• Tidak ada hasil yang ditemukan

Report Kajian Pengadaan Barang dan Jasa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Report Kajian Pengadaan Barang dan Jasa"

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

0

Kajian Pencegahan

Korupsi Pada

Pengadaan Barang

dan Jasa Pemerintah

Komisi Pemberantasan Korupsi

1 2 / 1 6 / 2 0 1 4

Direktorat Penelitian dan

Pengembangan

Kajian ini dilakukan sebagai upaya solutif pencegahan untuk menekan tingginya angka tindak pidana korupsi pada sektor pengadaan barang dan jasa pemerintah. Kajian ini menelaah pengadaan barang dan jasa sebagai sub sistem kecil dari sistem belanja pemerintah melalui APBN/APBD. Ruang lingkup kajian berfokus pada pengadaan barang dan jasa pemerintah dari sisi regulasi, kelembagaan,

pelaksanaan/operasionalisasi, juga terkait integritas dan transparansi. Selain itu kajian ini juga menelaah tentang penganggaran APBN/APBD sebagai induk atau hulu dari sistem belanja pemerintah melalui APBN/APBD yang sangat mempengaruhi proses Pengadaan Barang dan Jasa

(2)

1

LAPORAN HASIL

KAJIAN PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMERINTAH

DIPA LITBANG : 093.01.1.626397/2014 tanggal 5 Desember 2013

Program : 093.01.06 Program Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Kegiatan : 3848. Penyelenggaraan Penelitian dan Pengembangan KPK, serta Pengkajian Sistem Pengelolaan Administrasi di Semua Lembaga Negara dan Pemerintah

Sub Kegiatan : 3848.001.001.013 Kajian

KEDEPUTIAN BIDANG PENCEGAHAN

DIREKTORAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

(3)

2

Rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat

APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah)

Rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

APIP (Aparat Pengawas Intern Pemerintah)

Aparat yang melakukan pengawasan melalui audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi

CIA (Corruptin Impact Assessment)

Kerangka analisis yang dirancang untuk mengidentifikasi dan menghilangkan faktor penyebab korupsi pada peraturan

perundang-undangan (OECD, 1990)3

E-Procurement (Pengadaan secara elektronik)

Pengadaan Barang/Jasa yang dilaksanakan dengan menggunakan teknologi informasi dan transaksi elektronik sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

E-Tendering

Tata cara pemilihan Penyedia Barang/Jasa yang dilakukan secara terbuka dan dapat diikuti oleh semua Penyedia Barang/Jasa yang terdaftar pada sistem pengadaan secara elektronik dengan cara menyampaikan 1 (satu) kali penawaran dalam waktu yang telah ditentukan

E-Catalogue

Sistem informasi elektronik yang memuat daftar, jenis, spesifikasi teknis dan harga barang tertentu dari berbagai Penyedia Barang/Jasa Pemerintah

E-Purchasing

Tata cara pembelian Barang/Jasa melalui sistem katalog elektronik

FGD (Focus Group Discussion)

Suatu Proses pengumpulan Informasi suatu masalah tertentu yang sangat spesifik melalui diskusi kelompok (Irwanto, 2007)4

HPS (Harga Perkiraan Sendiri)

Harga yang disusun berdasarkan harga pasar setempat, Informasi biaya satuan oleh BPS, asosiasi terkait atau informasi yang dapat dipertanggungjawabkan, pabrikan atau agen tunggal, yang disusun sebelum batas akhir pemasukan penawaran untuk pemilihan dengan pascakualifikasi 28 hari sebelum pengadaan.

INAPROC (Portal Pengadaan Nasional)

Pintu gerbang sistem informasi elektronik yang terkait dengan informasi Pengadaan Barang/Jasa secara nasional yang dikelola oleh LKPP

KAK (Kerangka Acuan Kinerja)

Dokumen yang berisikan uraian pekerjaan yang akan dilaksanakan, Waktu pelaksanaan yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan, Spesifikasi teknis Barang/Jasa yang akan diadakan, Besarnya

3 The Corruption Impact Assessment is an analytical framework designed to identify and remove factors causing corruption in laws and

regulations

(4)

3

total perkiraan biaya pekerjaan termasuk kewajiban pajak yang harus dibebankan pada kegiatan tersebut

K/L/D/I

(Kementerian/Lembaga/Satuan

Kerja Perangkat

Daerah/Institusi)

Instansi/institusi yang menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

KPA (Kuasa Pengguna Anggaran)

Pejabat yang ditetapkan oleh PA untuk menggunakan APBN atau ditetapkan oleh Kepala Daerah untuk menggunakan APBD

LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah)

Lembaga Pemerintah yang bertugas mengembangkan dan merumuskan kebijakan Pengadaan Barang/Jasa sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 157 Tahun 2014

LPJK (lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi)

Lembaga yang beranggotakan asosiasi perusahaan jasa konstruksi, asosiasi profesi jasa konstruksi, pakar dan perguruan tinggi yang berkaitan dengan bidang jasa konstruksi; dan instansi Pemerintah yang terkait. Lembaga ini memiliki tugas melakukan atau mendorong penelitian dan pengembangan jasa konstruksi, menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan jasa konstruksi, melakukan registrasi tenaga kerja konstruksi, yang meliputi klasifikasi, kualifikasi dan sertifikasi keterampilan dan keahlian kerja; melakukan registrasi badan usaha jasa

konstruksi; mendorong dan meningkatkan peran arbitrase, mediasi, dan penilai ahli di bidang jasa konstruksi.

LPSE (Layanan Pengadaan Secara Elektronik)

Unit kerja K/L/D/I yang dibentuk untuk menyelenggarakan sistem pelayanan Pengadaan Barang/Jasa secara elektronik

Persekongkolan

Bentuk kerjasama yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan pelaku usaha lain dengan maksud untuk menguasai pasar bersangkutan bagi

kepentingan pelaku usaha yang bersekongkol

PA (Pengguna Anggaran

Pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran

kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah atau Pejabat yang disamakan pada Institusi Pengguna APBN/APBD

PPK (Pejabat Pembuat Komitmen)

pejabat yang bertanggung jawab atas pelaksanaan Pengadaan barang/Jasa

Pejabat Pengadaan

personil yang ditunjuk untuk melaksanakan Pengadaan Langsung,Penunjukan Langsung, dan E-Purchasing.

PPHP (Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan)

panitia/pejabat yang ditetapkan oleh PA/KPA yang bertugas memeriksa dan menerima hasil pekerjaan

RUP (Rencana Umum

(5)

4

Pengadaan) kerja sama antar K/L/D/I secara pembiayaan bersama (co-financing)

Sertifikasi Keahlian Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah

Seluruh Kegiatan yang dilakukan oleh LKPP untuk menentukan bahwa seseorang telah memenuhi persyaratan kompetensi yang ditetapkan mencakup permohonan, evaluasi, keputusan sertifikasi, surveilen, dan sertifikasi ulang

SIKaP (Sistem Informasi Kinerja Penyedia) atau Vendor Management System

Aplikasi yang memuat data atau informasi kinerja penyedia barang/jasa. Informasi kinerja penyedia barang jasa meliputi data atau informasi mengenai identitas, kualifikasi, serta riwayat kinerja penyedia. Informasi ini antara lain mencakup Identitas Pokok, Ijin Usaha, Pajak, Akta Pendirian, Pemilik, Tenga Ajli dan Pengalaman

SiRUP (Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan)

Aplikasi Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan berbasis Web (Web based) yang fungsinya sebagai sarana atau alat untuk mengumumkan RUP

Social Network Analysis

Teknik analisis dalam pemetaan dan pengukuran hubungan relasi antara orang-grup-organisasi-komputer atau atribut pemroses informasi dan ilmu pengetahuan

ULP (Unit Layanan Pengadaan)

unit organisasi Kementerian/Lembaga/ Pemerintah Daerah/Institusi yang berfungsi melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa yang bersifat permanen, dapat berdiri sendiri atau melekat pada unit yang sudah ada.

Whistle blower system

(6)

5

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ... 6

1.1 Latar Belakang KAJIAN ... 6

1.2 Dasar Hukum KAJIAN ... 10

1.3 Tujuan KAJIAN ... 11

1.4 Ruang Lingkup Kajian ... 11

1.5 Metode KAJIAN ... 11

1.6 Jadwal Pelaksanaan Kegiatan ... 14

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 15

2.1 Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah ... 15

2.2 Perbandingan PBJ di Dunia ... 19

2.3 Kondisi PBJ di Indonesia ... 27

BAB III AKAR MASALAH KORUPSI PBJ ... 40

3.1 KORUPSI DAN Tindak PIDANA KORUPSI TERKAIT PBJ... 40

3.2 AKAR MASALAH KORUPSI PBJ DI INDONESIA ... 0

3.3 PEMILIHAN PRIORITAS ... 4

BAB IV Temuan ... 5

4.1 Regulasi... 6

4.2 PENGANGGARAN ... 14

4.3 PeLAKSANAAN ... 16

4.4 Pengawasan ... 27

(7)

6

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG KAJIAN

Dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa, pemerintah dituntut untuk memajukan kesejahteraan umum yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Untuk mewujudkan hal tersebut, pemerintah berkewajiban menyediakan kebutuhan rakyat dalam berbagai bentuk berupa barang, jasa, maupun pembangunan infrastruktur. Di sisi lain, pemerintah juga memerlukan barang dan jasa itu dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan. Pemenuhan kebutuhan barang dan jasa merupakan bagian yang penting dalam penyelenggaraan pemerintahan.5

Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) Pemerintah merupakan mekanisme belanja pemerintah yang memegang peranan penting dalam pemanfaatan anggaran negara. PBJ melibatkan jumlah uang yang sangat besar, sehingga pemerintah disebut sebagai pembeli yang terbesar (the largest buyer) di suatu negara.6 Anggaran PBJ setiap tahunnya menurut LKPP sekitar 40% dari APBN dan APBD7, sehingga pada tahun 2015 ini diperkirakan anggaran PBJ adalah sebesar 815,8 Trilyun dari total belanja APBN sebesar 2,039 Trilyun8. Sementara anggaran PBJ dari APBD tahun 2015 diperkirakan sebesar 405,1 Trilyun dari total belanja APBD Tahun 2015 sebesar 1,012 Trilyun9.

