• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA ANAK DI INDONESIA (KAJIAN KRITIS TERHADAP HAK ANAK DI INDONESIA)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA ANAK DI INDONESIA (KAJIAN KRITIS TERHADAP HAK ANAK DI INDONESIA)"

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

i

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA ANAK DI

INDONESIA (KAJIAN KRITIS TERHADAP HAK ANAK DI

INDONESIA)

Penulisan Hukum

(Skripsi)

Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan Guna

Memperoleh Derajat Sarjana S1 Dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh :

QONITAH

NIM. E 0007186

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)

commit to user

ii

(3)

commit to user

(4)

commit to user

iv

PERNYATAAN

Nama : Qonitah

NIM : E.0007186

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Penulisan hukum (skripsi) berjudul :

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA ANAK DI

INDONESIA (KAJIAN KRITIS TERHADAP HAK ANAK DI INDONESIA)

adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam Penulisan

hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia

menerima sanksi akademik berupa pencabutan Penulisan hukum (skripsi) dan

gelar yang saya peroleh dari Penulisan hukum (skripsi) ini.

Surakarta, Juli 2011

yang membuat pernyataan

QONITAH

(5)

commit to user

v ABSTRAK

QONITAH. E0007186. PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP

PEKERJA ANAK DI INDONESIA (KAJIAN KRITIS TERHADAP HAK ANAK DI INDONESIA). Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penelitian hukum ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana perlindungan hukum terhadap pekerja anak di Indonesia dan untuk mengetahui apakah peraturan-peraturan tersebut sudah memenuhi hak-hak anak di Indonesia.

Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif bersifat preskriptif untuk menelaah isu hukum dengan pendekatan perundang-undangan, khususnya Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Adapun penulisan hukum ini menggunakan jenis bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier sebagai bahan pengkajian dengan teknik pengumpulan bahan hukum studi dokumen atau bahan pustaka baik dari media cetak maupun elektonik (internet). Selanjutnya bahan hukum tersebut dianalisis dengan metode silogisme deduktif.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan disimpulkan bahwa Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak telah mengatur hak-hak anak secara menyeluruh. Pemerintah telah mengesahkan konvensi-konvensi ILO mengenai usia minimum bagi anak untuk bekerja dan penghapusan pekerjaan-pekerjaan terburuk bagi anak. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan juga telah mengatur mengenai pekerja anak dengan batasan dan ketentuan tertentu. Upaya perlindungan ini terus dilakukan oleh pemerintah bekerja sama dengan lembaga sosial dan masyarakat. Hanya saja pelaksanaan perlindungan hak-hak pekerja anak masih mendapat kendala baik dari pengusaha, keluarga, masyarakat maupun peraturan itu sendiri. Undang-Undang 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan hanya mengatur hak-hak bagi pekerja yang bekerja di sektor formal dan tidak memasukkan pembantu rumah tangga sebagai jenis pekerjaan, padahal kebanyakan anak-anak bekerja di sektor informal dan pembantu rumah tangga anak sehingga hak-hak pekerja anak belum sepenuhnya terpenuhi. Kendala pada umumnya disebabkan masih banyaknya masyarakat yang berada dalam kondisi ekonomi lemah, kurangnya kesadaran orang tua dan masyarakat akan pentingnya pendidikan bagi anak dan kurangnya kesadaran pengusaha untuk tidak mempekerjakan anak di pekerjaan-pekerjaan terburuk.

(6)

commit to user

vi ABSTRACT

QONITAH. E0007186. LEGAL PROTECTION ON CHILD LABOUR IN INDONESIA (CRITICAL STUDY OF CHILDREN’S RIGHTS IN INDONESIA). Faculty of Law University Of Sebelas Maret Surakarta.

This legal research aims to find out how the legal protection of child labour in Indonesia and to determine whether the regulations are already fulfilling children's rights in Indonesia.

This research is a prescriptive normative legal research to examine the legal issues with the approach of legislation, particularly Act Number 13 of 2003 concerning Employment and Act Number 23 of 2002 concerning Child Protection. As for the writing of this law using the material type of primary law, secondary legal materials and legal materials as a material assessment by tertiary engineering studies document the collection of legal materials or library materials from both print and electronic media (internet). Further legal material was analyzed by the method of deductive syllogism.

Based on the results of research and discussion concluded that Act Number 23 of 2002 concerning Child Protection has set up children's rights as a whole. The government has ratified ILO conventions on minimum age for children to work and the elimination of the worst forms of child labour. Act 13 of 2003 concerning Employment has also been set up with restrictions on child labour and specific provisions. Protective measures undertaken by the government continues to cooperate with social agencies and the community. However, the implementation of the protection of the child labour’s rights still get a good constraint of the entrepreneur, family, society and the rules. Act 13 of 2003 concerning Employment only regulate the rights of labourer who employed in the formal sector and do not include domestic servants as the type of work, but actually most children work in the informal sector and domestic rights of the child so that child labour not being fully met. Constraints are generally caused still many people who are in a weak economic conditions, lack of awareness of parents and communities about the importance of education for children and lack of awareness of employers not to employ children in the worst jobs.

(7)

commit to user

vii MOTTO

“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.”

(QS. Al am Nasyrah : 5-6)

“Kaya bukan berarti memiliki banyak uang, tetapi memiliki sesuatu yang tidak bisa dibeli dengan uang.”

(8)

commit to user

viii

PERSEMBAHAN

Ku persembahkan skripsi ini untuk :

v

Allah SWT , dzat dimana semua dalam

genggamannya

v

Rosulullah SAW, sebagai panutan

umat manusia

v

Ayah dan Ibu tercinta

v

Adik-adikku tersayang

v

Gopala Valentara Perhimpunan

Mahasiswa Pecinta Alam Fakultas

Hukum UNS

(9)

commit to user

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan

penulisan hukum/skripsi yang berjudul “Perlindungan Hukum Terhadap

Pekerja Anak Di Indonesia (Kajian Kritis Terhadap Hak Anak di

Indonesia)”.

Penulis menyadari bahwa keberhasilan penyusunan skripsi ini tidak

terlepas dari bantuan berbagai pihak baik langsung maupun tidak langsung. Pada

kesempatan ini Penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih sebesar-besarnya

kepada Ibu Dr. I. Gusti Ayu Ketut Rackhmi H, S.H., M.M., selaku dosen

pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan yang terbaik bagi

Penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah

mendukung, memberikan kritik, saran, bantuan serta arahan kepada Penulis,

sehingga penulisan hukum ini dapat terselesaikan. Ungkapan terima kasih tersebut

secara khusus Penulis sampaikan kepada:

1. Ibu Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Bapak Pius Triwahyudi, S.H., M.Si selaku Ketua Bagian Hukum Administrasi

Negara Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Bapak Mohammad Adnan, S.H., M.Hum selaku Pembimbing Akademik yang

telah membimbing dan mengarahkan Penulis selama masa studi.

4. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta,

terima kasih untuk semua ilmu yang diberikan kepada Penulis.

5. Staf Tata Usaha, Staf Pendidikan, Staf Kemahasiswaan, Staf Perpustakaan,

dan segenap karyawan-karyawati Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

6. Ayahanda Moch. Naser Falah dan Ibunda Roudhotul Djannah yang senantiasa

memberikan cinta dan kasih sayang, membimbing, memberi dukungan baik

moril maupun spirituil, memberi masukan dan dorongan serta memanjatkan

(10)

commit to user

x

7. Adik-adik Penulis, Moch. Sidqul Ahdi, Ati Umniyaty dan Ayu Chasanah yang

tak pernah bosan memanjatkan doa, memberi dukungan dan motivasi yang

baik serta kasih sayang yang tiada henti.

8. Keluarga besar H. Maksum Oemar dan Keluarga besar Asrori Achmad yang

telah memberikan dorongan, doa dan masukan sehingga Penulis dapat

menyelesaikan Skripsi ini.

9. Teman-teman lantai I Wisma Kiki, Ninik, Rosi, Kiki, Shinta, Isni, Siwi, Vivin

yang senantiasa memberikan keramaian, keceriaan dan persahabatan dalam

hangatnya.

