• Tidak ada hasil yang ditemukan

ppok

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ppok"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAGIAN PULMONOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN PPOK Oleh : Krishnanda Hartini Yuristira Humaira A.Hi Bayan Nuradelia Paramitha Noor

Devi Novita Sandhi Putra Perdana

Pembimbing :

Dr. Lingga

BAGIAN PULMONOLOGI DAN RESPIRASI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2016

PENDAHULUAN

PPOK adalah penyakit karena hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel,bersifat progresif dan berhubungan dengan respon inflamasi paru terhadap partikel

(2)

atau gas yang beracun disertai efek ekstraparu yang berkontribusi terhadap derajat berat penyakit.

ILUSTRASI KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : DG.Muri Jenis kelamin : Laki-laki Umur : 59 tahun Alamat : Jl.DG.Tantu lr.6 Status perkawinan : Menikah

MRS : 16 Oktober 2016 No. RM : 063923

Perawatan : Balai Paru

B. ANAMNESIS

Keluhan utama : Sesak Napas Anamnesis :

 Seorang Laki-laki 59 tahun dibawa ke Rumah Sakit dengan keluhan sesak napas, yang di dialami sejak ± 1 tahun yang lalu, sesak tidak terus menerus, memberat sejak 2 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Sesak diperberat saat beraktifitas, juga pada saat beristirahat, pasien juga merasa sesak pada perubahan posisi saat berbaring. Pasien merasa nyaman tidur dengan menggunakan 2-3 bantal. Batuk ada sejak 1 tahun yang lalu bersamaan timbulnya sesak, lendir ada warna putih kekuningan, Batuk darah tidak ada. Pasien mengonsumsi obat batuk yaitu fentonil yang dibeli di warung, tapi tidak ada perbaikan.

 Nyeri dada tidak ada

 Demam tidak ada. Riwayat demam sebelumnya tidak ada. Mual tidak ada, muntah tidak ada.

 Buang air besar biasa, warna kuning, tidak ada darah. Buang air kecil lancar, warna kuning, tidak ada darah.

(3)

 Riwayat sesak sebelumnya ada 1 tahun yang lalu, tidak berobat. Riwayat alergi dan asma disangkal. Riwayat yang sama dalam keluarga disangkal. Riwayat asma dalam keluarga disangkal. Riwayat merokok ada 50 tahun yang lalu. 12 batang perhari (Indeks Brinkman : 12 x 50 = 600). Riwayat konsumsi alkohol disangkal. Riwayat kontak dengan penderita tuberkulosis disangkal.Riwayat Diabetes Mellitus tidak ada, Riwayat hipertensi tidak ada.

Riwayat Pribadi

Riwayat alergi : disangkal

Olah raga : tidak ada yang spesifik Kebiasaan makanan : tidak ada yang spesifik

Merokok : Ada sejak 50 tahun yang lalu, 12 batang perhari Obat-obatan : riwayat mengonsumsi Fentonil

Alkohol : disangkal Pendidikan Terakhir : SMA

DESKRIPSI UMUM

Kesan sakit : Sakit sedang Status gizi : Gizi kurang

Kesadaran : Composmentis, GCS : E4V5M6 Berat badan : 41 kg

Tinggi badan : 155 cm IMT : 17,06 kg / m2

TANDA VITAL

Tekanan darah : 110/70 mmHg

Nadi : 84 x/menit, reguler, kuat angkat Pernapasan : 27 x/menit

Suhu : 36,3oC (Axila)

PEMERIKSAAN FISIS Kepala : normocephal

Mata :

(4)

Konjungtiva : Anemis tidak ada Sklera : Ikterus tidak ada

THT :

Epistaksis (-), Perdarahan telinga (-), perdarahan gusi (-), faring hiperemis (-)

Leher :

Kelenjar getah bening : Tidak ada pembesaran Kelenjar gondok : Tidak ada pembesaran Kaku kuduk : tidak ada

DVS : R+2 cmH2O Dada :

Inspeksi :

Bentuk : Simetris kiri dan kanan, normochest Sela iga : Dalam batas normal

Paru

Palpasi :

Fremitus raba : vocal fremitus kiri menurun, kanan normal Nyeri tekan : tidak ada

Massa tumor : tidak ada Perkusi :