Pengaturan yang dilakukan pada proses pelaksanaan PBJ semata-mata bertujuan agar PBJ dapat berjalan secara efisien, terbuka, kompetitif, dan terjangkau, sehingga tercapai output berupa barang atau jasa yang berkualitas. Dengan adanya barang atau jasa yang berkualitas, maka akan berdampak pda peningkatan pelayanan publik.10

Dalam rangka mencapai tujuan tersedianya output barang atau jasa yang berkualitas, pengaturan PBJ terus menerus diperbaiki. Perbaikan menyeluruh dari aspek regulasi, pelaksanaan, dan kelembagaan. Satu, perbaikan dari sisi regulasi, sejak tahun 2000 pemerintah telah mengeluarkan aturan khusus mengenai pengadaan barang dan jasa pemerintah. Aturan khusus tersebut adalah Keppres 18 tahun 2000 yang bertujuan mengatur pengadaan barang dan jasa agar tercapai prinsip-prinsip pengadaan barang dan jasa yaitu persaingan sehat, transparan, terbuka, dan perlakuan yang adil bagi semua pihak, sehingga hasilnya dapat dipertanggungjawabkan baik dari segi fisik, keuangan maupun manfaatnya bagi kelancaran tugas Pemerintah dan pelayanan masyarakat.11

Peraturan mengenai pengadaan barang dan jasa pemerintah ini terus mengalami penyempurnaan seiring dengan kompleksnya pengadaan barang dan jasa. Hingga tahun 2012, aturan khusus mengenai pengadaan barang dan jasa ini telah mengalami 13 kali penyempurnaan. Aturan yang digunakan saat ini adalah Perpres 4 tahun 2015 tentang Perubahan Keempat Perpres 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa

5 Simamora, Sogar. 2013. Hukum Kontrak: Kontrak Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah di Indonesia. Wins & Partners Law Firm dan

LbJ. Surabaya. Hal: 1.

6 Ibid. Hal: 4

7 Sumber:

http://www.bappenas.go.id/berita-dan-siaran-pers/pembenahan-sistem-pengadaan-barang-dan-jasa-tingkatkan-daya-saing-nasional/ diakses pada 28 November 2014

8 Sumber: http://www.kemenkeu.go.id/Publikasi/budget-brief-apbn-2015 diakses pada 20 November 2015

9 Sumber: http://keuda.kemendagri.go.id/asset/dataupload/data-informasi/datin_data/740.jpg diakses pada tanggal 20 November 2015 10 Sebagaimana tercantum dalam point a pertimbangan Perpres 54 tahun 2010.

11 Sebagaimana tercantum dalam bagian pertimbangan poin a Kepres 18 tahun 2000 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan

(8)

7

Pemerintah.12 Saat ini prinsip pengadaan barang dan jasa pemerintah di Indonesia mengedepankan 7 prinsip yaitu efisien, efektif, transparan, terbuka, bersaing, adil/tidak diskriminatif, dan akuntabel.13

Pertimbangan dari dilakukannya perubahan peraturan-peraturan adalah (1) untuk meningkatkan transparansi dan kompetisi dalam pengadaan barang/jasa pemerintah dalam mewujudkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan keuangan negara, (2) untuk memperoleh hasil yang lebih maksimal dalam pelaksanaan sertifikasi bagi Pejabat Pembuat Komitmen dan panitia/pejabat pengadaan dalam rangka meningkatkan kompetensi keahlian pengadaan barang/jasa pemerintah, karenanya dipandang perlu untuk mengatur kembali batas waktu kewajiban syarat sertifikasi bagi Pejabat Pembuat Komitmen dan panitia/pejabat pengadaan barang/jasa pemerintah, (3) agar pelaksaan pengadaan barang/jasa terlaksana dengan baik sesuai dengan konteks dan kondisi kebutuhan pengadaan barang/jasa.

Semangat menciptakan pemerintahan yang baik dan bersih, salah satunya dengan adanya larangan melakukan KKN, seperti yang tercantum pada beberapa pasal pada Perpres No.54 Tahun 2010:

 Pasal 1 ayat 13 tentang pakta integritas (surat pernyataan yang berisi ikrar untuk mencegah dan tidak melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme dalam pengadaan barang/jasa)

 Pasal 6 tentang etika pengadaan:

c. Tidak saling mempengaruhi baik langsung maupun tidak langsung yang berakibat terjadinya persaingan tidak sehat

f. Menghindari dan mencegah terjadinya pemborosan dan kebocoran keuangan Negara dalam pengadaan barang/jasa

g. Menghindari dan mencegah penyalahgunaan wewenang dan/atau kolusi dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan atau pihak lain yang secara langsung atau tidak langsung merugikan Negara, dan

h. Tidak menerima, menawarkan atau tidak menjanjikan untuk memberi atau menerima hadiah, imbalan, komisi, rabat dan berupa apa saja dari atau kepada siapapun yang diketahui atau patut diduga berkaitan dengan Pengadaan Barang/Jasa.

 Pasal 83 ayat 3 huruf b dan c tentang;

b. PA/KPA menyatakan pelelangan /seleksi/pemilihan langsung gagal apabila pengaduan masyarakat adanya dugaan KKN yang melibatkan kelompok kerja ULP dan/atau PPK ternyata benar

c. dugaan KKN dan /atau pelanggaran persaingan sehat dalam pelaksanaan Pelelangan/Seleksi/Pemilihan Langsung dinyatakan benar oleh pihak berwenang

 Pasal 118 tentang perbuatan atau tindakan penyedia barang/jasa yang dikenakan sanksi

Dua, selain perbaikan dari sisi aturan atau regulasi, dari sisi pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pemerintah di Indonesia juga diperbaiki dengan yaitu dua cara; peningkatan kapasitas SDM dan pelaksanaan e-procurement. Terkait pembangunan kapasitas SDM telah dilakukan standarisasi kompetensi personil pengadaan melalui program sertifikasi profesi Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah14 dan penetapan jabatan Fungsional Pengelola Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah15.

Terkait dengan pembangunan sistem elektronik yaitu e-procurement, mulai tahun 2003 melalui Kepres 80/2003 tentang Pedoman Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, setiap instansi mulai diperbolehkan menggunakan teknologi informasi dalam pengadaan. Pengadaan secara elektronik (e-procurement) bertujuan

12 Simamora, Op.Cit. Hal: 100-102.

13 Sebagaimana tercantum dalam pasal 5 Perpres 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. 14 Perpres 54 Tahun 2010 beserta perubahannya

(9)

8

untuk; (1) Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas, (2) Meningkatkan akses pasar dan persaingan usaha yang sehat, (3) Memperbaiki tingkat efisiensi proses pengadaan, (4) Mendukung proses monitoring dan audit; dan (5) Memenuhi kebutuhan akses informasi yang real time. 16 Dengan demikian proses pengadaan secara elektronik ini diharapkan dapat menjamin terciptanya proses pengadaan barang dan jasa yang transparan, akuntabel, dan kompetitif.

Sebagaimana diatur dalam Pasal 131 ayat (1) Perpres 54/2010 Tentang Pengadaan Barang dan Jasa pemerintah bahwa K/L/D/I wajib melaksanakan pengadaan barang/jasa secara elektronik untuk sebagian/seluruh paket-paket pekerjaan pada tahun anggaran 2011. Sehingga, seluruh K/L/D/I pada akhir 2013 telah menggunakan LPSE dalam proses pengadaan barang dan jasanya. Namun, tidak semua K/L/D/I memiliki LPSE sendiri, sebagian K/L/D/I menumpang pada LPSE instansi lain untuk alasan efisiensi mengingat paket pengadaan barang dan jasanya tidak banyak.

Tabel 1

Jumlah LPSE di Indonesia Per Oktober 2015

Deskripsi 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

LPSE System Provider 11 30 98 273 501 547 597 620

LPSE Service Provider 0 3 39 42 42 55 19 15

Jumlah LPSE 11 33 137 315 543 602 616 635

Provinsi terlayani 9 18 28 31 33 33 34 34

Instansi terlayani 11 41 254 613 731 731 731 731

(Sumber: LKPP 2015)

Dari sisi transaksi, hingga Oktober 2015, telah terjadi transaksi lelang melalui LPSE senilai sekitar 766 triliun dari sekitar 1.080 triliun nilai pagu lelang. Sedangkan dari e-purchasing (e-catalogue) telah terjadi transaksi sebesar 60 triliun hingga Oktober 2015.

Selain itu, yang ketiga perbaikan dari sisi kelembagaan terkait Pengadaan Barang dana Jasa juga dilakukan oleh pemerintah. Pada tahun 2005 pemerintah juga membentuk suatu lembaga pembuat kebijakan khusus untuk pengadaan barang dan jasa yaitu Pusat Pengembangan Kebijakan Barang/Jasa Publik (PPKPBJ). Kemudian lembaga ini diperkuat dengan dibentuknya Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) melalui Perpres 106 tahun 2007.

