• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor faktor yang mempengaruhi terjadinya (6)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Faktor faktor yang mempengaruhi terjadinya (6)"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kreativitas

Posted on 16 Desember 2011 by psikologikreativitasump

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kreativitas menurut Rogers (dalam Munandar, 1999) adalah:

a. Faktor internal individu

Faktor internal, yaitu faktor yang berasal dari dalam individu yang dapat mempengaruhi kreativitas, diantaranya :

1. Keterbukaan terhadap pengalaman dan rangsangan dari luar atau dalam individu. Keterbukaan terhadap pengalaman adalah kemampuan menerima segala sumber informasi dari pengalaman hidupnya sendiri dengan menerima apa adanya, tanpa ada usaha defense, tanpa kekakuan terhadap pengalaman-pengalaman tersebut. Dengan demikian individu kreatif adalah individu yang mampu menerima perbedaan

2. Evaluasi internal, yaitu kemampuan individu dalam menilai produk yang dihasilkan ciptaan seseorang ditentukan oleh dirinya sendiri, bukan karena kritik dan pujian dari orang lain. Walaupun demikian individu tidak tertutup dari kemungkinan masukan dan kritikan dari

orang lain.

3. Kemampuan untuk bermaian dan mengadakan eksplorasi terhadap unsur-unsur, bentuk-bentuk, konsep atau membentuk kombinasi baru dari hal-hal yang sudah ada sebelumnya.

b. Faktor eksternal (Lingkungan)

Faktor eksternal (lingkungan) yang dapat mempengaruhi kreativitas individu adalah lingkungan

(2)

dimiliki anggota masyarakat. Adanya kebudayaan creativogenic, yaitu kebudayaan yang memupuk dan mengembangkan kreativitas dalam masyarakat, antara lain :

(1) tersedianya sarana kebudayaan, misal ada peralatan, bahan dan media, (2) adanya keterbukaan terhadap rangsangan kebudayaan bagi semua lapisan masyarakat, (3) menekankan pada becoming dan tidak hanya being, artinya tidak menekankan pada kepentingan untuk masa sekarang melainkan berorientasi pada masa mendatang, (4) memberi kebebasan terhadap semua warga negara tanpa diskriminasi, terutama jenis kelamin, (5) adanya kebebasan setelah pengalamn tekanan dan tindakan keras, artinya setelah kemerdekaan diperoleh dan kebebasan dapat dinikmati, (6) keterbukaan terhadap rangsangan kebudayaan yang berbeda, (7) adanya toleransi terhadap pandangan yang berbeda,

(8)adanya interaksi antara individu yang berhasil, dan (9) adanya insentif dan penghargaan bagi hasil karya kreatif. Sedangkan lingkungan dalam arti sempit yaitu keluarga dan lembaga pendidikan. Di dalam lingkungan keluarga orang tua adalah pemegang otoritas, sehingga peranannya sangat menentukan pembentukan krativitas anak. Lingkungan pendidikan cukup besar pengaruhnya terhadap kemampuan berpikir anak didik untuk menghasilkan produk kreativitas, yaitu berasal dari pendidik.

Selain itu Hurlock (1993), mengatakan ada enam faktor yang menyebabkan munculnya variasi kreativitas yang dimiliki individu, yaitu:

1. Jenis kelamin

Anak laki-laki menunjukkan kreativitas yang lebih besar dari anak perempuan, terutama setelah berlalunya masa kanak-kanak. Untuk sebagian besar hal ini disebabkan oleh perbedaan perlakuan terhadap anak laki-laki dan anak perempuan. Anak laki-laki diberi kesempatan untuk mandiri, didesak oleh teman sebaya untuk lebih mengambil resiko dan didorong oleh para orangtua dan guru untuk lebih menunjukkan inisiatif dan orisinalitas.

2. Status sosioekonomi

Anak dari kelompok sosioekonomi yang lebih tinggi cenderung lebih kreatif dari anak kelompok yang lebih rendah. Lingkungan anak kelompok sosioekonomi yang lebih tinggi memberi lebih banyak kesempatan untuk memperoleh pengetahuan dan pengalaman yang diperlukan bagi kreativitas.

