commit to user
i
ANALISIS GENDER BERDASARKAN JENIS KEGIATAN BURUH TANI
DI DESA KLASEMAN KECAMATAN GATAK KABUPATEN
SUKOHARJO
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Sarjana Pertanian
di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret
Jurusan / Program Studi Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian
Oleh :
DONY SETYO NUGROHO
H0404038
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
ii
HALAMAN PENGESAHAN
ANALISIS GENDER BERDASARKAN JENIS KEGIATAN BURUH TANI
DI DESA KLASEMAN KECAMATAN GATAK KABUPATEN
SUKOHARJO
Yang dipersiapkan dan disusun oleh
Dony Setyo Nugroho
H0404038
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji
Pada tanggal :
Dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Susunan Tim Penguji
Ketua Anggota I Anggota II
Surakarta,
Mengetahui Universitas Sebelas Maret
Fakultas Pertanian Dekan
Prof. Dr. Ir. Suntoro, MS NIP. 195512171982031003
Dr. Ir. Suwarto, MSi
NIP. 19561119 198303 1 002
Agung Wibowo, SP, MSi
NIP. 19760226 200501 1 003 Ir. Sutarto, MSi
commit to user
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, sehingga Penulis
dapat menyelesaikan Skripsi dengan Judul ”ANALISIS GENDER
BERDASARKAN JENIS KEGIATAN BURUH TANI DI DESA
KLASEMAN KECAMATAN GATAK KABUPATEN SUKOHARJO”.
Penyelesaian Skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak mulai
awal penelitian sampai akhir pembuatan Skripsi ini. Berkaitan dengan itu maka
pada penulisan Skripsi ini, Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. dr. Much Syamsulhadi, Sp.KJ, selaku Rektor Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
2. Prof. Dr. Ir. Suntoro, MS, selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
3. Dr. Ir. Kusnandar, MSi, selaku Ketua Program Studi Penyuluhan dan
Komunikasi Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
4. Ir. Sutarto, MSi, selaku Pembimbing Akademik dan Pembimbing Utama
yang telah memberikan bimbingan dan arahan yang baik dalam studi penulis
maupun dalam penyelesaian skripsi ini.
5. Agung Wibowo, SP, MSi, selaku Pembimbing Pendamping yang telah
memberikan bimbingan dan arahan dalam penyelesaian skripsi ini.
6. Dr. Ir. Suwarto, MSi, selaku Dosen Penguji Tamu yang telah memberikan
masukan dan saran dalam perbaikan skripsi ini.
7. Administratur Jurusan Penyuluhan Komunikasi Pertanian Universitas Sebelas
Maret yang telah memberikan kemudahan dalam mengurus izin penelitian
dilokasi penelitian.
8. Bupati Sukoharjo yang telah memberikan izin penelitian ini.
9. Kepala BAPPEDA Sukoharjo yang telah memberikan izin penelitian ini.
10.Camat Kecamatan Gatak yang telah memberikan ijin dalam penelitian ini.
11.Semua Pihak yang belum Penulis sebut satu persatu yang telah memberikan
commit to user
iv
Penulis menyadari bahwa dalam isi skripsi ini masih jauh dari sempurna.
Untuk itu, Penulis menerima kritik dan saran yang membangun dari semua pihak.
Semoga Skripsi ini dapat berguna bagi penulis khususnya dan pembaca
umumnya. Amin.
Surakarta, Agustus 2010
commit to user
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Skripsi dengan judul ”ANALISIS GENDER BERDASARKAN JENIS
KEGIATAN BURUH TANI DI DESA KLASEMAN KECAMATAN GATAK
KABUPATEN SUKOHARJO”, penulis persembahkan kepada pihak-pihak yang
telah membantu dalam menyelesaikan penulisan tugas akhir ini. Penulis juga
ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Keluarga besar saya, Nenek Siti Fatimah, Bapak Ahmad Bazar dan Ibu
Suriyem serta adikku tercinta, Endah Widiastuti dan Farhan Muhammad
Yusuf yang telah memberikan dukungan moril dan spirituil serta doanya
dalam penyelesaian skripsi ini.
2. Teman-teman PKP 2004, Iwan, Widi, Resza, Henry, Wayan, Eksa, Indra,
Azis, dan lain-lain yang telah memberikan dukungan dan motivasi serta
do’anya.
3. Ismarati Ayu Anhari yang telah memberikan bantuan berupa dukungan
moral dan spiritual serta doanya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini.
4. Bapak Sujarwo dan Bapak Sakimin yang telah memberikan semangat
dalam mengerjakan skripsi ini.
5. Administratur perpustakaan universitas dan fakultas yang telah memberi
kemudahan dalam peminjaman buku serta dalam pengumpulan referensi
commit to user
vi
MOTTO
1. 4S (sederhana, sabar, serius dan syukur)
2. Seseorang akan menilai diri kamu sesuai dengan bagaimana kamu menilai
diri kamu sendiri
3. Hari ini harus lebih baik dari hari kemarin dan hari esok harus lebih baik
commit to user
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
MOTTO ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
RINGKASAN ... xi
SUMMARY ... xii
I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Perumusan Masalah ... 3
C. Tujuan Penelitian ... 4
D. Kegunaan Penelitian ... 4
II. LANDASAN TEORI ... 6
A. Tinjauan Pustaka ... 6
B. Kerangka Berpikir ... 46
C. Dimensi Penelitian ... 49
III. METODOLOGI PENELITIAN ... 50
A. Lokasi Penelitian ... 50
B. Bentuk dan Strategi Penelitian ... 50
C. Jenis dan Sumber Data ... 51
D. Teknik Pengumpulan Data ... 52
E. Teknik Sampling (Cuplikan) ... 53
F. Metode Penentuan Informan ... 53
G. Uji Validitas ... 54
H. Metode Analisis Data ... 55
commit to user
viii
A. Letak dan Keadaan Alam ... 57
B. Keadaan Penduduk ... 58
C. Keadaan Pertanian ... 63
D. Keadaan masyarakat... 66
V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 69
A. Sajian Data Penelitian ... 69
B. Temuan-temuan Pokok Tentang Buruh Tani Di Desa Klaseman . 115 VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 129
A. Kesimpulan ... 129
B. Saran ... 130
DAFTAR PUSTAKA
commit to user
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur di Kecamatan Gatak dan Desa Klaseman tahun 2009 ... 59 Tabel 4.2. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin Di Kecamatan Gatak dan
Desa Klaseman Tahun 2009 ... 60 Tabel 4.3 Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Di Kecamatan
Gatak Dan Desa Klaseman Pada Tahun 2009 ... 61 Tabel 4.4. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian Di Kecamatan Gatak
Dan Desa Klaseman Tahun 2009 ... 62 Tabel 4.5 Produksi Tanaman Bahan Makanan Di Kecamatan Gatak Dan Desa
Klaseman Pada Tahun 2009 ... 64 Tabel 4.6 Luas Tanam Dan Luas Panen Tanaman Bahan Makanan Di
Kecamatan Gatak Dan Desa Klaseman Tahun 2009. ... 65 Tabel 4.7 Populasi Jenis Ternak Di Kecamatan Gatak Dan Desa Klaseman
Tahun 2009 ... 66 Tabel 4.8 Jumlah Anggota Kegiatan Keagamaan Di Desa Klaseman Tahun
2009 ... 67 Tabel 4.9 Jumlah Anggota Organisasi Sosial Di Desa Klaseman Tahun 2009 .... 67 Tabel 5.1 Diferensiasi Peranan Buruh Tani Laki-Laki Dan Buruh Tani
Perempuan Di Desa Klaseman. ... 75 Tabel 5.2 Diferensiasi Fungsi Buruh Tani Laki-Laki Dan Perempuan di Desa
Klaseman ... 79 Tabel 5.3 Diferensiasi Kedudukan Buruh Tani Laki-Laki Dan Perempuan di
Desa Klaseman ... 82 Tabel 5.4 Pembagian kerja Buruh Tani Dalam Kegiatan Mencari Nafkah Di
Desa Kalseman ... 87 Tabel 5.5 Jenis Kegiatan Buruh Tani Laki-Laki Dan Perempuan Di Desa
Klaseman ... 90 Tabel 5.6 Alokasi Waktu Kegiatan Mancari Nafkah Buruh Tani Laki-laki dan
Perempuan di Desa Klaseman ... 100 Tabel 5.7 Upah Buruh Tani Laki-laki dan Perempuan Di Desa Klaseman ... 102 Tabel 5.8 Jenis Kegiatan Buruh Tani Dalam Rumah Tangga Di Desa
Klaseman ... 104 Tabel 5.9 Alokasi Waktu Kegiatan Dlam Rumah Tangga Buruh Tani
Laki-Laki Dan Perempuan Di Desa Klaseman ... 107 Tabel 5.10 Kegiatan Buruh Tani Laki-Laki Dan Perempuan Dalam
Lingkungan Masyarakat Di Desa Klaseman ... 110 Tabel 5.11 Alokasi Waktu Kegiatan Kemasyarakatan Buruh Tani Laki-Laki
commit to user
x
DAFTAR GAMBAR
commit to user
xi
RINGKASAN
Dony Setyo N. H0404038. “ANALISIS GENDER BERDASARKAN JENIS KEGIATAN BURUH TANI DI DESA KLASEMAN KECAMATAN GATAK KABUPATEN SUKOHARJO”. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. Dibawah bimbingan Ir. Sutarto, MSi dan Agung Wibowo, SP, MSi.
