• Tidak ada hasil yang ditemukan

pengaruh suhu terhadao penetasan telur n

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "pengaruh suhu terhadao penetasan telur n"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH SUHU AIR TERHADAP PENETASAN TELUR AEDES spp DAN ANOPHELES spp

Abstrak

Di negara tropis dan sub tropis ditemukan beberapa spesies dari Aedes dan Anopheles. Spesies dari genus Aedes spp sebagai vektor penyakit demam berdarah, chikungunya dan filariasis. Spesies pada genus Anopheles spp sebagai vektor penyakit malaria dan filariasis. Peningkatan jumlah kasus penyakit di pengaruhi oleh tingkat kepadatan nyamuk . Kepadatan nyamuk akhir akhir ini diperkirakan dipengaruhi oleh perubahan iklim terutama suhu air habitat. Pada suhu 24-25°C penetasan telur Aedes aegypti sangat tinggi mencapai 98 % setelah 48 jam sedangkan pada suhu 34-35 °C penetasan telur nyamuk mencapai 1,6% setelah 48 jam Aedes albopictus yang berasal dari Eropa pada suhu -10 °C masih dapat terjadi penetasan sedangkan Aedes albopictus yang berasal dari negara tropis proses penetasan terjadi pada suhu -2 ° C. Telur nyamuk Anopheles gambiae pada suhu 22-27 °C merupakan suhu yang optimal bagi penetasan sedangkan pada suhu 12 °C dan 43 °C sangat sedikit terjadinya penetasan telur. Pada suhu 15°C dan pada suhu 35 °C tidak dapat terjadi perkebangbiakan pada nyamuk Anopheles arabiensis and Anopheles funestus dari pase telur ke nyamuk dewasa. Perubahan suhu yang terjadi di alam dapat memberi dampak pada perkembangbiakan nyamuk. Nyamuk dapat menyesuaikan dengan keadaan lingkungan melalui proses adaptasi nyamuk terhadap perubahan lingkungan.

Kata kunci : Suhu, Aedes spp, Anopheles spp, Telur

Pendahuluan

Di negara tropis dan sub tropis ditemukan beberapa genus pada ordo dipteral seperti Anopheles, Aedes, Culex, Mansonia dan lain lain. Setiap genus tersebut merupakan vektor penyakit bagi manusia seperti penyakit malaria, demam berdarah, chikungunya, filariasis. Kasus penyakit ini terus menyebar dengan angka kejadian penyakit yang sangat tinggi dan angka kematiaan tinggi. Setiap spesies dapat menularkan penyakit dengan spesifik. Pada daerah tertentu nyamuk dengan spesies sendiri dapat menjadi vektor penyakit yang berbeda. Penyakit chikungunya dapat ditularkan olen nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus, malaria yang di sebabkan oleh nyamuk anopheles spp , penyakit filariasis dapat di teluarkan oleh nyamuk Anopheles, Aedes, Culex dan Mansonia. (Huang et al 2006 : Lyons et al. 2013 : Impoinvil et al. 2009: Mohammed A et al. 2011: Fischer Set al. 2014 : Thomas S M et al. 2012)

Untuk menurunkan kasus penyakit yang disebebakan oleh nyamuk (vektor) perlu di perhatikan puncak kepadatan nyamuk. Kepadatan ini dapat di kendalikan dengan

(2)

perhatikan seperti lingkungan biologi dan lingkungan kimia. setiap nyamuk mempunyai habitat tersendiri dalam melakukan perkembangbiakan Anopheles spp. Perubahan

lingkungan akibat dari pemanasan global diperkirakan akan mempengaruhi perkembangan nyamuk. Dengan peigkatan suhu bumi akan memberikan dampak terhadap habitat

perindukan nyamuk. Hal ini perlu di teliti lebih lanjut apakah dalam siklus hidupnya di pengaruhi oleh peningkatan suhu bumi (Lyons et al. 2013).

Kelembapan dan suhu dapat memberi pengaruh terdapat serangga salah satunya nyamuk. Pada suhu dan kelembapan tertentu nyamuk tidak dapat melakukan morfogi dan kelangsung siklus hidup. Morfologi nyamuk yang sempurna (telur, larva, pupa, dan dewasa) pada suhu tertentu nyamuk dapat melakukan morfologi yang optimal. pada pase telur untuk setiap nyamuk di pengaruhi oleh suhu dan daerah habitannya dalam proses penetasa telur secara optimal ( kecepatan penetasan dan banyaknya telur yang menetas). Hal ini penting diperhatikan agar dapat diketahui cara pengendalian yang akan dilakukan, semakin sedikit telur yang menetas akan menurunkan kepadatan nyamuk (Huang et al 2006).

