• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam hal perkembangan otak dan pertumbuhan fisik yang baik. Untuk memperoleh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN. dalam hal perkembangan otak dan pertumbuhan fisik yang baik. Untuk memperoleh"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Keberhasilan pembangunan suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Dalam menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas, tidak terlepas dari peran gizi. Gizi yang baik sangat diperlukan dalam hal perkembangan otak dan pertumbuhan fisik yang baik. Untuk memperoleh hal tersebut maka keadaan gizi seseorang perlu ditata sejak dini terutama pada masa kehamilan hingga bayi berusia 2 tahun atau yang dikenal dengan 1000 Hari Pertama Kehidupan (1000 HPK).

Periode 1000 HPK telah terbukti secara ilmiah merupakan periode yang menentukan kualitas kehidupan yang sering disebut sebagai periode emas. Seribu HPK merupakan periode sensitif karena dampak yang ditimbulkan akan bersifat permanen dan tidak dapat dikoreksi.Dampak tersebut tidak hanya pada pertumbuhan fisik, tetapi juga pada perkembangan mental dan kecerdasan, dan pada usia dewasa akan terlihat dari ukuran fisik yang tidak optimal serta kualitas kerja yang tidak kompetitif berakibat pada rendahnya produktivitas dan ekonomi (Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat RI, 2013).

Masalah gizi yang terjadi pada kelompok 1000 HPK kini kian memprihatinkan, baik masalah gizi pada ibu hamil maupun pada balita. Adapun masalah gizi yang sering terjadi pada ibu hamil adalah Kurang Energi Kronis (KEK)

(2)

dan Anemia. Berdasarkan data Riskesdas (2013) Prevalensi ibu hamil KEK usia 15-19 tahun adalah 38,5% dan prevalensi anemia pada ibu hamil yaitu 37,1%. Hal ini berbanding lurus dengan semakin meningkatnya masalah gizi pada balita yaitu terdapat 19,6 % balita gizi kurang dan 37,2% balita pendek (stunting). Permasalahan gizi di Kabupaten Langkat khususnya Kecamatan Secanggang juga masih cukup tingggi hal ini terlihat dari profil Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat (2011) bahwa terdapat 21,29% balita bawah garis merah dan 17,33% balita gizi kurang.

Permasalahan gizi yang masih terjadi di Indonesia harus segera diatasi mengingat dampaknya yang sangat besar bagi kelangsungan hidup suatu bangsa. Dalam mengatasi masalah gizi tidak bisa dilakukan dengan satu solusi tunggal, namun harus adanya kerjasama dan komitmen yang kuat dari berbagai pihak.

Gerakan 1000 HPK adalah suatu gerakan percepatan perbaikan gizi yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia untuk menjawab permasalahan gizi. Gerakan ini melibatkan berbagai sektor dan pemangku kepentingan untuk bekerjasama dalam menurunkan masalah gizi.

Peraturan Presiden No. 42 tahun 2013 menyatakan bahwa Gerakan 1000 HPK terdiri dari intervensi gizi spesifik dan intervensi gizi sensitif. Intervensi spesifik, adalah tindakan atau kegiatan yang dalam perencanaannya ditujukan khusus untuk kelompok 1000 HPK. Sedangkan intervensi sensitif adalah berbagai kegiatan pembangunan di luar sektor kesehatan. Sasarannya adalah masyarakat umum, tidak khusus untuk 1000 HPK.Salah satu sasaran untuk intervensi gizi sensitif adalah remaja.

(3)

Remaja merupakan kelompok yang perlu mendapat perhatian serius mengingat masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke dewasa dan belum mencapai tahap kematangan fisiologis dan psikososial. Menurut Heriana yang dikutip oleh Rosa (2012) remaja mempunyai sifat yang selalu ingin tahu dan mempunyai kecenderungan untuk mencoba hal-hal baru. Sehingga, apabila tidak dipersiapkan dengan baik remaja sangat beresiko terhadap kehidupan seksual pranikah. Di berbagai daerah kira-kira separuh dari remaja telah menikah (Anas, 2013).

Data Riskesdas (2013) menunjukkan bahwa perkawinan pada usia remaja (15-19 tahun) masih tinggi, yaitu 23,9%. Hal serupa juga terjadi di Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat, yaitu terdapat 59,5% pernikahan yang terjadi setelah selesai menempuh pendidikian SMA/sederajat dan 31,3% di antaranya menikah pada usia di bawah 20 tahun.

Secara umum, sejak perempuan memasuki masa pernikahan maka ia mulai memasuki periode untuk hamil dan melahirkan. Oleh sebab itu, semakin cepat memasuki usia pernikahan, maka risiko untuk hamil dan melahirkan juga semakin panjang. Menurut Arisman (2004) bayi yang dilahirkan dari ibu yang masih remaja menunjukkan angka mortalitas 34% lebih tinggi jika dibandingkan dengan wanita yang melahirkan pada usia 25-34 tahun. Selain itu, remaja yang hamil menunjukkan angka komplikasi yang tinggi meliputi preeklamsia, penyakit menular seksual, malnutrisi dan solusio plasenta (lepasnya plasenta dari dinding rahim). Keadaan ini secara langsung menyumbang tingginya angka kematian ibu dan anak di Indonesia.

(4)

Pernikahan pada usia remaja memang tidak disarankan dari sudut pandang kesehatan karena berkaitan dengan kesiapan organ reproduksi seorang calon ibu. Hasil penelitian Latifah dan Anggraeni (2009) menyatakan bahwa remaja yang hamil mempunyai peluang 3,88 kali lebih besar untuk melahirkan bayi prematur dan memiliki peluang 7 kali lebih besar untuk melahirkan bayi BBLR dibandingkan ibu yang bukan remaja. Hal ini dapat terjadi karena ibu remaja masih membutuhkan zat gizi untuk perkembangan fisiknya, sementara di saat bersamaan harus membagi zat gizi yang dikonsumsinya untuk bayi yang dikandungnya.

Tidak hanya karena faktor gizi, faktor psikologis pada remaja hamil juga menyumbang terjadinya masalah gizi. Hal ini karena remaja belum siap secara mental untuk menjadi orang tua, dan tidak memiliki bekal pengetahuan yang mencukupi dalam memenuhi kebutuhan gizi bagi diri sendiri, anak yang dilahirkan, serta keluarganya. Fadlyana dan Larasati (2009) menyatakan bahwa menjadi orang tua di usia dini cenderung memiliki keterampilan yang kurang dalam mengasuh anak, sehingga anak yang dilahirkan berisiko untuk mengalami perlakuan yang salah dan penelantaran. Faridatul dalam Anas (2013) menyatakan bahwa 7 dari 10 orang ibu yang menikah dini dan mempunyai anak 1-5 tahun tidak tahu cara memberikan pola asuh yang baik dan benar kepada anaknya. Ketidaktahuan seperti ini tentu saja sangat membahayakan kesehatan anak. Oleh sebab itu, pengetahuan gizi perlu ditanamkan sejak dini khususnya pada remaja sebagai generasi penerus bangsa dan orangtua masa depan.

(5)

Menurut World Bank (2009) remaja atau kaum muda mulai membuat keputusan mandiri tentang kesehatannya dan mulai membentuk serta mengadopsi perilaku yang akan mempengaruhi kesehatannya sendiri serta kesehatan bagi calon anak-anaknya kelak. Kepada remaja dapat diberikan intervensi berupa pendidikan dalam rangka persiapan sebagai calon pengantin. Dimana materi gizi terkait 1000 HPK dapat diberikan kepada remaja agar memiliki pengetahuan gizi yang baik dan sangat berguna bagi kehidupannya di masa yang akan datang. Intervensi ini diharapkan kelak dapat memberikan kontribusi dalam menurunkan masalah gizi khususnya masalah gizi pada kelompok 1000 HPK.

Pengetahuan gizi dan kesehatan dapat ditingkatkan melalui beberapa strategi, salah satunya adalah melalui pendekatan sekolah. Tatanan sekolah sangat efektif untuk dijadikan sebagai tempat pendidikan kesehatan, karena sasaran mudah dijangkau, terorganisasi dengan baik, merupakan kelompok umur yang peka dan mudah menerima perubahan sehingga mudah untuk dibimbing, diarahkan dan ditanamkan kebiasaan-kebiasaan baik(Notoatmodjo, 2010).

Menurut Suhardjo (2003), pendidikan gizi harus menjadi bagian integral dari pendidikan formal pada sekolah dasar, sekolah menengah, serta ditingkat akademi dan universitas. Di daerah Gorontalo beberapa sekolah dasar dan sekolah menengah telah menerapkan muatan lokal ilmu gizi untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman tentang gizi dan kesehatan pada peserta didiknya. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian Dali, dkk (2013) yang menyatakan bahwa siswa dari sekolah yang menerapkan muatan lokal ilmu gizi memiliki pengetahuan yang lebih baik

(6)

mengenai gizi dibandingkan dengan siswa dari sekolah yang belum menerapkan materi gizi. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Shariff el.al (2008) dengan melatih guru-guru sekolah untuk mengajarkan materi gizi kepada siswa SD, dan selama 6 minggu siswa diberi intervensi pendidikan gizi didapatkan hasil bahwa pemberian pendidikan gizi mempunyai pengaruh yang positif terhadap perilaku gizi terkait diet sehat. Intinya, dari semua intervensi gizi yang diberikan di sekolah dapat meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku siswa tentang gizi.

Muatan gizi dalam kurikulum yang terangkum pada mata pelajaran di sekolah perlu diperhatikan sebagai salah satu upaya meningkatkan pengetahuan gizi anak sekolah. Berdasarkan survei yang Peneliti lakukan dari beberapa buku pelajaran biologi SMA/sederajat untuk kelas X, kelas XI, dan kelas XII menunjukkan bahwa materi gizi hanya terdapat pada buku biologi kelas XI. Adapun materi gizi yang terdapat dalam buku tersebut adalah mengenai makanan dan sistem pencernaan, dimana materi gizi yang disampaikan masih bersifat umum, tidak ada materi gizi yang terkait siklus kehidupan manusia. Padahal setiap remaja khususnya di tingkat SMA/sederajat akan segera memasuki masa-masa reproduktif, sehingga pendidikan gizi seperti 1000 HPK penting untuk disampaikan demi menambah pengetahuan siswa dan membentuk sikap yang positif terhadap gizi dan kesehatan.

Berdasarkan hasil observasi yang peneliti lakukan, terdapat sembilan Sekolah SMA/Sederajat di Kecamatan Secanggang, dari sembilan sekolah yang ada, hanya terdapat satu SMA Negeri, yaitu SMA Negeri 1 Secanggang. SMA ini memiliki murid yang jauh lebih banyak dari pada sekolah lainnya. Pada saat survei

(7)

pendahuluan peneliti juga melakukan wawancara kepada tiga orang siswa SMA Negeri 1 Secanggang, ternyata dari hasil wawancara didapatkan bahwa ketiga siswa tersebut tidak mengetahui tentang gizi pada 1000 HPK, termasuk kebutuhan gizi untuk ibu hamil, ASI eksklusif diberikan hingga usia berapa dan Kolustrum. Mereka hanya mengetahui bahwa ibu hamil harus makan makanan yang bergizi dan cukup istirahat, ketika peneliti bertanya tentang manfaat tablet besi dan asam folat untuk ibu hamil, ketiga siswa tersebut menjawab tidak tahu manfaatnya.

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan pendidikan gizi yang berfokus pada 1000 HPK kepada siswa SMA Negeri 1 Secanggang dan melihat pengaruh dari pendidikan gizi tersebut terhadap pengetahuan dan sikap siswa. Dengan adanya pendidikan gizi ini diharapkan siswa dapat mempersiapkan dirinya dengan gizi yang baik dan pengetahuan yang mumpuni sebagai persiapan saat mereka menjadi orang tua kelak, agar dapat menerapkan pola asuh yang baik terutama pada masa 1000 HPK yang sangat berperan dalam pembentukan kualitas sumber daya manusia dimasa yang akan datang.

1.2. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka Peneliti merumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah pengaruh pendidikan gizi 1000 HPK terhadap pengetahuan dan sikap siswa SMA Negeri 1 Secanggang Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat Tahun 2014.

(8)

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh pendidikan gizi 1000 HPK terhadap pengetahuan dan sikap siswa SMA Negeri 1 Secanggang Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat Tahun 2014.

1.4.Hipotesis

H0 : Tidak ada pengaruhpendidikan gizi 1000 HPK terhadap pengetahuan dan sikap siswa SMA Negeri 1 Secanggang.

Ha : Ada pengaruhpendidikan gizi 1000 HPK terhadap pengetahuan dan sikap siswa SMA Negeri 1 Secanggang.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Bagi Dinas Pendidikan dan Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat, dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan masukan agar pendidikan gizi 1000 HPK dapat diterapkan sebagai bahan pembelajaran di setiap Sekolah tingkat SMA/ sederajat.

2. Bagi Puskesmas di Kecamatan Secanggang, dapat dijadikan sebagai bahan masukan untuk melakukan promosi kesehatan kepada siswa di tingkat SMA/ sederajat tentang gizi 1000 HPK.

3. Bagi pihak sekolah, dapat dijadikan sebagai bahan masukan dan tambahan wawasan mengenai gizi pada 1000 HPK, baik bagi siswa maupun guru di sekolah.

Referensi

Dokumen terkait

Persyaratan wajib pelaksanaan manajemen kesehatan dan keselamatan kerja tidak hanya berlaku untuk pekerja industri. Salah satu bentuk perhatian Pemerintah terhadap

Dari hasil analisis diperoleh kesimpulan bahwa: (1) Prestasi belajar matematika dengan model pembelajaran kooperatiftipe TPS memberikan prestasi belajar yang lebih

(5) Format laporan pelaksanaan kegiatan penyuluhan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tercantum dalam Lampiran II huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan

Keterbatasan dalam penelitian ini adalah: (1) Jumlah data dan obyek penelitian yang hanya terdiri dari 39 perusahaan untuk masing-masing perusahaan bertipologi

3) Hasil evaluasi per matakuliah dinyatakan dengan nilai huruf yang merupakan hasil konversi dari nilai angka luaran agregasi dari komponen-komponen penilaian. 4) Hasil

Sampel yang akan diteliti yaitu berupa urin sewaktu perempuan usia lanjut menggunakan metode mikroskopis sedimen urin yang diperiksa jumlah leukosit dalam urin dan yang

Hipotesis penelitian ini adalah jika metode Talking Stick digunakan dengan baik maka dapat meningkatkan hasil belajar siswa mata pelajaran Pendidikan Agama

JADWAL UJI KOMPETENSI CLCP - APLI KASI PERKANTORAN STMI K ATMA LUHUR PANGKALPI NANG. TANGGAL 12 - 14