Paru kiri : Sonor Paru kanan : Sonor

Batas paru-hepar : ICS VI dekstra anterior, Batas paru belakang kanan : CV Th. X dekstra Batas paru belakang kiri : CV Th. XI sinistra Auskultasi :

Bunyi pernapasan : Bronkovesikuler

Bunyi tambahan : Rhonki ada dibasal paru kiri, Wheezing ada

Jantung :

Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak Palpasi : Ictus cordis teraba, Thrill (-) Perkusi : Pekak

Batas Jantung : Kanan atas : ICS II linea parasternalis dextra Kiri atas : ICS II linea midclavicularis sinistra Kanan bawah : ICS V linea parasternalis sinistra

(5)

Kiri bawah : ICS V linea midclavicularis sinistra Auskultasi : Bunyi jantung I/II murni regular, bunyi tambahan (-)

Perut

Inspeksi : Datar, ikut gerak napas, massa tumor (-) Auskultasi : Peristaltik (+), kesan normal

Palpasi : Nyeri tekan (-), Massa tumor (-) Hepar tidak teraba pembesaran Lien tidak teraba pembesaran Perkusi : Timpani

Alat Kelamin

Tidak dilakukan pemeriksaan

Anus dan Rektum

Tidak dilakukan pemeriksaan

Punggung

Palpasi : Nyeri tekan (-), Massa tumor (-) Nyeri ketok : Tidak ada

Gerakan : Dalam batas normal Lain-lain : Tidak ada skoliosis

Ekstremitas :

Edema pretibial/dorsum pedis : Eritema Palmaris:

-/-C. PEMERIKSAAN PENUNJANG LABORATORIUM

Darah Rutin (17-10-2016)

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan

WBC Neu% Lym% Mon% Eos% Bas% 9,50 x103/uL 73,4% 17,1% 6,5% 2,8% 0,2% 4 - 10 x 103/uL 50-70% 20-40% 3,0-12,0% 0,5-5,0% 0,0-1,0 RBC 4,46 x106/uL 4–6 x 106/uL

(6)

HGB 12,7 g/dL 12 - 16 g/dL PLT 210 x 103/uL 150-400x103/uL

Kimia Darah (17-10-2016)

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

GDS 71 mg/dl 140 mg/dl

Fungsi Ginjal (17-10-2016)

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

Ureum 34 mg/dl 10-50 mg/dl

Kreatinin 0,81 mg/dl L(<1,3);P(<1,1) mg/dl

Fungsi Hati (17-10-2016)

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

SGOT 29 U/L < 38 U/L SGPT 19 U/L < 41 U/L

Elektrolit (17-10-2016)

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

Natrium 142 mmol/l 136-145 mmol/l Kalium 4,3 mmol/l 3,5-5,1 mmol/l Klorida 100 mmol/l 97-111 mmol/l

Foto Thorax(17-10-2016)

Interpretasi:

Bronkovaskuler kedua paru kasar Cor : bentuk, ukuran dan letak baik Sinus dan Diafragma baik

Tulang intak Kesan : Bronkitis

Pemeriksaan Sputum BTA (17-10-16): Hasil sputum BTA terakhir negatif

(7)

PPOK

E. INITIAL MANAGEMENT: 1. Nebulizer combivent

2. IVFD Ringer Laktat 16 tpm

3. Oksigen 2 lpm via nassal kanul

4. Ambroxol 1 tab/8 jam/oral

5. Cetrizine 1 tab/24 jam/oral

F. PLANNING

Uji Spirometri CT-Scan thorax

G. PROGNOSIS

 Ad Functionam : Dubia et Bonam

 Ad Sanationam : Bonam

 Ad Vitam : Bonam

DAFTAR MASALAH

N

o

Diagnosis

Subjektif

Objektif

Terapi

Planning

1 PPOK Pasien masuk dengan sesak nafas dialami sejak 1 tahun yang lalu,tidak terus menerus ,memberat sejak 2 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit.Sesak diperberat saat aktivitas dan istirahat. Pasien juga merasa sesak pada perubahan posisi tidur ,merasa nyaman dengan 2-3 bantal. Batuk ada sejak 1

