• Tidak ada hasil yang ditemukan

Representasi Kebebasan di Tengah Isu Gen

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Representasi Kebebasan di Tengah Isu Gen"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

REPRESENTASI KEBEBASAN DI TENGAH ISU GENDER DAN IDENTITAS Analisis Novel Andre Gide “L’immoraliste” (Yang Tak Bermoral)

Oleh Rosida E.

Pendahuluan

Konsistensi dan kontribusi Gide dalam dunia sastra membuatnya layak mendapatkan Nobel pada tahun 1947. L’Immoraliste merupakan salah satu dari beberapa karya Gide yang terkenal, antara lain Les Faux Monnayeurs (The Counter-faits), La Porte Etroite (The Narrow Door), Thésée (Theseus), La Symphonie Pastorale (The symphonie pastoral). Gide juga dikenal sebagai esseis sastra dan politik serta terlibat dalam pergerakan partai kiri komunis di Perancis. Kekhasan Gide terletak pada keunikan tema yang sebagian besar memperlihatkan kritik atas sifat manusia yang munafik. Tema ini seolah-olah menyatu dengan semangat jaman di masa Gide hidup (ia meninggal tahun 1951 pada usia 82 tahun) dan terus digemari serta dikaji ulang di masa kini (hingga kini gidien studies masih terus dilanjutkan). Tokoh-tokoh Gide biasanya memiliki kerangka psikologis yang dilematik antara keinginan untuk berpegang pada moral (agama) dan keinginan untuk membebaskan diri dari norma-norma tersebut. La Symphonie Pastorale merupakan karya Gide yang paling kritis terhadap rawannya tegangan antara puritan dan sensualis (yang mengutamakan kenikmatan inderawi) karena tokohnya seorang pendeta Reformis yang menyelingkuhi putri baptisnya sendiri karena beranggapan kebutaan putri baptisnya akan melindungi kebohongan yang telah diaturnya. Sedangkan L’Immoraliste dapat diposisikan sebagai pembuka gerbang bagi karya-karya Gide yang kritis karena di sini Gide memperkenalkan konsepnya tentang manusia bebas, bebas dari moral, bebas berbuat.

(2)

sakit. Sensual adalah kata yang tepat bagi gaya penceritaan Gide yang mampu menggambarkan sesuatu dengan antusiasme. Gaya ini menjadi ‘klop’/pas dengan wacana pertentangan antara puritan dan libertin yang diusung oleh Gide. Para libertin biasanya sangat memanjakan sensualitas (indera) seperti penglihatan, persentuhan, penciuman, pendengaran.

Tema kebebasan (yang universal) yang ditawarkan oleh Gide dalam L’Immoraliste menjadi tinjauan kritis ketika dikaitkan dengan isu gender dan identitas. Untuk siapa sesungguhnya kebebasan yang dimaksud dalam L’Immoraliste? Siapa sesungguhnya yang dimaksud dengan Yang Tak Bermoral itu? Pertanyaan-pertanyaan ini terkait erat dengan cara Gide merepresentasikan tema kebebasan dalam L’Immoraliste. Pembahasan yang akan dilakukan berupaya menjawab pertanyaan tersebut.

Tujuan dan masalah

Pembahasan ini bertujuan melihat kembali representasi tema kebebasan dalam L’Immoraliste dalam kaitannya dengan isu gender dan identitas.

Masalah yang diajukan dalam analisis ini adalah bagaimanakah representasi tema kebebasan dalam kaitannya dengan isu gender dan identitas dalam L’Immoraliste?

