• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Analisis Risiko Produksi Sayuran Organik di Dusun Kaliduren, Desa Batur, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang = Production Risk

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Analisis Risiko Produksi Sayuran Organik di Dusun Kaliduren, Desa Batur, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang = Production Risk "

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

19

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

4.1.1. Letak Geografis dan Topografi Desa Penelitian

Desa Batur merupakan salah satu desa yang sebagian besar penduduknya bertani. Di Desa Batur terdapat 2 golongan petani yaitu petani organik dan petani non organik. Jumlah penduduk Desa Batur sampai tahun 2014 adalah sebanyak 6.878 jiwa yang terdiri dari 3.633 laki-laki dan 3.235 perempuan, dengan jumlah kepala keluarga 4.848 KK. Desa Batur secara administrasi termasuk dalam wilayah Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang, Provinsi Jawa Tengah. Desa Batur memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut:

a. Sebelah Utara : Desa Sumogawe b. Sebelah Selatan : Gunung Merbabu c. Sebelah Barat : Desa Kopeng d. Sebelah Timur : Desa Tajuk

Secara geografis, Desa Batur memiliki data orbitrasi (jarak dari pusat pemerintahan) sebagai berikut:

a. Jarak dari Pusat Kecamatan Getasan : 3km b. Jarak dari Pusat Kabupaten Semarang : 30km c. Jarak dari Pusat Provinsi Jawa Tengah : 35km d. Jarak dari Pusat Ibu Kota Jakarta : 200km

(2)

20 4.1.2. Keadaan Tanah dan Luas Lahan

Luas keseluruhan Desa Batur adalah 1.081,750Ha. Penggunaan lahan Desa Batur dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Luas dan Penggunaan Lahan Desa Batur

Bentuk penggunaan lahan Luas (Ha) Persentase (%)

Pemukiman, bangunan umum 380 35,13

Jalan, makam 173 15,99

Tegalan 321 29,67

Tanah kritis, tanah bengkok 102 9,43

Tanah Negara 105,750 9,78

Jumlah 1.081,750 100

Sumber: Data Monografi Desa Batur, 2014

Dari Tabel 4.1. diketahui bahwa lahan di Desa Batur pada tahun 2014 masih banyak yang belum digunakan, masih milik Negara. Namun pada tahun 2016 ini tanah Negara tersebut sudah banyak dimiliki oleh Penduduk Desa Batur dan digunakan untuk bercocok tanam menanam sayuran. Penggunaan lahan paling banyak digunakan untuk tempat pemukiman dan bagunan umum yaitu sebesar 389ha atau 35,13%, sedangkan untuk sarana bercocok tanam terbilang masih luas yaitu menempati urutan kedua setelah pemukiman umum sebesar 321ha atau 29,67%. Hal ini terbukti, dikarenakan mayoritas mata pencaharian penduduk didaerah Desa Batur adalah sebagai petani sayuran.

4.1.3. Keadaan Pertanian

(3)

21

4.2. Gambaran Umum Usahatani Brokoli dan Selada Hijau 4.2.1.Tahapan Budidaya Brokoli dan Selada Hijau

Berikut ini adalah tahapan dalam budidaya brokoli dan selada hijau. Proses budidaya dimulai dari persiapan media persemaian sampai dengan panen. Di tempat penelitian, semua tahapan dalam proses budidaya dilakukan, tetapi hanya proses pembibitan yang tidak semua petani lakukan. Alasan dari proses pembibitan tidak dilakukan oleh petani karena ketersediaan waktu untuk melakukan proses pembibitan tersebut. Untuk tahapan proses budidaya yang lainnya semua petani melakukannya sesuai dengan prosedur yang sudah ditetapkan oleh Kelompok Tani Bangkit Merbabu.

Gambar 2. tahapan proses budidaya

Gambar 4.1. Tahapan budidaya brokoli dan selada hijau

(4)

22

Gambar 4.2. Petak Lahan Brokoli dan Selada Hijau

4.2.2.Penggunaan Sarana Produksi

Penggunaan pupuk kandang dalam proses budidaya selada hijau adalah 50% dan untuk budidaya brokoli adalah sebesar 50% dari total pupuk yang digunakan oleh petani dalam sekali musim tanam. Karena setiap kali menanam selada selalu dilakukan penambahan pupuk kandang, sehingga pupuk kandang yang digunakan sama. Selada bisa ditanam 2 kali dalam setiap 1 musim tanam brokoli, dan pupuk yang digunakan untuk budidaya selada hijau yang ke 2 dilakukan penambahan. Maka dari itu, biaya pupuk yang dikeluarkan untuk brokoli dan selada hijau tidah berbeda jauh. Bibit yang digunakan dalam proses budidaya brokoli dan selada hijau didapat dari tempat pembibitan. Ada beberapa petani yang membibitkan sendiri. Alasan petani membeli bibit ditempat pembibitan karena tidak ada waktu untuk melakukan proses pembibitan.