Rata-rata penduduk yang bekerja sebagai buruh tani adalah wanita karena laki-laki lebih banyak menghabiskan waktu untuk bekerja diluar sektor pertanian. Pekerjaan yang dilakukan buruh tani wanita lebih ringan, seperti menanam, menyiangi, memupuk dan lain-lain. Sedangkan pekerjaan buruh tani tani laki-laki yaitu mengolah tanah, mencangkul, mengairi dan lain-lain. Dalam kehidupan rumah tangga mereka, buruh tani perempuan dan laki-laki juga mempunyai perbedaan peran dalam mengurus rumah tangganya. Wanita lebih banyak menghabiskan waktu untuk mengerjakan pekerjaan rumah seperti memasak, mengurus anak. Sedangkan laki-laki sedikit peranannya dalam rumah tangga. Dalam kehidupan bermasyarakat, buruh tani perempuan memiliki peran yang lebih kecil dibanding pihak laki-laki dalam hal pengambilan keputusan untuk mengikuti kegiatan kemasyarakatan. Penelitian ini bertujuan mendiskripsikan bentuk ketidaksetaraan gender antara buruh tani laki-laki dan perempuan di dalam kegiatan produktif, kegiatan domestik dan kegiatan masyarakat.
Metode dasar penelitian menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Lokasi penelitian ditentukan secara sengaja di Desa Klaseman, Kecamatan Gatak, Kabupaten Sukoharjo. Dimensi penelitian dalam hal ini adalah buruh tani, jam kerja serta upah yang diperoleh. Metode penentuan
informan menggunakan metode snowball sampling. Pada uji validitas
menggunakan teknik triangulasi metode yaitu memandang satu data dari berbagai metode yang dilakukan.
Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan kegiatan buruh tani laki-laki dan perempuan dalam melakukan kegiatan mencari nafkah, dalam rumah tangga dan juga kegiatan dalam masyarakat. Hal ini terlihat dari perbedaan jenis pekerjaan yang dilakukan pada masing-masing kegiatan. Pembedaan jenis pekerjaan ini lebih didasarkan pada jenis kelamin serta curahan tenaga yang dikeluarkan pada saat melakukan kegiatan tersebut. Serta adanya temuan-temuan pokok yang berkaitan dengan kebijakan pemerintah, beban ganda buruh tani perempuan, pilihan pekerjaan terdekat, diskriminasi pendapatan serta adanya stereotipe.
commit to user
xii
SUMMARY
Dony Setyo N. H0404038. "GENDER ANALYSIS OF FARM WORKER BY TYPE ACTIVITY IN THE KLASEMAN VILLAGE SUB DISTRICT GATAK REGENCY SUKOHARJO". Under the guidance of Ir. Sutarto, MSi and Agung Wibowo, SP, MSi. Agriculture Faculty of Eleven March University of Surakarta
The average resident who worked as farm workers are women because men spend more time to work outside the agricultural sector. Work done farm worker women are lighter than men worker, such as planting, weeding, fertilizing and others. While the agricultural labor of male farmers to cultivate the soil, hoeing, irrigating and others. In their domestic life, farm worker women and men also have different roles in the care of the household. Women spend more time doing housework such as cooking, taking care of children, While slightly male role in the household. In social life, women farm workers have a smaller role than the men in the decision to participate in community activities. This study aims to describe the forms of gender inequality among male farm workers and women in productive activities, domestic activities and community activities.
The basic method of research using qualitative methods with case study approach. Research locations specified in the Klaseman Village intentionally, District Gatak, Regency Sukoharjo. Dimension of research in this regard are farm workers, working hours and wages earned. The method to determine the informant with snowball sampling method. In testing the validity of using the technique of triangulation methods, which looked at data from a variety of methods are performed.
The results showed a difference of farm worker activities of men and women in the conduct of activities for a living, in household as well as activities in the community. This can be seen from the differences in types of work performed on each activity. Contrasting this type of work based more on gender and the outpouring of energy released at the moment conduct such activities. And the existence of the principal findings related to government policy, the double burden of women farm workers, the choice of the nearest employment, incomes and the existence of discriminatory stereotypes.
commit to user
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Wanita sering kali mempunyai peran ganda dalam keluarga, baik
sebagai pencari nafkah maupun sebagai ibu rumah tangga yang harus selalu
mengurusi kebutuhan rumah tangga dalam keluarga seperti: mencuci,
membersihkan rumah, memasak, mengasuh anak, mendidik anak dan
sebagainya.
Wanita tani sebagai mitra sejajar, secara fungsional tidak dapat
dipisahkan dalam proses pembangunan pertanian. Peranan wanita dalam
usahatani diarahkan kepada peluang peningkatan produktivitas lahan dan
tenaga kerja serta peningkatan nilai tambah. Peranan wanita tani saat ini
diketahui sebagai penyandang kerja yang cukup berat tetapi kurang produktif,
wanita tani dikenal sebagai tenaga kerja dalam kegiatan penanaman,
pemupukan, penyiangan, panen dan pengolahan hasil di dalam maupun di luar
usahataninya. Selain sebagai buruh tani juga mengerjakan pekerjaan rumah
seperti mengambil air, mencari kayu bakar, mengasuh anak, memasak dan
lain-lain.
Di daerah pedesaan, sumbangan wanita tani dalam penghasilan
keluarga cukup besar, baik dengan bekerja di lahan sendiri ataupun sebagai
buruh tani dan mengurus pekerjaan rumah tangga. Partisipasi wanita pada
usahatani baik dalam proses produksi, panen maupun pasca panen cukup
tinggi. Banyak hasil penelitian mengungkapkan bahwa wanita di pedesaan
mempunyai peranan sebagai pencari nafkah, lebih-lebih dari rumah tangga
berpenghasilan rendah. Golongan ini meliputi kurang lebih 40% dari seluruh
rumah tangga pedesaan (Parjanto dan Trisni, 2001)
Namun besarnya sumbangan dari wanita terhadap penghasilan dalam
rumah tangga tidak lantas menjadikan wanita lebih tinggi peranan dan
kedudukannya dari pria. Hal ini disebabkan karena adanya faktor gender.
Sukesi (2002), mengemukakan bahwa gender merupakan konsep yang
digunakan untuk menggambarkan perbedaan antara pria dan wanita secara
sosial kultural.
Desa Klaseman merupakan salah satu desa yang masih berada dalam
kawasan Kecamatan Gatak, berdasarkan data monografi Desa Klaseman pada
tahun 2008, dimana desa tersebut mempunyai jumlah buruh tani yang paling
banyak yakni 370 orang atau 20,85% dari jumlah penduduk dengan jumlah
penduduk laki-laki sebanyak 867 orang dan jumlah penduduk wanita 907
orang. Sebagian besar penduduk Desa Klaseman berprofesi sebagai buruh tani
karena mereka tidak memiliki lahan sawah sehingga mereka hanya menggarap
lahan sawah milik orang lain.
Rata-rata penduduk yang bekerja sebagai buruh tani adalah wanita
karena penduduk laki-laki lebih banyak menghabiskan waktu untuk bekerja
diluar sektor pertanian. Pekerjaan yang dilakukan buruh tani wanita lebih
ringan dari pada pekerjaan yang dilakukan buruh tani laki-laki, seperti
menanam, menyiangi, memupuk dan lain-lain. Sedangkan pekerjaan buruh
tani laki-laki yaitu mengolah tanah, mencangkul, mengairi dan lain-lain.
Dalam kehidupan rumah tangga mereka, buruh tani perempuan dan laki-laki
juga mempunyai perbedaan peran dalam mengurus rumah tangganya. Dari
pihak wanita sendiri lebih banyak menghabiskan waktu untuk mengerjakan
berbagai pekerjaan rumah seperti memasak, mengurus anak serta melayani
suami. Sedangkan pihak laki-laki hanya sedikit peranannya dalam rumah
tangga. Didalam kehidupan bermasyarakat, buruh tani perempuan memiliki
peran yang lebih kecil dibanding pihak laki-laki dalam hal pengambilan
keputusan untuk mengikuti kegiatan kemasyarakatan.
Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk mengkaji
perbedaan mengenai kegiatan produktif (kegiatan mencari nafkah), domestik
(kegiatan dalam rumah tangga) nonproduktif dan kegiatan sosial
kemasyarakatan antara buruh tani laki-laki dan buruh tani perempuan di Desa
B. Perumusan Masalah
Gender merupakan suatu perbedaan peran, tanggung jawab, sifat dan
kedudukan antara wanita dan pria yang telah disosialisasikan oleh masyarakat
melalui norma, kebiasaan yang telah diwariskan secara turun-temurun.
Adanya perbedaan gender ini mengakibatkan pembagian peran yang
cenderung berat sebelah antara pria dan wanita, sehingga seringkali merugikan
pihak wanita. Wanita seringkali dipandang sebelah mata dalam mengerjakan
setiap hal baik dalam kegiatan produktif, domestik maupun dalam kegiatan
sosial kemasyarakatan sehingga sepertinya peran perempuan makin
terpinggirkan.
Wanita yang mempunyai peran ganda dalam rumah tangga, yaitu
sebagai pencari nafkah dan sebagai ibu rumah tangga yang harus melayani
kebutuhan keluarga sering kali harus bekerja lebih berat dari suaminya.
