• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengertian dari lagu wajib dan lagu nasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pengertian dari lagu wajib dan lagu nasi"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1.Pengertian dari lagu wajib dan lagu nasional:

*lagu wajib adalah sebuah lagu yang kita wajib untuk di lestarikan dan di kembangkan, di kerjakan dan di nyanyikan seperti lagu "Indonesia Raya". Lagu wajib bertujuan untuk menanamkan sikap cinta tanah air dan bangsa, heroisme, patriotisme, dan

nasionalisme serta rela mengorbankan jiwa dan raga demi kelangsungan hidup bangsa.

9.Dari sabang sampai marauke ciptaan R. Surarjo, birama 4/4

10.Halo – halo bandung ciptaan Ismail Marzuki, birama 4/4

Paragraf eksposisi ialah paragraf yang berisikan paparan dari sebuah masalah atau suatu peristiwa.

Contohnya : Perlombaan yang sedang berlangsung di adakan oleh ketua RT daerah setempat. Warga masyarakat yang hadir sangat antusias dalam mengikuti kegiatan berbagai jenis lomba yang di adakan. Lomba yang di adakan sangat beragam mulai dari makan kerupuk, tarik tambang, dan sebagainya.

2.Paragraf Deskripsi

Paragraf deskripsi ialah paragraf yang berisikan penggambaran keadaan atau suatu

peristiwa dengan memakai kata-kata sehingga pembacanya seolah-olah dapat merasakan, melihat, serta mengalami langsung kejadian tersebut.

Contohnya : Gerhana matahari nampak dilangit yang sangat indah. Cahaya matahari yang bersinar membentuk cincin sempurna. Keadaan gerhana matahari tersebut terjadi pada pukul 15.00 WIB. Banyak orang yang ikut melihat gerhana matahari tersebut, ada yang melihat dari bawah pohon, teras rumah, dan sebagainya.

3.Paragraf Argumentasi

Paragraf argumentasi ialah paragraf yang berisikan cara meyakinkan para pembaca

hingga pembaca dapat menerima gagasan dari sang penulis.

(2)

meraih sukses dalam bekerja. Jangan takut untuk gagal dan jadikan kegagalan tersebut menjadi sebuah jalan menuju kesuksesan.

4.Paragraf Persuasi

Paragraf persuasi ialah paragraf yang berisikan bujukan guna mempengaruhi para pembaca supaya mengikuti pendapat dari sang penulis. Paragraf tersebut hampir sama dengan paragraf argumentasi. Bedanya paragraf persuasi dengan paragraf argumentasi adalah paragraf argumentasi berupa fakta sedangkan paragraf persuasi berupa kalimat himbauan serta harapan dari penulis.

Contohnya : Bekerja dengan giat ialah kunci dari kesuksesan. Sebab orang yang rajindalam bekerja dapat mempunyai banyak ilmu yang dapat di pelajarinya serta dapat untuk di terapkan dalam pekerjaannya tersebut. Seperti seorang sales yang menjajakan dan menawarkan suatu barang ke rumah-rumah warga sekitar. Dengan menjajakan barang seperti tersebut, sales dapat mengerti apa yang warga sekitar inginkan. Dan dari data yang di peroleh sales tersebut, ia dapat mengubah barang jualnya menjadi sebuah barang yang banyak warga sekitar suka dan akhirnya barang tersebut banyak di beli. Oleh sebab itu, dengan giat bekerja dan tekun dapat menambah peluang untuk menjadi sukses.

5.Paragraf Narasi

Paragraf narasi ialah paragraf yang berisikan cerita masalah atau suatu kejadian, sehingga para pembaca dapat terhibur atau terharu atas peristiwa yang sedang terjadi tersebut. Contohnya : Pada hari senin kemarin, kami melakukan kegiatan pendakian ke gunung Bromo. Kami berjumlah 8 orang, 4 orang pria dan 4 orang wanita. Kendaraan yang digunakan adalah bus ekonomi jurusan Bromo. Kami menikmati indahnya perjalanan karena kami disuguhkan pemandangan indah berupa pepohonan yang rimbun dan sangat hijau.