Penggunaan mulsa yang dilakukan petani dalam budidaya brokoli dan selada hijau adalah bersamaan, tetapi untuk biaya mulsa tidak semuanya masuk dalam biaya penggunaan saprodi untuk brokoli, melainkan 25% dari total biaya mulsa masuk kedalam biaya selada hijau. Alasannya yaitu karena 25% dari total luasan lahan yang dimiliki petani digunakan untuk budidaya selada hijau dan 75% digunakan untuk budidaya brokoli.

(5)

23 4.2.3.Gambaran Pola Tanam

Semua petani menerapkan pola tanam tumpangsari dalam budidaya sayuran organik. Pola tanam tumpangsari ini bertujuan untuk memaksimalkan penggunaan tiap bedengan agar lebih efektif, untuk memutus siklus hama, dan menghindari terjadinya kompetisi hara. Selain itu petani memilih pola tanam tumpangsari, agar dapat dilakukan pemanenan secara berkala dalam satu luasan lahan dan mendapatkan pendapatan usahatani secara lebih rutin.

Petani memilih menanam brokoli dan selada hijau karena brokoli memiliki harga jual tinggi meskipun masa tanam yang cukup panjang yaitu kurang lebih selama 3 bulan, sedangkan selada hijau dipilih karena komoditi ini memiliki umur tanam yang pendek yaitu kurang lebih 2 bulan, dan juga komoditi ini bisa tumbuh berdampingan dengan brokoli tanpa petani harus mengusahakan tambahan pupuk dan yang lainnya dalam jumlah yang relatif banyak untuk menanam komoditi ini. Gambaran pola tanam usahatani sayuran organik dapat dilihat pada Tabel 4.2. Tabel 4.2. Gambaran Pola Tanam Usahatani Sayuran Organik

komoditas Bulan

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Brokoli V - V V V - V V V - V V

Selada Hijau V V V - V V V - V V V V

Keterangan: (V) = tanam, (-) = bero

4.3. Karakteristik Responden 4.3.1.Umur

Umur merupakan usia petani sejak dilahirkan hingga saat penelitian dilakukan. Berdasarkan pada data hasil penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa distribusi responden berdasarkan usia memiliki keragaman yang cukup tinggi dimana mayoritas responden memiliki usia rata-rata dibawah 45-54 tahun dengan persentase mencapai 43,33% (13 orang) dari total 30 orang responden yang ada. Sementara persentase terkecil responden ialah pada kisaran

usia ≥65 tahun dengan persentase sebesar 6,67% (2 orang) dari jumlah total

(6)

24

Tabel 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Umur

Umur (tahun) Jumlah Sampel

Gambaran keseluruhan karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis kelamin Jumlah sampel orang responden yang ada, sebagian besar dari responden adalah berjenis kelamin laki-laki dengan persentase se3besar 70% (21 orang), sementara sisanya yaitu 30% (9 orang) adalah responden dengan jenis kelamin perempuan.

4.3.3.Pendidikan

Pendidikan merupakan pendidikan formal petani terakhir yang pernah ditempuh.

Tabel 4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan

(7)

25

Berdasarkan Tabel 4.5, responden dengan tingkat pendidikan SD paling mendominasi yaitu sebanyak 15 orang (50%). Responden dengan tingkat pendidikan SMP sebanyak 8 orang (26,67%), dan SMA yaitu 7 orang (23,33%). Sedangkan responden yang tidak menempuh pendidikan formal yaitu 0 orang (0%). Wahyuniarti (2011) dalam penelitiannya mendapatkan responden dengan lama pendidikan 6 tahun mendominasi dari seluruh responden. Hal ini dapat diartikan kebanyakan responden menempuh jenjang pendidikan hanya sampai jenjang Sekolah Dasar (SD).

4.3.4.Luas Lahan Usahatani

Luas usahatani merupakan luas penguasaan lahan usahatani baik milik sendiri atau kontrak lahan.

