H18 terbukti juga diterima (β= 0,28; p<0,05) sekaligus membuktikan dugaan penelitian mengenai adanya pengaruh atau keterkaitan secara langsung antara variabel

usage dengan variabel organizationalimpact. Hipotesis tersebut

diduga berdasarkan penelitian DeLone & McLean (1992). Penggunaan EIS secara optimal akan membuat pola kerja individu menjadi berubah, hal tersebut akan diikuti dengan perubahan proses bisnis organisasi yang lebih efisien dan efektif. Hal tersebut secara langsung akan berdampak positif bagi perusahaan atau organisasi karena dapat menfasilitasi perubahan positif yang bermanfaat tidak hanya bagi individu tetapi sudah pada level organisasi atau perusahaaan. Dampak terakhir yang terbukti adalah diterimanya H19 (β= 0,22; p<0,05) yaitu terdapat pengaruh positif dari individual impact terhadap organizational

impact, dimana hasil tersebut sesuai dengan teori dalam

penelitian DeLone & McLean (1992). Penjabaran dari hasil hipotesis tersebut adalah apabila dampak terhadap perubahan proses bisnis yang menjadi lebih efektif dan efisien sudah dirasakan oleh semua individu yang berada dalam suatu organisasi maka selanjutnya dampak positif tersebut akan dapat dirasakan secara kesatuan oleh organisasi. Dampak organisasi yang paling dapat dilihat adalah dengan peningkatan produktivitas perusahaan seperti income perusahaan yang meningkat, dapat mengurangi biaya operasional perusahaan, dan meningkatkan mutu jasa atau barang yang dihasilkan oleh perusahaan (Davenport, 1998).

Implikasi manajerial

Dari penjabaran analisa di atas, peneliti memberikan beberapa rekomendasi kepada perusahaan untuk meningkatkan produktivitas perusahaan. Rekomendasi pertama adalah penerapan box of advice, dimana setiap individu diminta untuk berpartisipasi menyalurkan gagasan, saran, dan rekomendasi terkait perbaikan proses bisnis. Kedua adalah pelatihan team

building yang dilakukan dengan serangkaian presentasi,

tanya-jawab, diskusi, latihan tertulis, brainstorming, role play, games

dan icebreaker yang dikaitkan dengan manfaat penggunaan EIS.

Ketiga adalah penggunaan sistem informasi dashboard yang menampilkan monitoring berupa tabel dan grafik informasi yang selalu up to date sehingga pengguna dapat secara real time mengetahui perubahan informasi yang terjadi di organisasi. Keempat dengan melalui monitoring Key Performance Indicator (KPI) sehingga individu mengetahui status kinerja mereka dan dapat dijadikan acuan untuk memperbaiki produktivitas kerja. Kelima melalui Standard and Operational Procedure (SOP) terkait penggunaan EIS, dimana prosedur tersebut akan mencakup penjelasan alur atau langkah-langkah berupa flowchart yang memudahkan individu dalam menggunakan EIS. Keenam dengan penerapan electronic process atau e-business. Maksud

dari proses ini adalah merubah setiap alur proses bisnis yang tadinya menggunakan sistem konvensional untuk beralih seluruhnya menggunakan sistem elektronik atau computerbased dengan tujuan porsi penggunaan sistem informasi oleh individu akan semakin besar sehari-hari.

Kesimpulan dan saran

Berdasarkan studi literatur, pengembangan model, pengumpulan data, analisis didapatkan kesimpulan berupa konteks budaya organisasi dan perilaku sosial individu yang mempengaruhi penggunaan enterprise information system adalah: orientation to change, teamwork, information flow,

involvement, computer self-efficacy, performance outcome

expectation, affect, usage, individualimpact, dan organizational impact.

Daftar Pustaka

1. Ali, M., Brooks, L. (2008): Culture and IS: National Cultural Dimensions Within IS Discipline, in Proceedings of UKAIS 2007, Bournemouth, UK 2. Amoako-Gyampah, K., Salam, A.F. (2003): An Extension of the Technology

Acceptance Model in an ERP Implementation Environment, Information & Management, in press.

3. Alwisol. (2010): Psikologi Kepribadian, edisi revisi. Malang: UMM Press. 4. Bandura, A. (1982): Self-Efficacy Mechanism in Human Agency, American

Psychologist, Vol. 37, No. 2, February 1982.

5. Bandura, A. (1977): Self-efficacy: Toward a Unifying Theory of Behavioral Change, Psychological Review, 1977, Vol. 84, No. 2, 191-215.