Untuk melakukan pembenahan profesionalitas kerja operasional pengadaan, menghindari adanya konflik kepentingan, dan menghindari kecurangan dalam pengadaan barang dan jasa di tingkat K/L/D/I, pemerintah juga mengharuskan setiap K/L/D/I membentuk ULP (Unit Layanan Pengadaan). Pembentukan ULP ini sebenarnya telah disinggung sejak Kepres 80 tahun 2003, namun bentuk dan kejelasannya belum secara tegas diatur dalam Kepres 80 tahun 2003. Barulah pada Perpres 54/2010 pada pasal 14 ayat 1 dan ayat 2.

Dari upaya-upaya tersebut, menunjukkan bahwa Pengadaan Barang dan Jasa di Indonesia telah banyak mengalami perbaikan dari beragam sisi; regulasi yang detail, sistem elektronik, dan kelembagaan yang fokus. Namun, hingga tahun 2015, kasus korupsi pengadaan barang dan jasa yang ditangani KPK tetap menunjukkan angka yang tertinggi (30.4% kasus dari 454 kasus yang ditangani KPK sejak tahun 2004). Angka tersebut dapat bertambah dari kasus penyuapan yang ditangani KPK, yang sebagiannya merupakan penyuapan pada PBJ.

(10)

9

Jumlah pengaduan masyarakat terkait PBJ ke KPK pun menunjukkan angka yang tinggi (hingga 2015 sekitar 12.693 pengaduan).

Tabel 2

Jenis Perkara yang Ditangani oleh KPK 2009-2015

JENIS PERKARA 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015*) JUMLAH Pengadaan

Barang/Jasa

2 12 8 14 18 16 16 10 8 9 7 10 138

Perijinan 0 0 5 1 3 1 0 0 0 3 3 1 19

Penyuapan 0 7 2 4 13 12 19 25 34 50 9 28 214

Pungutan 0 0 7 2 3 0 0 0 0 1 4 1 20

Penyalahgunaan anggaran

0 0 5 3 10 8 5 4 3 0 2 2 44

TPPU 0 0 0 0 0 0 0 0 2 7 4 1 14

Merintangi Proses KPK

0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 3 0 5

JUMLAH 2 19 27 24 47 37 40 39 49 70 32 32 454

Sumber: KPK

*) Data hingga Oktober 2015

Dari data yang dimiliki KPK, jumlah kerugian keuangan negara dari kasus PBJ yang ditangani KPK; hampir 1 Triliun. Survey yang dilakukan IPW pun menunjukkan bahwa +/- 93% pengusaha menyuap agar menang tender proyek PBJ (IPW, 2011). Hal yang senada diungkapkan oleh KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) yang merilis bahwa selama periode 2006 – 2012, dari 173 perkara yang sudah diputuskan, 56% atau 97 perkara diantaranya adalah terkait persekongkolan tender pengadaan barang dan jasa. Total nilai proyek dari 97 perkara tender ini adalah sebesar 12.35 triliun yang merupakan gabungan dari proyek swasta, BUMN, APBN, dan APBD. Dari jumlah tersebut, telah terbukti terhadi pesekongkolan sebesar 8.6 Triliun.17

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam Hasil Pemeriksaan Semester II tahun 2014 terkait pengadaan barang dan jasa adalah, terjadi kerugian negara sebesar Rp 43,62 miliar di 17 K/L akibat kekurangan volume pekerjaan, dan terjadi potensi kerugian negara senilai Rp 4,11 miliar akibat kelebihan pembayaran dalam pengadaan barang dan jasa pada 7 K/L. Selain itu, telah terjadi pemborosan keuangan negara sebesar 40,19 miliar pada 10 K/L dan ketidakefektifan senilai Rp69,17 miliar pada 11 K/L.18

Sehingga timbul pertanyaan yang sangat mendasar, yaitu apa sebenarnya akar masalah Korupsi pada Pengadaan Barang dan Jasa? Mengapa perbaikan yang sedemikian progresif pada Pengadaan Barang dan Jasa belum juga berhasil menekan tingkat korupsi yang terjadi pada Pengadaan Barang dan Jasa? Beranjak dari pemikiran-pemikiran di atas, KPK melaksanakan Kajian Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. Kajian ini dilakukan sebagai suatu upaya solutif untuk menekan tingginya angka tindak pidana korupsi pada Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.

(11)

10

1.2 DASAR HUKUM KAJIAN

Pelaksanaan kegiatan Kajian Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah dilakukan Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK dengan dasar hukum:

a. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi:

- Pasal 6 huruf e: Ko isi Pe era tasa Ti dak Pida a Korupsi e pu yai tugas elakuka o itor terhadap pe yele ggaraa pe eri taha egara

- Pasal ayat : Dala elaksa aka tugas super isi se agai a a di aksud dala pasal huruf , KPK berwenang melakukan pengawasan, penelitian, atau penelaahan terhadap instansi yang menjalankan tugas dan wewenangnya yang berkaitan dengan pemberantasan tindak pidana korupsi, da i sta si ya g dala elaksa aka pelaya a pu lik

- Pasal e ye utka Dala elaksa aka tugas onitor sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 huruf e, KPK berwenang untuk :

i. Melakukan pengkajian terhadap sistem pengelolaan administrasi di semua lembaga negara dan pemerintah;

ii. Memberi saran kepada pimpinan lembaga negara dan pemerintah untuk melakukan perubahan jika berdasarkan hasil pengkajian, sistem pengelolaan administrasi tersebut berpotensi korupsi;

iii. Melaporkan kepada Presiden Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, dan Badan Pemeriksa Keuangan, jika saran Komisi Pemberantasan Korupsi mengenai usulan perubahan tersebut tidak diindahkan

b. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara:

- Pasal a gka e ye utka Keua ga Negara adalah se ua hak da ke aji a egara ya g dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadika ilik egara erhu u g de ga pelaksa aa hak da ke aji a terse ut .

- Pasal e ye utka : Keua ga Negara se agai a a pasal a gka eliputi pasal huruf i : Kekayaan pihak lain yang diperoleh de ga e ggu aka fasilitas ya g di erika pe eri tah . c. Dalam UNCAC pasal 12 yang telah diratifikasi dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006 tentang

Pengesahan United Nations Convention Against Corruption (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Antikorupsi e ye utka : “etiap Negara Peserta aji e ga il ti daka -tindakan, sesuai dengan prinsip-prinsip dasar sistem hukum nasionalnya, untuk mencegah korupsi yang melibatkan sektor swasta, meningkatkan standar akutansi dan audit di sektor swasta, dan dimana diperlukan, memberikan sanksi perdata, administratif dan pidana yang efektif sebanding untuk kelalaian memenuhi tindakan-tindakan terse ut .

d. Dokumen Rencana Strategis KPK 2011-2015: Point 6. Indikator Keberhasilan (Impact, Outcomes) dan Target; 6.1.Perspektif Pemangku Kepentingan (Stakeholder);

• Point 2. Fokus Area 2: Perbaikan Sektor Strategis terkait Kepentingan Nasional, meliputi: a)Ketahanan Pangan Plus:pertanian, perikanan, peternakan, plus pendidikan dan kesehatan; b)Ketahanan Energi dan Lingkungan: energi, migas, pertambangan, dan kehutanan; c)Penerimaan: pajak, bea cukai dan PNBP; d)Infrastruktur.

(12)

11

1.3 TUJUAN KAJIAN

Kajian Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah dilakukan selama 2 tahun dengan tujuan utama adalah untuk mendorong menutup celah potensi korupsi yang terkait dengan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.

Tujuan khusus:

1. Memetakan akar masalah terkait Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.

2. Memetakan titik-titik rawan pada regulasi , pelaksanaan, pengawasan, dan penganggaran terkait Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.

3. Menyusun saran rekomendasi untuk menutup titik rawan pada pada pelaksanaan, pengawasan, dan penganggaran terkait Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah

4. Menyusun saran rekomendasi strategis terkait Pencegahan Korupsi pada Sistem Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah secara Nasional

1.4 RUANG LINGKUP KAJIAN

Ruang lingkup kajian meliputi: 1. Regulasi,

2. Operasionalisasi (pelaksanaan), 3. Penganggaran,

4. Pengawasan.

1.5 METODE KAJIAN

(13)

12 Secara detail, berikut metode yang dipakai dalam kajian ini:

1. Pengumpulan Data Awal:

o Studi literatur dilakukan untuk melihat isu dan masalah dalam PBJ baik di dalam maupun luar negeri.

o Wawancara mendalam dilakukan terhadap beberapa pakar atau lembaga berikut:

No. Kegiatan Narasumber

1 Diskusi dengan ULP KPK M. Ide Ambardi, Budi Haryanta (Fungsional ULP KPK) 2 Diskusi dengan Indonesian

Procurement Watch (IPW)

Hayie Muhammad (Direktur IPW)

3 Diskusi dengan Lembaga Kebijakan PBJ Pemerintah (LKPP)

Setya Budi Arijanta (Direktur Pengembangan Strategi dan Kebijakan Pengadaan Umum)

4 Diskusi dengan mantan Penyidik KPK

Robertus Dedeo (Penyidik Polri, Ahli kasus korupsi PBJ)

5 Diskusi dengan penyusun naskah akademis RUU PBJ

Prof. Hikmahanto Juwono (Guru Besar Fak. Hukum UI)

6 Diskusi dengan pakar hukum PBJ Prof. Sogar Simamora (Guru Besar Fak. Hukum Unair) 7 Diskusi dengan Bagian Bina

Program dan ULP

Kabag dan Kasubag Bina Program dan Kasubag ULP Kota Surabaya

8 Observasi ULP Kota Surabaya Kartiningrum (Sekretaris ULP Kota Surabaya) 9 Diskusi dengan Pakar Kebijakan

Publik

Prof. Wahyudi (FISIP Universitas Gadjah Mada)

10 Diskusi dengan Pakar Hukum Pidana

DR. Mudzakkir (FH Universitas Islam Indonesia)

11 Diskusi dengan Pakar Hukum Tipikor

Adnan Paslidja (Widyaiswara Kejaksaan RI) 3.1.Analisis Hasil

Field Review dan Kasus Inkracht KPK 1.