Tabel 4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Luas Usahatani

Luas Usahatani (ha) Jumlah Sampel

Frekuensi (orang) Persentase (%)

<0,1 3 10,00

0,1-0,14 15 50,00

0,15-0,2 11 36,67

>0,2 1 3,33

Jumlah 30 100,00

Rata-rata 0,123

Sumber: analisis data primer, 2016

Tabel 4.6, menunjukkan mayoritas respoden memiliki luas usahatani dengan luas 0,1-0,14ha sebanyak 15 orang (50%). Responden dengan luas lahan usahatani 0,15-0,2ha sebanyak 11 orang (36,67%), responden yang memiliki luas lahan usahatani <0,1ha adalah 3 orang (10%), sedangkan responden dengan luas usahatani dengan luas lahan >0,2ha ada 1 orang (3,33%). Lahan yang dimaksud meliputi lahan sewa maupun kepemilikan sendiri yang ditanami sayuran organik.

4.4. Analisis Usahatani

(8)

26

Tabel 4.7. Analisis Biaya Usahatani Brokoli dan Selada Hijau

Jenis Usahatani Brokoli Usahatani Selada Hijau

Produktivitas (Kg/Ha/Th) 15.691,05 40.799,46

Harga Jual (Rp/Kg) 10.000 8.000

Penerimaan (Rp/Ha/Th) 156.910.500 326.395.680

Biaya (Rp/Ha/Th)

Pupuk kandang 12.441.920 12.411.924

Bibit 9.087.263 86.487.805

Mulsa 6.141.373 6.240.741

Total biaya 27.640.560 105.140.470

Pendapatan (Rp/Ha/Th) 129.269.940 221.225.210

Sumber: analisis data primer, 2016

Pada Tabel 4.7, biaya usahatani selada hijau lebih tinggi dibandingkan biaya usahatani brokoli. Selada hijau memiliki biaya yang cukup tinggi dibandingkan dengan brokoli dikarenakan, selada hijau dapat ditanam 10 kali dalam satu tahun sedangkan brokoli hanya 3 kali dalam satu tahun, sehingga biayanya akan lebih tinggi. Menurut Paimin (1991), mengatakan besarnya penerimaan diperoleh dari hasil kali produktivitas dengan harga. Berdasarkan hasil perhitungan dari Tabel 4.7 diketahui rata-rata penerimaan usahatani brokoli Rp156.910.500/ha/th dan selada hijau Rp326.395.680/ha/th. Hal ini disebabkan pada harga jual brokoli Rp10.000/kg lebih tinggi dibandingkan harga jual selada hijau Rp8.000. Menurut Mandaka dan Hutagaol (2005) pendapatan merupakan selisih antara penerimaan dengan biaya selama kurun waktu tertentu. Berdasarkan Tabel 4.7 usahatani brokoli memiliki pendapatan Rp129.269.940/ha/th dan pendapatan usahatani selada hijau adalah Rp221.225.210/ha/th. Hal ini dikarenakan penerimaan usahatani brokoli lebih rendah dibandingkan dengan penerimaan usahatani selada hijau. Menurut Wijaya, dkk (2012) pendapatan brokoli adalah Rp104.476.608,9/ha/th. Pendapatan brokoli ditempat penelitian lebih tinggi karena harga brokoli di tempat penelitian lebih tinggi dari pada harga brokoli menurut Wijaya. Menurut Anonim (2016c) pendapatan selada hijau adalah Rp150.500.550/ha/th. Pendapatan selada hijau ditempat penelitian lebih tinggi daripada Rp150.500.550/ha/th karena produksi dan harga ditempat penelitian lebih tinggi dan biayanya juga lebih rendah.

(9)

27

Tanaman Selada ini biasanya ditanam oleh petani di Dusun kaliduren sebanyak 10 kali dalam 1 tahun, sehingga produktivitas selada hijau sebesar 5.977,72kg/ha/th (5,977ton/musim). Produktivitas selada yang ada tidak sesuai dengan referansi yang ada, produktivitas yang didapat oleh petani hanya 0,33 (1/3) dari produktivitas menurut Anonim (2016c). Hal tersebut bisa terjadi karena tanaman selada hijau ditanam secara tumpangsari, sehingga produksinya tidak maksimal dan populasi tanamannya tidak sebanyak yang ditanam secara monokultur.