Meskipun demikian kadang hasil dari kerjanya tidak mendapatkan
penghargaan, ini disebabkan karena pekerjaan wanita cenderung dikaitkan
dengan pekerjaan rumah tangga (domestik), sedangkan pria banyak dikaitkan
pada pekerjaan diluar rumah (publik).
Posisi dan status yang ditempati oleh masing-masing anggota
berbeda-beda. Dalam hal ini disebabkan karena perbedaan umur, jenis kelamin,
generasi, posisi ekonomi dan kekuasaan, sedangkan untuk perbedaan posisi
laki-laki dan wanita disebabkan alasan biologis dan sosial budaya. Alasan
biologis menganggap laki-laki secara fisik lebih kuat daripada wanita,
sedangkan alasan sosial budaya dibentuk dari norma-norma yang diatur dalam
lingkungan masyarakat seperti: siapa yang mengasuh dan mendidik anak,
siapa yang mencari nafkah dan siapa yang tampil dalam kegiatan
kemasyarakatan. Alasan biologis dan sosial budaya berangsur-angsur
mengalami perubahan dalam masyarakat agraris. Peran ganda wanita di
masyarakat agraris sangat terlihat, wanita berperan sebagai ibu rumah tangga
yang tugasnya melaksanakan pekerjaan rumah tangga dan sebagai pencari
membawa bahan makanan untuk dimasak oleh wanita adalah sesuatu yang
seharusnya.
Untuk menganalisis data secara sistematis tentang data laki-laki dan
perempuan sehingga peran dan tanggung jawab keduanya diketahui,
diperlukan analisis gender. Penelitian ini memusatkan perubahan pada jenis
kegiatan yang dilakukan buruh tani laki-laki dan perempuan. Untuk itu
melalui penelitian ini akan dicari titik terang dan jawaban dari permasalahan
berikut:
1. Bagaimana bentuk ketidaksetaraan gender antara buruh tani laki-laki dan
buruh tani perempuan dalam kegiatan produktif (kegiatan dalam mencari
nafkah)?
2. Bagaimana bentuk ketidaksetaraan gender antara buruh tani laki-laki dan
buruh tani perempuan dalam kegiatan domestik (kegiatan dalam rumah
tangga)?
3. Bagaimana bentuk ketidaksetaraan gender antara buruh tani laki-laki dan
buruh tani perempuan dalam kegiatan kemasyarakatan?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, maka tujuan
penelitian ini adalah:
1. Untuk mendiskripsikan bentuk ketidaksetaraan gender antara buruh tani
laki-laki dan buruh tani perempuan dalam kegiatan produktif (kegiatan
dalam mencari nafkah)
2. Untuk mendiskripsikan bentuk ketidaksetaraan gender antara buruh tani
laki-laki dan buruh tani perempuan dalam kegiatan domestik (kegiatan
dalam rumah tangga)
3. Untuk mendiskripsikan bentuk ketidaksetaraan gender antara buruh tani
laki-laki dan buruh tani perempuan dalam kegiatan kemasyarakatan
D. Kegunaan Penelitian
1. Bagi peneliti, penelitian ini sebagai pembelajaran dengan melihat dan
dari permasalahan tersebut. Dan sebagai syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret
2. Bagi pengambil kebijakan dan lembaga terkait, sebagai bahan
pertimbangan untuk membuat keputusan dan kebijakan dalam hal
pembangunan pertanian berbasis gender
3. Bagi narasumber, untuk menambah pengetahuan mereka tentang peran
masing-masing pihak, baik pria maupun wanita. Agar pekerjaan usaha tani
dan rumah tangga makin efisien dan tidak membedakan peran keduanya
4. Bagi peneliti lain, sebagai bahan informasi serta perbandingan dalam
commit to user
II.LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Gender Dalam Pertanian
Kata gender ditemui dalam bahasa inggris yang dalam English
Dictionary For Advanced Learners, diartikan sebagai kenyataan bahwa
seseorang itu menjadi seorang laki-laki atau seseorang itu menjadi seorang
perempuan. Perempuan diartikan memiliki sifat lembut, halus, yang ada
karena gendernya atau diartikan apakah seseorang itu maskulin, feminin
atau maskulin dan feminim. Seorang laki-laki adalah maskulin, sedangkan
seorang perempuan adalah feminim. Gender dapat disebabkan karena asal
dan kebiasaan (Sinclair, 2001).
Sukesi (2002), menyatakan bahwa gender merupakan konsep yang
digunakan untuk menggambarkan perbedaan antara wanita dan pria secara
sosial budaya. Pembedaan ini sebenarnya mengacu pada unsur emosional
dan kejiwaan, sebagai karakteristik sosial dimana hubungan wanita dan pria
dikonstruksikan, sehingga berbeda antara tempat dan waktu. Dalam melihat
gender sebagai konstruksi sosial budaya, dapat membedakan gender identity
yang berasal dari konsepsi biologis yaitu bagaimana wanita dan pria
dibedakan terutama dari aspek kromosomnya dan kemudian bagaimana
manusia mengidentifikasikan dirinya sebagai perempuan atau laki-laki.
Fakih (1996), mengemukakan konsep gender yakni suatu sifat yang
melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikontruksikan sosial
maupun kultural, misalnya bahwa perempuan itu dikenal lemah lembut,
cantik, emosional atau keibuan. Sementara laki-laki dianggap kuat, rasional,
jantan, perkasa. Ciri dari sifat-sifat itu sendri merupakan sifat-sifat yang
dapat dipertukarkan. Perubahan dari ciri sifat-sifat itu dapat terjadi dari
waktu ke waktu, dari tempat ke tempat lain. Juga perubahan bisa terjadi dari
kelas ke kelas masyarakat yang berbeda. Semua hal yang dapat
dipertukarkan antara sifat perempuan dan laki-laki itulah yang dikenal
dengan konsep gender.
Gender adalah perbedaan dan fungsi peran sosial yang dikonstruksikan
oleh masyarakat, serta tanggung jawab laki-laki dan perempuan. Gender
belum tentu sama di tempat yang berbeda, dan dapat berubah dari waktu ke
waktu. Seks/ kodrat adalah jenis kelamin yang terdiri dari perempuan dan
laki-laki yang telah ditentukan oleh Tuhan. Oleh karena itu tidak dapat
ditukar atau diubah. Ketentuan ini berlaku sejak dahulu kala, sekarang dan
berlaku selamanya.
Gender bukanlah kodrat ataupun ketentuan Tuhan. Oleh karena itu
gender berkaitan dengan proses keyakinan bagaimana seharusnya laki-laki
dan perempuan berperan dan bertindak sesuai dengan tata nilai yang
terstruktur, ketentuan sosial dan budaya ditempat mereka berada. Dengan
demikian gender dapat dikatakan pembedaan peran, fungsi, tanggung jawab
antara perempuan dan laki-laki yang dibentuk/dikonstruksi oleh sosial
budaya dan dapat berubah sesuai perkembangan zaman.
Dengan demikian perbedaan gender dan jenis kelamin (seks) adalah
Gender: dapat berubah, dapat dipertukarkan, tergantung waktu, budaya
setempat, bukan merupakan kodrat Tuhan, melainkan buatan manusia. Lain
halnya dengan seks, seks tidak dapat berubah, tidak dapat dipertukarkan,
berlaku sepanjang masa, berlaku dimana saja, di belahan dunia manapun,
dan merupakan kodrat atau ciptaan Tuhan.
Kesetaraan gender, berdasar anggapan bahwa laki-laki dan perempuan
harus mendapat perlakuan sama. Anggapan ini gagal mengenali bahwa
perlakuan sama tidak menghasilkan keadilan, karena laki-laki dan
perempuan berbeda pengalaman hidup. Keadilan gender,
mempertimbangkan perbedaan kehidupan perempuan dan laki-laki dan
mengakui perlunya perbedaan pendekatan untuk menghasilkan keadilan bagi
perempuan dan laki-laki. Bias gender merujuk pada diskriminasi, mulai dari
tidak diikutsertakannya perempuan dalam program pembangunan sampai
diskriminasi upah dan kekerasan sistematik terhadap perempuan
Kesetaraan gender berarti kesamaan kondisi bagi laki-laki dan
perempuan untuk memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai
manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik,
hukum, ekonomi, sosial budaya, pendidikan dan pertahanan dan keamanan
nasional (hankamnas), serta kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan
tersebut. Kesetaraan gender juga meliputi penghapusan diskriminasi dan
ketidak adilan struktural, baik terhadap laki-laki maupun perempuan.
Keadilan gender adalah suatu proses dan perlakuan adil terhadap
perempuan dan laki-laki. Dengan keadilan gender berarti tidak ada
pembakuan peran, beban ganda, subordinasi, marginalisasi dan kekerasan
terhadap perempuan maupun laki-laki. Terwujudnya kesetaran dan keadilan
gender ditandai dengan tidak adanya diskriminasi antara perempuan dan
laki-laki, dan dengan demikian mereka memiliki akses, kesempatan
berpartisipasi, dan kontrol atas pembangunan serta memperoleh manfaat
yang setara dan adil dari pembangunan. Memiliki akses dan partisipasi
berarti memiliki peluang atau kesempatan untuk menggunakan sumber daya
dan memiliki wewenang untuk mengambil keputusan terhadap cara
penggunaan dan hasil sumber daya tersebut. Memiliki kontrol berarti
memiliki kewenangan penuh untuk mengambil keputusan atas penggunaan
dan hasil sumber daya. Sehingga memperoleh manfaat yang sama dari
pembangunan. Ketertinggalan perempuan mencerminkan masih adanya
ketidakadilan dan ketidak setaraan antara laki-laki dan perempuan di
Indonesia, hal ini dapat terlihat dari gambaran kondisi perempuan di
Indonesia. Sesungguhnya perbedaan gender dengan pemilahan sifat, peran,
dan posisi tidak menjadi masalah sepanjang tidak melahirkan ketidakadilan.