10. Keluarga Besar Gopala Valentara PMPA FH UNS, khususnya saudara

seperjuangan Diklatsar XXIV serta kakak-kakak dan adik-adik Penulis yang

telah memberikan keluarga baru dengan segudang ilmu dan pengalaman

berharga.

11. Keluarga Besar LPM Novum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret,

serta adik-adik yang telah memberikan waktu untuk bersama-sama berkarya

dan meneteskan kata lewat pena. Sepatah kebenaran nurani keadilan!

12. Agus Hari Wibowo, terima kasih telah mendampingiku dan menjadi

penyemangatku.

13. Untuk semua pihak yang tak dapat disebutkan satu persatu yang telah

membantu Penulis selama ini, terima kasih semuanya.

Akhir kata Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam

penulisan hukum ini, baik dalam kalimat maupun isinya karena memang tidak ada

yang sempurna. Oleh karena itu Penulis mengharapkan kritik dan saran yang

bersifat membangun untuk menyempurnakan penulisan hukum ini. Semoga

penulisan hukum ini dapat berguna bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan

semua pihak yang membutuhkannya.

Surakarta, Juli 2011

Penulis,

(11)

commit to user

xi DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

F. Sistematika Penulisan Hukum ... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 13

A. Kerangka Teori ... 13

1. Tinjauan Umum tentang Perlindungan Hukum... . 13

a. Pengertian Hukum... 13

b. Pengertian Perlindungan Hukum ... 14

c. Perlindungan Hukum Pekerja Anak ... 15

2. Tinjauan Umum tentang Pekerja Anak ... 16

a. Pengertian Anak ... 16

b. Pengertian Anak yang Bekerja dan Pekerja Anak ... 18

c. Bentuk-Bentuk Pekerjaan Anak ... 20

3. Tinjauan Umum tentang Hak-hak Anak di Indonesia ... 24

a. Undang-Undang Dasar 1945 ... 24

b. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak ... 24

c. Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 ... 25

d. Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak ... 29

B. Kerangka Pemikiran ... 30

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 32

A. Perlindungan Hukum terhadap Pekerja Anak di Indonesia .... 32

(12)

commit to user

xii

2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1999 tentang Pengesahan Konvensi ILO No. 138 mengenai Usia

Minimum untuk Diperbolehkan Bekerja ... 40

3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Pengesahan Konvensi ILO No. 182 mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak ... 44

4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak ... 52

5. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan ... 58

B. Efektivitas Perlindungan Hukum terhadap Pekerja Anak dalam Memenuhi Hak-Hak Anak sebagai Pekerja ... 63

a. Perlindungan Hukum Hak-hak Pekerja Anak Berdasarkan Substansi Hukum ... 67

b. Perlindungan Hukum Hak-hak Pekerja Anak Berdasarkan Struktur Hukum... 73

c. Perlindungan Hukum Hak-hak Pekerja Anak Berdasarkan Budaya Hukum ... 78

BAB IV PENUTUP ... 86

A. Simpulan ... 86

B. Saran... 87 DAFTAR PUSTAKA

(13)

commit to user

xiii

DAFTAR BAGAN

(14)

commit to user

xiv

DAFTAR TABEL

(15)

commit to user

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kemiskinan masih selalu menjadi polemik di berbagai negara, tak

terkecuali Indonesia. Sejak krisis moneter yang menimpa Indonesia pada tahun

1997 lalu, angka kemiskinan di negara Indonesia semakin meningkat. Beberapa

pekerja terpaksa dikenai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) oleh perusahaan

tempat mereka bekerja. Akibatnya, sebagian penduduk kehilangan sumber

pendapatannya.

Setiap manusia mempunyai kebutuhan yang beraneka ragam untuk

menjamin kehidupan. Untuk memenuhi kebutuhannya tersebut, manusia dituntut

untuk bekerja demi memperoleh penghasilan. Kondisi krisis moneter yang

berkepanjangan mengakibatkan minimnya lowongan kerja pada

perusahaan-perusahaan atau instansi-instansi tertentu.

Di era globalisasi saat ini, persaingan usaha tidak dapat lagi dihindari.

Sebagian orang yang memiliki keahlian, keterampilan dan kemauan yang keras

mampu menciptakan lapangan pekerjaan sendiri. Namun, beberapa orang yang

masih bergantung pada orang lain banyak yang menjadi pengangguran.

Akibatnya, jumlah keluarga miskin semakin meningkat. Salah satu upaya keluarga

untuk memenuhi kebutuhannya adalah memanfaatkan tenaga kerja yang ada

dalam keluarga. Akibatnya, banyak orang tua yang terpaksa melepaskan anaknya

untuk bekerja demi membantu meningkatkan perekonomian keluarga. Hal ini

berdampak langsung pada meningkatnya jumlah pekerja anak di Indonesia.

Pada dasarnya setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk bekerja

dan memperoleh pekerjaan, dan berhak memperoleh perlakuan yang sama tanpa

diskriminasi, seperti yang tertuang dalam Pasal 28D ayat (2) Undang-Undang

Dasar 1945 Amandemen II yang berbunyi: “Setiap orang berhak untuk bekerja

serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan

(16)

commit to user

Namun, dalam Pasal 68 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan jelas disebutkan bahwa pengusaha dilarang mempekerjakan

anak. Hanya saja terdapat pengecualian pada Pasal 69 ayat (1) yaitu bagi anak

yang berumur antara 13 (tiga belas) tahun sampai dengan 15 (lima belas) tahun

untuk melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak mengganggu perkembangan

dan kesehatan fisik, mental, dan sosial. Sedangkan kategori anak berdasarkan

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah setiap

orang yang berumur di bawah 18 (delapan belas) tahun.

Batas minimal usia anak boleh bekerja sebenarnya mengacu pada hak asasi

manusia seorang anak. Anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha

Esa yang di dalam dirinya melekat hak dasar atau hak asasi manusia sejak lahir.

Anak yang menjadi tunas bangsa dengan segudang potensi ini kelak akan menjadi

generasi muda sebagai penerus cita-cita bangsa dan negara. Oleh karena itu,

hak-hak dasar anak harus terpenuhi dengan baik demi terwujudnya cita-cita tersebut.

Salah satu bentuk hak dasar anak adalah hak untuk tumbuh kembang secara

optimal baik fisik, mental, spiritual, sosial maupun intelektual.

Timbulnya pekerja anak merupakan bentuk pengabaian terhadap hak anak,

karena pada saat bersamaan telah terjadi penelantaran hak-hak yang harus

diperoleh seorang anak. Mulai dari hak memperoleh kehidupan yang layak,

pendidikan, waktu bermain, kesehatan dan lain-lain. Kondisi seperti ini

menjadikan pekerja anak patut untuk diberikan perlindungan khusus.

Perlindungan khusus ini memerlukan penanganan yang serius dari keluarga,

masyarakat, kelompok terkait, dan pemerintah sebagai pembuat kebijakan.

Perlindungan anak dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak adalah segala kegiatan untuk menjamin

dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan

berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan,

serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Sedangkan

Perlindungan Khusus menurut Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak yaitu Perlindungan yang diberikan

(17)

commit to user

kelompok minoritas dan terisolasi, anak dieksploitasi secara ekonomi atau

seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan

narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya, dan lain-lain.

Perlindungan anak harus dilakukan sedini mungkin, yakni sejak menjadi

janin, karena sejak itu pula hak asasi manusia telah melekat pada dirinya. Peran

orang tua dalam upaya perlindungan anak ini sangat penting mengingat tumbuh

kembang anak pertama kali berada di lingkungan keluarga.

Di dalam Bagian I Pasal 2 Konvensi Hak-Hak Anak menyebutkan,

“States parties shall respect and ensure the rights set forth in the present convention to each child within their juridiction without discrimination of any kind, irrespective of the child’s or his or her parent’s or legal guardian’s race, colour, sex, languange, religion, political or other opinion, national, ethnic or social origin, property, disability, birth or other status.”(Negara anggota harus merespon dan menjamin secara permanen hak-hak pada konvensi ini untuk tiap anak dengan yurisdiksi mereka tanpa diskriminasi apapun, tanpa melihat orang tuanya atau perlindungan hukum ras, warna, jenis kelamin, bahasa, agama, politik atau pendapat lain, nasional, etnik atau budaya asli, kepemilikan, ketidakmampuan, kelahiran atau status lain).