Penelitian terhadap pengaruh suhu telah banyak dilakukan oleh beberapa negara mengingat setiap bagian bumi memilki suhu yang berbeda sehingga di dapatkan informasi tentang suhu yang baik sehingga penetasan telur secara optimal. Penelitian harus dilakukan secara berkesimabungna agar mendapatkan gambaran perubahan iklim terdapat nyamuk dalam beradaptasi . (Huang et al 2006 : Lyons et al. 2013 : Impoinvil et al. 2009:

Mohammed A et al. 2011: Fischer Set al. 2014 : Thomas S M et al. 2012)

Adapun tujuan dalam penulisan term paper ini adalah untuk mengetahui tingkat suhu dan lamanya waktu yang diperlukan dalam penetasan telur nyamuk Aedes agypti dan Aedes albopictus (Mohammed A. et al. 2011: Fischer S et al. 2014 : Thomas S.M et al. 2012) dan nyamuk Anopheles arabiensis , Anopheles funestus, dan Anophelesgambiae (Huang et al. 2006 : Lyons et al. 2013 : Impoinvil et al. 2009)

Pembahasan

Negara negara beriklim tropis dengan proyeksi peningkatan suhu menggunakan model perubahan iklim menunjukkan suhu rata rata 29 °C. Diperkirakan suhu akan

(3)

Hasil penelitian menunjukkan tingkat penetasan lebih dari 95% setelah 48 jam pada 24-25 °C dengan kelembapan 80%. Penurunan tingkat penetasan terhadap telur Aedes aegypti pada suhu 29 °C sampai 35 °C. Hasil ini menunjukkan bahwa seperti peningkatan suhu (karena kekuatan perubahan iklim), tingkat penetasan telur bisa menurun dan mungkin akhirnya menyebabkan penurunan populasi aedes aegypti( Mohammed A et al. 2011).

Sedangkan penetasan telur nyamuk Aedes.albopictus yang berasal dari Eropa setalah dilakukan pemaparan dengan penyimpanan pada suhu dingin 0 °C sampai -15 °C lebih signifikan dari pada telur yang tidak dilakuka pemamparan F = 14,7, df = 3, p <0,001 dengan keberhasilan penetasan 45 % pada telur yang dipaparkan dan 30 % pada telur tidak dilakukan paparan. Pada telur nyamuk Aedes.albopictus dan Aedes agypti yang berasal dari negara tropis tidak ada perbedaan yang signifikan.Penetasan telur Aedesalbopictus Eropa dengan suhu penyimpanan pada -12 ° C hanya terjadi pada satu jam pertama. Dari 20 telur yang telah di paparkan dengan penetasan sebesar 75% dan 10 % pada telur yang tdk dilakukan paparan Telur nyamuk Aedesalbopictus dan Aedes aegypt yang bersala dari tropis tengan tingkat penetasan 19 % dan 25%, tetapi paparan penyimpanan pada suhu -10 °C terjadi penetasan 1 telur Aedes.albopictus setelah 1 jam sedangkan pada Aedes.aegypti tidak terjadi penetasan pada dengan penyimpanan pada suhu -10 ° C. Telur akan rusak pada nyamuk Aedes.albopictus dan Aedes. aegypti -15 °C (Thomas S M et al. 2012).

Telur Aedes albopictus yang diberi paparan bertahan hidup pada suhu minimum yang lebih rendah dibandingkan dengan Aedes albopictus yang tidak di beri paparan setelah 12 jam sedangakn pada jam pertama tidak terdapat perbeda. Telur Aedes albopictus yang berasala dari daerah tropis lebih bertahan pada satu jam pertama pada suhu rendah dari pada Aedes aegypti, sedangkan tidak ada perbedaan yang terjadi pada waktu paparan selanjutnya (Thomas S M et al. 2012).

Perbedaan suhu yang dihasilkan oleh penelitian yang dilakukan oleh Thomas S M et al dan Mohammed A et al dimana aedes aegypti terjadi perbedaan hasil penetasan telur terhadap suhu hal ini terjadi karen perlakukan terhadap telur itu sendiri. Telur yang didapat lapangan akan di pengaruhi oleh keadaan iklim yang terjadi tetapi pada penelitian yang dilakukan di laboratorium diberikan perlakuan khusus. Sehingga jumlah penetasan terlur yang di hasilkan berbeda. Berdasarkakan penelitian tersebut dapat diperkirakan bahwa penetasan telur dapat secara opimal terjadi dipengaruhi oleh suhu air sebagai habitat dan suhu penyimpanan telur serta kecepatan penetasan yang terjadi.