Namun pada kenyataannya perbedaan gender telah melahirkan berbagai
ketidakadilan, bukan saja bagi kaum perempuan, tetapi juga bagi kaum
laki-laki (Rangga, 1999).
Ketidakadilan gender adalah suatu sistem dan struktur yang
menempatkan laki-laki maupun perempuan sebagai korban dari sistem.
ketidakadilan, terutama pada perempuan; misalnya marginalisasi,
subordinasi, stereotipe/pelabelan negatif sekaligus perlakuan diskriminatif,
kekerasan terhadap perempuan, beban kerja lebih banyak dan panjang.
Manisfestasi ketidakadilan gender tersebut masing-masing tidak bisa
dipisah-pisahkan, saling terkait dan berpengaruh secara dialektis.
Bentuk-bentuk ketidakadilan akibat diskriminasi gender di antaranya adalah,
marginalisasi perempuan sebagai salah satu bentuk ketidakadilan gender.
Proses marginalisasi (peminggiran/pemiskinan) yang mengakibatkan
kemiskinan, banyak terjadi dalam masyarakat terjadi dalam masyarakat di
negara berkembang seperti penggusuran dari kampung halaman, eksploitasi
(Faqih, 2001).
Subkhan (2003), mengemukakan bahwa ketidakadilan gender dalam
pembangunan disebabkan oleh mitos bahwa pekerjaan yang dilakukan kaum
wanita hanya bersifat melengkapi dan tidak bernilai produktif. Mitos ini
menyebabkan tidak adanya penghargaan terhadap karya dan hasil kerja
kaum wanita seberapa pun besarnya. Tidak adanya pengakuan, penghargaan
terhadap kaum wanita melalui pemberian akses dan kontrol yang lebih besar
membuat semakin terkuburnya potensi mereka. Diungkapkan oleh Srini
(1995), bahwa gender menjadi persoalan ketika nilai-nilai yang terkandung
dalam ketentuan gender tersebut menghambat seseorang untuk mempunyai
akses dan kontrol terhadap sumber daya dan hasil-hasilnya.
Peran perempuan masa kini masih sering dipandang sebelah mata.
Contoh sederhana, ketika anak mendapat prestasi baik, yang sering terlontar
dari masyarakat adalah, "Oh anak Pak Sasmita ya. Hebat ya, bapaknya
pintar mendidik." Sebaliknya, ketika sang anak mendapat cap buruk, tak
jarang ucapan yang keluar adalah "Ibunya pasti tidak bisa mendidik." Di
pedesaan, perempuan sebenarnya sangat banyak berjasa dalam menyumbang
ekonomi nasional. Mereka bekerja di lahannya sendiri, Tetapi tak
dimasukkan dalam kriteria angkatan kerja karena tidak menghasilkan uang.
Sebaliknya, kaum laki-laki pada posisi sama dianggap ikut berkontribusi
angkatan kerja. Hal ini, disebabkan mereka menjual dan bisa menghasilkan
uang kendati sama-sama bekerja di lahan miliknya sendiri. Padahal, 60%
sistem perekonomian nasional digerakkan oleh produk pertanian konsisten
dan perempuan berkontribusi besar di dalamnya. Jika dilihat dari ketelibatan
dan partisipasi saat ini, tidak seluruhnya benar perempuan pedesaan menjadi
satu subordinat. Mereka ikut terlibat dalam proses produksi pertanian, mulai
dari menandur hingga menuai hasil pertanian. Pada posisi yang sama, buruh
perempuan memiliki upah di bawah buruh laki-laki. Sistem pengupahan
yang tidak fair sering didasari pemikiran bahwa laki-laki yang menjadi
penanggung jawab keluarga, sementara perempuan tidak. Realitanya,
banyak pula perempuan yang terpaksa menjadi kepala rumah tangga,
menghidupi anak, orang tua, atau sanak famili lainnya. Sistem pengupahan
juga didasarkan oleh perbedaan kekuatan. Laki-laki dianggap memiliki
kekuatan lebih, sehingga layak mendapatkan upah lebih. Padahal, jika
dihitung persatuan energi, belum tentu begitu. Mungkin perempuan bisa
jauh lebih besar. Pekerjaan perempuan dan laki-laki sama berat, ini terlihat
secara fisik pada proses produksi padi. Tenaga perempuan menandur atau
menginjak-injak tanah sawah sama beratnya dengan pekerjaan laki-laki
mencangkul sawah.
Kita ambil salah satu contoh lain, misalnya program kegiatan yang
paling sering diagendakan oleh Dinas Pertanian kabupaten, yaitu
penyuluhan pertanian ke desa-desa. Program tersebut memberikan
informasi baru mengenai sistem bertani dan pada saat yang sama
memberikan kredit ringan untuk kelompok-kelompok tani supaya bisa
mengimplementasikan pengetahuan baru tersebut di lahan mereka. Siapa
yang terlibat dalam kelompok tani tersebut? Kebanyakan laki-laki. Program ini
pada dasarnya menawarkan bantuan baik dalam bentuk bahan-bahan
pertanian (bibit, pupuk, dll) ataupun pinjaman modal kepada kelompok tani
agar dapat mengembangkan tanaman perkebunan di lahan pertanian yang
dikelolanya. Kelompok- kelompok tani tersebut dibentuk semata-mata
bantuan dari program tersebut. Tidak ada satupun dari kelompok tersebut
yang memiliki anggota campuran (laki-laki dan perempuan dalam satu
kelompok). Ketika penyuluh pertanian datang ke desa untuk
menyampaikan informasi, mereka mengundang keluarga-keluarga petani
dalam suatu rapat di balai desa. Namun dengan anggapan bahwa laki-laki
adalah kepala keluarga, maka hanya laki-laki yang hadir dalam pertemuan
tersebut. Absennya perempuan dalam pertemuan tersebut sering luput dari
perhatian pemberi program. Mereka beranggapan bahwa kondisi seperti ini
tidak perlu dipermasalahkan karena dengan hadirnya petani laki-laki
dianggap bahwa informasi telah disampaikan merata kepada sasaran program
sebagaimana yang direncanakan dalam program penyuluhan pertanian
tersebut. Padahal pada prakteknya, kaum perempuanlah yang paling
banyak mencurahkan waktunya dalam mengelola lahan pertanian di
desa tersebut. Hasilnya, informasi mengenai cara-cara bertani ataupun mengenai
sistem pemberian pinjaman keuangan tersebut tidak sampai pada ‘pelaksana’
programnya. Petani perempuan yang bekerja di ladang tetap menjalankan
kegiatannya secara tradisional sebagaimana sebelumnya, tanpa informasi
tambahan dari program pertanian tersebut.
Namun pemiskinan atas perempuan maupun laki yang disebabkan
jenis kelamin merupakan salah satu bentuk ketidakadilan yang disebabkan
gender. Sebagai contoh, banyak pekerja perempuan tersingkir dan menjadi
miskin akibat dari program pembangunan seperti internsifikasi pertanian
yang hanya memfokuskan petani laki-laki. Perempuan dipinggirkan dari
berbagai jenis kegiatan pertanian dan industri yang lebih memerlukan
keterampilan yang biasanya lebih banyak dimiliki laki-laki. Selain itu
perkembangan teknologi telah menyebabkan apa yang semula dikerjakan
secara manual oleh perempuan diambil alih oleh mesin yang umumnya
dikerjakan oleh tenaga laki-laki.
Beberapa studi dilakukan untuk membahas bagaimana program
pembangunan telah meminggirkan sekaligus memiskinkan perempuan.
pekerjaan di sawah yang menggunakan ani-ani. Di Jawa misalnya revolusi
hijau memperkenalkan jenis padi unggul yang panennya menggunakan sabit.
Contoh-contoh marginalisasi, pemupukan dan pengendalian hama dengan
teknologi baru yang dikerjakan laki-laki; pemotongan padi dengan peralatan
sabit, mesin yang diasumsikan hanya membutuhkan tenaga dan
keterampilan laki-laki, menggantikan tangan perempuan dengan alat panen
ani-ani; usaha konveksi lebih suka tenaga perempuan; menyerap peluang
menjadi pembantu rumah tangga lebih perempuan; banyak pekerjaan yang
dianggap sebagai pekerjaan seperti “guru taman kanak-kanak” atau
“sekretaris” dan perempuan “perawat”.
Subordinasi pada dasarnya adalah keyakinan bahwa salah satu jenis
kelamin dianggap lebih penting atau lebih utama dibanding jenis kelamin
lainnya. Sudah sejak dahulu ada pandangan yang menempatkan kedudukan
dan peran perempuan lebih rendah dari laki-laki. Banyak kasus dalam
tradisi, tafsiran ajaran agama maupun dalam aturan birokrasi yang meletakan
kaum perempuan sebagai subordinasi dari kaum laki-laki. Kenyataan
memperlihatkan bahwa masih ada nilai-nilai masyarakat yang membatasi
ruang gerak terutama perempuan dalam kehidupan. Sebagai contoh apabila
seorang isteri yang hendak mengikuti tugas belajar, atau hendak berpergian
ke luar negeri harus mendapat izin suami, tatapi kalau suami yang akan
pergi tidak perlu izin dari isteri (William, 2006).