Pada kenyataannya, tidak semua anak memperoleh jaminan untuk tumbuh

kembang secara optimal, terlebih pada anak-anak yang orang tuanya tidak mampu

secara ekonomi sehingga mereka harus bekerja demi membantu orangtuanya

mencari nafkah.

Sebenarnya tidak hanya kemiskinan yang menjadi faktor timbulnya pekerja

anak. Gagalnya sistem pendidikan di beberapa daerah juga berpengaruh.

Terkadang sekolah meminta bayaran uang melebihi kemampuan orang tua murid.

Kalaupun ada sekolah gratis, kurikulum yang dipakai tidak tepat dan kualitas

kurang baik. Sehingga orang tua berpendapat bahwa anak mereka lebih baik

bekerja dan mempelajari keterampilan praktis karena dinilai lebih berguna bagi

masa depan.

Pada dasarnya, bekerja bagi seorang anak dapat menimbulkan dampak

positif apabila dilakukan dalam rangka pengenalan dan persiapan menuju dunia

kerja orang dewasa. Sebaliknya, dampak negatif timbul apabila pekerjaan tersebut

dapat membawa pengaruh buruk dalam tumbuh kembang anak baik fisik, mental,

(18)

commit to user

Dampak lain dari semakin meningkatnya pekerja anak adalah berkurangnya

kesempatan kerja bagi orang dewasa. Apalagi jika hasil produktivitas pekerja

dewasa dinilai hampir sama dengan pekerja anak, maka tak heran apabila

beberapa pengusaha lebih memilih mempekerjakan anak. Selain upah yang harus

diberikan kepada pekerja anak relatif lebih rendah, anak-anak juga cenderung

tidak menuntut karena rata-rata mereka tidak memahami hak seorang pekerja.

Perilaku pengusaha ini tentu saja sudah mengarah pada tindakan eksploitasi anak.

Dampak yang sangat besar terkait dengan hal ini adalah hilangnya kesempatan

seorang anak untuk memperoleh pendidikan, waktu bermain dan lain-lain.

Hal tersebut di atas jelas bertentangan dengan Pasal 11 Undang-Undang

Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang merumuskan bahwa

“setiap anak memiliki hak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang,

bergaul dengan anak yang sebaya, bermain dan berekreasi, dan berkreasi sesuai

dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan diri”.

Sedangkan Pasal 13 menyebutkan bahwa “setiap anak berhak atas perlindungan

dari eksploitasi baik ekonomi maupun seksual”.

Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen IV juga

menyebutkan bahwa “fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh

negara”. Selain itu, pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 13

Tahun 2003 sebagai penyempurnaan dari Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1964

tentang Pokok-Pokok Ketenagakerjaan yang memberikan perlindungan hukum

bagi pekerja dan pemberi kerja.

Sebagai bentuk ratifikasi dari Konvensi International Labour Organization

(ILO) Nomor 138 Tahun 1973 mengenai Usia Minimum Untuk Diperbolehkan

Bekerja, Indonesia mengeluarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1999. Pasal 3

dalam Undang-Undang tersebut menyebutkan bahwa “usia minimum untuk

diperbolehkan bekerja di setiap jenis pekerjaan, yang karena sifat atau keadaan

lingkungan tempat pekerjaan itu dilakukan dapat membahayakan kesehatan,

keselamatan, atau moral orang muda, tidak kurang dari 18 tahun”.

Konvensi ini lebih lanjut menyatakan bahwa perundang-undangan nasional

(19)

commit to user

15 (lima belas) tahun tetapi belum menyelesaikan wajib sekolah asalkan pekerjaan

tersebut tidak berbahaya bagi kesehatan dan perkembangan mereka, serta tidak

mengganggu mereka untuk bersekolah atau berpartisipasi dalam program latihan

kejuruan.

Sebagai upaya perlindungan terhadap pekerja anak, pemerintah kembali

memperlihatkan komitmennya dengan meratifikasi Konvensi ILO Nomor 182

Tahun 1999 tentang Pelanggaran dan Tindakan Segera Penghapusan

Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk Anak dengan mengeluarkan Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 2000.

Lebih lanjut, pemerintah mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 12

Tahun 2001 tentang Pembentukan Komite Aksi Nasional Penghapusan

Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk Anak (KAN-PBPTA) dan Keputusan Presiden

Nomor 59 Tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan

Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk Anak (RAN-PBPTA) serta Keputusan Menteri

Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 235/MEN/2003 tentang Jenis-Jenis

Pekerjaan yang Membahayakan Kesehatan, Keselamatan atau Moral Anak, yang

mulai berlaku sejak tanggal 31 Oktober 2003.

Pemerintah bersama legislatif telah banyak mengeluarkan peraturan guna

menciptakan perlindungan terhadap pekerja anak. Namun, pada implementasinya

tidak semua peraturan tersebut dapat terlaksana dengan baik. Sebenarnya

peraturan-peraturan ini dibuat untuk mengatur pembangunan terkait

ketenagakerjaan sehingga hak-hak dan perlindungan yang mendasar dapat

diperoleh pekerja dan pemberi kerja demi mewujudkan kondisi sosial dan

perekonomian yang kondusif dalam dunia usaha.

Pada hakikatnya, upaya penanggulangan pekerja anak dapat dilaksanakan

secara terpadu oleh masyarakat dan pemerintah. Perlu upaya lebih giat dari kedua

belah pihak serta instansi terkait untuk menyelaraskan keadaan sehingga tercapai

pemenuhan hak-hak anak sekaligus penurunan angka kemiskinan di Indonesia.

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka penulis tertarik

(20)

commit to user

TERHADAP PEKERJA ANAK DI INDONESIA (KAJIAN KRITIS

TERHADAP HAK ANAK DI INDONESIA)”.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah disusun guna mengidentifikasikan permasalahan yang

akan diteliti. Hal ini diperlukan untuk memudahkan penulis dalam mengumpulkan

data, menyusun data dan menganalisis data, sehingga sasaran yang hendak dicapai

jelas sesuai dengan apa yang diharapkan.

Berdasarkan uraian dan latar belakanag yang telah dipaparkan

sebelumnya, maka penulis merumuskan masalah dalam penelitian ini sebagai

berikut:

1. Bagaimana perlindungan hukum terhadap pekerja anak di Indonesia?

2. Apakah pengaturan mengenai pekerja anak di Indonesia dapat memenuhi hak

anak di Indonesia?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian diperlukan oleh setiap penulis guna merumuskan arah

dan sasaran yang hendak dicapai sehingga dapat memberikan solusi atas

permasalahan yang dihadapi (tujuan obyektif) dan dapat memenuhi kebutuhan

perseorangan (kebutuhan subyektif).

Adapun tujuan penelitian yang hendak dicapai oleh penulis adalah sebagai

berikut:

1. Tujuan Obyektif

a. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap pekerja anak di

Indonesia.

b. Untuk mengetahui seberapa jauh pengaturan mengenai pekerja anak di

Indonesia dapat memenuhi hak-hak anak di Indonesia.

2. Tujuan Subyektif

a. Untuk memperoleh data-data dan informasi secara lengkap dan terperinci

(21)

commit to user

menyelesaikan studi dalam meraih gelar kesarjanaan pada Fakultas

Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

b. Untuk menambah dan memperluas pengetahuan dan pengalaman penulis

di bidang Hukum Administrasi Negara.

c. Untuk menerapkan ilmu dan teori-teori hukum yang telah penulis peroleh

agar dapat memberi manfaat bagi penulis sendiri pada khususnya dan

masyarakat pada umumnya.

D. Manfaat Penelitian

Suatu penulisan diharapkan dapat memberikan suatu manfaat. Berdasarkan

hal tersebut, manfaat yang hendak dicapai oleh penulis adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

a. Hasil penelitian dari penulisan hukum ini diharapkan dapat memberikan

sumbangan pemikiran dan pengetahuan yang bermanfaat bagi

perkembangan ilmu hukum, terutama yang berkaitan dengan Hukum

Administrasi Negara.

b. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi referensi bagi karya ilmiah atau

penelitian sejenis.