(4)

pengukur suhu. Dari ketiga perlakukan tersebut didapatkan suhu pada perlakuan A (13.08 ± 2.87 ° C), perlakuan B (13,05 ± 4.5 ° C), dan perlakuan C (12,96 ± 3,33 ° C).

Perbandingan statistik menunjukkan perbedaan yang signifikan antara paparan A dan paparan C (t = 4.89, df = 1.799, p <0,001). Dari ovitrap ditemukan 3.525 telur,kematian telur terjadi sebesar 943(30,6%) tidak bertahan musim dingin. Proporsi kematian telur setelah tiga bulan secara signifikan lebih tinggi di lokasi A dan B daripada di situs C (Fischer S et al. 2014).

Mortalitas telur musim dingin di Buenos Aires (subtropics) lebih rendah daripada selama musim kemarau di daerah tropis. Kematian atau tidak dapat menetasnya telur yang lebih rendah diperoleh dalam penelitian ini adalah bahwa iklim atau lingkungan, kondisi secara signifikan lebih menguntungkan bagi telur Aedes aegypti di daerah penelitian selama musim dingin dibandingkan diamati pada daerah tropis selama musim kemarau (Fischer S et al. 2014)

Kondisi suhu yang berbeda mempengaruhi penetasan telur Anopheles gambiae Telur Anopheles gambiae dengan suhu air 12 ° C menghasilkan jumlah penetasan yang relatif tinggi pada 1 dan 3 hari , tapi ini berkurang drastis pada 7 dan 10 hari. Telur yang dipaparkan dengan suhu air 22° C dan 27 ° C penetasan telur terjadi sedikit pada 1, 3, dan 10 hari . Namun terjadi penetasan telur secara optimal pada hari ke 7. Pada suhu, 22 dan 27 ° C penetasan telur terjadi lebih banyak setelah dilakukan pengamatan selama 10 hari. Telur yang dipaparkan dengan suhu air 33 ° C menunjukkan kecenderungan yang sama dengan pemamparan suhu 12 ° C, penetasan yang terjadi paling bayak setelah 1 dan 3 hari, tapi berkurang drastis pada 7 dan 10 hari. Rata – rata penetasan telur pada suhu 42 ° C sangat rendah setalah 1 hari dan tidak terjadi peneetasan setelah 3, 7, dan 10 hari(Impoinvil et al. 2009).

Anopheles arabiensis pada fase telur memiliki kemampuan untuk penetasan lebih cepat dari bebrbagai tingkat suhu dibandingkan Anopheles gambiae. Meskipun demikian, kedua spesies menunjukkan suhu optima untuk pembangunan di 32 ° C. Sebagai

perbandingan, Anopheles funestuswaktu yang dibutuhkandalam penetasan telur lebih lama dari pada Anophelesarabiensis dan Anopheles gambiae.Suhu juga mempengaruhi

kelangsungan hidup secara berbeda dalam tiga spesies (Lyons et al. 2013)

terjadi penetasan telur yang banyak dengan suhu dalam pekembangan nyamuk Anopheles arabiensis 32 ° C, Anopheles gambiae 24 ° C tetapi pada suhu 30 ° C terjadi penurunan .

(5)

dan 35 ° C keatas terhadap Anopheles funestus, Anopheles arabiensis dan Anopheles gambiae.Untuk kelangsungan perkembangan telur secara optimum terjadi pada 25 ° C, dan terjadi penurunan secara signifikan di kedua sisi suhu ini. Hal ini terjadi karenaAnopheles arabiensis untuk memilih habitan yang lebih kecil daripada An funestusPeningkatan suhu bumi tidak akan memberikan pengaruh terdapat perkembanganya ketiga spesies anopheles tersebut. Sehingga potensi dari ketiganya sebagai vektor penyakit malaria tetap menjadi masalah kedepan. (Lyons et al. 2013).

Telur Anopheles gambiae sangat dipengaruhi baik oleh suhu dan waktu paparan. Suhu ditoleransi terhadap perkembangan telur Anopheles gambiae adalah 40 ° C. Di atas suhu 40 ° C tingkat kematian telur dalam proses penetasan , hal ini juga di pengaruhi oleh lamanya waktu tertapaparnya telur terhadap suhu 40 ° C. Pada suhu 41 ° C kematian telur setelah 147 menit, 42 ° C kematian telur 66 menit, 43 ° C kematian telur 30 menit 44 ° C kematian telur 14 menit, 45 ° C kematian telur setelah 6 menit dan 46 ° C kematian telur setelah 2,8 menit. Potensi peneteasan telur tdk akan terjadi 10% / menit pada suhu diatas 40 ° C (Huang et al. 2006)

