• Tidak ada hasil yang ditemukan

FIQH TATA CARA MENJADI IMAM DAN MAKMUM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "FIQH TATA CARA MENJADI IMAM DAN MAKMUM"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH

TATA CARA MENJADI IMAM DAN MA’MUM

Dosen Pembimbing : Drs.H.A.Aziz Ardabli

Disusu Oleh :

M.Syarif

Moona Maghfirah

Widya Astuti

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

Jurusan Bahasa Dan Sastra Inggris

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

SULTAN THAHA SAIFUDDIN

(2)

BAB I

PENDAHULUAN

Allhamdulilahi Rabbil ‘Alamin. Segala puji hanya bagi Allah, Rabb alam semesta yang telah begitu banyak memberi kenikmatan kepada kita semua, makhluk-Nya yang lemah ini. Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungab teladan umat islam, yaitu Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga,sahabat dan orang-orang yang mengikuti beliau hingga akhir zaman.

Suatu kebanggaan bagi kami dapat menyelesaikan pembuatan makalah kami ini dan dapat menyajikan kehadapan pembaca pada umumnya. Didalam makalah ini, kami membahas tentang Bab Shalat yaitu tata cara menjadi imam dan ma’mum. Semoga pembahasan kami dalam makalah ini bisa bermanfaat bagi kita semua.

Jambi, 28 November 2014

(3)

BAB II

PEMBAHASAN

Apabila dua orang solat bersama-sama dan salah seorang di antara mereka mengikuti yang lain, keduanya dinamakan shalat berjamaah.

Orang yang diikuti (yang di hadapan ) dinamakan imam, sedangkan yang mengikuti di belakang dinamakan makmum.

Firman Allah Swt :

او

:

ءاسنلا كعم مهنم ةفئ اط مقتلف ةاولصلا مهل تمقاف مهيف تنك اذ

.

102

“ Dan apabila kamu berada di tengah tengah mereka (sahabatmu), lalu kamu hendak mendirikan salat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (salat) bersamamu “ (An-Nisa :102)

A. Syarat – syarat sah mengikuti imam

1. Makmum hendaklah berniat mengikuti imam. Adapun imam tidak disyaratkan berniat menjadi imam, hal itu hanyalah sunat, agar ia mendapat ganjaran berjama’ah.

Sabda Rasulullah Saw :

تاينلااب لامعلا امنا

.

يراخبلا هاور

“Sesungguhnya segala amal itu hendaklah dengan niat.” (Riwayat Bukhari )

1.

2.

Makmum hendaknya mengikuti gerakan imamnya dalam segala pekerjaannya.

Maksudnya, makmum hendaknya membaca takbiratul ihram sesudah imamnya, begitu juga permulaan segala perbuatan makmum hendaklah terkemudian dari yang dilakukan oleh imamnya.

)

اوعكراف عكر اذاو اوربكف ربك اذاف هب متؤيل ماملا لعج امنا

( ملسم يراخبلا هاور

3. Mengetahui gerak-gerik perbuatan imam Umpamanya dari berdiri keruku’ dari ruku’ ke i’tidal, dari i’tidal ke sujud,dan seterusnya, baik yang diketahui dengan melihat imam sendiri, melihat saf (barisan) yang dibelakang imam, mendengar suara imam atau suara mubalighnya, agar makmum dapat mengikuti imamnya.

(4)

5. Tempat berdiri makmum tidak boleh lebih depan dari imamnya. Yang dimaksud disini ialah lebih depan kepihak kiblat. Bagi orang shalat berdiri diukur tumitnya dan bagi orang duduk, diukur dari pinggulnya. Adapun apabila berjamaah di masjid al-Haram, hendaklah saf mereka melengkung sekeliling Ka’bah dari imam di lain fihak.

B. Susunan makmum :

1) Kalau makmum hanya seorang, hendaklah ia berdiri disebelah kanan imam agak kebelakang sedikit; dan apabila datang orang yang lain, hendaklah ia berdiri disebelah kiri imam Sesudah ia takbir, imam hendaklah maju, atau kedua orang itu (makmum) mundur.

2) Kalau jamaah itu terdiri dari beberapa saf, terdiri atas jamaah laki-laki dewasa, kanak-kanak dan perempuan, maka hendaklah di antara saf sebagai berikut: dibelakang imam ialah saf laki-laki dewasa, saf kanak-kanak, kemudian saf perempuan.