2. Manfaat Praktis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat mendukung terciptanya perlindungan

bagi pekerja anak sesuai dengan hak-hak anak di Indonesia.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kesadaran bagi

masyarakat akan pentingnya peranan masyarakat dalam mendukung

terciptanya perlindungan terhadap pekerja anak terkait dengan hak-hak

anak di Indonesia.

c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan terhadap

Lembaga Perlindungan Anak dalam menyelenggarakan perlindungan

pekerja anak serta memberikan dukungan sarana dan prasarana dalam

penyelenggaraan perlindungan anak. Sehingga penelitian ini memberikan

kontribusi yang nyata bagi terjaminnya perlindungan, pemeliharaan dan

(22)

commit to user

d. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi inspirasi bagi pemerintah

agar para perumus perundang-undangan dapat mengatur lebih khusus

mengenai perlindungan hak anak bagi pekerja anak.

e. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu penulis untuk belajar lebih

memahami hak-hak anak serta tanggung jawab dan peran mayarakat dalam

mewujudkan anak yang dapat berguna bagi negara, nusa dan bangsa.

E. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang akan digunakan oleh penulis adalah penelitian

hukum normatif. “Penelitian hukum normatif adalah suatu prosedur ilmiah

untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi

normatifnya” (Johny Ibrahim, 2006:57). Penelitian hukum normatif dilakukan

dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder, yang terdiri dari bahan

hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.

2. Sifat Penelitian

Berdasarkan uraian mengenai jenis penelitian di atas, maka penelitian ini

bersifat preskriptif. “Sebagai ilmu yang bersifat preskriptif, ilmu hukum

mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum,

konsep-konsep hukum, dan norma-norma hukum” (Peter Mahmud Marzuki,

2006:22). Penelitian preskriptif juga merupakan studi yang berorientasi pada

pemecahan masalah sebagai rekomendasi.

3. Pendekatan Penelitian

Adapun pendekatan yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah

pendekatan perundang-undangan (statute approach).

(23)

commit to user

Pendekatan perundang–undangan dalam penelitian ini menggunakan

kaidah–kaidah hukum serta ketentuan peraturan perundang–undangan

mengenai ketenagakerjaan dan perlindungan anak.

4. Jenis dan Sumber Data Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis dan sumber data sekunder, yang terdiri

dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier,

yaitu:

a. Bahan hukum primer, merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif,

artinya mempunyai otoritas. Bahan hukum primer terdiri dari

undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan

perundang-undangan dan putusan-putusan hakim (Peter Mahmud Marzuki, 2006:

141). Bahan hukum primer yang digunakan dalam penyusunan ini, antara

lain :

1) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945.

2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia.

3) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia.

4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

5) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

6) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Pengesahan Konvensi

ILO Nomor 182 tentang Pengesahan Konvensi ILO Nomor 182

Mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera Untuk Penghapusan

Bentuk – Bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk Anak.

7) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1999 tentang Pengesahan Konvensi

ILO Nomor 138 mengenai usia minimum untuk diperbolehkan

bekerja.

8) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak-Hak Asasi

Manusia.

9) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak

10) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak.

(24)

commit to user

b. Bahan hukum sekunder, yang terutama adalah buku-buku hukum,

termasuk skripsi, tesis, disertasi hukum dan jurnal-jurnal hukum,

disamping itu juga, kamus-kamus hukum dan komentar-komentar atas

putusan pengadilan (Peter Mahmud Marzuki, 2006: 155).

c. Bahan hukum tersier yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder

seperti kamus (hukum), eksiklopedia (Amiruddin dan Zainal Asikin, 2008:

32).

5. Teknik Pengumpulan Data

Berkaitan dengan jenis penelitian pada penelitian ini, maka teknik yang

digunakan dalam mengumpulkan data adalah melalui studi kepustakaan, yaitu

pengumpulan bahan-bahan penelitian berupa buku-buku, peraturan

perundang-undangan, karya ilmiah, makalah, artikel, surat kabar dan bahan

pustaka lainnya yang berhubungan dengan permasalahan yang akan diteliti.

6. Teknik Analisis Data

Untuk memperoleh jawaban terhadap permasalahan dalam penelitian

hukum ini digunakan silogisme deduktif dengan interpretasi sistematis.

Metode silogisme deduktif adalah metode yang berpangkal dari pengajuan

premis mayor yaitu aturan hukum kemudian diajukan premis minor yang

merupakan fakta hukum dan dari kedua premis tersebut kemudian ditarik

kesimpulan (silogisme).

Premis mayor dalam penelitian hukum ini adalah Undang-Undang

Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Undang-Undang Nomor

23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sedangkan premis minornnya

adalah fakta hukum yang menggambarkan sejauh mana pemenuhan hak-hak

anak di Indonesia terhadap pekerja anak.

Selanjutnya dari premis mayor dan premis minor tersebut dibahas,

dikorelasikan dan dianalisis untuk kemudian diperoleh suatu kesimpulan dari

(25)

commit to user

F. Sistematika Penulisan Hukum

Sistematika laporan penulisan hukum yang telah Penulis susun adalah

sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab ini diuraikan tentang latar belakang masalah, yang berisi

tentang isu perlindungan hukum terhadap pekerja anak dengan

mengkaji secara kritis pemernuhan hak-hak anak sebagai pekerja di

Indonesia dengan menitikberatkan pada Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Nomor

13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebagai pokok regulasi

perlindungan pekerja anak. Sehingga rumusan masalah Penulis

meliputi perlindungan hukum terhadap pekerja anak di Indonesia dan

keefektivan perlindungan hukum tersebut dalam memenuhi hak-hak

pekerja anak Indonesia.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini penulis menguraikan tentang kerangka teori dan kerangka

pemikiran dari masalah yang penulis angkat. Kerangka teori yang

Penulis gunakan meliputi tinjauan tentang perlindungan hukum,

tinjauan tentang pekerja anak dan tinjauan tentang hak-hak anak di

Indonesia.

BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis memaparkan pembahasan dan hasil penelitian

berdasarkan rumusan masalah, yaitu mengenai perlindungan hukum

terhadap pekerja anak di Indonesia dan mengenai efektivitas

pengaturan mengenai pekerja anak di Indonesia dalam memenuhi

hak-hak anak di Indonesia dilihat dari teori bekerjanya hukum milik

Lawrence M Friedman, yang terdiri dari unsur substansi hukum,

struktur hukum dan budaya hukum terkait dengan payung hukum dari

(26)

commit to user

BAB IV : PENUTUP

Bab ini merupakan penutup yang menguraikan secara singkat

kesimpulan dari pembahasan dan saran-saran yang ditujukan pada

pihak-pihak terkait dengan permasalahan yang diteliti ini.

DAFTAR PUSTAKA

(27)

commit to user

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Tinjauan Umum tentang Perlindungan Hukum

a. Pengertian Hukum

Istilah “hukum” memiliki makna yang luas. Hampir semua Sarjana

Hukum memberikan batasan pengertian hukum yang berlainan. Berikut ini

merupakan definisi hukum dari beberapa Sarjana Hukum, antara lain :

1) Utrecht

Hukum adalah himpunan petunjuk-petunjuk hidup yang berisi

perintah-perintah dan larangan-larangan yang mengurus tata tertib

suatu masyarakat dan karena itu harus ditaati oleh masyarakat itu

(Titik Triwulan Tutik, 2006 : 27).

2) Mochtar Kusumaatmadja

Hukum adalah keseluruhan kaidah-kaidah serta asas-asas yang

mengatur pergaulan hidup manusia dalam masayarakat yang bertujuan

memelihara ketertiban juga meliputi lembaga-lembaga dan

proses-proses guna mewujudkan berlakunya kaidah sebagai kenyataan dalam

masyarakat (Titik Triwulan Tutik, 2006 : 33).

3) Prof. Soedikno Mertokusumo

Hukum adalah keseluruhan kumpulan peraturan-peraturan atau

kaidah-kaidah dalam suatu kehidupan bersama, keseluruhan peraturan tingkah

laku yang berlaku dalam suatu kehidupan bersama, yang dapat

dipaksakan pelaksanaannya dengan sanksi (Soedikno Mertokusumo,

1991 : 24).

