commit to user
i
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA ANAK DI
INDONESIA (KAJIAN KRITIS TERHADAP HAK ANAK DI
INDONESIA)
Penulisan Hukum
(Skripsi)
Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan Guna
Memperoleh Derajat Sarjana S1 Dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh :
QONITAH
NIM. E 0007186
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
ii
commit to user
commit to user
iv
PERNYATAAN
Nama : Qonitah
NIM : E.0007186
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Penulisan hukum (skripsi) berjudul :
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA ANAK DI
INDONESIA (KAJIAN KRITIS TERHADAP HAK ANAK DI INDONESIA)
adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam Penulisan
hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.
Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia
menerima sanksi akademik berupa pencabutan Penulisan hukum (skripsi) dan
gelar yang saya peroleh dari Penulisan hukum (skripsi) ini.
Surakarta, Juli 2011
yang membuat pernyataan
QONITAH
commit to user
v ABSTRAK
QONITAH. E0007186. PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP
PEKERJA ANAK DI INDONESIA (KAJIAN KRITIS TERHADAP HAK ANAK DI INDONESIA). Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penelitian hukum ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana perlindungan hukum terhadap pekerja anak di Indonesia dan untuk mengetahui apakah peraturan-peraturan tersebut sudah memenuhi hak-hak anak di Indonesia.
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif bersifat preskriptif untuk menelaah isu hukum dengan pendekatan perundang-undangan, khususnya Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Adapun penulisan hukum ini menggunakan jenis bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier sebagai bahan pengkajian dengan teknik pengumpulan bahan hukum studi dokumen atau bahan pustaka baik dari media cetak maupun elektonik (internet). Selanjutnya bahan hukum tersebut dianalisis dengan metode silogisme deduktif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan disimpulkan bahwa Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak telah mengatur hak-hak anak secara menyeluruh. Pemerintah telah mengesahkan konvensi-konvensi ILO mengenai usia minimum bagi anak untuk bekerja dan penghapusan pekerjaan-pekerjaan terburuk bagi anak. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan juga telah mengatur mengenai pekerja anak dengan batasan dan ketentuan tertentu. Upaya perlindungan ini terus dilakukan oleh pemerintah bekerja sama dengan lembaga sosial dan masyarakat. Hanya saja pelaksanaan perlindungan hak-hak pekerja anak masih mendapat kendala baik dari pengusaha, keluarga, masyarakat maupun peraturan itu sendiri. Undang-Undang 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan hanya mengatur hak-hak bagi pekerja yang bekerja di sektor formal dan tidak memasukkan pembantu rumah tangga sebagai jenis pekerjaan, padahal kebanyakan anak-anak bekerja di sektor informal dan pembantu rumah tangga anak sehingga hak-hak pekerja anak belum sepenuhnya terpenuhi. Kendala pada umumnya disebabkan masih banyaknya masyarakat yang berada dalam kondisi ekonomi lemah, kurangnya kesadaran orang tua dan masyarakat akan pentingnya pendidikan bagi anak dan kurangnya kesadaran pengusaha untuk tidak mempekerjakan anak di pekerjaan-pekerjaan terburuk.
commit to user
vi ABSTRACT
QONITAH. E0007186. LEGAL PROTECTION ON CHILD LABOUR IN INDONESIA (CRITICAL STUDY OF CHILDREN’S RIGHTS IN INDONESIA). Faculty of Law University Of Sebelas Maret Surakarta.
This legal research aims to find out how the legal protection of child labour in Indonesia and to determine whether the regulations are already fulfilling children's rights in Indonesia.
This research is a prescriptive normative legal research to examine the legal issues with the approach of legislation, particularly Act Number 13 of 2003 concerning Employment and Act Number 23 of 2002 concerning Child Protection. As for the writing of this law using the material type of primary law, secondary legal materials and legal materials as a material assessment by tertiary engineering studies document the collection of legal materials or library materials from both print and electronic media (internet). Further legal material was analyzed by the method of deductive syllogism.
Based on the results of research and discussion concluded that Act Number 23 of 2002 concerning Child Protection has set up children's rights as a whole. The government has ratified ILO conventions on minimum age for children to work and the elimination of the worst forms of child labour. Act 13 of 2003 concerning Employment has also been set up with restrictions on child labour and specific provisions. Protective measures undertaken by the government continues to cooperate with social agencies and the community. However, the implementation of the protection of the child labour’s rights still get a good constraint of the entrepreneur, family, society and the rules. Act 13 of 2003 concerning Employment only regulate the rights of labourer who employed in the formal sector and do not include domestic servants as the type of work, but actually most children work in the informal sector and domestic rights of the child so that child labour not being fully met. Constraints are generally caused still many people who are in a weak economic conditions, lack of awareness of parents and communities about the importance of education for children and lack of awareness of employers not to employ children in the worst jobs.
commit to user
vii MOTTO
“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.”
(QS. Al am Nasyrah : 5-6)
“Kaya bukan berarti memiliki banyak uang, tetapi memiliki sesuatu yang tidak bisa dibeli dengan uang.”
commit to user
viii
PERSEMBAHAN
Ku persembahkan skripsi ini untuk :
v
Allah SWT , dzat dimana semua dalam
genggamannya
v
Rosulullah SAW, sebagai panutan
umat manusia
v
Ayah dan Ibu tercinta
v
Adik-adikku tersayang
v
Gopala Valentara Perhimpunan
Mahasiswa Pecinta Alam Fakultas
Hukum UNS
commit to user
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan
penulisan hukum/skripsi yang berjudul “Perlindungan Hukum Terhadap
Pekerja Anak Di Indonesia (Kajian Kritis Terhadap Hak Anak di
Indonesia)”.
Penulis menyadari bahwa keberhasilan penyusunan skripsi ini tidak
terlepas dari bantuan berbagai pihak baik langsung maupun tidak langsung. Pada
kesempatan ini Penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih sebesar-besarnya
kepada Ibu Dr. I. Gusti Ayu Ketut Rackhmi H, S.H., M.M., selaku dosen
pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan yang terbaik bagi
Penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah
mendukung, memberikan kritik, saran, bantuan serta arahan kepada Penulis,
sehingga penulisan hukum ini dapat terselesaikan. Ungkapan terima kasih tersebut
secara khusus Penulis sampaikan kepada:
1. Ibu Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Bapak Pius Triwahyudi, S.H., M.Si selaku Ketua Bagian Hukum Administrasi
Negara Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Bapak Mohammad Adnan, S.H., M.Hum selaku Pembimbing Akademik yang
telah membimbing dan mengarahkan Penulis selama masa studi.
4. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta,
terima kasih untuk semua ilmu yang diberikan kepada Penulis.
5. Staf Tata Usaha, Staf Pendidikan, Staf Kemahasiswaan, Staf Perpustakaan,
dan segenap karyawan-karyawati Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
6. Ayahanda Moch. Naser Falah dan Ibunda Roudhotul Djannah yang senantiasa
memberikan cinta dan kasih sayang, membimbing, memberi dukungan baik
moril maupun spirituil, memberi masukan dan dorongan serta memanjatkan
commit to user
x
7. Adik-adik Penulis, Moch. Sidqul Ahdi, Ati Umniyaty dan Ayu Chasanah yang
tak pernah bosan memanjatkan doa, memberi dukungan dan motivasi yang
baik serta kasih sayang yang tiada henti.
8. Keluarga besar H. Maksum Oemar dan Keluarga besar Asrori Achmad yang
telah memberikan dorongan, doa dan masukan sehingga Penulis dapat
menyelesaikan Skripsi ini.
9. Teman-teman lantai I Wisma Kiki, Ninik, Rosi, Kiki, Shinta, Isni, Siwi, Vivin
yang senantiasa memberikan keramaian, keceriaan dan persahabatan dalam
hangatnya.