Produktivitas brokoli di Dusun Kaliduren adalah sebesar 21.691,05kg/ha/th (21,691ton/ha/th). Tanaman brokoli biasanya ditanam 3 kali dalam 1 tahun, sehingga produktivitas brokoli dalan 1 kali musim tanam adalah 7.230,35kg/ha/musim (7,230ton/ha/musim). Produktivitas brokoli tersebut tidak sesuai dengan pendapat dari Salsacahyani (2014) yang menyebutkan bahwa secara umum, produktivitas brokoli per hektar per musim adalah 15-40 ton, tetapi produksi brokoli sangat bergantung pada varietas tanaman dan populasi tanaman per satuan luas lahan. Hal ini terjadi karena tanaman brokoli ditanam secara tumpangsari, sehingga hasil yang diperoleh tidak maksimal. Produktivitas brokoli yang ada di Dusun Kaliduren hanya mencapai kurang lebih 0,5 (1/2) dari hasil yang seharusnya diperoleh sesuai dengan pendapat Salsacahyani (2014). Referensi produktivitas brokoli tersebut adalah produktivitas brokoli secara monokultur.

4.5. Analisis Risiko Produksi

Risiko merupakan kemungkinan kejadian yang akan menimbulkan dampak kerugian. Dalam menjalankan suatu bisnis, setiap keputusan selalu mengandung risiko. Oleh karena itu perlu adanya suatu kegitan yang harus dilakukan untuk meminimalkan sebuah risiko. Adanya risiko produksi dapat mempengaruhi produktivitas sayuran menjadi rendah dan berakibat pada pendapatan petani yang akan semakin kecil, jika hal ini tidak ditangani maka dapat berakibat fatal bagi petani. Pada penelitian ini risiko produksi yang akan dibahas adalah risiko produksi brokoli dan selada hijau.

(10)

28

menurun. Kelompok Tani Bangkit Merbabu dalam menjalankan kegiatan usahanya menghadapi beberapa risiko, salah satu risiko yang dihadapi adalah risiko produksi. Risiko produksi ini menyebabkan fluktuasi produksi sayuran organik, sehingga akan mempengaruhi penerimaan kelompok. Dimana, semakin tinggi risiko produksi yang dihadapi kelompok maka tingkat penerimaan akan semakin kecil. Risiko produksi yang dibahas dalam penelitian ini adalah risiko produksi pada tanaman brokoli dan selada hijau.

4.5.1. Perhitungan Produktivitas dan Pendapatan Tertinggi, Normal, dan Terendah

Tabel 4.8 menunjukkan perhitungan produktivitas dan pendapatan tertinggi, normal dan terendah untuk menghitung peluang. Peluang tertinggi, normal dan terendah diukur dari proporsi frekuensi atau berapa kali kelompok pernah mencapai produktivitas tertinggi, terendah atau normal selama periode siklus produksi berlangsung. Pada tahap awal ditentukan nilai pada tingkat normal berdasarkan nilai rata-rata produktivitas dan pendapatan dari 30 sampel petani, dan selanjutnya nilai diatas nilai rata-rata dikategorikan sebagai nilai tinggi dan nilai yang berada di bawah rata-rata dikatakan rendah. Dengan adanya produktivitas dan pendapatan yang berubah-ubah maka peluang perusahaan memperoleh produktivitas dan pendapatan tertinggi, normal dan terendah dapat diamati dengan mempertimbangkan periode waktu selama proses produksi berlangsung.

Tabel 4.8. Produktivitas dan Pendapatan Tertinggi, Normal, dan Rendah Pada Usahatani Brokoli dan Selada Hijau

Komoditas Produktivitas (kg/ha/Th) Pendapatan (Rp/ha/Th)

Kategori Jumlah % Kategori Jumlah %

(11)

29

dilihat produktivitas dan pendapatan tertinggi, normal dan terendah, berdasarkan jumlah, dan presentase dari setiap komoditas masing-masing. Tarigan (2009) menyebutkan bahwa peluang produktivitas dan pendapatan tertinggi dilihat dari tingkat peluang produktivitas dan pendapatan yang paling tinggi, normal dilihat dari peluang produktivitas dan pendapatan yang sering terjadi selama berusahatani sedangkan terendah dilihat dari peluang produktivitas dan pendapatan yang paling rendah. Tabel 4.8 menunjukan presentase peluang paling tinggi adalah peluang dengan kategori tinggi, dan berdasarkan perhitungan data yang diperoleh melalui wawancara dengan petani untuk brokoli, nilai produktivitas paling tinggi sebesar 2.779,17kg/ha, normal sebesar 2.223,33kg/ha dan terendah sebesar 741,11kg/ha, sedangkan untuk pendapatan tertinggi sebesar Rp293.125.000, normal sebesar Rp148.366.667, dan terendah sebesar Rp71.766.667. Untuk selada hijau nilai produktivitas tertinggi sebesar 8.000kg/ha, normal sebesar 4.444 kg/ha dan rendah sebesar 2.222kg/ha, sedangkan dari segi pendapatan nilai tertinggi sebesar Rp440.533.333, normal sebesar Rp198.000.000 dan terendah sebesar Rp103.833.333.