Landasan Teori

(3)

Untuk melihat ‘wacana’ yang mempengaruhi teks L’Immoraliste, teori wacana Foucault akan digunakan. Menurut Foucault, wacana bukanlah terbatas pada pemikiran dan cara penyampaian pemikiran tersebut, melainkan semua aturan dan kategori diskursif yang merupakan bagian dari sistem pengetahuan yang demikian mendasar sehingga tidak lagi dipertanyakan orang. Wacana tentang yang benar dan yang salah tidak bisa tidak sangat terkait dengan “kondisi-kondisi historis dan terus menerus mengalami perubahan. Wacana tentang yang benar dan yang salah tersebut didukung oleh sistem kelembagaan yang menentukan, atau mengubah norma-norma tersebut, atau seringkali juga berfungsi menghambat dengan cara penuh kekerasan (Young via Budianta: 54).

Untuk melihat kaitan representasi tema kebebasan dengan isu gender, kritik feminisme akan digunakan. Kritik feminisme melihat adanya teks-teks yang bertendensi ‘phallogosentrisme’ artinya teks yang secara implisit berpusat pada ‘phallus’ yang merupakan simbol jenis kelamin laki-laki. Phallogosentrisme merupakan cara berpikir yang membuat oposisi biner yang hirarkis antara laki-laki/wanita, rasio/perasaan, keberanian/kelemahan, dan seterusnya, yang mengagungkan yang satu dan merendahkan yang lain. (Budianta:46)

Dan terakhir, untuk melihat kaitan isu identitas dengan tema kebebasan akan digunakan teori postkolonial. Teori postkolonial melihat bahwa pembentukan identitas ditentukan oleh ‘pembedaan (relation of difference), hubungan kekuasaan (power relation), dan konstruksi sosial (social construction)’. Melalui teori ini akan terlihat bahwa representasi tema kebebasan dalam L’Immoraliste mendasarkan motifnya secara implisit pada stereotip kelompok kebudayaan tertentu dalam hirarki yang sifatnya Penjajah dan Terjajah. (Budianta:60-62)

Ringkasan Cerita

(4)

meninggalnya sang ibu, mendidik sendiri putranya untuk mempelajari ilmu pengetahuan terutama bahasa. Berkat didikan keras si ayah, Michel berhasil mengikuti jejak ayahnya sebagai sejarahwan di usia yang sangat muda, menjadi asisten ayahnya dalam penelitian sejarah maupun penyusunan buku. Atas permintaan ayahnya sebelum meninggal, Michel menikah dengan Marceline (seorang sahabatnya sejak kecil) yang cantik, beragama Katholik dan taat beribadah. Kehidupan Michel yang sebelumnya kesepian berubah sejak bertemu Marceline setelah selama hampir seluruh masa remajanya ia habiskan bersama ayahnya, belajar dan membaca buku. Michel harus mulai beradaptasi dengan situasi baru bersama orang selain ayahnya, ia seperti baru mengenal sisi kehidupan yang lain. Dalam suatu perjalanan penelitian ke Tunisia, Michel yang bertubuh lemah jatuh sakit dan nyaris meninggal dunia akibat TBC. Marceline merawat Michel di sebuah kota, Biskra. Kesembuhan Michel diawali sejak ia menyadari bahwa hidup perlu semangat, vitalitas. Kesadaran ini muncul ketika ia melihat anak-anak Afrika yang kerap dijumpainya begitu sehat dan kuat.

(5)

merasa terbebani oleh perkawinannya, kekayaannya, tanggung jawabnya. Kemudian Marceline mulai jatuh sakit akibat TBC (tertular oleh Michel).