Setereotipe dimaksud adalah citra baku tentang individu atau
kelompok yang tidak sesuai dengan kenyataan empiris yang ada. Pelabelan
negatif secara umum selalu melahirkan ketidakadilan. Salah satu stereotipe
yang berkembang berdasarkan pengertian gender, yakni terjadi terhadap
salah satu jenis kelamin, (perempuan), Hal ini mengakibatkan terjadinya
diskriminasi dan berbagai ketidakadilan yang merugikan kaum perempuan.
Misalnya pandangan terhadap perempuan yang tugas dan fungsinya hanya
melaksanakan pekerjaan yang berkaitan dengan pekerjaan domistik atau
kerumahtanggaan. Hal ini tidak hanya terjadi dalam lingkup rumah tangga
pemerintah dan negara.Apabila seorang laki-laki marah, ia dianggap tegas,
tetapi bila perempuan marah atau tersinggung dianggap emosional dan tidak
dapat menahan diri. Standar nilai terhadap perilaku perempuan dan laki-laki
berbeda, namun standar nilai tersebut banyak menghakimi dan merugikan
perempuan. Label kaum perempuan sebagai “ibu rumah tangga” merugikan,
jika hendak aktif dalam “kegiatan laki-laki” seperti berpolitik, bisnis atau
birokrat. Sementara label laki-laki sebagai pencari nakah utama,
(breadwinner) mengakibatkan apa saja yang dihasilkan oleh perempuan
dianggap sebagai sambilan atau tambahan dan cenderung tidak
diperhitungkan.
Berbagai bentuk tindak kekerasan terhadap perempuan sebagai akibat
perbedaan, muncul dalam bebagai bentuk. Kata kekerasan merupakan
terjemahkan dari violence, artinya suatu serangan terhadap fisik maupun
integritas mental psikologis seseorang. Oleh karena itu kekerasan tidak
hanya menyangkut serangan fisik saja seperti perkosaan, pemukulan dan
penyiksaan, tetapi juga yang bersifat non fisik, seperpti pelecehan seksual
sehingga secara emosional terusik.Pelaku kekerasan bermacam-macam, ada
yang bersifat individu, baik di dalam rumah tangga sendiri maupun di
tempat umum, ada juga di dalam masyarakat itu sendiri. Pelaku bisa saja
suami/ayah, keponakan, sepupu, paman, mertua, anak laki-laki, tetangga,
majikan.
Bentuk lain dari diskriminasi dan ketidakadilan gender adalah beban
ganda yang harus dilakukan oleh salah satu jenis kelamin tertentu secara
berlebihan. Dalam suatu rumah tangga pada umumnya beberapa jenis
kegiatan dilakukan laki-laki, dan beberapa dilakukan oleh perempuan.
Berbagai observasi, menunjukkan perempuan mengerjakan hampir 90% dari
pekerjaan dalam rumah tangga. Sehingga bagi mereka yang bekerja, selain
bekerja di tempat kerja juga masih harus mengerjakan pekerjaan rumah
tangga. Dalam proses pembangunan, kenyataannya perempuan sebagai
sumber daya insani masih mendapat pembedan perlakuan, terutama bila
ada juga ketimpangan yang dialami kaum laki-laki di satu sisi (Muthali’in,
2001).
Diskriminasi gender tidak saja membawa konsekuensi langsung
terhadap hierarki pembagian kerja didalam hubungan produksi, tapi juga
rendahnya upah yang diterima mereka. Lebih jelas penelitian yang
dilakukan Grinjs et al (1992) membuktikan buruh perempuan menerima
upah sekitar 60-70% dari upah yang diterima laki-laki untuk pekerjaan
sejenis. Dalam kenyataan buruh perempuan meski telah berkeluarga harus
menerima nilai upah paling rendah yaitu setaraf dengan KFM (kebutuhan
fisik minimum) untuk buruh lajang. Hasil survey kecil yang dilakukan
Nurbaiti dan Edriana terhadap 38 orang buruh perempuan di Bogor dan
Tangerang dengan status 17 orang (44,7%) kawin dan 21 orang (55,3%)
belum menikah, menunjukkan bahwa seorang buruh perempuan yang sudah
kawin penghasilan yang diterimanya hanya senilai ‘penambah keluarga’.
Begitu juga buruh lajang yang dikategorikan tidak mempunyai tanggungan
pada kenyataannya harus ikut menanggung beban keluarga. Rata-rata
penghasilan sebulan mereka sebesar Rp. 77.194,00 dan pengeluaran rata-rata
Rp. 88.846,00 dengan kekurangan rata-rata per bulan sebesar 13,1%. Cara
yang dilakukan buruh untuk menutup kekurangan tersebut agar dapat
bertahan hidup yakni dengan jalan: 21,1% mengutang kepada kawan dekat
atau orang lain; 26,3% mengandalkan dapat arisan/mengambil kredit bank;
7,9% minta bantuan keluarga/orang tua; 53% mengerjakan pekerjaan
sampingan; 34,2% tidak tahu harus kemana mencari tambahan (Safa’at,
1998).
Salah satu implikasi kesenjangan gender dalam kesempatan kerja
adalah ketidakadilan upah yang diterima antara laki-laki dan perempuan.
Upah rata-rata buruh perempuan tidak meningkat sejak tahun 2001, setelah
pernah naik 69% pada 1995. "Perempuan hanya memperoleh 75 persen dari
pendapatan laki-laki.". Berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional tahun
laki-laki dan 40% perempuan). Sebagian besar bekerja di sektor pertanian (62%),
perdagangan (17%), dan manufaktur (13%) (Seputra, 2008).
Karena kesenjangan yang masih terjadi antara perempuan dan laki-laki
diperlukan upaya untuk menegakkan hak-hak perempuan dan laki-laki atas
kesempatan yang sama, pengakuan yang sama dan penghargaan yang sama
dilingkungan masyarakat dan upaya ini salah satunya dilakukan
pengarusutamaan gender. Landasan hukum dari hal ini adalah UUD 1945
Pasal 27 tentang persamaan hak dan kewajiban setiap warga negara tidak
ada kecualinya, UU no 7 tahun 1984 tentang penghapusan segala bentuk
diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan, UU no 22 tentang
pemerintah daerah, UU no 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan
antara pemerintah pusat dan daerah dan UU no 25 tahun 2000 tentang
program pembangunan nasional. Sedangkan dasar hukumnya adalah UU no
25 tahun 2000 tentang Propenas dan Inpres no 9 tahun 2000 tentang
pelaksanaan pengarusutaman gender dalam pembangunan
(Kantor Kementrian Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia, 2000).
Menurut Inpres no.9/2000 Kepmendagri no.132/2003 bab 1 pasal 1
Pengarusutamaan gender adalah strategi yang dilakukan secara rasional dan
sistematis untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender dalam sejumlah
aspek kehidupan manusia melalui kebijakan dan program yang
memperhatikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan, dan permasalahan
perempuan dan laki-laki kedalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan
dan evaluasi dan seluruh kebijakan dan program diberbagai bidang
kehidupan dan pembangunan.
Contoh yang dilakukan dalam proyek pertanian misalnya, dimana
kelompok sasarannya adalah petani di lahan kering, komitmen pelaksanaan
strategi pengarusutamaan gender tertera dalam dokumen pelaksanaan
program, dimana dalam dokumen tersebut telah tertera bahwa komitmen
menuju kesetaraan yang diterjemahkan dalam entry point pemberdayaan
masyarakat melalui organisasi. Pemberdayaan yang dimaksud adalah
tiga tahapan kelompok yang ada dalam dampingan. Komitmen dalam
dokumen itu kemudian mencakup bagaimana PUG dilaksanakan dalam
tahapan pelaksanaan program, mulai perencanaan, pelaksanaan sampai
monitoring dan evaluasi.
Dalam fase perencanaan misalnya dilakukan penilaian kebutuhan
terpilah antara kelompok laki-laki dan perempuan, sehingga kebutuhan yang
diterjemahkan dalam pelaksanaan program sesuai dengan kebutuhan
kelompok sasaran. Alat yang dapat digunakan dalam proses perencanaan ini
bisa melalui alat analisa gender baik itu Harvard, Moser, sampai PROBA
(Problem Based Analysis) dan GAP (Gender Analysis Pathway), yang
menyaratkan data terpilah dan analisa gender dalam setiap komponen
kegiatan yang akan dikembangkan.
Fase pelaksanaan, melalui bentukan pemberdayaan masyarakat dalam
wadah organisasi/ kelompok yang ditumbuhkembangkan tersebut terdiri dari
kelompok perempuan dan laki-laki. Suatu awal yang baik untuk memulai
komitmen pelaksanaan pengarustamaan gender, dimana kelompok petani
perempuan yang menjadi sasaran yang dalam program, kegiatan maupun
kebijakan pembangunan pada umumnya seringkali di marjinalkan, padahal
dalam kondisi riil, kelompok petani perempuan memiliki peran dan fungsi
dalam proses pertanian yang signifikan, demikian pula posisinya dalam
melakukan kegiatan pengolahan dan pemasaran.
2. Differensiasi Peranan
Peranan berasal dari kata peran. Peran memiliki makna yaitu
seperangkat tingkat diharapkan yang dimiliki oleh yang berkedudukan di
masyarakat. Sedangkan peranan adalah bagian dari tugas utama yang harus
dilaksanakan (Lukman, 1996).
