SOSIALISASI INFORMASI
DASAR, KTHIV DAN TERAPI ARV
Dr. Aris Nurzamzami
Epidemi
Meluas : 1% ibu hamil
Darah
Sel darah putih
Sel darah merah
Sel pembeku darah
Limfosit
Sel darah putih lainnya
Sel B
Sel T
cairan
sperma
darah
HIV didapatkan di
cairan vagina
Efektifitas penularan HIV
Melalui tranfusi darah (90%)
Jarum suntik terkontaminasi (0,3%) Hubungan seksual (0,03 – 5,6%)
8
Prinsip penularan HIV
E = EXIT
.
Virus harus keluar tubuh manusia yang terinfeksi
S = SURVIVE
.
Virus harus dapat survive atau bertahan hidup
S = SUFFICIENT
..
Jumlahnya harus cukup agar dapat menginfeksi
E = ENTER..
HIV tidak menular melalui
Gigitan nyamuk Berciuman pipi
Hidup satu rumah dengan Odha Pemakaian kamar mandi bersama Kolam renang
PERJALANAN INFEKSI HIV
Bulan….. Tahun sesudah terinfeksi HIV
Masa tanpa gejala pada HIV lamanya 3-10 tahun
Masa tanpa gejala akan memendek bila viral load pada titik
keseimbangan (set point) tinggi
Setelah masa tanpa gejala akan timbul gejala pendahuluan yang
kemudian diikuti oleh infeksi oportunistik
Dengan adanya IO maka perjalanan penyakit telah memasuki
Window period (masa jendela)
Bila seseorang tertular HIV, selama kurang lebih 4-12 minggu pasca
Stadium klinis HIV
Stadium klinis HIV
Diagnosis pada Dewasa
Sebaiknya berdasarkan hasil lab dan klinik
Tidak semua tempat memiliki sarana lab
Diagnosis berdasarkan gejala dapat
Stadium klinis HIV dewasa (WHO)
Stadium Klinis 1
Asimptomatis
Stadium Klinis 2
•
Berat badan menurun <10% dari BB semula
•
Kelainan kulit dan mukosa ringan seperti
dermatitis seboroik,
papular pruritic eruption
(PPE),
infeksi jamur kuku, ulkus oral yang rekuren,
cheilitis angularis,
•
Herpes zoster dalam 5 tahun terakhir
•
Infeksi saluran napas bagian atas seperti
Stadium Klinis 3
Berat badan menurun >10% dari BB semula
Diare kronis yang tidak diketahui penyebabnya
berlangsung > 1 bulan
Demam tanpa sebab yang jelas yang (intermiten atau
konstan) > 1 bulan
Kandidiasis Oral (thrush)
Oral Hairy leukoplakia
TB paru, dalam 1 tahun terakhir
Infeksi bakteri berat (pnemonia, pyomiositis)
Angiomatosis basiler
Stadium Klinis 4
•
HIV
wasting syndrome
(BB turun 10% + diare kronik
> 1 bln atau demam >1 bln yg tdk disebabkan peny lain)
•
Pneumonia
Pneumocystis (PCP)
•
Toksoplasmosis pada otak
•
Kriptosporidosis, Isosporiasis, Microsporidiosis dgn
diare >1 bulan
•
Kriptokokosis, ekstra paru
•
Cytomegalovirus (CMV) pada 1 organ selain hati, limpa,
kelenjar getah bening (mis: retinitis)
•
Herpes simplex virus (HSV) mukokutaneus > 1 bulan,
•
Progressive multifocal leucoenphalopathy
(PML)
•
Mikosis disseminata (histoplasmosis, koksidioidomikosis,
Stadium Klinis 4
(lanjutan)•
Kandidiasis esofagus, trakea, bronkus atau paru
•
Mikobakteriosis atipik disseminata atau di paru
•
Septikemi Salmonella non-tifoid
•
TB ekstra paru
•
Limfoma
•
Sarkoma Kaposi
•
Ensefalopati HIV (Gangguan dan/atau disfungsi motorik yg
Konseling dan Tes HIV
Terdapat dua macam pendekatan untuk tes HIV