Menurut Michel, kebebasan harus berdampingan dengan kekuatan dan kesehatan. Tanpa kedua ini, seseorang tidak akan bebas. Marceline yang jatuh sakit menjadi beban bagi Michel. Perkebunan yang harus ia kelola juga terasa membebani bagi Michel. Sedikit demi sedikit, Michel mulai mencoba untuk membebaskan diri dari semua itu. Ucapan-ucapan Marceline yang mengingatkan Michel agar berdoa untuk kesembuhan Marceline dijawab sinis bahwa dulu ia sembuh dari TBC karena ia menemukan semangat dan vitalitasnya kembali. Di perkebunan, Michel mulai membiarkan para pekerjanya berbuat sekehendak hati mereka, bahkan sekali waktu ia sendiri membuat intrik untuk mengadu domba para pekerjanya. Charles yang baru kembali dari sekolah seminari memprotes cara-cara Michel yang ia anggap tidak bertanggung jawab. Kemudian, Michel memutuskan untuk bepergian demi pengobatan Marceline. Mereka pergi ke Perancis Selatan, kemudian ke Italia dan kemudian memutuskan untuk kembali ke Tunisia. Keadaan Marceline terkadang membaik jika berada di daerah yang hangat. Untuk membiayai semua perjalanan ini, Michel menjual perkebunannya. Setiba di Biskra, keadaan Marceline memburuk. Michel mencari anak-anak yang dulu ditemuinya namun kini semuanya telah menikah atau bekerja. Satu orang saja dari mereka yang masih bebas dari keterikatan yaitu Moktir, yang kini menjadi residivis pencuri. Tanpa mempertimbangkan keadaan Marceline, Michel memutuskan melanjutkan perjalanan ke Touggourt dipandu oleh Moktir. Keadaan Marceline semakin buruk dan akhirnya meninggal di Touggourt. Ironisnya, pada malam kematian Marceline, Michel baru merasakan dilayani kebutuhan seksnya oleh seorang pelacur yang juga pacar Moktir (ini pun atas ajakan Moktir). Marceline meninggal dalam pelukan Michel dan ia menyadari bahwa ia telah kehilangan suaminya. Michel melanjutkan cara hidup bebasnya di Afrika: tanpa ikatan, tanpa tanggung jawab. Dan semuanya berakhir dengan kekosongan belaka: Michel hidup dari apa yang bisa ia buat ditemani oleh seorang anak laki-laki Afrika yang setia dan kebutuhan seksnya terkadang ia penuhi bersama pelacur.

Pembahasan

(6)

Wacana kebebasan di Immoraliste diawali oleh pernyataan Michel, si tokoh utama, dalam kesaksiannya di hadapan sahabat-sahabatnya:

Savoir se libérer n’est rien; l’ardu, c’est savoir être libre. [h. 15]

Mengetahui cara membuat diri bebas tidak sulit, yang sulit adalah mengetahui bahwa kita sesungguhnya bebas.

Kebebasan seperti apa yang dimaksudkan oleh si tokoh ini? Kebebasan dalam narasi ini adalah sebuah wacana yang terkait erat dengan hedonisme (menghalalkan segala cara untuk mendapatkan kesenangan). Di dalam narasi terlihat adanya oposisi biner antara unsur teks yang terkait dengan kebebasan dan unsur teks yang terkait dengan oposisinya yaitu ketidakbebasan.

Pertama akan dilihat unsur teks yang menjadi representasi ketidakbebasan antara lain perkawinan (direpresentasikan oleh isteri/Marceline), moral (direpresentasikan oleh isteri yang taat beribadah, para ilmuwan yang mengucilkan Menalque, dan Charles), kepemilikan atas harta (direpresentasikan oleh La Morinière/ perkebunan Michel dan pekerjaannya sebagai sejarahwan) dan sebuah negara bernama Perancis. Sedangkan unsur teks yang menjadi representasi kebebasan adalah tokoh Menalque (petualang yang hidup bebas tanpa ikatan baik perkawinan, moralitas maupun kekayaan), tokoh Moktir (pemuda Afrika yang hidup bebas dari tanggung jawab apapun, mewakili kejahatan dalam skala yang serius/ residivis pencurian), dan sebuah negara bernama Tunisia (bagian dari wilayah Maghreb/jajahan Perancis di Afrika bagian utara, direpresentasikan oleh Biskra dan Touggourt).

