MAKALAH METODOLOGI PENELITIAN 2
INTERAKSI ANTARA KEBUDAYAAN (MASYARAKAT) DENGAN LINGKUNGAN (SUNGAI)
Studi Kasus : Kawasan Sekitar Bantaran Sungai Code Jalan MAS Suharto – Jembatan Kewek
Dosen Pengampu : Dr. Ir. Djoko Wijono, M.Arch.
Disusun Oleh :
Abubakar Albaar 14/372853/PTK/9894
PROGRAM STUDI S2 TEKNIK ARSITEKTUR KOSENTRASI DESAIN KAWASAN BINAAN PROGRAM PASCASARJANA
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Sungai sejak awal perkembangan manusia menjadi unsur alam yang
sangat berperan di dalam membentuk corak kebudayaan suatu bangsa.
Ketersediaan airnya, lembahnya yang subur, san lain – lain potensinya menarik manusia untuk bermukim di sekitarnya.
Kehidupan sehari – hari mereka tidak akan lepas dari memanfaatkan sungai dengan konsekuensi manusia akan melakukan rekayasa terhadap yang
perlu untuk lebih banyak dapat mengambil manfaat darinya. Manusia harus
melakukannya secara bersahabat, agar tidak timbul dampak yang merugikan.
Sebagai unsur – unsur alam, segala tindakan terhadapnya akan menimbulkan
dampak perubahan sifat dan keadaannya sebagai penyesuaian terhadap
perlakuan apa yang diterminya.
Kali Code merupakan satu dari tiga sungai besar, bersama dengan Sungai
Gadjah Wong di sebelah timur dan Sungai Winongo di sebelah barat, yang
mengalir melintasi wilayah Kota Yogyakarta tepat di tengah-tengah sehingga
membagi kota dalam dua wilayah, barat dan timur. Sebagai informasi, pada
bagian barat kota terdapat Keraton Jogjakarta sementara di sebelah timur
terdapat Keraton Pura Pakualam.
Pada Jaman Belanda kondisi sungai sangat diperhatikan, ini terlihat dari
penerapan konsep waterfront, dimana sungai menjadi orientasi dari bangunan
– bangunan yang ada di sekitarnya. Selain itu sungai pada waktu itu menjadi jalur transportasi dan aktifitas ekonomi yang sangat strategis, Sehingga muncul
budaya sungai dijadikan sebagai halaman depan rumah warga. Hal ini
berdampak positif terhadap kondisi sungai. Karena sungai sebagai halaman
depan bangunan, maka berkembanglah budaya untuk menjaga kebersihan dan
kelestarian sungai.
Namun kondisi sungai yang bersih dan nyaman telah mengalami
perubahan yang sangat drastis pada zaman sekarang. Ini terlihat dari kondisi
3 Hal ini terjadi karena sungai pada zaman sekarang sudah dianggap sebagai
“halaman belakang”. Penurunan kualitas sungai juga terjadi karena sungai dianggap sudah tidak relevan menjadi jalur transportasi ekonomi yang strategis.
Kondisi ini membuat kebudayaan pada masa kolonial dimana sungai menjadi
orientasi setiap bangunan mulai ditinggalkan karena dianggap tidak memberikan
keuntungan yang signifikan.
Kondisi sungai saat ini yang sangat memprihatinkan memang bisa
disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya yang paling mempengaruhi
adalah munculnya permukiman di bantaran sungai. Salah satunya adalah
kawasan permukiman bantaran sungai Code (antara Jalan Mas Suharto – Jembatan Kewek). Salah satu faktor yang mendorong menjamurnya
permukiman di kawasan ini ialah Urbanisai, yaitu perpindahan penduduk secara
besar – besaran dari desa (atau kota – kota) di sekitar Jogjakarta sebagai akibat dari daya tarik kota tujuan menyimpan potensi ekonomi yang luar biasa besar.
Sebagai contoh, Jogjakarta sebagai kota pelajar, kota wisata, dan kota budaya
tentunya memiliki daya tarik tersendiri bagi sebagian besar orang untuk
mengadu nasibnya di kota ini. Selain itu faktor tingginya nilai tanah, termasuk
nilai sewa, menjadikan kaum urban ini tidak mampu mempunyai atau
menempati tempat tinggal yang layak pada lingkungan yang layak pula.
Akibatnya banyak dari mereka kemudian menempati area pinggiran seperti
kolong jembatan dan bantaran sungai secara ilegal. Pertumbuhan permukiman
di sempadan sungai berlangsung cepat terutama setelah pemerintah
mengijinkan warga negaranya menempati lahan – lahan kosong milik negara pada tahun 1954.
Permukiman di sekitar bantaran kali ini rata – rata dihuni oleh masyarakat marjinal seperti pengangguran, pemulung, pedagang kaki lima dan lain – lain. Kebanyakan dari kelompok umumnya berasal dari tingkat pendidikan rendah,
hal ini berdampak pada kurangnya kesadaran dan pengetahuan tentang
pelestarian lingkungan dan akibat yang dapat ditimbulkannya. sehingga budaya
membuang sampah dan limbah ke area sungai sudah menjadi hal biasa yang
dijalani warga sekitar. Kondisi ini akhirnya mengakibatkan penurunan kualitas
4 berdampak pada bencana alam seperti banjir dan kesehatan warga yang
menurun. Oleh karena itu perlu adanya upaya – upaya dalam pengarahan pola pikir masyarakat sekitar, dalam kaitannya dengan peningkatan kualitas
lingkungan dari segi penataan kawasan. Sehingga bisa tercipta budaya untuk
menjaga kualitas dan vitalitas kawasan permukiman bantaran sungai itu sendiri.