(3)

*Cara Membuat Kipas dari Bambu Alat yang diperlukan adalah kawat kecil, paku, dan gunting. Sedangkan bahannya berupa bambu, lem

kayu Crossbond™, serta kain perca. Untuk bambu, Anda bisa menggunakan ukuran panjang 15 cm,

lebar 0, 5 cm, dan tebal 2 mm, namun secara umum sesuaikan saja dengan selera Anda. 1.Siapkan semua alat dan bahan yang dibutuhkan. Pastikan juga jumlahnya mencukupi.

2.Setelah semua alat dan bahan disiapkan, ambil bambu dan potong sesuai ukuran yang ditentukan. Lubangi juga salah satu ujung bambu. Pastikan letak lubang bambu tersebut seragam.

3.Satukan bambu-bambu yang sudah terpotong dan terlubangi tersebut dengan kawat.

4.Rentangkan bambu yang sudah disatukan dengan kawat, kemudian ambil kain perca. Buatlah pola kain perca sesuai rentangan bambu tersebut. Potong dengan gunting dan pastikan ukurannya sesuail.

5.Setelah kain perca siap, bentankan bahan tersebut. Gunakan lem yang juga sudah

disiapkan. Tempatkan bambu yang juga dibentangkan di atasnya supaya menempel.

6.Diamkan saja beberapa saat hingga kedua jenis material benar-benar telah menempel dengan baik.

7.Kipas selesai dibuat.

6.cerita ulang tahun yang mengandung emosi,kejujuran, dan keberanian yang tinggi

Ringkasan materi tentang pembagian kekuasaan

Dalam sebuah praktek ketatanegaraan tidak jarang terjadi pemusatan kekuasaan pada satu tangan, sehingga terjadi pengelolaan sistem

pemerintahan yang dilakukan secara absolut atau otoriter, sebut saja misalnya seperti dalam bentuk monarki dimana kekuasaan berada ditangan seorang raja. Maka untuk menghindari hal tersebut perlu adanya pembagian/pemisahan kekuasaan, sehingga terjadi kontrol dan keseimbangan diantara lembaga pemegang kekuasaan.

a. Pengertian Pembagian Kekuasaan

Pembagian kekuasaan terdiri dari dua kata, yaitu “pembagian” dan “kekuasaan”. Menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) pembagian memiliki pengertian proses menceraikan menjadi beberapa bagian atau memecahkan (sesuatu) lalu memberikannya kepada pihak lain. Sedangkan kekuasaan adalah wewenang atas sesuatu atau untuk menentukan

(memerintah, mewakili, mengurus, dsb) sesuatu. Sehingga secara harfah

(4)

Negara untuk (memerintah, mewakili, mengurus, dsb) menjadi beberapa bagian (legislatif, eksekutif, dan yudikatif) untuk diberikan kepada beberapa lembaga Negara untuk menghindari pemusatan kekuasaan (wewenang) pada satu pihak/ lembaga.

Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim memaknai pembagian kekuasaan berarti bahwa kekuasaan itu memang dibagi-bagi dalam beberapa bagian (legislatif, eksekutif dan yudikatif), tetapi tidak dipisahkan. Hal ini membawa konsekuensi bahwa diantara bagian-bagian itu dimungkinkan ada koordinasi atau kerjasama (Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, 1988: 140). Berbeda dengan pendapat dari Jimly Asshiddiqie yang mengatakan kekuasaan selalu harus dibatasi dengan cara memisah-misahkan kekuasaan ke dalam cabang-cabang yang bersifat checks dan balances dalam kedudukan yang sederajat dan saling mengimbangi serta mengendalikan satu sama lain, namun keduanya ada kesamaan, yaitu memungkinkan adanya koordinasi atau kerjasama. Selain itu pembagian kekuasaan baik dalam arti pembagian atau pemisahan yang diungkapkan dari keduanya juga mempunyai tujuan yang sama yaitu untuk membatasi kekuasaan sehingga tidak terjadi pemusatan kekuasaan pada satu tangan yang

memungkinkan terjadinya kesewanang-wenangan.