Pengertian Peranan dalam Kamus Bahasa Indonesia adalah suatu yang
mewujudkan bagian yang memegang pimpinan terutama dalam terjadinya
suatu hal atau peristiwa. Peranan dalam pengertian Sosiologi adalah perilaku
atau status yang dimilikinya. Dengan lain perkataan, peranan ialah
pengejawantahan jabatan atau kedudukan seseorang dalam hubungannya
dengan sesama manusia dalam suatu masyarakat atau organisasi.
Kata PEREMPUAN diambil dari Per-Empu-An, yang mempunyai arti
yang dituakan, yang disegani atau yang penting/utama contoh sederhana
adalah empu jari atau jempol adalah jari yang paling penting dan utama dari
kelima jari kita yang lain. Selain itu ada sebutan lain untuk kata
PEREMPUAN yakni WANITA dari kata Wani artinya berani Ta artinya tata
yaitu berani mengatur, menata atau melakukan pekerjaan agar menjadi lebih
baik dari sebelumnya. Dari pengertian yang sederhana saja bisa kita lihat
betapa besar dan banyaknya peranan perempuan di dalam mengatur
kehidupan kita sehari-hari terutama di dalam rumah tangga. Begitu juga
yang sering diucapkan orang tua bahwa mendidik seorang anak laki-laki
berarti hanya mendidik satu orang saja, berbeda kalau kita mendidik seorang
anak perempuan berarti mendidik satu generasi (Anonym, 2007).
Istilah gender biasanya merujuk pada peran dan tanggung jawab
perempuan dan laki-laki yang dikonstruksikan secara social, dalam suatu
wilayah atau konteks budaya. Hal inilah yang membedakannya dengan
istilah “sex” yang merujuk pada perbedaan biologis antara perempuan dan
laki-laki. Bersifat permanent dan universal.
Perbedaan antara seks dan gender mempunyai implikasi yang sangat
penting, karena manusia berkembang sebagai hasil kontruksi sosial. Dalam
memperbaiki kehidupannya, masyarakat perlu memahami perbedaan seks
dan gender. Perbedaan seks tidak otomatis sejalan dengan perbedaan gender,
karena merupakan hasil sosialisasi masyarakat yang dapat berbeda karena
waktu, tempat dan kemauan masyarakat untuk mengubah. Sedangkan
perbedaan seks sifatnya biologis dan universal. Perbedaan gender
menghasilkan pemberian peran gender pada lakli-laki dan perempuan oleh
masyarakat sesuai dengan kehendaknya (Muniarti, 2004).
Peran gender (gender role) merupakan aktivitas yang dibebankan
selama ini dalam masyarakat. Peran, tugas, dan pembagian kerja laki-laki
dan perempuan diterapkan secara ketat atas dasar karakteristik gender dan
atribut-atributnya dan bukan atas dasar kemampuan dan ketrampilan.
Misalnya peran laki-laki: peran produktif dan pengembangan masyarakat,
laki-laki bekerja diwilayah alat-alat berat, mengorganisir massa, menyusun
strategi; sedangkan perempuan diwilayah berhitung, dibalik meja atau
berhadapan dengan klien, laki-laki umumnya tidak terlibat dalam urusan
domestic dan rumah tangga. Waktu luang mereka gunakan untuk terlibat
dalam arena politik, kelompok hobi, memimpin masyarakat (Anonym,
2007).
Peran tersebut dipengaruhi oleh persepsi dan harapan yang dibangun
dari factor budaya, politik, lingkungan, ekonomi, social, agama dan juga
kebiasaan, hokum, strata kelas, etnisitas bahkan termasuk juga didalamnya
bias individu maupun institusi. Sifat dan perilaku gender merupakan sesuatu
yang dibangun, dipelajari dan dapat diubah/berubah. Situasi apa saja yang
dapat menyebabkan pembedaan gender?: Social, persepsi yang berbeda
antar perempuan dan laki-laki mengenai peran sosialnya. Misalnya
perempuan sebagai pengurus rumah tangga, laki-laki sebagai kepala rumah
tangga; perempuan sebagai pengasuh anak, pengurus rumah tangga, sosok
yang lemah sedangkan laki-laki sebagai pelindung, penjaga keamanan,
figure yang kuat dan sebagainya. Politik, pembedaan cara dimana laki-laki
dan perempuan berbagi kekuasaan dan otoritas diruang public. Biasanya
laki-laki berkiprah dilevel politik nasional dan politik tingkat tinggi
sedangkan perempuan lebih banyak bergerak dilevel politik local dan
aktivitas yang berkaitan dengan domestic. Pendidikan, pembedaan dalam
hal kesempatan mendapatkan pendidikan antara laki-laki dan perempuan.
Kebanyakan sumber keuangan keluarga diarahkan bagi pendidikan laki-laki
sementara anak perempuan tidak diarahkan untuk mendapatkan tantangan
akademik. Ekonomi, pembedaan akses antara perempuan dan laki-laki dalam
keuangan serta sumber-sumber produktif lainnya, misalnya kredit atau
kepemilikan tanah (Anonym, 2007).
Dalam masyarakat manapun, baik dari masyarakat pedesaan
sederhana, masyarakat kota, kaum wanita dalam sistem sosialnya
mempunyai peranan tertentu. Kedudukan dan peranannya terwujud dalam
kelompok-kelompok sosial, baik yang kecil sampai kelompok besar dan
meluas. Pada dasarnya kesatuan sosial itu ditata oleh norma-norma atau
aturan berdasarkan sistem budaya (Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, 1988).
Peran perempuan dijabarkan sebagai peran produktif, reproduktif,
pengembangan masyarakat, menunjukkan peran berganda perempuan.
Sayangnya peran tersebut tidak dinilai setara dengan peran yang dilakukan
laki-laki, tidak diakui kontribusinya dan tidak diperhitungkan karena
dianggap tidak menghasilkan pendapatan. Pada taraf tertentu tiadanya
pengakuan yang setara tersebut menyebabkan ketidakadilan gender, baik
dalam bentuk subordinasi, marginalisasi, diskriminasi dan kekerasan
(Anonym, 2007)
Pada dasarnya bagi perempuan Indonesia khususnya mereka yang
tinggal didaerah pedesaan dan miskin peranan ganda bukanlah merupakan
sesuatu hal yang baru. Bagi golongan ini peranan ganda telah ditanamkan
oleh orang tua mereka sejak mereka masih berusia muda. Bagi putrid
seorang petani miskin ia tidak dapat lagi bermain-main seperti lazimnya
anak-anak sebaya mereka dari keluarga kaya di desa mereka karena putrid
keluarga miskin tersebut dibebani kewajiban bekerja oleh orang tua mereka.
Pekerjaan mereka tergantung dari usia anak, bervariasi mulai dari menjaga
adik, menggembala kambing, sampai bekerja sebagai buruh tani untuk
memperoleh upah didalam menambah pendapatan keluarga mereka.
Keadaan ini terus merka lakukan setelah mereka kawin; mereka bekerja baik
sebagai ibu rumah tangga maupun sebagai “bread winer” disamping
suaminya. Bagi perempuan golongan ini peranan ganda seorang perempuan
Dalam keluarga dan rumah tangga, wanita pada dasarnya berperanan
ganda. Pertama “peranan kerja” sebagai ibu rumah tangga yang melakukan
pekerjaan rumah tangga (memasak, mengasuh anak dan sebagainya), suatu
pekerjaan produktif yang tidak langsung menghasilkan pendapatan tetapi
memberi dukungan bagi “pencari nafkah” untuk memanfaatkan peluang
kerja dan memberikan “kepuasan” bagi seluruh keluarga;dan sebagai pencari
nafkah (tambahan maupun pokok). Peranan terakhir ini nyata khususnya
dalam masyarakat agraris. Kedua, pada posisi statusnya sebagai istri dan ibu
yang dikerjakan wanita mencerminkan feminine role (Sayogyo dan
Pudjiwati, 1992).
Kehidupan sehari-hari wanita berada dalam suatu konteks beban
ganda. Beban tersebut adalah beban untuk memberikan pengasuhan yang
tidak dibayar dalam pelayanan-pelayanan dalam pekerjaan rumah tangga
serta beban untuk memberikan kelangsungan hidup perekonomian melalui
kerja upahan. Tidak ada pemisahan rasional dari kedua konteks beban
tersebut, dua hal ini merupaka aktivitas yang tidak terpisahkan bagi wanita
(Ollenburger dan Helen, 1996).
Perbedaan posisi dan status yang ditempati oleh masing-masing
anggota keluarga yang didasarkan atas berbagai perbedaan seperti umur,
jenis kelamin, generasi, posisi ekonomi dan kekuasaan. Perbedaan posisi
status antara pria dan wanita disebabkan karena alasan biologis dan sebagian
lagi disebabkan karena perbedaan sosial budaya lingkungan keluarga itu:
siapa yang mengasuh anak, siapa yang mencari nafkah, siapa yang tampil
kedepan pada kegiatan-kegiatan ritual dan seterusnya (Sayogjo dan
Pudjiwati, 1992).
Seorang ayah selalu dikatakan sebagai kepala keluarga maka yang
menjadi Kepala Rumah Tangga adalah seorang istri. Dalam perannya
sebagai kepala rumah tangga terkandung fungsi pengelolaan/ manajemen.