1.2
Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan pada pemaparan Latar Belakang diatas, maka dapat dibuat
pertanyaan penelitian sebagai berikut
a. Bagaimana Kondisi Sungai pada permukiman bantaran sungai antara
Jembatan Kewek – Jalan MAS Suharto
b. Bagaimana Kondisi Kebudayaan pada permukiman bantaran sungai antara
Jembatan Kewek – Jalan MAS Suharto
c. Bagaimana Interaksi antara Manusia dengan Lingkungan (Sungaipada
kawasan di sekitar bantaran Sungai Code antara Jembatan Kewek – Jalan MAS Suharto
1.3
Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada pertanyaan penelitian yang dipaparkan diatas, maka
dapat disimpulkan tujuan penelitian sebagai berikut :
a. Menjabarkan kondisi Sungai dan Bantaran sungai kawasan permukiman
antara Jembatan Kewek – Jalan MAS Suharto.
b. Menjabarkan kondisi Sungai dan Bantaran sungai kawasan permukiman
antara Jembatan Kewek – Jalan MAS Suharto.
c. Menganalisa Interaksi antara Manusia (Masyarakat) dengan Lingkungan
(Sungai) pada kawasan permukiman bantaran sungai antara Jembatan
5
BAB II
Tinjauan dan Landasan Teori
2.1
Tinjauan Teori
2.1.1. Definisi Sungai
Sungai adalah air tawar dari sumber alamiah yang mengalir dari
tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah dan menuju atau
bermuara ke laut, danau atau sungai yang lebih besar. Arus air di bagian
hulu sungai (umumnya terletak di daerah pegunungan) biasanya lebih
deras dibandingkan dengan arus sungai di bagian hilir. Aliran sungai
seringkali berliku-liku karena terjadinya proses pengikisan dan
pengendapan di sepanjang sungai. Sungai merupakan jalan air alami.
mengalir menuju Samudera, Danau atau laut, atau ke sungai yang lain.
Sungai juga salah satu bagian dari siklus hidrologi.
Sungai adalah air tawar dari sumber alamiah yang mengalir dari
tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah dan menuju atau
bermuara ke laut, danau atau sungai yang lebih besar. Arus air di bagian
hulu sungai (umumnya terletak di daerah pegunungan) biasanya lebih
deras dibandingkan dengan arus sungai di bagian hilir. Aliran sungai
seringkali berliku-liku karena terjadinya proses pengikisan dan
pengendapan di sepanjang sungai. Sungai merupakan jalan air alami.
mengalir menuju Samudera, Danau atau laut, atau ke sungai yang lain.
Sungai juga salah satu bagian dari siklus hidrologi.
2.1.2. Klasifikasi Jenis Sungai
a. Berdasarkan struktur batuan yang dilalui
Sungai Anteseden
Merupakan sungai yang dapat mengimbangi pengangkatan
lapisan batuan yang dilaluinya.
6 Merupakan sungai yang terus menerus mengikis batuan yang
dilaluinya sehingga mencapai batuan induk
b. Berdasarkan arah aliran
Sungai konsekuen
Merupakan sungai yang arah alirannya sesuai kemiringan
batuan
Sungai subsekuen
Merupakan sungai yang arah alirannya tegak lurus sungai
konsekuen
Sungai obeskuen
Merupakan anak sungai subsekuen yang arah alirannya
berlawanan kemiringan batuan
Sungai resekuen
Merupakan anak sungai subsekuen yang arah alirannya searah
kemiringan batuan
Sungai Insekuen
Merupakan sungai yang arah alirannya teratur dan tidak terikat
lapisan batuan yang dilaluinya.
c. Berdasarkan keadaan arah aliran airnya
Sungai periodic (intermiten)
Merupakan sungai yang hanya berair pada musim penghujan
saja.
Sungai episodic (parenial)
Merupakan sungai yang selalu mengalir airnya.
d. Berdasarkan sumber airnya
Sungai hujan
Merupakan sungai yang airnya berasal dari hujan.
Sungai gletser
Merupakan sungai yang airnya berasal dari salju yang mencair
7
Sungai campuran
Merupakan sungai yang airnya berasal dari air hujan maupun
gletser.
e. Berdasarkan pola aliran
Sungai radial
Sungai yang mengalir ke segala arah menuju atau
meninggalkan pusat. Biasanya terdapat pada daerah
cekungan maupun dome.
Sungai dendritic
Sungai yang alirannya bercabang tidak teratur dengan arah
dan sudut yang beragam. Biasanya terdapat di daerah pantai
atau plato dengan batuan homogen.
Sungai trellis
Percabagan sungai utama dengan anak sungai hampir tegak
lurus. Biasanya terdapat pada pegunungan lipatan.