(3)

Anak dari berbgai urutan kelahiran menunjukkan tingkat kreativitas yang berbeda. Perbedaan ini lebih menekankan pada lingkungan daripada bawaan. Anak yang lahir ditengah, belakang dan anak tunggal mungkin memiliki kreativitas yang tinggi dari pada anak pertama. Umumnya anak yang lahir pertama lebih ditekan untuk menyesuaikan diri dengan harapan orangtua, tekanan ini lebih mendorong anak untuk menjadi anak yang penurut daripada pencipta.

4. Ukuran keluarga

Anak dari keluarga kecil bilamana kondisi lain sama cenderung lebih kreatif daripada anak dari keluarga besar. Dalam keluarga besar cara mendidik anak yang otoriter dan kondisi sosiekonomi kurang

menguntungkan mungkin lebih mempengaruhi dan menghalangi perkembangan kreativitas.

5. Lingkungan

Anak dari lingkungan kota cenderung lebih kreatif dari anak lingkungan pedesaan.

6. Intelegensi

Setiap anak yang lebih pandai menunjukkan kreativitas yang lebih besar daripada anak yang kurang pandai. Mereka mempunyai lebih banyak gagasan baru untuk menangani suasana sosial dan mampu merumuskan lebih banyak penyelesaian bagi konflik tersebut.

https://psikologikreativitasump.wordpress.com/2011/12/16/faktor-faktor-yang-mempengaruhi-kreativitas/

(4)

Intelegensi merupakan kemampuan yang dimiliki oleh setiap insan. Intelegensi ini sangat erat kaitannya dengan kehidupan manusia, keberhasilan, dan kesuksesan. Namun tingkat intelegensi yang dimiliki setiap orang pastilah berbeda. Ini dikarenakan bahwa intelegensi seseorang memang tergantung pada faktor-faktor yang membentuk intelegensi itu sendiri.Oleh karena itu kita perlu memahami tentang teori-teori intelegensi agar dapat meraih keberhasilan dan kesuksesan.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1.2.1. Apa pengertian Intelegensi?

1.2.2. Bagaimana tingkatan dari Intelegensi? 1.2.3. Apa saja macam-macam dari Intelegensi?

1.2.4. Faktor apa saja yang mempengaruhi Intelegensi Manusia? 1.2.5. Bagaimana cara pengukuran Intelegensi tersebut?

1.2.6. Bagaimana contoh kasus tentang Intelegensi? 1.3 TUJUAN

1.3.1. Mengetahui apa pengertian Intelegensi

1.3.2. Mengetahui tingkatan – tingkatan dari Intelegensi 1.3.3. Mengetahui macam – macam Intelegnsi

1.3.4.Mengetahui apa saja yang dapat mempengaruhi Intelegensi Manusia 1.3.5. Mengetahui cara pengukuran Intelegensi tersebut

1.3.6. Mengetahui contoh studi kasus mengenai Intelegensi

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Intelegensi

1. Pengertian Intelegensi secara Etimologi

Intelegensi berasal dari bahasa Inggris “Intelligence” yang juga berasal dari bahasa Latin yaitu “Intellectus dan Intelligentia” yang berarti kecerdasan, intelijen, atau keterangan-keterangan.[1] . Sedangkan dalam bahasa Indonesia sering diucapkan bahwa intélijen adalah orang yg bertugas mencari (meng-amat-amati) seseorang; dinas rahasia.

Teori tentang intelegensi pertama kali dikemukakan oleh Spearman dan Wynn Jones Pol pada tahun 1951. Spearman dan Wynn mengemukakan adanya konsep lama mengenai suatu kekuatan (power) yang dapat melengkapi akal pikiran manusia tunggal pengetahuan sejati. Kekuatan tersebut dalam bahasa Yunani disebut dengan “Nous” sedangkan penggunaan kekuatannya disebut “Noeseis”.