Peran yang utama adalah mengatur dan merencanakan kebutuhan rumah
tangga, hidup sederhana, tidak kikir dan berorientasi ke masa depan. Dari
pengelolaan barang tercakup di dalamnya mengurus rumah (terlepas apakah
dikerjakan sendiri atau oleh pembantu), sirkulasi barang, pemenuhan
kebutuhan berdasarkan skala prioritas, dan lain-lain. Dalam pengelolaan
orang, tercakup di dalamnya pembagian tugas, kewajiban, hak dan
wewenang setiap anggota keluarga. Dalam pengelolaan uang tercakup di
dalamnya penggunaan berdasarkan kebutuhan prioritas, sumber keuangan
dan keluarga sebagai muara penggunaan. Agar peran ibu lebih terarah dan
berdaya guna maka diperlukan peningkatan pengetahuan dan keterampilan
termasuk pengetahuan/wawasan mengenai situasi dan kondisi lingkungan
lokal, nasional hingga internasional. dalam rangka meningkatkan
pelaksanaan perannya itu. Apabila peran-peran yang diberikan kepada
seorang ibu/istri dijalankan sebaik mungkin maka akan memberikan
dukungan kepada setiap anggota keluarga untuk dapat mengaktualisasikan
dirinya secara optimal. Sebaliknya persoalan akan muncul manakala ketiga
peran tersebut diatas tidak berjalan sebagaimana mestinya bahkan mungkin
akan mengganggu ketentraman setiap anggota keluarga terutama
mengganggu suami/beban tugas suami dan akhirnya akan menjadi beban
mental/stress (Setiawati, 2006).
Oppong dan Katie (1981), peran perempuan sebagai orang tua
dibedakan dengan peran dalam kegiatan rumah tangga. Dalam kegiatan
rumah tangga, adalah setiap aktifitas yang berhubungan dengan
pemeliharaan lingkungan rumah, termasuk memasak, membersihkan rumah,
mencuci, menyiapkan makan, berbagai keahlian dan hal lain yang digunakan
untuk kegiatan domestk atau rumah tangga ini adalah waktu yang digunakan
untuk aktivitas rumah tangga.
Selama ini banyak kesalahpahaman yang terjadi dalam masyarakat.
Kesalahpahaman itu meliputi perbedaan peran, wilayah, status dan
pensifatan perempuan dan laki-laki, yaitu: (1)Pembedaan peran dalam hal
pekerjaan, misalnya laki-laki dianggap sebagai pekerja produktif dan
perempuan pekerja reproduktif. (2)Pembedaan wilayah kerja, tugas-tugas
memasak, membersihkan dan merawat rumah dianggap merupakan tugas
perempuan. Bahkan dianggap sebagai kodrat. Sementara laki-laki diberi
peran menjalankan tugas-tugas diruang public (diluar rumah) yakni mencari
nafkah dan menjadi kepala rumah tangga. (3)Pembedaan status, laki-laki
berperan sebagai subjek, actor utama. Perempuan sebagai objek atau pemain
figuran (pelengkap). Karenanya laki-laki berperan sebagai pencari nafkah
utama dan perempuan pencari nafkah tambahan. Laki-laki sebagai
pemimpin dan perempuan sebagai yang dipimpin. (4)Pembedaan sifat,
perempuan dilekati dengan sifat dan atribut feminism misalnya halus, sopan,
kasih sayang, cengeng, penakut, emosional, cantik, memakai perhiasan dan
cocok.
Margareth dalam Boserup (1984), melukiskan peranan laki-laki dan
wanita sebagai berikut: rumah tangga bersama seorang (atau beberapa
orang) pria dan pasangan wanitanya, kemana pria membawa bahan makanan
dan ditanak oleh para wanita merupakan gambaran umum yang pokok
diseluruh dunia. Tetapi gambaran ini dapat mengalami perubahan dan
perubahan-perubahan tersebut membuktikan bahwa pola itu sendiri tidak
merupakan sesuatu yang biologis mendalam.
Menurut Supriadi (1994) peranan wanita baik dalam keluarga dalam
kegiatan usahataninya dapat diidentifikasi melalui alokasi waktu harian,
pengambilan keputusan dan alokasi tenaga kerja.
Usaha pemerintah untuk meningkatkan peranan perempuan Indonesia
dalam pembangunan tidak hanya berhenti dalam pengelompokkan
perempuan Indonesia dalam organisasi perempuan yang telah ditentukan
oleh pemerintah namun pemerintah juga telah menentukan pula peran yang
seharusnya dilakukan oleh perempuan dalam pembangunan melalui apa
yang kita kenal dengan panca tugas perempuan, yaitu (1) sebagai istri
supaya dapat mendampingi suami, sebagai kekasih dan sahabat
bersama-sama membina keluarga yang bahagia; (2) sebagai ibu pendidik dan
Pembina generasi muda supaya anak-anak dibekali kekuatan rohani dan
yang berguna bagi nusa dan bangsa; (3) sebagai ibu pengatur rumah tangga,
supaya rumah tangga merupakan tempat yang aman dan teratur bagi seluruh
anggota keluarga; (5) sebagai anggota organisasi masyarakat terutama
organisasi perempuan, badan-badan social dan sebagainya untuk
menyumbangkan tenaga kepada masyarakat (Soetrisno, 1997).
Diferensiasi peranan dalam kegiatan pertanian lebih didasarkan pada
pembedaan jenis kelamin yang mengarah pada adanya peranan dalam
pekerjaan atau kegiatan pertanian. Pekerjaan buruh tani terbagi dalam jenis
yang merupakan pekerjaan laki-laki dan perempuan. Misalnya dalam
kegiatan mengolah tanah, mencangkul lebih dibebankan pada laki-laki,
sedangkan untuk perempuan lebih kepada kegiatan yang bersifat
pemeliharaan seperti, tandur, pemupukan, menyiangi serta membantu saat
panen.
Dalam kegiatan pertanian itu sendiri tidak dapat sepenuhnya lepas dari
peranan perempuan. Kontribusi/sumbangan perempuan tersebut sangat
dibutuhkan oleh laki-laki dalam membantu mengelola kegiatan usaha tani.
Bisa dibayangkan apabila semua kegiatan usaha tani dibebankan pada
laki-laki atau wanita saja, maka tidak akan mungkin kegiatan pertanian akan
berjalan dengan lancar. Tenaga kerja manusia dalam kegiatan pertanian
tersebut terdiri dari tenaga kerja pria dan tenaga kerja wanita. Wanita
merupakan sumber daya yang tidak kalah pentingnya dibandingkan pria. Hal
ini ditunjukkan dengan keterlibatan wanita dalam sektor pertanian.
Partisipasi wanita dalam hal ini adalah membantu mencari nafkah untuk
memperoleh pendapatan tambahan dalam memenuhi kebutuhan keluarga.
Dalam hal ini wanita akan mempunyai peran ganda, yaitu sebagai ibu rumah
tangga dan sebagai wanita pencari nafkah tambahan bagi keluarganya.
3. Diferensiasi Fungsi
Diferensiasi fungsi laki-laki dan perempuan dibedakan dalam dua hal,
yaitu fungsi produktif dan fungsi reproduktif. Fungsi produktif adalah
uang atau upah. Misalnya bekerja diluar rumah, menjadi karyawan disebuah
pabrik, melakukan kegiatan perdagangan. Sedangkan kegiatan reproduktif
yaitu kegiatan yang apabila dilakukan tidak dapat menghasilkan uang atau
upah. Misalnya kegiatan dalam rumah tangga, memasak, mengepel,
mencuci, mengasuh anak.
Dalam kehidupan sehari-hari fungsi produktif lebih banyak dilakukan
oleh laki-laki, karena dalam sebuah keluarga laki-laki adalah sebagai kepala
rumah tangga sehingga tugas utamanya adalah mencari nafkah. Sedangkan
fungsi reproduktif lebih dibebankan pada wanita, karena dalam sebuah
keluarga wanita lebih diposisikan sebagai ibu rumah tangga. Dimana tugas
utamanya melayani suami dan bertanggung jawab atas pemeliharaan
anak-anaknya.
Fungsi utama perempuan sebagai ibu dan pengatur rumah tangga akan
membawa konsekuensi, bahwa perempuan akan menghadapi berbagai
persoalan yang tidak mungkin akan dihadapi seorang laki-laki, seperti
mengandung, melahirkan, menyusui dan mengasuh. Dari sini dapat diambil
kesimpulan bahwa aktivitas yang paling mendasar bagi seorang wanita
adalah sebagai ibu dan pengatur rumah tanga, serta pemelihara
anak-anaknya (Anonym, 2009)
Dalam Islam tugas pokok perempuan adalah sebagai ibu dari anak–
anaknya dan sekaligus pengatur rumah tangganya, namun tugas pokok
tersebut tidak membatasi aktivitasnya hanya pada tugas pokok ini saja,
sehingga ia tidak boleh melakukan aktivitas lainnya. Allah SWT
menciptakan wanita (istri) adalah agar ia bisa membuat pria (suaminya)
cenderung dan merasa aman dan tenteram bersamanya sehingga
menghasilkan keturunan dan anak-cucu. Allah SWT berfirman : “Di antara
tanda–tanda kekuasaanya ialah Dia menciptakan untuk kalian istri – istri
dari diri kalian sendiri supaya kalian cenderung dan merasa tenteram
kepadanya”.(QS. Ar Rum : 21). (Fitria, 2007).