4.5.2.Penilaian Risiko Produksi Berdasarkan Produktivitas menggunakan Analisis Spesialisasi

Penilaian risiko spesialisasi adalah penilaian risiko pada masing-masing komodias, dilihat berdasarkan produktivitas dan pendapatan kotor brokoli dan selada hijau. Penilaian risiko produksi dan pendapatan dapat dihitung menggunakan variance, standard deviation, dan coeffisient variation. Variance

dan standard deviation merupakan ukuran absolut dan tidak mempertimbangkan risiko dalam hubungannya dengan hasil yang diharapkan (Expected return). Untuk mempertimbangkan aset dengan return yang diharapkan berbeda, petani dapat menggunakan coeffisien variation. Coefficient variation merupakan ukuran yang sangat tepat bagi pengambilan keputusan khususnya dalam memilih salah satu alternatif dari berbagai kegiatan usahatani dengan mempertimbangkan risiko yang dihadapi dari setiap kegiatan usahatani untuk setiap return yang diperoleh.

(12)

30

Tabel 4.9. Penilaian Risiko Produksi Berdasarkan Produktivitas pada Analisis Spesialisasi Brokoli dan Selada Hijau

Komoditas Produktivitas

Expected return Variance St. Deviation CV

Brokoli 1.061,02 179.876,38 424,12 0,40

Selada hijau 2.471,98 835.226,63 913,91 0,37

Sumber: Analisis Data Primer, 2016

Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 4.9 diatas dapat diketahui bahwa penilaian risiko produksi diperoleh nilai variance berbanding lurus dengan

standard deviation yaitu jika nilai variance tinggi maka nilai standard deviation

juga akan tinggi. Hal ini dapat dilihat pada nilai variance dan standard deviation

tertinggi dari dua komoditi yang dikaji terdapat pada usahatani selada hijau yaitu 835.226,63 dan 913,91. Nilai variance dan standard deviation usahatani brokoli yaitu 179.876,38 dan 424,12.

(13)

31

bahwa coefficient variation brokoli lebih rendah dibandingkan dengan coefficient variation bayam hijau.

Informasi di lapangan menunjukkan bahwa tanaman brokoli sangat rentan terhadap cuaca serta hama penyakit. Hal ini disebabkan karena kondisi cuaca yang tidak pasti, sehingga mengakibatkan produktivitas tanaman brokoli mengalami risiko yang tinggi. Salah satu penyakit yang sering menyerang brokoli adalah ulat hijau, hama ini akan menyebabkan penurunan produksi atau gagal panen. Semakin besar nilai koefisien variasi maka semakin tinggi tingkat risiko yang dihadapi oleh perusahaan dalam mengusahakan sayuran tersebut.

4.5.3.Penilaian Risiko Berdasarkan Pendapatan menngunakan Analisis Spesialisasi

Penilaian risiko spesialisasi dapat juga diukur berdasarkan pendapatan yang diperoleh dari setiap produksi yang dihasilkan selama proses produksi berlangsung. Pendapatan adalah selisih dari penerimaan usahatani dengan pengeluaran, penerimaan tersebut berasal dari penjualan sayuran organik sedangkan pengeluaran merupakan biaya total yang digunakan selama proses produksi. Penilaian risiko produksi berdasarkan pendapatan dapat dilihat pada Tabel 4.10.

Tabel 4.10. Penilaian Risiko Produksi Berdasarkan Pendapatan Pada Analisis Spesialisasi Brokoli dan Selada Hijau

Komoditas Pendapatan

Expected Return Variance St. Deviasi CV

Brokoli 113.713.841 1.936.812.397.379.040 44.009.231 0,39 Selada hijau 180.498.778 5.608.459.186.747.540 74.889.647 0,41

Sumber: Analisis Data Primer Tahun 2016

(14)

32

coefficient variation yang diperoleh komoditas brokoli yaitu sebesar 39% yang artinya dalam satu kali penen setiap satu rupiah yang diterima akan menghasilkan risiko sebesar 39%, sehingga pendapatan yang diterima sebesar 61% pendapatan yang dihasilkan. Hal ini sesuai dengan penelitian Sembiring (2010) yang menyatakan bahwa coefficient variation brokoli memiliki nilai tertinggi dibandingkan dengan komoditas yang lainnya. Semakin besar nilai coefficient variation maka akan semakin tinggi risiko yang dihadapi. Selain itu juga hasil perhitungan ini sesuai dengan penelitian Taringan (2009) yang menyatakan bahwa nilai coefficient variation brokoli paling rendah dibandingkan dengan nilai

coefficient variation komoditas lainnya.