(5)

Intelegensi menurut John W Santrock adalah keahlian memecahkan masalah dan kemampuan untuk beradaptasi pada, dan belajar dari, pengalaman hidup sehari-hari.[2] Menurut David Wechsler , intelegensi adalah kemampuan untuk bertindak secara terarah, berpikir secara rasional, dan menghadapi lingkungannya secara efektif. Alferd Binet menyatakan intelegensi merupakan kemampuan yang diperoleh melalui keturunan, kemampuan yang diwariskan dan dimiliki sejak lahir dan tidak terlalu banyak dipengaruhi oleh lingkungan. Dalam batas-batas tertentu lingkungan turut berperan dalam pembentukan kemampuan intelegensi. Kemudian menurut William Stern, intelegensi merupakan kesanggupan untuk menyesuaikan diri kepada kebutuhan baru, dengan menggunakan alat-alat berfikir yang sesuai dengan tujuannya. Menurut dia inteligensi sebagian besar tergantung dengan dasar dan keturunan. Pendapat ini diperkuat oleh seorang ahli bernama Prof. Weterink (Mahaguru di Amsterdam) yang berpendapat, belum dapat dibuktikan bahwa intelegensi dapat diperbaiki atau dilatih. David Wechsler berpendapat, inteligensi adalah kemampuan untuk bertindak secara terarah, berpikir secara rasional, dan menghadapi lingkungannya secara efektif. Howard Gardner mendefinisikan Inteligensi sebagai kemampuan untuk memecahkan persoalan dan menghasilkan produk dalam suatu setting yang bermacam-macam dan dalam situasi yang nyata.

Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa intelegensi adalah suatu kemampuan mental ataupun rohani yang melibatkan proses berpikir secara rasional untuk meyesuaikan diri kepada situasi yang baru.

2.2 Tingkat-tingkat Intelegensi 1. Kecerdasan Binatang

Pada mulanya banyak orang berkeberatan digunakan istilah inteligensi pada binatang, karena mereka hanya mau menggunakan istilah itu pada manusia saja. Menurut hasil penyelidikan para ahli, ternyata bahwa kecerdasan itu bertingkat-tingkat.[3]

2. Kecerdasan Anak-anak

Yang dimaksudkan anak-anak di sini adalah anak-anak kecil lebih kurang umur 1 tahun dan belum dapat berbahasa. Kecerdasan anak-anak dipelajari terutama berdasarkan percobaan yang

telah dipraktekkan dalam menyelidiki kecerdasan binatang.

Usaha-usaha memperbandingkan perbuatan kera dengan anak-anak kecil membantu para ahli dalam mengadakan penyelidikan terhadap kecerdasan anak.

3. Kecerdasan Manusia

Sesudah anak dapat berbahasa tingkat kecerdasan anak lebih tinggi daripada kera. Tingkat kecerdasan mausia (bukan anak-anak) tidak sama dengan jera dan anak-anak. Beberapa hal yang merupakan ciri kecerdasan manusia antara lain:

a. Penggunaan Bahasa

Kemampuan berbahasa mempunyai faedah yang besar terhadap perkembangan pribadi.

i. Dengan bahasa, manusia dapat menyatakan isi jiwanya (fantasi, pendapat, perasaan dan sebagainya).

ii. Dengan bahasa, manusia dapat berhubungan dengan sesama, tingkat hubungannya selalu maju dan masalahnya selalu meningkat

iii. Dengan bahasa, manusia dapat membeberkan segala sesuatu, baik yang lalu, yang sedang dialami, dan yang belum terjadi, baik mengenai barang-barang yang konkret maupun hal-hal yang abstrak

(6)

Kata Bergson, perkakas adalah merupakan sifat terpenting daripada kecerdasan manusia, dengan kata lain: perkataan, perbuatan cerdas manusia dicirikan dengan bagaimana mendapatkan, bagaimana membuat dan bagaimana mempergunakan perkakas.

Perkakas adalah sifat, tetapi semua alat merupakan perkakas. Alat merupakan perantara antara makhluk yang berbuat atau objek yang diperbuat. Perkakas mempunyai fungsi yang sama, tetapi mempunyai pengertian yang lebih luas. Perkakas adalah objek yang telah dibuat/dibulatkan dan diubah sedemikian rupa sehingga dengan mudah dan dengan cara yang tepat dapat dipakai untuk mengatasi kesulitan atau mencapai suatu maksud.[4]

2.3 Macam-macam Intelegensi 1. Intelegensi Terikat dan Bebas.

Intelegensi terikat adalah intelegensi suatu makhluk yang bekerja dalam situasi-situasi pada lapangan pengamatan yang berhubungan langsung dengan kebutuhan vital yang harus segera dipuaskan. Misalnya intelegensi binatang dan anak-anak yang belum berbahasa.

