ASUHAN KEPERAWATAN JIWA
PADA NY. S DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI
HALUSINASI PENDENGARAN
RUANG 11 (LARASATI) RSJD Dr. AMINO GONDOHUTOMO
SEMARANG
PEMBIMBING KLINIK : Ns. INDRIYANI SUSILOWATI S.Kep.
DISUSUN OLEH :
AHLUL HAQ NANDA PAMBAYUN 12.05.003
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas Keperawatan Jiwa II yang berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA NY. S DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI HALUSINASI PENDENGARAN “. Dalam penyusunan makalah ini kami banyak mengalami kesulitan dan hambatan, akan tetapi berkat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, kami dapat menyelesaikan makalah ini sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Dalam kesempatan ini perkenankanlah kami menyampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, memberi pengarahan, bimbingan, semangat serta doa untuk keberhasilan penulis, antara lain :
1. Ibu Ns. Wahyuningsih S.Kep, selaku dosen pembimbing praktek Keperawatan Jiwa II, yang telah membimbing dan memberi masukan kepada kami.
2. Ibu Ns. Indriyani Sulilowati S.Kep, selaku pembimbing klinik ruang 11nyang telah banyak membeerikan kami masukan.
3. Berbagai pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu yang telah membantu menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari para pembaca.
Semarang, Maret 2015
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...ii
DAFTAR ISI...iii
BAB IPENDAHULUAN...1
A. Latar Belakang...1
B. Tujuan...2
BAB IITINJAUAN TEORI...3
A. Definisi Halusinasi...3
B. Faktor Penyebab Halusinasi...4
C. Jenis Halusinasi...5
D. Fase Halusinasi...6
E. Penatalaksanaan...9
BAB IIITINJAUAN KASUS...14
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN JIWA...14
ANALISA DATA...22
B. MASALAH KEPERAWATAN...23
C. POHON MASALAH DAN DIAGNOSA KEPERAWATAN...23
D. INTERVENSI KEPERAWATAN...24
E. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN...27
BAB IVPEMBAHASAN...33
BAB VPENUTUP...41
A. Kesimpulan...41
B. Saran...41
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Halusinasi merupakan bentuk yang paling sering dari gangguan persepsi. Bentuk halusinasi ini bisa berupa suara-suara yang bising atau mendengung, tapi yang paling sering berupa kata-kata yang tersusun dalam bentuk kalimat yang agak sempurna. Kadang-kadang pasien menganggap halusinasi datang dari setiap tubuh atau diluar tubuhnya. Halusinasi ini kadang-kadang menyenangkan misalnya bersifat tiduran (Nasution, 2003).
Sensori dan persepsi yang dialami pasien tidak bersumber dari kehidupan nyata. Pada umumnya pasien mendengar suara-suara yang membicarakan mengenai keadaan pasien atau yang dialamatkan pada pasien itu (Ilham, 2005).
Jumlah penderita schizophrenia di Indonesia adalah tiga sampai lima per1000 penduduk. Mayoritas penderita berada di kota besar. Ini terkait dengan tingginya stress yang muncul di daerah perkotaan. Dari hasil survey di rumah sakit di Indonesia, ada 0,5-1,5 perseribu penduduk mengalami gangguan jiwa (Hawari 2009, dikutip dari Chaery 2009). Pada penderita skizophrenia 70% diantaranya adalah penderita halusinasi (Marlindawany dkk., 2008).
Menurut Thomas (1991) halusinasi secara umum dapat ditemukan pada pasien gangguan jiwa seperti: Skizoprenia, Depresi, Delirium dan kondisi yang berhubungan dengan penggunaan alkohol dan substansi lingkungan. Pada pasien 2gangguan jiwa dengan kasus Schizoprenia selalu diikuti dengan gangguanpersepsi sensori; halusinasi (Nasution 2003).
dibutuhkanpenanganan halusinasi yang tepat (Hawari 2009, dikutip dari Chaery 2009).
Berdasarkan latar belakang di atas maka kelompok tertarik untuk membahas tentang “Konsep dasar Asuhan Keperawatan dan Strategi Pelaksanaan (sp) pada Pasien dengan Gangguan Orientasi Realita (Halusinasi)”, karena menurut penulis masalah ini sangat menarik dan masalah ini sangat sering dijumpai pada pasien dengan gangguan jiwa dan merupakan karaketristik dari pasien dengan gangguan jiwa.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah mengikuti seminar asuhan keperawatan jiwa mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan dan strategi pelaksanaan pada gangguan halusinasi dan mampu menerapkan asuhan keperawatan gangguan halusinasi pada klien yang memiliki masalah gangguan halusinasi.
2. Tujuan Khusus
Diharapkan mahasiswa mampu :
a. Memahami konsep dasar halusinasi b. Memahami rentang respons halusinasi c. Memahami faktor penyebab halusinasi d. Memahami jenis halusinasi
e. Memahami fase halusinasi
f. Memahami penatalaksanaan keperawatan halusinasi
g. Memahami asuhan keperawatan pasien halusinasi (Pengkajian, Pohon masalah, Diagnosa keperawatan, intervensi, Implementasi, Evaluasi)
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Definisi Halusinasi
Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi, suatu penyerapan panca indera tanpa ada rangsangan dari luar (Maramis, 2005). Pengertian yang hampir sama, yaitu menurut Varcarolis (Yosep, 2009), halusinasi didefinisikan sebagai terganggunya persepsi sensori seseorang, dimana tidak terdapat stimulus, dan menurut Kusuma (1997), halusinasi adalah persepsi sensoris yang palsu yang terjadi tanpa adanya stimulus eksternal, dimana keadaan tersebut dibedakan dari ilusi, yang merupakan kekeliruan persepsi terhadap stimuli yang nyata.
Definisi lebih lengkap dikemukakan oleh Townsend (1998), dimana halusinasi merupakan gangguan persepsi sensori, yaitu suatu keadaan seseorang mengalami perubahan dalam jumlah dan pola dari stimulus yang mendekat diprakarsai secara internal atau eksternal disertai dengan suatu pengurangan, berlebih-lebihan, distorsi, atau kelainan berespon terhadap setiap stimulus. Menurut (Surya, 2011) halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar).
B. Faktor Penyebab Halusinasi
Menurut Stuart dan Laraia (2001), faktor-faktor yang menyebabkan klien gangguan jiwa mengalami halusinasi adalah sebagai berikut :
a. Faktor Predisposisi 1. Faktor genetis
Secara genetis, skizofrenia diturunkan melalui kromosom-kromosom tertentu. Namun demikian, kromosom-kromosom ke berapa yang menjadi faktor penentu gangguan ini sampai sekarang masih dalam tahap penelitian. Anak kembar identik memiliki kemungkinan mengalami skizofrenia sebesar 50% jika salah satunya mengalami skizofrenia, sementara jika dizigote, peluangnya sebesar 15%. Seorang anak yang salah satu orang tuanya mengalami skizofrenia berpeluang 15% mengalami skizofrenia, sementara bila kedua orang tuanya skizofrenia maka peluangnya menjadi 35%.