10. Keluarga Besar Gopala Valentara PMPA FH UNS, khususnya saudara
seperjuangan Diklatsar XXIV serta kakak-kakak dan adik-adik Penulis yang
telah memberikan keluarga baru dengan segudang ilmu dan pengalaman
berharga.
11. Keluarga Besar LPM Novum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret,
serta adik-adik yang telah memberikan waktu untuk bersama-sama berkarya
dan meneteskan kata lewat pena. Sepatah kebenaran nurani keadilan!
12. Agus Hari Wibowo, terima kasih telah mendampingiku dan menjadi
penyemangatku.
13. Untuk semua pihak yang tak dapat disebutkan satu persatu yang telah
membantu Penulis selama ini, terima kasih semuanya.
Akhir kata Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam
penulisan hukum ini, baik dalam kalimat maupun isinya karena memang tidak ada
yang sempurna. Oleh karena itu Penulis mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun untuk menyempurnakan penulisan hukum ini. Semoga
penulisan hukum ini dapat berguna bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan
semua pihak yang membutuhkannya.
Surakarta, Juli 2011
Penulis,
commit to user
xi DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ... iii
HALAMAN PERNYATAAN ... iv
F. Sistematika Penulisan Hukum ... 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 13
A. Kerangka Teori ... 13
1. Tinjauan Umum tentang Perlindungan Hukum... . 13
a. Pengertian Hukum... 13
b. Pengertian Perlindungan Hukum ... 14
c. Perlindungan Hukum Pekerja Anak ... 15
2. Tinjauan Umum tentang Pekerja Anak ... 16
a. Pengertian Anak ... 16
b. Pengertian Anak yang Bekerja dan Pekerja Anak ... 18
c. Bentuk-Bentuk Pekerjaan Anak ... 20
3. Tinjauan Umum tentang Hak-hak Anak di Indonesia ... 24
a. Undang-Undang Dasar 1945 ... 24
b. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak ... 24
c. Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 ... 25
d. Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak ... 29
B. Kerangka Pemikiran ... 30
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 32
A. Perlindungan Hukum terhadap Pekerja Anak di Indonesia .... 32
commit to user
xii
2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1999 tentang Pengesahan Konvensi ILO No. 138 mengenai Usia
Minimum untuk Diperbolehkan Bekerja ... 40
3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Pengesahan Konvensi ILO No. 182 mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak ... 44
4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak ... 52
5. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan ... 58
B. Efektivitas Perlindungan Hukum terhadap Pekerja Anak dalam Memenuhi Hak-Hak Anak sebagai Pekerja ... 63
a. Perlindungan Hukum Hak-hak Pekerja Anak Berdasarkan Substansi Hukum ... 67
b. Perlindungan Hukum Hak-hak Pekerja Anak Berdasarkan Struktur Hukum... 73
c. Perlindungan Hukum Hak-hak Pekerja Anak Berdasarkan Budaya Hukum ... 78
BAB IV PENUTUP ... 86
A. Simpulan ... 86
B. Saran... 87 DAFTAR PUSTAKA
commit to user
xiii
DAFTAR BAGAN
commit to user
xiv
DAFTAR TABEL
commit to user
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kemiskinan masih selalu menjadi polemik di berbagai negara, tak
terkecuali Indonesia. Sejak krisis moneter yang menimpa Indonesia pada tahun
1997 lalu, angka kemiskinan di negara Indonesia semakin meningkat. Beberapa
pekerja terpaksa dikenai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) oleh perusahaan
tempat mereka bekerja. Akibatnya, sebagian penduduk kehilangan sumber
pendapatannya.
Setiap manusia mempunyai kebutuhan yang beraneka ragam untuk
menjamin kehidupan. Untuk memenuhi kebutuhannya tersebut, manusia dituntut
untuk bekerja demi memperoleh penghasilan. Kondisi krisis moneter yang
berkepanjangan mengakibatkan minimnya lowongan kerja pada
perusahaan-perusahaan atau instansi-instansi tertentu.
Di era globalisasi saat ini, persaingan usaha tidak dapat lagi dihindari.
Sebagian orang yang memiliki keahlian, keterampilan dan kemauan yang keras
mampu menciptakan lapangan pekerjaan sendiri. Namun, beberapa orang yang
masih bergantung pada orang lain banyak yang menjadi pengangguran.
Akibatnya, jumlah keluarga miskin semakin meningkat. Salah satu upaya keluarga
untuk memenuhi kebutuhannya adalah memanfaatkan tenaga kerja yang ada
dalam keluarga. Akibatnya, banyak orang tua yang terpaksa melepaskan anaknya
untuk bekerja demi membantu meningkatkan perekonomian keluarga. Hal ini
berdampak langsung pada meningkatnya jumlah pekerja anak di Indonesia.
Pada dasarnya setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk bekerja
dan memperoleh pekerjaan, dan berhak memperoleh perlakuan yang sama tanpa
diskriminasi, seperti yang tertuang dalam Pasal 28D ayat (2) Undang-Undang
Dasar 1945 Amandemen II yang berbunyi: “Setiap orang berhak untuk bekerja
serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan
commit to user
Namun, dalam Pasal 68 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan jelas disebutkan bahwa pengusaha dilarang mempekerjakan
anak. Hanya saja terdapat pengecualian pada Pasal 69 ayat (1) yaitu bagi anak
yang berumur antara 13 (tiga belas) tahun sampai dengan 15 (lima belas) tahun
untuk melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak mengganggu perkembangan
dan kesehatan fisik, mental, dan sosial. Sedangkan kategori anak berdasarkan
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah setiap
orang yang berumur di bawah 18 (delapan belas) tahun.
Batas minimal usia anak boleh bekerja sebenarnya mengacu pada hak asasi
manusia seorang anak. Anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha
Esa yang di dalam dirinya melekat hak dasar atau hak asasi manusia sejak lahir.
Anak yang menjadi tunas bangsa dengan segudang potensi ini kelak akan menjadi
generasi muda sebagai penerus cita-cita bangsa dan negara. Oleh karena itu,
hak-hak dasar anak harus terpenuhi dengan baik demi terwujudnya cita-cita tersebut.
Salah satu bentuk hak dasar anak adalah hak untuk tumbuh kembang secara
optimal baik fisik, mental, spiritual, sosial maupun intelektual.
Timbulnya pekerja anak merupakan bentuk pengabaian terhadap hak anak,
karena pada saat bersamaan telah terjadi penelantaran hak-hak yang harus
diperoleh seorang anak. Mulai dari hak memperoleh kehidupan yang layak,
pendidikan, waktu bermain, kesehatan dan lain-lain. Kondisi seperti ini
menjadikan pekerja anak patut untuk diberikan perlindungan khusus.
Perlindungan khusus ini memerlukan penanganan yang serius dari keluarga,
masyarakat, kelompok terkait, dan pemerintah sebagai pembuat kebijakan.
Perlindungan anak dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak adalah segala kegiatan untuk menjamin
dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan
berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan,
serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Sedangkan
Perlindungan Khusus menurut Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak yaitu Perlindungan yang diberikan
commit to user
kelompok minoritas dan terisolasi, anak dieksploitasi secara ekonomi atau
seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan
narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya, dan lain-lain.
Perlindungan anak harus dilakukan sedini mungkin, yakni sejak menjadi
janin, karena sejak itu pula hak asasi manusia telah melekat pada dirinya. Peran
orang tua dalam upaya perlindungan anak ini sangat penting mengingat tumbuh
kembang anak pertama kali berada di lingkungan keluarga.