(7)

oleh alam tropis yang berhasil membuat penyakit TBC-nya sembuh dan membangkitkan antusiasme tubuhnya terhadap alam. Ketika ia kembali ke Perancis, ia seolah-olah berada di tengah ketidakbebasan lagi karena wacana moralitas sangat ketat mengungkung negeri itu dan negeri Eropa lainnya. Panggilan kebebasan Afrika memenuhi kesadaran Michel sehingga ia memutuskan untuk kembali ke Tunisia. Itu pun dengan harapan Marceline dapat sembuh. Ternyata sebaliknya, perjalanan ke Afrika membuat Michel benar-benar terlepas dari semua tanggung jawab yang mengikatnya. Kebebasan memang ia temukan di tengah alam tropis.

2. Isu gender

Dalam narasi, Marceline tidak memiliki posisi sosial lain kecuali isteri Michel. Tokoh ini ada seolah-olah hanya untuk merepresentasikan wacana ketidakbebasan yang dimaksud oleh narator (Michel). Marceline merupakan tokoh yang memiliki komponen makna wanita, berparas cantik, dan taat beribadah. Disini terlihat melalui komponen makna wanita dan berparas cantik bahwa narasi ini merupakan konstruksi wacana yang bersifat patriarkal. Wanita didampingkan dengan parasnya yang cantik untuk menggugah pria, menjadikan si pria (Michel) hidupnya bernuansa.

Marceline était très jolie. Vous le savez; vous l’avez vue.[…] Je la connaissais trop pour la voir avec nouveauté; […] pour la première fois je m’étonnai, tant cette grâce me parut grande.[…] je m’étais marié sans imaginer en ma femme autre chose qu’un camarade, sans songer bien précisement que, de notre union, ma vie pourrait être changée. Je venais de comprendre enfin que là cessait le monologue [h. 21]

Kalian mengetahui sendiri kalau Marceline sangat cantik. […] Aku terlalu mengenal dia sehingga aku tak bisa melihatnya secara berbeda;[…] untuk pertama kalinya aku terkejut betapa berbedanya ia sekarang.[…] ketika menikah, bayanganku tentang istriku tak ada yang lain kecuali seorang teman. Aku tidak benar-benar berpikir bahwa pernikahan kami dapat mengubah hidupku. Saat aku menyadarinya, saat itu pula monologku berhenti. [h.21]

(8)

seluruh narasi adalah milik Michel semata. Marceline, sebagai istri dalam struktur sosial seharusnya memiliki suara yang paling tidak berimbang mengingat ia seorang wanita yang berpendidikan (entah apa) yang ditunjukkan melalui kemampuannya mengajar anak-anak ketika ia di Biskra bersama Michel. Namun dalam narasi, suara Marceline ditampilkan Michel untuk urusan mengingatkan Michel untuk berdoa, memberi dua komentar tentang pergaulan Michel dan ungkapan cinta kepada Michel secara melankolik.

Pengetahuan atas Marceline sepenuhnya berada di tangan Michel. Posisi Marceline dalam struktur narasi Michel direpresi sedemikian rupa sehingga yang tampil hanya Marceline dalam bayangan Michel. Michel-lah pemilik jasad sedang Marceline bayangannya .

Oui, si peu que ce fût, j’étais gêné par sa présence. Si je m’étais levé, elle m’aurait suivi […] Je voyais qu’elle avait ses protégés; malgré moi, mais par parti pris, moi je m’intéressais aux autres. [h.41]

Ya, walaupun sesaat, aku merasa terganggu oleh kehadirannya. Jika aku berdiri, ia akan mengikutiku […] Kulihat ia bersama anak-anak itu. Aku pun tertarik pada mereka. Namun di sisi lain, aku lebih tertarik pada hal-hal lain.