2. Faktor neurobiologis
Klien skizofrenia mengalami penurunan volume dan fungsi otak yang abnormal. Neurotransmitter juga ditemukan tidak normal, khususnya dopamin, serotonin, dan glutamat.
a) Studi neurotransmitter
Skizofrenia diduga juga disebabkan oleh adanya ketidakseimbangan neurotransmitter. Dopamin berlebihan, tidak seimbang dengan kadar serotonin.
b) Teori virus
Paparan virus influenza pada trimester ketiga kehamilan dapat menjadi faktor predisposisi skizofrenia.
c) Psikologis
Beberapa kondisi psikologis yang menjadi faktor predisposisi skizofrenia antara lain anak yang diperlakukan oleh ibu yang pencemas, terlalu melindungi, dingin, dan tak berperasaan, sementara ayah yang mengambil jarak dengan anaknya.
1. Berlebihannya proses informasi pada sistem saraf yang menerima dan memproses informasi di thalamus dan frontal otak.
2. Mekanisme penghantaran listrik di syaraf terganggu.
3. Kondisi kesehatan, meliputi : nutrisi kurang, kurang tidur, ketidakseimbangan irama sirkadian, kelelahan, infeksi, obat-obat sistem syaraf pusat, kurangnya latihan, hambatan untuk menjangkau pelayanan kesehatan.
4. Lingkungan, meliputi : lingkungan yang memusuhi, krisis masalah di rumah tangga, kehilangan kebebasan hidup, perubahan kebiasaan hidup, pola aktivitas sehari-hari, kesukaran dalam hubungan dengan orang lain, isolasi social, kurangnya dukungan sosial, tekanan kerja, kurang ketrampilan dalam bekerja, stigmatisasi, kemiskinan, ketidakmampuan mendapat pekerjaan. 5. Sikap/perilaku, meliputi : merasa tidak mampu, harga diri rendah,
putus asa, tidak percaya diri, merasa gagal, kehilangan kendali diri, merasa punya kekuatan berlebihan, merasa malang, bertindak tidak seperti orang lain dari segi usia maupun kebudayaan, rendahnya kernampuan sosialisasi, perilaku agresif, ketidakadekuatan pengobatan, ketidakadekuatan penanganan gejala.
C. Jenis Halusinasi
Stuart dan Laraia (2001), membagi halusinasi menjadi tujuh jenis, meliputi: halusinasi pendengaran (auditory), halusinasi penglihatan (visual), halusinasi penghidu (olfactory), halusinasi pengecapan (gustatory), halusinasi perabaan (tactile), halusinasi cenesthetic, dan halusinasi kinesthetic. Karakteristik masing-masing jenis halusinasi adalah sebagai berikut :
mendengar perkataan bahwa pasien disuruh untuk melakukan sesuatu, kadang-kadang dapat membahayakan.
b) Halusinasi penglihatan, stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris, gambar kartun, bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan bisa menyenangkan atau menakutkan seperti melihat monster.
c) Halusinasi penghidu, klien membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, atau feses, umumnya bau-bauan yang tidak rnenyenangkan. Halusinasi penghidu sering akibat stroke, tumor, kejang atau demensia. d) Halusinasi pengecapan, klien merasa mengecap rasa seperti rasa darah,
urin atau feses.
e) Halusinasi perabaan, dimana klien mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas, seperti rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati, atau orang lain.
f) Halusinasi cenesthetic, yaitu merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri, pencernaan makanan, atau pembentukan urin. g) Halusinasi kinesthetic, yaitu merasakan pergerakan sementara berdiri
tanpa bergerak.
D. Fase Halusinasi
Halusinasi yang dialami oleh klien bisa berbeda intensitas dan keparahannya. Stuart dan Laraia (dalam Stuart dan Sundeen, 2006), membagi fase halusinasi dalam 4 fase berdasarkan tingkat ansietas yang dialami dan kemampuan klien mengendalikan dirinya. Semakin berat fase halusinasi, klien semakin berat mengalami ansietas dan makin dikendalikan oleh halusinasinya.
Tabel 2.1 Fase-Fase Halusinasi
Fase halusinasi Karakteristik Perilaku pasien
1 2 3
Fase 1 : Comforting-ansietas tingkat
Klien mengalami keadaan emosi seperti ansietas, kesepian, rasa bersalah, dan
sedang, secara umum, halusinasi bersifat
menyenangkan
takut serta mencoba untuk berfokus pada penenangan pikiran untuk mengurangi ansietas. Individu mengetahui bahwa pikiran dan pengalaman sensori yang dialaminya tersebut dapat dikendalikan jika ansietasnya bias diatasi terhadap halusinasi dan menyerah pada halusinasi tersebut. Isi halusinasi menjadi menarik, dapat berupa permohonan. Klien
mungkin mengalarni kesepian jika pengalaman sensori tersebut berakhir. (Psikotik)
mengintervensi klien lebih lanjut. Pertama-tama klien harus difasilitasi untuk merasa nyaman menceritakan pengalaman aneh halusinasinya agar informasi tentang halusinasi yang dialami oleh klien dapat diceritakan secara konprehensif. Untuk itu perawat harus memperkenalkan diri, membuat kontrak asuhan dengan klien bahwa keberadaan perawat adalah betul-betul untuk membantu klien. Perawat juga harus sabar, memperlihatkan penerimaan yang tulus, dan aktif mendengar ungkapan klien saat menceritakan halusinasinya. Hindarkan menyalahkan klien atau menertawakan klien walaupun pengalaman halusinasi yang diceritakan aneh dan menggelikan bagi perawat. Perawat harus bisa mengendalikan diri agar tetap terapeutik.
Setelah hubungan saling percaya terjalin, intervensi keperawatan selanjutnya adalah membantu klien mengenali halusinasinya (tentang isi halusinasi, waktu, frekuensi terjadinya halusinasi, situasi yang menyebabkan munculnya halusinasi, dan perasaan klien saat halusinasi muncul). Setelah klien menyadari bahwa halusinasi yang dialaminya adalah masalah yang harus diatasi, maka selanjutnya klien perlu dilatih bagaimana cara yang bisa dilakukan dan terbukti efektif mengatasi halusinasi. Proses ini dimulai dengan mengkaji pengalaman klien mengatasi halusinasi. Bila ada beberapa usaha yang klien lakukan untuk mengatasi halusinasi, perawat perlu mendiskusikan efektifitas cara tersebut. Apabila cara tersebut efektif, bisa diterapkan, sementara jika cara yang dilakukan tidak efektif perawat dapat membantu dengan cara-cara baru.