Di dalam Bagian I Pasal 2 Konvensi Hak-Hak Anak menyebutkan,
“States parties shall respect and ensure the rights set forth in the present convention to each child within their juridiction without discrimination of any kind, irrespective of the child’s or his or her parent’s or legal guardian’s race, colour, sex, languange, religion, political or other opinion, national, ethnic or social origin, property, disability, birth or other status.”(Negara anggota harus merespon dan menjamin secara permanen hak-hak pada konvensi ini untuk tiap anak dengan yurisdiksi mereka tanpa diskriminasi apapun, tanpa melihat orang tuanya atau perlindungan hukum ras, warna, jenis kelamin, bahasa, agama, politik atau pendapat lain, nasional, etnik atau budaya asli, kepemilikan, ketidakmampuan, kelahiran atau status lain).
Pada kenyataannya, tidak semua anak memperoleh jaminan untuk tumbuh
kembang secara optimal, terlebih pada anak-anak yang orang tuanya tidak mampu
secara ekonomi sehingga mereka harus bekerja demi membantu orangtuanya
mencari nafkah.
Sebenarnya tidak hanya kemiskinan yang menjadi faktor timbulnya pekerja
anak. Gagalnya sistem pendidikan di beberapa daerah juga berpengaruh.
Terkadang sekolah meminta bayaran uang melebihi kemampuan orang tua murid.
Kalaupun ada sekolah gratis, kurikulum yang dipakai tidak tepat dan kualitas
kurang baik. Sehingga orang tua berpendapat bahwa anak mereka lebih baik
bekerja dan mempelajari keterampilan praktis karena dinilai lebih berguna bagi
masa depan.
Pada dasarnya, bekerja bagi seorang anak dapat menimbulkan dampak
positif apabila dilakukan dalam rangka pengenalan dan persiapan menuju dunia
kerja orang dewasa. Sebaliknya, dampak negatif timbul apabila pekerjaan tersebut
dapat membawa pengaruh buruk dalam tumbuh kembang anak baik fisik, mental,
commit to user
Dampak lain dari semakin meningkatnya pekerja anak adalah berkurangnya
kesempatan kerja bagi orang dewasa. Apalagi jika hasil produktivitas pekerja
dewasa dinilai hampir sama dengan pekerja anak, maka tak heran apabila
beberapa pengusaha lebih memilih mempekerjakan anak. Selain upah yang harus
diberikan kepada pekerja anak relatif lebih rendah, anak-anak juga cenderung
tidak menuntut karena rata-rata mereka tidak memahami hak seorang pekerja.
Perilaku pengusaha ini tentu saja sudah mengarah pada tindakan eksploitasi anak.
Dampak yang sangat besar terkait dengan hal ini adalah hilangnya kesempatan
seorang anak untuk memperoleh pendidikan, waktu bermain dan lain-lain.
Hal tersebut di atas jelas bertentangan dengan Pasal 11 Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang merumuskan bahwa
“setiap anak memiliki hak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang,
bergaul dengan anak yang sebaya, bermain dan berekreasi, dan berkreasi sesuai
dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan diri”.
Sedangkan Pasal 13 menyebutkan bahwa “setiap anak berhak atas perlindungan
dari eksploitasi baik ekonomi maupun seksual”.
Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen IV juga
menyebutkan bahwa “fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh
negara”. Selain itu, pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2003 sebagai penyempurnaan dari Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1964
tentang Pokok-Pokok Ketenagakerjaan yang memberikan perlindungan hukum
bagi pekerja dan pemberi kerja.
Sebagai bentuk ratifikasi dari Konvensi International Labour Organization
(ILO) Nomor 138 Tahun 1973 mengenai Usia Minimum Untuk Diperbolehkan
Bekerja, Indonesia mengeluarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1999. Pasal 3
dalam Undang-Undang tersebut menyebutkan bahwa “usia minimum untuk
diperbolehkan bekerja di setiap jenis pekerjaan, yang karena sifat atau keadaan
lingkungan tempat pekerjaan itu dilakukan dapat membahayakan kesehatan,
keselamatan, atau moral orang muda, tidak kurang dari 18 tahun”.
Konvensi ini lebih lanjut menyatakan bahwa perundang-undangan nasional
commit to user
15 (lima belas) tahun tetapi belum menyelesaikan wajib sekolah asalkan pekerjaan
tersebut tidak berbahaya bagi kesehatan dan perkembangan mereka, serta tidak
mengganggu mereka untuk bersekolah atau berpartisipasi dalam program latihan
kejuruan.
Sebagai upaya perlindungan terhadap pekerja anak, pemerintah kembali
memperlihatkan komitmennya dengan meratifikasi Konvensi ILO Nomor 182
Tahun 1999 tentang Pelanggaran dan Tindakan Segera Penghapusan
Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk Anak dengan mengeluarkan Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2000.
Lebih lanjut, pemerintah mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 12
Tahun 2001 tentang Pembentukan Komite Aksi Nasional Penghapusan
Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk Anak (KAN-PBPTA) dan Keputusan Presiden
Nomor 59 Tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan
Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk Anak (RAN-PBPTA) serta Keputusan Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 235/MEN/2003 tentang Jenis-Jenis
Pekerjaan yang Membahayakan Kesehatan, Keselamatan atau Moral Anak, yang
mulai berlaku sejak tanggal 31 Oktober 2003.
Pemerintah bersama legislatif telah banyak mengeluarkan peraturan guna
menciptakan perlindungan terhadap pekerja anak. Namun, pada implementasinya
tidak semua peraturan tersebut dapat terlaksana dengan baik. Sebenarnya
peraturan-peraturan ini dibuat untuk mengatur pembangunan terkait
ketenagakerjaan sehingga hak-hak dan perlindungan yang mendasar dapat
diperoleh pekerja dan pemberi kerja demi mewujudkan kondisi sosial dan
perekonomian yang kondusif dalam dunia usaha.
Pada hakikatnya, upaya penanggulangan pekerja anak dapat dilaksanakan
secara terpadu oleh masyarakat dan pemerintah. Perlu upaya lebih giat dari kedua
belah pihak serta instansi terkait untuk menyelaraskan keadaan sehingga tercapai
pemenuhan hak-hak anak sekaligus penurunan angka kemiskinan di Indonesia.
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka penulis tertarik
commit to user
TERHADAP PEKERJA ANAK DI INDONESIA (KAJIAN KRITIS
TERHADAP HAK ANAK DI INDONESIA)”.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah disusun guna mengidentifikasikan permasalahan yang
akan diteliti. Hal ini diperlukan untuk memudahkan penulis dalam mengumpulkan
data, menyusun data dan menganalisis data, sehingga sasaran yang hendak dicapai
jelas sesuai dengan apa yang diharapkan.
Berdasarkan uraian dan latar belakanag yang telah dipaparkan
sebelumnya, maka penulis merumuskan masalah dalam penelitian ini sebagai
berikut:
1. Bagaimana perlindungan hukum terhadap pekerja anak di Indonesia?
2. Apakah pengaturan mengenai pekerja anak di Indonesia dapat memenuhi hak
anak di Indonesia?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian diperlukan oleh setiap penulis guna merumuskan arah
dan sasaran yang hendak dicapai sehingga dapat memberikan solusi atas
permasalahan yang dihadapi (tujuan obyektif) dan dapat memenuhi kebutuhan
perseorangan (kebutuhan subyektif).
Adapun tujuan penelitian yang hendak dicapai oleh penulis adalah sebagai
berikut:
1. Tujuan Obyektif
a. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap pekerja anak di
Indonesia.
b. Untuk mengetahui seberapa jauh pengaturan mengenai pekerja anak di
Indonesia dapat memenuhi hak-hak anak di Indonesia.
2. Tujuan Subyektif
a. Untuk memperoleh data-data dan informasi secara lengkap dan terperinci
commit to user
menyelesaikan studi dalam meraih gelar kesarjanaan pada Fakultas
Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
b. Untuk menambah dan memperluas pengetahuan dan pengalaman penulis
di bidang Hukum Administrasi Negara.
c. Untuk menerapkan ilmu dan teori-teori hukum yang telah penulis peroleh
agar dapat memberi manfaat bagi penulis sendiri pada khususnya dan
masyarakat pada umumnya.