Intelegensi bebas terdapat pada manusia yang berbudaya dan berbahasa. Dengan intelegensinya orang selalu ingin mengadakan perubahan-perubahan untuk mencapai suatu tujuan. Kalau tujuan sudah dapat dicapai, manusia ingin mencapai tujuan yang lebih tinggi dan lebih maju.

2. Intelegensi Menciptakan (Kreatif) dan Meniru (Eksekutif).

Intelegensi mencipta ialah kesanggupan menciptakan tujuan-tujuan baru dan mencari alat-alat yang sesuai guna mencapai tujuan itu. Intelegensi keatif menghasilkan pendapat-pendapat baru seperti : kereta api, radio, listrik dan kapal terbang.

Intelegensi meniru, yaitu kemampuan menggunakan dan mengikuti pikiran atau hasil penemuan orang lain, baik yang dibuat, diucapkan maupun yang di tulis.[5]

2.4 Faktor-faktor yang Menentukan Intelegensi Manusia

Para ahli belum sepenuhnya sependapat mengenai faktor-faktor apa saja yang terdapat dalam inteligensi itu sendiri. Sebuah pendapat mengatakan bahwa faktor yang menentukan intelegensi seseorang antara lain :

1. Pembawaan, yang ditentukan oleh sifat-sifat yang dibawa sejak lahir. 2. Hereditas, yang diperoleh seorang anak melalui keturunan atau nasab. 3. Kematangan, yang terutama ditentukan oleh umur.

4. Pembentukan, yaitu perkembangan yang diperoleh anak karena pengaruh milieu (lingkungan). [6]

Selain itu, gejala-gejala jiwa dan fungsi-fungsi jiwa sangatlah mempengaruhi tindakan intelegen seseorang. Misalnya :

a. Pengamatan, yakni kalau seseorang berada dalam satu situasi yang harus mengambil tindakan yang intelegen maka dia harus memiliki fungsi pengamatan yang baik.

b. Tanggapan dan Daya Ingatan, yakni bahwa seseorang yang memiliki tanggapan daya ingatan yang baik akan lebih mudah untuk memecahkan persoalan.

c. Fantasi, yakni seseorang yang kaya fantasi akan dapat melihat lebih banyak kemungkinan pemecahan masalah yang tidak terlihat oleh orang lain.

1) Berfikir

2) Kehendak dan Perasaan 3) Perhatian, dan

(7)

2.5 Pengukuran Intelegensi

Pada tahun 1904, Alfred Binet dan Theodor Simon, 2 orang psikolog asal Perancis merancang suatu alat evaluasi yang dapat dipakai untuk mengidentifikasi siswa-siswa yang memerlukan kelas-kelas khusus (anak-anak yang kurang pandai). Alat tes itu dinamakan Tes Binet-Simon. Seri tes dari Binet-Simon ini, pertamakali diberi nama : “Chelle Matrique de l’inteligence” atau skala pengukur kecerdasan. Tes binet-simon terdiri dari sekumpulan pertanyaan-pertanyaan yang telah dikelompok-kelompokkan menurut umur (untuk anak-anak umur 3-15 tahun). Pertanyaan-pertanyaaan itu sengaja dibuat mengenai segala sesuatu yang tidak berhubungan dengan pelajaran di sekolah. Seperti mengulang kalimat-kalimat yang pendek atau panjang, mengulang eretan angka-angka, memperbandingkan berat timbangan, menceriterakan isi gambar-gambar, menyebutkan nama bermacam macam warna, menyebut harga mata uang, dan sebagainya.

Dengan tes semacam inilah usia seseorang diukur atau ditentukan. Dari hasil tes itu ternyata tidak tentu bahwa usia kecerdasan itu sama dengan usia sebenarnya (usia kalender). Sehingga dengan demikian kita dapat melihat adanya perbedaan-perbedaan IQ (Inteligentie Quotient) pada tiap-tiap orang/anak. Test ini kemudian direvisi pada tahun 1911.