Menurut Keliat (2011), ada beberapa cara yang bisa dilatihkan kepada klien untuk mengontrol halusinasi, meliputi :
1. Menghardik halusinasi.
pasien mengenal halusinasi, jelaskan cara-cara kontrol halusinasi, ajarkan pasien mengontrol halusinasi dengan cara pertama yaitu menghardik halusinasi:
2. Berinteraksi dengan orang lain.
Klien dianjurkan meningkatkan keterampilan hubungan sosialnya. Dengan meningkatkan intensitas interaksi sosialnya, kilen akan dapat memvalidasi persepsinya pada orang lain. Klien juga mengalami peningkatan stimulus eksternal jika berhubungan dengan orang lain. Dua hal ini akan mengurangi fokus perhatian klien terhadap stimulus internal yang menjadi sumber halusinasinya. Latih pasien mengontrol halusinasi dengan cara kedua yaitu bercakap-cakap dengan orang lain:
3. Beraktivitas secara teratur dengan menyusun kegiatan harian. Kebanyakan halusinasi muncul akibat banyaknya waktu luang yang tidak dimanfaatkan dengan baik oleh klien. Klien akhirnya asyik dengan halusinasinya. Untuk itu, klien perlu dilatih menyusun rencana kegiatan dari pagi sejak bangun pagi sampai malam menjelang tidur dengan kegiatan yang bermanfaat. Perawat harus selalu memonitor pelaksanaan kegiatan tersebut sehingga klien betul-betul tidak ada waktu lagi untuk melamun tak terarah. Latih pasien mengontrol halusinasi dengan cara ketiga, yaitu melaksanakan aktivitas terjadwal:
4. Menggunakan obat.
Salah satu penyebab munculnya halusinasi adalah akibat ketidakseimbangan neurotransmiter di syaraf (dopamin, serotonin). Untuk itu, klien perlu diberi penjelasan bagaimana kerja obat dapat mengatasi halusinasi, serta bagairnana mengkonsumsi obat secara tepat sehingga tujuan pengobatan tercapai secara optimal. Pendidikan kesehatan dapat dilakukan dengan materi yang benar dalam pemberian obat agar klien patuh untuk menjalankan pengobatan secara tuntas dan teratur.
Hal ini penting dilakukan dengan dua alasan. Pertama keluarga adalah sistem di mana klien berasal. Pengaruh sikap keluarga akan sangat menentukan kesehatan jiwa klien. Klien mungkin sudah mampu mengatasi masalahnya, tetapi jika tidak didukung secara kuat, klien bisa mengalami kegagalan, dan halusinasi bisa kambuh lagi. Alasan kedua, halusinasi sebagai salah satu gejala psikosis bisa berlangsung lama (kronis), sekalipun klien pulang ke rumah, mungkin masih mengalarni halusinasi. Dengan mendidik keluarga tentang cara penanganan halusinasi, diharapkan keluarga dapat menjadi terapis begitu klien kembali ke rumah. Latih pasien menggunakan obat secara teratur:
Jenis-jenis obat yang biasa digunakan pada pasien halusinasi adalah: 1. Clorpromazine ( CPZ, Largactile ), Warna : Orange
Indikasi:
Untuk mensupresi gejala – gejala psikosa : agitasi, ansietas, ketegangan, kebingungan, insomnia, halusinasi, waham, dan gejala – gejala lain yang biasanya terdapat pada penderita skizofrenia, manik depresi, gangguan personalitas, psikosa involution, psikosa masa kecil.
Cara pemberian:
Untuk kasus psikosa dapat diberikan per oral atau suntikan intramuskuler. Dosis permulaan adalah 25 – 100 mg dan diikuti peningkatan dosis hingga mencapai 300 mg perhari. Dosis ini dipertahankan selama satu minggu. Pemberian dapat dilakukan satu kali pada malam hari atau dapat diberikan tiga kali sehari. Bila gejala psikosa belum hilang, dosis dapat dinaikkan secara perlahan – lahan sampai 600 – 900 mg perhari.
Kontra indikasi:
Sebaiknya tidak diberikan kepada klien dengan keadaan koma, keracunan alkohol, barbiturat, atau narkotika, dan penderita yang hipersensitif terhadap derifat fenothiazine.
Yang sering terjadi misalnya lesu dan mengantuk, hipotensi orthostatik, mulut kering, hidung tersumbat, konstipasi, amenore pada wanita, hiperpireksia atau hipopireksia, gejala ekstrapiramida. Intoksikasinya untuk penderita non psikosa dengan dosis yang tinggi menyebabkan gejala penurunan kesadaran karena depresi susunan syaraf pusat, hipotensi,ekstrapiramidal, agitasi, konvulsi, dan perubahan gambaran irama EKG. Pada penderita psikosa jarang sekali menimbulkan intoksikasi.
2. Haloperidol ( Haldol, Serenace ), Warna : Putih besar Indikasi:
Yaitu manifestasi dari gangguan psikotik, sindroma gilies de la tourette pada anak – anak dan dewasa maupun pada gangguan perilaku yang berat pada anak – anak.
Cara pemberian:
Dosis oral untuk dewasa 1 – 6 mg sehari yang terbagi menjadi 6 – 15 mg untuk keadaan berat. Dosis parenteral untuk dewasa 2 -5 mg intramuskuler setiap 1 – 8 jam, tergantung kebutuhan.
Kontra indikasi:
Depresi sistem syaraf pusat atau keadaan koma, penyakit parkinson, hipersensitif terhadap haloperidol.
Efek samping:
Yang sering adalah mengantuk, kaku, tremor, lesu, letih, gelisah, gejala ekstrapiramidal atau pseudoparkinson. Efek samping yang jarang adalah nausea, diare, kostipasi, hipersalivasi, hipotensi, gejala gangguan otonomik. Efek samping yang sangat jarang yaitu alergi, reaksi hematologis. Intoksikasinya adalah bila klien memakai dalam dosis melebihi dosis terapeutik dapat timbul kelemahan otot atau kekakuan, tremor, hipotensi, sedasi, koma, depresi pernapasan. 3. Trihexiphenidyl ( THP, Artane, Tremin ), Warna: Putih kecil
Untuk penatalaksanaan manifestasi psikosa khususnya gejala skizofrenia.
Cara pemberian:
Dosis dan cara pemberian untuk dosis awal sebaiknya rendah ( 12,5 mg ) diberikan tiap 2 minggu. Bila efek samping ringan, dosis ditingkatkan 25 mg dan interval pemberian diperpanjang 3 – 6 mg setiap kali suntikan, tergantung dari respon klien. Bila pemberian melebihi 50 mg sekali suntikan sebaiknya peningkatan perlahan – lahan.
Kontra indikasi:
Pada depresi susunan syaraf pusat yang hebat, hipersensitif terhadap fluphenazine atau ada riwayat sensitif terhadap phenotiazine. Intoksikasi biasanya terjadi gejala – gejala sesuai dengan efek samping yang hebat. Pengobatan over dosis ; hentikan obat berikan terapi simtomatis dan suportif, atasi hipotensi dengan levarteronol hindari menggunakan ephineprine.