D. Manfaat Penelitian
Suatu penulisan diharapkan dapat memberikan suatu manfaat. Berdasarkan
hal tersebut, manfaat yang hendak dicapai oleh penulis adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
a. Hasil penelitian dari penulisan hukum ini diharapkan dapat memberikan
sumbangan pemikiran dan pengetahuan yang bermanfaat bagi
perkembangan ilmu hukum, terutama yang berkaitan dengan Hukum
Administrasi Negara.
b. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi referensi bagi karya ilmiah atau
penelitian sejenis.
2. Manfaat Praktis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat mendukung terciptanya perlindungan
bagi pekerja anak sesuai dengan hak-hak anak di Indonesia.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kesadaran bagi
masyarakat akan pentingnya peranan masyarakat dalam mendukung
terciptanya perlindungan terhadap pekerja anak terkait dengan hak-hak
anak di Indonesia.
c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan terhadap
Lembaga Perlindungan Anak dalam menyelenggarakan perlindungan
pekerja anak serta memberikan dukungan sarana dan prasarana dalam
penyelenggaraan perlindungan anak. Sehingga penelitian ini memberikan
kontribusi yang nyata bagi terjaminnya perlindungan, pemeliharaan dan
commit to user
d. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi inspirasi bagi pemerintah
agar para perumus perundang-undangan dapat mengatur lebih khusus
mengenai perlindungan hak anak bagi pekerja anak.
e. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu penulis untuk belajar lebih
memahami hak-hak anak serta tanggung jawab dan peran mayarakat dalam
mewujudkan anak yang dapat berguna bagi negara, nusa dan bangsa.
E. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang akan digunakan oleh penulis adalah penelitian
hukum normatif. “Penelitian hukum normatif adalah suatu prosedur ilmiah
untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi
normatifnya” (Johny Ibrahim, 2006:57). Penelitian hukum normatif dilakukan
dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder, yang terdiri dari bahan
hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.
2. Sifat Penelitian
Berdasarkan uraian mengenai jenis penelitian di atas, maka penelitian ini
bersifat preskriptif. “Sebagai ilmu yang bersifat preskriptif, ilmu hukum
mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum,
konsep-konsep hukum, dan norma-norma hukum” (Peter Mahmud Marzuki,
2006:22). Penelitian preskriptif juga merupakan studi yang berorientasi pada
pemecahan masalah sebagai rekomendasi.
3. Pendekatan Penelitian
Adapun pendekatan yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan perundang-undangan (statute approach).
commit to user
Pendekatan perundang–undangan dalam penelitian ini menggunakan
kaidah–kaidah hukum serta ketentuan peraturan perundang–undangan
mengenai ketenagakerjaan dan perlindungan anak.
4. Jenis dan Sumber Data Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis dan sumber data sekunder, yang terdiri
dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier,
yaitu:
a. Bahan hukum primer, merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif,
artinya mempunyai otoritas. Bahan hukum primer terdiri dari
undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan
perundang-undangan dan putusan-putusan hakim (Peter Mahmud Marzuki, 2006:
141). Bahan hukum primer yang digunakan dalam penyusunan ini, antara
lain :
1) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945.
2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia.
3) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia.
4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
5) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
6) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Pengesahan Konvensi
ILO Nomor 182 tentang Pengesahan Konvensi ILO Nomor 182
Mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera Untuk Penghapusan
Bentuk – Bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk Anak.
7) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1999 tentang Pengesahan Konvensi
ILO Nomor 138 mengenai usia minimum untuk diperbolehkan
bekerja.
8) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak-Hak Asasi
Manusia.
9) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak
10) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak.
commit to user
b. Bahan hukum sekunder, yang terutama adalah buku-buku hukum,
termasuk skripsi, tesis, disertasi hukum dan jurnal-jurnal hukum,
disamping itu juga, kamus-kamus hukum dan komentar-komentar atas
putusan pengadilan (Peter Mahmud Marzuki, 2006: 155).
c. Bahan hukum tersier yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder
seperti kamus (hukum), eksiklopedia (Amiruddin dan Zainal Asikin, 2008:
32).
5. Teknik Pengumpulan Data
Berkaitan dengan jenis penelitian pada penelitian ini, maka teknik yang
digunakan dalam mengumpulkan data adalah melalui studi kepustakaan, yaitu
pengumpulan bahan-bahan penelitian berupa buku-buku, peraturan
perundang-undangan, karya ilmiah, makalah, artikel, surat kabar dan bahan
pustaka lainnya yang berhubungan dengan permasalahan yang akan diteliti.
6. Teknik Analisis Data
Untuk memperoleh jawaban terhadap permasalahan dalam penelitian
hukum ini digunakan silogisme deduktif dengan interpretasi sistematis.
Metode silogisme deduktif adalah metode yang berpangkal dari pengajuan
premis mayor yaitu aturan hukum kemudian diajukan premis minor yang
merupakan fakta hukum dan dari kedua premis tersebut kemudian ditarik
kesimpulan (silogisme).
Premis mayor dalam penelitian hukum ini adalah Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Undang-Undang Nomor
23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sedangkan premis minornnya
adalah fakta hukum yang menggambarkan sejauh mana pemenuhan hak-hak
anak di Indonesia terhadap pekerja anak.
Selanjutnya dari premis mayor dan premis minor tersebut dibahas,
dikorelasikan dan dianalisis untuk kemudian diperoleh suatu kesimpulan dari
commit to user
F. Sistematika Penulisan Hukum
Sistematika laporan penulisan hukum yang telah Penulis susun adalah
sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini diuraikan tentang latar belakang masalah, yang berisi
tentang isu perlindungan hukum terhadap pekerja anak dengan
mengkaji secara kritis pemernuhan hak-hak anak sebagai pekerja di
Indonesia dengan menitikberatkan pada Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Nomor
13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebagai pokok regulasi
perlindungan pekerja anak. Sehingga rumusan masalah Penulis
meliputi perlindungan hukum terhadap pekerja anak di Indonesia dan
keefektivan perlindungan hukum tersebut dalam memenuhi hak-hak
pekerja anak Indonesia.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini penulis menguraikan tentang kerangka teori dan kerangka
pemikiran dari masalah yang penulis angkat. Kerangka teori yang
Penulis gunakan meliputi tinjauan tentang perlindungan hukum,
tinjauan tentang pekerja anak dan tinjauan tentang hak-hak anak di
Indonesia.
BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis memaparkan pembahasan dan hasil penelitian
berdasarkan rumusan masalah, yaitu mengenai perlindungan hukum
terhadap pekerja anak di Indonesia dan mengenai efektivitas
pengaturan mengenai pekerja anak di Indonesia dalam memenuhi
hak-hak anak di Indonesia dilihat dari teori bekerjanya hukum milik
Lawrence M Friedman, yang terdiri dari unsur substansi hukum,
struktur hukum dan budaya hukum terkait dengan payung hukum dari
commit to user
BAB IV : PENUTUP
Bab ini merupakan penutup yang menguraikan secara singkat
kesimpulan dari pembahasan dan saran-saran yang ditujukan pada
pihak-pihak terkait dengan permasalahan yang diteliti ini.
DAFTAR PUSTAKA
commit to user
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Tinjauan Umum tentang Perlindungan Hukum
a. Pengertian Hukum
Istilah “hukum” memiliki makna yang luas. Hampir semua Sarjana
Hukum memberikan batasan pengertian hukum yang berlainan. Berikut ini
merupakan definisi hukum dari beberapa Sarjana Hukum, antara lain :
1) Utrecht
Hukum adalah himpunan petunjuk-petunjuk hidup yang berisi
perintah-perintah dan larangan-larangan yang mengurus tata tertib
suatu masyarakat dan karena itu harus ditaati oleh masyarakat itu
(Titik Triwulan Tutik, 2006 : 27).