Sungai rectangular
Pola percabangan aliran sungai yang berbentuk siku-siku atau
hampir siku-siku. Biasanya terdapat pada daerah patahan.
Sungai parallel
Pola aliran dengan anak sungai yang sejajar atau hampir sejajar
dengan anak sungai lain yang bermuara pada sungai utama
atau langsung bermuara ke laut. Biasanya terdapat pada
daerah dekat pantai.
2.1.3 Defenisi Kebudayaan
Kebudayan berasal dari bahasa sansekerta buddhayah yang
merupakan bentuk jamak kata “buddhi” yang berarti budi atau akal. Kebudayaan diartikan dengan hal-hal yang bersangkutan dengan budi
atau akal. Masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang
menghasilkan kebudayan. Malinowski dalam Soekanto (2005)
8 terdapat di dalam masyarakat ditentukan adanya oleh kebudayaan yang
dimiliki oleh masyarakat. Kemudian Herskovits memandang kebudayaan
sebagai sesuatu yang super-organic, karena kebudyaan yang
berturun-temurun dari generasi ke generasi tetap hidup terus, walaupun
orang-orang yang menjadi anggota masyarakat senantiasa silih berganti
disebabkan kematian dan kelahiran.
Tylor dalam Soekanto (2005) mendefinisikan kebudayaan adalah
kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral,
huku, adat-itiadat dan lain kemampuan-kemampuan serta
kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat.
Sedangkan Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi dalam Soekanto
(2005) merumuskan kebudayaan sebagai semua hasil karya, rasa, dan
cipta masyarakat. Karya masyarakat menghasilkan teknologi dan
kebudayaan kebendaan atau kebudayaan jasmaniah (material culture)
yang diperlukan oleh untuk manusia. Rasa meliputi jiwa manusia,
mewujudkan segala kaidah-kaidah dan nilai-nilai sosial yang perlu untuk
mengatur masalah-masalah kemasyarakatan dalam arti yang luas.
Sedangkan cipta merupakan kemampuan mental, kemampuan berpikir
orang-orang yang hidup bermasyarakat. Semua karya, rasa, dan cipta
dikuasai oleh karsa orang-orang yang menentukan kegunaannya agar
sesuai dengan kepentingan sebagian besar atau dengan seluruh
masyarakat.
2.1.4 Unsur – Unsur Kebudayaan
Kluckhon dalam Soekanto (2005) menyebutkan dalam karyanya
yang berjudul Universal Catagories of Culture menunjukan ada tujuh poin
dalam unsure-unsur kebudayaan yaitu :
1. Peralatan dan perlengkapan hidup manusia (pakaian perumahan,
alat-alat rumah tangga, senjata, alat-alat produksi transport dan
sebagaimnya).
2. Mata pencaharian hidup dan sistem-sistem ekonomi (pertanian,
9 3. Sistem kemasyarakatan (sistem kekerabatan, organisasi politik,
sistem hukum, sitem perkawinan).
4. Bahasa (lisan maupun tulisan).
5. Kesenian (seni rupa, seni suara, seni gerak dan sebagainya).
6. Sistem pengetahuan.
7. Religi (sistem kepercayaan).
2.1.5. Sifat Hakikat Kebudayaan
Masyarakat mempunyai kebudayaan yang saling berbeda satu dengan
lainnnya, kebudayaan mempunyai sifat hakikat yang berlaku umum bagi
semua kebudayaan dimana pun juga. Soekanto (2005) menyebutkan sifat
dan hakikat kebudayaan antara lain :
1. Kebudayaan terwujud dan tersalurkan lewat perilaku manusia.
2. Kebudayaan telah ada terlebih dahulu mendahului lahirnya suatu
generasi tertentu, dan tidak akan mati dengan habisnya usia generasi
yang bersangkutan.
3. Kebudayaan diperlukan oleh manusia dan diwujudkan tingkah
lakunya.
4. Kebudayaan mencakup aturan-aturan yang berisikan
kewajiban-kewajiban, tindakan yang diterima dan ditolak,
tindakan-tindakan yang dilarang dan tindakan-tindakan yang dizinkan.
2.1.6. Konsep Nilai Budaya
Theodorson dalam Pelly (1994) mengemukakan bahwa nilai merupakan
sesuatu yang abstrak, yang dijadikan pedoman serta prinsip – prinsip umum dalam bertindak dan bertingkah laku. Keterikatan orang ata
kelompok terhadap nilai menurut Theodorson relatif sangat kuat dan
bahkan bersifat emosional. Oleh sebab itu, nilai dapat dilihat sebagai
tujuan kehidupan manusia itu sendiri.
Sedangkan yang dimaksud dengan nilai budaya itu sendiri sduah
dirmuskan oleh beberapa ahli seperti :
10 Nilai budaya terdiri dari konsepsi – konsepsi yang hidup dalam alam fikiran sebahagian besar warga masyarakat mengenai hal – hal yang mereka anggap amat mulia. Sistem nilai yang ada dalam suatu
masyarakat dijadikan orientasi dan rujukan dalam bertindak. Oleh
karena itu, nilai budaya yang dimiliki seseorang mempengaruhinya
dalam menentukan alternatif, cara – cara, alat – alat, dan tujuan – tujuan pembuatan yang tersedia.