Pada hakekatnya pembagian kekuasaan dapat dibagi ke dalam dua cara, yaitu (Zul Afdi Ardian, 1994: 62):

1. Secara vertikal, yaitu pembagian kekuasaan menurut tingkatnya. Maksudnya pembagian kekuasaan antara beberapa tingkat pemerintahan, misalnya antara pemerintah pusat dengan dan pemerintah daerah dalam negara kesatuan, atau antara pemerintah federal dan pemerintah negara bagian dalam suatu suatu negara federal.

2. Secara horizontal, yaitu pembagian kekuasaan menurut fungsinya. Dalam pembagian ini lebih menitikberatkan pada pembedaan antara fungsi

pemerintahan yang bersifat legislatif, eksekutif dan yudikatif. b. Pembagian Kekuasaan Menurut John Locke

John Locke, dalam bukunya yang berjudul “Two Treaties of Goverment” mengusulkan agar kekuasaan di dalam negara itu dibagi dalam organ-organ negara yang mempunyai fungsi yang berbeda-beda. Menurut beliau agar pemerintah tidak sewenang-wenang, maka harus ada pembedaan pemegang kekuasaan-kekuasaan ke dalam tiga macam kekuasaan,yaitu:

1. Kekuasaan Legislatif (membuat undang-undang) 2. Kekuasaan Eksekutif (melaksanakan undang-undang)

3. Kekuasaaan Federatif (melakukan hubungan diplomtik dengan negara-negara lain).

Pendapat John Locke inilah yang mendasari muncul teori pembagian kekuasaan sebagai gagasan awal untuk menghindari adanya pemusatan kekuasaan

(absolut) dalam suatu negara.

(5)

Menurut Montesquieu seorang pemikir berkebangsaan Perancis mengemukakan teorinya yang disebut trias politica. Dalam bukunya yang berjudul “L’esprit des Lois” pada tahun 1748 menawarkan alternatif yang agak berbeda dari pendapat John Locke. Menurut Montesquieu untuk tegaknya negara demokrasi perlu diadakan pemisahan kekuasaan negara ke dalam 3 organ, yaitu:

a) Kekuasaan Legislatif (membuat undang-undang). b) Kekuasaan Eksekutif (melaksanakan undang-undang).

c) Kekuasaaan yudikatif (mengadili bila terjadi pelanggaran atas undang-undang).

Konsep yang dikemukakan oleh John Locke dengan konsep yang dikemukakan oleh Montesquieu pada dasarnya memiliki perbedaan, yaitu:

a) Menurut John Locke kekuasaan eksekutif merupakan kekuasaan yang mencakup kekuasaan yuikatif karena mengadili itu berarti melaksanakan undang-undang, sedangkan kekuasaan federatif (hubungan luar negeri) merupakan kekuasaan yang berdiri sendiri.

b) Menurut Montesquieu kekuasaan eksekutif mencakup kekuasaan ferderatif karena melakukan hubungan luar negeri itu termasuk kekuasaan eksekutif, sedangkan kekuasaan yudikatif harus merupakan kekuasaan yang berdiri sendiri dan terpisah dari eksekutif.

c) Pada kenyataannya ternyata, sejarah menunjukkan bahwa cara pembagian kekuasaan yang dikemukakan Montesquieu yang lebih diterima. Kekuasaan ferderatif diberbagai negara sekarang ini dilakukan oleh eksekutif melalui Departemen Luar Negerinya masing-masing (Moh. Mahfud MD, 2001: 73). Seperti halnya dalam praktek ketatanegaraan Indonesia selama ini.

Mengenai pembagian kekuasaan seperti yang dikemukakan Montesquieu, yang membagi kekuasaan itu menjadi tiga kekuasaan, yaitu: legislatif, eksekutif, dan yudikatif, Jimly Asshiddiqie menjelaskan lagi mengenai cabang-cabang dari kekuasaan-kekuasaan itu. Cabang kekuasaan legislatif terdiri dari:

a. Fungsi Pengaturan (Legislasi). b. Fungsi Pengawasan (Control). c. Fungsi Perwakilan (Representasi).

Kekuasaan Eksekutif juga mempunyai cabang kekuasaan yang meliputi : a. Sistem Pemerintahan.

b. Kementerian Negara.

Begitu juga dengan kekuasaan Yudikatif mempunyai cabang kekuasaan sebagai berikut :

a. Kedudukan Kekuasaan Kehakiman. b. Prinsip Pokok Kehakiman.

c. Struktur Organisasi Kehakiman.