Pada penelitian ini tidak ada perbedaan yang signifikan terhadap penetasan telur baik berasal dari telur lapangan maupun dari hasil koloni di laboratorium. Walaupun demikian telur yang berasal dari koloni laboratorium memiliki kesensitifan terhadap perubahan suhu. Keadaan telur tidak akan terjadi penetasan apabila terkena sinar matahari langsung. Hal ini mungkin terjadi akibat dari terjadinya kekeringian yang pada habitat Anopheles gambiae (Huang et al. 2006)

Penutup

Peningkatan suhu bumi diperkirakan akan memberikan dampak terhadap kepadatan polulasi Aedes spp, diharapkan dengan penurunan jumlah populasi angka kesakitan terhadap penyakit yang ditularkan Aedes spp dapat menurun. Sampai saat ini suhu rendah belum dianggap memadai dalam pemodelan spesies Aedes spp. Dimana pada daerah tropis akan memberikan jumlah populasi yang tinggi karena aedes spp dapat berkembang secara terus menerus, hal ini terjadi karena pada daerah tropis hanya terjadi 2 iklim. Berbeda dengan daeraha subtropics yang terdapat 4 iklim, dimana pada musin dingin atau salju. Telur tidak akan efektif lagi pada suhu -15 °Ctetapi pada suhu di atasnya dapat memungkinan

(6)

tidak semua spesies dari Anopheles spp terpengaruh akibat perubahan suhu terutama pada fase telur. Tetapi perubahan suhu juga dapat memberi pengaruh pada fase larva, pupa dan dewasa. Hal ini perlu dikaji lebih dalam terhadap perubahan pada setiap spesies dari anopheles spp, hal ini berguna untuk pengendalian penyakit malaria yang ditularkan oleh spesies anopheles lainnya. Meningat setiap spesies memiliki habita dan prilaku yang spesifik.

Daftar Pustaka

Mohammed A, and D. D. Chadee. 2011. Effects of different temperature regimens on the development of Aedes aegypti (L.) (Diptera: Culicidae) mosquitoes. Acta Tropica 119 38–43

Lyons C.L., M. Coetzee, and S.L. Chown. 2013. Stable and Fluctuating Temperature Effects on the Development Rate and Survival of Two Malaria Vectors, Anopheles Arabiensis andAnopheles Funestus. Parasites & Vectors, 6:104

Impoinvil D E., G.A. Cardenas., J.I. Gihture., C.M. Mbogo, and John C. 2009. Beier Constant Temperature and Time Period Effects on Anopheles Gambiae Egg Hatching.American Mosqiuto Control Association 23 (2) : 124-130

Huan J., E.D Walker., J Vulule, and J.R Mille. 2006. Daily temperature profiles in and around Western Kenyan larval habitats of Anopheles gambiae as related to egg mortality. Malaria Journal 5:87

Thomas S M., U. Obermayr, D.Fischer., J. Kreyling, and C. Beierkuhnlein, 2012. Low-temperature threshold for egg survival of apost-diapause and non-diapause European aedinestrain, Aedes albopictus (Diptera: Culicidae).Parasites & Vectors. 5:100

Referensi

Dokumen terkait

( libur, adalah, cuaca, cerah, ban, bocor, paku, matematika, bahasa, sains, bermain, baris, rajin, tentang, kalimat, tentang, kalimat) Bagus, siapa tahu arti kata dari; libur

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa kesadaran merek berpengaruh positif terhadap rasa percaya diri pelanggan atas keputusan pembelian, kesan kualitas

Untuk menjalankan amanah Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasionaln dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Penelitian mengenai pengaruh leverage, likuiditas, profitabilitas, porsi saham publik dan umur perusahaan terhadap kelengkapan pengungkapan laporan keuangan pada

Dengan ini diminta kepada Penyedia/Rekanan agar hadir untuk acara klarifikasi dan pembuktian kualifikasi yang di Up-load ke SPSE LPSE Kabupaten Simalungun atas

Jaminan Terbatas ini tidak berlaku atas kerusakan karena pemakaian yang normal (normal wear and tear) atau apabila suatu komponen Peranti Keras BlackBerry dibuka atau diperbaiki

Adanya rencana persalinan aman yang disepakati antara ibu hamil, suami, keluarga dgn bidan. Adanya rencana untuk menggunakan alat kontrasepsi

Berdasarkan hasil analisis Laboratorium Kimia, Biologi dan Kesuburan Tanah Jurusan Tanah Fakultas Pertanian, bahwa tanah yang digunakan dalam penelitian ini