Clyde Kluckhohn dlam Pelly
nilai budaya sebagai konsepsi umum yang terorganisasi, yang
mempengaruhi perilaku yang berhubungan dengan alam,
kedudukan manusia dalam alam, hubungan orang dengan orang dan
tentang hal – hal yang diingini dan tidak diingini yang mungkin bertalian dengan hubungan orang dengan lingkungan dan sesama
manusia.
Sumaatmadja dalam Marpaung
pada perkembangan, pengembangan, penerapan budaya dalam
kehidupan, berkembang pula nilai – nilai yang melekat di masyarakat yang mengatur keserasian, keselarasan, serta keseimbangan. Nilai
tersebut dikonsepsikan sebagai nilai budaya.
Selanjutnya, bertitik tolak dari pendapat diatas, maka dapat
dikatakan bahwa setiap individu dalam melaksanakan aktifitas
vsosialnya selalu berdasarkan serta berpedoman kepada nilai – nilai atau system nilai yang ada dan hidup dalam masyarakat itu sendiri
Artinya nilai – nilai itu sangat banyak mempengaruhi tindakan dan perilaku manusia, baik secara individual, kelompok atau masyarakat
secara keseluruhan tentang baik buruk, benar salah, patut atau tidak
patut.
Suatu nilai apabila sudah membudaya didalam diri seseorang, maka
nilai itu akan dijadikan sebagai pedoman atau petunjuk di dalam
11 secara universal, nilai itu merupakan pendorong bagi seseoran
dalam mencapai tujuan tertentu. Jadi dapat disimpulkan bahwa nilai
budaya adalah suatu bentuk konsepsi umum yang dijadikan
pedoman dan petunjuk di dalam bertingkah laku baik secara
individual, kelompok atau masyarakat secara keseluruhan tentang
baik buruk, benar salah, patut atau tidak patut.
2.1.7. Sistem Nilai
Tylor dalam Imran Manan (1989;19) mengemukakan moral termasuk
bagian dari kebudayaan, yaitu standar tentang baik dan buruk, benar dan
salah, yang kesemuanya dalam konsep yang lebih besar termasuk ke
dalam ‘nilai’. Hal ini di lihat dari aspek penyampaian pendidikan yang dikatakan bahwa pendidikan mencakup penyampaian pengetahuan,
keterampilan, dan nilai‑nilai.
Kedudukan nilai dalam setiap kebudayaan sangatlah penting, maka
pemahaman tentang sistem nilai budaya dan orientasi nilai budaya
sangat penting dalam konteks pemahaman perilaku suatu masyarakat
dan sistem pendidikan yang digunakan untuk menyampaikan sistem
perilaku dan produk budaya yang dijiwai oleh sistem nilai masyarakat
yang bersangkutan.
Clyde Kluckhohn mendefinisikan nilai sebagai sebuah konsepsi, eksplisit
atau implisit, menjadi ciri khusus seseorang atau sekelompok orang,
mengenai hal‑hal yang diinginkan yang mempengaruhi pemilihan dari
berbagai cara‑cara, alat‑alat, tujuan‑tujuan perbuatan yang tersedia.
Orientasi nilai budaya adalah ……. Konsepsi umum yang terorganisasi, yang mempengaruhi perilaku yang berhubungan dengan alam,
kedudukan manusia dalam alam, hubungan orang dengan orang dan
tentang hal‑hal yang diingini dan tak diingini yang mungkin bertalian
dengan hubungan antar orang dengan lingkungan dan sesama manusia.
Sistem nilai budaya ini merupakan rangkaian dari konsep‑konsep abstrak
12 berharga, tetapi juga mengenai apa yang dianggap remeh dan tidak
berharga dalam hidup. Sistem nilai budaya ini menjadi pedoman dan
pendorong perilaku manusia dalam hidup yang memanifestasi
kongkritnya terlihat dalam tata kelakuan. Dari sistem nilai budaya
termasuk norma dan sikap yang dalam bentuk abstrak tercermin dalam
cara berfikir dan dalam bentuk konkrit terlihat dalam bentuk pola
perilaku anggota‑anggota suatu masyarakat.
Kluckhohn mengemukakan kerangka teori nilai nilai yang mencakup
pilihan nilai yang dominan yang mungkin dipakai oleh anggota‑anggota
suatu masyarakat dalam memecahkan 6 masalah pokok kehidupan.
2.1.8 Sistem Perilaku Sosial
Sistem sosial pertama kali diperkenalkan oleh Talcott Parsons. Konsep
struktur sosial digunakan untuk menganalisis aktivitas sosial sehingga
sistem sosial menjadi model analisis terhadap organisasi sosial.
Konsep sistem sosial adalah alat bantu untuk menjelaskan tentang
kelompok - kelompok manusia. Model ini bertitik tolak dari pandangan
bahwa kelompok manusia merupakan suatu sistem. Parsons menyusun
strategi untuk menganalisis fungsional yang meliputi semua sistem sosial,
termasuk hubungan berdua, kelompok kecil, keluarga, organisasi sosial,
termasuk masyarakat secara keseluruhan. terdapat empat unsur dalam
sistem sosial, yaitu:
1. dua orang atau lebih,
2. terjadi interaksi di antara mereka
3. interaksi yang dilakukan selalu bertujuan, dan
4. memiliki struktur, simbol, dan harapan-harapan bersama yang
dipedomaninya.