Wacana patriarkis dengan berbagai cara mengebiri posisi Marceline sebagai wanita yang juga manusia dengan karakter dan potensi tertentu. Padahal tokoh Marceline berpotensi untuk ditampilkan dengan cara yang berbeda. Immoraliste, bagi saya, dalam konteks ini menguatkan konstruksi tentang perempuan yang berposisi lemah dalam hirarki sosial dan naratif. Melalui struktur narasi seperti ini terkesan bahwa tema kebebasan yang menjadi proposisi Immoraliste hanya diperuntukkan kaum laki-laki.

3. Isu identitas

Teori postkolonial mengkaji permasalahan-permasalahan yang terkait kolonialisme. Dalam Immoraliste, walaupun terminologi kolonial tidak digunakan secara eksplisit namun karena latar tempat yang diacu adalah kawasan Maghreb (Tunisia) yang merupakan wilayah jajahan Perancis dan baru merdeka sekitar 1960-an, maka isu identitas sangat tepat digunakan untuk membedah kecenderungan novel ini.

(9)

rasis namun dapat pula melalui sikap sosial dan sikap politik yang etis. Hubungan tersebut dapat pula dideskripsikan melalui pembentukan stereotip tertentu bahwa si Terjajah biasanya hidupnya alami, tanpa aturan, bebas. Hal-hal ini muncul dalam Immoraliste.

Penjajah selalu merasa dirinya berbeda dari si Terjajah. Ia menganggap si Terjajah sebagai Yang Lain. Mereka berbeda dalam bahasa, budaya, cara berpakaian, cara berbicara. Michel sebagai orang Perancis yang pergi ke Afrika, melakukan perjalanan untuk studinya tentang arkeologi, di masa penjajahan Perancis masih berlangsung di wilayah tersebut. Tunisia pada saat novel ini dibuat tahun 1902 masih berada di bawah penjajahan Perancis. Dalam keadaan sakit, ia dan istrinya tiba di Biskra dan kemudian tinggal selama beberapa waktu di sana. Dalam salah satu peristiwa ketika Michel ditemani oleh seorang anak Arab ketika Marceline tengah mengajar menunjukkan bagaimana perbedaan antara Penjajah dan Terjajah ditampilkan.

Ses pieds sont nus, ses chevilles sont charmantes, et les attaches de ses poignets […] ses cheveux sont rasés à la manière arabe; il porte une pauvre chéchia qui n’a qu’un trou à la place du gland. La gandourah, un peu tombée, découvre sa mignonne épaule. J’ai besoin de la toucher. Je me penche, il se retourne et me sourit. [h.31]

Ia bertelanjang kaki, pergelangan kakinya menarik dan ia mengangkat pergelangan kakinya dengan tangan. […] Rambutnya berantakan ala Arab. Ia memakai kopiah Turki yang buruk yang berlubang di bagian jambulnya. Gandoura-nya tersingkap di pundak dan memperlihatkan pundaknya yang kecil. Rasanya aku perlu menyentuh pundak itu. Kuulurkan tanganku ke arahnya. Anak itu menoleh dan tersenyum. [h.31]

Michel, sebagai Penjajah, merasakan alangkah anehnya sosok anak Arab yang ada di hadapannya. Deskripsinya bergerak dari bawah (kaki) ke atas (pundak). Jika kita perhatikan seperti itulah cara seseorang memperhatikan orang lain yang statusnya lebih rendah. Apalagi bagi orang Barat, alas kaki memiliki arti simbolis yang penting bagi kolonialisme sehingga ketika ia datang ke negeri-negeri beriklim tropis, ia merasa seolah datang ke negeri barbar yang tak mengenal budaya.