6. Burkhardt, M.E., Brass, D.J. (1990): Changing Patterns or Patterns of Change: The Effects of a Change in Technology on SocialNetwork Structure and Power, Administrative Science Quarterly, Vol. 35, No. 1, pp. 104-127 7. Compeau, D.R., Higgins, C.A. (1995): ComputerSelf-Efficacy: Development

of a Measure and Initial Test, MIS Quarterly, Vol. 19, No. 2, pp. 189-211. 8. Compeau, D.R., Huff, S., Higgins, C.A. (1999): Social Cognitive Theory and

Individual Reactions to Computing Technology: A Longitudinal Study, MIS Quarterly, Vol. 23, No. 2, pp. 145-158.

9. Davenport, T. H. (1998): Putting the enterprise into the enterprisesystem, Harvard Business Review, 76 (4), 121–131.

10. Davis, F.D. (1989): Perceived Usefulness, Perceived Ease of Use, and User Acceptance of Information Technology, MIS Quarterly (13), pp. 319-339. 11. DeLone, W.H., McLean, E.R. (1992): InformationSystem Success : The

Quest for the Dependent Variable, Information System Research, Vol. 3, No. 1. 12. Elvandari, S.D. (2008): Pengaruh Faktor-faktor Individu, Teknologi,

Pemasaran, dan Implementasi Terhadap Penerimaan Sistem Online Shopping, Institut Teknologi Bandung.

13. Elvira. (2009) : Metode Penelitian Survei. (Online), diakses dari (http://elfiraismy.wordpress.com/2009/11/09/metode-penelitian-survei/, diakses 24 Mei 2012).

14. Gardner III, W.L., Starnes, M.S. (2000): ComputerEfficacy: Determinans, Consequences, and Malleability, The Journal of High Technology Management Research, Volume 11, Number 1, pages 109–136.

15. Gist, M.E., Schwoerer, C., Rosen, B. (1989): Effects of Alternative Training Methods on Self-Efficacy and Performance in Computer Software Training, Journal of Applied Psychology, Vol. 74, No. 6, 884-891.

16. Glaser, S.R., Zamanou, S., Hacker, K. (1987): Measuring and Interpreting OrganizationalCulture, Management Communication Quarterly, Vol. 1, No. 2, pp. 173-198.

17. Glaser, S.R., Zamanou, S. (1994): Moving Toward Participation and Involvement Managing and Measuring OrganizationalCulture, Group & Organizational Management, Vol. 19, No. 4, pp. 475-502.

18. Goffee, R., Jones, G. (2006): Whats Holds the Modern Company Together ?, Harvard Business Review.

19. Harris, S.G. (1994): OrganizationalCulture and Individual Sensemaking: A Schema-Based Perspective, Organization Science, Vol. 5, No. 3, pp. 309-321. 20. Hoffman, N., Klepper, R. (2000): Assimilating New Technologies: The Role

of OrganizationalCulture, Information Systems Management, 17:3, 1-7. 21. Indriani, N. (2006): Model Penerimaan User dalam Implementasi Sistem ERP

dengan Memodifikasi Model TAM serta Memasukkan Karakteristik Individu User dan Organisasi, Institut Teknologi Bandung.

22. Igbaria, M., Iivari, J. (1995): The Effects of Self-efficacy on ComputerUsage, Omega, Int. J. Mgmt Sci. Vol. 23, No. 6, pp. 587-605.

(8)

8

24. Khan, I.U., Usoro, A., Majewski, G. (2010): An OrganizationalCulture Model for Comparative Studies : A Conceptual View, International Journal of Global Business, Vol. 3, No. 1, pp. 53-82.

25. Khorrami, O. (2001): Researching computer self-efficacy, International Education Journal, Vol.2, No. 4.

26. Kotter, J.P. (1995): Leading Change : Why Transformation Efforts Fail, Harvard Business Review.

27. Lawalata, V.O. (2010): Pengaruh Karakteristik Organisasi Terhadap Keberhasilan Implementasi Sistem ERP, Institut Teknologi Bandung. 28. Locke, A., Frederick, E., Bobko, P. (1984): Effect of SelfEfficacy, Goals, and

Task Strategies on Task performance, Journal of Allpied Psychology, Vol. 69, No. 2, pp. 241-251.

29. McLeod, R., Schell, G. (2008): Information System Management, Edition 10, Pearson Education, Inc. New Jersey.

30. Marra, R., Boque, B. (2006): A Critical Assessment of Online Survey Tools, WEPAN-Women in Engineering Programs and Advocates Network. University of Missouri Columbia/ The Pennsylvania State University. 31. Microsoft, Q&A : Information Technology: An Engine for Global Economic

Growth, diakses dari

http://www.microsoft.com/presspass/features/2002/apr02/04-16glcqa.mspx. 32. Noviaristanti, R. (2006): Model Penerimaan Sistem ERP (System Acceptance)

pada Fase Post Project, Institut Teknologi Bandung.

33. Niemann, R., Kotze, T. (2006): The Relationship Between Leadership Practices and Organisational Culture: An Education Management Perspective, South African Journal of Education, Vol. 26, No. 4, pp.609–624.