Lebih lanjut, suatu sistem sosial akan dapat berfungsi apabila empat
13 1. Adaptasi, menunjuk pada keharusan bagi sistem-sistem sosial
untuk menghadapi lingkungannya.
2. Mencapai tujuan, merupakan persyaratan fungsional bahwa
tindakan itu diarahkan pada tujuan-tujuannya.
3. Integrasi, merupakan persyaratan yang berhubungan dengan
interelasi antara para anggota dalam sistem sosial.
4. Pemeliharaan pola-pola tersembunyi, merupakan konsep latent
(tersembunyi) pada titik berhentinya suatu interaksi akibat
kejenuhan sehingga tunduk pada sistem sosial lainnya yang
mungkin terlibat.
2.1.9 Wujud Kebudayaan
Pengertian Wujud Kebudayaan adalah merujuk pada bahasa latin dari
kata colere yang artinya adalah mengerjakan, mengolah, dan memelihara
tanah atau ladang (Soerjanto Poespowardojo, 1993).
Menurut J.J. Hoenigman, wujud kebudayaan dibedakan menjadi tiga :
1. Gagasan (Wujud Ideal)
Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk
kumpulan ide ide, gagasan, nilai nilai, normanorma, peraturan, dan
sebagainya yang sifatnya abstrak; tidak dapat diraba atau disentuh. Wujud kebudayaan ini terletak dalam kepalakepala atau di alam
pemikiran warg masyarakat. Jika masyarakat tersebut menyatakan
gagasan mereka itu dalam bentuk tulisan, mak lokasi dari
kebudayaan ideal itu berada dalam karangan, dan bukubuku hasil
karya para penulis warga masyarakat tersebut.
2. Aktifitas (Tindakan)
Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola
dari manusia dalam masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut
dengan sistem sosial. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas - aktivitas
manusia yang saling berinteraksi, mengadakan kontak, serta bergaul
14 berdasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya konkret, terjadi dalam
kehidupan sehari - hari, dan dapat diamati, dan didokumentasikan.
3. Artefak (Fisik)
Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari
aktivitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat
berupa benda benda atau hal - hal yang dapat diraba, dilihat, dan
didokumentasikan. Sifatnya paling konkret di antara ketiga wujud
kebudayaan. Dalam kenyataan kehidupan bermasyarakat, antara
wujud kebudayaan yang satu tidak bisa dipisahkan dari wujud
kebudayaan yang lain. Sebagai contoh: wujud kebudayaan ideal
mengatur, dan memberi arah kepada tindakan (aktivitas) dan karya
(artefak) manusia.
2.1.10. Definisi Permukiman
Pemukiman sering disebut perumahan dan atau sebaliknya.
Pemukiman berasal dari kata housing dalam bahasa Inggris yang artinya
adalah perumahan dan kata human settlement yang artinya
pemukiman. Perumahan memberikan kesan tentang rumah atau
kumpulan rumah beserta prasarana dan sarana ligkungannya.
Perumahan menitiberatkan pada fisik atau benda mati, yaitu houses
dan land settlement. Sedangkan pemukiman memberikan kesan
tentang pemukim atau kumpulan pemukim beserta sikap dan
perilakunya di dalam lingkungan, sehingga pemukiman
menitikberatkan pada sesuatu yang bukan bersifat fisik atau benda mati
yaitu manusia (human).
Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar
kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun
pedesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau
lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung
15 Bab I, Pasa 1 (5)}. Permukiman yang dimaksud dalam Undang – Undang ini mempunyai lingkup tertentu yaitu kawasan yang didominasi oleh
lingkungan hunian dengan fungsi utama sebagai tempat tinggal yang
dilengkapi dengan prasarana, sarana lingkungan, dan tempat kerja
terbatas untuk mendukung perikehidupan dan penghidupan sehingga
fungsi permukiman tersebut dapat berdaya guna dan berhasil guna.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, permukiman berarti
daerah bermukim. Bintarto (1977) mengemukakan bahwa permukiman
dapat digambarkan sebagai suatu tempat atau daerah dimana mereka
membangun rumah-rumah, jalan-jalan, dan sebagainya guna
kepentingan mereka. Nursid Sumaatmadja (1981) mengartikan
permukiman sebagai bagian permukaan bumi yang dihuni manusia
meliputi pula segala sarana dan prasarana yang menunjang kehidupan
penduduk yang menjadi satu kesatuan dengan tempat tinggal yang
bersangkutan.
Permukiman yang menempati areal paling luas dalam
pemanfaatan tata ruang mengalami perkembangan yang selaras
dengan perkembangan penduduk dan mempunyai pola tertentu yang
menciptakan bentuk dan struktur tata ruang yang berbeda satu dengan
lainnya. Perkembangan permukiman pada bagianbagian kota tidaklah
sama, tergantung pada karakteristik kehidupan masyarakat, potensi
sumberdaya (kesempatan kerja) yang tersedia, kondisi fisik alami serta
fasilitas kota terutama berkaitan dengan transportasi dan komunikasi
(Bintarto, 1977).
