• Tidak ada hasil yang ditemukan

HALAMAN PENGESAHAN ANALISIS GENDER BERDASARKAN JENIS KEGIATAN BURUH TANI DI DESA KLASEMAN KECAMATAN GATAK KABUPATEN SUKOHARJO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "HALAMAN PENGESAHAN ANALISIS GENDER BERDASARKAN JENIS KEGIATAN BURUH TANI DI DESA KLASEMAN KECAMATAN GATAK KABUPATEN SUKOHARJO"

Copied!
142
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

i

ANALISIS GENDER BERDASARKAN JENIS KEGIATAN BURUH TANI

DI DESA KLASEMAN KECAMATAN GATAK KABUPATEN

SUKOHARJO

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Sarjana Pertanian

di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret

Jurusan / Program Studi Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian

Oleh :

DONY SETYO NUGROHO

H0404038

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)

commit to user

ii

HALAMAN PENGESAHAN

ANALISIS GENDER BERDASARKAN JENIS KEGIATAN BURUH TANI

DI DESA KLASEMAN KECAMATAN GATAK KABUPATEN

SUKOHARJO

Yang dipersiapkan dan disusun oleh

Dony Setyo Nugroho

H0404038

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji

Pada tanggal :

Dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Susunan Tim Penguji

Ketua Anggota I Anggota II

Surakarta,

Mengetahui Universitas Sebelas Maret

Fakultas Pertanian Dekan

Prof. Dr. Ir. Suntoro, MS NIP. 195512171982031003

Dr. Ir. Suwarto, MSi

NIP. 19561119 198303 1 002

Agung Wibowo, SP, MSi

NIP. 19760226 200501 1 003 Ir. Sutarto, MSi

(3)

commit to user

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, sehingga Penulis

dapat menyelesaikan Skripsi dengan Judul ”ANALISIS GENDER

BERDASARKAN JENIS KEGIATAN BURUH TANI DI DESA

KLASEMAN KECAMATAN GATAK KABUPATEN SUKOHARJO”.

Penyelesaian Skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak mulai

awal penelitian sampai akhir pembuatan Skripsi ini. Berkaitan dengan itu maka

pada penulisan Skripsi ini, Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. dr. Much Syamsulhadi, Sp.KJ, selaku Rektor Universitas Sebelas

Maret Surakarta.

2. Prof. Dr. Ir. Suntoro, MS, selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas

Sebelas Maret Surakarta.

3. Dr. Ir. Kusnandar, MSi, selaku Ketua Program Studi Penyuluhan dan

Komunikasi Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

4. Ir. Sutarto, MSi, selaku Pembimbing Akademik dan Pembimbing Utama

yang telah memberikan bimbingan dan arahan yang baik dalam studi penulis

maupun dalam penyelesaian skripsi ini.

5. Agung Wibowo, SP, MSi, selaku Pembimbing Pendamping yang telah

memberikan bimbingan dan arahan dalam penyelesaian skripsi ini.

6. Dr. Ir. Suwarto, MSi, selaku Dosen Penguji Tamu yang telah memberikan

masukan dan saran dalam perbaikan skripsi ini.

7. Administratur Jurusan Penyuluhan Komunikasi Pertanian Universitas Sebelas

Maret yang telah memberikan kemudahan dalam mengurus izin penelitian

dilokasi penelitian.

8. Bupati Sukoharjo yang telah memberikan izin penelitian ini.

9. Kepala BAPPEDA Sukoharjo yang telah memberikan izin penelitian ini.

10.Camat Kecamatan Gatak yang telah memberikan ijin dalam penelitian ini.

11.Semua Pihak yang belum Penulis sebut satu persatu yang telah memberikan

(4)

commit to user

iv

Penulis menyadari bahwa dalam isi skripsi ini masih jauh dari sempurna.

Untuk itu, Penulis menerima kritik dan saran yang membangun dari semua pihak.

Semoga Skripsi ini dapat berguna bagi penulis khususnya dan pembaca

umumnya. Amin.

Surakarta, Agustus 2010

(5)

commit to user

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi dengan judul ”ANALISIS GENDER BERDASARKAN JENIS

KEGIATAN BURUH TANI DI DESA KLASEMAN KECAMATAN GATAK

KABUPATEN SUKOHARJO”, penulis persembahkan kepada pihak-pihak yang

telah membantu dalam menyelesaikan penulisan tugas akhir ini. Penulis juga

ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Keluarga besar saya, Nenek Siti Fatimah, Bapak Ahmad Bazar dan Ibu

Suriyem serta adikku tercinta, Endah Widiastuti dan Farhan Muhammad

Yusuf yang telah memberikan dukungan moril dan spirituil serta doanya

dalam penyelesaian skripsi ini.

2. Teman-teman PKP 2004, Iwan, Widi, Resza, Henry, Wayan, Eksa, Indra,

Azis, dan lain-lain yang telah memberikan dukungan dan motivasi serta

do’anya.

3. Ismarati Ayu Anhari yang telah memberikan bantuan berupa dukungan

moral dan spiritual serta doanya sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini.

4. Bapak Sujarwo dan Bapak Sakimin yang telah memberikan semangat

dalam mengerjakan skripsi ini.

5. Administratur perpustakaan universitas dan fakultas yang telah memberi

kemudahan dalam peminjaman buku serta dalam pengumpulan referensi

(6)

commit to user

vi

MOTTO

1. 4S (sederhana, sabar, serius dan syukur)

2. Seseorang akan menilai diri kamu sesuai dengan bagaimana kamu menilai

diri kamu sendiri

3. Hari ini harus lebih baik dari hari kemarin dan hari esok harus lebih baik

(7)

commit to user

vii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

MOTTO ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

RINGKASAN ... xi

SUMMARY ... xii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Kegunaan Penelitian ... 4

II. LANDASAN TEORI ... 6

A. Tinjauan Pustaka ... 6

B. Kerangka Berpikir ... 46

C. Dimensi Penelitian ... 49

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 50

A. Lokasi Penelitian ... 50

B. Bentuk dan Strategi Penelitian ... 50

C. Jenis dan Sumber Data ... 51

D. Teknik Pengumpulan Data ... 52

E. Teknik Sampling (Cuplikan) ... 53

F. Metode Penentuan Informan ... 53

G. Uji Validitas ... 54

H. Metode Analisis Data ... 55

(8)

commit to user

viii

A. Letak dan Keadaan Alam ... 57

B. Keadaan Penduduk ... 58

C. Keadaan Pertanian ... 63

D. Keadaan masyarakat... 66

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 69

A. Sajian Data Penelitian ... 69

B. Temuan-temuan Pokok Tentang Buruh Tani Di Desa Klaseman . 115 VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 129

A. Kesimpulan ... 129

B. Saran ... 130

DAFTAR PUSTAKA

(9)

commit to user

ix

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur di Kecamatan Gatak dan Desa Klaseman tahun 2009 ... 59 Tabel 4.2. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin Di Kecamatan Gatak dan

Desa Klaseman Tahun 2009 ... 60 Tabel 4.3 Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Di Kecamatan

Gatak Dan Desa Klaseman Pada Tahun 2009 ... 61 Tabel 4.4. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian Di Kecamatan Gatak

Dan Desa Klaseman Tahun 2009 ... 62 Tabel 4.5 Produksi Tanaman Bahan Makanan Di Kecamatan Gatak Dan Desa

Klaseman Pada Tahun 2009 ... 64 Tabel 4.6 Luas Tanam Dan Luas Panen Tanaman Bahan Makanan Di

Kecamatan Gatak Dan Desa Klaseman Tahun 2009. ... 65 Tabel 4.7 Populasi Jenis Ternak Di Kecamatan Gatak Dan Desa Klaseman

Tahun 2009 ... 66 Tabel 4.8 Jumlah Anggota Kegiatan Keagamaan Di Desa Klaseman Tahun

2009 ... 67 Tabel 4.9 Jumlah Anggota Organisasi Sosial Di Desa Klaseman Tahun 2009 .... 67 Tabel 5.1 Diferensiasi Peranan Buruh Tani Laki-Laki Dan Buruh Tani

Perempuan Di Desa Klaseman. ... 75 Tabel 5.2 Diferensiasi Fungsi Buruh Tani Laki-Laki Dan Perempuan di Desa

Klaseman ... 79 Tabel 5.3 Diferensiasi Kedudukan Buruh Tani Laki-Laki Dan Perempuan di

Desa Klaseman ... 82 Tabel 5.4 Pembagian kerja Buruh Tani Dalam Kegiatan Mencari Nafkah Di

Desa Kalseman ... 87 Tabel 5.5 Jenis Kegiatan Buruh Tani Laki-Laki Dan Perempuan Di Desa

Klaseman ... 90 Tabel 5.6 Alokasi Waktu Kegiatan Mancari Nafkah Buruh Tani Laki-laki dan

Perempuan di Desa Klaseman ... 100 Tabel 5.7 Upah Buruh Tani Laki-laki dan Perempuan Di Desa Klaseman ... 102 Tabel 5.8 Jenis Kegiatan Buruh Tani Dalam Rumah Tangga Di Desa

Klaseman ... 104 Tabel 5.9 Alokasi Waktu Kegiatan Dlam Rumah Tangga Buruh Tani

Laki-Laki Dan Perempuan Di Desa Klaseman ... 107 Tabel 5.10 Kegiatan Buruh Tani Laki-Laki Dan Perempuan Dalam

Lingkungan Masyarakat Di Desa Klaseman ... 110 Tabel 5.11 Alokasi Waktu Kegiatan Kemasyarakatan Buruh Tani Laki-Laki

(10)

commit to user

x

DAFTAR GAMBAR

(11)

commit to user

xi

RINGKASAN

Dony Setyo N. H0404038. ANALISIS GENDER BERDASARKAN JENIS KEGIATAN BURUH TANI DI DESA KLASEMAN KECAMATAN GATAK KABUPATEN SUKOHARJO”. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. Dibawah bimbingan Ir. Sutarto, MSi dan Agung Wibowo, SP, MSi.