Tahun 1916, Lewis Terman, seorang psikolog dari Amerika mengadakan banyak perbaikan dari tes Binet-Simon. Sumbangan utamanya adalah menetapkan indeks numerik yang menyatakan kecerdasan sebagai rasio (perbandingan) antara mental age dan chronological age. Hasil perbaikan ini disebut Tes Stanford_Binet. Indeks seperti ini sebetulnya telah diperkenalkan oleh seorang psikolog Jerman yang bernama William Stern, yang kemudian dikenal dengan Intelligence Quotient atau IQ. Tes Stanford-Binet ini banyak digunakan untuk mengukur kecerdasan anak-anak sampai usia 13 tahun.

Salah satu reaksi atas tes Binet-Simon atau tes Stanford-Binet adalah bahwa tes itu terlalu umum. Seorang tokoh dalam bidang ini, Charles Sperrman mengemukakan bahwa inteligensi tidak hanya terdiri dari satu faktor yang umum saja (general factor), tetapi juga terdiri dari faktor-faktor yang lebih spesifik. Teori ini disebut Teori Faktor (Factor Theory of Intelligence). Alat tes yang dikembangkan menurut teori faktor ini adalah WAIS ( Wechsler Adult Intelligence Scale) untuk orang dewasa, dan WISC ( Wechsler Intelligence Scale for Children) untuk anak-anak.

Di samping alat-alat tes di atas, banyak dikembangkan alat tes dengan tujuan yang lebih spesifik, sesuai dengan tujuan dan kultur di mana alat tes tersebut dibuat.

2.6 Contoh Studi Kasus Tentang Intelensi

(8)

medali olimpiade yang dimenangkannya. Mulai olimpiade fisika, matematika maupun kimia. Maka tak heran, banyak yang memprediksi dan menaruh harapan besar bahwa Abdi nantinya akan menjadi ahli Teknik yang handal, ketika ia memilih Teknik menjadi jurusannya. Bahkan, jurusan teknik sipil ini sebenarnya adalah rekomendasi dari salah seorang guru fisika yang dekat dengannya “ Ia akan menjadi insyinyur yang sangat berbakat”, begitu kata gurunya. Maka Abdi pun memilih jurusan ini.

Namun, kenyataanya berbalik sempurna ketika ia masuk jurusan tersebut. Ia bukanlah Abdi siswa yang cemerlang, melainkan menjadi Abdi mahasiswa pemalas, tak ada semangat, dan terancam droup out. Yang anehnya, Abdi tampak sangat antusias jika ia mengutak-atik komputer. Pun ketika ia menjelajah di dunia Internet, ia sangat menikmatinya. Bahkan, sekarang ini Abdi menjadi operator di sebuah warnet terbesar di kotanya, suatu pekerjaan yang sangat bertolak belakang dengan kuliahnya. Apa yang terjadi? Apakah pelajarannya terlalu rumit untuk Abdi yang cerdas atau Abdi telah menjadi mahasiswa salah jurusan?

Jawab :

Dalam kasus Abdi ada beberapa hal yang menjadi penyebab atau akar dari masalahnya. Beberapa hal itu adalah bakat, minat dan kepribadian dari Abdi. Kita bisa melihat bahwa Abdi sebenarnya memilki potensi yang besar untuk meraih kesuksesannya. Potensi itu adalah kecerdasannya yang terbukti dari prestasi-prestasi akademik yang diperolehnya. Jika memakai istilah ekonomi, Abdi telah memilki “modal” yang cukup untuk masa depannya. Pun ketika kita melihat sekilas, Abdi telah memilki bakat yang menonjol dalam bidang eksakta. Banyak alternatif yang membutuhkan bakat dalam bidang tersebut, antara lain kedokteran, teknik, MIPA dan lain sebagainya. Termasuk teknik sipil yang sedang digelutinya saat ini. Namun, “gagal”adalah kata yang cocok untuk melaporkan hasil studinya. Apakah Abdi tidak memiliki bakat? Sepertinya ia punya bakat yang dibutuhkan dalam studinya, tapi ada satu hal penting yang harus ada dalam semua pekerjaan atau aktivitas apapun, yakni kemauan atau bahasa lainnya adalah minat.