2.1.11. Bantaran Sungai
Dalam Peraturan Pemerintah RI No. 38 Tahun 2011 tentang
sungai disebutkan bahwa sungai adalah alur atau wadah air alami
dan/atau buatan berupa jaringan pengaliran air didalamnya, mulai dari
hulu sampai muara, dengan dibatasi kanan dan kiri garis sempadan.
Dalam Peraturan Pemerintah RI No. 38 Tahun 2011 tentang
16 palung sungai dan kaki tanggul sebelah dalam yang terletak dikiri
dan/atau kanan palung sungai.
Menurut Hening anggani (2005) Pemeliharaan bantaran sungai
merupakan bagian dari daerah sungai yang bermanfaat untuk
menampung dan mengalirkan air sebagian dari aliran banjir. Dengan
demikian segala macam penghalang sperti tanamantanaman keras
perlu ditebang dan tidak boleh ditanam kembali di bantaran.
Lubang-lubang atau galian yang dekat dengan kaki tanggul perlu ditutup
kembali setinggi bantaran agar tak membahayakan stabilitas tanggul.
Galian saluran untuk keperluan drainase dibuat searah dengan arah
aliran sungai.
Daerah Aliran Sungai (menurut Undang-undang NO. 7 Tahun
2004 tentang SDA) DAS adalah suatu wilayah daratan yang merupakan
satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi
menampung, menyimpan, dan mengalirkan yang berasal dari curah
hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat
merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah
perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan. Sub DAS adalah
bagian dari DAS yang menerima air hujan dan mengalirkannya melalui
anak sungai ke sungai uatama. Setiap DAS terbagi habis ke dalam Sub
DAS-Sub DAS. Adapun pada sempadan sungai memiliki aturan untuk
perlindungan kawasan sungai dan sekitarnya Sungai yang terdapat di
kawasan sendiri dengan sempadan 5 – 10 meter berupa jalur hijau atau jalan inspeksi.
2.1.12. Interaksi Penduduk dengan Lingkungan
Interaksi antara penduduk dan lingkungan sedikitnya harus
mempertimbangkan tiga variabel kompleks berikut :
1. Variabel Kependudukan (Jumlah, Pertumbuhan, distribusi, dan
komposisi penduduk)
17 3. Faktor – Faktor antara (teknologi, konteks institusi dan kebijakan,
faktor kultural).
2.1.13. Spasial Geometri
Spasial Geometris (konfigurasi dan peletakan/karakter spatial)
Enclosure:
a. Bangunan ; jenis, dimensi, orientasi masa bangunan, sifat tekstur,
sifat konfigurasi, sifat bahan dan konstruksi bangunan.
b. Tanaman ; karakteristik tajuk (tinggi, ketebalan, kelebaran,
kepekatan, tinggi batang), peletakan, kerapatan, warna.
c. Elemen pelengkap ; tiang (listrik, telepon, tv, antena), tetenger,
rambu, iklan.
2.2. Landasan Teori
Dari pemaparan diatas dapat dijabarkan hubungan yang sangat berkaitan
erat antara Kebudayaan Masyarakat terhadap kualitas Sungai pada permukiman
padat di kota – kota besar seperti Yogyakarta. kawasan Permukiman Bantaran Sungai Jembatan Kewek – Jalan MAS Suharto merupakan bagian dari Sungai Code yang merupakan sungai yang sangat penting dari bagi keberlangsungan
ekologi kota. Kawasan ini juga merupakan sebuah permukiman yang sangat
padat yang berada di jantung Kota Jogjakarta. Kebudayaan jika dikaitkan dengan
kualitas lingkungan sangat berkaitan erat, terlebih lagi dewasa ini isu ekologi
menjadi permasalahan penting yang dihadapi oleh setiap kota – kota besar di dunia.
Parameter – Parameter yang akan dijelaskan di dalam penelitian ini adalah Parameter yang akan menjawab pertanyaan penelitian dimana terdapat
Parameter Tentang Sungai yang dijabarkan dari teori tentang sifat, aliran dan
muara air sungai. Selanjutnya akan dikemukakan penjabaran dari Parameter
tentang Kebudayaan dimana didalam kebudayaan terdapat 2 Parameter yang
akan dianalisis antara lain Paramater Unsur – Unsur Kebudayaan, dan Parameter Wujud Kebudayaan. Variabel – Variabel yang terdapat di dalam unsur
18 kebudayaan yang telah dijabarkan di dalam tinjauan teori diatas. Sedangkan
untuk parameter Wujud kebudayaan berisi variabel – variabel tentang Wujud Ideal, Aktifitas, dan Wujud Fisik.
Dari penjabaran paramater – parameter diatas, kemudian akan dilakukan analisis tentang hubungan antara kebudayaan (masyarakat) dengan lingkungan
(sungai). Analisis ini akan dijabarkan melalui 2 parameter yaitu parameter
Interaksi Antar Penduduk dan Lingkungan dimana terdapat variabel
19
BAB III
METODE DAN PEMBAHASAN
3.1.