3) Saf hendaklah lurus dan rapat, berarti jangan ada renggang antara yang seorang dengan yang lain.

4 ) Imam hendaklah jangan mengikuti yang lain. Imam itu hendaklah berpendirian tidak terpengaruh oleh yang lain; kalau ia makmum tentu ia akan mengikuti imamnya.

5 ) Hendaklah sama aturan shalat makmum dengan shalat imam Artinya, tidak sah shalat fardlu yang lima mengikuti shalat fardlu mengikuti shalat gerhana atau shalat mayat karena aturan (cara) kedua shalat itu tidak sama; tetapi tidak berhalangan orang shalat fardlu yang lima mengikuti orang shalat sunah yang sama aturannya, sepeti orang shalat isya’ mengikuti orang shalat tarawih dan sebaliknya, karena aturan dua shalat tersebut sama.

6) Laki-laki tidak sah mengikuti perempuan. Berarti laki-laki tidak boleh menjadi makmum, sedangkan imamnya perempuan. Adapun perempuan yang menjadi imam bagi perempuan pula, tidak beralangan.

7) Keadaan imam tidak ummi, sedangkan makmum qori’ artinya, imam itu adalah orang yang baik bacaannya.

8) Jangan makmum berimam kepada orang yang diketahuinya bahwa shalatnya tidak sah (batal). Seperti mengikuti imam yang diketahui oleh makmum bahwa ia bukan orang Islam, atau ia berhadats atau bernajis badan, pakaian dan tempatnya. Karena imam yang seperti itu hukumnya tidak sah dalam shalat.

C. Yang lebih berhak menjadi imam.

(5)

Rasulullah Saw bersabda : Artinya : “ Dari Abu Said r.a berkata : Rasulullah Saw bersabda bila mereka ada tiga

orang,maka hendaklah dijadikan imam salah seorang diantara mereka, dan yang lebih berhak diantara mereka menjadi imam ialah yang lebih baik bacaanya”(H.R.Muslim)

2. Orang yang lebih paham, dan yang lebih mengetahui akan hukum-hukum agama menurut Al-Qur’an dan Hadits Nabi.

Rasulullah Saw Bersabda :

Yang paling berhak menjadi imam shalat adalah orang yang paling bagus atau paling banyak hafalan Al-Qur’annya, yang mengetahui hukum-hukum shalat. Kalau kemampuannya setara, maka dipilih yang paling dalam ilmu fiqhnya. Kalau ternyata kemampuannya juga setara, maka dipilih yang paling dulu hijrahnya. Kalau ternyata dalam hijrahnya sama, maka dipilih yang lebih dulu masuk Islam. Dasarnya adalah hadits berikut,

,

Dari Abu mas’ud Uqbah bin Amru Al Anshari Radhiallahu Anhu bahwasanya Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda, ”Yang mengimami sebuah kaum adalah orang yang paling bisa membaca (aqra’) Al Qur’an. Jika mereka sama dalam hal bacaan Al Qur’an, maka yang mengimami adalah orang yang lebih tahu tentang as sunah. Jika mereka sama dalam hal as sunah, maka yang mengimami adalah orang yang lebih dahulu hijrah. Jika mereka sama dalam hal hijrah, maka hendaklah yang mengimami adalah yang lebih dahulu masuk Islam. Janganlah seorang (tamu) mengimami orang lain (tuan rumah dll) yang berkuasa (di rumahnya, di masjidnya, di majlisnya dll-edt), dan janganlah seorang (tamu) duduk di kursi yang dikhususkan untuk tuan rumah kecuali bila tuan rumah mengizinkannya”. (HR. Muslim, Kitab Al Masaajid, Bab Man Ahaqqu Bil Imamah)

(6)

انلءسإ منههرهبفكنأف منههملفؤهيفلنفف ءءاوفسف ةإرفجنهإلنا يفإ اونهاكف ننإإفف

“ …Jika mereka sama dalam hal hijrah, maka hendaklah yang mengimami adalah yang lebih tua usianya”. (HR. Muslim)

Dalam kitab Fiqh al-Islami wa Adillatuhu karya Syaikh Wahbah Al-Zuhaili (Dekan Fakultas Syariah Universitas Damaskus, alumni Doktoran Universitas Al-Azhar, Mesir) disebutkan bahwa ada 9 (sembilan) syarat utama menjadi imam dalam shalat, yaitu:

1. Islam 2. Berakal

3. Baligh (mumayyiz) 4. Laki-laki

5. Suci dari hadas

6. Bagus bacaan dan rukun-nya

7. Bukan makmum (disepakati 3 mazhab) 8. Selamat, sehat (tidak sakit), tidak uzur

9. Lidahnya fasih, dapat mengucapkan bahasa Arab dengan tepat.

Andai saat berkumpul ummat Islam untuk shalat, lalu semua yang hadir memiliki 9 syarat diatas, maka yang lebih layak menjadi imam shalat adalah (syarat ini dipenuhi secara ber-urutan):

1. Wali (pemimpin)

2. Imam ratib (yang diangkat oleh wali) 3. Orang yang paling memahami tentang fiqih

4. Orang yang paling banyak hafalan dan bagus bacaannya 5. Orang yang paling wara’

6. Di zaman Rasulullah, orang yang terlebih dahulu hijrah 7. Lebih dahulu masuk Islam

(7)

9. Perjalanan hidupnya lebih baik

D. Yang Makruh Menjadi Imam

Adapun orang yang makruh baginya menjadi imam,ialah seperti yang tersebut dalam keterangan dibawah ini :

1. Imam yang Tidak Disukai Kebanyakan Jamaah Shalat

Paling tidak hukumnya adalah makruh, berdasarkan hadits Abu Umamah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda:

“Ada tiga jenis orang yang shalatnya hanya sampai ke batas telinganya saja: Hamba sahaya (yang minggat) hingga ia pulang. Wanita yang tidur sementara suaminya dalam keadaan marah kepadanya. Imam shalat yang dibenci oleh jamaahnya.”

Dari Amru bin Al-Harits bin Al-Mushthaliq diriwayatkan bahwa ia menceritakan: “Ada diriwayatkan bahwa orang yang berat siksanya di hari Kiamat nanti ada dua: wanita yang membangkang terhadap suaminya dan imam yang dibenci oleh jamaahnya.” [2]

At-Tirmidzi rahimahullahu menandaskan: “Sebagian ulama menganggap makruh seseorang menjadi imam bila jamaahnya tidak menyukainya. Kalau imamnya sendiri tidak berbuat zhalim, dosanya ditanggung oleh orang yang membencinya.” Ahmad dan Ishaq menegaskan: “Bila yang membencinya hanya satu, dua atau tiga orang saja, boleh saja ia tetap menjadi imam. Kecuali bila yang membencinya adalah mayoritas jamaah shalat.”

(8)

dengan ketidaksukaan mayoritas jamaah sehingga bisa dijadikan ukuran. Akan tetapi yang dijadikan ukuran tetap ketidaksukaan dalam hal agama saja.”

At-Tirmidzi rahimahullahu menyatakan: Hannad berkata: Ibnu Jarir berkata: Al-Manshur menceritakan: Kami pernah bertanya tentang imam dalam hadits itu. Jawabannya: bahwa yang dimaksud dalam hadits itu adalah para imam yang zhalim. Adapun orang yang menjadi imam dengan menegakkan sunnahnya dosa membencinya ditanggung oleh orang yang membencinya tersebut.”

Syaikh kami Imam Ibnul Baz rahimahullahu menyatakan: “Para ulama rahimahumullahu menjelaskan bahwa ketidaksukaan para makmum dalam hadits itu perlu dirinci: Yang dimaksud oleh Nabi dengan ketidaksukaan para makmum itu adalah pada tempatnya yang dibenarkan. Tetapi kalau mereka tidak menyukainya karena ia menjalankan sunnah, atau karena ia melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar, tidak ada tempat bagi mereka untuk membencinya. Kesimpulan ini diambil dari berbagai dalil syar’i. Sementara kalau mereka tidak menyukainya karena kedengkian di antara mereka, atau karena si imam fasik, memberatkan mereka, atau tidak memperhatikan shalat atau tidak rutin melaksanakan shalat jamaah, maka tidak layak ia menjadi imam mereka, karena itu termasuk dalam ancaman yang tersebut dalam hadits-hadits yang ada.”

2. Imam yang Berkunjung

Ia dilarang menjadi imam, kecuali dengan izin para makmumnya berdasarkan hadits Malik bin Al-Huwairits radhiyallahu ‘anhu, bahwa ia menceritakan: Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda:

“Barangsiapa yang datang berkunjung ke satu tempat, janganlah ia mengimami mereka. Hendaknya yang menjadi imam adalah salah seorang di antara mereka saja.”