Pengumpulan

(14)

13

2. FGD (Focus Group Discussion) pakar untuk merumuskan akar masalah korupsi pada Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. FGD ini melibatkan 8 orang pakar eksternal dan 15 orang internal KPK. 8 orang pakar yang terlibat adalah:

No Pakar Lembaga Kepakaran

1 Prof. Sogar Simamora

FH Unair, Surabaya Hukum Perdata (Regulasi PBJ di Indonesia)

2 Agus Rahardjo LKPP (Kepala LKPP) Kebijakan dan pelaksanaan PBJ di Indonesia

3 Setya Budi Arijanta

LKPP (Direktur Pengembangan Strategi dan Kebijakan Umum Pengadaan)

4 Robertus Dedeo Penyidik Polri (Mantan Penyidik KPK) Penyidikan pada kasus korupsi PBJ

5 Dedi Irianto Kabag Bina Program Pemko Surabaya Bestpractise pelaksanaan e-procurement di Kota Surabaya 6 Agus Imam

Sonhaji

Bappeda Pemko Surabaya

7 Hayie Muhammad Indonesia Procurement Watch (IPW) Pelaksanaan PBJ di Indonesia 8 Siswo Sujanto Mantan Sesditjen Perbendaharaan Keuangan Negara

3. CIA (Corruption Impact Assesment) terhadap regulasi yang terkait dengan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. CIA melibatkan 7 orang pakar dari multidisiplin ilmu. Pakar yang terlibat adalah:

No Pakar Lembaga Kepakaran

1 Prof. Sogar Simamora

FH Unair, Surabaya Hukum Perdata (Regulasi PBJ di Indonesia)

2 Ikak LKPP (Deputi Hukum) Kebijakan dan pelaksanaan PBJ

di Indonesia 3 Setya LKPP (Direktur Kebijakan Strategis)

4 Prof. Wahyudi UGM, Yogyakarta Kebijakan public

5 Dr. Mudzakkir UII, Yogyakarta Hukum Pidana

6 Hari Setianto ASABRI (Direktur Investasi dan Keuangan)

RIA (Regulatory Impact Asessment)

7 Adnan Paslidja Widyaiswara Kejaksaan RI Hukum Pidana Tipikor

o Kajian Lapangan (field review

dan document review

) meliputi pengumpulan data dan analisis melalui walkthrough test, observasi, dan wawancara narasumber (penyelenggara PBJ dan obyek PBJ). Pada tahun 2013, kajian lapangan dilakukan untuk mengkonfirmasi hasil CIA yang dilakukan oleh pakar. Kajian lapangan dilakukan pada:

 Organ pengadaan di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Ditjen Pendidikan Menengah dan LPSE Kemendikbud),

 Organ pengadaan di Kementerian Keuangan (Ditjen Bea dan Cukai dan Pusat LPSE Kemenkeu),

 Organ pengadaan di Pemko Medan dan Pemko Palu, serta vendor yang terkait dengan PBJ di Pemko Medan dan Pemko Palu

 Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah  Kemendagri

 Kemenpan RB

 Direktorat Bina Program Pemerintah Kota Surabaya

(15)

14

analisis kajian terhadap kebijakan, prosedur, dan hasil-hasil studi pihak ketiga; o Konfirmasi kepada Pakar atau Lembaga terkait pendalaman informasi hasil verifikasi

lapangan. Konfirmasi dilakukan kepada:  Unit Layanan Pengadaan KPK

 Penyidik KPK yang menangani kasus Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.

 Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah  Kemendagri

 Kemenpan RB

Kajian ini mengambil sampling Kementerian Pusat dengan kriteria: 1. Sektor strategis versi renstra KPK

2. Perhatian publik 3. Anggaran besar 4. Variasi jenis pengadaan

Berdasarkan data RUP dari LKPP (Data SIRUP per tanggal 3 Februari 2015),* Kementerian yang memenuhi kriteria tersebut adalah:

1. Kementerian Pekerjaan Umum (Ditjen Bina Marga; Pengadaan Jalan Mamuju Arterial Road, Pengadaan Jembatan Merah Putih – Ambon)

2. Kementerian Kesehatan (Ditjen Binfar Alkes; Pengadaan Obat dan Ditjen P2PL; Pengadaan Alat Kesehatan)

Konfirmasi kepada Lembaga/Pakar:

1. Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah 2. Ditjen Anggaran Kementerian Keuangan

3. LPJK

4. Prof. Rizal Tamin (Pakar Konstruksi, ITB)

5. DR. Rahma Fitriati (Pakar Soft System Methodology, Fakultas Administrasi Negara Universitas Indonesia)

6. DR. Radhiatmoko (Pakar Social Network Analysis, FISIP Universitas Indonesia)

Hasil Puldawal, FGD Pakar, CIA, kajian lapangan, dan konfirmasi kepada pakar atau lembaga dianalisa secara deskriptif.

1.6 JADWAL PELAKSANAAN KE GIATAN

(16)

15

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMERINTAH

DEFINISI, JENIS, DAN PRINSIP PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMERINTAH

Pengadaan Barang Jasa merupakan keniscayaan proses yang terjadi baik di sektor swasta maupun sektor pemerintah. Kebutuhan akan ketersediaan barang dan jasa di kalangan swasta dan pemerintah menjadikan pengaturan pada proses pengadaan barang dan jasa diarahkan pada tujuan pencapaian output tersedianya barang dan jasa yang berkualitas dengan harga yang terbaik. Pada penelitian ini, yang dimaksud dengan PBJ adalah PBJ sektor public atau sektor pemerintah.

Terdapat beragam pandangan ahli tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah atau biasa disebut dengan Public Procurement. Mengacu pada pengertian umum tentang pengadaan tersebut maka public procurement dapat dipahami dari sudut pandang obyek pengadaan, pelaksana pengadaan, dan sumber dana untuk mengadakan.

Menurut Sope William yang dikutip dari Arrowsmith19, Public procurement is the purchasing by a government of the goods and services it requires to function and maximize public welfare. In doing so, a government will

ofte adopt regulatio s a d pro edures to e sure that it o tai s these goods, ser i es or orks ( o stru tio

contrancts) in a transparent, competitive manner and at the best price or the most economically advantageous price. It is believed that transparency in public procurement will assist in ensuring that public procurement procedures foster competition and obtain value for money.20

Peraturan dan prosedur yang digunakan dalam PBJ pemerintah adalah merupakan upaya untuk memastikan bahwa output barang atau jasa tersebut diperoleh dengan cara yang kompetitif dan transparan untuk mendapatkan harga terbaik (menguntungkan secara ekonomi). Semuanya dilakukan semata-mata untuk memaksimalkan kesejahteraan rakyat.

Pengadaan barang dan jasa pada hakikatnya adalah upaya pihak pengguna untuk mendapatkan atau mewujudkan barang dan jasa yang diinginkannya, dengan menggunakan metoda dan proses tertentu agar dicapai kesepakatn harga, waktu dan kesepakatan lainnya (Sutedi, A, 2012)

Pelelangan adalah serangkaian kegiatan untuk menyediakan kebutuhan barang/jasa dengan cara menciptakan persaingan yang sehat di antara penyedia barang/jasa yang setara dan memenuhi syarat, berdasarkan metode dana tata cara tertentu yang telah ditetapkan dan diikuti oleh pihak –pihak yang terkait secara taat asas sehingga terpilih penyedia jasa terbaik (Marbun, R, 2010).

Menurut Edquist et al, Public Procurement adalah proses akuisisi yang dilakukan oleh pemerintah dan institusi publik untuk mendapatkan barang (goods), bangunan (works), dan jasa (services) secara transparan, efektif dan efisien sesuai dengan kebutuhan dan keinginan penggunanya. Dalam hal ini, pengguna bisa individu (pejabat), unit organisasi (dinas, fakultas, dsb), atau kelompok masyarakat luas.21

19 S Arrowsmith. 2005. The Law of Public and Utilities Procurement. 2nd edn. London, Sweet & Maxwell.

20 Williams, Sope Elegbe. 2012. Fighting Corruption in Public Procurement; A Comparative Analysis of Disqualification or Debarment

Measures. Oxford and Portland, Oregon. Hart Publishing. Hal: 2

21Edquist, C., Hommen, L., and Tsipouri, L. (Eds.). (2000). Public Technology Procurement and Innovation.Boston/Dordrecht/London:

(17)

16

Dari pengertian ini maka yang dimaksud dengan public procurement ditentukan oleh siapa yang melaksanakan pengadaan bukan oleh obyek dari barang/jasanya. Bila dilakukan oleh pemerintah dan institusi publik maka dikategorikan sebagai public procurement, namun jika dilakukan oleh institusi privat (swasta) maka dikategorikan sebagai private procurement.

Berdasarkan atas penggunanya, Edquist et all (2000) membedakan public procurement atas direct procurement dan catalic procurement:

Gambar 2.1

Jenis Pengadaan Barang dan Jasa Berdasarkan Penggunanya

1. Direct public procurement, When the procuring organization is also the end-user of the product; using its own demand or need to induce innovation (Problems inside).