Rata-rata penduduk yang bekerja sebagai buruh tani adalah wanita karena laki-laki lebih banyak menghabiskan waktu untuk bekerja diluar sektor pertanian. Pekerjaan yang dilakukan buruh tani wanita lebih ringan, seperti menanam, menyiangi, memupuk dan lain-lain. Sedangkan pekerjaan buruh tani tani laki-laki yaitu mengolah tanah, mencangkul, mengairi dan lain-lain. Dalam kehidupan rumah tangga mereka, buruh tani perempuan dan laki-laki juga mempunyai perbedaan peran dalam mengurus rumah tangganya. Wanita lebih banyak menghabiskan waktu untuk mengerjakan pekerjaan rumah seperti memasak, mengurus anak. Sedangkan laki-laki sedikit peranannya dalam rumah tangga. Dalam kehidupan bermasyarakat, buruh tani perempuan memiliki peran yang lebih kecil dibanding pihak laki-laki dalam hal pengambilan keputusan untuk mengikuti kegiatan kemasyarakatan. Penelitian ini bertujuan mendiskripsikan bentuk ketidaksetaraan gender antara buruh tani laki-laki dan perempuan di dalam kegiatan produktif, kegiatan domestik dan kegiatan masyarakat.

Metode dasar penelitian menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Lokasi penelitian ditentukan secara sengaja di Desa Klaseman, Kecamatan Gatak, Kabupaten Sukoharjo. Dimensi penelitian dalam hal ini adalah buruh tani, jam kerja serta upah yang diperoleh. Metode penentuan

informan menggunakan metode snowball sampling. Pada uji validitas

menggunakan teknik triangulasi metode yaitu memandang satu data dari berbagai metode yang dilakukan.

Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan kegiatan buruh tani laki-laki dan perempuan dalam melakukan kegiatan mencari nafkah, dalam rumah tangga dan juga kegiatan dalam masyarakat. Hal ini terlihat dari perbedaan jenis pekerjaan yang dilakukan pada masing-masing kegiatan. Pembedaan jenis pekerjaan ini lebih didasarkan pada jenis kelamin serta curahan tenaga yang dikeluarkan pada saat melakukan kegiatan tersebut. Serta adanya temuan-temuan pokok yang berkaitan dengan kebijakan pemerintah, beban ganda buruh tani perempuan, pilihan pekerjaan terdekat, diskriminasi pendapatan serta adanya stereotipe.

(12)

commit to user

xii

SUMMARY

Dony Setyo N. H0404038. "GENDER ANALYSIS OF FARM WORKER BY TYPE ACTIVITY IN THE KLASEMAN VILLAGE SUB DISTRICT GATAK REGENCY SUKOHARJO". Under the guidance of Ir. Sutarto, MSi and Agung Wibowo, SP, MSi. Agriculture Faculty of Eleven March University of Surakarta

The average resident who worked as farm workers are women because men spend more time to work outside the agricultural sector. Work done farm worker women are lighter than men worker, such as planting, weeding, fertilizing and others. While the agricultural labor of male farmers to cultivate the soil, hoeing, irrigating and others. In their domestic life, farm worker women and men also have different roles in the care of the household. Women spend more time doing housework such as cooking, taking care of children, While slightly male role in the household. In social life, women farm workers have a smaller role than the men in the decision to participate in community activities. This study aims to describe the forms of gender inequality among male farm workers and women in productive activities, domestic activities and community activities.

The basic method of research using qualitative methods with case study approach. Research locations specified in the Klaseman Village intentionally, District Gatak, Regency Sukoharjo. Dimension of research in this regard are farm workers, working hours and wages earned. The method to determine the informant with snowball sampling method. In testing the validity of using the technique of triangulation methods, which looked at data from a variety of methods are performed.

The results showed a difference of farm worker activities of men and women in the conduct of activities for a living, in household as well as activities in the community. This can be seen from the differences in types of work performed on each activity. Contrasting this type of work based more on gender and the outpouring of energy released at the moment conduct such activities. And the existence of the principal findings related to government policy, the double burden of women farm workers, the choice of the nearest employment, incomes and the existence of discriminatory stereotypes.

(13)

commit to user

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Wanita sering kali mempunyai peran ganda dalam keluarga, baik

sebagai pencari nafkah maupun sebagai ibu rumah tangga yang harus selalu

mengurusi kebutuhan rumah tangga dalam keluarga seperti: mencuci,

membersihkan rumah, memasak, mengasuh anak, mendidik anak dan

sebagainya.

Wanita tani sebagai mitra sejajar, secara fungsional tidak dapat

dipisahkan dalam proses pembangunan pertanian. Peranan wanita dalam

usahatani diarahkan kepada peluang peningkatan produktivitas lahan dan

tenaga kerja serta peningkatan nilai tambah. Peranan wanita tani saat ini

diketahui sebagai penyandang kerja yang cukup berat tetapi kurang produktif,

wanita tani dikenal sebagai tenaga kerja dalam kegiatan penanaman,

pemupukan, penyiangan, panen dan pengolahan hasil di dalam maupun di luar

usahataninya. Selain sebagai buruh tani juga mengerjakan pekerjaan rumah

seperti mengambil air, mencari kayu bakar, mengasuh anak, memasak dan

lain-lain.

Di daerah pedesaan, sumbangan wanita tani dalam penghasilan

keluarga cukup besar, baik dengan bekerja di lahan sendiri ataupun sebagai

buruh tani dan mengurus pekerjaan rumah tangga. Partisipasi wanita pada

usahatani baik dalam proses produksi, panen maupun pasca panen cukup

tinggi. Banyak hasil penelitian mengungkapkan bahwa wanita di pedesaan

mempunyai peranan sebagai pencari nafkah, lebih-lebih dari rumah tangga

berpenghasilan rendah. Golongan ini meliputi kurang lebih 40% dari seluruh

rumah tangga pedesaan (Parjanto dan Trisni, 2001)

Namun besarnya sumbangan dari wanita terhadap penghasilan dalam

rumah tangga tidak lantas menjadikan wanita lebih tinggi peranan dan

kedudukannya dari pria. Hal ini disebabkan karena adanya faktor gender.

Sukesi (2002), mengemukakan bahwa gender merupakan konsep yang

(14)

digunakan untuk menggambarkan perbedaan antara pria dan wanita secara

sosial kultural.

Desa Klaseman merupakan salah satu desa yang masih berada dalam

kawasan Kecamatan Gatak, berdasarkan data monografi Desa Klaseman pada

tahun 2008, dimana desa tersebut mempunyai jumlah buruh tani yang paling

banyak yakni 370 orang atau 20,85% dari jumlah penduduk dengan jumlah

penduduk laki-laki sebanyak 867 orang dan jumlah penduduk wanita 907

orang. Sebagian besar penduduk Desa Klaseman berprofesi sebagai buruh tani

karena mereka tidak memiliki lahan sawah sehingga mereka hanya menggarap

lahan sawah milik orang lain.

Rata-rata penduduk yang bekerja sebagai buruh tani adalah wanita

karena penduduk laki-laki lebih banyak menghabiskan waktu untuk bekerja

diluar sektor pertanian. Pekerjaan yang dilakukan buruh tani wanita lebih

ringan dari pada pekerjaan yang dilakukan buruh tani laki-laki, seperti

menanam, menyiangi, memupuk dan lain-lain. Sedangkan pekerjaan buruh

tani laki-laki yaitu mengolah tanah, mencangkul, mengairi dan lain-lain.

Dalam kehidupan rumah tangga mereka, buruh tani perempuan dan laki-laki

juga mempunyai perbedaan peran dalam mengurus rumah tangganya. Dari

pihak wanita sendiri lebih banyak menghabiskan waktu untuk mengerjakan

berbagai pekerjaan rumah seperti memasak, mengurus anak serta melayani

suami. Sedangkan pihak laki-laki hanya sedikit peranannya dalam rumah

tangga. Didalam kehidupan bermasyarakat, buruh tani perempuan memiliki

peran yang lebih kecil dibanding pihak laki-laki dalam hal pengambilan

keputusan untuk mengikuti kegiatan kemasyarakatan.

Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk mengkaji

perbedaan mengenai kegiatan produktif (kegiatan mencari nafkah), domestik

(kegiatan dalam rumah tangga) nonproduktif dan kegiatan sosial

kemasyarakatan antara buruh tani laki-laki dan buruh tani perempuan di Desa

(15)

B. Perumusan Masalah

Gender merupakan suatu perbedaan peran, tanggung jawab, sifat dan

kedudukan antara wanita dan pria yang telah disosialisasikan oleh masyarakat

melalui norma, kebiasaan yang telah diwariskan secara turun-temurun.

Adanya perbedaan gender ini mengakibatkan pembagian peran yang

cenderung berat sebelah antara pria dan wanita, sehingga seringkali merugikan

pihak wanita. Wanita seringkali dipandang sebelah mata dalam mengerjakan

setiap hal baik dalam kegiatan produktif, domestik maupun dalam kegiatan

sosial kemasyarakatan sehingga sepertinya peran perempuan makin

terpinggirkan.

Wanita yang mempunyai peran ganda dalam rumah tangga, yaitu

sebagai pencari nafkah dan sebagai ibu rumah tangga yang harus melayani

kebutuhan keluarga sering kali harus bekerja lebih berat dari suaminya.

Meskipun demikian kadang hasil dari kerjanya tidak mendapatkan

penghargaan, ini disebabkan karena pekerjaan wanita cenderung dikaitkan

dengan pekerjaan rumah tangga (domestik), sedangkan pria banyak dikaitkan

pada pekerjaan diluar rumah (publik).