4.5.4.Penilaian Risiko Produksi Berdasarkan Produktivitas menggunakan Analisis Diversifikasi

Diversifikasi adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan mengkombinasikan minimal dua aset yang bertujuan untuk mengurangi risiko. Dengan melakukan diversifikasi maka risiko produksi yang dihadapi petani dinamakan risiko portofolio dimana menurut Weston dan Capeland (1992), teori portofolio merupakan teori modern mengenai pengambilan keputusan dalam situasi ketidakpastian, tujuannnya adalah untuk memilih kombinasi yang optimal dari usaha-usaha yang dimiliki, dalam arti memberikan hasil tertinggi yang mungkin diharapkan bagi setiap tingkat risiko, atau tingkat risiko terendah bagi setiap hasil yang diharapkan. Pada penilaian risiko diversifikasi digunakan beberapa ukuran risiko diantaranya variance, standard deviation dan juga

coefficient variation (Elton dan Gruber,1995). Pada penelitian ini diversifikasi dilakukan pada dua komoditas sayuran organik yaitu brokoli dan selada hijau. Berikut adalah perbandingan diversifikasi produksi pada kedua komoditas yang diteliti.

(15)

33

Tabel 4.11. Perbandingan Risiko Produksi Berdasarkan Produktivitas pada Brokoli, Selada Hijau dan Diversifikasi Brokoli-Selada Hijau

Ukuran Brokoli Selada hijau Diversifikasi

Expected Return 1.061,02 2.471,98 1.413,76

Variance 179.876,38 835.226,63 118.139.275.751,00

STDV 424,12 913,91 546,57

CV 0,40 0,37 0,39

Sumber: Analisis Data Primer Tahun 2016

Pada Tabel 4.11. dapat dilihat perbandingan risiko produksi bedasarkan produktivitas yang dihadapi petani jika mengusahakan brokoli, selada hijau, dan diversifikasinya. Dari nilai coefficient variation nya menunjukan bahwa risiko brokoli-selada hijau sebesar 39%, hal ini berarti dalam satu kali penen setiap satu kg yang dihasilkan dalam usahatani brokoli-selada hijau akan menghasilkan risiko sebesar 39%, sehingga hasil yang diperoleh petani sebesar 61%. Jika dilihat perbandingan antara risiko spesialisasi brokoli dan selada hijau, risiko terendah adalah risiko selada hijau, sehingga diversifikasi brokoli-selada hijau bisa digunakan dalam usahatani sayuran organik, namun hal ini tidak dapat menghilangkan keseluruhan risiko, karena diversifikasi memang dapat mengurangi risiko tetapi tidak dapat menghilangkan risiko seluruhnya menjadi nol.

4.5.5.Penilaian Risiko Produksi Berdasarkan Pendapatan menggunakan Analisis Diversifikasi

Pada kegiatan diversifikasi akan dilakukan penggabungan beberapa komodias yang nantinya akan digunakan untuk perbandingan dalam menentukan diversifikasi yang paling tepat untuk Kelompok Tani Bangkit Merbabu. Risiko produksi berdasarkan pendapatan pada kegiatan diversifikasi dapat dilihat pada Tabel 4.12.

Tabel 4.12. Perbandingan Risiko Produksi Berdasarkan Pendapatan pada Brokoli, Selada Hijau dan diversifikasi Brokoli-Selada Hijau

Ukuran Brokoli Selada hijau Portofolio

Expected Return 113.713.841 180.498.778 130.410.075

Variance 1.936.812.397.379.040 5.608.459.186.747.540 17.006.787.661.505.600

STDV 44.009.231 74.889.647 51.729.335

CV 0,39 0,41 0,40

(16)

34

Pada Tabel 4.12, dapat diketahui bahwa perbandingan risiko produksi berdasarkan pendapatan yang diperoleh petani jika mengusahakan brokoli dan selada hijau serta diversifikasinya. Dari nilai coefficient variation menunjukan bahwa risiko diversifikasi brokoli-selada hijau sebesar 40%, hal ini berarti dalam satu kali penen setiap satu rupiah yang dihasilkan dalam usahatani brokoli-selada hijau akan menghasilkan risiko sebesar 40%, sehingga hasil yang diperoleh petani sebesar 60%. Dari nilai coefficient variation juga dapat diketahui untuk setiap nilai pendapatan yang diperoleh petani, risiko diversifikasi brokoli-selada hijau lebih tinggi dari risiko spesialisasi brokoli dan lebih rendah dari risiko spesialisasi selada hijau.