BAB III TINJAUAN KASUS
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN JIWA I. IDENTITAS KLIEN
Nama : Ny S
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 43 th
Suku/bangsa : Ibu Rumah Tangga
Suku/bangsa : Indonesia
Ajaran : Islam
Pendidikan : SLTA
Alamat : Batang
Penanggung Jawab
Nama : TN K
Umur : 45 th
Pekerjaan : Wiraswasta
Hubungan dengan klien : Suami
Alamat : Batang
Identitas Rumah Sakit
Tanggal masuk : 4 maret 2015
Ruang : 11 (Larasati)
Dx medis : Depresi berat dengan gangguan psikotik
No RM : 064406
II. ALASAN MASUK
Keluarga pasien mengatakan satu minggu sebelum masuk rumah RSJ
pasien merasa mendengar suara atau bisikan yang menyuruh pasien untuk
dan berteriak-teriak saat mendengar bisikan. Pasien marah-marah sambil
memukul tembok dan orang yang disekitarnya
III. FAKTOR PREDISPOSISI
Pasien mengatakan semenjak anaknya meninggal pasien sering mendengar suara atau bisikan yang menyuruh pasien untuk sholat. Pasien baru pertama kali dirawat di RSJ. sebelum dirawat di RSJ pasien hanya mendapatkan obat dari dokter terdekat. Pasien juga mengatakan bahwa keluarga tidak ada yang mengalami sakit seperti klien.
IV. PEMERIKSAAN FISIK 1. Tanda tanda Vital
- TD : 120/90
- HR : 76X/menit
- S : 36,5 C
- RR : 20x/menit
2. Antopometri
- Tinggi badan : 162 cm
- Berat badan : 54 kg
3. Kepala : Rambut hitam ikal,tidak berketombe dan rambut panjang 4. Mata : Sclera tidak ikterik,pupil isokor,konjungtiva tidak anemis dan
mata dapat melihat dengan baik
5. Hidung : Bersih,tidak ada secret dan penciuman baik 6. Mulut : Gigi bersih dan tidak ada stomatitis
7. Kuku : Kurang bersih dan agak panjang 8. Telinga : Bersih ,tidak ada serumen
9. Leher : Tidak ada nyeri tekan dan tidak ada pembesaran tonsil 10. Dada
a. Paru
- Perkusi : Sonor - Auskultasi : Vesikuler b. Jantung
- Inspeksi : Simetris,tidak tampak Ictus Cordis - Palpasi : Ictus Cordis teraba pada LMCS 1CS ke 5 - Perkusi : Pekak
- Auskultasi : Bunyi jantung S1 lup dan S2 reguler c. Abdomen
- Inspeksi : Simetris,datar tidak ada lesi - Auskultasi : Terdengar bising usus 12 xmenit - Perkusi : Tympani
- Palpasi : Tidak ada massa,tidak ada nyeri tekan
V. PSIKOSOSIAL 1. Genogram
a. Pola Asuh
Pasien mengatakan setiap harinya mengasuh kedua anaknya.Pasien memiliki 2 anak bersaudara namun sekarang sudah ditinggal anak pertamanya
b. Pola komunikasi
Keterangan
: Perempuan
: Laki-laki
: Meninggal
: Tinggal serumah
Pasien mengatakan jika mendapatkan suatu masalah pasien mencari tabanyakepada suaminya. Pasien juga berkomunikasi baik dengan keluarganya
c. Pengambilan keputusan
Pasien mengatakan dalam mengambil keputusan pasien selalu dirunding terlebih dahulu dengan suaminya. Pasien juga sering mendapatkan saran dari suaminya
2. Konsep Diri a. Citra Diri
pasien mengatakan menyukai semua bagian tubuhnya. Saat ditanya bagian tubuh yang paling disukai adalah tangannya
b. Identitas Diri
pasien dapat menyebutkan identitas dirinya (nama, alamat, hobi). Pasien mengatakan setiap harinya sebagai Ibu rumah tangga yang hanya mengasuh kedua anaknya. Pasien suka dengan statusnya sebagai seorang wanita
c. Peran Diri
sebelum sakit dirumah pasien mempuyai tanggung jawab sebagai Ibu rumah tangga. Pasien dapat melakukan pekerjaannya sendiri, tapi setelah dirawat di RSJ pasien tidak melakukan aktivitas seperti dirumah
d. Ideal Diri
pasien mengatakan ingin segera pulang dan berkumpul dengan keluarga seperti dulu. Pasien juga mengatakan ingin segera sembuh dan tidak ingin lagi nmendengar suatu suara atau bisikan-bisikan
Pasien mengatakan merasa percaya diri dengan dirinya. Pasien juga mengatakan dia mampumengasuh anaknya dengan baik. Dan mampu melakukan pekerjaan rumah tangga dengan baik. Pasien mengatakan tidak ada gangguan dengan harga dirinya.
3. Hubungan Sosial a. Orang yang Berarti
Pasien mengatakan sebelum anaknya meninggal yaitu orang terdekatnya adalah kedua dua anaknya karena sering bertemu dirumah, namun setelah anak yang pertama meninggal pasien hanya dekat dengan anaknya yang ke 2.
b. Peran Serta dalam Masyarakat
Sebelum dirawat di RSJ sering bergaul dengan ibu-ibu sekitar rumahnya, namun setelah dirwat di RSJ pasien tidak mau bergaul dengan pasien lainnya karena alasannya malu dengan kondisinya, pasien tampak sering menyendiri, kontak mata pasien kurang saat berinteraksi dan pasien sering melamun.
Masalah Keperawatan : Menarik Diri 4. Spiritual
Pasien mengatakan sebelum sakit rajin sholat 5 waktu dan sering mengikuti pengajian di kampungnya, setelah dirawat di RSJ pasien tetap rajin sholat 5 waktu.
VI. STATUS MENTAL 1. Penampilan
Penampilan dalam cara berpakaian rapi dan sesuai, postur tubuh sedang, rambut ikal agak panjang, ekspresi wajah kadang serius saat bercerita, cara berjalan baik, pasien saat duduk bersama teman-temanya terkadang hanya melamun.
Pasien dalam berbicara intonasinya kurang jelas dan pelan, dalam pembicaraan sesuai atau nyambung dengan pertanyaan, pasien terkadang terdiam ditengah pembicaraan seperti mendengar sesuatu.
3. Aktivitas Motorik
Pasien tampak mau melakukan aktivitas sehari-hari di RSJ secara mandiri, saat berinteraksi tampak pasien mengerak-gerakkan tanganya, tangannya tampk seperti mengepal.
Masalah Keperawatan : Resiko menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
4. Alam Perasaan
Pasien mengatakan masih mendengar suara suara bisikan yang menggangunya, pasien mengatakan terkadang merasa sedih dengan keaadanyan sekarang, yang tidak bisa berkumpul dengan keluarga seperti dahulu.
5. Afek
Saat di wawancari kadang pasien menunjukan ekspresi mendengar sesuatu, respon emosional pasien sudah stabil, pasien tenang saat diakukan interaksi.
Masalah Keperawatan : Halusinasi Pendengaran 6. Interaksi Selama Wawancara
Pasien mampu menjawab semua pertanyaan yang di ajukan dengan sesuai/ baik, kontak mata dengan pasien perawat sedikit kurang, pasien cenderung menatap kedepan padahal perawat ada di sampingnya, pembicaraan pasien keheranan saat ditanyai, kadang pasien terdiam sebentar seperti mendengar sesuatu.