Dari beberapa perumusan pengertian hukum tersebut di atas, dapat

ditarik kesimpulan bahwa hukum mengandung beberapa unsur, yaitu:

1) Peraturan mengenai tingkah laku manusia

2) Peraturan itu diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib

(28)

commit to user

4) Mempunyai sanksi yang tegas

Hukum dapat berupa perintah dan larangan yang harus dipatuhi

setiap orang. Bentuk dari hukum bisa tertulis seperti peraturan

perundang-undangan dan tidak tertulis seperti hukum adat.

Keanekaragaman masyarakat dengan segala jenis hubungan dan

kepentingan di dalamnya memerlukan suatu peraturan sendiri agar tidak

terjadi kekacauan. Hukum di sini bertujuan untuk menjamin keseimbangan

dalam hubungan antara anggota masyarakat.

b. Pengertian Perlindungan Hukum

Perlindungan hukum menurut Sudikno Mertokusumo adalah

adanya jaminan hak dan kewajiban manusia dalam rangka memenuhi

kepentingan sendiri maupun di dalam hubungan dengan manusia lain

(Soedikno Mertokusumo, 1991: 9).

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang

Hak-Hak Asasi Manusia, ”perlindungan hukum adalah segala daya upaya yang

dilakukan secara sadar oleh setiap orang atau lembaga pemerintah, swasta

yang bertujuan mengusahakan pengamanan, penguasaan dan pemenuhan

kesejahteraan hidup sesuai dengan hak-hak asasi yang ada”.

Perlindungan hukum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

1) Perlindungan Hukum Preventif

Perlindungan yang diberikan oleh pemerintah dengan tujuan untuk

mencegah sebelum terjadinya pelanggaran. Hal ini terdapat dalam

peraturan perundang-undangan dengan maksud untuk mencegah suatu

pelanggaran serta memberikan rambu-rambu atau batasan-batasan

dalam melakukan suatu kewajiban.

2) Perlindungan Hukum Represif

Perlindungan hukum represif merupakan perlindungan akhir berupa

sanksi seperti denda, penjara, dan hukuman tambahan yang diberikan

apabila sudah terjadi sengketa atau telah dilakukan suatu pelanggaran.

(29)

commit to user

Perlindungan hukum akan melahirkan pengakuan dan perlindungan

hak asasi manusia dalam wujudnya sebagai makhluk individu dan

makhluk sosial. Peran manusia sebagai subjek hukum berlangsung selama

masa hidupnya, dimulai sejak dalam kandungan dan berakhir ketika ia

meninggal dunia.

c. Perlindungan Hukum Pekerja Anak

Anak merupakan tunas bangsa yang memiliki segudang potensi

dan merupakan generasi muda yang diharapkan menjadi penerus cita-cita

bangsa. Ia memiliki peran strategis dan ciri serta sifat khusus yang kelak

akan menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara di masa depan.

Berdasarkan pertimbangan di atas, patut kiranya anak memperoleh

perhatian khusus dengan upaya memberikan perlindungan kepadanya.

Namun, bersamaan dengan tingginya angka kemiskinan di Indonesia,

didukung dengan kondisi ekonomi keluarga, anak dituntut untuk

membantu orang tua dan keluarganya sehingga anak terpaksa harus

menjadi pekerja. Namun, dikhawatirkan hal ini dapat menjadi gaya hidup

anak masa kini yang dianggap wajar bagi lingkungannya, tanpa

memperhitungkan resiko mereka yang telah terperangkap dalam

eksploitasi fisik.

Menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002

tentang Perlindungan Anak, “perlindungan anak adalah segala kegiatan

untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup,

tumbuh, berkembang dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan

harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari

kekerasan dan diskriminasi”.

Undang-Undang Perlindungan Anak ini merupakan perangkat yang

ampuh dalam melaksanakan Konvensi Hak Anak di Indonesia.

Undang-Undang ini dibuat berdasarkan empat prinsip Konvensi Hak Anak:

1) non diskriminasi;

2) kepentingan yang terbaik bagi anak;

(30)

commit to user

4) penghargaan terhadap pendapat anak

(Lilik HS, 2006 : 55).

Bentuk-bentuk perlindungan anak di Indonesia:

1) Perlindungan yang bersifat yuridis, yang meliputi bidang hukum

publik atau pidana dan bidang hukum perdata

Perlindungan anak dalam perkara pidana dikategorikan sebagai

perlindungan khusus yang membutuhkan perlakuan khusus dalam

penanganan perkaranya. Sedangkan perlindungan hukum di bidang

perdata antara lain meliputi:

a) hak dan kewajiban anak, orang tua, pemerintah dan masyarakat

terhadap anak;

b) pemberian identitas anak dengan pencatatan kelahirannya;

c) pencabutan kekuasaan pada orang tua atau kuasa asuh yang lalai;

d) pengasuhan dan pengangkatan anak serta perwalian;

e) perlindungan anak dalam beragama, kesehatan, pendidikan dan

sosial anak.

2) Perlindungan yang bersifat non yuridis, meliputi perlindungan di

bidang sosial, kesehatan dan pendidikan.

(

http://id.shvoong.com/law-and-politics/criminal-law/2109742-bentuk-bentuk-perlindungan-anak-di/, diakses pada tanggal 19 April 2011).

2. Tinjauan Umum tentang Pekerja Anak

a. Pengertian Anak

Tidak sedikit peraturan perundang-undangan di Indonesia yang

mengatur tentang anak. Akibatnya, terjadi pluralisme hukum terhadap

kriteria anak di Indonesia. Berikut ini disebutkan definisi anak berdasarkan

beberapa peraturan perundang-undangan dan peraturan lainnya, yaitu:

1) Hukum Pidana

Pasal 45 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana mendefinisikan

anak yang belum dewasa ialah apabila belum berumur 16 (enam belas)

tahun. Oleh karena itu, ketika ia tersangkut dalam perkara pidana

(31)

commit to user

kepada orang tuanya, walinya atau pemeliharanya, atau

memerintahkannya supaya diserahkan kepada pemerintah dengan tidak

dikenakan suatu hukuman. Ketentuan Pasal 45, 46 dan 47 Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana ini sudah dihapuskan dengan lahirnya

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak.

2) Hukum Perdata

Berdasarkan Pasal 330 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,

orang belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap

21 (dua puluh satu) tahun dan tidak lebih dahulu kawin.

3) Undang-Undang Pengadilan Anak

Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang

Pengadilan Anak merumuskan, bahwa anak adalah orang dalam

perkara Anak Nakal yang telah mencapai umur 8 (delapan) tahun,

tetapi belum mencapai 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah

menikah. Sedangkan syarat kedua si anak belum pernah kawin.

Maksudnya tidak sedang terikat dalam perkawinan ataupun pernah

kawin dan kemudian cerai. Apabila si anak sedang terikat dalam

perkawinan atau perkawinannya putus karena perceraian, maka si anak

dianggap sudah dewasa, walaupun umurnya belum genap 18 tahun.

4) Undang-Undang Perkawinan

Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan menyebutkan, “seorang pria hanya diijinkan kawin apabila

telah mencapai usia 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita telah

mencapai umur 16 tahun (enam belas) tahun”. Penyimpangan atas hal

tersebut hanya dapat dimintakan dispensasi kepada Pengadilan Negeri.

5) Undang-Undang Perlindungan Anak

Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002

tentang Perlindungan Anak, “anak adalah seseorang yang belum

berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam

kandungan”.

(32)

commit to user

Berdasarkan Pasal 1 angka 28 Undang-Undang Nomor 13 Tahun

2003 tentang Ketenagakerjaan, dirumuskan bahwa anak adalah setiap

orang yang berumur di bawah 18 (delapan belas) tahun.

7) Undang-Undang Kesejahteraan Anak

Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang

Kesejahteraan Anak mengatakan bahwa anak adalah seseorang yang

belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah

kawin.