1.Paru: Palpasi:vok al fremitus kiri menurun Aukultasi: ronkhi ada disebelah kiri,wheezin g ada disebelah kiri 2.Lab: Neut 73,4 3.Foto 1. Nebuli zer combiv ent 2. IVFD Ringer Laktat 16 tpm 3. Oksige n 2 lpm via nassal kanul 4. Ambro xol 1 tab/8 Uji Spirometri CT-Scan thorax

(8)

tahun yang lalu bersamaan dengan sesak, lendir ada warna putih kekuningan, batuk darah tidak ada. Riwayat alergi dan asma disangkal. Riwayat yang sama dalam keluarga disangkal, Riwayat asma dalam keluarga disangkal,Riwayat merokok ada 50 tahun yang lalu 1 bungkus perhari,konsumsi alkohol disangkal Thorax(17-10-16): Bronkovask uler kedua paru kasar,sinus dan diafragma baik,tulang intak.Kesan : bronkitis 4.Pemeriksa an sputum BTA: BTA terakhir negatif jam/ora l 5. Cetirizi ne 1 tab/24 jam/ora l RESUME

Seorang Laki-laki 59 tahun dibawa ke Rumah Sakit dengan keluhan sesak napas, yang di dialami sejak ± 1 tahun yang lalu tidak terus menerus, memberat sejak 2 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Sesak diperberat saat beraktifitas, juga pada saat beristirahat, pasien juga merasa sesak pada perubahan posisi saat berbaring. Pasien merasa nyaman tidur dengan menggunakan 2-3 bantal. Batuk ada sejak 1 tahun yang lalu bersamaan timbulnya sesak. Lendir ada warna putih kekuningan, Batuk darah tidak ada.Riwayat sesak sebelumnya ada 1 tahun yang lalu. Riwayat alergi dan asma disangkal. Riwayat yang sama dalam keluarga disangkal. Riwayat asma dalam keluarga disangkal. Riwayat merokok ada 50 tahun yang lalu. 1 bungkus perhari (Indeks Brinkman : 12 x 50 = 600).

Pada pemeriksaan fisis didapatkan vokal fremitus kiri menurun,ronkhi ada disebelah kiri,wheezing ada disebelah kiri. Foto Thorax(17-10-16):Bronkovaskuler kedua paru kasar,sinus dan diafragma baik,tulang intak.Kesan: bronkitis. Pemeriksaan sputum BTA(17-10-16): hasil BTA terakhir negatif

FOLLOW UP

(9)

16-10-16

Perawatan hari ke-1

S: pasien datang dengan keluhan sesak

nafasdialami sejak 1 tahun yang lalu tidak terus menerus,memberat sejak 2 hari terakhir,sesak diperberat saat aktifitas dan istirahat,pasien merasa nyaman tidur dengan 2-3 bantal. Batuk ada sejak 1 tahun yang lalu bersamaan timbulnya sesak,lendir ada warna putih kekuningan,batuk darah tidak ada. Nyeri dada tidak ada. Demam tidak ada. Bab dan bak lancar kuning. Riwayat alergi dan asma disangkal,riwayat asma dalam keluaga disangkal,riwayat merokok ada sejak 50 tahun yang lalu1 bungkus perhari dan konsumsi alkohol disangkal. Riwayat Dm tidak ada,Riwayat Hipertensi tidak ada

O: Sakit sedang/Gizi kurang/Composmentis T: 110/70 mmhg P:27x/menit

N:84x/menit S: 36,3 c Paru:

Simetris kiri sama kanan,Vokal fremitus kiri menurun

BP: vesicular

BT: ronhki ada disebelah kiri, wheezing ada disebelah kiri

Jantung:

BJ I/II murni reguler Bising jantung tidak ada Abdomen:

Peristaltik(+) kesan normal Hepar dan lien tidak teraba Bab dan bak: lancar,kuning A : susp.ppok

R/ Nebulizer combivent IVFD Ringer Laktat 16 tp Oksigen 2 lpm via nasal kanul

Ambroxol 1 tab/8 jam/oral Cetirizine 1 tab/24 jam/oral Plan: Foto Thorax

Uji Spirometri Uji Bronkodilator Ct Scan Thorax 17-10-16 S: demam(-),sesak(+)

(10)

ada darah Mual(-),muntah(-) O: ku :baik T:110/70 mmhg P:27x/m N:84x/m S: 36,3c Paru: BP: Bronkovesiculer