Kondisi Lokasi Amatan
Lokasi yang menjadi fokus amatan terletak di kawasan permukiman
bantaran sungai Kali Code diantara Jembatan Kewek dan Jalan MAS Suharto.
Kawasan ini secara umum mempunyai warga dari kelas menengah kebawah
(marjinal) seperti kawasan bantaran kali Code sekitarnya, dimana rata – rata penduduk di dalam kawasan berpendidikan rendah. Hal ini berdampak pada
kesadaran masyarakat tentang keberlangsungan kawasan bantaran sungai.
Gambar 1. Letak Lokasi Amatan) Sumber : google earth, analisis penulis
20 Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak yang berwenang di dalam
kawasan itu (Ketua RT Setempat), memang seiring dengan tekanan urbanisai
yang terjadi, masyarakat yang tinggal di kawasan bantaran Kali Code juga
menjadi semakin majemuk. Artinya kawasan ini tidak lagi dihuni oleh kaum
urban marginal saja, seperti pengangguran, pemulung, pedagang kaki lima, dan
lain – lain, tetapi juga ada warga yang terlah bekerja dan berpendidikan tinggi. Hal ini berdampak pada perubahan kawasan tersebut dari segi manajemen air
bersih. Namun dari segi penataan kawasan masih terlihat kurang
memperhatikan keberadaan sungai.
Dari gambar diatas terlihat memang kawasan ini mempunyai jalur akses
di dalam kawasan. namun secara teknis jalan setapak (inspeksi) ini melanggar
peraturan dimana Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 63 Tahun 1993
terdapat aturan jarak minimal bangunan fisik yang ada di daerah sempadan
maupun badan sungai terkait garis sempadan sungai, daerah manfaat sungai,
daerah penguasaan sungai dan bekas sungai. Batas area sungai dan daerah
manfaat sungai adalah sungai bertanggul di wilayah garis sempadan sungai yang
ditentukan berjarak 3 (tiga) meter dari tepi tanggul luar. Sedangkan permukiman
di dalam kawasan ini mempunyai jarak rata – rata dibawah 2 meter dari tepi tanggul luar. Bahkan ada beberapa bangunan yang fisik (atap) bangunan tidak
mempunyai jarak dengan tepi tanggul luar.
Gambar 3. Kondisi Jalan Inspeksi Lokasi Amatan Sumber : penulis
21% terbangun
Jarak 100m Dari bibir sungai
39% terbangun
21 Selain itu dari segi orientasi bangunan, terlihat hampir semua bangunan
tidak berorientasi ke sungai, hanya terdapat beberapa rumah yang memang
menjadikan sungai sebagai halaman depan bangunan. Hal ini terlihat dari
gambar dibawah ini dimana, dimana sungai hanya menjadi halaman belakang
dari bangunan di lapis pertama dari sungai. Berdasarkan hasil pengamatan di
lapangan, umumnya fungsi ruangan di dalam rumah yang menghadap ke sungai
adalah Dapur, secara impilisit menadakan bahwa bangunan tersebut
membelakangi sungai.
Gambar 4. Kondisi Sempadan Sungai lokasi amatan Sumber : penulis
22 Karena kondisi orientasi bangunan yang kebanyakan membelakangi
sungai, tentu saja berdampak pada semakin berkembangnya pola hidup
masyarakat yang menjadikan sungai sebagai tempat pembuangan sampah dan
limbah, memang sudah ada upaya dari beberapa komunitas untuk melakukan
penyuluhan tentang kesadaran akan kebersihan lingkungan, namun kondisi
bangunan yang membelakangi sungai memang sangat berpotensi dalam
berkembangnya budaya masyarakat bantaran sungai yang buruk tersebut.
Secara umum, kebudayaan masyarakat saat ini (Modern) yang
berkembang tidak lagi memprioritaskan posisi sungai sebagai sebuah elemen
yang vital dalam kehidupan sehari, ini terlihat dalam beberapa paparan data
kondisi saat ini di kawasan bantaran sungai Code antara Jembatan Kewek
dengan Jalan MAS Suharto. Hali ini terlihat dari faktor yang paling
mempengaruhi bagaimana kondisi fisik bangunan dari segi orientasi dan
penataan bangunan yang membelakangi sungai, yang mendorong
berkembangnya budaya buruk dari masyarakat yang berdampak pada
penurunan kualitas sungai.
Berkembangnya budaya masyarakat ini dampak dari pola pikir
masyarakat yang lebih mengedepankan kepentingan ekonomi dibangdingkan
ekologi. Saat ini sungai dianggap sudah tidak memberikan potensi ekonomi lagi
seperti pada Jaman Dulu (Kolonial) dimana keberadaan sungai sangat
berpengaruh dari segi ekonomi karena sungai menjadi jalur ekonomi dan
aktifitas manusia yang sangat penting.