4.6. Risiko Produksi Berdasarkan Produktivitas dan Pendapatan pada Analisis Spesialisasi dan Diversifikasi

Tabel 4.13 menjelaskan nilai risiko pada analisis spesialisassi dan diversifikasi. Tabel 4.13. Risiko Produksi Berdasarkan Produktivitas dan Pendapatan pada

Analisis Spesialisasi dan Diversifikasi

Usahatani Produktivitas Pendapatan

Brokoli 0,40 0,39

Selada Hijau 0,37 0,41

Brokoli + Selada Hijau 0,39 0,40

Sumber: Analisis Data Primer, 2016

Dilihat dari Tabel 4.13, dapat dikatakan bahwa risiko produksi berdasarkan produktivitas adalah risiko produksi selada hijau paling rendah dibandingkan dengan risiko produksi brokoli dan diversifikasinya. Hal tersebut terjadi karena brokoli memiliki waktu yang lama dalam produksinya dibandingkan dengan selada hijau. Sedangkan jika dilihat berdasarkan pendapatan, risiko produksi brokoli paling rendah dibandingkan dengan risiko produksi selada hijau dan diversifikasinya. Hal tersebut terjadi karena harga jual brokoli lebih tinggi dibandingkan dengan harga jual selada hijau. Diversifikasi tersebut tidak bisa menghilangkan risiko produksi seluruhnya.

(17)

35

risiko produksi yang diperoleh dari referensi yaitu sebesar 40%<54%, dan 39%<80%. Menurut Putri (2011), risiko produksi brokoli secara monokultur berdasarkan produktivitas adalah 56%; dan berdasarkan pendapatan adalah 74%. Risiko produksi tersebut lebih tinggi dari risiko produksi yang dihadapi oleh petani di tempat penelitian karena produktivitas brokoli yang diterima dan harga dari komoditas brokoli lebih tinggi dibandingkan pada penelitiannya Putri (2011).

4.7. Faktor-Faktor Penyebab Risiko Produksi dan Alternatif untuk Mengatasi Risiko Produksi

4.7.1.Faktor Penyebab Risiko Produksi

Faktor-faktor yang menjadi penyebab munculnya risiko pada budidaya sayuran organik komoditas brokoli dan selada hijau, sebagai berikut:

Gambar 4.3. Faktor-Faktor Penyebab Risiko Produksi a. Ulat

(18)

36 b. Air

Air merupakan salah satu faktor penyebab risiko produksi. Sebagian petani mengalami kendala dalam memenuhi kebutuhan air bersih dalam proses budidaya sayuran organik. Petani mengalami kesulitan air bersih saat musim kemarau berlangsung, padahal air bersih merupakan salah satu faktor pendukung dalam proses budidaya sayuran organik. Kekurangan air menyebabkan produksinya akan menurun. Ketersediaan air berpengaruh besar terhadap kelangsungan hidup tanaman. Sukamto (2014) menyebukan air dibutuhkan mulai dari proses penanaman hingga produksi dalam budidaya sayuran.

c. Bibit/Benih

Ada beberapa petani yang sulit mendapatkan bibit sayuran. Karena tidak semua bibit sayuran yang dijual bisa ditanam dilahan yang sudah disiapkan. Bibit yang dibutuhkan adalah bibit yang unggul. Salah satu cirri bibit yang unggul adalah tahan terhadap hama dan penyakit, serta cuaca.

Beberapa petani menggunakan benih dari toko pertanian. Benih yang dibeli merupakan benih yang mengandung bahan-bahan kimia, tetapi petani disana melakukan perlakuan khusus untuk menghilangkan bahan-bahan kimia yang ada didalam benih tersebut.

Minimnya benih organik disebabkan karena institusi penghasil benih (kelompok tani atau perusahaan benih) belum memproduksi benih organik. Oleh karena itu benih yang digunakan oleh petani organik, saat ini pada umumnya masih berupa benih konvensional (Anonim, 2016b).

d. Cuaca

Cuaca merupakan faktor yang paling mempengaruhi budidaya sayuran organik. jika pada musim kemarau sayuran yang dihasilkan akan menjadi jelek dan hasil produksi tidak sesuai dengan standar yang sudah ditetapkan oleh kelompok. Sehingga petani akan mengalami kerugian karena harganya menjadi rendah.