Institusi Publik menjadi Pelaksana Pengadaan sekaligus merupakan pengguna dari barang/jasa yang diadakan, oleh sebab itu secara intrinsik motivasi kebutuhan dan pengusulan pengadaan berasal dari Pelaksana Pengadaan yang sekaligus juga penggunanya.

2. Catalic procurement, When the procuring organization serves as a catalyst, coordinator and technical resource for the benefit of the end-users. The procurer is not the end-user. (Problem outside).

Pelaksana Pengadaan melakukan pengadaan atas nama dan untuk pengguna barang/jasa, namun motivasi kebutuhan dan pengusulan pengadaan berasal dari Pelaksana Pengadaan bukan dari penggunanya.

Selain penggolongan diatas, ditinjau dari sumber dana yang digunakan untuk pengadaan barang/jasa, maka yang dimaksud dengan public procurement adalah kegiatan pengadaan yang sumber dananya berasal dari pemerintah atau institusi publik. Dalam hal ini Indonesia menggunakan pemahaman ini untuk membedakan antara public procurement dan private procurement. Semua pengadaan yang sumber dananya dari pemerintah baik melalui APBN, APBD, maupun perolehan dana masyarakat yang dikelola

Direct

Public

Procur

ement

(18)

17

oleh institusi pemerintah dikategorikan sebagai public procurement, oleh sebab itu seluruh kegiatan dan proses pengadaannya harus mengacu dan mengikuti Perpers No. 54 tahun 2010.22

Berdasarkan karakter hasil: 1. Adaptive Procurement,

• Incremental innovation (diffusion oriented, absorption oriented)

 menambah, mengurangi dan menyempurnakan program-program yang telah ada sebelumnya (berorientasi penyerapan)

2. Developmental Procurement,

• Radical innovation (creation oriented, new-to-the-world products)  Penciptaan program baru, berorientasi inovasi.

Simatupang, T dan Kartika, F, 2013, mengatakan bahwa konsep pengadaan seharusnya memiliki konsep berkelanjutan (sustainable procurement). Dalam mencapai konsep tersebut, arti pengadaan tidak hanya terbatas pada mendapatkan barang, bangunan, dan jasa, melainkan juga untuk mencapai value for money,yakni perbesaran nilai dari uang yang dikeluarkan dan memberikan manfaat nyata untuk masyarakat dan ekonomi dengan turut serta meminimalkan kerusakan lingkungan.

Filosofi pengadaan barang dan jasa adalah upaya mendapatkan barang dan jasa yang diinginkan yang dilakukan atas dasar pemikiran yang logis dan sistematis (the system of thought), mengikuti norma dan etika yang berlaku, berdasarkan metode dan proses pengadaan yang baku (IPW, 2006). Dalam prakteknya pengadaan barang dan jasa, memiliki pengertian yang sama dengan tender. Pedoman tentang larangan persekongkolan dalam tender berdasarkan Undang-undang Nomor 5 tahun 1999 tentang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat (KPPU, 2004), menyebutkan bahwa yang dimaksud tender adalah tawaran mengajukan harga terbaik untuk mebeli atau mendapatkan barang dan atau jasa, atau menyediakan barang dan atau jasa, atau melaksanakan suatu pekerjaan. Pengertian tender meliputi;

a. Tawaran mengajukan harga terbaik untuk memborong atau melaksanakan suatu pekerjaan b. Tawaran mengajukan harga terbaik untuk mengadakan barang-barang atau jasa

c. Tawaran mengajukan harga terbaik untuk membeli suatu barang dan atau jasa d. Tawaran mengajukan harga terbaik untuk menjual suatu barang dan atau jasa

Pengadaan barang/jasa pemerintah adalah kegiatan memperoleh barang/jasa oleh kementerian/lembaga/satuan kerja perangkat dearah/Institusi yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa (Perpres No 54 Tahun 2010, serta perubahannya Perpres 70 tahun 2013).

(19)

18

Dalam Perpres No. 54 Tahun 2010, disebutkan bahwa pengadaan barang/jasa menerapkan prinsip-prinsip sebagai berikut :

a. Efesien, berarti pengadaan barang/jasa harus diusahakan dengan menggunakan dana dan daya yang minimum untuk mencapai kualitas dan sasaran dalam waktu yang ditetapkan atau menggunakan dana yang telah ditetapkan untuk mencapai hasil dan sasaran dengan kualitas yang maksimum

b. Efektif, berarti pengadaan barang/jasa harus sesuai dengan kebutuhan dan sasaran yang telah ditetapkan serta member manfaat yang sebesar-besarnya.

c. Transparan, berarti semua ketentuan dan informasi mengenai pengadaan barang/jasa bersifat jelas dan dapat diketahui secara luas oleh penyedia barang/jasa yang berminat serta oleh masyarakat pada umumnya.

d. Terbuka, berarti pengadaan barang/jasa dapat diikuti oleh semua penyedia barang/jasa yang memenuhi persyaratan/kriteria tertentu berdasarkan ketentuan dan procedure yang jelas

e. Bersaing, berarti pengadaan barang/jasa harus dilakukan melalui persaingan yang sehat diantara sebanyak mungkin penyedia barang/jasa yang setara dan memenuhi persyaratan sehingga dapat diperoleh barang/jasa yang ditawarkan secara kompetitif dan tidak ada intervensi yang mengganggu terciptanya mekanisme pasar dalam pengadaan barang/jasa

f. Adil/tidak diskriminatif, berarti memberikan perlakukan yang sama bagi semua calon pemyedia barang/jasa dan tidak mengarah untuk memberikan keuntungan kepada pihak tertentu, dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional

g. Akuntabel, berarti harus sesuai dengan aturan dan ketentuan yang terkait dengan pengadaan barang/jasa sehingga dapat dipertanggungjawabkan

UNCTAD menyebutkan bahwa pengadaan barang/jasa pemerintah pada prinsipnya adalah keterbukaan dan tidak ada nya diskriminasi, membiarkan kompetisi terjadi antara penyedia barang/jasa serta memastikan bahwa pemerintah mendapatkan best value for money.

Berangkat dari definisi dan konsep-konsep diatas, terdapat beberapa kata kunci yang penting dalam penyelenggaraan PBJ yaitu:

1. Transparansi, 2. Berbasis kebutuhan, 3. Kompetisi yang sehat,

4. Efisien (harga terbaik/economically advantageous price/value for money), 5. Efektif (sesuai tujuan),

Kajian ini membatasi definisi Pengadaan Barang dan Jasa sebagai:

PBJ dala pe elitia i i didefi isika sebagai sera gkaia kegiatan* yang dilakukan oleh pemerintah dalam rangka pemenuhan kebutuhan barang dan jasa dengan menggunakan dana rupiah murni dalam

APBN/APBD.

(20)

19

2.2 PERBANDINGAN PBJ DI DUNIA

23

2.2.1 PERANCIS

Penyelenggara pengadaan pemerintah adalah UGAP (Union des Groupements d'Achats Publics). Sejak tahun 1985, UGAP berperan mengatur metode dan tata cara pelelangan Pemerintah Perancis yang ditetapkan dalam suatu aturan. Eprocurement sendiri dimulai pada tahun 2004 dalam dua tahap. Pada tahap pertama adalah dengan dibentuknya Dinas Pengadaan Publik atau Agency for Public Procurement (ACA) pada Departemen Keuangan. Pada tahap ini Pemerintah Perancis telah mengakomodir:

1. Aturan tentang electronic signature dalam kontrak maupun surat menyurat selama proses pengadaan.

2. Standardisasi pengadaan, bentuk-bentuk kontrak,

3. Lelang secara elektronik, pemesanan secara elektronik (e-ordering), dan pembayaran secara elektronik (e-payment).

Sedangkan pada tahap kedua dibentuk Lembaga Pengadaan Pemerintah Pusat (The State Government Procurement Agency) atau SAE sejak tahun 2006 sampai sekarang. Salah satu tanggung jawab SAE adalah menyusun kebijakan di bidang Pengadaan Barang/Jasa. Fungsi utama yang dicakup SAE dalam proses pengadaan meliputi pengumuman lelang, dokumen pelelangan berbasis online, tanya jawab (question and answer), e-tendering, kontrak dan keputusan-keputusan, serta pengarsipan pengadaan. Pada tahap kedua ini mulai diperkenalkan interministrial audit untuk mengatasi permasalahan lemahnya profesionalisme dan kemungkinan untuk mengkapitalisasi kemajuan saat ini pada area-area yang lebih spesifik seperti keuangan dan pertahanan. Keberhasilan lain adalah terpusatnya pengadaan pada industri telepon seluler dan gas. Ambisi Perancis dalam menerapkan e-procurement adalah untuk meningkatkan profesionalisme pengadaan pemerintah dengan tujuan untuk menghemat biaya pengadaan hingga 10 persen dan mengurangi beban administrasi. Disamping itu, secara makro proyek tersebut juga bertujuan menciptakan pengadaan yang bertanggung jawab secara sosial dan ekonomi serta meningkatkan manajemen sumber daya manusia untuk berdedikasi di sektor pengadaan.

2.2.2 FILIPINA

Pemerintah Filipina telah mengeluarkan regulasi di bidang pengadaan yang dinamakan Government Procurement Reform Act (Republic Act 9184) pada bulan Januari 2003. Pada era sebelumnya, Filipina memiliki lebih dari 100 produk hukum terkait dengan pengadaan pemerintah. Produk-produk hukum yang sangat terfragmentasi tersebut kemudian dikonsolidasikan dalam Government Procurement Reform Act yang menjadi dasar bagi modernisasi, standardisasi, dan regulasi aktivitas pengadaan pemerintah. Act tersebut dirancang untuk memadukan sistem pengadaan di Filipina, mengurangi peluang untuk terjadinya suap dan korupsi, menyelaraskan sistem pengadaan dengan standar dan praktik internasional, serta mendorong transparansi, kompetisi, efisiensi, akuntabilitas, dan pengawasan publik.