Jadi menurut Jimly Asshiddiqie kekuasaan itu masing-masing mempunyai

(6)

d. Pembagian Kekuasaan di Indonesia

Dalam ketatanegaraan Indonesia sendiri, istilah “pemisahan kekuasaan” (separation of power) itu sendiri cenderung dikonotasikan dengan pendapat Montesquieu secara absolut. Konsep pemisahan kekuasaan tersebut dibedakan secara diametral dari konsep pembagian kekuasaan (division of power) yang dikaitkan dengan sistem supremasi MPR yang secara mutlak menolak ide pemisahan kekuasaan ala trias politica Monstesquieu. Dalam sidang-sidang BPUPKI 1945, Soepomo misalnya menegaskan bahwa UUD 1945 tidak menganut doktrin trias politica dalam arti paham pemisahan kekuasaan, melainkan

menganut sistem pembagian kekuasaan.

Di sisi lain Jimly Asshiddiqie, berpendapat bahwa setelah adanya perubahan UUD 1945 selama empat kali, dapat dikatakan sistem konstitusi kita telah menganut doktrin pemisahan itu secara nyata. Beberapa yang mendukung hal itu antara lain adalah :

1. adanya pergeseran kekuasaan legislatif dari tangan Presiden ke DPR. 2. diadopsinya sistem pengujian konstitusional atas undang-undang sebagai produk legislatif oleh Mahkamah Konstitusi. Dimana sebelumnya undang tidak dapat diganggu gugat, hakim hanya dapat menerapkan undang-undang dan tidak boleh menilai undang-undang-undang-undang.

3. diakui bahwa lembaga pelaksana kedaulatan rakyat itu tidak hanya MPR, melainkan semua lembaga negara baik secara langsung atau tidak langsung merupakan penjelmaan kedaulatan rakyat.

4. MPR tidak lagi berkedudukan sebagai lembaga tertinggi negara, namun sebagai lembaga negara yang sederajat dengan lembaga negara lainnya.

5. hubungan-hubungan antar lembaga negara itu bersifat saling mengendalikan satu sama lain sesuai dengan prinsip checks and balances.

Jadi berdasarkan kelima alasan tersebut, maka UUD 1945 tidak lagi dapat dikatakan menganut prinsip pembagian kekuasaan yang bersifat vertikal

maupun menganut ajaran trias politica Montesquieu yang memisahkan cabang-cabang kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif secara mutlak dan tanpa diiringi oleh hubungan yang saling mengendalikan satu sama lain. Dengan perkataan lain, sistem baru yang dianut oleh UUD 1945 pasca perubahan keempat adalah sistem pemisahan kekuasaan berdasarkan prinsip checks and balances, sehingga masih ada koordinasi antar lembaga negara.

e. latar Belakang Checks and Balances di Indonesia

(7)

seakan-akan hanya menjadi alat untuk mempertahankan penguasa pemerintahan (presiden), yang mana pada masa itu kewenangan untuk memilih dan

mengangkat Presiden dan/ atau Wakil Presiden berada di tangan MPR. Padahal MPR itu sendiri dipilih dan diangkat oleh Presiden sendiri, sehingga siapa yang menguasai suara di MPR maka akan dapat mempertahankan kekuasaannya. Pengangkatan anggota MPR dari unsur Utusan Daerah dan unsur Utusan Golongan bagi pembentukan MPR dalam jumlah yang demikian besar juga dapat dilihat sebagai penyimpangan konstitusional, karena secara logika dalam hal kenyataan juga terlihat wakil yang diangkat akan patuh dan loyal kepada pihak yang mengangkatnya, sehingga wakil tersebut tidak lagi mengemban kepentingan daerah atau golongan yang diwakilinya. Akibatnya adalah wakil-wakil yang diangkat itu tidak lagi memiliki hubungan dengan yang diwakil-wakilinya. Namun terkait dengan hal itu, Presiden sendiri merupakan mandataris MPR yang harus bertanggung jawab kepadanya. Berdasarkan hal tersebut maka hubungan antara MPR dengan Presiden sangat sulit dilihat sebagai hubungan vertikal atau horizontal, jika terlepas dari MPR sebagai Lembaga Tertinggi Negara dan

Presiden sebagai Lembaga Negara yang jelas mempunyai hubungan vertikal. Maka idealnya seluruh anggota MPR itu diplih rakyat melalui Pemilu.