7. Persepsi
detik, respon pasien untuk mengontrol halusinasinya tersebut hanya dengan cara berkeluyuran dan bicara sendiri.
Masalah Keperawatan: Halisinasi Pendengaran 8. Proses Pikir
Perkataan pasien dapat dimengerti dengan baik oleh perawat, selama interaksi berangsung dapat diketaui bahwa pembicaraan sudah terarah.
9. Isi Pikir
Pasien mengatakan tidak ada yang mengendalikan pikiranya. Pasien tidak mampunyai pikiran yang aneh-aneh kalaupun sering mendengar suara atau bisikan palsu.
10. Tingkat Kesadaran
Pasien menyadari bahwa dirinya berada di RSJ, pasien mampu mengingat nama temannya di RSJ yang sudah diajak berkenalan, orientasi waktu dan tempat
11. Memori
Untuk Memori segera menjawab dengan baik tidak ada gangguan ingatan dalam jangka panjang dan pendek untuk saat ini.
- Jangka panjang : Pasien mengatakan lahir tahun 1980
- Jangka pendek : Pasien mengatakan yang membawa kerumah sakit
adalah suaminya
- Jangka saat ini : Pasien masih ingat tadi pagi makan dengan nasi
dan sayur. 12. Tingkat Kosentrasi dan Berhitung
Pasien mampu berkonsentrasi dan mampu berhitung secara sederhana misalnya berhitung dari 1 sampai 10.
Pasien mengatakan mampu mengambil keputusan sederhana misal pasien memutuskan untuk menggosok gii setelah makan pagi.
14. Daya Tilik Diri
Pasien mengatakan menyadari bahwa dirinya sakit dan dibawa ke RSJ pasien mengatakan pasien sudah sembuh dan segera ingin pulang. VII. KEMAMPUAN AKTIVITAS SEHARI-HARI
1. Makan
Makanan disiapkan oleh perawat dirumah sakit pasien mau makan 3x sehari 1 porsi habis, pasien dapat makan sendiri.
2. BAB/ BAK
Klien BAB 1 hari sekali kalau dirumah, selama dirumah sakit pasien BAB 1kali sehari dan dapat dilakukan ditoilet dan BAK 4-5 x/hari dan dapat dilakukan sendiri di toilet.
3. Mandi
Pasien mengatakan sehari mandi 2-3 x/hari dan dapat melakukan sendiri dikmar mandi memakai sabun tetapi tidak handukan , gosok gigi 1kali sehari dapat dilakukan sendiri dikamar mandi.
4. Berpakaian/ Berhias
Pasien mampu menggunakan baju sendiri, ganti pakaian 1 kali dalam 2 atau 3 hari sekali.
5. Istirahat dan Tidur
Pasien mengatakan tidur sekitar jam 21.00 wib & kadang-kadang terbangun ditengah malam, serta gelisah karena sering mendengar suara bisikan.
6. Penggunaan Obat
Pasien minum obat yang diberikan oleh perawat dan dimonitor oleh perawat , pasien selalu meminum obatnya sampai habis, pasien mengatakan mendapatkan obat sejumlah 2
7. Pemeliharaan Kesehatan
rumah sakit, pasien engatakan bila sudah keluar dari rumah sakit pasien tidak mau dibawa ke RSJ.
8. Aktivitas dalam Rumah
Pasien mengatakan di rumah tidak pernah melakukan pekerjaan rumah.
9. Aktivitas luar Rumah
Pasien mengatakan tidak suka kegiatan diluar rumah. VIII. MEKANISME KOPING
Mekanisme koping saat ini pasien yaitu adaptif, pasien mampu berbicara dengan orang lain.
IX. MASALAH PSIKOSOSIAL DAN LINGKUNGAN
Pasein mengatakan ada maslah dengan lingkungan, pasien tidak suka berbicara dengan orang lain dan lebih suka di rumah.
X. ASPEK MEDIS
Terapi medik : Risperidone 2 x 2 mg
ANALISA DATA menyuruh untuk sholat, suara tersebut kadang muncul kadang tidak, suara itu muncul lamanya biasa 5 detik
DO:
Klien saat interaksi kadang ketawa sendiri dan sering mondar-mandir, kadang bicara sendiri.
Gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran
2. DS:
Pasien mengatakan tidak suka bergaul, di rumah pasien sering melamun, berdiam diri dan tidak mau bergaul dengan orang lain.
DO:
Kontak mata kurang saat diajak berinteraksi
Isolasi sosial : menarik diri
3. DS:
Resiko menyiderai diri, orang lain dan lingkungan
Perubahan persepsi sensori : halusinasi
Isolasi sosial : menarik diri B. MASALAH KEPERAWATAN
1. Gangguan persepsi sensori : halusinasi 2. Isolasi social : menarik diri
3. Resiko menyiderai diri orang lain dan lingkungan
C. POHON MASALAH DAN DIAGNOSA KEPERAWATAN
Akibat
Core (Masalah Utama)
Penyebab
Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan persepsi sensori : halusinasi 2. Isolasi social : menarik diri
D. INTERVENSI KEPERAWATAN
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam klien mampu mengontrol halusinasi dengan kriteria hasil (TUK):
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya. 2. Klien dapat mengenal
halusinasinya; jenis, isi,
4. Klien dapat dukungan keluarga dalam
mengontrol halusinasinya. 5. Klien dapat minum obat
dengan bantuan minimal.
1. Bina hubungan saling percaya. 2. Adakan kontak sering dan
singkat secara bertahap. 3. Observasi tingkah laku klien
terkait halusinasinya. 4. Tanyakan keluhan yang
dirasakan klien.
5. Jika klien tidak sedang
berhalusinasi klarifikasi tentang adanya pengalaman halusinasi, diskusikan dengan klien tentang halusinasinya meliputi :
SP I :
1. Identifikasi jenis halusinasi Klien.
2. Identifikasi isi halusinasi Klien. 3. Identifikasi waktu halusinasi
Klien.
4. Identifikasi frekuensi halusinasi Klien.
5. Identifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi. 6. Identifikasi respons Klien
terhadap halusinasi.
7. Ajarkan Klien menghardik halusinasi.
8. Anjurkan Klien memasukkan cara menghardik halusinasi dalam jadwal kegiatan harian. SP II :
1. Evaluasi jadwal kegiatan harian Klien.
halusinasi dengan cara
bercakap-cakap dengan orang lain.
3. Anjurkan Klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian. SP III :
1. Evaluasi jadwal kegiatan harian Klien.
2. Latih Klien mengendalikan halusinasi dengan melakukan kegiatan (kegiatan yang biasa dilakukan Klien di rumah). 3. Anjurkan Klien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian SP IV :
1. Evaluasi jadwal kegiatan harian Klien.
2. Berikan pendidikan kesehatan tentang penggunaan obat secara teratur.
3. Anjurkan Klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian. 4. Beri pujian jika klien
menggunakan obat dengan benar.