Adapun susunan organisasi pengadaan di Filipina terdiri dari:

(21)

20 I. Badan Pengadaan dan Unit Pengadaan/Kantor 1. Entitas Pengadaan

Sebuah Entitas Pengadaan adalah kantor pusat atau lembaga yang diberi kewenangan untuk melaksanakan pengadaan secara independen, kantor regional atau lembaga tingkat desentralisasi, lokal atau lebih rendah/Biro/Kantor dari NGA, GOCC, GFI, SUC atau LGU.

2. Unit Pengadaan/Kantor dan Sekretariat BAC

Kepala Entitas Pengadaan harus membuat Sekretariat BAC permanen dan untuk tujuan ini, ia memiliki keleluasaan untuk membuat kantor baru atau untuk sekedar menunjuk kantor organik yang ada menjadi Sekretariat BAC. Istilah "Unit Pengadaan" mengacu kepada kantor organik dari entitas pengadaan yang melaksanakan fungsi pengadaan. Dalam Departemen yang besar sebagai Entitas Pengadaan, unit ini bisa berupa Layanan (Services) atau Divisi, sedangkan di organisasi kecil mungkin berbentuk Cabang yang terdiri dari beberapa personil. Ukuran Unit Pengadaan dan jumlah personil ditentukan oleh volume transaksi yang dilakukan dan tingkat keahlian yang diperlukan oleh Pejabat Pengadaan. Kepala Entitas Pengadaan membentuk Unit Pengadaan berdasarkan pedoman berikut ini:

i. Entitas Pengadaan dengan anggaran pengadaan melebihi tiga miliar peso (P3B), baik pengadaan terpusat maupun desentralisasi, harus memiliki "Direktorat Pengadaan dan Perlengkapan (Procurement and Supply Chain Management Directorate)" yang dipimpin oleh seorang Direktur.

ii. Entitas Pengadaan dengan anggaran pengadaan melebihi satu miliar peso (P1B) tetapi tidak lebih dari tiga miliar peso (P3B) harus memiliki "Divisi Pengadaan dan Perlengkapan (Procurement and Supply Chain Management Division)".

iii. Entitas Pengadaan dengan anggaran pengadaan di bawah satu miliar peso (P1B) harus memiliki "Seksi Pengadaan dan Perlengkapan (Procurement and Supply Chain Management Section)".

2. Bids and Awards Committee (BAC)

Kepala Badan Pengadaan harus membuat BAC tunggal di Kantor Kepala Entitas Pengadaan. Namun, BAC terpisah dapat dibuat di bawah salah satu kondisi berikut:

a. Barang yang akan dibeli adalah kompleks atau khusus, atau

b. Jika BAC tunggal tidak dapat mengelola transaksi pengadaan sampai batas waktu yang ditentukan.

3. Anggota BAC

a.Pada kantor Pusat Badan-badan Pemerintah, BUMN, Lembaga Keuangan dan Perguruan Tinggi Negeri, BAC harus terdiri dari setidaknya 5 (lima) anggota dan tidak melebihi 7(tujuh). Dari 5 (lima) anggota, 3 (tiga) orang merupakan anggota biasa dan 2 (dua)orang merupakan anggota sementara.

(22)

21

c. Pada Provinsi, Kabupaten/Kota: The BAC terdiri dari setidaknya 5 (lima) anggota dan tidak melebihi 7 (tujuh). • Kepala Daerah harus e u juk para a ggota BAC, ya g harus e e pati posisi u it pe duku g dari

Pemerintah Daerah yang bersangkutan.

• “e ua a ggota ya g ditu juk oleh Kepala Daerah adalah a ggota iasa ke uali a ggota pengguna akhir yang dianggap sebagai anggota sementara.

d.Pada Barangay:

i. Kepala Barangay akan menunjuk setidaknya 5 (lima) tetapi tidak lebih dari 7 (tujuh) anggota BAC, yang berasal dari anggota Barangay Sangguniang. BAC yang ditunjuk sebagai anggota harus menentukan Ketua dan Wakil Ketua diantara mereka.

ii. Para anggota BAC diangkat untuk jangka waktu 1 (satu) tahun, dihitung dari tanggal pengangkatan.

4. Kelompok Kerja Teknis (TWG)

BAC dapat membentukTWG yang berasal dari ahli teknis, keuangan dan/atau hukum untuk membantu proses pengadaan.

5. Pengamat(Observer)

BAC mengundang pengamat hadir untuk mengamati seluruh tahapan pengadaan. Tujuan dari observasi adalah untuk meningkatkan transparansi proses pengadaanpada seluruh tahapan.

Government Procurement Reform Act mengharuskan penggunaan Philippine Government Electronic Procurement System (PhilGEPS) bagi seluruh lembaga pemerintah pusat, perusahaan yang dimiliki atau dikendalikan oleh pemerintah,lembaga keuangan pemerintah, perguruan tinggi negeri, dan unit pemerintah daerah. Penyedia barang/jasa yang ingin terlibat dalam pengadaan pemerintah harus mendaftarkan diri terlebih dahulu ke sistem.

Penggunaan PhilGEPS akan meningkatkan transparansi pengadaan pemerintah karena peluang untuk berbisnis dengan pemerintah dan aktivitas sesudahnya dilakukan secara online. Informasi tentang siapa yang menjadi pemenang, alasan pemenangan, dan nilai kontrak dapat diakses melalui sistem. Dengan PhilGEPS, penyedia barang/jasa tidak perlu lagi mengunjungi kantor lembaga pemerintah untuk melihat pengumuman pengadaan.

2.2.3 MALAYSIA

Pengadaan barang dan jasa negara Malaysia dilakukan oleh Divisi Pengadaan Pemerintah, Kementerian Keuangan Malaysia (Government Procurement Division, Ministry of Finance). Adapun tugas dan tanggungjawabnya adalah sebagai berikut:

1. perumusan kebijakan dan peraturan pengadaan

2. pengulasan terhadap pengadaan-pengadaan sebelumnya 3. pengawasan dan reviu pasca pengadaan

4. melakukan audit terhadap pengadaan

(23)

22

6. monitoring dan evaluasi di tingkat entitas negara, sektor dan pengadaan 7. Penasihat profesional dan bimbingan dalam pengadaan publik

8. pengembangan kapasitas pengadaan dan pelatihan

Pengadaan barang dan jasa dinaungi oleh peraturan dan hukum yaitu : 1. Financial Procedure Act 1957

2. Government Contracts Act 1949 3. Treasury Directives and Circular Letters 4. Federal Central Contract Circulars Peraturan dan hukum pengadaan barang dan jasa:

1. tidak mencakup pengadaan yang dilakukan oleh badan usaha milik negara 2. membolehkan frameworks contract (semacam multiyears)

3. menetapkan sistem desentralisasi dengan prosedur kajian dan persetujuan sebelumnya untuk kontrak-kontrak yang besar

4. hukum memandatkan standardisasi praktik pengadaan yang mewajibkan penggunaan prosedur umum, dan standar dan bentuk dokumen penawaran

5. menyediakan prinsip dan prosedur umum dalam membuat ketentuan untuk penggunaan / penerapan e-procurement

6. mengamanatkan penggunaan registrasi dan klasifikasi sistem sebagai pra-kualifikasi kontraktor untuk menawar

Proses Pengadaan Pemerintah di Malaysia diatur oleh Undang-Undang Prosedur Keuangan 1957 yang memberdayakan Departemen Keuangan Malaysia (MOF) untuk bertindak sebagai Badan Pusat dan merumuskan aturan dan peraturan yang berkaitan dengan semua Pengadaan Pemerintah. Melalui Prosedur Keuangan Act, MOF telah mengeluarkan aturan dan pedoman Pengadaan Pemerintah seperti Treasury Instruksi dan Surat Edaran Treasury yang dapat diakses melalui www.treasury.gov.my.

7. The PPA reports to: a. President/Parliament c. Ministry of Finance

Tujuan Pengadaan barang dan jasa

1. Pasokan Berkelanjutan Barang dan Jasa (Sustainable Supply of Goods and Services) 2. Nilai yang tinggi untuk uang (High Value for Money)

3. Promosi Industri Lokal (Promotion of Local Industries)

4. Sebagai cara untuk mencapai Tujuan Pembangunan Nasional (As a way to achieve National Development Goals)

5. Transfer Teknologi dan Keahlian (Transfer of Technology and Expertise)

Prinsip-Prinsip pengadaan barang dan jasa pemerintah : a) Akuntabilitas publik (Public accountability), b) Transparansi (Transparency), c) Nilai untuk uang (Value for money), d) persaingan terbuka dan adil (Open and fair competition), e) Transaksi yang adil (Fair dealing)

(24)

23

2.2.4 KOREA SELATAN

Pengadaan barang dan jasa di Korea Selatan diselenggarakan oleh Public Procurement Service (PPS). Yang berada di bawah Kementerian Strategi dan Keuangan. Public Procurement Service (PPS) berperan dalam pengadaan barang dan jasa sebagai berikut:

 Pengadaan dalam dan luar negeri untuk lembaga-lembaga publik

o Pembelian dan persediaan barang dengan volume tahunan sebesar USD 14 Miliar atau sekitar 46% dari total pembelian public.