(19)

37

hujan yang tinggi akan menyebabkan produktivitas sayuran menurun dikarenakan tanaman rentan terhadap penyakit. Sehingga akan berdampak kepada hasil produksi yang tidak optimal (Sukamto, 2014).

4.7.2. Alternatif Untuk Menangani Risiko Produksi

Gambar 4.4. Alternatif Penanganan Risiko Produksi

Alternatif penanganan risiko produksi yang dilakukan oleh petani adalah dengan melakukan diversivikasi tanaman dan penggunaan greenhouse.

a. Peningkatan penggunaan pestisida organic/nabati

Penggunaan pestisida nabati meripakan salah satu alternatif yang dilakukan oleh petani sayur organik. pestisida nabati tersebut digunakan untuk menanggulangi risiko produksi yang disebabkan oleh hama dan penyakit atau ulat. Pestisida yang digunakan adalah pestisida yang dibuat sendiri oleh petani yang berbahan dasar rempah-rempah. Ada beberapa petani yang tidak menggunakan pestisida nabati. Petani yang tidak menggunakan pestisida nabati, menangani hama ulat dengan cara manual, yaitu mengambil satu per satu ulat yang ada ditanaman. Hal tersebut tidak efisien, sehingga perlu ditingkatkan lagi dalam penggunaan pestisida nabatinya.

b. Penggunaan greenhouse

(20)

38

digunakan untuk greenhouse adalah banbu dan plastik. Tujuan penggunaan

greenhouse adalah untuk mengurangi serangan hama dan penyakit, melindungi tanaman dari cuaca yang tidak menenti, serta membuat tanaman tidak kekurangan air disaat musim kemarau. Dengan penggunaan greenhouse

pada saat musim kemarau membuat petani tidak berkali-kali dalam menyiram tanaman. Hal tersebut bisa mengurangi penggunaan tenaga kerja dalam proses pemeliharaan. Greenhouse merupakan bangunan utama dalam kegiatan produksi beberapa komoditas yang diusahakan oleh anggota Kelompok Tani Bangkit Merbabu.

Greenhouse memiliki fungsi yang berperan dalam keberhasilan produksi sayuran organik. Fungi greenhouse adalah untuk menstabilkan pengaruh cuaca, angin, hujan dan serangan hama penyakit yang berasal dari lingkungan eksternal. Begitu green house mengalami kerusakan maka fungsinya untuk mengisolasi lingkungan yang kondusif didalam greenhouse

tidak berjalan dengan baik. Oleh karena itu, dalam meminimalisir risiko terhadap curah hujan yang tinggi, dengan membangun greenhouse sehingga persentase keberhasilan sayuran dapat dicapai secara optimal (Sukamto, 2014).

c. Mempertahankan Diversifikasi Tanaman

Gambar

Tabel 4.1. Luas dan Penggunaan Lahan Desa Batur
Gambar 2. tahapan proses budidaya
Tabel 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Umur
Tabel 4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Luas Usahatani
+7

Referensi

Dokumen terkait

1 point for an incorrect answer based on minor arithmetic errors with the correct procedure OR 1 point for the correct answer (or an answer based on an incorrect answer from part

Reflektor digunakan untuk memberikan cahaya tambahan yang merupakan pantulan cahaya dari lampu kilat. Di pasaran, reflektor biasanya tersedia dalam tiga warna,

performance-based orientation. 3) Memprioritaskan dukungan dan fasilitasi sumber daya bagi layanan dan pengembangan akademik. 4) Berorientasi pada pengembangan institusi

BOBOT 1 Pretest test Tes tulisan (UTS) Menyebukan dan menjelaskan dengan benar ;seluruh materi pembelajaran pertemuan 1 Menyebukan &amp; menjelaskan dengan benar ;sebagian

model penelitian pengembangan yang mengacu pada prosedur pengembangan dari Borg &amp; Gall dengan tahapan sebagai berikut: (1) Kajian pustaka melalui penelitian

The dietary supplementation with T3 or iodine induced an increase in plasma T3 levels, compared to that in fish fed the RM diets, and reduced the deleterious effect of RM on

BOBOT 1 Pretest test Tes tulisan (UTS) Menyebukan dan menjelaskan dengan benar ;seluruh materi pembelajaran pertemuan 1 Menyebukan &amp; menjelaskan dengan benar ;sebagian

Siswa tunanetra memiliki keterbatasan dalam penglihatan sehingga mendapat hambatan dalam kegiatan praktikum hukum Archimedes yang menuntut peran aktif