1) Konseling dan tes HIV sukarela (KTS-VCT = Voluntary Counseling & Testing)
2) Tes HIV dan konseling atas inisiatif petugas kesehatan (KTIP –
KTIP merupakan kebijakan pemerintah untuk dilaksanakan di layanan
kesehatan yang berarti semua petugas kesehatan harus
Prinsip Tes HIV
5C
Consent
Confidentiality Counselling
Correct test results
PENTINGNYA PMTCT = PPIA
Data terakhir ibu rumah tangga adalah penderita AIDS nomor 1 Sebagian ODHA perempuan adalah usia subur
90% terjadi penularan saat perinatal Anak akan menjadi yatim piatu
KESEHATAN REPRODUKSI PADA WANITA DGN HIV
Cegah wanita jangan terinfeksi HIV
Cegah kehamilan tak direncanakan pada wanita dgn HIV Cegah transmisi infeksi HIV ke janin/ bayi
Pedoman Terapi ( ringkasan)
Pemberian Kotrimoksasol Diberikan pada semua pasien dengan stadium klinis 2, 3 dan 4
atau jumlah CD4 < 200 sel/mm3
Berikan dua minggu sebelum mulai terapi ARV untuk memastikan tidak ada efek samping
yang tumpang tindih antara Kotrimoksasol dan obat ARV
Saat Memulai terapi ARV ODHA dengan CD4 < 350 sel/mm3, terlepas ada tidaknya
gejala klinis.
ODHA dengan gejala klinis yang berat (Stadium klinis 3 atau 4) berapapun jumlah CD4nya.
Jenis obat ARV Lini Pertama Terapi Lini Pertama harus berisi 2 NRTI + 1NNRTI , dengan
pilihan:
AZT + 3TC + NVP AZT + 3TC + EFV
TDF + 3TC (atau FTC) + NVP TDF + 3TC (atau FTC) + EFV
Pemerintah akan mengurangi penggunaan (phasing out) Stavudin (d4T) sebagai paduan lini
Jenis obat ARV Lini Kedua Terapi lini kedua harus memakai Protease Inhibitor (PI)
yang diperkuat oleh Ritonavir (ritonavir-boosted) ditambah 2 NRTI, dengan pemilihan Zidovudine (AZT) atau Tenofovir (TDF) tergantung dari apa yang digunakan pada lini pertama dan 3TC.
PI yang ada di Indonesia dan dianjurkan digunakan adalah Lopinavir/ritonavir (LPV/r) Pemantauan Laboratoris ODHA perlu mempunyai akses pemeriksaan CD4 untuk
rawatan pra-terapi ARV dan manajemen terapi ARV yang lebih optimum.
Koinfeksi HIV/TB Berapapun jumlah CD4nya, pasien dengan
koinfeksi HIV dan TB harus memulai terapi ARV sesegera setelah
terapi OAT dapat ditoleransi dan keadaan stabil (2 - 8 minggu setelah mulai OAT)
Koinfeksi HIV/HBV Berapapun jumlah CD4nya atau stadium
klinisnya, ODHA yang memerlukan terapi untuk infeksi HBV perlu memulai terapi ARV.
Paduan ARV untuk keadaan ini menggunakan Tenofovir (TDF) dan
Lamivudine (3TC) atau Emtricitabine (FTC)
Ibu Hamil Mulai terapi ARV pada semua ibu hamil terinfeksi HIV,
apapun stadium klinisnya atau berapapun jumlah CD4.
Dukungan, perawatan, dan
pengobatan HIV
Titik awal CST adalah konseling dan tes HIV sukarela (VCT)
Tes membantu penasun waspada akan resiko sehingga menerapkan
perilaku yang lebih aman
Dukungan, perawatan, dan
pengobatan HIV
Continuum of care yang spesifik dibutuhkan (dari mulai pencegahan
infeksi oportunistik hingga dukungan sosial)
Melibatkan institusi dan layanan yang ada maupun baru (dari rumah
sakit hingga kelompok dukungan)
Sistem yang menyeluruh, dihubungkan oleh rencana penyelesaian