Bakat menurut ahli dalam kamus Bahasa Indonesia (Yardianto, 1997) diartikan sebagai dasar (kepandaian, sifat, dan pembawaan) yang dibawa sejak lahir. Bakat atau kemampuankhusus merupakan potensi yang dimiliki individu yang harus digali agar dapat diaplikasikan dengan tepat sesuai bidangnya. Bakat menurut DR Saparinah Sadli adalah yang dalam teori psikologi disebut aptitude. Bakat adalah sebuah faktor bawaan yang berupa potensi, yang aktualisasinya membutuhkan interaksi dengan faktor-faktor dalam lingkungan (Wulyo, 1990). Farida (1998) menuliskan beeberapa pendapat ahli tentang mengertian bakat antara lain :

1. Werren dalam bukunya Dictionary of Psychology mengatakan bahwa bakat (aptitude)

dapat didefinisikan sebagai suatu kondisi atau disposisi-disposisi tertentu yang menggejala pada kecakapanseseorang untuk memperoleh denganmelalui latihan satu atau beberapa pengetahuan keahlian atau respon.

2. Crow and Crow dalam bukunya General Psychology mengatakan bahwa bakat (aptitude)

adalah suatu kualitas yang nampak dalam tingkah laku manusia pada suatu lapangan keahlian tertentu.

3. Morgan mengatakan bakat (aptitude) adalah kemampuan khusus yang dibutuhkan dalam

(9)

Menurut Dr. Saparinah Sadli, bakat adalah apa yang dalam teori psikologi disebut aptitude. Bakat adalah faktor bawaan yang berupa potensi, yang aktualisasinya membutuhkan interaksi dengan faktor-faktor dalam lingkungan (Intelegensi Bakat dan test IQ oleh Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, PT Favorit Press, Jakarta, 1986, hal.18). Dari pengertian ini kita dapat menarik kesimpulan bahwa bakat itu, pertama, merupakan sesuatu yang masih terpendam. Kedua, bakat akan sangat membantu bila mendapat latihan yang cukup.

Sementara minat adalah fungsi jiwa untuk dapat mencapai sesuatu. Minat merupakan kekuatan dari dalam dan tampak dari luar sebagai gerak-gerik. Dalam menjalankan fungsi minat berhubungan erat dengan pikiran dan perasaan.

Manusia memberi corak dan menentukan, sesudah memilih dan mengambil keputusan. Perbuatan minat memilih dan mengambil keputusan disebut keputusan kata hati. Adapun proses minat terdiri dari:

1. Motif (alasan, dasar, pendorong).

2. Perjuangan motif. Sebelum mengambil keputusan pada batin terdapat beberapa motif

yang bersifat luhur dan rendah dan di sini harus dipilih.

3. Keputusan. Saat yang penting yang berisi pemilihan antara motif-motif yang ada dan

meninggalkan kemungkinan yang lain, sebab tak mungkin seseorang mempunyai macam-macam keinginan pada waktu yang sama.

4. Bertindak sesuai dengan keputusan yang diambil.

Keputusan kata hati merupakan perbuatan kemampuan untuk memilih dan mengambil keputusan dengan ciri-ciri: mempertahankan seluruh kepribadiannya, sifatnya irrasional, berlaku perseorangan dan pada suatu situasi dan timbulnya dari lubuk hati (Purwanto, 1998).

Dalam kamus Bahasa Indonesia, Minat diartikan dengan kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu, gairah, dan keinginan (Yardianto, 1997). Perasaan senang dan tidak senang merupakan dasar dari suatu minat. Minat seseorang dapat diketahui dari pernyatan senang dan tidak senang terhadap objek tertentu. Antara minat dan perhatian pada umumnya dianggap sama. Tetapi pada prakteknya selalu bergandengan satu sama yang lainnya. Pada kenyataannya jika seseorang tertarik pada sesuatu maka dimulai dengan adanya minat terhadap sesuatutersebut. Jadi minat mendahului perhatian, karena minat merupakan sikap jiwa seseorang, sedangkan perhatian merupakan keaktifan jiwa yang diarahkan kepada sesuatu objek. Jadi antara minat dan perhatian merupakan komponen yang kuat dalam praktek karena apa yang menjadi minat dapat menyebabkan adanya perhatian dan apa yang menyebabkan perhatian tertentu disertai dengan minat.