Imam at-Tirmidzi rahimahullahu menyatakan: “Pendapat ini diamalkan oleh para ulama dari kalangan para sahabat Nabi dan yang lainnya. Mereka menyatakan: “Pemilik rumah atau tempat tinggal lebih berhak menjadi imam daripada tamunya.” At-Tirmidzi melanjutkan: “Sebagian ulama berpendapat: Kalau diizinkan, boleh saja tamu menjadi imam.” Sementara Abul Barakat Ibnu Taimiyah menegaskan: “Sebagian besar ulama berpendapat boleh saja seorang tamu menjadi imam bila diizinkan oleh pemilik tempat tinggal.” Dasarnya adalah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam riwayat Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu: “…kecuali bila diizinkan oleh para makmum…”

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu diriwayatkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam bahwa beliau bersabda:

“Tidak halal bagi orang yang beriman kepada Allah dan hari Akhir untuk shalat dalam keadaan menahan buang air, sehingga keinginan buang airnya mereda.”

(9)

“Dan tidak halal bagi seseorang yang beriman kepada Allah dan hari Akhir untuk mengimami sekelompok orang tanpa izin mereka. Dan janganlah ia mengkhususkan doa untuk dirinya sendiri tanpa melibatkan orang lain…. Kalau ia melakukan hal itu juga berarti ia telah berkhianat kepada mereka.”

Al-Imam Asy-Syaukani rahimahullahu berkata: “Arti yang tersebut dalam hadits: “..kecuali dengan izin mereka,” menunjukkan diperbolehkannya seorang tamu menjadi imam bila diizinkan pemilik tempat yang dikunjungi.

Al-Iraqi menegaskan: Namun syaratnya bahwa orang yang dikunjungi memang layak menjadi imam. Tetapi kalau tidak, misalnya ia seorang wanita dalam kasus tamunya laki-laki. Atau tuan rumahnya buta aksara, sementara tamunya pandai membaca Al-Qur’an. Dalam kedua kasus tersebut, tuan rumah memang tidak berhak menjadi imam.”

Kami juga pernah mendengar Syaikh Imam Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz rahimahullahu menegaskan: “Dalam hadits Abu Mas’ud disebutkan pada akhirnya:

“Janganlah seseorang mengimami orang lain dalam wilayah kekuasaannya, dan janganlah ia duduk di rumah orang lain itu di tempat duduk khususnya (kehormatannya) tanpa seizinnya.” Hadits tersebut menunjukkan bahwa orang yang berkunjung ke sekelompok orang, tidak boleh mengimami mereka dalam shalat, sebagaimana dalam hadits Malik bin Al-Huwairits, meskipun sanadnya mengandung kelemahan, karena hadits Abu Mas’ud ini shahih. Tamu tidak berhak menjadi imam kecuali dengan izin tuan runah (para makmumnya), di masjid atau di rumah mereka. Bila datang waktu shalat, maka yang berhak menjadi imam adalah tuan rumah. Kalau dilakukan di masjid, maka orang yang diangkat adalah yang imam rutin. Tidak boleh dilangkahi oleh siapapun, meskipun tamu yang datang lebih alim dan lebih tua usianya, kecuali kalau tuan rumah mengizinkan dan mengajukannya sebagai imam. Bila demikian, maka boleh-boleh saja. Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda: “Kecuali dengan izinnya…”

Adapun hadits: “Barangsiapa yang mengunjungi sekelompok orang,” kalaupun memang shahih, maka ditafsirkan bila itu dilakukan tanpa izin tuan rumah. Hadits tersebut didukung oleh

berbagai hadits lain. Sebagian orang terkadang memberikan izin karena malu atau segan. Oleh sebab itu, hendaknya si tamu tidak terburu-buru maju menjadi imam, sampai tuan rumah betul-betul mendesaknya atau bahkan memaksanya.”

3. Orang yang Mengimami Jamaah Sebelum Datang Imam Rutinnya

Hukumnya tidak boleh, kecuali bila imam rutinnya terlambat datang dari waktu yang ditentukan, atau dengan izinnya. Dasarnya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam:

هإنإذنإإبإ اللفإإ هإتإمفرإكنتف ىلفعف هإتإينبف يفإ دنعهقنيف الفوف هإنإاطفلنسه يفإ لفجهرلفلا لهجهرلفلا نلفملفؤهيف الفوف

(10)

Maka tidak dibolehkan seseorang mengimami jamaah masjid yang memiliki imam rutin kecuali dengan izin si imam, misalnya dengan mengatakan: “Imamilah jamaah masjid ini.” Atau dengan mengatakan kepada jamaah: “Kalau saya terlambat dari waktu yang ditentukan, silakan shalat terlebih dahulu.”

Kalau imam betul-betul terlambat sekali, boleh saja jamaah mengajukan orang lain sebagai imam berdasarkan perbuatan yang dilakukan oleh Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu dan Abdurrahman bin Auf radhiyallahu ‘anhu, ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam tidak hadir. Maka beliau bersabda: “Sungguh bagus apa yang kalian lakukan..”

Adapun bila seseorang mengimami jamaah sebelum datang imamnya tanpa izin imam dan kondisi imam tidak berhalangan, ada yang berpendapat bahwa shalatnya tidak sah sehingga harus diulang bersama imam yang sesungguhnya. Ada juga yang berpendapat bahwa hukumnya sah tetapi berdosa, dan inilah pendapat yang benar. Karena asal dari shalat jamaah itu sah, kecuali bila ada dalil yang menegaskan kebatalannya.

E. Hukum Masbuq

Adapun makmum yang mengikuti di belakang imam, adakalnya ia muafik قفاوم , masbuq قوبسم

Artinya muwafiq: yaitu makmum yang memulai didalam pendirian shalatnya bersama-sama imam, dimana waktu yang yang didapat ma’mum cukup muat untuk membaca Al-Fatihah seluruhnya.

Artinya Masbuk: yaitu ma’mum yang tidak mendapatkan waktu yang cukup membaca Al-Fatihah seluruhnya kecuali hanya takbiratul ihram atau mendapatkan imamnya lagi ruku’. Ketentuan-ketentuan Masbuk:

1. Jika Masbuk mendapatkan imamnya lagi berdiri, maka sesudahnya ma’mum takbiratul ihram harus segera ia membaca Al-Fatihah dengan tidak perlu membaca نفمإ هإللابإذهونعهاف

نإاطفينشلفلا

(11)

2. Apabila Masbuk mendapatkan imam lagi ruku’, maka sehabis ma’mum takbiratul ihram ia langsung ruku’ mengikuti imam dengan sunnah membaca takbir intiqal (رهبفكناف ههللاف), maka jika ma’mum mendapatkan thuma’ninah (diam sekedar هإللا نفاحفبنسه) bersama-sama imam di dalam ruku’ itu, maka dapatlah ma’mum akan raka’at itu.

:

Artinya : “Dari Abu Hurairah r.a berkata : Rasulullah Saw bersabda siapa yang mendapati satu rakaat (rukuk) dari sembahyang beserta imam, maka sesungguhnya ia telah mendapati sembahyang itu seluruhnya (.H.R Bukhari dan Muslim)

Yang di maksudkan ialah satu rakaat sembahyang yang sempurna,tetapi tidak berarti bahwa ia boleh memutuskan (mengakhiri ) sembahyangnya bersama-sama dengan imam, tetapi setelah imam memberi salam,hendaklah ia menuruskan sembahyangnya yaitu mencukupkan rakaat yang masih tinggal.

Akan tetapi bilamana ma’mum tidak mendapatkan thuma’ninah itu bersama-sama imam

(misalnya ma’mum ruku’ bersamaan imamnya I’tidal) maka ma’mum tidak mendapatkan raka’at itu.

1. Adapun jikalau Masbuk mendapatkan imam lagi sujud atau lagi duduk antara dua sujud atau lagi tasyahhud, maka sehabis ma’mum takbiratul ihram, dia langsung mengikuti imam dimana adanya dengan tidak membaca takbir intiqal lagi. Dan ma’mum dalam hal ini tidak mendapatkan raka’at itu.

F. Di sunatkan Bagi Imam Membaca Surat Yang Pendek

Bila kita menjadi imam, sedang orang yang mengikuti banyak di belakang, maka disunatkan membaca ayat yang pendek – pendek, karena orang-orang yang mengikuti itu, ada yang lemah, tua, dan ada pula yang banyak keperluanya.

Rasulullah Saw bersabda :

:

سانلل مكدحا يلص اذا لاق ملسو هيلع هللا يلص هللا لوسر لاق لاق هنع هللا يضر ةريره يبا نع

.

ءاشام لوطيلف هسفنل مكدحا يلص اذاو ريبكلاو ميقسلاو فيعضلا مهيف ناف ففخيلف

ملسمو يراخبلا هاور .

Artinya : “ Dari Abu Hurairah r.a bahwasanya Rasulullah Saw bersabda : Bila seorang daintara kamu sholat bersama-sam dengan manusia (berjama’ah) , maka hendaklah

diperpendek bacaan suratnya ( surat yang pendek),karena sesungguhnya diantara mereka ada yang tak tahan lama berdiri (lemah), ada yang sakit, dan ada pula yang sudah tua, dan bila seorang sholat untuk dirinya sendiri (munfarid) maka boleh diperpanjang sesuai keinginanya” (H.R. Bukhari dan Muslim)

(12)

Ketika kita sholah berjamaah, keraguan dan atau kelupaan dalam sholat baik bacaan, gerakan maupun jumlah rakaatnya diketahui oleh imam sholat sendiri atau juga kadang-kadang hanya diketahui dan disadari oleh makmum.

Apabila keraguan atau kelupaan dalam sholat itu hanya diketahui dan disadari oleh imam dan makmum tidak mengetahuinya maka cara menanggulanginya adalah dengan cara seperti ketika sholat sendirian dan makmum wajib mengikuti gerakan imam shalat.

Sedangkan jika imam tidak menyadari dan mengetahuinya, namum makmum mengetahui adanya lupa dalam shalat yang dipimpin imam, maka cara menanggulanginya adalah sebagai berikut :

 Apabila imam salah bacaannya, maka makmum wajib menegurnya dengan cara membetulkan bacaan yang salah [dengan cara melafadzkan bacaan yang salah secara langsung].

 Apabila imam salah dalam gerakannya, maka makmum wajib menegurnya dengan cara : 1. Bagi makmum pria, menegurnya dengan cara mengucapkan kalimat atau bacaan

"Subhanallah".

2. Bagi makmum wanita, menegurnya dengan cara cukup dengan menepuk tangan.

 Semua keraguan dan atau kelupaan di dalam shalat ditutup dengan sujud sahwi.

BAB III

PENUTUP

Apabila dua orang solat bersama-sama dan salah seorang di antara mereka mengikuti yang lain, keduanya dinamakan shalat berjamaah.

(13)
(14)

DAFTAR PUSTAKA

Al Ustadz Hidris Ahmad. Fiqh Menurut Mazhab Imam Syafi’i, Widjaya Djakarta, 1969

H. Sulaiman Rasjid. Fiqh Islam, Sinar Baru Algensindo,Bandung,2004

https://fadhlihsan.wordpress.com/2011/06/16/yang-tidak-berhak-menjadi-imam-shalat

http://salafytobat.wordpress.com/2009/08/23/fiqh-shalat-berjama%E2%80%99ah-dan-hukum-makmum-masbuk-muwaffak

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan pendidikan gizi yang berfokus pada 1000 HPK kepada siswa SMA Negeri 1 Secanggang dan melihat pengaruh

MUHAMMAD DAUD KAHAL, M.Si Pangkat :

Bardasarkan hasil wawancara penulis dengan Bapak Andre, selaku penyidik pembantu di Kepolisian Daerah Riau menyebutkan bahwa dalam menyelidiki tindak pidana penipuan

Gaya geologi adalah semua aktivitas yang terjadi di bumi baik itu yang berasal dari dalam bumi (endogen) maupun yang berasal dari luar bumi (eksogen), yang

(1) Untuk memperoleh ILH Bangunan Rumah Susun pemohon mengajukan permohonan secara tertulis kepada Kepala Dinas PM dan PTSP dengan mengisi formulir

(2) Sekretaris, Kepala Bidang, Kepala Sub Bagian, Kepala Seksidiangkat dan diberhentikan oleh Bupati dari Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi syarat atas usul

Wali raja, Pangeran Mas dari Arosbaya (adik Pangeran Tengah yang wafat, sekaligus paman Pangeran Prasena yang masih kecil) meloloskan diri ke Demak, sementara

Berdasarkan hasil analisis pada penelitian ini suatu tuturan akan memperoleh kesan atau tanggapan yang santun sesuai dengan konteks tuturan yang disampaikan oleh subjek, ketika