34. Paraskeva, F., Bouta, H., Papagianni, A. (2008): Individual characteristics and computerself-efficacy in secondary education teachers to integrate technology in educational practice, Computers & Education, Vol. 50, pp. 1084–1091. 35. Petter, S., DeLone, W., McLean, E. (2008): Measuring InformationSystem

Success Models, Dimensions, Measures, and Interrelationships, European Journal of Information System, Vol. 17, pp. 236-263.

36. Rabaai, A. (2009): The Impact of OrganizationalCulture on ERP System Implementation : Lesson From Jordan, Pacific Asia Conference on Information System.

37. Ramayah, T., Aafaqi, B. (2004): Role of Self-Efficacy in E-Library Usage Among Students of A Public University in Malaysia, Malaysian Journal of Library & Information Science, Vol.9, no.1, pp. 39-57.

38. Sam, H. K., Othman, A. E. A., Nordin, Z. S. (2005): ComputerSelf-Efficacy, Computer Anxiety, and Attitudes toward the Internet: A Study among Undergraduates in Unimas, Educational Technology & Society, 8 (4), 205-219.

39. Samadhi, T.M.A. (2011): Pendahuluan Pemodelan Enterprise : Module 1, Bandung, Teknik dan Manajemen Industri ITB.

40. Scott, T., Mannion, R., Davies, H., Marshall, M. (2003): The Quantitative Measurement of OrganizationalCulture in Health Care: A Review of the Available Instruments, HSR: Health Services Research, Vol. 38, No. 3. 41. Soedjono. (2005): Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Organisasi

dan Kepuasan Kerja Karyawan pada Terminal Penumpang Umum di Surabaya, Jurnal Manajemen & Kewirausahaan, Vol.7, No.1, pp: 22- 47. 42. Sheng, Y., Pearson, J.M. (2003): OrganizationalCulture and Employees

Computer Self-Efficacy: An Empirical Study, Information Resources Management Journal, Vol. 16, No. 3, 42-58.

43. Shih, Y.Y. (2006): The Effect of Computer Self-Efficacy on Enterprise Resource Planning Usage, Behaviour & Information Technology, Vol. 25, No. 5, pp. 407 – 411.

44. Sugiyono. (2011): Metode Penelitian Administrasi, Bandung: CV Alfabeta. 45. Sweeney, P.D. (2002): Organizational Behaviour : Solutions for Management,

McGraw-Hill, International Edition.

46. Venkatesh, V. (2000): Determinants of Perceived Ease of Use: Integrating Control, Intrinsic Motivation, and Emotion into the Technology Acceptance Model, Information Systems Research, Vol. 11, No. 4, pp. 342–365. 47. Wijanto. (2008): Structural Equation Modelling dengan LISREL 8.8 : Konsep

& Tutorial, Graha Ilmu. Yogyakarta.

48. Yi, M.Y., Hwang, Y. (2003), Predicting The Use of Web-Based Information Systems: Self-Efficacy, Enjoyment, Learning Goal Orientation, and The Technology Acceptance Model, Int. J. Human-Computer Studies, Vol. 59, pp 431–449.

Gambar

Tabel 1. Hasil pengolahan data model pengukuran dan statistik
Gambar 1. Hasil goodness of fit (GOF)

Referensi

Dokumen terkait

dan mikropartikel cangkang telur tidak berpengaruh nyata (P&gt;0,05) terhadap kecernaan lemak, massa lemak daging, bobot relatif lemak abdominal dan bobot akhir ayam broiler. dan

[r]

seperti komposting rumah tangga, bank sampah, pemanfaatan lahan pekarangan untuk budidaya tanaman hortikultura dan pembentukan Kelompok Wanita Tani Perkotaan (KWTP)

a. Kuadran ini menunjukkan faktor yang memengaruhi kepuasan pengguna dan kepentingan penerapan SAKTI yang perlu diprioritaskan untuk ditingkatkan kinerjanya. Komponen

4) Partisipan mengungkapkan proses berpikir mereka. Sementara kegiatan diskusi berlangsung, pendidik dapat mengukur tingkat pemahaman peserta didik. Dengan demikian, pendidik

Beberapa kondisi tersebut di atas, yaitu penggunaan lahan terutama permukiman, secara jelas dipengaruhi oleh variasi penggunaan lahan, kondisi topografi, kondisi

Berdasarkan hasil penelitian dengan pengisian kuesioner siswa di SMA Negeri 1 Sliyeg dapat diungkapkan bahwa karakteristik siswanya terhadap abortus provocatus

pemerintah daerah serta stakeholder lainnya (donor, dunia usaha dan LSM) juga masih belum berjalan secara terpadu sehingga belum dapat mendorong daya saing baik daya saing produk