(10)

Le lendemain Bachir revint. Il s’assit comme l’avant-veille, sortit son couteau, voulut tailler un bois trop dur, et fit si bien qu’il s’enfonça la lame dans le pouce. J’eus un frisson d’horreur; il en rit, montra la coupure brillante et s’amusa de voir couler don sang. Quand il riait, il découvrait des dents très blanches; il lécha plaisamment sa blessure; sa langue était rose comme celle d’un chat. Ah! Qu’il se portait bien. C’était là que je ‘éprenais en lui: la santé. La santé de ce petit corps était belle. [h.32]

Keesokan harinya Bachir datang lagi. Seperti kemarin-kemarin, ia duduk kemudian mengeluarkan pisaunya untuk membentuk sebatang kayu yang tampaknya terlalu keras. Begitu keras ia memotong hingga kelingkingnya teriris. Aku menggidik ngeri, Ia tertawa sambil menunjukkan luka yang berkilat dan merasa senang melihat darahnya mengalir dari luka itu. Ketika tertawa terlihat gigi-giginya yang sangat putih. Ia menjilat lukanya dengan riang. Bibirnya memerah seperti seekor kucing. Ah! Betapa sehatnya dia. Itulah yang kukagumi dari anak ini: bugar. Kebugaran tubuh yang kecil itu sangat indah. [h.32]

Hal-hal seperti kebugaran menjadi sangat penting artinya bagi si Penjajah karena saat itu ia tengah sakit. Namun perhatikan metafor yang ia gunakan untuk anak itu ketika menjilat darahnya sendiri: bibirnya memerah seperti seekor kucing (comme celle d’un chat). Metafor ini menunjukkan bahwa si Penjajah memandang Terjajah sebagai bagian dari budaya yang masih barbar karena metafornya menggunakan binatang kucing sebagai pengganti identitas si Terjajah.

(11)

C’est ma soeur, me dit-il, puis il m’expliqua que sa mère allait venir laver du linge, et que sa petite soeur l’attendait. Elle s’appelait Rhadra, ce qui voulait dire Verte, en arabe.[…] “Elle demande que tu lui donnes deux sous”, ajouta-t-il. Je lui en donnai dix et m’apprêtais à repartir, lorsque arriva la mère, la laveuse. [h.41]

Ini saudara perempuanku, katanya sambil menjelaskan ibunya akan datang setelah mencuci baju dan adiknya tengah menunggu si ibu. Anak perempuan itu bernama Rhadra artinya hijau dalam bahasa arab.[…] “Adikku minta Anda memberinya dua sen”, tambahnya. Aku memberi anak itu 10 sen dan bersiap untuk pergi karena tukang cuci ibu anak-anak itu akan tiba segera.

Simbolisasi dari pemberian tersebut mungkin untuk menunjukkan kemurahan hati Penjajah.

Pembentukan stereotip Barat dan Timur oleh berbagai produksi wacana sangat mempengaruhi orang-orang Barat dan juga orang-orang Timur. Walaupun tidak ada batasan yang jelas tentang Barat dan Timur tersebut tapi dari stereotipnya kita dapat menduga. Barat biasanya merupakan negeri dengan empat musim. Sementara Timur adalah negeri dengan alam tropis yang banyak dicurahi sinar matahari. Ayu Utami sempat menyentil kenyataan ini dalam salah satu artikelnya: Ketika itu, saat Eropa masih bau victorian, para kolonialis itu percaya bahwa masturbasi bukan kecenderungan anak Eropa, tapi diajarkan oleh inlander, atau karena udara tropis. Anak-anak pribumi dianggap mengenal seks sejak dini. Itulah pengaruh jahat Timur terhadap moral Eropa. (Utami:109).