Perbedaan kriteria anak ini berdampak pada sulitnya menentukan

usia seseorang untuk dapat dikategorikan sebagai anak. Terlebih lagi jika

tidak mempunyai akta kelahiran. Ciri-ciri lahiriah terkadang tidak

menjamin seseorang tersebut masih anak-anak atau sudah dewasa.

Sebenarnya, untuk memastikan usia anak dapat dilakukan dengan

berbagai cara, misalnya berdasarkan pengakuan atau wawancara dengan

pekerja tersebut. Pengakuan bisa didapat dari pekerja yang bersangkutan,

pemeriksaan dokumen mengenai data diri pekerja maupun dari orang

tua/wali dari pekerja tersebut. Wawancara juga bisa dilakukan terhadap

orang tua, saudara, teman, tetangga, atau pihak terkait lainnya.

Hendaknya penggunaan peraturan yang ada disesuaikan dengan

kasus yang dihadapi, sehingga tidak menimbulkan kerancuan kebijakan.

Sebagai contoh untuk masalah anak yang berperkara menggunakan

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak,

sedangkan untuk kasus anak sebagai tenaga kerja menggunakan

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dan sebagainya.

Berdasarkan hal tersebut, penulis membatasi pengertian anak dalam

penulisan ini adalah di bawah 18 (delapan belas) tahun sesuai dengan

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

b. Pengertian Anak yang Bekerja dan Pekerja Anak

Berdasarkan Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

(33)

commit to user

dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain”. Pada

perkembangannya, kriteria pekerja tidak hanya terdapat pada orang

dewasa. Kondisi ekonomi, sosial dan budaya yang kurang mendukung

menjadikan seorang anak untuk turut serta memikul beban hidup keluarga.

Keterlibatan anak dalam melakukan pekerjaan ini dapat dikelompokkan

menjadi 2 (dua) macam, yaitu anak yang bekerja dan pekerja anak.

1) Anak yang Bekerja

Anak yang bekerja adalah anak yang melakukan pekerjaan karena

membantu orang tua, latihan keterampilan dan belajar bertanggung

jawab. Misalnya anak yang mengerjakan tugas kecil di sekitar rumah

atau yang mengerjakan pekerjaan dalam jumlah sedikit sepulang

sekolah. Anak yang bekerja cenderung melakukan pekerjaan yang

wajar dilakukan untuk tingkat perkembangan anak seusianya dan yang

memungkinkan anak memperoleh keterampilan praktis serta

mengembangkan tanggung jawab. sebagai proses sosialisasi dan

perkembangannya menuju dunia kerja.

Indikator anak membantu melakukan pekerjaan ringan adalah:

a) Anak membantu orang tua untuk melakukan pekerjaan ringan

b) Ada unsur pendidikan atau pelatihan

c) Anak tetap bersekolah

d) Dilakukan pada saat senggang dengan waktu yang relatif pendek

e) Terjaga keselamatan dan kesehatannya

(Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI, 2005:10).

2) Pekerja Anak

Anak yang melakukan segala jenis pekerjaan yang memiliki sifat

atau intensitas yang dapat mengganggu pendidikan, membahayakan

keselamatan, kesehatan serta tumbuh kembangnya dapat digolongkan

sebagai pekerja anak. Disebut pekerja anak apabila memenuhi

indikator antara lain:

a) Anak bekerja setiap hari

(34)

commit to user

c) Anak bekerja pada waktu yang panjang

d) Waktu sekolah terganggu/tidak sekolah

(Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI, 2005:10).

Pekerja anak bukanlah anak yang mengerjakan tugas kecil di

sekitar rumah atau yang mengerjakan pekerjaan dalam jumlah sedikit

sepulang sekolah. Pekerja anak juga tidak mencakup anak yang

melakukan pekerjaan yang wajar dilakukan untuk tingkat

perkembangan anak seusianya dan yang memungkinkan anak

memperoleh keterampilan praktis serta mengembangkan tanggung

jawab.

c. Bentuk-Bentuk Pekerjaan Anak

Pekerja anak adalah semua anak yang bekerja pada pekerjaan yang

mengganggu proses kehidupan kanak-kanak mereka dan karena itu harus

dihentikan. Berikut ini adalah beberapa bentuk pekerjaan yang diketahui

banyak dikerjakan oleh sejumlah besar pekerja anak:

1) Pekerjaan di bidang pertanian

Sejumlah besar anak bekerja di pertanian dan perikanan.

Anak-anak ini mulai bekerja sejak usia dini dan jam kerja mereka lebih

panjang daripada jam kerja anak-anak di perkotaan. Anak-anak sering

kali dijumpai sedang bekerja di ladang milik keluarga atau lahan

sewaan. Tak jarang satu keluarga, termasuk anak-anak, dipekerjakan

sebagai satu unit oleh perusahaan pertanian.

2) Pekerjaan rumah tangga

Bentuk pekerja anak ini sangat umum dijumpai di Indonesia dan

banyak orang menganggapnya sebagai suatu hal yang dapat diterima.

Pekerjaan rumah tangga dapat dikerjakan anak di rumah orangtuanya

seperti membersihkan rumah, memasak dan menjaga adik-adiknya.

Masalah timbul ketika pekerjaan itu dilakukan di rumah tangga orang

lain. Pekerja anak di sektor ini diharuskan bekerja dengan jam kerja

(35)

commit to user

dalam keadaan terkucil dari orang tua dan teman-temannya. Mereka

juga berisiko dianiaya secara badani maupun seksual oleh majikannya.

3) Pekerjaan di tambang dan galian

Pekerja anak juga digunakan dalam pertambangan skala kecil di

Indonesia dan di banyak negara lainnya. Mereka bekerja dengan jam

kerja yang panjang tanpa diberi alat pelindung, pakaian kerja atau

pelatihan yang memadai, dan harus menghadapi tingkat kelembaban

tinggi dan suhu ekstrem. Pekerja anak di pertambangan berisiko

menderita cedera otot karena ketegangan yang berlebihan pada otot

sewaktu berusaha menarik, membawa atau mengangkat barang berat,

kelelahan/kehabisan tenaga dan gangguan otot serta tulang, dan

berisiko menderita cedera yang serius karena tertimpa benda jatuh.

4) Pekerjaan dalam proses manufaktur

Pekerjaan manufaktur adalah pekerjaan pengolahan untuk

membuat atau menghasilkan suatu produk. Beberapa anak ada yang

dipekerjakan secara tetap atau hanya dipekerjakan dan diberhentikan

menurut kebutuhan, secara legal atau ilegal, baik sebagai bagian dari

usaha orang tuanya/keluarganya maupun orang lain. Jenis-jenis

pekerjaan seperti ini antara lain meliputi pekerjaan mengasah batu

permata, membuat pakaian dan alas kaki, kuningan, kaca, kembang

api, dan korek api. Pembuatan produk-produk tersebut dapat membuat

anak-anak terkena bahan-bahan kimia berbahaya, terpaksa harus

berada di ruangan yang pengap karena ventilasinya buruk, berisiko

terkena kebakaran, dan ledakan, keracunan, mendapat penyakit

pernafasan, menderita luka tergores, menderita luka bakar dan bahkan

menyebabkan kematian.

5) Perbudakan dan kerja paksa

Kerja paksa paling banyak dijumpai di daerah-daerah pedesaan

karena dapat dengan lebih mudah disembunyikan sehingga tidak

diketahui oleh pihak berwajib serta tidak sampai tersiar keluar hingga

(36)

commit to user

dikaitkan dengan penindasan etnis kaum minoritas dan penduduk

pribumi.

6) Pekerjaan dalam perekonomian informal

Pekerjaan informal banyak dilakukan di jalanan. Anak yang

disuruh mengerjakannya hanya dibekali dengan perlengkapan minim,

misalnya, pekerjaan mengangkut beban di tempat konstruksi dan di

pembuatan batu bata, menyemir sepatu, mengemis, menarik becak,

menjadi kernet angkutan kota, berjualan koran, menjadi tukang

sampah, dan memulung

(International Labour Organization-International Programme on the

Elimination, 2009:8).

Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI memklasifikasikan

bentuk pekerjaan menjadi 2 (dua) macam, yaitu bentuk pekerjaan yang

diperbolehkan untuk anak dan bentuk pekerjaan yang tidak diperbolehkan

untuk anak (Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI, 2005:15).

1) Bentuk Pekerjaan yang Diperbolehkan untuk Anak

Pada prinsipnya anak tidak boleh bekerja, dikecualikan untuk

kondisi dan kepentingan tertentu anak diperbolehkan bekerja

sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

tentang Ketenagakerjaan. International Labour Organization (ILO)

mengklasifikasikan jenis pekerjaan menjadi pekerjaan ringan, yaitu

pekerjaan yang tidak berbahaya bagi anak, tidak mengganggu jam

sekolah, jam-jam kerja tidak panjang, dan pekerjaan berbahaya yaitu

pekerjaan yang berdasar sifat atau kondisinya dapat membahayakan

kesehatan dan keselamatan anak.

Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan, bentuk-bentuk pekerjaan yang diperbolehkan untuk

anak diklasifikaskan dalam:

a) Pekerjaan ringan, dengan ketentuan anak berusia 13-15 tahun

melakukan pekerjaan yang tidak mengganggu perkembangan dan

(37)

commit to user

b) Pekerjaan dalam rangka bagian kurikulum pendidikan atau

pelatihan atau pemagangan, dengan syarat usia anak minimal 14

tahun dan harus diberi petunjuk yang jelas tentang tata cara

pekerjaandan mendapat bimbingan serta pengawasan dalam

melaksanakan pekerjaan, serta harus diberi perlindungan

keselamatan dan kesehatan kerja.

c) Pekerjaan untuk mengembangkan minat dan bakat, selama

dikerjakan dan diminati anak sejak usia dini, berdasarkan

kemampuan anak dan menambah kreativitas serta sesuai dengan

dunia anak.

2) Bentuk Pekerjaan yang Tidak Diperbolehkan untuk Anak

Banyak anak yang terlibat dalam pekerjaan yang berbahaya

misalnya di bidang konstruksi, pertambangan, penggalian, penyelaman

di laut dalam. Terkadang juga dijumpai jenis pekerjaan yang selintas

tidak berbahaya, namun sebenarnya tergolong berbahaya bagi anak

karena akibatnya akan terasa beberapa waktu yang akan datang

misalnya bekerja di tempat kerja yang sempit, penerangan yang minim,

posisi kerja duduk di lantai, atau menggunakan peralatan kerja yang

besar dan berat melebihi ukuran tubuhnya. Pekerjaan yang berbahaya

tersebut digolongkan sebagai bentuk-bentuk pekerjaan terburuk yang

tidak boleh dilakukan oleh anak.

Bentuk-bentuk pekerjaan terburuk anak merupakan bentuk

pekerjaan yang diyakini, jika dikerjakan oleh seorang anak, akan

berpengaruh sangat buruk terhadap tumbuh kembang anak baik secara

fisik, mental, sosial dan intelektualnya. Untuk itu pemerintah telah

melakukan perlindungan terhadap pekerja anak melalui

Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Bentuk Pekerjaan terburuk untuk anak menurut Pasal 74 ayat (2)

UU No 13 Tahun 2003, meliputi:

(38)

commit to user

b) Segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan, atau

menawarkan anak untuk pelacuran, produksi pornografi,

pertunjukan porno atau perjudian.

c) Segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan atau

melibatkan anak untuk produksi dan perdagangan minuman keras,

narkotika , psikotropika dan zat adiktif lainnya.

d) Semua pekerjaan yang membahayakan kesehatan, keselamatan

atau moral anak.

3. Tinjauan Umum tentang Hak-Hak Anak di Indonesia

Negara Indonesia menjunjung tinggi keberadaan hak asasi manusia,

tak terkecuali hak anak. Hak-hak anak adalah berbagai kebutuhan dasar yang

seharusnya diperoleh seorang anak untuk menjamin kelangsungan hidup,

tumbuh kembang dan perlindungan dari segala bentuk perlakuan salah,

eksploitasi dan penelantaran terhadap anak, baik yang mencakup hak sipil,

ekonomi, sosial dan budaya (Zulkhair dan Soeaidy, 2001 : 4).

Penekanan tentang hak anak telah dirumuskannya dalam beberapa

peraturan perundang-undangan.

a. Undang-Undang Dasar 1945

Hak asasi anak yang paling mendasar adalah hak untuk hidup,

kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak, hal ini tercantum dalam

Undang-Undang Dasar 1945 pada amandemen II pasal 28B ayat (2) yang

berbunyi: “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan

berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan

diskriminasi”.

b. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak

Bab II Pasal 2 sampai dengan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 4

Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak mengatur hak-hak anak atas

kesejahteraan, yaitu sebagai berikut:

(39)

commit to user

Anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan dan bimbingan,

baik dalam keluarganya maupun dalam asuhan khusus untuk tumbuh

dan berkembang dengan wajar.

2) Hak atas Pelayanan

Anak berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan

kehidupan sosialnya sesuai dengan kebudayaan dan kepribadian

bangsa untuk menjadi warga negara yang baik dan berguna.

3) Hak atas Pemeliharaan dan Perlindungan

Anak berhak atas pemeliharaan dan perlindungan, baik semasa dalam

kandungan maupun sesudah dilahirkan, dari segala aspek kehidupan

yang dapat membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan

perkembangannya dengan wajar.

4) Hak Diberi Pelayanan dan Asuhan

Anak yang mengalami masalah kelakuan diberi pelayanan dan asuhan

yang bertujuan mendorong mengatasi hambatan yang terjadi dalam

masa pertumbuhan dan perkembangannya. Pelayanan dan asuhan

diberikan kepada anak yang telah dinyatakan bersalah melakukan

pelanggaran hukum berdasarkan keputusan hakim.

5) Hak Memperoleh Pelayanan Khusus

Anak cacat berhak memperoleh pelayanan khusus untuk mencapai

tingkat pertumbuhan dan perkembangan sejauh batas kemampuan dari

kesanggupannya agar dapat tumbuh dan berkembang dengan wajar.

6) Hak Mendapat Bantuan dan Pelayanan

Anak berhak mendapat bantuan dan pelayanan yang bertujuan

mewujudkan kesejahteraan anak tanpa membedakan jenis kelamin,

agama, pendidikan dan kedudukan sosial.

c. Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990

Hak anak pertama kali dinyatakan pada tahun 1923 oleh seorang

tokoh perempuan bernama Eglantyne Jebb, yang kemudian disahkan oleh

Liga Bangsa-Bangsa (LBB) sebagai pernyataan hak anak. Ia membuat 10

(40)

commit to user

bermain, nama, makanan, kebangsaan, lingkungan, pendidikan dan peran

dalam pembangunan. Pada tahun 1959 Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB)

mengumumkan pernyataan hak-hak anak ini. Selain itu, pada tahun 1979

diputuskan adanya Hari Anak Internasional. Dan pada tanggal 20

November PBB mengesahkan Konvensi Hak Anak (Child Right

Convention), dilanjutkan peratifikasian oleh Indonesia pada tanggal 25

Agustus 1990 dalam bentuk Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990.

Adapun hak anak menurut Konvensi Hak Anak jo Keputusan

Presiden Nomor 36 Tahun 1990 adalah sebagai berikut :

1) Hak Hidup ( Survival Rights), yang meliputi:

a) Anak mempunyai hak untuk hidup (Pasal 6);

b) Hak atas kehidupan yang layak terkait kesehatan dan pelayanan

kesehatan (Pasal 24).

2) Hak Mendapatkan Perlindungan (Protection Right), yang meliputi:

a) Larangan diskriminasi anak

(1) Nondiskriminasi terhadap anak (Pasal 2);

(2) Hak mendapatkan nama dan kewarganegaraan (Pasal 7);

(3) Hak anak cacat (Pasal 23);

(4) Hak anak kelompok minoritas (Pasal 30).

b) Larangan eksploitasi anak

(1) Hak berkumpul dengan orang tua (Pasal 10);

(2) Kewajiban negara mencegah atau mengatasi penculikan

(Pasal 11);

(3) Hak memperoleh perlindungan khusus bagi anak yang

kehilangan keluarga (Pasal 20);

(4) Adopsi hanya dilakukan untuk kepentingan anak (Pasal 21);

(5) Peninjauan periodik atas anak yang ditempatkan dalam

pengasuhan negara karena alasan pengawasan, perlindungan

dan penyembuhan (Pasal 25);

(6) Hak anak atas perlindungan dari pekerjaan yang mengancam

(41)

commit to user

(7) Hak anak atas perlindungan penyalahgunaan obat bius dan

narkotika, baik dalam proses produksi maupun distribusi

(Pasal 33);

(8) Hak anak atas perlindungan dari eksploitasi dan

penganiayaan seksual termasuk prostitusi dan keterlibatan

pornografi (Pasal 34);

(9) Kewajiban negara mencegah penjualan, penyelundupan dan

penculikan anak (Pasal 35);

(10) Hak atas perlindungan dari segala bentuk eksploitasi yang

belum tercantum dalam Konvensi Hak Anak;

(11) Larangan penyiksaan perlakuan atau hukuman yang kejam,

hukuman mati, penjara seumur hidup, dan penahanan

semena-mena atau perampasan kebebasan terhadap anak

(Pasal 37);

(12) Kewajiban negara menjamin anak korban konflik bersenjata,

penganiayaan, penelantaran, salah perlakuan atau eksploitasi

untuk memperoleh perawatan yang layak demi penyembuhan

reintegrasi sosial mereka (Pasal 39);

(13) Hak anak yang didakwa ataupun yang diputuskan telah

melakukan pelanggaran untuk tetap dihargai hak asasinya dan

khususnya untuk menerima manfaat dari segala proses

hukum atau bantuan hukum lainnya dalam upaya pengajuan

pembelaan mereka (Pasal 40);

c) Perlindungan anak dalam krisis dan darurat

Perlindungan ini meliputi :

(1) Anak dalam situasi darurat (Children ini situation of

emergency), seperti anak dalam pengungsian (Pasal 22) dan

anak korban peperangan/konflik bersenjata (Pasal 38).

(2) Anak yang berkonflik dengan hukum (Children in conflict in

the law), seperti:

(42)

commit to user

(b) Anak yang berada dalam penekanan kebebasan(Pasal 37);

(c) Reintegrasi sosial anak-anak dan penyembuhan fisik dan

psikologi anak (Pasal 39).

(3) Anak-anak dalam situasi eksploitasi (Children in situation of

exploitation), seperti:

(a) Eksploitasi ekonomi

(b) Pekerjaan anak (Pasal 32);

(c) Penyalahgunaan obat bius dan narkotika (Pasal 33);

(d) Eksploitasi dan penyalahgunaan seksual (Pasal 34);

(e) Bentuk-bentuk eksploitasi lainnya (Pasal 36);

(f) Perdagangan, penculikan dan penyelundupan anak (Pasal

35).

(4) Anak-anak dari kelompok minoritas atau anak-anak

penduduk suku terasing (Pasal 30).

(5) Hak untuk tumbuh kembang (Development Rights), meliputi:

(a) Hak mengambil langkah legislasi dan administrasi (Pasal

4);

(b) Hak hidup (Pasal 6);

(c) Hak untuk mempertahankan identitas (pasal 8);

(d) Hak anak untuk dipisahkan dari orang tuanya (Pasal 9);

(e) Hak menjamin repatriasi keluarga (pasal 10);

(f) Hak menyatakan pendapat secara bebas dan untuk

didengar (pasal 13);

(g) Hak untuk kemerdekaan berpikir (Pasal 14);

(h) Hak atas kebebasan berkumpul (Pasal 15);

(i) Hak memperoleh informasi (Pasal 17);

(j) Hak menikmati norma kesehatan tertinggi (Pasal 24);

(k) Hak mendapat pendidikkan, baik formal maupun informal

(Pasal 28 dan Pasal 29);

(l) Hak bermain dan berekreasi keluar negeri.

(43)

commit to user

(a) Menjamin pandangan anak (Pasal 12);

(b) Hak untuk menyatakan pendapat secara bebas (Pasal 13);

(c) Hak anak untuk berkumpul (Pasal 15).

d. Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentangPerlindungan Anak

Secara garis besar, dalam Pasal 4 sampai Pasal 18 Undang-Undang

Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak merumuskan hak-hak

anak sebagai berikut:

1) Hak untuk hidup dan berkembang dengan layak

Setiap anak berhak mendapatkan kehidupan yang layak dan

terpenuhinya tumbuh kembang secara wajar tanpa halangan. Mereka

berhak untuk mengetahui identitasnya, mendapatkan pendidikan,

perawatan kesehatan, bermain, beristirahat, bebas mengemukakan

pendapat, memilih agama, mempertahankan keyakinan, dan semua hak

yang memungkinkan mereka berkembang secara maksimal sesuai

potensi, kebutuhan fisik dan mental.

2) Hak untuk mendapat perlindungan

Setiap anak berhak mendapat perlindungan dari perlakuan

diskriminasi, eksploitasi baik ekonomi maupun seksual, penelantaran,

kekejaman, kekerasan, penganiayaan, ketidak adilan dan perlakuan

salah. Selain itu, seorang anak harus mendapat perlindungan dari

penyalahgunaan dalam kegiatan politik, pelibatan dalam sengketa

bersenjata, pelibatan dalam kerusuhan sosial, pelibatan dalam peristiwa

yang mengandung unsur kekerasan, dan pelibatan dalam peperangan.

3) Hak untuk berperan serta

Setiap anak berhak untuk berperan aktif dalam masyarakat termasuk

kebebasan untuk berekspresi, kebebasan untuk berinteraksi dengan

orang lain dan menjadi anggous ta suatu perkumpulan.

4) Hak untuk memperoleh pendidikan

Setiap anak berhak memperoleh pendidikan minimal tingkat dasar.

(44)

commit to user

Memenuhi atau Belum Memenuhi Hak-hak Anak di Indonesia

Bentuk Perlindungan Hukum

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang

Perlindungan Anak Undang-Undang Nomor 13

Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Pekerja Anak

Hambatan-Hambatan dalam Pelaksanaan

Hak-Hak Anak di Indonesia

tinggal di daerah terpencil, pemerintah berkewajiban untuk

bertanggung jawab untuk membiayai pendidikan mereka.

B. Kerangka Pemikiran

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

Keterangan :

Kemampuan ekonomi keluarga yang terbilang rendah dan situasi

lingkungan yang mendukung, membuat anak terpaksa menjadi pekerja

demi kelangsungan hidupnya.

Negara memang melarang adanya pekerja anak. Namun demikian,

untuk menangani masalah ini pemerintah tidak bisa langsung mengubah

Gambar

Tabel I : Anak Berumur 5-17 Tahun menurut Kegiatan dan Jenis Kelamin   (dalam ribuan), Indonesia, 2009 .................................................
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Tabel 1.1 Anak Berumur 5-17 Tahun menurut Kegiatan dan Jenis Kelamin

Referensi

Dokumen terkait

Efisiensi regenerasi kentang kultivar Baraka transgenik putatif yang mengandung gen Hd3a pada penelitian ini lebih tinggi dari pada kultivar Russet Burbank,

Segala Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan berkat dan kasih-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat melakukan

Indonesia merupakan pengguna terbanyak media sosial facebook dan media sosial lainnya. Tentu hal ini pada saat sekarang menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi jiwa

(dua ratus tujuh puluh juta enam ratus tiga puluh satu ribu rupiah) Bersama ini diberitahukan bahwa setelah diadakan evaluasi oleh Pokja Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda

Latar Belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) atau Pre Diabetes merupakan keadaan yang belum termasuk kategori diabetes tetapi glukosa darah lebih tinggi dari normal..

Thomas Engel has taught chemistry for more than 20 years at the University of Washington, where he is currently Professor of Chemistry and Associate Chair for the Undergraduate

• Penanda/capaian politik representasi perempuan adalah ketika PUG menjadi arus utama dalam kebijakan, dimana secara kasat mata memang banyak isu gender yang berhasil diperjuangkan

Grafik di atas menunjukkan informasi mengenai konsentrasi oksigen terlarut, jumlah bakteri dan jumlah ikan pada suatu perairan sungai sepanjang 50 km yang terukur dari titik P