Dan di sisi lain sesuai dengan ketentuan UUD 1945, keberadaan MPR sebagai Lembaga Tertinggi Negara, dianggap sebagai pelaksana sepenuhnya

kedaulatan rakayat. Konstruksi ini menunjukkan bahwa MPR merupakan Majelis yang mewakili kedudukan rakyat sehingga menjadikan lembaga tersebut

sebagai sentral kekuasaan, yang mengatasi cabang-cabang kekuasaan lainnya. Adanya satu lembaga yang berkedudukan paling tinggi membawa konsekuensi seluruh kekuasaan lembaga-lembaga penyelenggara negara yang berada di bawahnya harus bertanggung jawab kepada MPR. Akibatnya konsep

keseimbangan antara elemen-elemen penyelenggara negara atau sering disebut checks and balances system antar lembaga tinggi negara tidak dapat dijalankan.

Pada sistem MPR tersebut, juga menimbulkan kekuasaan bagi presiden yang demikian besar dalam pembentukan undang-undang (fungsi Legislasi) yang seharusnya dipegang DPR. Hal tersebut dapat dilihat dari rumusan pasal 5 ayat (1) naskah asli UUD 1945 yang berbunyi: “Presiden memegang kekuasaan membentuk undang-undang dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat”. Berdasarkan rumusan tersebut, dapat dilihat bahwa MPR mendistribusikan kekuasaan membentuk undang-undang kepada Presiden, atau setidaknya

memberikan kewenangan yang lebih kepada Presiden dalam fungsi legislasi dari pada DPR. Karena keadaan yang demikian sehingga pengawasan dan

keseimbangan antar lembaga tinggi negara sangat lemah sekali.

Orde reformasi yang dimulai pada bulan Mei 1998, yang terjadi karena berbagai krisis, baik krisis ekonomi, politik maupun moral. Gerakan reformasi itu

(8)

penghapusan doktrin dwi fungsi ABRI, penegakan hukum, HAM, dan

pemberantasan KKN, serta mewujudkan kehidupan yang demokratis. Tuntutan itu muncul karena masyarakat menginginkan perubahan dalam sistem dan struktur ketatanegaraan Indonesia untuk memuwujdkan pemerintahan negara yang demokratis dengan menjamin hak asasi warga negaranya.

Hasil nyata dari reformasi adalah dengan adanya perubahan UUD 1945 yang dilatar belakagi dengan adanya beberapa alasan, yaitu:

a. Kekuasaan tertinggi di tangan MPR.

b. Kekuasaan yang sangat besar pada Presiden.

c. Pasal-pasal yang sifatnya terlalu “luwes” sehingga dapat menimbulkan multi tafsir.

d. Kewenangan pada Presiden untuk mengatur hal-hal penting dengan undang-undang.

e. Rumusan UUD 1945 tentang semangat penyelenggaraan negara belum cukup didukung ketentuan konstitusi.

Hal-hal tersebut merupakan penyebab mengapa keseimbangan dan

pengawasan terhadap lembaga penyelenggara negara dianggap sangat kurang (checks and balances system) tidak dapat berjalan sehingga harus dilakukan Perubahan UUD 1945 untuk mengatasi hal tersebut.

Perubahan UUD 1945 yang terjadi selama empat kali yang berlangsung secara berturutan pada tahun 1999, 2000, 2001 dan 2002 telah membawa dampak yang besar terhadap stuktur ketatanegaraan dan sistem penyelenggaraan negara yang sangat besar dan mendasar. Perubahan itu diantara adalah

menempatkan MPR sebagai lembaga negara yang mempunyai kedudukan yang sederajat dengan Lembaga Negara lainnya tidak lagi sebagai Lembaga Tertinggi Negara, pergeseran kewenangan membentuk undang-undang dari Presiden kepada DPR, pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung,

mempetegas penerapan sistem presidensiil, pengaturan HAM, munculnya beberapa lembaga baru seperti Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial, dan lain sebagainya.