Peran pertama perempuan sebagai istri dan ibu tempat di mana
mengandung, melahirkan, merawat dan mengasuh anak-anak serta
memberikan cinta dan kasih sayang kepada anggota keluarga lainnya.
Waktu dan energi yang diberikan perempuan di sini sering dilupakan.
Kedua, perempuan sebagai "pengelola rumah tangga" melakukan
tugas-tugas rumah tangga seperti memasak dan kerja rumah lainnya yang bersifat
rutin dan membosankan. Tetapi waktu dan energi yang diberikan perempuan
sering dianggap hanya suatu kewajiban, dianggap bukan bekerja dan tidak
memiliki nilai ekonomi. Padahal bila peran itu digantikan perempuan lain
jelas sekali ada nilai uang dalam pekerjaan itu. Ketiga, perempuan sebagai
pekerja dalam satuan produksi rumah tangga. Di desa peran yang diberikan
perempuan dalam usaha tani keluarga disektor pertanian dan pada sektor
luar pertanian itu ditemukan dalam beragam "industri" rumah tangga.
Tenaga kerja perempuan dalam perannya itu adalah tenaga kerja tanpa ulah
(unpaid family worker). Keempat, perempuan sebagai pencari nafkah.
Perempuan sebagai pekerja yang mendatangkan pendapatan langsung bagi
keluarga maupun bagi dirinya, yang bekerja di sektor pertanian, baik di
lingkungan desa maupun di luar desa. Umumnya mereka bekerja sebagai
buruh tani, pedagang kecil-kecilan (marengge-rengge, istilah ibu-ibu di
Sumatera Utara), buruh industri dan kerajinan, pegawai pemerintah dan
swasta (Anonym, 1992).
Perempuan sejak masa lalu telah digiring menjalankan melakukan
tugas-tugas yang ”dekat rumah”, sementara kaum laki-laki pada masanya
pergi berburu atau mencari nafkah lain. Skema pembagian kerja ini
kemudian dilegitimasi oleh agama dan adat istiadat atas norma kodrat.
Masyarakat cenderung beranggapan bahwa pembedaan atau pembagian
kerja secara seksual adalah sesuatu yang alamuiah. Stereitipe yang dianggap
kodrat telah melahirkan ketidakadilan gender bagi perempuan dan laki-laki.
Akibatnya, lahir pembagian kerja secara seksual. Laki-laki mendapat porsi
yang lebih menguntungkan daripada perempuan. Pengaruh budaya dan
tradisi ketimuran menjadikan perempuan-perempuan indonesia mampu
fungsi pengasuhan anak dan keluarga sekaligus sebagai wanita pekerja.
Perempuan secara kodrat telah dilengkapi dengan kekuatan-kekuatan yang
tidak dimiliki laki-laki, sekalipun dalam kehidupan rumah tangga seorang
lelaki memiliki peran lebih tinggi. Peran perempuan atau ibu dalam
pendidikan anak dizaman sekarang sangat penting karena perempuan secara
kodrat diberikan kekuatan, yakni kemampuan pengendalian diri, kekuatan
emosi, kepekaan sosial, komunikasi psikologis yang tidak terlalu
menonjolkan logika. Wanita mau lebih sabar dalam menangani anak dengan
memmberikan perhatian yang cermat terhadap kebutuhan anak-anak
sekaligus dengan kepekaannya mampu menjadi benteng bagi keluarga.
Peran ganda tersebut lahir untuk menjawab pertanyaan siapa yang lantas
harus bertanggung jawab pada masalah domestik rumah tangga jika
perempuan bekerja di sektor publik (Anonim, 2009).
Kegiatan ini memerlukan penjadwalan yang tepat. Anak mungkin
diperlukan untuk bekerja di sawah, opportunity cost dari pendidikan mereka
akan menjadi lebih tinggi saat puncak musim, contohnya saat panen.
Ringkasan dari 12 penelitian mengenai jam kerja harian di daerah pedesaan
menunjukkan bahwa hanya 2 kasus pria bekerja lebih lama, itupun tidak
signifikan (8,54 jam per hari dibandingkan 8,50 jam kerja wanita).
Sedangkan 10 penelitian lainnya mengungkapkan bahwa wanita bekerja
lebih lama (9,93 jam per hari dibandingkan 7,13 jam kerja pria).
Pembedaan fungsi antara laki-laki dan perempuan saat ini lebih
mengarah kepada fungsi biologi yang dimiliki oleh masing-masing individu.
Laki-laki akan merasa lebih kuat dari pada perempuan karena dari awal
laki-laki mempunyai sifat berani, perkasa, jantan, kuat. Sehingga pekerjaan yang
dilakukan cenderung menggunakan tenaga yang lebih besar. Sedangkan
perempuan, dari awal telah dikaruniai sifat lemah lembut, santun, penurut,
setia. Sehingga pekerjaan yang dilakukan cenderung kepada hal yang
bersifat pemeliharaan.
Perkembangan peran dan posisi kaum perempuan sejak masa lampau
dengan kaum pria. Perempuan memiliki kesempatan yang sama dalam
berbagai bidang. Perempuan mempunyai tanggungjawab yang sama
terhadap kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara demi majunya
pembangunan negara ini termasuk didalamnya peran dalam bidang
pembangunan pertanian. Perempuan sebagai sumberdaya insani yang cukup
besar jumlahnya saat ini, merupakan subyek pembangunan yang cukup
handal. Mereka adalah kekuatan potensial bangsa yang hadir dalam jumlah
yang tidak hanya besar, tetapi juga berimbang jumlahnya dengan kaum pria.
Keberadaan perempuan tidak dapat diabaikan, karena kenyataan
menunjukkan bahwa daya tahan fisik perempuan melebihi kaum pria yakni
sekitar 64 tahun bagi perempuan dan 63 tahun bagi pria. Penelaahan kerja
perempuan tidak terlepas dari sosialisasi peran perempuan yang sangat
kompleks. Disamping berperan sebagai istri, sebagai ibu, sebagai pengatur
rumah tangga, sebagai tenaga kerja perempuan, juga berperan sebagai
anggota masyarakat dan manusia pembangunan. Salah satu peran
perempuan yang hakiki, yang fundamental adalah sebagai ibu rumah tangga
dan ibu dari putra-putri dalam fungsi sebagai pendidik utama dan pertama
(Nasir, 2009)
Dalam pandangan yang berkembang di masyarakat, pekerjaan yang
membutuhkan tenaga/fisik hanya pantas dilakukan oleh laki-laki.
Perempuan akan lebih dihormati dan dihargai bila menjalankan fungsi
sebagai ibu rumah tangga yang harus berperan maksimal bagi keluarganya.
Sehingga masyarakat menetapkan klasifikasi jenis pekerjaan bagi
laki-laki dan perempuan. Akibatnya kemiskinan yang dialami perempuan
akan semakin panjang karena terbatasnya jenis kerjaan yang disediakan
untuk perempuan tanpa melihat kemampuan perempuan untuk
menyelesaikan pekerjaan tersebut. Kondisi ini dapat dilihat dari kegiatan
membajak sawah yang menggunakan hand tractor atau hewan, dikuasai
oleh laki-laki. Penggunaan alat ini dirasakan lebih efektif oleh masyarakat
dibandingkan menggunakan cangkul yang umumnya menjadi alat yang
mempengaruhi tingkat pendapatan perempuan, karena kehilangan sumber
pendapatan.
Perbedaan fungsi laki-laki dan perempuan dalam bidang pertanian,
dapat dilihat dari jenis kegiatan yang dilakukan oleh masing-masing
individu. Berdasarkan fungsi biologi yang dimiliki, laki-laki lebih sering
mengerjakan hal-hal yang membutuhkan tenaga yang lebih besar daripada
kegiatan yang dilakukan oleh perempuan. Misalnya, mencangkul, membajak
sawah, mengairi. Sedangkan kegiatan yang dilakukan perempuan selama
proses produksi yang meliputi penanaman, penyiangan, pemeliharaan,
panen, pasca panen. Beberapa pekerjaan malah dianggap sebagai pekerjaan
perempuan seperti halnya menanam bibit, menabur benih dan menyiang.
Bahkan dalam pengairan, yang selama ini dianggap kerja laki-laki,
perempuan ternyata ikut menentukan kapan pengairan dilakukan, banyaknya
kuantitas air, kedalaman air, frekuensi pengairan, termasuk ‘bagian kerja
laki-laki’. Tanpa keterlibatan perempuan, proses produksi tak akan
berlangsung.
4. Diferensiasi Kedudukan
Diferensiasi kedudukan adalah menggambarkan perbedaan kedudukan
atau posisi yang dimiliki oleh laki-laki dan perempuan. Dalam sebuah
keluarga misalnya, kedudukan laki-laki akan lebih tinggi jika dibandingkan
dengan perempuan. Hal ini dikarenakan posisi laki-laki dalam keluarga
adalah sebagai kepala rumah tangga sehingga dalam setiap menentukan
keputusan pihak laki-laki akan lebih dominan sedangkan perempuan hanya
sebagai pemberi saran atau pengikut terhadap keputusan yang sudah dibuat.
Kedudukan (status) diartikan sebagai tempat atau posisi seseorang
dalam suatu kelompok sosial. Kedudukan sosial artinya tempat seseoranng
secara umum dalam masyarakatnya sehubungan dengan orang lain, dalam
arti lingkungan pergaulan, prestise-nya, dan hak-hak serta kewajibannya.
Masyarakat pada umumnya mengembangkan dua macam kedudukan, yaitu: