Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 169/PMK.01/2012, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan memiliki fungsi pembinaan, koordinasi dan supervisi serta menjadi representasi Kementerian Keuangan yang menjalankan fungsi pengelolaan fiskal. Dalam rangka menjaga pertumbuhan ekonomi dan mengendalikan tingkat inflasi di Jawa Timur yang terkait dengan mengelolaan fiskal di daerah, maka diperlukan suatu dokumen kajian yang dapat memotret profil maupun dinamika kondisi fiskal daerah.
Kajian Fiskal Regional ini disusun untuk memenuhi tuntutan tersebut, yang di dalamnya dimuat perkembangan indikator ekonomi regional, perkembangan pelaksanaan anggaran pusat, perkembangan pelaksanaan anggaran daerah serta analisis fiskal regional pada Provinsi Jawa Timur. Kajian terhadap perkembangan pelaksanaan anggaran daerah dilakukan pemisahan antara Provinsi dengan Kabupaten/Kota karena azas otonomi daerah yang dimiliki antara Pemerintah Provinsi dengan Pemerintah Kabupaten/Kota berbeda. Elaborasi kajian atas data/informasi, ilustrasi grafis, tabulasi dan analisis diberikan sesuai dengan relevansi konteks analisis serta ketersediaan data/informasi.
Kami menyadari tentunya masih terdapat kekurangan. Untuk itu kami mengharapkan masukan dan saran guna perbaikan penyusunan laporan serupa periode mendatang.
Tak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan Kajian Fiskal Regional Semester II Tahun 2013 ini.
Akhirnya, kami berharap laporan kajian ini dapat membawa manfaat kepada semua pihak yang membutuhkannya.
Surabaya, 28 Maret 2014
Kepala Kantor Wilayah,
APBN : Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara DAK : Dana Alokasi Khusus
PAD : Pendapatan Asli Daerah
SILPA : Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran PDRB : Produk Domestk Regional Bruto IHK : Indeks Harga Konsumen
GR : Gini ratio
TPAK : Tingkat Partisipasi ANgkatan Kerja TPT : Tingkat Pengangguran Terbuka NTP : Nilai Tukar Petani
It : Indeks yang diterima petani
Ib : Indeks yang dibayar petani
TA. : Tahun Anggaran
DBH : Dana Bagi Hasil
BAB 1. Perkembangan Indikator Ekonomi Regional ... 8
1.1. Pertumbuhan Ekonomi ... 9
1.2. Inflasi ... 13
1.3. Gini Ratio ... 17
1.4. Ketenagakerjaan ... 20
1.5. Kemiskinan ... 23
1.6. Pertanian ... 27
1.7. Ulasan Perkembangan Ekonomi Jawa Timur ... 32
Lampiran ... 33
BAB II. Perkembangan Pelaksanaan Anggaran Pusat ... 37
2.1.Pendapatan Negara di Wilayah Provinsi Jawa Timur ... 38
2.1.1. Penerimaan Perpajakan ... 42
2.1.2. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Pemerintah Pusat ... 45
2.2.Belanja Pemerintah Pusat ... 47
2.2.1. Pagu dan Realisasi Berdasarkan Bagian Anggaran/ Kementerian / Lembaga ... 47
2.2.2. Alokasi Anggaran Wilayah Provinsi Jawa Timur Berdasarkan Jenis Belanja ... 50
2.2.3. Pagu dan Realisasi Belanja Berdasarkan Kewenangan ... 52
2.2.4. Alokasi Anggaran Provinsi Jawa Timur berdasarkan Fungsi ... 55
2.2.5. Alokasi Anggaran Program Millenium Development Goals ... 58
Lampiran ... 63
BAB III. Perkembangan Pelaksanaan Anggaran Daerah ... 67
3.1.APBD Pemerintah Propinsi Jawa Timur ... 68
3.1.1. Pendapatan ... 69
3.1.7. SILPA ... 76
3.2.APBD Pemerintah Kabupaten/Kota ... 78
3.2.1. Pendapatan ... 79
3.2.2. Pendapatan Asli Daerah (PAD) ... 80
3.2.3. Dana Perimbangan ... 84
3.2.4. Dana Bagi Hasil (DBH) ... 86
3.2.5. DAU (Dana Alokasi Umum) ... 88
3.2.6. DAK (Dana Alikasi Khusus) ... 91
3.2.7. Belanja ... 94
3.2.8. Pembiayaan ... 100
3.2.9. Defisit/Surplus ... 100
3.2.10. SILPA... 102
Lampiran ... 105
BAB 1V. Analisis Kinerja Keuangan APBD ... 128
4.1.Kemandirian Daerah ... 129
4.1.1. Rasio PAD terhadap Pendapatan Daerah (Kontribusi PAD ) ... 130
4.1.1. Rasio Dana transfer ... 132
4.2.Efektivitas Pendapatan Asli Daerah ... 134
4.3.Efisiensi Belanja ... 136
4.4.Aktivitas Keuangan Daerah ... 136
4.4.1. Rasio Belanja Pegawai ... 139
4.4.2. Rasio Belanja Modal Pemerintah Daerah ... 141
4.5.Ruang Fiskal ... 142
4.6.SILPA dan Pembiayaan ... 144
Rekomendasi ... 156
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1: Pertumbuhan Ekonomi Tahun 2013 dan Kontribusi PDRB 6 Provinsi
di Pulau Jawa ... 10
Tabel 1.2: PDRB Harga Konstan Jawa Timur Menurut Lapangan
Usaha Tahun 2013 ... 11
Tabel 1.3: PDRB Jawa Timur Atas Dasar Harga Konstan Menurut
Penggunaan Tahun 2013 ... 12
Tabel 1.4: Inflasi dan Sumbangan Inflasi Berdasarkan Kelompok
Pengeluaran Jawa Timur Tahun 2013 ... 16
Tabel 1.5: Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Utama
Provinsi Jawa Timur Tahun 2012-2013 ... 20
Tabel 1.6: Perkembangan Kemiskinan Jawa Timur Tahun 2008-2013 ... 26
Tabel 2.1: Pagu dan Realisasi APBN Provinsi Jawa Timur Tahun Anggaran ... 39
Tabel 2.2: Perkembangan Realisasi Penerimaan Perpajakan Provinsi Jawa Timur Tahun Anggaran. 2011-2013 ... 6
Grafik 2.5: Penerimaan PNBP Fungsional di Provinsi Jawa Timur
Tabel 2.5: Pagu dan Realisasi Millenium Development Goals
Per Kabupaten/Kota ... 60
Tabel 3.1. APBD Pemerintah Provinsi Jawa Timur TA 2013 ... 69
Tabel 3.2. Realisasi Dana Perimbangan Pemerintah Provinsi Jawa Timur ... 73
Tabel 3.3: APBD Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Timur TA 2013 ... 78
Tabel 3.4. Porsi PAD Kabupaten/Kota di Jawa Timur TA 2013 ... 81
Tabel 3.5: Perkembangan Realisasi PAD Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Timur ... 82
Tabel 3.6 Perkembangan Realisasi Dana Perimbangan Kabupaten/Kota di Jawa Timur ... 85
Tabel 3.7. Ketergantungan Pemerintah Kabupaten/Kota Kepada Dana Perimbangan ... 86
Tabel 3.8. Porsi Belanja Pegawai Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Timur TA 2013 ... 97
Tabel 3.9. Belanja Modal Kabupaten/Kota di Jawa Timur TA 2013... 99
Tabel 4.1 Klasifikasi Efektivitas Pendapatan Asli Daerah ... 134
Tabel 4.2 Klasifikasi Efisiensi Belanja ... 136
Lapangan Usaha ... 12
Grafik 1.3: Laju Inflasi Bulanan Prov Jawa Timur dan Nasional Tahun 2013 ... 14
Grafik 1.4: Kumulatif Inflasi di 7 kota di Jawa Timur Tahun 2013 ... 15
Grafik 1.5: Inflasi dan Sumbangan Inflasi berdasarkan Komoditas Jawa Timur
Tahun 2013 ... 17
Grafik 1.6: Gini ratio 6 Provinsi di Pulau Jawa dan Nasional Tahun 2007-2013... 19
Grafik 1.7: Penyerapan Tenaga Kerja Per Sektor diJawa Timur Tahun 2011-2013 21
Grafik 1.8: TPAK dan TPT 6 provinsi di pulau Jawa Agustus 2013 ... 22
Grafik 1.9: Tingkat Penyerapan Tenaga Kerja Menurut Tingkat
Pendidikan Jawa Timur Tahun 2011-2013 ... 22
Grafik 1.10: Perkembangan Kemiskinan di Jawa Timur Tahun 2008-2013 ... 25
Grafik 1.11: Persentase Penduduk Miskin 6 Provinsi di Pulau
Jawa dan Nasional Maret dan September 2013 ... 27
Grafik 1.12: Perkembangan Pertanian Provinsi Jawa Timur Tahun 2013 ... 28
Grafik 1.13: Perkembangan Sub Sektor Pertanian Provinsi Jawa
Timur Desember 2012 dan Desember 2013 ... 30
Grafik 2.1: Perkembangan Pendapatan Negara di Prov. Jawa Timur
Tahun Anggaran 2011-2013 ... 40
Grafik 2.2: Perkembangan Belanja Negara di Provinsi Jawa Timur
Tahun Anggaran 2010-2013 ... 42
Grafik 2.3: Perbandingan Penerimaan Pajak Provinsi Jawa Timur
Tahun Anggaran 2013 ... 47
Grafik 2.6: Kementerian/Lembaga Penerima Pagu Terbesar di Provinsi
Jawa Timur Tahun Anggaran 2013 ... 48
Grafik 2.7: Kementerian/Lembaga Penerima Pagu Terendah di Provinsi
Jawa Timur Tahun Anggaran 2013 ... 48
Grafik 2.8: Kementerian/Lembaga di Provinsi Jawa Timur
Tahun Anggaran 2013 ... 49
Grafik 2.9: Alokasi Anggaran Provinsi Jawa Timur TA 2013
Berdasarkan Jenis Belanja... 50
Grafik 2.10: Tingkat penyerapan Tahun Anggaran 2013
Berdasarkan Jenis Belanja... 51
Grafik 2.11: Alokasi Dana Desentralisasi dan Dekonsentrasi Provinsi
Jawa Timur TA 2009 - 2013 ... 53
Grafik 2.12: Tingkat Realisasi Belanja Per Jenis Kewenangan
Tahun Anggaran 2013 ... 54
Grafik 2.13: Perkembangan Alokasi Anggaran Berdasarkan Fungsi
Tahun Anggaran 2011 - 2014 ... 55
Grafik 2.14: Alokasi Anggaran Provinsi Jawa Timur Berdasarkan Fungsi
Tahun Anggaran 2013 ... 56
Grafik 3.1: Perkembangan Pagu dan Realisasi Pendapatan Pemerintah
Jawa Timur TA 2011 – 2013 ... 74
Grafik 3.5. Belanja Pemerintah Provinsi Jawa Timur TA 2013 (Menurut Pagu) ... 75
Grafik 3.6: Proporsi Pendapatan pada APBD Kabupaten/Kota di Jawa Timur TA 2013 ... 76
Grafik 3.7:Komposisi Realisasi Pendapatan Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Timur TA 2011 - 2013 ... 80
Grafik 3.8: Sumber-sumber PAD Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Timur TA 2013 ... 82
Grafik 3.8: Sumber-sumber PAD Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Timur TA 2013 ... 87
Grafik 3.9: Penerimaan Dana Bagi Hasil Kab/Kota ... 87
Grafik 3.10. DAU Kabupaten/Kota di Jawa Timur TA 2013 ... 90
Grafik 3.11. Pagu Belanja Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Timur TA 2013 .... 95
Grafik 3.12. Tren Penurunan Porsi Belanja Pegawai Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Timur TA 2011 - 2013 ... 96
Grafik 3.13. Perkembangan Porsi Belanja Modal Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Timur TA 2011 - 2013 ... 98
Grafik 4.1 Rasio PAD Kabupaten/Kota di Jawa Timur Tahun 2013 ... 131
Grafik 4.2 Rasio Dana Transfer Kabupaten/Kota di Jawa Timur Tahun 2013 ... 133
Grafik 4.3 Rasio Efektifitas PAD Kabupaten/Kota di Jawa Timur Tahun 2013 ... 135
Grafik 4.7: Ruang Fiskal Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa
Timur Tahun 2013 (dalam milyar rupiah) ... 143
Grafik 4.8:Rasio Surplus/Defisit Kabupaten/Kota di Jawa Timur
Terhadap Pendapatan Tahun 2013 ... 144
Grafik 4.9 Rasio SILPA Terhadap Belanja Pemerintah Kabupaten/Kota
Di Jawa Timur Tahun 2013 ... 148
Grafik 4.10: Rasio Belanja Modal Pemerintah Pusat Pada Kabupaten/Kota
di Jawa Timur Tahun 2013 ... 150
DAFTAR KOTAK
Kotak 1.1: Jatim Pro Poor-Pro Growth ... 18
Kotak 1.2: Kabupaten Pamekasan Dorong Pemuda Berwirausaha ... 23
Kotak 1.3: Bendung Import, Banyuwangi Pacu Pengembangan Buah Lokal ... 31
Kotak 2.1: Bupati Banyuwangi: Integrasi Pembangunan Daerah
Menjadi Keharusan ... 58
Kotak 2.2: Banyuwangi Dorong Pengembangan Industri Kreatif
berbasis Pariwisata ... 62
Kotak 3.1: Bandara Blimbingsari dongkrak Investasi di Banyuwangi ... 92
Kotak 3.2: Transparansi dan Akuntabel melalui E-Government
RINGKASAN EKSEKUTIF
Sebagai provinsi terbesar kedua di Indonesia, Jawa Timur yang didukung
oleh 38 kabupaten/kota dan 1 provinsi pada tahun 2013 Jawa Timur
mencatat capaian kinerja pertumbuhan ekonomi sebesar 6,55 persen.
Angka ini lebih lambat jika dibandingkan dengan tahun 2011 (7,22 persen) dan tahun 2012 (7,27 persen). Meskipun lebih lambat dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi 2 tahun sebelumnya, pertumbuhan ekonomi Jawa Timur tersebut tercatat di atas rata-rata pertumbuhan nasional (5,78 pesen). Bahkan selama lima tahun terakhir, angka pertumbuhan ekonomi Jawa Timur selalu berada di atas pertumbuhan ekonomi nasional.
Di antara 6 provinsi di pulau Jawa, perumbuhan ekonomi Jawa Timur
tahun 2013 menempati urutan tertinggi dibandingkan dengan 5 provinsi
lainnya. Dengan pertumbuhan sebesar 6,55 persen, pertumbuhan Jawa Timur
Yogyakarta (5,40 persen).
Provinsi Jawa Timur merupakan provinsi dengan penyumbang terbesar
kedua bagi perekonomian Indonesia. Dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi
antar provinsi di pulau Jawa, Jawa Timur merupakan penyumbang terbesar ke dua bagi perekonomian Indonesia. Kontribusi PDRB provinsi Jawa Timur terhadap PDB Nasional sebesar 1.136,33 trilyun rupiah mengalami kenaikan dari tahun 2012 sebesar 14,89 persen menjadi 15,02 persen pada tahun 2013.
Inflasi di Jawa Timur pada tahun 2013 melonjak sebesar 7,59 persen jauh
melampaui inflasi tahun 2012 yang sebesar 4,30 persen. Tingginya inflasi
tersebut juga sebagai imbas dari inflasi nasional yang tinggi yang dikarenakan terjadinya kenaikan harga BBM bersubsidi pada pertengahan tahun 2013. Namun demikian Inflasi Jawa timur tahun 2013 masih dibawah inflasi nasional yang sebesar 8,38 persen. Secara Nasional dengan memperbandingkan enam provinsi di pulau Jawa, yaitu Banten, Jawa Tengah, DKI Jakarta, Jawa Barat dan DI Yogyakarta, Jawa Timur memiliki inflasi terendah kedua setelah DI Yogyakarta yang sebesar 7,32 persen
Inflasi berdasarkan kelompok pengeluaran yang mengalami inflasi
terbesar terjadi pada kelompok Transportasi, Komunikasi, dan Jasa
Keuangan sebesar 12,60 persen. Diikuti kelompok bahan makanan mengalami
inflasi sebesar sebesar 11,79 persen, kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau mengalami inflasi sebesar 6,19 persen, kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar mengalami inflasi sebesar 5,85 persen, kelompok kesehatan mengalami inflasi sebesar 3,85 persen, dan kelompok pendidikan, rekreasi dan olah raga sebesar mengalami inflasi terendah sebesar 3,27 persen. Sedangkan kelompok sandang mengalami deflasi sebesar 1,56 persen.
Pemerintah Daerah menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja
mewujudkan visi dan misi pemerintahannya. APBD yang ditetapkan dengan persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, menunjukkan sumber-sumber pendapatan daerah, berapa besar alokasi belanja untuk melaksanakan program/kegiatan, serta pembiayaan yang muncul bila terjadi surplus atau defisit.
Pendapatan yang dapat dikumpulkan oleh Pemerintah Daerah Provinsi
Jawa Timur dari tahun ke tahun melampaui target yang ditetapkan dalam
APBD. Nilai yang diperoleh juga mengalami kenaikan, di mana target pendapatan
pada TA 2011 sebesar 9,9 trilyun rupiah dapat dicapai sebanyak 11,49 trilyun rupiah. Jumlah realisasi pendapatan tersebut mengalami kenaikan sebesar 34 persen di tahun 2012 menjadi 15,4 trilyun rupiah dari rencana yang ditetapkan pada APBD sebesar 11,52 trilyun rupiah. Selanjutnya pada tahun 2013, persentase kenaikan walaupun lebih kecil dari tahun 2012, pendapatan Jawa Timur tetap meningkat sebesar 12,91 persen dengan jumlah 17,39 trilyun rupiah dari rencana pagu sejumlah 16,39 trilyun rupiah.
Dengan proporsi PAD yang cukup besar dapat dinyatakan bahwa tingkat
kemandirian Pemerintah Provinsi Jawa Timur cukup tinggi. Data
menunjukkan PAD Provinsi Jawa Timur mempunyai tren kenaikan, di mana realisasinya pada TA 2013 telah bertambah hampir sepertiga atau sekitar 30,2 persen dari realisasi dua tahun sebelumnya di TA 2011 yang berjumlah 8,898 trilyun rupiah. Sebesar 81,10 persen PAD Jawa Timur TA 2013 adalah Pajak Daerah, yaitu sebanyak 9,404 trilyun rupiah. Pendapatan pajak daerah Jawa Timur berasal dari 5 jenis penerimaan yaitu Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, Pajak Air Permukaan serta dari Pajak Rokok.
Perkembangan belanja Pemerintah Provinsi Jawa Timur menunjukkan
tren kenaikan dari sisi jumlah. Di mana jumlah belanja pada TA 2011 sebanyak
persen dari pagu yang dialokasikan pada APBD senilai 17,611 trilyun rupiah. Pada APBD tahun 2013, alokasi terbesar belanja ditujukan untuk belanja hibah, yang mencapai 29,18 persen dari total pagu belanja sebesar 5,139 trilyun rupiah. dengan realisasi sebesar 4,903 trilyun rupiah Kemudian 22,72 persen diperuntukkan membiayai belanja barang dan jasa dengan pagu sekitar 4 trilyun rupiah dan terealisasi sebanyak 3,845 trilyun rupiah. Porsi alokasi berikutnya adalah untuk belanja bagi hasil kepada Provinsi/Kabupaten/Kota dan Pemerintah Desa sebesar 18,73 persen dengan pagu sebesar 3,298 trilyun rupiah dan realisasinya sejumlah 3,081 trilyun rupiah. Pemerintah Provinsi Jawa Timur tidak terbebani dengan kewajiban membayar belanja pegawainya. Hal ini ditunjukkan dengan rasio belanja pegawai yang dapat dinyatakan cukup rendah yaitu 15,71 persen atau nilai pagu sebesar 2,767 trilyun rupiah dengan realisasi belanja pegawai yang terserap sebesar 2,698 trilyun rupiah. Porsi alokasi terakhir adalah belanja modal yang dianggarkan 7,09 persen dari pagu belanja dengan nilai 1,248 trilyun rupiah dapat diserap 1,175 trilyun rupiah.
Pada tahun 2013, jumlah pendapatan yang direncanakan oleh seluruh
Kabupaten/Kota di Jawa Timur sebesar 56,941 trilyun rupiah. Hingga
tanggal 31 Desember 2013 target tersebut dapat dilampaui karena jumlah pendapatan yang berhasil dikumpulkan mencapai sebanyak 57,529 trilyun rupiah atau 101,03 persen. Untuk belanja, tahun 2013 disediakan pagu sebesar 62,656 trilyun rupiah dengan capaian realisasi pada akhir tahun anggaran hanya sebesar 88,98 persen dengan nilai 55,751 trilyun rupiah.
Secara keseluruhan, Kabupaten/Kota di Jawa Timur masih mengandalkan
Dana Perimbangan sebagai sumber pendapatannya. 65,27% pendapatan
belanja pegawainya. Hanya terdapat 8 daerah yang mengalokasikan belanja
pegawai kurang dari 50% yaitu Kota Surabaya, Kabupaten Gresik, Kota Batu, Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Sidoarjo, Kota Blitar dan Kota Malang. Daerah yang mengalokasikan belanja pegawai paling besar adalah Kabupaten Ponorogo yaitu sebanyak 66,55%.
Perubahan anggaran yang semula direncanakan defisit kemudian
realisasinya menjadi surplus dapat dilihat dari sisi positif maupun negatif.
Apakah hal tersebut dapat dianggap sebagai suatu prestasi tergantung bagaimana pemahaman terhadap proses penganggaran. Pelampauan target pendapatan dapat diartikan positif karena menunjukkan upaya Pemerintah Daerah untuk mengoptimalkan pendapatannya, namun dapat pula dilihat dari sisi negatif karena menunjukkan kelemahan Pemerintah Daerah dalam mengetahui potensi riil pendapatan yang akan diterimanya. Selain itu, pelampauan target pendapatan juga menimbulkan pertanyaan apakah target sengaja disusun lebih rendah sehingga target pencapaian realisasi dapat terwujud. Selanjutnya apabila surplus lebih banyak disebabkan oleh rendahnya penyerapan belanja khususnya belanja barang dan jasa maka hal tersebut perlu mendapat perhatian dari Pemerintah Daerah yang bersangkutan untuk melakukan evaluasi atas proses penganggaran yang telah dilakukan.
Adanya surplus dan pembiayaan netto pada APBD Kabupaten/Kota di
Jawa Timur TA 2013 menyebabkan terbentuknya SILPA di seluruh daerah
pada akhir tahun dengan nilai total sebesar 7,227 trilyun rupiah. SILPA
tertinggi terdapat pada APBD Kota Surabaya dengan nilai 977,074 trilyun rupiah dan sebaliknya nilai SILPA terendah dimiliki oleh Kabupaten Banyuwangi sejumlah 25,748 milyar rupiah. Terbentuknya SILPA dari tahun ke tahun pada seluruh daerah menunjukkan adanya kecenderungan daerah untuk sengaja membentuk
reserve berupa SILPA yang dapat digunakan sebagai sumber pembiayaan di tahun
Realisasi pendapatan negara Tahun Anggaran 2013 di Jawa Timur
sebesar Rp 161.859.679.620.996 atau 186.33 persen dari estimasi
pendapatan negara APBN sebesar Rp 86.867.120.754.935-. Dari sisi
pendapatan, selama kurun waktu tahun 2011 – 2013 jumlah pendapatan negara mengalami peningkatan. Pendapatan negara yang paling dominan adalah pendapatan dari sektor pendapatan pajak. Peningkatan jumlah pendapatan pada tahun anggaran 2011 dan 2013 cukup signifikan mencapai 23,61 persen dari Rp.111.252.557.903.562,- menjadi 137.518.501.771.566,- pada tahun 2012 dan 10,24persen dari Rp.137.518.501.771.566,- menjadi Rp.151.599.507.451.881,- pada tahun 2013.
Belanja pemerintah pusat tahun 2013 sebesar 91, 21 persen atau Rp.
Rp.35.614.944.389.000,- dari pagu yang tersedia yaitu sebesar
Rp.38.315.535.995.000,-. Sedangkan target realisasi belanja negara pada APBN
sampai dengan TA 2013 ditarget sebesar 95 persen, yang berarti realisasi belanja APBN untuk kementerian dan lembaga yang ada di Provinsi Jawa Timur tidak mencapai target yang ditentukan. Dari keseluruhan belanja pemerintah pusat tersebut, penyerapan terendah yaitu pada belanja modal yang hanya mencapai 85,00 persen atau Rp.8.511.879.473.917,- dari pagu Rp.10.026.681.804.000,-. Rendahnya tingkat penyerapan belanja pada semester II tidak terlepas dari rendahnya tingkat penyerapan pada semester I tahun 2013, dimana tingkat penyerapan memang mengalami kendala sehingga tingkat penyerapan jauh dibawah target nasional (dari target penyerapan sebesar 40 persen hanya tercapai 31 persen). Hal tersebut disebabkan antara lain masih banyaknya pagu anggaran yang diblokir sehingga satker belum bisa merealisasikan DIPA nya, ditundanya proses revisi DIPA terkait adanya pemotongan pagu DIPA di kementerian lembaga, terlambatnya penunjukan pejabat perbendaharaan dan tidak adanya SDM yang berkompeten di bidang keuangan.
Sebagai stimulus, tingkat penyerapan di Provinsi Jawa Timur yang
menumpuk di akhir tahun, Dari capaian realisasi anggaran sebesar 91,21
persen tersebut, dilihat dari tingkat penyerapan per fungsi agak disayangkan karena masih terdapat beberapa fungsi yang penyerapannya di bawah standar nasional seperti fungsi ekonomi, fungsi lingkungan hidup dan fungsi pendidikan.
1.
PERKEMBANGAN INDIKATOR
1.1.
Pertumbuhan Ekonomi
Selama tahun 2013 Jawa Timur mencatat pertumbuhan ekonomi sebesar
6,55 persen. Angka ini lebih lambat dibanding tahun 2011 (7,22 persen) dan
tahun 2012 (7,27 persen). Meski lebih lambat dibandingkan pertumbuhan 2 tahun
sebelumnya, pertumbuhan Jawa Timur tercatat di atas rata-rata pertumbuhan
nasional (5,78 pesen). Bahkan selama lima tahun terakhir, angka pertumbuhan
ekonomi Jawa Timur selalu berada di atas pertumbuhan ekonomi nasional.
Grafik 1.1: Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur dan Nasional (%)
4.55
6.10 6.50 6.23 5.78
5.01
6.68 7.22 7.27 6.55
-2.00 4.00 6.00 8.00
2009 2010 2011 2012 2013
Nasional Jawa Timur
Sumber: BPS RI dan BPS Jawa Timur
Di antara 6 provinsi di pulau Jawa, selama tahun 2013 Provinsi Jawa
Timur mencatat pertumbuhan ekonomi tertinggi dibandingkan dengan 5
provinsi lainnya. Dengan pertumbuhan sebesar 6,55 %, pertumbuhan Jawa
Timur lebih tinggi dari pada provinsi DKI Jakarta (6,11%). Disusul dengan Jawa
Barat (6,06 %), Banten (5,86%), Jawa Tengah (5,80%), dan terakhir DI Yogyakarta
(5,40%).
Provinsi Jawa Timur merupakan provinsi dengan penyumbang terbesar
kedua bagi perekonomian Indonesia. Dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi
antar provinsi di pulau Jawa, Jawa Timur merupakan kontributor terbesar ke dua
bagi perekonomian Indonesia. Kontribusi PDRB provinsi Jawa Timur terhadap PDB
dengan provinsi DKI Jakarta (sebesar 16,40 persen pada tahun 2012 menjadi 15,02
persen pada tahun 2013).
Tabel 1.1: Pertumbuhan Ekonomi Tahun 2013 dan Kontribusi PDRB 6 Provinsi di Pulau Jawa (%)
Sumber: BPS
Secara sektoral perolehan PDRB Semester II tumbuh positif dibandingkan Semester I kecuali sektor Pertanian. Pada triwulan IV tahun 2013 nilai total
PDRB atas dasar harga konstan Jawa Timur sebesar Rp 106,024 Trilyun lebih
rendah dari pada nilai total pada triwulan III yang mencapai Rp 106,972 Trilyun.
Walaupun lebih rendah dibandingkan Triwulan III, nilai total PDRB triwulan IV lebih
tinggi dibanding Triwulan I (Rp.101, 592 Trilyun) maupun Triwulan III (Rp.104,838
Trilyun). Pencapaian pertumbuhan ekonomi yang cukup baik ini seiring dengan
beberapa fenomena ekonomi di Jawa Timur yang cukup menggembirakan dan
kondisi perekonomian domestik yang cukup kondusif yang ditandai dengan
meningkatnya kegiatan investasi dan perdagangan antar pulau serta bertepatan
dengan kegiatan Hari Raya Idul Adha, Hari Raya Natal dan Tahun Baru 2013,
liburan akhir tahun, serta penyerapan anggaran akhir tahun oleh Pemerintah
Provinsi Jawa Timur dan seluruh Pemerintah Kabupaten/Kota se- Jawa Timur serta
pembangunan beberapa infrastruktur jalan tol, apartemen, perumahan dan sektor
informal.
Melambatnya pertumbuhan ekonomi pada Sektor Pertanian. Bila dilihat
secara sektoral, semua sektor tumbuh positif kecuali sektor pertanian yang tumbuh
atau bersamaan dengan waktunya musim tanam khususnya subsektor tanaman
bahan makanan, sehingga beberapa subsektor mengalami pertumbuhan negatif
yaitu: subsektor tanaman bahan makanan 29,76 persen), subsektor perkebunan
(-36,32 persen), subsektor kehutan (-21,74 persen) dan subsektor perikanan (-3,41
persen).
Tabel 1.2: PDRB Harga Konstan Jawa Timur Menurut Lapangan Usaha Tahun 2013 (Juta Rupiah)
Sumber : BPS Jawa Timur, data diolah
Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran menjadi sektor dengan
perolehan PDRB terbesar. Dari sembilan sektor lapangan usaha PDRB, sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran merupakan sektor dengan perolehan PDRB
terbesar yaitu sebesar Rp.139,431 Trilyun (33,24 persen dari total PDRB).
Pertumbuhan sektor ini sejalan dengan meningkatnya konsumsi swasta. Sektor
Industri Pengolahan merupakan sektor terbesar kedua dengan perolehan PDRB
sebesar Rp.103, 497 Trilyun (24,68 persen dari total PDRB). Disusul berturut-turut
sektor Pertanian (13,19 persen), sektor Jasa (8,51 persen), sektor Pengangkutan
dan komunikasi (8,07 persen), sektor keuangan, persewaan, dan jasa (5,59
persen), sektor Bangunan (3,34 persen), sektor pertambangan dan penggalian
Grafik 1.2: Komposisi PDRB Jawa Timur Tahun 2013 Menurut Lapangan Usaha
Sumber: BPS Jawa Timur
PDRB dari sisi Penggunaan, semua sektor mengalami pertumbuhan dari
triwulan ke triwulan. Sektor konsumsi rumah tangga memberikan kontribusi
tertinggi dalam PDRB. Dengan kontribusi tahunan sebesar 70 persen, hal ini
mengindikasikan pendapatan masyarakat yang meningkat. Bersamaan dengan
momen lebaran pada triwulan III dan momen natal pada triwulan IV, konsumsi
rumah tangga tumbuh tinggi. Sementara Sektor Pembentukan Modal Tetap Bruto
dengan kontribusi sebesar 18,12 persen dari total PDRB, kenaikan pertumbuhannya
antara lain didorong adanya segmen bisnis perhotelan sehingga pembangunan hotel
terutama di kota-kota besar di Jawa Timur terus berjalan. Kontribusi masing-masing
sektor PDRB menurut Penggunaan telihat pada tabel di bawah. Jumlah total PDRB
adalah keseluruhan jumlah dari sektor PDRB dengan dikurangi sektor Impor.
Tabel 1.3: PDRB Jawa Timur Atas Dasar Harga Konstan Menurut Penggunaan Tahun 2013
Sumber: BPS Jawa Timur, data diolah
Pertanian
101,592,875.86 104,838,963.18 106,972,443.95 106,024,162.72 419,428,445.71 100.00
1.2.
Inflasi
Inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan
terus-menerus (kontinu) berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat
disebabkan oleh berbagai faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi
atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat adanya ketidaklancaran
distribusi barang. Inflasi merupakan proses dari suatu peristiwa, bukan
tinggi-rendahnya tingkat harga. Artinya, tingkat harga yang dianggap tinggi belum tentu
menunjukan inflasi. Inflasi merupakan indikator untuk melihat tingkat perubahan,
dan dianggap terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara terus-menerus
dan saling mempengaruhi.
Efek domino dari kenaikan harga bahan bakar minyak memicu tingginya
tingkat inflasi. Kenaikan harga premium dari Rp. 4.500 menjadi Rp. 6.500 dan
Solar dari Rp.4.500 naik menjadi Rp. 5.500 telah diberlakukan pemerintah sejak
tanggal 22 Juni 2013. Bertepatan dengan bulan Ramadhan dan menjelang hari raya
Idul Fitri 1434 Hijriyah, kenaikan harga bahan bakar minyak ini berdampak pada
naiknya tarif transportasi dan harga komoditas lainnya sehingga memicu tingginya
inflasi.
Selama tahun 2013, inflasi tertinggi terjadi pada bulan Juli. Dari hasil
pemantauan/pendataan harga barang dan jasa yang dilakukan oleh Badan Pusat
Statistik (BPS) di tujuh kota di provinsi Jawa Timur yaitu Surabaya, Malang, Kediri,
Jember, Sumenep, Probolinggo, dan Madiun, diketahui bahwa angka inflasi pada
bulan Juli mencapai 2,96 persen. Akan tetapi angka ini masih di bawah angka inflasi
nasional yang sebesar 3,29 persen. Sedangkan pada bulan Agustus angka inflasi
provinsi Jawa Timur sebesar 0,97 persen. Angka ini merupakan angka inflasi
tertinggi ke dua selama semester II tahun 2013. Tingginya angka inflasi ini
dikarenakan masih pada momen Hari Raya Idul Fitri dan melemahnya nilai Rupiah.
makanan sebesar 1,56 persen, kelompok transpor-komunikasi-jasa keuangan
sebesar 0,50 persen, kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau
sebesar 0,38 persen, kelompok perumahan, air, listrik, gas, bahan bakar sebesar
0,34 persen, kelompok kesehatan sebesar 0,31 persen, dan kelompok sandang
sebesar 0,21 persen.
Grafik 1.3: Laju Inflasi Bulanan Prov Jawa Timur dan Nasional Tahun 2013 (%)
Sumber: BPS Jawa Timur
Kumulatif inflasi tahun 2013 di 7 kota IHK di Jawa Timur lebih rendah
dibandingkan nasional. Selama tahun 2013 kumulatif inflasi Jawa Timur 2013
adalah sebesar 7,59 persen, lebih rendah bila dibanding kumulatif Nasional 8,38
persen. Sedangkan kumulatif inflasi di 7 kota di Jawa Timur selama tahun 2013,
inflasi tertinggi terjadi di kota Kediri sebesar 8,05 persen, disusul berturut-turut
Probolinggo sebesar 7,98 persen, Malang 7,92 persen, kota Surabaya dan Madiun
masing-masing sebesar 7,52 persen, Jember 7,21 persen, dan inflasi terendah
terjadi di Sumenep 6,62 persen. Tingginya inflasi di kota Kediri dipengaruhi oleh
komoditas bensin yang mengalami inflasi sebesar 43,29 persen, yang memberi
sumbangan inflasi 1,79 persen. Komoditas bawang merah mengalami inflasi 129
persen dengan sumbangan inflasi 0,52 persen. Komoditas beras mengalami inflasi
6,32 persen dengan sumbangan inflasi 0,42 persen. Dari kelompok transportasi,
komoditas angkutan antar kota mengalami inflasi 39,51 persen dengan sumbangan
inflasi sebesar 0,30 persen. Sedangkan rendahnya inflasi di Sumenep karena
mengalami deflasi sebesar 7,60 persen dengan sumbangan deflasi 0,06 persen.
Daging ayam ras mengalami deflasi sebesar 4,76 persen dengan sumbangan deflasi
sebesar 0,05 persen.
Grafik 1.4: Kumulatif Inflasi di 7 kota di Jawa Timur Tahun 2013 (%)
0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00
9.00 8.38 7.59 7.52 7.52 7.98 7.92 8.05
6.62 7.21
Sumber: BPS Jawa Timur
Kelompok pengeluaran Bahan Makanan menjadi penyumbang inflasi
tertinggi. Berdasarkan kelompok pengeluarannya, inflasi terbesar terjadi pada
kelompok Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan sebesar 12,60 persen.
Diikuti kelompok bahan makanan mengalami inflasi sebesar sebesar 11,79 persen,
kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau mengalami inflasi sebesar
6,19 persen, kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar mengalami
inflasi sebesar 5,85 persen, kelompok kesehatan mengalami inflasi sebesar 3,85
persen, dan kelompok pendidikan, rekreasi dan olah raga sebesar mengalami inflasi
terendah sebesar 3,27 persen. Sedangkan kelompok sandang mengalami deflasi
sebesar 1,56 persen. Karena bobot yang berbeda dari tiap kelompok pengeluaran,
maka kelompok bahan makanan menjadi penyumbang inflasi terbesar (2,71 persen)
walaupun secara tingkat inflasi berada pada peringkat kedua. Sedangkan kelompok
Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan memberi sumbangan inflasi terbesar
ke dua (2,15 persen). Diikuti berturut-turut kelompok Perumahan dengan
sumbangan inflasi sebesar 1,23 persen, Makanan jadi, Minuman, rokok sebesar 1,15
Tabel 1.4: Inflasi dan Sumbangan Inflasi Berdasarkan Kelompok Pengeluaran Jawa Timur Tahun 2013 (%)
Sumber: BPS Jawa Timur
Jika dilihat dari komoditi, bensin memberi sumbangan inflasi terbesar. Sedangkan dilihat dari komoditinya, inflasi sepanjang tahun 2013 sangat
dipengaruhi oleh naiknya harga sepuluh komoditas yang memberikan sumbangan
terbesar terhadap terjadinya inflasi yaitu komoditas bensin, tarip listrik, bawang
merah, angkutan dalam kota, beras, daging sapi, rokok kretek filter, daging ayam
ras, tukang bukan mandor, dan kelapa. Dengan tingkat inflasi sebesar 42,90 persen,
komoditi bensin menyumbang angka inflasi sebesar 1,34 persen. Tarif listrik
mengalami inflasi sebesar 14,58 persen, dengan sumbangan inflasi 0,39 persen.
Komoditas bawang merah mengalami inflasi 114,30 persen, dengan sumbangan
inflasi sebesar 0,36 persen. Angkutan dalam kota mengalami inflasi 31,34 persen
dengan sumbangan inflasi 0,34 persen. Beras mengalami inflasi 6,43 persen dengan
sumbangan inflasi sebesar 0,33 persen. Daging sapi mengalami inflasi 16,17 persen
dengan sumbangan 0,25 inflasi. Sedangkan komoditas rokok kretek filter, daging
ayas ras, tukang bukan mandor, dan komoditas kelapa masing-masing mengalami
inflasi sebesar 8,28 persen, 13,19 persen, 10,54 persen, dan 51,37 persen,
masing-masing ikut andil dengan sumbangan inflasi sebesar 0,19 persen, 0,15 persen, 0,15
persen, dan 0,13 persen.
No
Jenis Barang/Jasa
Inflasi
Sumbangan
1 Bahan Makanan
11.79
2.71
2 Mak jadi, min, rokok
6.19
1.15
3 Perumahan
5.85
1.23
4 Sandang
-1.56
-0.11
5 Kesehatan
3.85
0.18
6 Pend Rekreasi & O.R.
3.27
0.28
Grafik 1.5: Inflasi dan Sumbangan Inflasi berdasarkan Komoditas Jawa Timur Tahun 2013 (%)
Sumber: BPS Jawa Timur
1.3.
Gini Ratio
Gini ratio mencerminkan ketimpangan distribusi pendapatan masyarakat.
Salah satu tujuan dari kebijakan fiskal yang pro poor dan pro job adalah
meningkatkan pendapatan masyarakat menengah ke bawah yang akhirnya akan
mendorong pertumbuhan ekonomi daerah yang inklusif dan merata. Gini ratio (GR)
adalah rasio dari suatu ukuran kemerataan, di mana rasio ini digunakan untuk
mengukur tingkat ketimpangan pendapatan secara menyeluruh, dan sering dipakai
untuk mengukur ketimpangan pendapatan rakyat suatu Negara atau daerah. Nilai
Gini ratio terletak antara nol sampai dengan satu. Suatu distribusi pendapatan
dikatakan makin merata bila nilai GR mendekati nol (0), sedangkan makin tidak
merata suatu distribusi pendapatan maka nilai GR-nya makin mendekati satu. Dapat
pula dikatakan Bila GR = 0, ketimpangan pendapatan merata sempurna, artinya
setiap orang menerima pendapatan yang sama dengan yang lainnya. Bila GR = 1
artinya ketimpangan pendapatan timpang sempurna atau pendapatan itu hanya
diterima oleh satu orang atau satu kelompok saja. Nilai GR = 0 atau GR = 1 tidak
pernah ditemui di suatu negara.
provinsi Jawa Timur pada tahun 2013 tercatat sebesar 0,364. Angka ini merupakan
angka terendah dibandingkan angka Nasional (0,413) dan lima provinsi lainnya di
pulau Jawa. Hal ini menunjukkan adanya indikasi positif yang artinya ketimpangan
pendapatan masyarakat Jawa Timur lebih kecil dibanding lima provinsi lain, atau
pendapatan masyarakat Jawa Timur lebih merata dibanding lima provinsi lain di
Jawa dan Nasional. Prestasi Jawa Timur ini telah diraih selama empat tahun
berturut-turut dari tahun 2010 hinga 2013.
Distribusi pendapatan masyarakat Jawa Timur tahun 2013 tidak lebih
baik dibandingkan tahun 2012. Nilai GR provinsi Jawa Timur tahun 2013 sedikit
lebih tinggi dibandingkan tahun 2012 sebesar 0,004 poin yaitu nilai GR tahun 2012
sebesar 0,360, lebih tinggi daripada GR pada tahun 2010 sebesar 0,024 poin yaitu
nilai GR tahun 2010 sebesar 0,340. Angka GR tahun 2013 ini juga masih jauh lebih
tinggi bila dibanding tahun 2007 hingga 2009. Hal ini menjadi tugas bersama
pemerintah agar pembangunan yang dilakukan dapat mendorong distribusi
pendapatan yang lebih baik lagi.
Kotak 1.1: Jatim Pro Poor-Pro Growth
Pemerintah Provinsi Jawa Timur dalam empat tahun terakhir berhasil mengangkat 1,7
juta orang dari garis ke-miskinan. Dari total 6.022.590 orang (16,68 per-sen) pada
Maret 2009 men-jadi hanya 4.865.820 orang atau 12,73 persen pada Sep-tember 2013
(Sumber: BPS).
Bila dirata-rata melalui se-rangkaian program kerja-nya, Pemerintah Provinsi Jawa
Timur berhasil mengu-rangi tingkat kemiskinan satu persen tiap tahunnya. Akan tetapi
hal tersebut belum menjadi suatu prestasi besar karena masih ada orang de-ngan
kategori sangat miskin dengan pendapatan kurang dari USD 1 (Rp 12 ribu) per-harinya.
Data statistik me-nunjukkan masih ada sekitar 400 ribu orang yang tergo-long sangat
miskin. Juga ma-sih ada sekitar 4,2 juta lain-nya yang berada di ambang kemiskinan.
Dalam Ran-cangan Pembangunan Jang-ka Menengah Daerah (RP-JMD) 2014-2019
dilakukan strategi pemberantasan kemiskinan yang menjadikan Jawa Timur berbeda
dari provinsi lainnya. Yakni tidak hanya sekedar mengadopsi teori ekonomi saja akan
tetapi juga mengem-bangkannya sesuai dengan karakter budaya yang berkembang di
Jawa Timur. Hal tersebut di-lakukan karena selama ini skema dari teori ekonomi yang
dikembangkan memang diatas kertas cukup bagus, namun secara praktik gagal,
terus menerus diajak ber-dialog dan diajak maju. Prin-sip lebih baik memberi kail
ke-timbang ikan tidak bisa lang-sung berjalan efektif. Di Jawa Timur member kail saja tidak
cukup tetapi juga harus mela-kukan pendampingan dan mem-beritahu bagaimana
memancing yang baik.
Hal tersebut di atas terjadi karena ada dua problem, yang pertama adalah mental
kultur dan yang kedua adalah askes permodalan. Untuk mental kultur, banyak
masyarakat yang sudah merasa puas dengan hi-dupnya, walau secara kategori masih
tergolong miskin, se-hingga mereka tidak mem-punyai keinginan untuk mening-katkan
penghasilannya. Se-dangkan untuk persoalan akse-sabilitas permodalan akan
dila-kukan dua cara untuk menga-tasinya. Uang pertama ada-lah pendirian Bank UMKM
dan yang kedua adalah memberikan akses modal untuk masyarakat yang rata-rata
belum bankable. Dengan skema ini maka se-jumlah faktor yang membuat rakyat terlilit
kemiskinan bisa dihilangkan. Bila skema ini ber-hasil, maka nantinya diharap-kan
muncul banyak UMKM di Jawa Timur. Skema yang dibentuk ini perlahan-lahan sudah
menunjukkan hasil. Hal ini ditunjukkan bahwa UMKM pada tahun 2013 menjadi salah
satu struktur ekonomi yang paling kuat di Jawa Timur dengan total 6.825.931 UMKM
menyerap 11.117.439 tenaga kerja.
(Sumber : Jawa Pos)
Grafik 1.6: Gini ratio 6 Provinsi di Pulau Jawa dan Nasional Tahun 2007-2013
Sumber: BPS Indonesia
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
1.4.
Ketenagakerjaan
Tingkat Pengangguran Terbuka mengalami kenaikan. Kondisi tenaga kerja di
Jawa Timur pada Agustus 2013 menunjukkan adanya kenaikan jumlah angkatan
kerja sebanyak 41 ribu orang dibanding keadaan Februari 2013, naik sebanyak 236
ribu orang dibanding keadaan setahun lalu (Agustus 2013). Tingkat Partipasi
Angkatan Kerja (TPAK) Agustus 2013 mengalami penurunan 0,2 persen
dibandingkan periode Maret 2013, akan tetapi naik 0,3 persen dibanding Agustus
2012. Sementara Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada Agustus 2013
menunjukkan adanya kenaikan dibandingkan periode sebelumnya, baik periode
Februari 2012, Agustus 2012, maupun Februari 2013. Kenaikan TPT dikarenakan
sebagian dunia usaha mencoba melakukan efisiensi dengan mengurangi jumlah
tenaga kerja yang digunakan. Banyaknya unjuk rasa buruh untuk menuntut
kenaikan upah minimum menyebabkan sentimen negatif tentang jaminan
keamanan dan investasi biaya tinggi yang akhirnya menyebabkan investor
memindahkan investasinya ke tempat lain.
Tabel 1.5: Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Utama Provinsi Jawa Timur Tahun 2012-2013 (juta orang)
Sumber: BPS Jawa Timur
Meski terjadi penurunan, Sektor Pertanian masih menjadi sektor dengan penyerapan tenaga kerja terbesar. Struktur lapangan pekerjaan hingga
Agustus 2013 masih didominasi sektor Pertanian, Perdagangan, Jasa
Kemasyarakatan, dan sektor Industri Pengolahan yang menjadi penyumbang
terbesar penyerapan tenaga kerja di Jawa Timur. Jika dibandingkan dengan
Februari
Agustus Februari Agustus
1 Angkatan Kerja 19,831 19,901 20,096 20,137
- Bekerja 19,012 19,081 19,291 19,266
- Penganggur 819 820 805 871
2 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (%) 69,55 69,62 70,12 69,92
3 Tingkat Pengangguran Terbuka (%) 4,14 4,12 4,00 4,33
2012
2013
Indikator Ketenagakerjaan
keadaan Agustus 2012, maka hanya sektor Perdagangan dan sektor Jasa
Kemasyarakatan mengalami kenaikan penyerapan tenaga kerja. Sedangkan empat
sektor yang lain mengalami penurunan. Penyerapan tenaga kerja dari sektor
Pertanian mengalami penurunan dari tahun 2011 sebesar 7,520 juta orang menjadi
7,472 juta orang pada tahun 2012 dan 7,214 juta orang pada tahun 2013. Sektor
Industri Pengolahan dengan penyerapan tenaga kerja tahun 2011 sebanyak 2,665
juta orang, pada tahun 2012 mengalami kenaikan menjadi menjadi 2,834 juta
orang, akan tetapi kembali mengalami penurunan pada tahun 2013 menjadi 2,774
juta orang. Sektor Konstruksi pun mengalami penurunan dari tahun 1,251 juta
orang pada tahun 2012 turun sebesar 205 ribu orang pada tahun 2013 menjadi
1,046 juta orang. Penurunan pada Sektor Konstruksi ini karena bertepatan dengan
bulan Agustus 2013 adalah hari raya lebaran, mereka adalah pekerja bebas yang
tidak bekerja karena masih libur lebaran.
Grafik 1.7: Penyerapan Tenaga Kerja Per Sektor diJawa Timur Tahun 2011-2013 (juta orang)
Sumber: BPS Jawa Timur, data diolah
Tingkat Penggangguran Terbuka Jawa Timur lebih rendah dibandingkan
Nasional. Bila dibanding dengan lima provinsi lain di pulau Jawa, provinsi Jawa
Timur dengan TPAK sebesar 69,92 persen, menjadi provinsi dengan TPAK terbesar
kedua setelah provinsi Jawa Tengah. Dengan TPT sebesar 4,33 persen, Jawa Timur
7,520.07 7,472.20 7,214.22
2,665.47 2,834.94 2,774.50
1,158.53 1,251.74
1,046.96
3,908.29 3,834.31 4,047.44
2,458.84 2,492.98 3,010.92
17,711.20 17,886.17 18,094.04
-menjadi provinsi ke dua TPT terkecil setelah DI Yogyakarta. TPT Jawa Timur juga
lebih baik dari TPT Nasional sebesar 6,25 persen.
Grafik 1.8: TPAK dan TPT 6 provinsi di pulau Jawa Agustus 2013 (%)
Sumber: BPS Indonesia
Mayoritas tenaga kerja di Jawa Timur adalah tenaga kerja kurang
terdidik. Penyerapan tenaga kerja di Jawa Timur hingga tahun 2013 masih
didominasi oleh perkerja berpendidikan rendah, yaitu SD ke bawah. Meski demikian,
persentase penyerapan tenaga kerja dari pendidikan rendah menunjukkan sedikit
penurunan dari tahun ke tahun. Bila pada tahun 2011 sebesar 55,05 persen, tahun
2012 sebesar 54,48 persen, dan tahun 2013 menjadi 53,25 persen. Sedangkan
penyerapan tenaga kerja terdidik dari perguruan tinggi, meski mengalami sedikit
kenaikan, hanya 7,04 persen dari angkatan kerja menikmati pendidikan sekolah
pasca Sekolah Menengah Atas.
Grafik 1.9: Tingkat Penyerapan Tenaga Kerja Menurut Tingkat Pendidikan Jawa Timur Tahun 2011-2013 (%)
Kotak 1.2: Kabupaten Pamekasan Dorong Pemuda Berwirausaha
Kabupaten Pamekasan, Pulau Madura, Jawa Timur, mendorong kelompok pemuda di wilayah itu untuk berwirausaha, sebagai upaya untuk menciptakan pengusaha mandiri dalam rangka memperkuat perekonomian masyarakat di wilayah itu. Kemajuan sebuah daerah, salah satunya ditandai dengan banyaknya kelompok wirausahawan, disamping pesatnya perkembangan usaha kecil.
Selama ini, cita-cita kaum muda kebanyakan ingin menjadi pegawai pegawai negeri sipil (PNS). Padahal ketersediaan lapangan kerja di bidang ini sangat terbatas. Tidak mungkin semua pemuda nantinya menjadi PNS. Disamping kebutuhannya sangat terbatas, juga menggantungkan harapan hanya pada satu pekerjaan akan menimbulkan banyak
pengangguran. Sementara itu, masih banyak peluang yang tak tergarap dan membutuhkan banyak tenaga trampil.
Peluang wirausaha selama ini belum tergarap secara maksimal. Untuk Pemerintah Kabupaten Pamekasan mendorong agar kalangan pemuda di Pamekasan bisa
memanfaatkan secara maksimal untuk bergerak di bidang wirausaha. Bidang wirausaha sebagai salah satu dari tiga periorotas Pemkab Pamekasan untuk memperkuat
perekonomian masyarakat selain pendidikan dan kesejahteraan rakyat.
Apabila banyak kalangan pemuda yang mulai menekuni bidang wirausaha ini, maka pengangguran jelas akan banyak yang terserap. Selain ini, mereka akan lebih mandiri, karena tidak akan menggantungkan harapan pada satu pekerjaan saja.
Untuk meningkatkan peran pemuda dalam bidang wirausaha, Pemerintah Kabupaten Pamekasan telah bekerja sama dengan Universitas Ciputra Surabaya memberikan pelatihan kewirausahaan secara berkala kepada kalangan pemuda di Kabupaten Pamekasan.
Sebanyak 93 orang pemuda talah melakukan studi banding ke salah satu pengusaha makanan ringan yang sukses
Pemerintah Kabupaten Pamekasan akan menjadi vasilitator untuk menjadikan kalangan pemuda di Pamekasan gemar berwirausaha dan menjadikan program wirausaha sebagai program perioritas Pemkab Pamekasan.untuk mengentaskan kemiskinan dan tingkat pengangguran.
(Sumber: Antara, Jatim)
1.5.
Kemiskinan
Garis kemiskinan dipergunakan sebagai suatu batas untuk
mengelompokkan penduduk menjadi miskin atau tidak miskin. Kemiskinan
dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan
dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Penduduk
miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di
Maret 2013 sebesar Rp 257.510,- per kapita per bulan, meningkat pada periode
September 2013 sebesar Rp 16.248 per kapita per bulan menjadi Rp 273.758 per
kapita per bulan. Peningkatan garis kemiskinan ini salah satunya dipengaruhi oleh
inflasi di Jawa Timur.
Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, angka kemiskinan selalu
mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Jika pada tahun 2008 jumlah penduduk miskin Jawa Timur mencapai 7,019 juta jiwa (18,51 persen dari jumlah
penduduk), pada Susenas bulan Maret 2013 sebanyak 4,771 juta jiwa dinyatakan di
bawah garis kemiskinan (12,55 persen dari jumlah penduduk). Penurunan angka
kemiskinan ini menunjukkan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Hal ini juga
menunjukkan kinerja positif dari perekonomian Jawa Timur.
Tingkat kemiskinan pada bulan September lebih tinggi dibandingkan
bulan Maret. Selama periode Maret-September 2013, persentase penduduk
miskin mengalami kenaikan sebesar 0,18 poin dari 12,55 persen menjadi 12,73
persen. Kenaikan selama satu semester ini ditunjukkan dengan jumlah penduduk
miskin pada bulan Maret 2013 sebanyak 4,771 juta jiwa menjadi 4,865 juta jiwa.
Kenaikan jumlah penduduk miskin ini diduga sebagai efek domino dari kenaikan
harga BBM yang ditetapkan pemerintah, yang mempengaruhi daya beli penduduk
miskin. Walaupun terjadi kenaikan angka kemiskian pada keadaan September 2013,
jika dibandingkan dengan bulan September 2012 maka terlihat bahwa terjadi
penurunan persentase penduduk miskin pada bulan September 2013 sebesar 0,35
poin dari 13,08 persen menjadi 12,73 persen. Perkembangan tingkat kemiskinan
Grafik 1.10: Perkembangan Kemiskinan di Jawa Timur Tahun 2008-2013
Sumber: BPS Jawa Timur, data diolah
Penurunan tingkat kemiskinan terjadi merata baik di daerah perdesaan
maupun perkotaan. Dari tahun ke tahun tingkat kemiskinan di daerah perdesaan
selalu lebih besar dibandingkan daerah perkotaan. Dengan jumlah penduduk yang
lebih sedikit, dalam 6 tahun terakhir tingkat kemiskinan penduduk desa lebih tinggi
dibandingkan penduduk kota. Pada tahun 2008 tingkat kemiskinan daerah desa
mencapai 23,64 persen, sedangkan daerah kota sebesar 13,15 persen. Tahun 2009
penurunan tingkat kemiskinan yang dialami Jawa Timur membuat tingkat
kemiskinan di perdesaan mencapai 21 persen, sedangkan perkotaan sebesar 12,17
persen. Selanjutnya pada periode September 2012 tingkat kemiskinan di perdesaan
sebesar 16,88 persen, sedangkan perkotaan 8,9 persen. Sementara pada periode
September 2013 penurunan tingkat kemiskinan yang terjadi di perdesaan (16,23
persen) tidak dibarengi dengan perkotaan. Tingkat kemiskinan daerah perkotaan
pada bulan September 2013 tidak berubah dibanding September 2012 yaitu sebesar
Tabel 1.6: Perkembangan Kemiskinan Jawa Timur Tahun 2008-2013
Tingkat kemiskinan Provinsi Jawa Timur lebih tinggi dibandingkan
Nasional. Jika dibandingkan dengan lima provinsi lainnya di pulau Jawa,
persentase penduduk miskin Provinsi Jawa Timur menempati urutan ke tiga setelah
Provinsi DI Yogyakarta (15,03 persen) dan Provinsi Jawa Tengah (14,44 persen).
Sedangkan Provinsi DKI Jakarta (3,72 persen) menjadi provinsi dengan persentase
penduduk miskin terendah di pulau Jawa. Akan tetapi persentase penduduk miskin
Jawa Timur masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan nasional. Bahkan Jawa
Grafik 1.11: Persentase Penduduk Miskin 6 Provinsi di Pulau Jawa dan Nasional Maret dan September 2013 (%)
Sumber: BPS Indonesia, data diolah
1.6.
Pertanian
Indeks Nilai Tukar Petani merupakan salah satu indikator keberhasilan
pembangunan di sektor pertanian. Nilai Tukar Petani (NTP) adalah rasio indeks
harga yang diterima petani dibandingkan dengan indeks harga yang dibayar petani
yang dinyatakan dalam persentase. Semakin tinggi NTP berarti semakin tinggi daya
beli petani di pedesaan dan semakin tinggi pula kesejahteraan petani.
Indeks NTP dengan tahun dasar 2007 diubah menjadi tahun dasar 2012. Mulai Desember 2013, BPS melakukan perubahan tahun dasar dalam penghitungan
NTP, dari tahun dasar 2007 (2007=100) menjadi tahun dasar 2012 (2012=100).
Perubahan ini dilakukan untuk menyesuaikan perubahan/pergeseran pola produksi
pertanian dan pola konsumsi rumah tangga pertanian, serta perluasan cakupan
dalam penghitungan NTP sehingga penghitungan indeks dapat dijaga ketepatannya.
Peningkatan NTP ini didorong oleh Indeks harga yang diterima petani (It) lebih
tinggi dibandingkan dengan Indeks harga yang dibayarkan petani (Ib). Bila pada
semester I secara bulanan Indeks yang diterima petani kurang dari 160, maka
keadaan pada Semester II lebih dari 160 (kecuali bulan Desember). Kenaikan indeks
ini menunjukkan bahwa tingkat harga produk pertanian mengalami kenaikan. Di sisi
lain, Indeks harga yang dibayar petani pun pada Semester II secara bulanan
mengalami sedikit kenaikan dibandingkan Semester I. Kenaikan Indeks ini
menunjukkan bahwa tingkat harga kebutuhan petani, baik biaya produksi,
penambahan barang modal, maupun konsumsi petani terjadi peningkatan.
Grafik 1.12: Perkembangan Pertanian Provinsi Jawa Timur Tahun 2013 (%)
Sumber: BPS, data diolah
Indeks harga yang diterima petani pada triwulan III mengalami kenaikan yang lebih besar dibanding Indeks harga yang dibayar petani. Dari grafik
1.9 di atas terlihat bahwa secara umum Indeks harga yang diterima petani lebih
besar dari Indeks harga yang dibayar petani. Pada bulan Juli, Indeks harga yang
diterima petani mencapai 162,42 dan Indeks yang dibayar sebesar 157,67.
Sedangkan Indeks harga yang diterima petani pada bulan Agustus sebesar 163,38
dan harga yang dibayar petani sebesar 158,70. Pada bulan September kembali
mengalami kenaikan dengan Indeks yang diterima sebesar 164,32 dan Indeks yang
dibayar sebesar 159,22. Meningkatnya kebutuhan masyarakat pada hari raya Idul
Fitri membuat harga pangan cenderung naik, yang berpengaruh pada peningkatan
indeks harga yang diterima petani. Lebih besarnya Indeks yang diterima petani
1
103.35 102.51 101.51 101.91 102.58 102.95 103.01 102.95 103.21 104.26 105.18 104.85
0
Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agt Sept Okt Nov Des
dibandingkan dengan Indeks yang dibayar petani menunjukkan pendapatan petani
lebih tinggi daripada biaya yang dikeluarkan petani.
NTP diperoleh dari perbandingan Indeks harga yang diterima petani
dengan Indeks harga yang dibayar petani. Dari angka indeks di atas,
diperoleh Indeks NTP dari perbandingan angka indeks yang diterima dengan yang
dibayar petani. Sehingga NTP bulan Juli sebesar 103,01, Agustus sebesar 102,95,
dan September sebesar 103,21. Indeks NTP bulanan selama triwulan ini lebih besar
bila dibandingkan dengan angka indeks NTP bulanan selama semester pertama.
Kondisi kenaikan pada triwulan ini disebabkan hasil produksi petani masih relatif
tinggi karena merupakan akhir dari masa panen gadu padi. Selain itu, curah hujan
yang rendah di beberapa wilayah di Jawa Timur membuat panen tembakau
mengalami kenaikan.
Pada triwulan IV terjadi sedikit kenaikan NTP, meski mengalami sedikit
penurunan di akhir tahun. Sedangkan pada triwulan terakhir tahun 2013, NTP
Jawa Timur mengalami kenaikan sehingga pada bulan Oktober indeks NTP sebesar
104,26 dan November sebesar 105,18. Akan tetapi terjadi penurunan NTP pada
bulan Desember menjadi sebesar 104,85. Penurunan sebesar 0,31 persen ini
disebabkan naiknya indeks harga yang dibayar petani lebih besar daripada indeks
harga yang diterima petani. Indeks harga yang diterima petani naik 0,20 persen
sedangkan indeks harga yang dibayar petani naik 0,50 persen. Sementara itu dari 5
provinsi di Pulau Jawa yang melakukan penghitungan NTP yaitu Jawa Timur, Jawa
Tengah, Jawa Barat, DI Yogyakarta, dan Banten seluruhnya mengalami penurunan
NTP pada bulan Desember 2013. Kondisi ini terjadi karena sektor pertanian masih
berada pada musim tanam akibat pergeseran musim karena perubahan cuaca,
sehingga mengakibatkan menurunnya nilai imbal jasa petani dibandingkan dengan
biaya produksi dan konsumsi hidup petani.
Jika dilihat perkembangan NTP masing-masing sub sektor year on year
(Bulan Desember 2013 terhadap Desember 2012), 4 sub sektor mengalami
penurunan NTP yaitu Sub Sektor Tanaman Pangan turun 0,84 persen, Sub Sektor
persen, dan Sub Sektor Perikanan turun 1,24 persen. Sedangkan Sub Sektor
Peternakan naik 3,73 persen.
Grafik 1.13: Perkembangan Sub Sektor Pertanian Provinsi Jawa Timur Desember 2012 dan Desember 2013
Sumber: BPS Jawa Timur, data diolah
Jurus Jawa Timur untuk melindungi Pertanian. Mengingat pentingnya
kedaulatan pangan, Pemerintah Provinsi Jawa Timur member perhatian terhadap
Sektor Pertanian. Di era pasar bebas, untuk melindungi Sektor Pertanian dari
serbuan produk asing, Jawa Timur telah membuat 14 peraturan daerah yang
mendukung kedaulatan pangan dan berpihak kepada sektor pertanian lokal. Salah
satunya, larangan kegiatan membongkar beras impor kecuali beras raskin.
Pemerintah Provinsi Jawa Timur juga memberikan dukungan kepada petani, dalam
bentuk pemberian subsidi biaya angkut untuk komoditas gula, meningkatkan
rendemen gula, dan menentang pembangunan pabrik gula rafinasi. Selain itu,
melakukan efisiensi peralatan pengolahan lahan dengan memberikan bantuan mini
feedmil yang diklaim bisa melakukan efisiensi sebesar 33,3%.
Kotak 1.3: Bendung Import, Banyuwangi Pacu Pengembangan Buah Lokal
Kabupaten Banyuwangi terus menggenjot pengembangan buah lokal. Kabupaten berjuluk
"The Sunrise of Java" ini memang dikenal sebagai salah satu basis hortikultura di Indonesia.
Melihat kenyataan bahwa sejumlah komoditas andalan antara lain buah naga, jeruk, dan
manggis impor saat ini membanjiri pasar Indonesia. Maka Pemerintah Kabupaten
Banyuwangi telah melakukan langkah-langkah proteksi buah lokal, diantaranya dengan
mela-rang buah impor disajikan di wilayah perkantoran Banyu-wangi dan di dalam
acara-acara di lingkungan Pemerintah Kabupaten Banyuwangi. Hal ini di maksudkan agar
pembelian buah lokal meningkat. Diharapkan dengan peningkatan pembelian terhadap buah
lokal akan memacu para petani buah untuk terus mengembang produksinya dan menambah
jenis buah lokal yang dihasilkan. Berbagai cara dilakukan oleh Pemerintah Ka-bupaten
Banyuwangi untuk membantu petani buah lokal mengembangkan usahanya, an-tara lain
dengan memfasilitasi promosi buah lokal hingga ke luar daerah. Infrastruktur pe-nunjang
seperti jalan-jalan di basis hortikultura juga diperbaiki untuk memperlancar distribusi buah
lokal ke luar daerah dan yang tak kalah pentingnya adalah peningkatan nilai tambah
komoditas hortikultura dengan memproduksi produk turunan dari buah segar,
Proteksi buah lokal tersebut dilakukan juga untuk mening-katkan kesejahteraan petani
bu-ah lokal sehingga dapat men-dorong perekonomian daerah. Untuk saat ini buah andalan
yang dikembangkan di Kabu-paten Banyuwangi ada-lah buah naga. Saat ini, luas lahan
per-kebunan buah naga di Banyu-wangi mencapai 678,8 hek-tar. Produktivitas tanaman buah
yang juga di-kenal sebagai buah dewa ini, perhektarnya menca-pai 30 ton. Produksi buah
naga pada 2013 mencapai 20.364 ton, meningkat dibanding 2012 sebesar 12.936 ton.
Buah naga asal Banyuwangi tersebut telah memenuhi pasar Surabaya, Jakarta, dan Bali.
Besarnya produksi buah naga itu juga mampu mendongkrak pendapatan petani. Ditambah,
harga buah naga di pasaran lebih terkontrol karena buah naga lebih tahan lama jika
dibandingkan dengan komoditas lain seperti cabai atau tomat. .
Selain buah naga produksi komoditas lain seperti jeruk juga meningkat pesat. Pada 2012,
produksi jeruk mencapai 140.602 ton, lalu meningkat pesat menjadi 222.804 ton pada 2013.
Pemerintah Kabupaten Banyuwangi sendiri mempunyai target agar komoditas hor-tikultura
lokal harus dapat men-jadi juara di daerahnya dalam konteks penguatan petani da-erah,
Untuk mewujudkan target tersebut maka saat ini Kabupaten Banyuwangi merupakan garda
terdepan untuk proteksi buah lokal.
1.7.
Ulasan Perkembangan Ekonomi Jawa Timur
Sebagai salah satu provinsi terkaya di Indonesia dengan pertumbuhan
ekonomi tertinggi di antara provinsi lainnya di Pulau Jawa, pada tahun
2013 Provinsi Jawa Timur mencatat PDRB perkapita mencapai Rp 29,62 juta (PDRB
Rp 1.136.326,87 Miliar serta jumlah penduduk proyeksi BPS sebesar 38,363 juta
jiwa). Dengan pertumbuhan ekonomi lebih tinggi dibandingkan Nasional, Jawa
Timur mampu mengendalikan inflasi di bawah tingkat inflasi Nasional.
Akan tetapi tingginya pertumbuhan ekonomi yang melebihi Nasional
tersebut tidak diiringi dengan percepatan penurunan angka kemiskinan. Penurunan angka kemiskinan masih terlihat dalam kurva yang melandai dan tingkat
kemiskinan masih lebih tinggi dari angka Nasional. Sementara itu tingkat
ketimpangan pendapatan Jawa Timur mengalami kenaikan, artinya tingkat
kemerataan pendapatan masyarakat mengalami penurunan.
Selain itu, kondisi tenaga kerja di Jawa Timur di mana lebih dari setengah (53
persen) dari angkatan kerja berketrampilan rendah karena hanya lulusan SD atau
lebih rendah. Sebagian besar angkatan kerja (66,20 persen) bekerja di kegiatan
informal, di mana tidak ada jaminan upah minimum dan keberlangsungan
pekerjaannya rendah.
Penyerapan tenaga kerja terbesar adalah dari Sektor Pertanian (37,4
persen). Di sisi lain pertumbuhan PDRB dari Sektor Pertanian terus mengalami
perlambatan. Sementara itu kesempatan kerja Sektor Pertanian ada di pedesaan, di
mana sebagian besar kemiskinan terjadi di pedesaan.
Dari data tersebut dapat dikatakan, tingginya pertumbuhan ekonomi kurang
dirasakan manfaatnya untuk rakyat miskin. Untuk itu, agar pertumbuhan ekonomi
lebih dirasakan manfaatnya bagi rakyat miskin, dapat mengurangi tingkat
kemiskinan dan dapat mendorong distribusi pendapatan yang lebih baik, maka
2.PERKEMBANGAN PELAKSANAAN
Di tengah situasi global yang tidak pasti, Indonesia terus mencapai kemajuan di berbagai bidang. Pembangunan secara berkelanjutan terus
didorong pada empat jalur yaitu pro-growth (pro –pertumbuhan), pro-Job
(pro-lapangan pekerjaan), pro-poor (pro-pengurangan kemiskinan, dan pro-environment
(pro-lingkungan) untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, dan kualitas manusia.
Pro-lingkungan yang ditambahkan sejak tahun 2009 diperlukan untuk memastikan
bahwa pembangunan yang dijalankan menjamin keberlanjutan.
Jawa Timur sebagai salah satu entitas pemerintahan yang merupakan bagian dari
NKRI juga turut menyumbang pencapaian pertumbuhan ekonomi nasional. Seiring
dengan tema RKPD tahun anggaran 2013 yaitu “Meningkatkan Kesejahteraan
Rakyat Jawa Timur Melalui Perluasan dan Penguatan UMKMK, Pasar Dalam Negeri, Serta Perbaikan Infrastruktur“, tema ini sangat tepat
mengingat Jawa Timur masih dihadapkan pada persoalan krusial yang menyangkut
masalah penguatan dan pengembangan sektor riil UMKMK yang lebih berkualitas,
proteksi produk dalam negeri melalui perluasan pasar dalam negeri, dan masalah
perbaikan infratruktur sebagai salah satu syarat utama untuk meningkatkan
pertumbuhan ekonomi yang lebih berkualitas menuju kehidupan dan kesejahteraan
masyarakat Jawa Timur yang lebih baik. Alokasi anggaran yang bersumber dari
APBN turut memberikan kontribusi yang besar dalam proses/tahapan pembangunan
tersebut. Berikut merupakan gambaran pelaksanaan anggaran pusat di Provinsi
Jawa Timur pada Tahun Anggaran 2013.
I-account APBN Wilayah Provinsi Jawa Timur TA 2013. Potret keuangan
pemerintah pusat di wilayah Provinsi Jawa Timur tahun anggaran 2013
sebagaimana tergambar dalam ilustrasi I-Account di bawah ini:
Tabel 2.1: Pagu dan Realisasi APBN Provinsi Jawa Timur
Tahun Anggaran 2013
PAGU APBN REALISASI %
PENDAPATAN NEGARA Rp 86.867.120.754.935 Rp 161.859.679.620.996 186.33
PENDAPATAN DALAM
NEGERI Rp 86.867.120.754.935 Rp 161.780.822.655.905 186.24
Penerimaan Pajak Rp 84.296.969.331.199 Rp 155.891.237.467.940 184.93
Penerimaan Negara
Bukan Pajak Rp 2.570.151.423.736 Rp 5.889.585.187.965 229.15
PENERIMAAN HIBAH Rp 0 Rp 78.856.965.091 0.00
BELANJA NEGARA Rp 83.229.499.362.219 Rp 78.776.139.132.728 94.65
BELANJA PEMERINTAH
PUSAT Rp 38.315.535.995.000 Rp 34.305.263.153.973 89,53
Belanja K/L Rp 38.315.535.995.000 Rp 34.305.263.153.973 89,53
Belanja Non-K/L Rp 0 Rp 0 0.00
TRANSFER KE
DAERAH* Rp 44.913.963.367.219 Rp 44.470.875.978.755 99.01
Dana Perimbangan Rp 37.166.854.574.316 Rp 37.432.958.417.713 100,72
a. DBH PBB Rp 342,701,629,134 Rp 320.373.051.743 93.48
b. DAU Rp 30.943.014.776.000 Rp 30.944.073.301.000 100
c. DAK Rp 2.357.100.900.000 Rp 2.220.509.136.000 94,21
d. DBH Rp 3.866.738.898.316 Rp 3.948.002.928.970 102,10
Dana Otsus dan
Penyesuaian Rp 7.404.407.163.769 Rp 7.037.917.561.043 95,05
SURPLUS ATAU
Sumber: Kanwil DJPBN Prov. Jatim dan DJPK
Realisasi pendapatan negara Tahun Anggaran 2013 di Provinsi Jawa Timur sebesar Rp 161.859.679.620.996 atau 186.33 % dari estimasi pendapatan negara APBN sebesar Rp 86.867.120.754.935-. Penerimaan pajak masih merupakan porsi terbesar penyumbang pendapatan negara yaitu
sebesar Rp.155.891.237.467.940,-. Besarnya penerimaan negara tersebut belum
diimbangi dengan pengeluaran belanja negara. Tercatat belanja pemerintah pusat
hingga tanggal 31 Desember 2013 mencapai 89,53% atau
Rp.34.305.263.153.973,- dari pagu yang tersedia yaitu sebesar
Rp.38.315.535.995.000,-. Sedangkan target realisasi belanja negara pada APBN
sampai dengan TA 2013 ditarget sebesar 95%, yang berarti realisasi belanja APBN