5. Menganjurkan Klien
mendemonstrasikan cara control yang sudah diajarkan.
6. Menganjurkan Klien memilih salah satu cara control
halusinasi yang sesuai. Keluarga:
1. Diskusikan masalah yang dirasakn keluarga dalam merawat Klien.
2. Jelaskan pengertian tanda dan gejala, dan jenis halusinasi yang dialami Klien serta proses terjadinya.
merawat Klien halusinasi. 4. Latih keluarga melakukan cara
merawat Klien halusinasi secara langsung.
5. Discharge planning : jadwal aktivitas dan minum obat. Tindakan Psikofarmako: 1. Berikan obat-obatan sesuai
program Klien.
2. Memantau kefektifan dan efek samping obat yang diminum. 3. Mengukur vital sign secara
periodic.
Tindakan Manipulasi Lingkungan
1. Libatkan Klien dalam kegiatan di ruangan.
E. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN
Nama pasien : Ny S
Umur : 43 th
Hari / tanggal Diagnosa keperawatan implementasi SOAP
Sabtu 14/03/2015 (SP I)
Gangguan persepsi halusinasi pendengaran
1.Membina hubungan saling percaya 2.Membantu klien untuk dalam
mengenal halusinasinya ( isi, situasi, frekuensi, durasi, dan respon)
3.Membantu klien untuk mengontrol halusinasinya dengan cara pertama yaitu menghardik
4.Merencakan RTL untuk kegiatan menghardik
5.membuat kontrak waktu untuk pertuman SP II
S:
setelah di ajarkan sedikit lebih nyaman
O:
pasien tampak tenang, kontak mata sedikit menurun, bicara kurang jelas, pasien mau di ajak komunikasi, pasien tampak mempraktikan cara mengontrol halusinasinya secara mandiri dengan baik
A:
Telah tercapai hubungan BHSP Pasien mampu melakukan cara mengontrol halusinasi dengan benar. P:
lanjutkan intervensi Untuk pasien:
Anjurkan pasien untuk melakukan
Gangguan persepsi halusinasi pendengaran
1. Mengevaluasi kembali kemampuan pasien dalam mengontrol halusinasi dengan cara menghardik seperti yang diajarkan pertemuan sebelumnya
2. Mengajari pasien cara mengontrol halusinasi dengan cara yang kedua yaitu bercakap cakap dengan orang lain
3. Membuat jadwal latian cara bercakap cakap
4. Menganjurkan cara bercakap cakap ketika halusinasi muncul
S:
pasien mengatakan masih ingat cara yang kemarin sudah diajarkan yaitu dengan cara menghardik, pasien mengatakan cara yaitu kita menutup telinga lalu sambil bilang”pergi kamu pergi, kamu suara palsu tidak nyata”.
5. Melakukan kontrak pada pertemuan berikutnya
nyaman O:
pasien tampak meragakan kembali cara mengontrol halusinasi dengan menghardik seperti pertemuan sebelumnya
Pasien tampak memperagakan mengontrol halusinasi dengan cara ke dua yaitu dengan mengajak ngobrol dengan orang lain
A:
Pasien mampu memperagakan kembali mengontrol halusinasi dengan cara menghardik
Pasien mapu memperagakan mengontrol halusinasi dengan cara kedua yaitu bercakap cakap dengan orang lain
Untuk pasien: anjurkan pasien untuk mempraktekan kembali cara mengntrol halusinasi dengan mengajak obrol orang lain sesuai jadwal dan saat halusinasi itu muncul Untuk perawat;
Lakukan kontrak dengan pasien untuk melanjutkan SP yang ke III yaitu dengan cara melakukan aktivitas terjadwal.
Senin 16/3/2015
Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi
1. Mengevaluasi ingatan pasien mengenai cara mengontrol halusinasi yang sudah diajarkan dalam pertemuan sebelumnya. 2. Membuat jadwal harian kegiatan
pasien.
S:
-Pagi juga mas, perasaaan saya hari ini lebih baik. Iya saya sudah mencoba semua cara yang diajarkan yaitu dengan menghardik dan mengobrol dengan orang lain.
O:
halusinasi menghardik dan mengobrol dengan orang lain.
-pasien tampak mau makan dan meminum obat secara teratur.
A:
-Pasien mampu memperagakan cara mengontrol halusinasi menghardik, mengobrol dengan pasien yang lain. -pasien mampu meminum obat dengan secara teratur.
P:
BAB III PEMBAHASAN
Pada bab ini akan dibahas mengenai kesenjangan yang penulis temukan antara konsep dasar teori dengan kasus nyata masalah keperawatan pada Ny. S dengan gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran diruang Larasati (R.11) Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino Gondohutomo Semarang pada tanggal 14 Maret 2015, dari tahap pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi, dan evaluasi serta pada tahap penulisan akhir dari penulisan laporan studi kasus ini, penulis akan memberikan kesimpulan dan saran, yang diharapkan dapat memberi manfaat dalam meningkaykan asuhan keperawatan pada pasien, khususnya pada pasin dengan gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran.
A. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar dari proses keperawatan, tahapnya terdiri dari pengumpulan data, penulis melakukan pendekatan pada pasien dan data diperoleh melalui wawancara, pengamatan, atau observasi langsung pada klien, catatan rekam medis, perawat ruangan sebagai berikut: Pengkajian dilakukan pada tanggal 14 Maret 2015 pukul 08.00 WIB diruang 11 (Larasati) RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang. Penulis menemukan kesenjangan pada tahap pengkajian, karena keluarga tidak pernah menjenguk klien sampai akhir implementasi. Proses pengkajian untuk mendapatkan data dimulai dari tanggal 14 Maret 2015 melalui tahap perkenalan (Bina Hubungan Saling Percaya antara Perawat dan Klien), sampai klien mau menceritakan masalahnya kepada perawat.
mengalami skizofrenia, sementara jika dizigote, peluangnya sebesar 15%. Seorang anak yang salah satu orang tuanya mengalami skizofrenia berpeluang 15% mengalami skizofrenia, sementara bila kedua orang tuanya skizofrenia maka peluangnya menjadi 35%. Faktor Neurobiologis yaitu klien skizofrenia mengalami penurunan volume dan fungsi otak yang abnormal. Neurotransmitter juga ditemukan tidak normal, khususnya dopamin, serotonin, dan glutamat. Faktor predisposisi yang terjadi pada Ny. S adalah adanya rasa kesedihan yang dirasakan klien saat kehilangan anaknya yang kemudian menyebabkan klien menjadi pendiam dan cenderung murung bahkan menarik diri, dari situlah muncul gejala klien sering mendengar suara suara yang tidak ada wujudnya secara terus menerus.
dengan klien. Hal tersebut menyebabkan klien merasa kehilangan yang sangat dalam terhadap anaknya.
Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi, suatu penyerapan panca indera tanpa ada rangsangan dari luar (Maramis, 2005). Pengertian yang hampir sama, yaitu menurut Varcarolis (Yosep, 2009), halusinasi didefinisikan sebagai terganggunya persepsi sensori seseorang, dimana tidak terdapat stimulus, dan menurut Kusuma (1997), halusinasi adalah persepsi sensoris yang palsu yang terjadi tanpa adanya stimulus eksternal, dimana keadaan tersebut dibedakan dari ilusi, yang merupakan kekeliruan persepsi terhadap stimuli yang nyata. Stuart dan Laraia (2001), membagi halusinasi menjadi tujuh jenis, meliputi: halusinasi pendengaran (auditory), halusinasi penglihatan (visual), halusinasi penghidu (olfactory), halusinasi pengecapan (gustatory), halusinasi perabaan (tactile), halusinasi cenesthetic, dan halusinasi kinesthetic. Halusinasi yang dialami oleh klien bisa berbeda intensitas dan keparahannya. Stuart dan Laraia (dalam Stuart dan Sundeen, 2006), membagi fase halusinasi dalam 4 fase berdasarkan tingkat ansietas yang dialami dan kemampuan klien mengendalikan dirinya. Semakin berat fase halusinasi, klien semakin berat mengalami ansietas dan makin dikendalikan oleh halusinasinya. Fase I : Comforting-ansietas tingkat sedang, secara umum, halusinasi bersifat menyenangkan. Fase II :Condemning-ansietas tingkat berat, secara umum, halusinasi menjadi menjijikkan. Fase III : Controlling-ansietas tingkat berat, pengalaman sensori menjadi berkuasa. Fase IV: Conquering-Panik, umumnya halusinasi menjadi lebih rumit, melebur dalam halusinasinya.
lebih tenang. Jika ada masalah sekarang klien lebih banyak diam. Dalam melalukan pengkajian, didapatkan pembicaraan klien lambat dan pelan, serta tampak bingung, tidak bisa mempertahankan kontak mata dan tidak fokus dengan topik pembicaraan. Aktivitas motorik pengkajian klien tampak gelisah dan sering mondar-mandir seperti kebingungan. Interaksi selama wawancara cukup kooperatif, dan kadang tidak menjawab sebagian pertanyaan yang ditanyakan perawat. Persepsi yaitu jenis halusinasi pendengaran, pasien mengatakan sering mendengar suara suara yang selalu membayanginya seperti “ayo sholat”, dalam sehari tidak bisa diprediksi kadang muncul dangan tiba tiba berdurasi 5 detik, disaat klien sedang sendiri atau sebelum dan sesudah tidur. Tingkat kesadaran klien mengatakan bahwa dirinya masih bingung dan kacau pasien sering mondar mandir tidak tahu mau berbuat apa.
Beberapa data yang ada diteori tidak semuanya ada pada Ny. S, tetapi data yang ada pada Ny. S sudah memperkuat diagnosa bahwa klien mengalami gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran yaitu klien sring mendengar suara yang membisikan “ayo sholat”, klien sering berbicara sendiri, tampak gelisah dan kontak mata agak kurang.
Pada pengkajian terdapat factor penghambat penulis karena klien kadang saat diajak bicara klien tampak bingung, tidak bisa fokus, dan ditengah pembicaraan klien berhenti bicara kmudian melamun. Klien mudah tersinggung saat ditanya mengenai masala lalunya yang menyangkut kenangan masa lalu dengan anaknya. Penulis juga tidak bertemu dengan keluarga klien sehingga menyulitkan penulis untuk validasi data yang didapat.
B. Diagnosa Keperawatan
Ada beberapa diagnosa keperawatan yang sering ditemukan pada klien dengan halusinasi menurut Keliat (2011) yaitu: Resiko Perilaku kekerasan berhubungan dengan halusinasi pendengaran. Gangguan persepsi sensori: halusinasi berhubungan dengan menarik diri. Isolasi sosial: menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah. Dalam kasus juga muncul tiga diagnose keperawatan yaitu, Resiko Perilaku kekerasan berhubungan dengan halusinasi pendengaran. Gangguan persepsi sensori: halusinasi berhubungan dengan menarik diri. Isolasi sosial: menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah. Dimana penulis mengangkat prioritas masalah gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaan karena untuk dapat bersosialisasi pasien harus bisa mengatasi halusinasi pendengarannya, dimana saat klien sedang mengalami halusinasinya pikiran klien nmenjadi kacau dan resikko menciderai diri dan orang lain serta lingkungannya bisa terjadi.penulis mengangkat diagnose kdua menarik diri sebagai lanjutan implementasi dari halusinasi, seperti yang tercantum dalam strategi pelaksanaan (SP II) mengontrol halusinasi dengan bercakap cakap klien harus bisa menghardik dan untuk bisa bercakap cakap penulis harus mengatasi diagosa isolasi sosial sebagai penyebab halusinasi.sedangkan diagnose resiko menciderai diri, orang lain, dan lingkungan, penukis sertakan karena merupakan akibat dari diagnosa halusinasi pendengaran. Dalam penulisan diagnose adanya kelengkapan data klien dapat diajak berkerja sama serta adanya proses bimbingan.
C. Intervensi Keperawatan
halusinasi yaitu dengan menghardik, bercakap-cakap dengan orang lain, terlibat/ melakukan kegiatan, dan minum obat. Klien dapat dukungan keluarga dalam mengontrol halusinasinya. Klien dapat minum obat dengan bantuan minimal. Mengungkapkan halusinasi sudah hilang atau terkontrol
Factor pendukung adalah pasien mau diajak untuk bercakap cakap dan adanya bantuan dari perawat ruangan. Pada perencanaan penulis menemukan kesulitan atau hambatan karena dalam penyusunan rencana asuhan keperawatan adalah penulis mengacu pada pedoman asuhan keperawatan jiwa yang sudah ada tetapi pada kenyataan perlu pengetahuan dan pengalaman yang cukup dan perlu mempertimbangkan kondisi klien.
D. Implementasi
Dalam pelaksanaan implementasi penulis mengacu pada rencana tindakan keperawatan yang telah ditetapkan, yang sebelumnya telah disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan klien saat ini dan mengacu pada strategi pelaksanaan (SP) tindakan keperawatan.implementasi yang telah dilaksanakan pada diagnose ini bertujuan agar klien dapat mengontrol halusinasinya. Tindakan yang telah dilaksanakan adalah klien mau berjabat tangan dan memeperkenalkan diri, klien mau berdampingan dengan perawat, klien mau menyebutkan isi, jenis, waktu, dan frekuensi timbulnya halusinasi.