 Kontrak untuk proyek-proyek konstruksi utama pemerintah

o Volume kontrak sekitar USD 14 Miliar atau sekitar 39% dari seluruh pekerjaan umum. PPS juga melakukan kajian desain proyek konstruksi dan memberikan jasa manajemen kosntruksi untuk lembaga-lembaga public yang tidka memiliki insinyur profesional

 Stok persediaan dan pasokan bahan baku

o PPS mengadakan stok bahan baku utama seperti alumunium, tembaga, timbal, seng, timah, dan bahan konstruksi. Dalam jangka pendek dan panjang dan permintaan barang, dan stabilasi harga konsumen, sehingga mendukung perkembangan stabil ekonomi nasional.  Koordinasi dan audit asset/barang milik negara/pemerintah

o PPS secara efisien mengelola sekitar 12 Juta unit property pemerintah, yang jumlahnya mencapai USD 7.8 Miliar pada 2007. Bertanggungjawab atas hal-hal mengenai pengelolaan milik pemerintah.

 Pengelolaan dan pengoperasian KONEPS E-Procurement

O KONEPS melakukan seluruh proses pengadaan dari undangan untuk tawaran, penawaran, kontrak untuk pembayaran kontraktor online.

Undang-undang Pengadaan Barang dan Jasa Republik KoreaNomor 4697 tanggal 5 Januari 1994 oleh

Kementerian Perundang-undangan. (Government Procurement Act (Republic of Korea) January 5, 1994 as Act No. 4697)

Prinsip-Prinsip Pengadaan Barang dan Jasa

Transparansi dalam kesempatan yang pengadaan yang adil, transparansi dalam praktek kontrak, dan prinsip non-diskriminasi diterapkan dalam tender internasional sesuai dengan WTO GPA.

Tujuan utama dari pengadaan barang dan jasa pemerintah adalah untuk memperoleh barang dan jasa di bawah kondisi yang paling menguntungkan. Ini bisa berarti harga rendah atau kualitas terbaik, atau kombinasi diantaranya.

Pengadaan barang dan jasa pemerintah mempunyai tujuan sekunder seperti promosi operator ekonomi tertentu atau industri, perlindungan pasar domestik, penegakan kebijakan sosial, dll Pada saat yang sama, GP juga bercita-cita untuk mencapai masyarakat Pareto-optimal, yang menempatkan lebih menekankan pada politik -ekonomi aspek PBJ pemerintah.

(25)

24

E-Procurement

Korea ON-line E-Procurement System (KONEPS) terpusat pada satu sistem yang dikelola oleh PPS. Prosedur e-procurement melalui KONEPS ini di bagi menjadi dua bagian, yaitu pengadaan untuk masyarakat lokal dan pengadaan untuk masyarakat luar Korea Selatan.

2.2.5 SINGAPURA

Pengadaan pemerintah di Singapura senilai SGD7.5 miliar (sekitar USD4.5 miliar) per tahun tunduk pada peraturan dari UU Pengadaan Pemerintah dan tiga keputusan: Peraturan Pemerintah Pengadaan, Pengadaan Pemerintah (Challenge Proceedings) Peraturan, dan Pemerintah pengadaan (Application) Order.

Prinsip-prinsip dasar yang mendasari rezim pengadaan pemerintah di Singapura adalah 1. keterbukaan dan keadilan;

2. transparansi, dan

3. nilai uang (value for money)

Kementerian Keuangan berhak menetapkan peraturan mengenai cakupan luas dari aspek pengadaan, seperti prakualifikasi dan pemberian prosedur atau spesifikasi teknis untuk pengadaan. Manual instruksi pemerintah yang dikeluarkan oleh Departemen Keuangan memberikan bimbingan tambahan untuk pengadaan badan dan penawar potensial. Kerangka pengadaan juga berlaku untuk perusahaan milik negara.

Solusi end-to-end e -procurement publik yang bertindak sebagai stimulus untuk pengembangan e -commerce di Singapura. Di satu sisi , lembaga-lembaga publik menikmati manfaat dari membuat pembelian elektronik barang yang biasa digunakan, di sisi lain, pemasok dan penawar lelang menikmati akses yang lebih luas untuk tender pemerintah dan penawaran.

Sistem e -procurement umum untuk seluruh sektor publik di Singapura menghasilkan transaksi yang sesuai dengan kebijakan pengadaan pemerintah (termasuk Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) - Perjanjian Pengadaan Pemerintah).

Selain memiliki peraturan yang jelas dan komprehensif (kerangka hukum dan kelembagaan ) pada pelaksanaan pengadaan publik, juga mencatat bahwa GeBIZ memungkinkan transparansi yang lebih besar karena semua operasi pengadaan, dimulai dengan pengumuman tender untuk pemberian kontrak, yang dipublikasikan secara online. dengan demikian, warga setempat dan pengusaha mendapatkan keuntungan dari portal e -procurement one-stop pemerintah Singapura karena membantu tingkat kompetisi untuk memungkinkan usaha kecil dan menengah untuk bersaing dengan vendor yang ditetapkan setiap kali sebuah lembaga mengeluarkan undangan untuk melakukan penawaran.

2.2.6 DENMARK

Peraturan / Hukum

(26)

undang-25

undang yang merujuk pada EU Directive pada pengadaan publik. Prinsip PBJ adalah Perlakuan yang setara untuk pemasok, transparansi, pencegahan diskriminasi berdasarkan negara (nationalities).

Perundang-undangan nasional yang diadopsi untuk merefleksikan hukum Uni Eropa pada pengadaan publik ke dalam sistem hukum Denmark:

1. Direktif 2004/18/EC dari Parlemen Eropa dan Dewan 31 Maret 2004 (Directive 2004/18/EC of the European Parliament and of the Council of 31 March 2004)

Melakukan koordinasi prosedur untuk penghargaan kontrak pekerjaan umum, masyarakat kontrak pasokan dan kontrak pelayanan publik;

Diadopsi menjadi :

Governmental order number 937 of 16 September 2004

tentang tata cara pemberian kontrak pekerjaan umum, kontrak pasokan publik dan kontrak pelayanan publik;

2. Direktif 2004/17/EC dari Parlemen Eropa dan Dewan 31 Maret 2004 (Directive 2004/17/EC of the European Parliament and of the Council of 31 March 2004)

Melakukan koordinasikan prosedur pengadaan perusahaan yang beroperasi di sektor air, energi, transportasi dan layanan pos.

Diadopsi menjadi :

Governmental order number 936 of 16 September 2004

tentang prosedur pengadaan perusahaan yang beroperasi di air, energi, transportasi dan sektor telekomunikasi.

3. Undang-undang Nomor 338 dari 18 Mei 2005 (Act No. 338 of 18 May 2005)

Undang-undang pendukung yang dilengkapi dengan prosedur yang dijelaskan dalam UU Denmark atas undangan untuk tender untuk kontrak publik dan subsidi publik tertentu.

SKI (Statens og Kommunernes indkøbsservice) adalah badan pengadaan sentral yang mengatur volume diskon pada barang dan jasa umum kepada publik. SKI menetapkan perjanjian kerangka kerja atas nama negara Denmark dan kota yang bertujuan untuk menguntungkan baik penyedia dan pembeli publik.

SKI adalah sebuah perusahaan terbatas yang dimiliki oleh negara (55 persen) dan Denmark Pemerintah Daerah (45 persen). Pendapatan SKI didasarkan pada pemasok perjanjian kerangka membayar bagian dari omset yang masuk melalui perjanjian. Model bisnis ini memberikan SKI insentif untuk membuat kesepakatan yang sering digunakan sehingga eksistensi SKI berkelanjutan. SKI adalah perusahaan non-profit.

The Denmark Competition Authority merupakan lembaga di bawah Kementerian Denmark Urusan Ekonomi dan Bisnis dan merupakan otoritas yang bertanggung jawab di bidang pengadaan sejak tahun 1993. Alasan untuk menempatkan hal-hal mengenai pengadaan publik di bawah naungan The Denmark Competition Authority adalah bahwa aturan-aturan pengadaan publik dianggap sebagai bagian penting dari aturan kompetisi.

The Danish Competition Authority:

 bukan badan pengawas, dan hanya menyarankan pada pemahaman aturan pengadaan publik ketika diminta

(27)

26

Sebagai aturan pokok, jika nilai ambang batas terlampaui, pemberi kontrak harus memperoleh tender dengan menggunakan prosedur yang terbuka atau terbatas. Bila menggunakan prosedur yang terbuka, semua pihak yang berkepentingan dapat mengajukan tender. Bila menggunakan prosedur terbatas, hanya partai yang pra - kualifikasi oleh pemberi kontrak dapat mengajukan tender yang sebenarnya.

Kontrak sangat kompleks (misalnya kontrak jaringan komputer besar) dapat dimasukkan ke dalam atas dasar dialog yang kompetitif, di mana ada dialog yang lebih erat antara pemberi kontrak dan tenderer tersebut. Dalam keadaan tertentu, kontrak juga dapat dimasukkan ke dalam atas dasar prosedur negosiasi.

Pemberi kontrak adalah, sebagai aturan umum, wajib untuk mengecualikan tender karena otoritas publik Danish jumlah tunggakan lebih dari DKK 100.000 ( sekitar EUR 14.000 ) . Oleh karena itu, tender biasanya diminta untuk menyerahkan pernyataan khidmat tentang utang mereka kepada otoritas publik. Selanjutnya, tender dihukum karena partisipasi dalam kejahatan terorganisir, pencucian uang, penipuan Uni Eropa atau suap harus dikecualikan dari prosedur pengadaan.