Posisi dan status yang ditempati oleh masing-masing anggota

berbeda-beda. Dalam hal ini disebabkan karena perbedaan umur, jenis kelamin,

generasi, posisi ekonomi dan kekuasaan, sedangkan untuk perbedaan posisi

laki-laki dan wanita disebabkan alasan biologis dan sosial budaya. Alasan

biologis menganggap laki-laki secara fisik lebih kuat daripada wanita,

sedangkan alasan sosial budaya dibentuk dari norma-norma yang diatur dalam

lingkungan masyarakat seperti: siapa yang mengasuh dan mendidik anak,

siapa yang mencari nafkah dan siapa yang tampil dalam kegiatan

kemasyarakatan. Alasan biologis dan sosial budaya berangsur-angsur

mengalami perubahan dalam masyarakat agraris. Peran ganda wanita di

masyarakat agraris sangat terlihat, wanita berperan sebagai ibu rumah tangga

yang tugasnya melaksanakan pekerjaan rumah tangga dan sebagai pencari

(16)

membawa bahan makanan untuk dimasak oleh wanita adalah sesuatu yang

seharusnya.

Untuk menganalisis data secara sistematis tentang data laki-laki dan

perempuan sehingga peran dan tanggung jawab keduanya diketahui,

diperlukan analisis gender. Penelitian ini memusatkan perubahan pada jenis

kegiatan yang dilakukan buruh tani laki-laki dan perempuan. Untuk itu

melalui penelitian ini akan dicari titik terang dan jawaban dari permasalahan

berikut:

1. Bagaimana bentuk ketidaksetaraan gender antara buruh tani laki-laki dan

buruh tani perempuan dalam kegiatan produktif (kegiatan dalam mencari

nafkah)?

2. Bagaimana bentuk ketidaksetaraan gender antara buruh tani laki-laki dan

buruh tani perempuan dalam kegiatan domestik (kegiatan dalam rumah

tangga)?

3. Bagaimana bentuk ketidaksetaraan gender antara buruh tani laki-laki dan

buruh tani perempuan dalam kegiatan kemasyarakatan?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, maka tujuan

penelitian ini adalah:

1. Untuk mendiskripsikan bentuk ketidaksetaraan gender antara buruh tani

laki-laki dan buruh tani perempuan dalam kegiatan produktif (kegiatan

dalam mencari nafkah)

2. Untuk mendiskripsikan bentuk ketidaksetaraan gender antara buruh tani

laki-laki dan buruh tani perempuan dalam kegiatan domestik (kegiatan

dalam rumah tangga)

3. Untuk mendiskripsikan bentuk ketidaksetaraan gender antara buruh tani

laki-laki dan buruh tani perempuan dalam kegiatan kemasyarakatan

D. Kegunaan Penelitian

1. Bagi peneliti, penelitian ini sebagai pembelajaran dengan melihat dan

(17)

dari permasalahan tersebut. Dan sebagai syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret

2. Bagi pengambil kebijakan dan lembaga terkait, sebagai bahan

pertimbangan untuk membuat keputusan dan kebijakan dalam hal

pembangunan pertanian berbasis gender

3. Bagi narasumber, untuk menambah pengetahuan mereka tentang peran

masing-masing pihak, baik pria maupun wanita. Agar pekerjaan usaha tani

dan rumah tangga makin efisien dan tidak membedakan peran keduanya

4. Bagi peneliti lain, sebagai bahan informasi serta perbandingan dalam

(18)

commit to user

II.LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Gender Dalam Pertanian

Kata gender ditemui dalam bahasa inggris yang dalam English

Dictionary For Advanced Learners, diartikan sebagai kenyataan bahwa

seseorang itu menjadi seorang laki-laki atau seseorang itu menjadi seorang

perempuan. Perempuan diartikan memiliki sifat lembut, halus, yang ada

karena gendernya atau diartikan apakah seseorang itu maskulin, feminin

atau maskulin dan feminim. Seorang laki-laki adalah maskulin, sedangkan

seorang perempuan adalah feminim. Gender dapat disebabkan karena asal

dan kebiasaan (Sinclair, 2001).

Sukesi (2002), menyatakan bahwa gender merupakan konsep yang

digunakan untuk menggambarkan perbedaan antara wanita dan pria secara

sosial budaya. Pembedaan ini sebenarnya mengacu pada unsur emosional

dan kejiwaan, sebagai karakteristik sosial dimana hubungan wanita dan pria

dikonstruksikan, sehingga berbeda antara tempat dan waktu. Dalam melihat

gender sebagai konstruksi sosial budaya, dapat membedakan gender identity

yang berasal dari konsepsi biologis yaitu bagaimana wanita dan pria

dibedakan terutama dari aspek kromosomnya dan kemudian bagaimana

manusia mengidentifikasikan dirinya sebagai perempuan atau laki-laki.

Fakih (1996), mengemukakan konsep gender yakni suatu sifat yang

melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikontruksikan sosial

maupun kultural, misalnya bahwa perempuan itu dikenal lemah lembut,

cantik, emosional atau keibuan. Sementara laki-laki dianggap kuat, rasional,

jantan, perkasa. Ciri dari sifat-sifat itu sendri merupakan sifat-sifat yang

dapat dipertukarkan. Perubahan dari ciri sifat-sifat itu dapat terjadi dari

waktu ke waktu, dari tempat ke tempat lain. Juga perubahan bisa terjadi dari

kelas ke kelas masyarakat yang berbeda. Semua hal yang dapat

dipertukarkan antara sifat perempuan dan laki-laki itulah yang dikenal

dengan konsep gender.

(19)

Gender adalah perbedaan dan fungsi peran sosial yang dikonstruksikan

oleh masyarakat, serta tanggung jawab laki-laki dan perempuan. Gender

belum tentu sama di tempat yang berbeda, dan dapat berubah dari waktu ke

waktu. Seks/ kodrat adalah jenis kelamin yang terdiri dari perempuan dan

laki-laki yang telah ditentukan oleh Tuhan. Oleh karena itu tidak dapat

ditukar atau diubah. Ketentuan ini berlaku sejak dahulu kala, sekarang dan

berlaku selamanya.

Gender bukanlah kodrat ataupun ketentuan Tuhan. Oleh karena itu

gender berkaitan dengan proses keyakinan bagaimana seharusnya laki-laki

dan perempuan berperan dan bertindak sesuai dengan tata nilai yang

terstruktur, ketentuan sosial dan budaya ditempat mereka berada. Dengan

demikian gender dapat dikatakan pembedaan peran, fungsi, tanggung jawab

antara perempuan dan laki-laki yang dibentuk/dikonstruksi oleh sosial

budaya dan dapat berubah sesuai perkembangan zaman.

Dengan demikian perbedaan gender dan jenis kelamin (seks) adalah

Gender: dapat berubah, dapat dipertukarkan, tergantung waktu, budaya

setempat, bukan merupakan kodrat Tuhan, melainkan buatan manusia. Lain

halnya dengan seks, seks tidak dapat berubah, tidak dapat dipertukarkan,

berlaku sepanjang masa, berlaku dimana saja, di belahan dunia manapun,

dan merupakan kodrat atau ciptaan Tuhan.

Kesetaraan gender, berdasar anggapan bahwa laki-laki dan perempuan

harus mendapat perlakuan sama. Anggapan ini gagal mengenali bahwa

perlakuan sama tidak menghasilkan keadilan, karena laki-laki dan

perempuan berbeda pengalaman hidup. Keadilan gender,

mempertimbangkan perbedaan kehidupan perempuan dan laki-laki dan

mengakui perlunya perbedaan pendekatan untuk menghasilkan keadilan bagi

perempuan dan laki-laki. Bias gender merujuk pada diskriminasi, mulai dari

tidak diikutsertakannya perempuan dalam program pembangunan sampai

diskriminasi upah dan kekerasan sistematik terhadap perempuan

(20)

Kesetaraan gender berarti kesamaan kondisi bagi laki-laki dan

perempuan untuk memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai

manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik,

hukum, ekonomi, sosial budaya, pendidikan dan pertahanan dan keamanan

nasional (hankamnas), serta kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan

tersebut. Kesetaraan gender juga meliputi penghapusan diskriminasi dan

ketidak adilan struktural, baik terhadap laki-laki maupun perempuan.

Keadilan gender adalah suatu proses dan perlakuan adil terhadap

perempuan dan laki-laki. Dengan keadilan gender berarti tidak ada

pembakuan peran, beban ganda, subordinasi, marginalisasi dan kekerasan

terhadap perempuan maupun laki-laki. Terwujudnya kesetaran dan keadilan

gender ditandai dengan tidak adanya diskriminasi antara perempuan dan

laki-laki, dan dengan demikian mereka memiliki akses, kesempatan

berpartisipasi, dan kontrol atas pembangunan serta memperoleh manfaat

yang setara dan adil dari pembangunan. Memiliki akses dan partisipasi

berarti memiliki peluang atau kesempatan untuk menggunakan sumber daya

dan memiliki wewenang untuk mengambil keputusan terhadap cara

penggunaan dan hasil sumber daya tersebut. Memiliki kontrol berarti

memiliki kewenangan penuh untuk mengambil keputusan atas penggunaan

dan hasil sumber daya. Sehingga memperoleh manfaat yang sama dari

pembangunan. Ketertinggalan perempuan mencerminkan masih adanya

ketidakadilan dan ketidak setaraan antara laki-laki dan perempuan di

Indonesia, hal ini dapat terlihat dari gambaran kondisi perempuan di

Indonesia. Sesungguhnya perbedaan gender dengan pemilahan sifat, peran,

dan posisi tidak menjadi masalah sepanjang tidak melahirkan ketidakadilan.

Namun pada kenyataannya perbedaan gender telah melahirkan berbagai

ketidakadilan, bukan saja bagi kaum perempuan, tetapi juga bagi kaum

laki-laki (Rangga, 1999).

Ketidakadilan gender adalah suatu sistem dan struktur yang

menempatkan laki-laki maupun perempuan sebagai korban dari sistem.

(21)

ketidakadilan, terutama pada perempuan; misalnya marginalisasi,

subordinasi, stereotipe/pelabelan negatif sekaligus perlakuan diskriminatif,

kekerasan terhadap perempuan, beban kerja lebih banyak dan panjang.

Manisfestasi ketidakadilan gender tersebut masing-masing tidak bisa

dipisah-pisahkan, saling terkait dan berpengaruh secara dialektis.

Bentuk-bentuk ketidakadilan akibat diskriminasi gender di antaranya adalah,

marginalisasi perempuan sebagai salah satu bentuk ketidakadilan gender.

Proses marginalisasi (peminggiran/pemiskinan) yang mengakibatkan

kemiskinan, banyak terjadi dalam masyarakat terjadi dalam masyarakat di

negara berkembang seperti penggusuran dari kampung halaman, eksploitasi

(Faqih, 2001).

Subkhan (2003), mengemukakan bahwa ketidakadilan gender dalam

pembangunan disebabkan oleh mitos bahwa pekerjaan yang dilakukan kaum

wanita hanya bersifat melengkapi dan tidak bernilai produktif. Mitos ini

menyebabkan tidak adanya penghargaan terhadap karya dan hasil kerja

kaum wanita seberapa pun besarnya. Tidak adanya pengakuan, penghargaan

terhadap kaum wanita melalui pemberian akses dan kontrol yang lebih besar

membuat semakin terkuburnya potensi mereka. Diungkapkan oleh Srini

(1995), bahwa gender menjadi persoalan ketika nilai-nilai yang terkandung

dalam ketentuan gender tersebut menghambat seseorang untuk mempunyai

akses dan kontrol terhadap sumber daya dan hasil-hasilnya.

Peran perempuan masa kini masih sering dipandang sebelah mata.

Contoh sederhana, ketika anak mendapat prestasi baik, yang sering terlontar

dari masyarakat adalah, "Oh anak Pak Sasmita ya. Hebat ya, bapaknya

pintar mendidik." Sebaliknya, ketika sang anak mendapat cap buruk, tak

jarang ucapan yang keluar adalah "Ibunya pasti tidak bisa mendidik." Di

pedesaan, perempuan sebenarnya sangat banyak berjasa dalam menyumbang

ekonomi nasional. Mereka bekerja di lahannya sendiri, Tetapi tak

dimasukkan dalam kriteria angkatan kerja karena tidak menghasilkan uang.

Sebaliknya, kaum laki-laki pada posisi sama dianggap ikut berkontribusi

(22)

angkatan kerja. Hal ini, disebabkan mereka menjual dan bisa menghasilkan

uang kendati sama-sama bekerja di lahan miliknya sendiri. Padahal, 60%

sistem perekonomian nasional digerakkan oleh produk pertanian konsisten

dan perempuan berkontribusi besar di dalamnya. Jika dilihat dari ketelibatan

dan partisipasi saat ini, tidak seluruhnya benar perempuan pedesaan menjadi

satu subordinat. Mereka ikut terlibat dalam proses produksi pertanian, mulai

dari menandur hingga menuai hasil pertanian. Pada posisi yang sama, buruh

perempuan memiliki upah di bawah buruh laki-laki. Sistem pengupahan

yang tidak fair sering didasari pemikiran bahwa laki-laki yang menjadi

penanggung jawab keluarga, sementara perempuan tidak. Realitanya,

banyak pula perempuan yang terpaksa menjadi kepala rumah tangga,

menghidupi anak, orang tua, atau sanak famili lainnya. Sistem pengupahan

juga didasarkan oleh perbedaan kekuatan. Laki-laki dianggap memiliki

kekuatan lebih, sehingga layak mendapatkan upah lebih. Padahal, jika

dihitung persatuan energi, belum tentu begitu. Mungkin perempuan bisa

jauh lebih besar. Pekerjaan perempuan dan laki-laki sama berat, ini terlihat

secara fisik pada proses produksi padi. Tenaga perempuan menandur atau

menginjak-injak tanah sawah sama beratnya dengan pekerjaan laki-laki

mencangkul sawah.

Kita ambil salah satu contoh lain, misalnya program kegiatan yang

paling sering diagendakan oleh Dinas Pertanian kabupaten, yaitu

penyuluhan pertanian ke desa-desa. Program tersebut memberikan

informasi baru mengenai sistem bertani dan pada saat yang sama

memberikan kredit ringan untuk kelompok-kelompok tani supaya bisa

mengimplementasikan pengetahuan baru tersebut di lahan mereka. Siapa

yang terlibat dalam kelompok tani tersebut? Kebanyakan laki-laki. Program ini

pada dasarnya menawarkan bantuan baik dalam bentuk bahan-bahan

pertanian (bibit, pupuk, dll) ataupun pinjaman modal kepada kelompok tani

agar dapat mengembangkan tanaman perkebunan di lahan pertanian yang

dikelolanya. Kelompok- kelompok tani tersebut dibentuk semata-mata

(23)

bantuan dari program tersebut. Tidak ada satupun dari kelompok tersebut

yang memiliki anggota campuran (laki-laki dan perempuan dalam satu

kelompok). Ketika penyuluh pertanian datang ke desa untuk

menyampaikan informasi, mereka mengundang keluarga-keluarga petani

dalam suatu rapat di balai desa. Namun dengan anggapan bahwa laki-laki

adalah kepala keluarga, maka hanya laki-laki yang hadir dalam pertemuan

tersebut. Absennya perempuan dalam pertemuan tersebut sering luput dari

perhatian pemberi program. Mereka beranggapan bahwa kondisi seperti ini

tidak perlu dipermasalahkan karena dengan hadirnya petani laki-laki

dianggap bahwa informasi telah disampaikan merata kepada sasaran program

sebagaimana yang direncanakan dalam program penyuluhan pertanian

tersebut. Padahal pada prakteknya, kaum perempuanlah yang paling

banyak mencurahkan waktunya dalam mengelola lahan pertanian di

desa tersebut. Hasilnya, informasi mengenai cara-cara bertani ataupun mengenai

sistem pemberian pinjaman keuangan tersebut tidak sampai pada ‘pelaksana’

programnya. Petani perempuan yang bekerja di ladang tetap menjalankan

kegiatannya secara tradisional sebagaimana sebelumnya, tanpa informasi

tambahan dari program pertanian tersebut.

Namun pemiskinan atas perempuan maupun laki yang disebabkan

jenis kelamin merupakan salah satu bentuk ketidakadilan yang disebabkan

gender. Sebagai contoh, banyak pekerja perempuan tersingkir dan menjadi

miskin akibat dari program pembangunan seperti internsifikasi pertanian

yang hanya memfokuskan petani laki-laki. Perempuan dipinggirkan dari

berbagai jenis kegiatan pertanian dan industri yang lebih memerlukan

keterampilan yang biasanya lebih banyak dimiliki laki-laki. Selain itu

perkembangan teknologi telah menyebabkan apa yang semula dikerjakan

secara manual oleh perempuan diambil alih oleh mesin yang umumnya

dikerjakan oleh tenaga laki-laki.

Beberapa studi dilakukan untuk membahas bagaimana program

pembangunan telah meminggirkan sekaligus memiskinkan perempuan.

(24)

pekerjaan di sawah yang menggunakan ani-ani. Di Jawa misalnya revolusi

hijau memperkenalkan jenis padi unggul yang panennya menggunakan sabit.

Contoh-contoh marginalisasi, pemupukan dan pengendalian hama dengan

teknologi baru yang dikerjakan laki-laki; pemotongan padi dengan peralatan

sabit, mesin yang diasumsikan hanya membutuhkan tenaga dan

keterampilan laki-laki, menggantikan tangan perempuan dengan alat panen

ani-ani; usaha konveksi lebih suka tenaga perempuan; menyerap peluang

menjadi pembantu rumah tangga lebih perempuan; banyak pekerjaan yang

dianggap sebagai pekerjaan seperti “guru taman kanak-kanak” atau

“sekretaris” dan perempuan “perawat”.

Subordinasi pada dasarnya adalah keyakinan bahwa salah satu jenis

kelamin dianggap lebih penting atau lebih utama dibanding jenis kelamin

lainnya. Sudah sejak dahulu ada pandangan yang menempatkan kedudukan

dan peran perempuan lebih rendah dari laki-laki. Banyak kasus dalam

tradisi, tafsiran ajaran agama maupun dalam aturan birokrasi yang meletakan

kaum perempuan sebagai subordinasi dari kaum laki-laki. Kenyataan

memperlihatkan bahwa masih ada nilai-nilai masyarakat yang membatasi

ruang gerak terutama perempuan dalam kehidupan. Sebagai contoh apabila

seorang isteri yang hendak mengikuti tugas belajar, atau hendak berpergian

ke luar negeri harus mendapat izin suami, tatapi kalau suami yang akan

pergi tidak perlu izin dari isteri (William, 2006).

Setereotipe dimaksud adalah citra baku tentang individu atau

kelompok yang tidak sesuai dengan kenyataan empiris yang ada. Pelabelan

negatif secara umum selalu melahirkan ketidakadilan. Salah satu stereotipe

yang berkembang berdasarkan pengertian gender, yakni terjadi terhadap

salah satu jenis kelamin, (perempuan), Hal ini mengakibatkan terjadinya

diskriminasi dan berbagai ketidakadilan yang merugikan kaum perempuan.

Misalnya pandangan terhadap perempuan yang tugas dan fungsinya hanya

melaksanakan pekerjaan yang berkaitan dengan pekerjaan domistik atau

kerumahtanggaan. Hal ini tidak hanya terjadi dalam lingkup rumah tangga

(25)

pemerintah dan negara.Apabila seorang laki-laki marah, ia dianggap tegas,

tetapi bila perempuan marah atau tersinggung dianggap emosional dan tidak

dapat menahan diri. Standar nilai terhadap perilaku perempuan dan laki-laki

berbeda, namun standar nilai tersebut banyak menghakimi dan merugikan

perempuan. Label kaum perempuan sebagai “ibu rumah tangga” merugikan,

jika hendak aktif dalam “kegiatan laki-laki” seperti berpolitik, bisnis atau

birokrat. Sementara label laki-laki sebagai pencari nakah utama,

(breadwinner) mengakibatkan apa saja yang dihasilkan oleh perempuan

dianggap sebagai sambilan atau tambahan dan cenderung tidak

diperhitungkan.

Berbagai bentuk tindak kekerasan terhadap perempuan sebagai akibat

perbedaan, muncul dalam bebagai bentuk. Kata kekerasan merupakan

terjemahkan dari violence, artinya suatu serangan terhadap fisik maupun

integritas mental psikologis seseorang. Oleh karena itu kekerasan tidak

hanya menyangkut serangan fisik saja seperti perkosaan, pemukulan dan

penyiksaan, tetapi juga yang bersifat non fisik, seperpti pelecehan seksual

sehingga secara emosional terusik.Pelaku kekerasan bermacam-macam, ada

yang bersifat individu, baik di dalam rumah tangga sendiri maupun di

tempat umum, ada juga di dalam masyarakat itu sendiri. Pelaku bisa saja

suami/ayah, keponakan, sepupu, paman, mertua, anak laki-laki, tetangga,

majikan.

Bentuk lain dari diskriminasi dan ketidakadilan gender adalah beban

ganda yang harus dilakukan oleh salah satu jenis kelamin tertentu secara

berlebihan. Dalam suatu rumah tangga pada umumnya beberapa jenis

kegiatan dilakukan laki-laki, dan beberapa dilakukan oleh perempuan.

Berbagai observasi, menunjukkan perempuan mengerjakan hampir 90% dari

pekerjaan dalam rumah tangga. Sehingga bagi mereka yang bekerja, selain

bekerja di tempat kerja juga masih harus mengerjakan pekerjaan rumah

tangga. Dalam proses pembangunan, kenyataannya perempuan sebagai

sumber daya insani masih mendapat pembedan perlakuan, terutama bila

(26)

ada juga ketimpangan yang dialami kaum laki-laki di satu sisi (Muthali’in,

2001).

Diskriminasi gender tidak saja membawa konsekuensi langsung

terhadap hierarki pembagian kerja didalam hubungan produksi, tapi juga

rendahnya upah yang diterima mereka. Lebih jelas penelitian yang

dilakukan Grinjs et al (1992) membuktikan buruh perempuan menerima

upah sekitar 60-70% dari upah yang diterima laki-laki untuk pekerjaan

sejenis. Dalam kenyataan buruh perempuan meski telah berkeluarga harus

menerima nilai upah paling rendah yaitu setaraf dengan KFM (kebutuhan

fisik minimum) untuk buruh lajang. Hasil survey kecil yang dilakukan

Nurbaiti dan Edriana terhadap 38 orang buruh perempuan di Bogor dan

Tangerang dengan status 17 orang (44,7%) kawin dan 21 orang (55,3%)

belum menikah, menunjukkan bahwa seorang buruh perempuan yang sudah

kawin penghasilan yang diterimanya hanya senilai ‘penambah keluarga’.

Begitu juga buruh lajang yang dikategorikan tidak mempunyai tanggungan

pada kenyataannya harus ikut menanggung beban keluarga. Rata-rata

penghasilan sebulan mereka sebesar Rp. 77.194,00 dan pengeluaran rata-rata

Rp. 88.846,00 dengan kekurangan rata-rata per bulan sebesar 13,1%. Cara

yang dilakukan buruh untuk menutup kekurangan tersebut agar dapat

bertahan hidup yakni dengan jalan: 21,1% mengutang kepada kawan dekat

atau orang lain; 26,3% mengandalkan dapat arisan/mengambil kredit bank;

7,9% minta bantuan keluarga/orang tua; 53% mengerjakan pekerjaan

sampingan; 34,2% tidak tahu harus kemana mencari tambahan (Safa’at,

1998).

Salah satu implikasi kesenjangan gender dalam kesempatan kerja

adalah ketidakadilan upah yang diterima antara laki-laki dan perempuan.

Upah rata-rata buruh perempuan tidak meningkat sejak tahun 2001, setelah

pernah naik 69% pada 1995. "Perempuan hanya memperoleh 75 persen dari

pendapatan laki-laki.". Berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional tahun

(27)

laki-laki dan 40% perempuan). Sebagian besar bekerja di sektor pertanian (62%),

perdagangan (17%), dan manufaktur (13%) (Seputra, 2008).

Karena kesenjangan yang masih terjadi antara perempuan dan laki-laki

diperlukan upaya untuk menegakkan hak-hak perempuan dan laki-laki atas

kesempatan yang sama, pengakuan yang sama dan penghargaan yang sama

dilingkungan masyarakat dan upaya ini salah satunya dilakukan

pengarusutamaan gender. Landasan hukum dari hal ini adalah UUD 1945

Pasal 27 tentang persamaan hak dan kewajiban setiap warga negara tidak

ada kecualinya, UU no 7 tahun 1984 tentang penghapusan segala bentuk

diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan, UU no 22 tentang

pemerintah daerah, UU no 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan

antara pemerintah pusat dan daerah dan UU no 25 tahun 2000 tentang

program pembangunan nasional. Sedangkan dasar hukumnya adalah UU no

25 tahun 2000 tentang Propenas dan Inpres no 9 tahun 2000 tentang

pelaksanaan pengarusutaman gender dalam pembangunan

(Kantor Kementrian Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia, 2000).

Menurut Inpres no.9/2000 Kepmendagri no.132/2003 bab 1 pasal 1

Pengarusutamaan gender adalah strategi yang dilakukan secara rasional dan

sistematis untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender dalam sejumlah

aspek kehidupan manusia melalui kebijakan dan program yang

memperhatikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan, dan permasalahan

perempuan dan laki-laki kedalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan

dan evaluasi dan seluruh kebijakan dan program diberbagai bidang

kehidupan dan pembangunan.

Contoh yang dilakukan dalam proyek pertanian misalnya, dimana

kelompok sasarannya adalah petani di lahan kering, komitmen pelaksanaan

strategi pengarusutamaan gender tertera dalam dokumen pelaksanaan

program, dimana dalam dokumen tersebut telah tertera bahwa komitmen

menuju kesetaraan yang diterjemahkan dalam entry point pemberdayaan

masyarakat melalui organisasi. Pemberdayaan yang dimaksud adalah

(28)

tiga tahapan kelompok yang ada dalam dampingan. Komitmen dalam

dokumen itu kemudian mencakup bagaimana PUG dilaksanakan dalam

tahapan pelaksanaan program, mulai perencanaan, pelaksanaan sampai

monitoring dan evaluasi.

Dalam fase perencanaan misalnya dilakukan penilaian kebutuhan

terpilah antara kelompok laki-laki dan perempuan, sehingga kebutuhan yang

diterjemahkan dalam pelaksanaan program sesuai dengan kebutuhan

kelompok sasaran. Alat yang dapat digunakan dalam proses perencanaan ini

bisa melalui alat analisa gender baik itu Harvard, Moser, sampai PROBA

(Problem Based Analysis) dan GAP (Gender Analysis Pathway), yang

menyaratkan data terpilah dan analisa gender dalam setiap komponen

kegiatan yang akan dikembangkan.

Fase pelaksanaan, melalui bentukan pemberdayaan masyarakat dalam

wadah organisasi/ kelompok yang ditumbuhkembangkan tersebut terdiri dari

kelompok perempuan dan laki-laki. Suatu awal yang baik untuk memulai

komitmen pelaksanaan pengarustamaan gender, dimana kelompok petani

perempuan yang menjadi sasaran yang dalam program, kegiatan maupun

kebijakan pembangunan pada umumnya seringkali di marjinalkan, padahal

dalam kondisi riil, kelompok petani perempuan memiliki peran dan fungsi

dalam proses pertanian yang signifikan, demikian pula posisinya dalam

melakukan kegiatan pengolahan dan pemasaran.

2. Differensiasi Peranan

Peranan berasal dari kata peran. Peran memiliki makna yaitu

seperangkat tingkat diharapkan yang dimiliki oleh yang berkedudukan di

masyarakat. Sedangkan peranan adalah bagian dari tugas utama yang harus

dilaksanakan (Lukman, 1996).

Pengertian Peranan dalam Kamus Bahasa Indonesia adalah suatu yang

mewujudkan bagian yang memegang pimpinan terutama dalam terjadinya

suatu hal atau peristiwa. Peranan dalam pengertian Sosiologi adalah perilaku

(29)

atau status yang dimilikinya. Dengan lain perkataan, peranan ialah

pengejawantahan jabatan atau kedudukan seseorang dalam hubungannya

dengan sesama manusia dalam suatu masyarakat atau organisasi.

Kata PEREMPUAN diambil dari Per-Empu-An, yang mempunyai arti

yang dituakan, yang disegani atau yang penting/utama contoh sederhana

adalah empu jari atau jempol adalah jari yang paling penting dan utama dari

kelima jari kita yang lain. Selain itu ada sebutan lain untuk kata

PEREMPUAN yakni WANITA dari kata Wani artinya berani Ta artinya tata

yaitu berani mengatur, menata atau melakukan pekerjaan agar menjadi lebih

baik dari sebelumnya. Dari pengertian yang sederhana saja bisa kita lihat

betapa besar dan banyaknya peranan perempuan di dalam mengatur

kehidupan kita sehari-hari terutama di dalam rumah tangga. Begitu juga

yang sering diucapkan orang tua bahwa mendidik seorang anak laki-laki

berarti hanya mendidik satu orang saja, berbeda kalau kita mendidik seorang

anak perempuan berarti mendidik satu generasi (Anonym, 2007).

Istilah gender biasanya merujuk pada peran dan tanggung jawab

perempuan dan laki-laki yang dikonstruksikan secara social, dalam suatu

wilayah atau konteks budaya. Hal inilah yang membedakannya dengan

istilah “sex” yang merujuk pada perbedaan biologis antara perempuan dan

laki-laki. Bersifat permanent dan universal.

Perbedaan antara seks dan gender mempunyai implikasi yang sangat

penting, karena manusia berkembang sebagai hasil kontruksi sosial. Dalam

memperbaiki kehidupannya, masyarakat perlu memahami perbedaan seks

dan gender. Perbedaan seks tidak otomatis sejalan dengan perbedaan gender,

karena merupakan hasil sosialisasi masyarakat yang dapat berbeda karena

waktu, tempat dan kemauan masyarakat untuk mengubah. Sedangkan

perbedaan seks sifatnya biologis dan universal. Perbedaan gender

menghasilkan pemberian peran gender pada lakli-laki dan perempuan oleh

masyarakat sesuai dengan kehendaknya (Muniarti, 2004).

Peran gender (gender role) merupakan aktivitas yang dibebankan

(30)

selama ini dalam masyarakat. Peran, tugas, dan pembagian kerja laki-laki

dan perempuan diterapkan secara ketat atas dasar karakteristik gender dan

atribut-atributnya dan bukan atas dasar kemampuan dan ketrampilan.

Misalnya peran laki-laki: peran produktif dan pengembangan masyarakat,

laki-laki bekerja diwilayah alat-alat berat, mengorganisir massa, menyusun

strategi; sedangkan perempuan diwilayah berhitung, dibalik meja atau

berhadapan dengan klien, laki-laki umumnya tidak terlibat dalam urusan

domestic dan rumah tangga. Waktu luang mereka gunakan untuk terlibat

dalam arena politik, kelompok hobi, memimpin masyarakat (Anonym,

2007).

Peran tersebut dipengaruhi oleh persepsi dan harapan yang dibangun

dari factor budaya, politik, lingkungan, ekonomi, social, agama dan juga

kebiasaan, hokum, strata kelas, etnisitas bahkan termasuk juga didalamnya

bias individu maupun institusi. Sifat dan perilaku gender merupakan sesuatu

yang dibangun, dipelajari dan dapat diubah/berubah. Situasi apa saja yang

dapat menyebabkan pembedaan gender?: Social, persepsi yang berbeda

antar perempuan dan laki-laki mengenai peran sosialnya. Misalnya

perempuan sebagai pengurus rumah tangga, laki-laki sebagai kepala rumah

tangga; perempuan sebagai pengasuh anak, pengurus rumah tangga, sosok

yang lemah sedangkan laki-laki sebagai pelindung, penjaga keamanan,

figure yang kuat dan sebagainya. Politik, pembedaan cara dimana laki-laki

dan perempuan berbagi kekuasaan dan otoritas diruang public. Biasanya

laki-laki berkiprah dilevel politik nasional dan politik tingkat tinggi

sedangkan perempuan lebih banyak bergerak dilevel politik local dan

aktivitas yang berkaitan dengan domestic. Pendidikan, pembedaan dalam

hal kesempatan mendapatkan pendidikan antara laki-laki dan perempuan.

Kebanyakan sumber keuangan keluarga diarahkan bagi pendidikan laki-laki

sementara anak perempuan tidak diarahkan untuk mendapatkan tantangan

akademik. Ekonomi, pembedaan akses antara perempuan dan laki-laki dalam

(31)

keuangan serta sumber-sumber produktif lainnya, misalnya kredit atau

kepemilikan tanah (Anonym, 2007).

Dalam masyarakat manapun, baik dari masyarakat pedesaan

sederhana, masyarakat kota, kaum wanita dalam sistem sosialnya

mempunyai peranan tertentu. Kedudukan dan peranannya terwujud dalam

kelompok-kelompok sosial, baik yang kecil sampai kelompok besar dan

meluas. Pada dasarnya kesatuan sosial itu ditata oleh norma-norma atau

aturan berdasarkan sistem budaya (Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan, 1988).

Peran perempuan dijabarkan sebagai peran produktif, reproduktif,

pengembangan masyarakat, menunjukkan peran berganda perempuan.

Sayangnya peran tersebut tidak dinilai setara dengan peran yang dilakukan

laki-laki, tidak diakui kontribusinya dan tidak diperhitungkan karena

dianggap tidak menghasilkan pendapatan. Pada taraf tertentu tiadanya

pengakuan yang setara tersebut menyebabkan ketidakadilan gender, baik

dalam bentuk subordinasi, marginalisasi, diskriminasi dan kekerasan

(Anonym, 2007)

Pada dasarnya bagi perempuan Indonesia khususnya mereka yang

tinggal didaerah pedesaan dan miskin peranan ganda bukanlah merupakan

sesuatu hal yang baru. Bagi golongan ini peranan ganda telah ditanamkan

oleh orang tua mereka sejak mereka masih berusia muda. Bagi putrid

seorang petani miskin ia tidak dapat lagi bermain-main seperti lazimnya

anak-anak sebaya mereka dari keluarga kaya di desa mereka karena putrid

keluarga miskin tersebut dibebani kewajiban bekerja oleh orang tua mereka.

Pekerjaan mereka tergantung dari usia anak, bervariasi mulai dari menjaga

adik, menggembala kambing, sampai bekerja sebagai buruh tani untuk

memperoleh upah didalam menambah pendapatan keluarga mereka.

Keadaan ini terus merka lakukan setelah mereka kawin; mereka bekerja baik

sebagai ibu rumah tangga maupun sebagai “bread winer” disamping

suaminya. Bagi perempuan golongan ini peranan ganda seorang perempuan

(32)

Dalam keluarga dan rumah tangga, wanita pada dasarnya berperanan

ganda. Pertama “peranan kerja” sebagai ibu rumah tangga yang melakukan

pekerjaan rumah tangga (memasak, mengasuh anak dan sebagainya), suatu

pekerjaan produktif yang tidak langsung menghasilkan pendapatan tetapi

memberi dukungan bagi “pencari nafkah” untuk memanfaatkan peluang

kerja dan memberikan “kepuasan” bagi seluruh keluarga;dan sebagai pencari

nafkah (tambahan maupun pokok). Peranan terakhir ini nyata khususnya

dalam masyarakat agraris. Kedua, pada posisi statusnya sebagai istri dan ibu

yang dikerjakan wanita mencerminkan feminine role (Sayogyo dan

Pudjiwati, 1992).

Kehidupan sehari-hari wanita berada dalam suatu konteks beban

ganda. Beban tersebut adalah beban untuk memberikan pengasuhan yang

tidak dibayar dalam pelayanan-pelayanan dalam pekerjaan rumah tangga

serta beban untuk memberikan kelangsungan hidup perekonomian melalui

kerja upahan. Tidak ada pemisahan rasional dari kedua konteks beban

tersebut, dua hal ini merupaka aktivitas yang tidak terpisahkan bagi wanita

(Ollenburger dan Helen, 1996).

Perbedaan posisi dan status yang ditempati oleh masing-masing

anggota keluarga yang didasarkan atas berbagai perbedaan seperti umur,

jenis kelamin, generasi, posisi ekonomi dan kekuasaan. Perbedaan posisi

status antara pria dan wanita disebabkan karena alasan biologis dan sebagian

lagi disebabkan karena perbedaan sosial budaya lingkungan keluarga itu:

siapa yang mengasuh anak, siapa yang mencari nafkah, siapa yang tampil

kedepan pada kegiatan-kegiatan ritual dan seterusnya (Sayogjo dan

Pudjiwati, 1992).

Seorang ayah selalu dikatakan sebagai kepala keluarga maka yang

menjadi Kepala Rumah Tangga adalah seorang istri. Dalam perannya

sebagai kepala rumah tangga terkandung fungsi pengelolaan/ manajemen.

Peran yang utama adalah mengatur dan merencanakan kebutuhan rumah

tangga, hidup sederhana, tidak kikir dan berorientasi ke masa depan. Dari

(33)

pengelolaan barang tercakup di dalamnya mengurus rumah (terlepas apakah

dikerjakan sendiri atau oleh pembantu), sirkulasi barang, pemenuhan

kebutuhan berdasarkan skala prioritas, dan lain-lain. Dalam pengelolaan

orang, tercakup di dalamnya pembagian tugas, kewajiban, hak dan

wewenang setiap anggota keluarga. Dalam pengelolaan uang tercakup di

dalamnya penggunaan berdasarkan kebutuhan prioritas, sumber keuangan

dan keluarga sebagai muara penggunaan. Agar peran ibu lebih terarah dan

berdaya guna maka diperlukan peningkatan pengetahuan dan keterampilan

termasuk pengetahuan/wawasan mengenai situasi dan kondisi lingkungan

lokal, nasional hingga internasional. dalam rangka meningkatkan

pelaksanaan perannya itu. Apabila peran-peran yang diberikan kepada

seorang ibu/istri dijalankan sebaik mungkin maka akan memberikan

dukungan kepada setiap anggota keluarga untuk dapat mengaktualisasikan

dirinya secara optimal. Sebaliknya persoalan akan muncul manakala ketiga

peran tersebut diatas tidak berjalan sebagaimana mestinya bahkan mungkin

akan mengganggu ketentraman setiap anggota keluarga terutama

mengganggu suami/beban tugas suami dan akhirnya akan menjadi beban

mental/stress (Setiawati, 2006).

Oppong dan Katie (1981), peran perempuan sebagai orang tua

dibedakan dengan peran dalam kegiatan rumah tangga. Dalam kegiatan

rumah tangga, adalah setiap aktifitas yang berhubungan dengan

pemeliharaan lingkungan rumah, termasuk memasak, membersihkan rumah,

mencuci, menyiapkan makan, berbagai keahlian dan hal lain yang digunakan

untuk kegiatan domestk atau rumah tangga ini adalah waktu yang digunakan

untuk aktivitas rumah tangga.

Selama ini banyak kesalahpahaman yang terjadi dalam masyarakat.

Kesalahpahaman itu meliputi perbedaan peran, wilayah, status dan

pensifatan perempuan dan laki-laki, yaitu: (1)Pembedaan peran dalam hal

pekerjaan, misalnya laki-laki dianggap sebagai pekerja produktif dan

perempuan pekerja reproduktif. (2)Pembedaan wilayah kerja, tugas-tugas

(34)

memasak, membersihkan dan merawat rumah dianggap merupakan tugas

perempuan. Bahkan dianggap sebagai kodrat. Sementara laki-laki diberi

peran menjalankan tugas-tugas diruang public (diluar rumah) yakni mencari

nafkah dan menjadi kepala rumah tangga. (3)Pembedaan status, laki-laki

berperan sebagai subjek, actor utama. Perempuan sebagai objek atau pemain

figuran (pelengkap). Karenanya laki-laki berperan sebagai pencari nafkah

utama dan perempuan pencari nafkah tambahan. Laki-laki sebagai

pemimpin dan perempuan sebagai yang dipimpin. (4)Pembedaan sifat,

perempuan dilekati dengan sifat dan atribut feminism misalnya halus, sopan,

kasih sayang, cengeng, penakut, emosional, cantik, memakai perhiasan dan

cocok.

Margareth dalam Boserup (1984), melukiskan peranan laki-laki dan

wanita sebagai berikut: rumah tangga bersama seorang (atau beberapa

orang) pria dan pasangan wanitanya, kemana pria membawa bahan makanan

dan ditanak oleh para wanita merupakan gambaran umum yang pokok

diseluruh dunia. Tetapi gambaran ini dapat mengalami perubahan dan

perubahan-perubahan tersebut membuktikan bahwa pola itu sendiri tidak

merupakan sesuatu yang biologis mendalam.

Menurut Supriadi (1994) peranan wanita baik dalam keluarga dalam

kegiatan usahataninya dapat diidentifikasi melalui alokasi waktu harian,

pengambilan keputusan dan alokasi tenaga kerja.

Usaha pemerintah untuk meningkatkan peranan perempuan Indonesia

dalam pembangunan tidak hanya berhenti dalam pengelompokkan

perempuan Indonesia dalam organisasi perempuan yang telah ditentukan

oleh pemerintah namun pemerintah juga telah menentukan pula peran yang

seharusnya dilakukan oleh perempuan dalam pembangunan melalui apa

yang kita kenal dengan panca tugas perempuan, yaitu (1) sebagai istri

supaya dapat mendampingi suami, sebagai kekasih dan sahabat

bersama-sama membina keluarga yang bahagia; (2) sebagai ibu pendidik dan

Pembina generasi muda supaya anak-anak dibekali kekuatan rohani dan

(35)

yang berguna bagi nusa dan bangsa; (3) sebagai ibu pengatur rumah tangga,

supaya rumah tangga merupakan tempat yang aman dan teratur bagi seluruh

anggota keluarga; (5) sebagai anggota organisasi masyarakat terutama

organisasi perempuan, badan-badan social dan sebagainya untuk

menyumbangkan tenaga kepada masyarakat (Soetrisno, 1997).

Diferensiasi peranan dalam kegiatan pertanian lebih didasarkan pada

pembedaan jenis kelamin yang mengarah pada adanya peranan dalam

pekerjaan atau kegiatan pertanian. Pekerjaan buruh tani terbagi dalam jenis

yang merupakan pekerjaan laki-laki dan perempuan. Misalnya dalam

kegiatan mengolah tanah, mencangkul lebih dibebankan pada laki-laki,

sedangkan untuk perempuan lebih kepada kegiatan yang bersifat

pemeliharaan seperti, tandur, pemupukan, menyiangi serta membantu saat

panen.

Dalam kegiatan pertanian itu sendiri tidak dapat sepenuhnya lepas dari

peranan perempuan. Kontribusi/sumbangan perempuan tersebut sangat

dibutuhkan oleh laki-laki dalam membantu mengelola kegiatan usaha tani.

Bisa dibayangkan apabila semua kegiatan usaha tani dibebankan pada

laki-laki atau wanita saja, maka tidak akan mungkin kegiatan pertanian akan

berjalan dengan lancar. Tenaga kerja manusia dalam kegiatan pertanian

tersebut terdiri dari tenaga kerja pria dan tenaga kerja wanita. Wanita

merupakan sumber daya yang tidak kalah pentingnya dibandingkan pria. Hal

ini ditunjukkan dengan keterlibatan wanita dalam sektor pertanian.

Partisipasi wanita dalam hal ini adalah membantu mencari nafkah untuk

memperoleh pendapatan tambahan dalam memenuhi kebutuhan keluarga.

Dalam hal ini wanita akan mempunyai peran ganda, yaitu sebagai ibu rumah

tangga dan sebagai wanita pencari nafkah tambahan bagi keluarganya.

3. Diferensiasi Fungsi

Diferensiasi fungsi laki-laki dan perempuan dibedakan dalam dua hal,

yaitu fungsi produktif dan fungsi reproduktif. Fungsi produktif adalah

(36)

uang atau upah. Misalnya bekerja diluar rumah, menjadi karyawan disebuah

pabrik, melakukan kegiatan perdagangan. Sedangkan kegiatan reproduktif

yaitu kegiatan yang apabila dilakukan tidak dapat menghasilkan uang atau

upah. Misalnya kegiatan dalam rumah tangga, memasak, mengepel,

mencuci, mengasuh anak.

Dalam kehidupan sehari-hari fungsi produktif lebih banyak dilakukan

oleh laki-laki, karena dalam sebuah keluarga laki-laki adalah sebagai kepala

rumah tangga sehingga tugas utamanya adalah mencari nafkah. Sedangkan

fungsi reproduktif lebih dibebankan pada wanita, karena dalam sebuah

keluarga wanita lebih diposisikan sebagai ibu rumah tangga. Dimana tugas

utamanya melayani suami dan bertanggung jawab atas pemeliharaan

anak-anaknya.

Fungsi utama perempuan sebagai ibu dan pengatur rumah tangga akan

membawa konsekuensi, bahwa perempuan akan menghadapi berbagai

persoalan yang tidak mungkin akan dihadapi seorang laki-laki, seperti

mengandung, melahirkan, menyusui dan mengasuh. Dari sini dapat diambil

kesimpulan bahwa aktivitas yang paling mendasar bagi seorang wanita

adalah sebagai ibu dan pengatur rumah tanga, serta pemelihara

anak-anaknya (Anonym, 2009)

Dalam Islam tugas pokok perempuan adalah sebagai ibu dari anak–

anaknya dan sekaligus pengatur rumah tangganya, namun tugas pokok

tersebut tidak membatasi aktivitasnya hanya pada tugas pokok ini saja,

sehingga ia tidak boleh melakukan aktivitas lainnya. Allah SWT

menciptakan wanita (istri) adalah agar ia bisa membuat pria (suaminya)

cenderung dan merasa aman dan tenteram bersamanya sehingga

menghasilkan keturunan dan anak-cucu. Allah SWT berfirman : “Di antara

tanda–tanda kekuasaanya ialah Dia menciptakan untuk kalian istri – istri

dari diri kalian sendiri supaya kalian cenderung dan merasa tenteram

kepadanya”.(QS. Ar Rum : 21). (Fitria, 2007).

Peran pertama perempuan sebagai istri dan ibu tempat di mana

(37)

mengandung, melahirkan, merawat dan mengasuh anak-anak serta

memberikan cinta dan kasih sayang kepada anggota keluarga lainnya.

Waktu dan energi yang diberikan perempuan di sini sering dilupakan.

Kedua, perempuan sebagai "pengelola rumah tangga" melakukan

tugas-tugas rumah tangga seperti memasak dan kerja rumah lainnya yang bersifat

rutin dan membosankan. Tetapi waktu dan energi yang diberikan perempuan

sering dianggap hanya suatu kewajiban, dianggap bukan bekerja dan tidak

memiliki nilai ekonomi. Padahal bila peran itu digantikan perempuan lain

jelas sekali ada nilai uang dalam pekerjaan itu. Ketiga, perempuan sebagai

pekerja dalam satuan produksi rumah tangga. Di desa peran yang diberikan

perempuan dalam usaha tani keluarga disektor pertanian dan pada sektor

luar pertanian itu ditemukan dalam beragam "industri" rumah tangga.

Tenaga kerja perempuan dalam perannya itu adalah tenaga kerja tanpa ulah

(unpaid family worker). Keempat, perempuan sebagai pencari nafkah.

Perempuan sebagai pekerja yang mendatangkan pendapatan langsung bagi

keluarga maupun bagi dirinya, yang bekerja di sektor pertanian, baik di

lingkungan desa maupun di luar desa. Umumnya mereka bekerja sebagai

buruh tani, pedagang kecil-kecilan (marengge-rengge, istilah ibu-ibu di

Sumatera Utara), buruh industri dan kerajinan, pegawai pemerintah dan

swasta (Anonym, 1992).

Perempuan sejak masa lalu telah digiring menjalankan melakukan

tugas-tugas yang ”dekat rumah”, sementara kaum laki-laki pada masanya

pergi berburu atau mencari nafkah lain. Skema pembagian kerja ini

kemudian dilegitimasi oleh agama dan adat istiadat atas norma kodrat.

Masyarakat cenderung beranggapan bahwa pembedaan atau pembagian

kerja secara seksual adalah sesuatu yang alamuiah. Stereitipe yang dianggap

kodrat telah melahirkan ketidakadilan gender bagi perempuan dan laki-laki.

Akibatnya, lahir pembagian kerja secara seksual. Laki-laki mendapat porsi

yang lebih menguntungkan daripada perempuan. Pengaruh budaya dan

tradisi ketimuran menjadikan perempuan-perempuan indonesia mampu

(38)

fungsi pengasuhan anak dan keluarga sekaligus sebagai wanita pekerja.

Perempuan secara kodrat telah dilengkapi dengan kekuatan-kekuatan yang

tidak dimiliki laki-laki, sekalipun dalam kehidupan rumah tangga seorang

lelaki memiliki peran lebih tinggi. Peran perempuan atau ibu dalam

pendidikan anak dizaman sekarang sangat penting karena perempuan secara

kodrat diberikan kekuatan, yakni kemampuan pengendalian diri, kekuatan

emosi, kepekaan sosial, komunikasi psikologis yang tidak terlalu

menonjolkan logika. Wanita mau lebih sabar dalam menangani anak dengan

memmberikan perhatian yang cermat terhadap kebutuhan anak-anak

sekaligus dengan kepekaannya mampu menjadi benteng bagi keluarga.

Peran ganda tersebut lahir untuk menjawab pertanyaan siapa yang lantas

harus bertanggung jawab pada masalah domestik rumah tangga jika

perempuan bekerja di sektor publik (Anonim, 2009).

Kegiatan ini memerlukan penjadwalan yang tepat. Anak mungkin

diperlukan untuk bekerja di sawah, opportunity cost dari pendidikan mereka

akan menjadi lebih tinggi saat puncak musim, contohnya saat panen.

Ringkasan dari 12 penelitian mengenai jam kerja harian di daerah pedesaan

menunjukkan bahwa hanya 2 kasus pria bekerja lebih lama, itupun tidak

signifikan (8,54 jam per hari dibandingkan 8,50 jam kerja wanita).

Sedangkan 10 penelitian lainnya mengungkapkan bahwa wanita bekerja

lebih lama (9,93 jam per hari dibandingkan 7,13 jam kerja pria).

Pembedaan fungsi antara laki-laki dan perempuan saat ini lebih

mengarah kepada fungsi biologi yang dimiliki oleh masing-masing individu.

Laki-laki akan merasa lebih kuat dari pada perempuan karena dari awal

laki-laki mempunyai sifat berani, perkasa, jantan, kuat. Sehingga pekerjaan yang

dilakukan cenderung menggunakan tenaga yang lebih besar. Sedangkan

perempuan, dari awal telah dikaruniai sifat lemah lembut, santun, penurut,

setia. Sehingga pekerjaan yang dilakukan cenderung kepada hal yang

bersifat pemeliharaan.

Perkembangan peran dan posisi kaum perempuan sejak masa lampau

(39)

dengan kaum pria. Perempuan memiliki kesempatan yang sama dalam

berbagai bidang. Perempuan mempunyai tanggungjawab yang sama

terhadap kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara demi majunya

pembangunan negara ini termasuk didalamnya peran dalam bidang

pembangunan pertanian. Perempuan sebagai sumberdaya insani yang cukup

besar jumlahnya saat ini, merupakan subyek pembangunan yang cukup

handal. Mereka adalah kekuatan potensial bangsa yang hadir dalam jumlah

yang tidak hanya besar, tetapi juga berimbang jumlahnya dengan kaum pria.

Keberadaan perempuan tidak dapat diabaikan, karena kenyataan

menunjukkan bahwa daya tahan fisik perempuan melebihi kaum pria yakni

sekitar 64 tahun bagi perempuan dan 63 tahun bagi pria. Penelaahan kerja

perempuan tidak terlepas dari sosialisasi peran perempuan yang sangat

kompleks. Disamping berperan sebagai istri, sebagai ibu, sebagai pengatur

rumah tangga, sebagai tenaga kerja perempuan, juga berperan sebagai

anggota masyarakat dan manusia pembangunan. Salah satu peran

perempuan yang hakiki, yang fundamental adalah sebagai ibu rumah tangga

dan ibu dari putra-putri dalam fungsi sebagai pendidik utama dan pertama

(Nasir, 2009)

Dalam pandangan yang berkembang di masyarakat, pekerjaan yang

membutuhkan tenaga/fisik hanya pantas dilakukan oleh laki-laki.

Perempuan akan lebih dihormati dan dihargai bila menjalankan fungsi

sebagai ibu rumah tangga yang harus berperan maksimal bagi keluarganya.

Sehingga masyarakat menetapkan klasifikasi jenis pekerjaan bagi

laki-laki dan perempuan. Akibatnya kemiskinan yang dialami perempuan

akan semakin panjang karena terbatasnya jenis kerjaan yang disediakan

untuk perempuan tanpa melihat kemampuan perempuan untuk

menyelesaikan pekerjaan tersebut. Kondisi ini dapat dilihat dari kegiatan

membajak sawah yang menggunakan hand tractor atau hewan, dikuasai

oleh laki-laki. Penggunaan alat ini dirasakan lebih efektif oleh masyarakat

dibandingkan menggunakan cangkul yang umumnya menjadi alat yang

(40)

mempengaruhi tingkat pendapatan perempuan, karena kehilangan sumber

pendapatan.

Perbedaan fungsi laki-laki dan perempuan dalam bidang pertanian,

dapat dilihat dari jenis kegiatan yang dilakukan oleh masing-masing

individu. Berdasarkan fungsi biologi yang dimiliki, laki-laki lebih sering

mengerjakan hal-hal yang membutuhkan tenaga yang lebih besar daripada

kegiatan yang dilakukan oleh perempuan. Misalnya, mencangkul, membajak

sawah, mengairi. Sedangkan kegiatan yang dilakukan perempuan selama

proses produksi yang meliputi penanaman, penyiangan, pemeliharaan,

panen, pasca panen. Beberapa pekerjaan malah dianggap sebagai pekerjaan

perempuan seperti halnya menanam bibit, menabur benih dan menyiang.

Bahkan dalam pengairan, yang selama ini dianggap kerja laki-laki,

perempuan ternyata ikut menentukan kapan pengairan dilakukan, banyaknya

kuantitas air, kedalaman air, frekuensi pengairan, termasuk ‘bagian kerja

laki-laki’. Tanpa keterlibatan perempuan, proses produksi tak akan

berlangsung.

4. Diferensiasi Kedudukan

Diferensiasi kedudukan adalah menggambarkan perbedaan kedudukan

atau posisi yang dimiliki oleh laki-laki dan perempuan. Dalam sebuah

keluarga misalnya, kedudukan laki-laki akan lebih tinggi jika dibandingkan

dengan perempuan. Hal ini dikarenakan posisi laki-laki dalam keluarga

adalah sebagai kepala rumah tangga sehingga dalam setiap menentukan

keputusan pihak laki-laki akan lebih dominan sedangkan perempuan hanya

sebagai pemberi saran atau pengikut terhadap keputusan yang sudah dibuat.

Kedudukan (status) diartikan sebagai tempat atau posisi seseorang

dalam suatu kelompok sosial. Kedudukan sosial artinya tempat seseoranng

secara umum dalam masyarakatnya sehubungan dengan orang lain, dalam

arti lingkungan pergaulan, prestise-nya, dan hak-hak serta kewajibannya.

Masyarakat pada umumnya mengembangkan dua macam kedudukan, yaitu:

Gambar

Gambar 3. Analisis Data .................................................................................
figure yang kuat dan sebagainya. Politik, pembedaan cara dimana laki-laki
Gambar 1. Kerangka Berpikir Analisis Gender Berdasarkan Jenis Kegiatan Buruh Tani Di Desa Klaseman Kecamatan Gatak Kabupaten Sukoharjo
Gambar 2. Triangulasi Metode
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari beberapa pengertian di atas dapat ditarik suatu kesimpulan pengertian perpustakaan sesecara umum adalah suatu unit kerja yang berupa tempat mengumpulkan, menyimpan dan memelihara

3 Ds : Ibu An. S mengatakan anak saya selama sakit tidak mau makan, minumnya mau. Sebelum sakit makannya mau tapi sedikit.. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan

Secara spesifik, banyak elemen dari riwayat pasien memberi indikasi terhadap etiologi pasti dari hematuria diantaranya (1) disuri, urgensi, dan frekuensi miksi memberi

Masalah kesehatan dan keselamatan kerja petani bukan hanya memperhatikan factor risiko yang ada dalam pekerjaannya, namun juga harus menjangkau tingkat kesehatan

Berkenaan dengan program piloting tersebut , jurusan PLB FIP UPI sebagai lembaga pengkajian pengembangan pendidikan inklusif dan sekaligus sebagai mitra Dinas Pendidikan

c) Peniaga yang bijak akan mempertimbangkan beberapa faktor sebelum menentukan jenis pengangkutan yang akan digunakan untuk menghantar produk atau barang

Siswa mampu menginterpretasi organisasi selluler serta mengaitkan struktur jaringan dan fungsi pada sistem organ tumbuhan, hewan dan manusia serta penerapannya

The application you will be building is a multiuser chat client running in Flash with a PHP socket server to handle the connections. This multiuser chat application will allow