2) Mochtar Kusumaatmadja
Hukum adalah keseluruhan kaidah-kaidah serta asas-asas yang
mengatur pergaulan hidup manusia dalam masayarakat yang bertujuan
memelihara ketertiban juga meliputi lembaga-lembaga dan
proses-proses guna mewujudkan berlakunya kaidah sebagai kenyataan dalam
masyarakat (Titik Triwulan Tutik, 2006 : 33).
3) Prof. Soedikno Mertokusumo
Hukum adalah keseluruhan kumpulan peraturan-peraturan atau
kaidah-kaidah dalam suatu kehidupan bersama, keseluruhan peraturan tingkah
laku yang berlaku dalam suatu kehidupan bersama, yang dapat
dipaksakan pelaksanaannya dengan sanksi (Soedikno Mertokusumo,
1991 : 24).
Dari beberapa perumusan pengertian hukum tersebut di atas, dapat
ditarik kesimpulan bahwa hukum mengandung beberapa unsur, yaitu:
1) Peraturan mengenai tingkah laku manusia
2) Peraturan itu diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib
commit to user
4) Mempunyai sanksi yang tegas
Hukum dapat berupa perintah dan larangan yang harus dipatuhi
setiap orang. Bentuk dari hukum bisa tertulis seperti peraturan
perundang-undangan dan tidak tertulis seperti hukum adat.
Keanekaragaman masyarakat dengan segala jenis hubungan dan
kepentingan di dalamnya memerlukan suatu peraturan sendiri agar tidak
terjadi kekacauan. Hukum di sini bertujuan untuk menjamin keseimbangan
dalam hubungan antara anggota masyarakat.
b. Pengertian Perlindungan Hukum
Perlindungan hukum menurut Sudikno Mertokusumo adalah
adanya jaminan hak dan kewajiban manusia dalam rangka memenuhi
kepentingan sendiri maupun di dalam hubungan dengan manusia lain
(Soedikno Mertokusumo, 1991: 9).
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang
Hak-Hak Asasi Manusia, ”perlindungan hukum adalah segala daya upaya yang
dilakukan secara sadar oleh setiap orang atau lembaga pemerintah, swasta
yang bertujuan mengusahakan pengamanan, penguasaan dan pemenuhan
kesejahteraan hidup sesuai dengan hak-hak asasi yang ada”.
Perlindungan hukum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
1) Perlindungan Hukum Preventif
Perlindungan yang diberikan oleh pemerintah dengan tujuan untuk
mencegah sebelum terjadinya pelanggaran. Hal ini terdapat dalam
peraturan perundang-undangan dengan maksud untuk mencegah suatu
pelanggaran serta memberikan rambu-rambu atau batasan-batasan
dalam melakukan suatu kewajiban.
2) Perlindungan Hukum Represif
Perlindungan hukum represif merupakan perlindungan akhir berupa
sanksi seperti denda, penjara, dan hukuman tambahan yang diberikan
apabila sudah terjadi sengketa atau telah dilakukan suatu pelanggaran.
commit to user
Perlindungan hukum akan melahirkan pengakuan dan perlindungan
hak asasi manusia dalam wujudnya sebagai makhluk individu dan
makhluk sosial. Peran manusia sebagai subjek hukum berlangsung selama
masa hidupnya, dimulai sejak dalam kandungan dan berakhir ketika ia
meninggal dunia.
c. Perlindungan Hukum Pekerja Anak
Anak merupakan tunas bangsa yang memiliki segudang potensi
dan merupakan generasi muda yang diharapkan menjadi penerus cita-cita
bangsa. Ia memiliki peran strategis dan ciri serta sifat khusus yang kelak
akan menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara di masa depan.
Berdasarkan pertimbangan di atas, patut kiranya anak memperoleh
perhatian khusus dengan upaya memberikan perlindungan kepadanya.
Namun, bersamaan dengan tingginya angka kemiskinan di Indonesia,
didukung dengan kondisi ekonomi keluarga, anak dituntut untuk
membantu orang tua dan keluarganya sehingga anak terpaksa harus
menjadi pekerja. Namun, dikhawatirkan hal ini dapat menjadi gaya hidup
anak masa kini yang dianggap wajar bagi lingkungannya, tanpa
memperhitungkan resiko mereka yang telah terperangkap dalam
eksploitasi fisik.
Menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak, “perlindungan anak adalah segala kegiatan
untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup,
tumbuh, berkembang dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan
harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi”.
Undang-Undang Perlindungan Anak ini merupakan perangkat yang
ampuh dalam melaksanakan Konvensi Hak Anak di Indonesia.
Undang-Undang ini dibuat berdasarkan empat prinsip Konvensi Hak Anak:
1) non diskriminasi;
2) kepentingan yang terbaik bagi anak;
commit to user
4) penghargaan terhadap pendapat anak
(Lilik HS, 2006 : 55).
Bentuk-bentuk perlindungan anak di Indonesia:
1) Perlindungan yang bersifat yuridis, yang meliputi bidang hukum
publik atau pidana dan bidang hukum perdata
Perlindungan anak dalam perkara pidana dikategorikan sebagai
perlindungan khusus yang membutuhkan perlakuan khusus dalam
penanganan perkaranya. Sedangkan perlindungan hukum di bidang
perdata antara lain meliputi:
a) hak dan kewajiban anak, orang tua, pemerintah dan masyarakat
terhadap anak;
b) pemberian identitas anak dengan pencatatan kelahirannya;
c) pencabutan kekuasaan pada orang tua atau kuasa asuh yang lalai;
d) pengasuhan dan pengangkatan anak serta perwalian;
e) perlindungan anak dalam beragama, kesehatan, pendidikan dan
sosial anak.
2) Perlindungan yang bersifat non yuridis, meliputi perlindungan di
bidang sosial, kesehatan dan pendidikan.
(
http://id.shvoong.com/law-and-politics/criminal-law/2109742-bentuk-bentuk-perlindungan-anak-di/, diakses pada tanggal 19 April 2011).
2. Tinjauan Umum tentang Pekerja Anak
a. Pengertian Anak
Tidak sedikit peraturan perundang-undangan di Indonesia yang
mengatur tentang anak. Akibatnya, terjadi pluralisme hukum terhadap
kriteria anak di Indonesia. Berikut ini disebutkan definisi anak berdasarkan
beberapa peraturan perundang-undangan dan peraturan lainnya, yaitu:
1) Hukum Pidana
Pasal 45 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana mendefinisikan
anak yang belum dewasa ialah apabila belum berumur 16 (enam belas)
tahun. Oleh karena itu, ketika ia tersangkut dalam perkara pidana
commit to user
kepada orang tuanya, walinya atau pemeliharanya, atau
memerintahkannya supaya diserahkan kepada pemerintah dengan tidak
dikenakan suatu hukuman. Ketentuan Pasal 45, 46 dan 47 Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana ini sudah dihapuskan dengan lahirnya
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak.
2) Hukum Perdata
Berdasarkan Pasal 330 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,
orang belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap
21 (dua puluh satu) tahun dan tidak lebih dahulu kawin.
3) Undang-Undang Pengadilan Anak
Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang
Pengadilan Anak merumuskan, bahwa anak adalah orang dalam
perkara Anak Nakal yang telah mencapai umur 8 (delapan) tahun,
tetapi belum mencapai 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah
menikah. Sedangkan syarat kedua si anak belum pernah kawin.
Maksudnya tidak sedang terikat dalam perkawinan ataupun pernah
kawin dan kemudian cerai. Apabila si anak sedang terikat dalam
perkawinan atau perkawinannya putus karena perceraian, maka si anak
dianggap sudah dewasa, walaupun umurnya belum genap 18 tahun.