Terkait dengan perubahan kedudukan MPR setelah adanya Perubahan UUD 1945 Abdy Yuhana menjelaskan bahwa berdasarkan rumusan dari ketentuan Pasal 1 Ayat (2) UUD Negara RI Tahun 1945 yang berbunyi “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar” yang

merupakan perubahan terhadap ketentuan Pasal 1 Ayat (2) UUD 1945

sebelumnya yang berbunyi “Kedaulatan adalah di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat”. Dari hasil perubahan tersebut dapat dilihat bahwa konsep kedaulatan rakyat dilakukan oleh suatu Lembaga Tertinggi Negara, yaitu MPR yang dianggap sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia, sekarang melalui ketentuan tersebut telah

(9)

selama ini dipandang sebagai pemegang sepenuhnya kedaulatan rakyat. Hal ini merupakan suatu perubahan yang bersifat fundamental dalam sistem

ketatanegaraan Indonesia, dengan begitu maka prinsip supremasi MPR telah berganti dengan prinsip keseimbangan antar lembaga negara (checks and balances). Rumusan tersebut juga memang sengaja dibuat sedemikian rupa untuk membuka kemungkinan diselenggarakannya pemilihan presiden secara langsung, agar sesuai dengan kehendak untuk menerapkan sistem

pemerintahan presidensial (Abdy Yuhana, 2007: 139).

Ni’matul Huda juga berpendapat bahwa dengan adanya pergeseran

kewenangan membentuk undang-undang itu, maka sesungguhnya ditinggalkan pula teori “pembagian kekuasaan” (distribution of power) dengan prinsip

supremasi MPR menjadi “pemisahan kekuasaan” (seperation of power) dengan prinsip checks and balances sebagai ciri melekatnya. Hal ini juga merupakan penjabaran lebih jauh dari kesepakatan untuk memperkuat sistem presidensial (Ni’matul Huda, 2003: 19). Dari dua pendapat tersebut maka dapat simpulkan bahwa Negara Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 hasil perubahan telah menganut teori “pemisahan kekuasaan” (seperation of power) untuk menjamin prinsip checks and balances demi

tercapainya pemerintahan yang demokratis yang merupakan tuntutan dan cita-cita reformasi.

1. anak laki-laki yang ada di sana tidak bisa duduk diam

2. dia memiliki minat yang bervariasi sehingga tidak pernah tahu apa

yang akan dia lakukan selanjutnya

3. dia menyanyikan lagu pengantar tidur yang menenangkan sehingga

bayi itu segera tertidur

4. Salju sangat dalam sehingga kami tidak bisa berjalan melintasi

lapangan

5. kemarin saya berjalan begitu jauh sehingga saya langsung tertidur

setelah makan malam

6. teka-teki sangat mudah sehingga seorang anak bisa melakukannya

8. dia punya banyak buku sehingga dindingnya dipagari dengan lemari

buku

7. Aku bersenang-senang di pesta yang aku tidak ingin pergi

9. Saya melihatnya begitu sering sehingga saya merasa saya

mengenalnya dengan cepat

Referensi

Dokumen terkait

This kinetic study is important in HPLC amino acids analysis because the sensitivity of the analysis depends on its derivatization time, whereas this variable is depended on

Within biochemical processing, it is the saccharification, or conversion of biomass to sugars, that represents the major technical hurdle to realizing cost-effective production of

Argumen pembicara yang mengklaim bahwa pada tahun 2030 “energi terbarukan” bisa lebih murah dari energi nuklir, dalam hemat saya, dibangun atas setidaknya tiga kesalahan

[r]

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa: (1) penggunaan pendekatan Aesop’s berbantuan Guidance Worksheet berpengaruh terhadap hasil belajar siswa pada

Judul : Estimasi Evapotranspirasi Spasial Menggunakan Suhu Permukaan Darat (LST) Dari Data MODIS Terra/Aqua Dan Pengaruhnya Terhadap Kekeringan. 132

Produk ini merupakan modifikasi dari makanan intip, intip diolah menjadi intip goreng yang biasanya dipasarkan kebanyakan hanya memiliki 2 hingga 3 varian rasa

[r]