Aturan pengadaan publik didasarkan pada prinsip-prinsip umum perlakuan yang sama dan transparansi , yang secara eksplisit dinyatakan dalam EU Directive . Di antara prinsip-prinsip lain yang tersirat dalam aturan pengadaan adalah prinsip-prinsip proporsionalitas dan persaingan.

Pemberi kontrak harus, khususnya, akan menghormati prinsip kesetaraan selama prosedur pengadaan. Akibatnya, diskriminasi atas dasar kebangsaan dilarang. Tender harus dievaluasi hanya pada jasa-jasa mereka. Prinsip pengadaan barang dan jasa:

 Perlakuan yang setara untuk pemasok  Transparansi

 Pencegahan diskriminasi berdasarkan negara (nationalities)

Kontrak akan diberikan dengan menerapkan salah satu kriteria yaitu harga lelang terendah, atau tender yang paling menguntungkan secara ekonomis. Jika kriteria pemberian adalah tender yang paling ekonomis menguntungkan, pemberi kontrak harus menetapkan kriteria lanjut ( selain harga) atas dasar yang tender akan dievaluasi, misalnya kualitas, jasa teknis, estetis dan karakteristik fungsional, biaya operasional, dll. Pemberi kontrak dapat membatalkan prosedur pengadaan (dan memutuskan untuk tidak memberikan kontrak ke salah satu peserta tender), jika mempunyai alasan yang tepat.

E-procurement di negara Denmark terdiri dari tiga sistem yaitu:

1. DOIP (Den Offentlige Indkøbsportal) The public procurement portal) www.doip.dk Merupakan e-procurement utama pengadaan barang dan jasa

2. ETHICS (the Electronic Tender Handling, Information and Communications System)

Adalah sistem informasi yang menangani informasi, komunikasi dan registrasi penyedia untuk dapat masuk sebagai penyedia barang dan jasa pemerintah

3. Electronic catalogues of goods www.netkatalog.dk

(28)

27 PELAJARAN PENTING DARI BENCHMARK SISTEM PBJ

No. Hal

Benchmark

Sistem PBJ

1 Regulasi Regulasi terkait PBJ bersifat sentralisasi, hanya ada 1 regulasi saja (setingkat UU beserta turunan peraturan pelaksananya)

2 Prinsip PBJ o Value for money, o Monitoring publik,

o Perlakuan yang sama untuk pemasok atau vendor

3 Kelembagaan o Kementerian Keuangan bertanggungjawab terhadap Lembaga Pengadaan Barang dan Jasa sebagai pos pengeluaran belanja negara.

o Filipina memisahkan antara lembaga regulator dan implementator 4 Pelaksanaan o E- Procurement menjadi andalan utama dalam menciptakan PBJ yang

transparan, akuntabel, dan mengurangi fraud dan korupsi. o Sentralisasi Pengadaan-pengadaan yang bersifat strategis.

2.3 KONDISI PBJ DI INDONESIA

REGULASI PBJ DI INDONESIA24

Pengaturan tentang Pengadaan Barang dan Jasa memiliki peran yang sangat penting dalam penyelenggaraan negara. Setidaknya ada lima alasan;

1) Dibutuhkan untuk memastikan bahwa pengadaan barang dan jasa oleh pemerintah mencapai tujuan agar mendapatkan barang dan jasa dalam harga yang kompetitif dengan kualitas yang tinggi. Pengaturan ini menjadi panduan bagi para penyelenggara yang memiliki tugas melakukan pengadaan barang dan jasa.

2) Agar ada pengaturan yang relative seragam ketika berbagai instansi publik melakukan pengadaan barang dan jasa. Keseragaman dibutuhkan untuk memudahkan melakukan proses PBJ dan pemantauan.

3) Agar instansi public dan penyedia barang dan jasa dapat mengetahui secara akurat proses dan prosedur serta berbagai persyaratan dalam PBJ oleh instansi publik.

4) Agar dapat dicegah tindakan yang bersifat kolutif dan koruptif, termasuk prosedur yang benar dan salah.

5) Dapat menjadi panduan bagi auditor untuk memastikan bahwa syarat, proses, dan prosedur telah diikuti.

Sejak tahun 1973, Indonesia telah memiliki aturan terkait pengadaan barang dan jasa namun masih disisipkan dalam Keppres mengenai Pedoman Pelaksanaan APBN. Keppres pertama yang dikeluarkan terkait pengadaan barang dan jasa adalah Keppres nomor 11 tahun 1973 tentang Pedoman Pelaksanaan APBN. Setelah Keppres no.11 tahun 1973 lahir, hampir setiap tahun secara berturut-turut lahir keppres baru sebagai penyempurnaan pengaturan pelaksanaan APBN. Barulah setelah tahun 2000 lahir keppres yang secara khusus mengatur pengadaan barang dan jasa.

(29)

28

Keputusan/peraturan presiden yang terkait dengan pengadaan barang/jasa pemerintah adalah: 1. Keppres No. 11 tahun 1973 tentang Pedoman pelaksanaan APBN

2. Keppres No. 17 tahun 1974 tentang Pedoman Pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 1974/1975 (Keppres no. 17/1974)

3. Keppres No. 7 tahun 1975 tentang Pedoman Pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 1975/1976 (Keppres No. 7/1975)

4. Keppres No. 14 tahun 1976 tentang Pedoman Pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 176/1977 (Keppres No. 14/1976)

5. Keppres No. 12 tahun 1977 tentang Pelaksanaan APBN (Keppres No. 12/1977) 6. Keppres No. 14 tahun 1979 tentang Pelaksanaan APBN (Keppres No. 14/1979) 7. Keppres No. 14 A tahun 1980 tentang Pelaksanaan APBN (Keppres No. 14A/1980)

8. Keppres No. 18 tahun 1981 tentang Penyempurnaan Keputusan Presiden Nomor 14A Tahun 1980 tentang Pelaksanaan APBN (Keppres No. 18/1981)

9. Keppres No. 29 tahun 1984 tentang Pelaksanaan APBN (Keppres No. 19/1984) 10. Keppres No. 16 tahun 1994 tentang Pelaksanaan APBN (Keppres No. 16/1994)

11. Keppres No. 24 tahun 1995 tentang Perubahan Atas Keppres No. 16/1994 tentang Pelaksanaan APBN (Keppres No. 24/1995)

12. Keppres No. 6 tahun 1999 tentang Penyempurnaan Keppres No. 16/1994 sebagaimana telah diubah dengan Keppres No. 24/1995 tentang APBN (Keppres No. 6/1999)

13. Keppres No. 17 tahun 2000 tentang Pelaksanaan APBN (Keppres No. 17/2000)

14. Keppres No. 18 tahun 2000 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Instansi Pemerintah (Keppres No. 18/2000)

15. Keppres No. 80 tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Keppres No. 80/2003)

16. Keppres No. 61 tahun 2004 tentang Perubahan Atas Keppres No. 80/2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Keppres No. 61/2004)

17. Keppres No. 32 tahun 2005 tentang Perubahan Kedua Atas Keppres No. 80 tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Keppres No. 32/2005)

18. Keppres No. 70 tahun 2005 tentang Perubahan Ketiga Atas Keppres No. 80 tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Keppres No. 70/2005)

19. Perpres No. 8 tahun 2006 tentang Perubahan Keempat Atas Keppres No. 80 tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Perpres No. 8/2006)

20. Perpres No. 79 tahun 2006 tentang Perubahan Kelima Atas Keppres No. 80 tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Perpres No. 79/2006)

21. Perpres No. 85 tahun 2006 tentang Perubahan Keenam Atas Keppres No. 80 tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Perpres No. 85/2006)

22. Perpres No. 95 tahun 2007 tentang Perubahan Ketujuh Atas Keppres No. 80 tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Perpres No. 95/2007)

23. Perpres No. 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Perpres 54/2010)

24. Perpres No. 35 tahun 2011 tentang Perubahan Atas Perpres 54/2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Perpres 35/2011)

25. Perpres No. 70 tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Perpres 54/2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Perpres 70/2012)

Gambar

Tabel 1 Jumlah LPSE di Indonesia
Tabel 2
Tabel 3 Transaksi melalui LPSE
Gambar 2: Diagram Supply & Demand
+2

Referensi

Dokumen terkait

Terdapat 13 potensi kegagalan dengan nilai RPN melebihi standar perusahaan yaitu bahan plat braker terlalu tebal / tipis, gigi tidak rata, bentuk fork tidak

yang dilakukan oleh Mohamed dan Elmwafie (2015) juga membuktikan bahwa hipnoterapi efektif dalam menurunkan keinginan merokok sebab hipnoterapi sebagai alternatif yang

Program campus social responsibility (CSR) merupakan program pengembalian anak putus sekolah agar dapat bersekolah kembali dan anak rawan putus sekolah tidak menjadi

• idea yang relevan dengan huraian yang jelas berserta dengan contoh-contoh yang sesuai • pengolahan yang menarik dan berkesan dengan.. pemerengganan yang sesuai dan

Mulai tahun 2014, jurnal Teknik hanya menerima artikel-artikel yang berasal dari hasil-hasil penelitian asli (prioritas utama), dan artikel ulasan ilmiah yang bersifat baru (tidak

Senada dengan pandangan Yee di atas, Setio menegaskan bahwa ”ideologi berarti pola pemikiran atau cara pandang yang datang dari keyakinan pribadi, komunitas atau masyarakat

Dari penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa implementasi dari metode DFT yang diimplementasikan pada bahasa pemrograman C untuk menghitung energy keadaan dasar pada

Pada proses pengembangan sistem ini terdapat sebuah metode pendekatan yang dinilai sesuai dengan studi kasus masalah penggajian pada Tugu Hotel Lombok ini, metode