4) Undang-Undang Perkawinan
Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan menyebutkan, “seorang pria hanya diijinkan kawin apabila
telah mencapai usia 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita telah
mencapai umur 16 tahun (enam belas) tahun”. Penyimpangan atas hal
tersebut hanya dapat dimintakan dispensasi kepada Pengadilan Negeri.
5) Undang-Undang Perlindungan Anak
Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak, “anak adalah seseorang yang belum
berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam
kandungan”.
commit to user
Berdasarkan Pasal 1 angka 28 Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan, dirumuskan bahwa anak adalah setiap
orang yang berumur di bawah 18 (delapan belas) tahun.
7) Undang-Undang Kesejahteraan Anak
Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang
Kesejahteraan Anak mengatakan bahwa anak adalah seseorang yang
belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah
kawin.
Perbedaan kriteria anak ini berdampak pada sulitnya menentukan
usia seseorang untuk dapat dikategorikan sebagai anak. Terlebih lagi jika
tidak mempunyai akta kelahiran. Ciri-ciri lahiriah terkadang tidak
menjamin seseorang tersebut masih anak-anak atau sudah dewasa.
Sebenarnya, untuk memastikan usia anak dapat dilakukan dengan
berbagai cara, misalnya berdasarkan pengakuan atau wawancara dengan
pekerja tersebut. Pengakuan bisa didapat dari pekerja yang bersangkutan,
pemeriksaan dokumen mengenai data diri pekerja maupun dari orang
tua/wali dari pekerja tersebut. Wawancara juga bisa dilakukan terhadap
orang tua, saudara, teman, tetangga, atau pihak terkait lainnya.
Hendaknya penggunaan peraturan yang ada disesuaikan dengan
kasus yang dihadapi, sehingga tidak menimbulkan kerancuan kebijakan.
Sebagai contoh untuk masalah anak yang berperkara menggunakan
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak,
sedangkan untuk kasus anak sebagai tenaga kerja menggunakan
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dan sebagainya.
Berdasarkan hal tersebut, penulis membatasi pengertian anak dalam
penulisan ini adalah di bawah 18 (delapan belas) tahun sesuai dengan
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
b. Pengertian Anak yang Bekerja dan Pekerja Anak
Berdasarkan Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
commit to user
dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain”. Pada
perkembangannya, kriteria pekerja tidak hanya terdapat pada orang
dewasa. Kondisi ekonomi, sosial dan budaya yang kurang mendukung
menjadikan seorang anak untuk turut serta memikul beban hidup keluarga.
Keterlibatan anak dalam melakukan pekerjaan ini dapat dikelompokkan
menjadi 2 (dua) macam, yaitu anak yang bekerja dan pekerja anak.
1) Anak yang Bekerja
Anak yang bekerja adalah anak yang melakukan pekerjaan karena
membantu orang tua, latihan keterampilan dan belajar bertanggung
jawab. Misalnya anak yang mengerjakan tugas kecil di sekitar rumah
atau yang mengerjakan pekerjaan dalam jumlah sedikit sepulang
sekolah. Anak yang bekerja cenderung melakukan pekerjaan yang
wajar dilakukan untuk tingkat perkembangan anak seusianya dan yang
memungkinkan anak memperoleh keterampilan praktis serta
mengembangkan tanggung jawab. sebagai proses sosialisasi dan
perkembangannya menuju dunia kerja.
Indikator anak membantu melakukan pekerjaan ringan adalah:
a) Anak membantu orang tua untuk melakukan pekerjaan ringan
b) Ada unsur pendidikan atau pelatihan
c) Anak tetap bersekolah
d) Dilakukan pada saat senggang dengan waktu yang relatif pendek
e) Terjaga keselamatan dan kesehatannya
(Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI, 2005:10).
2) Pekerja Anak
Anak yang melakukan segala jenis pekerjaan yang memiliki sifat
atau intensitas yang dapat mengganggu pendidikan, membahayakan
keselamatan, kesehatan serta tumbuh kembangnya dapat digolongkan
sebagai pekerja anak. Disebut pekerja anak apabila memenuhi
indikator antara lain:
a) Anak bekerja setiap hari
commit to user
c) Anak bekerja pada waktu yang panjang
d) Waktu sekolah terganggu/tidak sekolah
(Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI, 2005:10).
Pekerja anak bukanlah anak yang mengerjakan tugas kecil di
sekitar rumah atau yang mengerjakan pekerjaan dalam jumlah sedikit
sepulang sekolah. Pekerja anak juga tidak mencakup anak yang
melakukan pekerjaan yang wajar dilakukan untuk tingkat
perkembangan anak seusianya dan yang memungkinkan anak
memperoleh keterampilan praktis serta mengembangkan tanggung
jawab.
c. Bentuk-Bentuk Pekerjaan Anak
Pekerja anak adalah semua anak yang bekerja pada pekerjaan yang
mengganggu proses kehidupan kanak-kanak mereka dan karena itu harus
dihentikan. Berikut ini adalah beberapa bentuk pekerjaan yang diketahui
banyak dikerjakan oleh sejumlah besar pekerja anak:
1) Pekerjaan di bidang pertanian
Sejumlah besar anak bekerja di pertanian dan perikanan.
Anak-anak ini mulai bekerja sejak usia dini dan jam kerja mereka lebih
panjang daripada jam kerja anak-anak di perkotaan. Anak-anak sering
kali dijumpai sedang bekerja di ladang milik keluarga atau lahan
sewaan. Tak jarang satu keluarga, termasuk anak-anak, dipekerjakan
sebagai satu unit oleh perusahaan pertanian.
2) Pekerjaan rumah tangga
Bentuk pekerja anak ini sangat umum dijumpai di Indonesia dan
banyak orang menganggapnya sebagai suatu hal yang dapat diterima.
Pekerjaan rumah tangga dapat dikerjakan anak di rumah orangtuanya
seperti membersihkan rumah, memasak dan menjaga adik-adiknya.
Masalah timbul ketika pekerjaan itu dilakukan di rumah tangga orang
lain. Pekerja anak di sektor ini diharuskan bekerja dengan jam kerja
commit to user
dalam keadaan terkucil dari orang tua dan teman-temannya. Mereka
juga berisiko dianiaya secara badani maupun seksual oleh majikannya.
3) Pekerjaan di tambang dan galian
Pekerja anak juga digunakan dalam pertambangan skala kecil di
Indonesia dan di banyak negara lainnya. Mereka bekerja dengan jam
kerja yang panjang tanpa diberi alat pelindung, pakaian kerja atau
pelatihan yang memadai, dan harus menghadapi tingkat kelembaban
tinggi dan suhu ekstrem. Pekerja anak di pertambangan berisiko
menderita cedera otot karena ketegangan yang berlebihan pada otot
sewaktu berusaha menarik, membawa atau mengangkat barang berat,
kelelahan/kehabisan tenaga dan gangguan otot serta tulang, dan
berisiko menderita cedera yang serius karena tertimpa benda jatuh.
4) Pekerjaan dalam proses manufaktur
Pekerjaan manufaktur adalah pekerjaan pengolahan untuk
membuat atau menghasilkan suatu produk. Beberapa anak ada yang
dipekerjakan secara tetap atau hanya dipekerjakan dan diberhentikan
menurut kebutuhan, secara legal atau ilegal, baik sebagai bagian dari
usaha orang tuanya/keluarganya maupun orang lain. Jenis-jenis
pekerjaan seperti ini antara lain meliputi pekerjaan mengasah batu
permata, membuat pakaian dan alas kaki, kuningan, kaca, kembang
api, dan korek api. Pembuatan produk-produk tersebut dapat membuat
anak-anak terkena bahan-bahan kimia berbahaya, terpaksa harus
berada di ruangan yang pengap karena ventilasinya buruk, berisiko
terkena kebakaran, dan ledakan, keracunan, mendapat penyakit
pernafasan, menderita luka tergores, menderita luka bakar dan bahkan
menyebabkan kematian.
5) Perbudakan dan kerja paksa
Kerja paksa paling banyak dijumpai di daerah-daerah pedesaan
karena dapat dengan lebih mudah disembunyikan sehingga tidak
diketahui oleh pihak berwajib serta tidak sampai tersiar keluar hingga
commit to user
dikaitkan dengan penindasan etnis kaum minoritas dan penduduk
pribumi.
6) Pekerjaan dalam perekonomian informal
Pekerjaan informal banyak dilakukan di jalanan. Anak yang
disuruh mengerjakannya hanya dibekali dengan perlengkapan minim,
misalnya, pekerjaan mengangkut beban di tempat konstruksi dan di
pembuatan batu bata, menyemir sepatu, mengemis, menarik becak,
menjadi kernet angkutan kota, berjualan koran, menjadi tukang
sampah, dan memulung
(International Labour Organization-International Programme on the
Elimination, 2009:8).
Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI memklasifikasikan
bentuk pekerjaan menjadi 2 (dua) macam, yaitu bentuk pekerjaan yang
diperbolehkan untuk anak dan bentuk pekerjaan yang tidak diperbolehkan
untuk anak (Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI, 2005:15).
1) Bentuk Pekerjaan yang Diperbolehkan untuk Anak
Pada prinsipnya anak tidak boleh bekerja, dikecualikan untuk
kondisi dan kepentingan tertentu anak diperbolehkan bekerja
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan. International Labour Organization (ILO)
mengklasifikasikan jenis pekerjaan menjadi pekerjaan ringan, yaitu
pekerjaan yang tidak berbahaya bagi anak, tidak mengganggu jam
sekolah, jam-jam kerja tidak panjang, dan pekerjaan berbahaya yaitu
pekerjaan yang berdasar sifat atau kondisinya dapat membahayakan
kesehatan dan keselamatan anak.
Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan, bentuk-bentuk pekerjaan yang diperbolehkan untuk
anak diklasifikaskan dalam:
a) Pekerjaan ringan, dengan ketentuan anak berusia 13-15 tahun
melakukan pekerjaan yang tidak mengganggu perkembangan dan
commit to user
b) Pekerjaan dalam rangka bagian kurikulum pendidikan atau
pelatihan atau pemagangan, dengan syarat usia anak minimal 14
tahun dan harus diberi petunjuk yang jelas tentang tata cara
pekerjaandan mendapat bimbingan serta pengawasan dalam
melaksanakan pekerjaan, serta harus diberi perlindungan
keselamatan dan kesehatan kerja.
c) Pekerjaan untuk mengembangkan minat dan bakat, selama
dikerjakan dan diminati anak sejak usia dini, berdasarkan
kemampuan anak dan menambah kreativitas serta sesuai dengan
dunia anak.
2) Bentuk Pekerjaan yang Tidak Diperbolehkan untuk Anak
Banyak anak yang terlibat dalam pekerjaan yang berbahaya
misalnya di bidang konstruksi, pertambangan, penggalian, penyelaman
di laut dalam. Terkadang juga dijumpai jenis pekerjaan yang selintas
tidak berbahaya, namun sebenarnya tergolong berbahaya bagi anak
karena akibatnya akan terasa beberapa waktu yang akan datang
misalnya bekerja di tempat kerja yang sempit, penerangan yang minim,
posisi kerja duduk di lantai, atau menggunakan peralatan kerja yang
besar dan berat melebihi ukuran tubuhnya. Pekerjaan yang berbahaya
tersebut digolongkan sebagai bentuk-bentuk pekerjaan terburuk yang
tidak boleh dilakukan oleh anak.
Bentuk-bentuk pekerjaan terburuk anak merupakan bentuk
pekerjaan yang diyakini, jika dikerjakan oleh seorang anak, akan
berpengaruh sangat buruk terhadap tumbuh kembang anak baik secara
fisik, mental, sosial dan intelektualnya. Untuk itu pemerintah telah
melakukan perlindungan terhadap pekerja anak melalui
Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Bentuk Pekerjaan terburuk untuk anak menurut Pasal 74 ayat (2)
UU No 13 Tahun 2003, meliputi:
commit to user
b) Segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan, atau
menawarkan anak untuk pelacuran, produksi pornografi,
pertunjukan porno atau perjudian.
c) Segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan atau
melibatkan anak untuk produksi dan perdagangan minuman keras,
narkotika , psikotropika dan zat adiktif lainnya.
d) Semua pekerjaan yang membahayakan kesehatan, keselamatan
atau moral anak.
3. Tinjauan Umum tentang Hak-Hak Anak di Indonesia
Negara Indonesia menjunjung tinggi keberadaan hak asasi manusia,
tak terkecuali hak anak. Hak-hak anak adalah berbagai kebutuhan dasar yang
seharusnya diperoleh seorang anak untuk menjamin kelangsungan hidup,
tumbuh kembang dan perlindungan dari segala bentuk perlakuan salah,
eksploitasi dan penelantaran terhadap anak, baik yang mencakup hak sipil,
ekonomi, sosial dan budaya (Zulkhair dan Soeaidy, 2001 : 4).
Penekanan tentang hak anak telah dirumuskannya dalam beberapa
peraturan perundang-undangan.
a. Undang-Undang Dasar 1945
Hak asasi anak yang paling mendasar adalah hak untuk hidup,
kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak, hal ini tercantum dalam
Undang-Undang Dasar 1945 pada amandemen II pasal 28B ayat (2) yang
berbunyi: “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan
berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi”.
b. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak
Bab II Pasal 2 sampai dengan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 4
Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak mengatur hak-hak anak atas
kesejahteraan, yaitu sebagai berikut:
commit to user
Anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan dan bimbingan,
baik dalam keluarganya maupun dalam asuhan khusus untuk tumbuh
dan berkembang dengan wajar.
2) Hak atas Pelayanan
Anak berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan
kehidupan sosialnya sesuai dengan kebudayaan dan kepribadian
bangsa untuk menjadi warga negara yang baik dan berguna.
3) Hak atas Pemeliharaan dan Perlindungan
Anak berhak atas pemeliharaan dan perlindungan, baik semasa dalam
kandungan maupun sesudah dilahirkan, dari segala aspek kehidupan
yang dapat membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan
perkembangannya dengan wajar.
4) Hak Diberi Pelayanan dan Asuhan
Anak yang mengalami masalah kelakuan diberi pelayanan dan asuhan
yang bertujuan mendorong mengatasi hambatan yang terjadi dalam
masa pertumbuhan dan perkembangannya. Pelayanan dan asuhan
diberikan kepada anak yang telah dinyatakan bersalah melakukan
pelanggaran hukum berdasarkan keputusan hakim.
5) Hak Memperoleh Pelayanan Khusus
Anak cacat berhak memperoleh pelayanan khusus untuk mencapai
tingkat pertumbuhan dan perkembangan sejauh batas kemampuan dari
kesanggupannya agar dapat tumbuh dan berkembang dengan wajar.
6) Hak Mendapat Bantuan dan Pelayanan
Anak berhak mendapat bantuan dan pelayanan yang bertujuan
mewujudkan kesejahteraan anak tanpa membedakan jenis kelamin,
agama, pendidikan dan kedudukan sosial.
c. Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990
Hak anak pertama kali dinyatakan pada tahun 1923 oleh seorang
tokoh perempuan bernama Eglantyne Jebb, yang kemudian disahkan oleh
Liga Bangsa-Bangsa (LBB) sebagai pernyataan hak anak. Ia membuat 10
commit to user
bermain, nama, makanan, kebangsaan, lingkungan, pendidikan dan peran
dalam pembangunan. Pada tahun 1959 Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB)
mengumumkan pernyataan hak-hak anak ini. Selain itu, pada tahun 1979
diputuskan adanya Hari Anak Internasional. Dan pada tanggal 20
November PBB mengesahkan Konvensi Hak Anak (Child Right
Convention), dilanjutkan peratifikasian oleh Indonesia pada tanggal 25
Agustus 1990 dalam bentuk Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990.