23
3.2
Instrumen Penelitian
Insturmen Penelitian ini merupakan kesimpulan dari semua teori – teori yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan, Instrumen ini terdiri dari
Parameter – Parameter yang akan menjawab pertanyaan penelitian antara lain :
1. Bagaimana kondisi sungai pada permukiman bantaran sungai antara
Jembatan Kewek – Jalan MAS Suharto
Variabel : Kondisi Sungai dan Sempadan Sungai
2. Bagaimana kondisi kebudayaan pada permukiman bantaran sungai antara
Jembatan Kewek – Jalan MAS Suharto
Gambar 7. Kondisi Bantara Sungai Zaman Kolonial Sumber : penulis
24 Variabel : Unsur – Unsur Kebudayaan dan Wujud Kebudayaan
3. Bagaimana Interaksi antara penduduk permukiman bantaran sungai
dengan sungai (lingkungan)
Variabel : Interaksi Penduduk dan Lingkungan, serta Spasial Geometri
3.2.1 Kondisi Sungai dan Kebudayaan
26
Jumlah Orang atau Unit
Aktifitas
Jenis
Aktifitas,
Interaksi,
Pergaulan
27 3.2.2. Spasial Geometris
VARIABEL
PERTANYAAN PARAMETER VARIABEL
SUB –
VARIABEL INDIKATOR
Spasial
Geometri
Spasial Geometri Bangunan Jenis
Dimensi
Orientasi
Masa
Bangunan
Sifat Tekstur
Sifat
Konfigurasi
Sifat bahan
Konstruksi
Bangunan
Tanaman Karakteristik
Tajuk
Perletakan
Kerapatan
Warna
Elemen
Pelengkap
Tiang (listrik,
telepon,
antena)
Jalan
Signage
28
3.3
Metoda Pengumpulan Data
3.3.1. Kondisi Sungai
Untuk kondisi sungai, akan dilakukan pendataan dan pengidentifikasi berdasarkan variabel – variabel yang telah dijabarkan diatas. Produk yang dihasilkan dari identifikasi ini berupa Peta Aliran dan sempadan sungai, serta data Tabel yang berisi penjabaran tentang kondisi sungai.
Dari data yang dihasilkan diatas berbasis pada peta citra satelit, kemudian ditindaklanjuti dengan melakukan pengamatan dan pembuktian langsung di lapangan, untuk mendapatkan keakuratan data.
3.3.2. Kondisi Kebudayaan
Untuk kondisi kebudayaan, secara umum pendataan dan pengidentifikasi berbasis kepada pengamatan dan pendataan langsung di lapangan. Pendataan dan pengamatan ini berbasis pada variabel – variabel yang telah dijabarkan diatas.
3.3.4. Spasial Geometri
Untuk pengumpulan Data Spasial Geometri adalah dengan melakukan pendataan unsur – unsur Spasial Geometri yang telah disebutkan di dalam variabel – variabel diatas.
Produk dari pengumpulan data Spasial Geometri berupa Data Land Use, Tipologi dan Karakter Bangunan, Peta Vegetasi, serta Data Peta Infrastruktur kawasan.
Basis dari data tersebut adalah Peta Citra Satelit, yang kemudian ditindaklanjuti dengan melakukan pengamatan dan pembuktian langsung di lapangan untuk mendapatkan data yang akurat.
3.3.5. Data Sekunder
Data Sekunder yang dibutuhkan adalah data – data yang mendukung data Primer yang akan dianalisis, data sekunder ini berupa Data Administrasi Wilayah, Data kependudukan (Jumlah, Jenis Pekerjaan, Agama dll).
29
3.4
Metoda Analisis Data
Analisis utama yang dilakukan adalah mengcompare data antara hasil data Kondisi Sungai, Kondisi Kebudayaan, dengan Data Spasial Geometri. Hasil dari Compare antara data – diatas akan dianalisis di dalam Tabel Interaksi Penduduk dan Lingkungan, untuk menjawab pertanyaan penelitian tentang ” Bagaimana Interaksi antara penduduk permukiman bantaran sungai dengan sungai (lingkungan). Tabelnya adalah sebagai berikut :
3.4.1. Interaksi Penduduk dengan Lingkungan
VARIABEL
Kependudukan Jumlah Jiwa
Pertumbuhan % Per
Tahun
Distribusi % Per
Tahun
Komposisi Jiwa / Km 2
Lingkungan Udara Tingkat
30
DAFTAR PUSTAKA
Kusumayanti, Oki. 2008. Perilaku Penduduk yang Bermukim di Sekitar Code dalam
Pemanfaatan Sungai Code Kota Yogyakarta (Studi Kasus: Kampung Jogoyudan,
Kelurahan Gowongan), Skripsi, Fakultas Geografi, Univaersitas Gadjah
Mada.Atlas Sleman Regency, 2005.
Surtiani, Eni Endang. 2006. Factor – factor yang Mempengaruhi Terciptanya Kawasan Permukiman Kumuh di Kawasan Pusat Kota (Studi Kasus: Kawasan Pancuran, Salatiga, Tesis, Program Pasca Sarjana, Universitas Diponegoro.
Anonimous. 1992. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1992 Tentang Perumahan dan Permukiman.
http://www.pu.go.id/Publik/IND/Produk/Kebijakan/Dep_PU/kpts/Kepmen_ 2001_001.pdf
http://eprints.ums.ac.id/24777/2/BAB_I.pdf
http://core.ac.uk/download/pdf/11728552.pdf