Immoraliste agaknya membenarkan konstruksi sosial semacam ini. Di akhir ceritanya, Michel yang terdampar di tengah kekosongan hidupnya bercerita kepada teman-temannya:

J’avais, quand vous m’avez connu d’abord, une grande fixité de pensée, et je sais que c’est là ce qui fait les vrais hommes;- je ne l’ai plus. Mais ce climat, je crois, en est cause. Rien ne décourage autant la pensée que cette persistence d’azur.[…] Quelque chose en ma volonté s’est brisé; je ne sais même où j’ai trouvé la force de m’éloigner d’El Kantara. [h.185]

(12)

Jika ditinjau dari struktur narasinya, secara implisit, Immoraliste memang menyatakan bahwa yang tidak bermoral itu adalah orang-orang yang berada di bawah cuaca tropis. Michel mengalami perubahan kesadaran dalam dirinya untuk menghargai hidup sejak ia berada di Biskra. Di alam tropis, ia dapat leluasa melakukan banyak hal terhadap dirinya sendiri dan ini pun didukung oleh budaya Arab-Afrika yang bebas. Ketika kembali ke Perancis, Michel ‘seolah-olah’ menjadi orang yang bermoral dan berbudaya lagi. Tapi dalam dirinya terlanjur terjadi persentuhan dengan ‘virus’ kebebasan yang ia bawa dari Afrika. Narasi berakhir dengan kembalinya Michel ke Biskra. Dorongannya untuk bebas semakin membuta ketika ia bertemu Moktir (pemuda Arab). Di Touggourt, Michel diajak oleh Moktir untuk ke bar Arab dan setelah itu Michel diperkenalkan dengan dunia seks komersil. Pernyataan Michel bahwa semua hal yang ‘melewati batas’ yang sempat ia lakukan merupakan akibat dari cuaca tropis Tunisia adalah bagian dari konstruksi wacana yang dibangun Barat untuk Timur, oleh Penjajah untuk Terjajah. Tanah jajahan telah membawa ‘virus’ yang menjangkiti peradaban para penjajah.

Kesimpulan

Pembacaan kembali terhadap karya André Gide memberikan penyimpulan yang berbeda terhadap novel Immoraliste. Penerapan teori-teori post-strukturalis membuka kembali makna novel ini. Representasi tema kebebasan Immoraliste jika dikaitkan dengan isu gender membuka peluang untuk memaknai teks ini sebagai teks yang phallogosentris, berpusat pada laki-laki. Sedangkan pengkaitan dengan isu identitas membuka makna teks ini sebagai suatu teks kolonial yang mendasarkan motif temanya pada wacana kolonial

(13)

---Bibliografi

Budianta, Melani, Makalah Teori Sastra Post-strukturalis dalam Bahan Pelatihan Teori dan Kritik Sastra, 2002, PPKB-LPUI: tidak diterbitkan.

Gide, André, Immoraliste, 1902, Paris: Mercure de France. Utami, Ayu, Si Parasit Lajang, 2003, Jakarta, Gagasmedia.

Sumber inspirasi penulisan:

Referensi

Dokumen terkait

Merupakan abortus yang seluruh hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri pada kehamilan kurang dari 20 minggu atau. berat janin kurang dari 500 gram. 4)

Penelitian ini menunjukan adanya hubungan yang signifikan hubungan antara lama permainan game online dengan gangguan pola tidur pada mahasiswa Poso di

Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 kepada Perwakilan Negara Asing

1) Akreditasi Institusi Stikes Muhammadiyah Gombong memperoleh predikat B, akreditasi prodi S1 keperawatan, D3 Kebidanan dan D3 keperawatan juga dengan predikat

Laksmi Prihantoro dalam Trianto (2010) menyatakan bahwa IPA pada hakikatnya merupakan suatu produk, proses dan aplikasi.Sebagai produk, IPA merupakan sekumpulan

Ketika periksa ke rumah sakit pasien merasa gatal (+) seluruh tubuh yang bertambah berat terutama pada malam hari dan bisa sampai menganggu tidur, bila

lingkungan, kontrol infeksi di masyarakat, pendidikan individu tentang kebersihan perorangan, pengorganisasian pelayanan medis dan perawatan, untuk mendeteksi dini,

dari penulis dan tahun terbit buku tersebut, kritik juga dilakukan terhadap jenis kertas. yang digunakan apakah buram atau putih bersih, serta melihat cover dari dari