Adapun hak anak menurut Konvensi Hak Anak jo Keputusan
Presiden Nomor 36 Tahun 1990 adalah sebagai berikut :
1) Hak Hidup ( Survival Rights), yang meliputi:
a) Anak mempunyai hak untuk hidup (Pasal 6);
b) Hak atas kehidupan yang layak terkait kesehatan dan pelayanan
kesehatan (Pasal 24).
2) Hak Mendapatkan Perlindungan (Protection Right), yang meliputi:
a) Larangan diskriminasi anak
(1) Nondiskriminasi terhadap anak (Pasal 2);
(2) Hak mendapatkan nama dan kewarganegaraan (Pasal 7);
(3) Hak anak cacat (Pasal 23);
(4) Hak anak kelompok minoritas (Pasal 30).
b) Larangan eksploitasi anak
(1) Hak berkumpul dengan orang tua (Pasal 10);
(2) Kewajiban negara mencegah atau mengatasi penculikan
(Pasal 11);
(3) Hak memperoleh perlindungan khusus bagi anak yang
kehilangan keluarga (Pasal 20);
(4) Adopsi hanya dilakukan untuk kepentingan anak (Pasal 21);
(5) Peninjauan periodik atas anak yang ditempatkan dalam
pengasuhan negara karena alasan pengawasan, perlindungan
dan penyembuhan (Pasal 25);
(6) Hak anak atas perlindungan dari pekerjaan yang mengancam
commit to user
(7) Hak anak atas perlindungan penyalahgunaan obat bius dan
narkotika, baik dalam proses produksi maupun distribusi
(Pasal 33);
(8) Hak anak atas perlindungan dari eksploitasi dan
penganiayaan seksual termasuk prostitusi dan keterlibatan
pornografi (Pasal 34);
(9) Kewajiban negara mencegah penjualan, penyelundupan dan
penculikan anak (Pasal 35);
(10) Hak atas perlindungan dari segala bentuk eksploitasi yang
belum tercantum dalam Konvensi Hak Anak;
(11) Larangan penyiksaan perlakuan atau hukuman yang kejam,
hukuman mati, penjara seumur hidup, dan penahanan
semena-mena atau perampasan kebebasan terhadap anak
(Pasal 37);
(12) Kewajiban negara menjamin anak korban konflik bersenjata,
penganiayaan, penelantaran, salah perlakuan atau eksploitasi
untuk memperoleh perawatan yang layak demi penyembuhan
reintegrasi sosial mereka (Pasal 39);
(13) Hak anak yang didakwa ataupun yang diputuskan telah
melakukan pelanggaran untuk tetap dihargai hak asasinya dan
khususnya untuk menerima manfaat dari segala proses
hukum atau bantuan hukum lainnya dalam upaya pengajuan
pembelaan mereka (Pasal 40);
c) Perlindungan anak dalam krisis dan darurat
Perlindungan ini meliputi :
(1) Anak dalam situasi darurat (Children ini situation of
emergency), seperti anak dalam pengungsian (Pasal 22) dan
anak korban peperangan/konflik bersenjata (Pasal 38).
(2) Anak yang berkonflik dengan hukum (Children in conflict in
the law), seperti:
commit to user
(b) Anak yang berada dalam penekanan kebebasan(Pasal 37);
(c) Reintegrasi sosial anak-anak dan penyembuhan fisik dan
psikologi anak (Pasal 39).
(3) Anak-anak dalam situasi eksploitasi (Children in situation of
exploitation), seperti:
(a) Eksploitasi ekonomi
(b) Pekerjaan anak (Pasal 32);
(c) Penyalahgunaan obat bius dan narkotika (Pasal 33);
(d) Eksploitasi dan penyalahgunaan seksual (Pasal 34);
(e) Bentuk-bentuk eksploitasi lainnya (Pasal 36);
(f) Perdagangan, penculikan dan penyelundupan anak (Pasal
35).
(4) Anak-anak dari kelompok minoritas atau anak-anak
penduduk suku terasing (Pasal 30).
(5) Hak untuk tumbuh kembang (Development Rights), meliputi:
(a) Hak mengambil langkah legislasi dan administrasi (Pasal
4);
(b) Hak hidup (Pasal 6);
(c) Hak untuk mempertahankan identitas (pasal 8);
(d) Hak anak untuk dipisahkan dari orang tuanya (Pasal 9);
(e) Hak menjamin repatriasi keluarga (pasal 10);
(f) Hak menyatakan pendapat secara bebas dan untuk
didengar (pasal 13);
(g) Hak untuk kemerdekaan berpikir (Pasal 14);
(h) Hak atas kebebasan berkumpul (Pasal 15);
(i) Hak memperoleh informasi (Pasal 17);
(j) Hak menikmati norma kesehatan tertinggi (Pasal 24);
(k) Hak mendapat pendidikkan, baik formal maupun informal
(Pasal 28 dan Pasal 29);
(l) Hak bermain dan berekreasi keluar negeri.
commit to user
(a) Menjamin pandangan anak (Pasal 12);
(b) Hak untuk menyatakan pendapat secara bebas (Pasal 13);
(c) Hak anak untuk berkumpul (Pasal 15).
d. Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentangPerlindungan Anak
Secara garis besar, dalam Pasal 4 sampai Pasal 18 Undang-Undang
Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak merumuskan hak-hak
anak sebagai berikut:
1) Hak untuk hidup dan berkembang dengan layak
Setiap anak berhak mendapatkan kehidupan yang layak dan
terpenuhinya tumbuh kembang secara wajar tanpa halangan. Mereka
berhak untuk mengetahui identitasnya, mendapatkan pendidikan,
perawatan kesehatan, bermain, beristirahat, bebas mengemukakan
pendapat, memilih agama, mempertahankan keyakinan, dan semua hak
yang memungkinkan mereka berkembang secara maksimal sesuai
potensi, kebutuhan fisik dan mental.
2) Hak untuk mendapat perlindungan
Setiap anak berhak mendapat perlindungan dari perlakuan
diskriminasi, eksploitasi baik ekonomi maupun seksual, penelantaran,
kekejaman, kekerasan, penganiayaan, ketidak adilan dan perlakuan
salah. Selain itu, seorang anak harus mendapat perlindungan dari
penyalahgunaan dalam kegiatan politik, pelibatan dalam sengketa
bersenjata, pelibatan dalam kerusuhan sosial, pelibatan dalam peristiwa
yang mengandung unsur kekerasan, dan pelibatan dalam peperangan.
3) Hak untuk berperan serta
Setiap anak berhak untuk berperan aktif dalam masyarakat termasuk
kebebasan untuk berekspresi, kebebasan untuk berinteraksi dengan
orang lain dan menjadi anggous ta suatu perkumpulan.
4) Hak untuk memperoleh pendidikan
Setiap anak berhak memperoleh pendidikan minimal tingkat dasar.
commit to user
Memenuhi atau Belum Memenuhi Hak-hak Anak di Indonesia
Bentuk Perlindungan Hukum
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Pekerja Anak
Hambatan-Hambatan dalam Pelaksanaan
Hak-Hak Anak di Indonesia
tinggal di daerah terpencil, pemerintah berkewajiban untuk
bertanggung jawab untuk membiayai pendidikan mereka.
B. Kerangka Pemikiran
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Keterangan :
Kemampuan ekonomi keluarga yang terbilang rendah dan situasi
lingkungan yang mendukung, membuat anak terpaksa menjadi pekerja
demi kelangsungan hidupnya.
Negara memang melarang adanya pekerja anak. Namun demikian,
untuk menangani masalah ini pemerintah tidak bisa langsung mengubah