Pada tanggal 14 Maret 2015 penulis melakukan pertemuan I, dalam tahap ini penulis tidak mendapatkan hambatan karena klien dapat berkomunikasi dengan baik dan dapat membina hubungan saling percaya. Rasional jika klien sudah dekat dengan perawat maka latihan untuk mengontrol halusinasi dapat dilaksanakan. Pada tanggal 14 Maret 2015 pukul 10.00 WIB penulis melakukan pertemuan SP I yaitu mengenal dan melatih mengontrol halusinasi dengan cara menghardik. Adapun hasil yang penulis dapatkan pada klien yaitu klien mampu mengenal halusinasi dank lien mau diajak menghardik. Dalam hal ini tidak ada kendala dalam melakukan atau mengajarkan klien menghardik.
sholat. Pasien mendengar suara tersebut saat ingin sholat dan tidur, suara tersebut bisa muncul sehari bisa 3 x dan lamanya -/+ 5 detik. Respon pasien untuk mengontrol halusinasinya dengan berkluyuran dan berbicara sendiri. Pasien mengatakan mau diajarkan mengontrol halusinasinya dengan cara menghardik, dan prasaan pasien setelah di ajarkan sedikit lebih nyaman Data objektif: pasien tampak tenang, kontak mata sedikit menurun, bicara kurang jelas, pasien mau di ajak komunikasi, pasien tampak mempraktikan cara mengontrol halusinasinya secara mandiri dengan baik. Analisa Telah tercapai hubungan BHSP, Pasien mampu melakukan cara mengontrol halusinasi dengan benar. Perencanaan lanjutkan intervensi Untuk pasien: Anjurkan pasien untuk melakukan cara menghardik sesuai jadwal yg sudah di buat, Anjurkan pasien untuk melakukan cara menghardik saat halusinasi muncul. Untuk perawat: Lakukan kontrak waktu untuk pertemuan berikutnya.
Solusi npenulis untuk mengatasi yaitu dengan mengulang strategi pelaksanaan (SP I) mengajarkan kembali cara menghardik.
Pada tanggal 15 Maret 2015 pukul 09.00 penlis melakukan pertemuan kedua, penulis mengimplementasikan strategi pelaksanaan SP II) yang bertujuan klien dapat mengontrol halusinasinya dengan bercakap cakap dengan orang lain. Adapun hasil yang penulis dapatkan adalah klien mampu melaksanakan cara menghardik dengan mengontrol halusinasi dengan bercakap cakap.
mengontrol halusinasi dengan cara kedua yaitu bercakap cakap dengan orang lain. Perencanaan : Untuk pasien: anjurkan pasien untuk mempraktekan kembali cara mengntrol halusinasi dengan mengajak obrol orang lain sesuai jadwal dan saat halusinasi itu muncul. Untuk perawat; Lakukan kontrak dengan pasien untuk melanjutkan SP yang ke III yaitu dengan cara melakukan aktivitas terjadwal.
Pada tanggal 16 Maret 2015 pukul 09.00 WIB penulis melakukan pertemuan ke III dan mengimplementasikan strategi pelsanaan (SP III) yang bertujuan untuk klien dapat mengontrol halusinasi dengan cara melakukan akivitas yang terjadwal. Hasil yang penulis dapatkan adalah klien mampu melakukan cara mengontrol halusianasi yang kedua yaitu beercakap cakap, klien mampu melakukan kegiatan sehari hari seperti merapikan tempat tidur dan mencuci gelas.
Adapun evaluasi hari ketiga didapatka data subjektif: perasaaan saya hari ini lebih baik. Iya saya sudah mencoba semua cara yang diajarkan yaitu dengan menghardik dan mengobrol dengan orang lain. Data objektis: Pasien mampu dan mau memperagakan cara mengontrol halusinasi menghardik dan mengobrol dengan orang lain. pasien tampak mau makan dan meminum obat secara teratur. Analisa: Pasien mampu memperagakan cara mengontrol halusinasi menghardik, mengobrol dengan pasien yang lain., pasien mampu meminum obat dengan secara teratur. Perencanaan: Untuk pasien: melaksanakan jadwal kegiatan yang sudah di buat. Untuk perawat: melanjutkan SP IV yaitu dengan mrnganjurkan pasien untuk minum obat secara teratur.
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas mengenai halusinasi dan pelaksanaan asuhan keperawatan terhadap pasien, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Saat memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan halusinasi ditemukan adanya perilaku menarik diri sehingga perlu dilakukan pendekatan secara terus menerus, membina hubungna saling percaya yang dapat menciptakan suasana terapeutik dalam pelaksanaan asuhan keperawatan yang diberikan.
2. Dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan halusinasi, pasien sangat membutuhkan kehadiran keluarga sebagai sisitem pendukung yang sangat membutuhkan kehadiran keluarga sebagai system pendukung yang mengerti keadaan dan permasalahan dirinya. Disamping itu perawat/petugas kesehatan juga membutuhkan kehadiran keluarga dalam memberikan data yang diperlukan dan membina kerjasama dalam memberikan perawatan pada pasien. Dalam hal ini penulis dapat menyimpulkan bahwa peran serta keluarga merupakan factor penting dalam proses penyembuhan klien.
B. Saran
1. Untuk mahasiswa sebaiknya dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan halusinasi diharapkan mampu memahami konsep dasar halusinasi, k4onsep asuhan keperawatan serta setrategi pelaksanaan pada pasien halusinasi.
dengan halusinasi biasanya sering menyendiri atau melamun, dalam hal ini sebaiknya perawat sering melakukan interaksi dengan pasien untuk mengurangi halusinasi yang muncul.
3. Perawat sebaiknya selalu mengawasi dan memberi dukungan pada pasien memperhatikan kebutuhuan pasien, selain itu perawat juga harus memotivasi pasien agar melakukan kegiatan yang dapat mengontrol halusinasi serta dengan sesering mungkin menemani pasien saat pasien terlihat menyendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Keliat, B. A.,Akemat, 2011,Keperawatan Jiwa :Terapi Aktivitas Kelompok. Jakarta : EGC.
Maramis, W. F., 2005, Ilmu Kedokteran Jiwa. Cetakan Kesembilan. Surabaya : Airlangga University Pres.
Sunaryo, 2004. Psikologi untuk Keperawatan. Jakarta : EGC.
Stuart, G.W., Laraia, M. T., 2001, Principles and Practice of Psychiatric Nursing.7th edition. St. Louis : Mosby Year Book.
Stuart, G. W.,Sundeen, S. J., 2006,Buku Saku Keperawatan JiwaEdisi 5. Jakarta: EGC.
Yosep, I. 2007.Keperawatan Jiwa Edisi I. Bandung: Refika Aditama.
Farida,Kusumawati. 2008:Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.
Azizah, Lilik M. 2011. Keperawatan Jiwa Ed 1. Yogyakarta: Graha Ilmu
Fitria, Nita. 2010. Laporan pendahuluan dan strategi pelaksanaan. Jakarta: hak cipta
Maramis, Willy F. 2009. Catatan ilmu kedokteran jiwa.Surabaya: airlangga university press (AUP)
Hawari, Dadang. 2001. Keperawatan kesehatan holistic padagangguan jiwa SKIZOFRENIA. Jakarta: gaya baru
Marlindawani,dkk. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Psikososial dan Gangguan Jiwa. Medan: USU Press.
Ilham. 2008. Konsep Dasar Halusinasi. Dibuka pada website
http://healthreference-ilham.blogspot.com/7 juli 20 14
Hawari, Dadang.2009. Kesehatan Jiwa: Psikometrialatukur (skala) kesehatan jiwa. Jakarta: Balai Penerbit FKUI