Farida (1998) menuliskan beeberapa pendapat ahli tentang mengertian minat antara lain :

1. Jersild dan Tasch menekankan bahwa Minat (interest) adalah hal yang menyangkut

aktivitas-aktivitas yang dipilih yang dipilih secara bebas oleh individu.

2. Doylers Fryer mendifinisikan minat sebagai suatu sikap atau perasaan yang positif

terhadap suatu aktivitas orang, pengalaman, atau benda.

3. Cony Semiawan menengatakan minat sebagai suatu keadaan mental yang menghasilkan

respon terarah kepada suatu situasi atau objek tertentu yang menyenangkan dan memberikan kepuasan kepadanya .

4. Menurut Abu Ahmadi, minat adalah sikap jiwa orang seorang termasuk tiga fungsi

(10)

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan minat adalah sesuatu yang digemari atau yang disenangi oleh seseorang terhadap terhadap sesuatu atau fungsi jiwa untuk dapat mencapai sesuatu.

Bakat dan minat merupakan komponen yang tak bisa dipisahkan karena kedua komponen ini jika terpisah maka tidak akan menjamin keberhasilan individu. Seseorang bisa saja mempunyai minat yang besar terhadap sesuatu tetapi jika tidak diimbangi bakat yang ada maka keberhasilan tidak akan menjamin seseorang tersebut. Begitu pula sebaiknya jika seseorang memiliki bakat yang besar tetapi tidak didasari oleh minat yang kuat maka hal itu juga tidak akan menjamin keberhasilannya.

Akan tetapi minat itu sendiri bukan jaminan mutlak untuk berhasil dan begitu juga bakat yang besar bukan satu-satunya kondisi yang dapat menjamin berhasil dalam sesuatu pekerjaan.Pilihan-pilihan yang berdasarkan pada minat semata-mata dan tanpa didukung oleh kecerdasan maupun bakat dapat menimbulkan kekecewaan.

Dari beberapa teori-teori dan pendapat tentang Bakat dan Minat, maka kita dapat menganalisis bahwa Abdi mungkin memang punya bakat di bidang sains, tapi bukan berarti ia dapat berhasil dalam semua bidang sains. Karena ternyata untuk berhasil tidak cukup dengan modal berbakat, tapi juga harus punya kemauan atau minat. Namun, jika hanya memiliki niat pun tak cukup untuk meraih keberhasilan. Intinya, bakat dan minat harus dipadukan dengan baik atau berjalan beriringan. Hanya ada satu tanpa ada yang lain, tak akan cukup membuat siapa saja berhasil, termasuk Abdi. Meskipun dia memilki otak yang encer, Abdi harus melihat dan memilih apa yang menjadi daya tarik dan minat untuk masa depannya. Abdi yang memiliki minat dalam bidang komputer dan informatika, tidak berada dalam wadah yang tepat, akibatnya ia melenceng dari tempat yng dipilihnya, yakni Teknik Sipil.

Referensi

Dokumen terkait

Kesulitan Komunikasi yang Dihadapi oleh Siswa Remaja. Tunarungu

Kajian isi untuk mengungkap analisis ajaran moral dan etika yang khususnya berlaku pada masyarakat Jawa yang terkandung dalam teks Sêkar Sukèngtyas.. Simpulan

Penelitian berawal dari adanya perbedaan bahasa isyarat (SIBI) yang telah dibakukan oleh pemerintah dengan bahasa isyarat Bisindo yang digunakan oleh siswa remaja tunarungu

Walaupun kami berjaya menjual produk yang boleh dikira agak banyak, tetapi kami masih perlu mencari alternatif lain untuk menarik minat pelanggan agar mereka membeli produk kami

[r]

Skripsi yang berjudul Implementasi Program LARASITA (Layanan Rakyat Untuk Sertifikat Tanah) di Kantor Pertanahan Kabupaten Karanganyar ini disusun sebagai salah satu

Accordingly, Liebner (2005) assumed that the one of essential element in indigenous life is navigational practice, which is a concept of a spatial orientation.

Hampir semua jenis barang yang dihasilkan oleh perusahaan selalu mengalami kekunoan atau keusangan dan harus di ganti dengan barang yang baru. Dalam tahap ini,