BT: ronki ada,wheezing tidak ada Jantung:

BJ I/II murni reguler Abdomen:

Peristaltik(+) kesan normal Bab dan bak: lancar,kuning Lab: Wbc:9,50 Ur/cr:34/0,81 Neut:73,4 OT/PT: 29/19 Rbc:4,46 Na/k/cl:142/4,3/100 Hb:12,7 PLT:210 Foto Thorax: Kesan bronkitis

Pemeriksaan sputum BTA: hasil BTA terakhir negatif

18-10-16

S: demam(-),sesak(+)

Batuk(+) berlendir warna putih kekuningan,tidak ada darah Mual(-),muntah(-) O: ku :baik T:110/70 mmhg P:27x/m N:84x/m S: 36,3c Paru: BP: Bronkovesiculer

BT: ronki ada,wheezing tidak ada Jantung:

(11)

BJ I/II murni reguler Abdomen:

Peristaltik(+) kesan normal Bab dan bak: lancar,kuning

19-10-16

S: demam(-),sesak berkurang

Batuk(+) berlendir warna putih kekuningan tidak ada darah Mual(-),muntah(-) O: ku :baik T:100/50 mmhg P:27x/m N:75x/m S: 36,3c Paru: BP: Bronkovesiculer

BT: ronki ada,wheezing tidak ada Jantung:

BJ I/II murni reguler Abdomen:

Peristaltik(+) kesan normal Bab dan bak: lancar,kuning

20-10-16

S: demam(-),sesak berkurang

Batuk(+) berlendir warna putih tidak ada darah Mual(-),muntah(-) O: ku :baik T:100/80 mmhg P:26x/m N:70x/m S: 36 c Paru: BP: Bronkovesiculer

BT: ronki ada,wheezing tidak ada Jantung:

BJ I/II murni reguler Abdomen:

Peristaltik(+) kesan normal Bab dan bak: lancar,kuning

(12)

DISKUSI TINJAUAN PUSTAKA

Penyakit Paru Obstruktif Kronik

a. Definisi

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang bisa dicegah dan diobati.PPOK ditandai dengan adanya hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progresif nonreversibel atau reversibel parsial, serta adanya respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang berbahaya (GOLD, 2015).Karakteristik hambatan aliran udara pada PPOK disebabkan oleh gabungan antara obstruksi saluran napas kecil (obstruksi bronkiolitis) dan kerusakan parenkim

(13)

(emfisema) yang bervariasi pada setiap individu. PPOK sering mengenai individu pada usia pertengahan yang memiliki riwayat merokok jangka panjang. Bronkitis kronik dan emfisema tidak dimasukkan definisi PPOK, karena bronkitis kronik merupakan diagnosis klinis, sedangkan emfisema merupakan diagnosis patologi (PDPI, 2003).

b. Patofisiologi

Saluran napas dan paru berfungsi untuk proses respirasi yaitu pengambilan oksigen untuk keperluan metabolisme dan pengeluaran karbondioksida dan air sebagai hasil metabolisme. Proses ini terdiri dari tiga tahap, yaitu ventilasi, difusi dan perfusi. Ventilasi adalah proses masuk dan keluarnya udara dari dalam paru. Difusi adalah peristiwa pertukaran gas antara alveolus dan pembuluh darah, sedangkan perfusi adalah distribusi darah yang sudah teroksigenasi.Gangguan ventilasi terdiri dari gangguan restriksi yaitu gangguan pengembangan paru serta gangguan obstruksi berupa perlambatan aliran udara di saluran napas.Parameter yang sering dipakai untuk melihat gangguan restriksi adalah kapasitas vital (KV), sedangkan untuk gangguan obstruksi digunakan parameter volume ekspirasi paksa detik pertama (FEV1), dan rasio volume ekspirasi paksa detik pertama terhadap kapasitas vital paksa (FEV1/FVC) (Sherwood, 2011).

Pada PPOK, hambatan aliran udara merupakan perubahan fisiologi utama yang diakibatkan oleh adanya perubahan yang khas pada saluran napas bagian proksimal, perifer, parenkim dan vaskularisasi paru yang dikarenakan adanya suatu inflamasi yang kronik dan perubahan struktural pada paru. Terjadinya penebalan pada saluran napas kecil dengan peningkatan formasi folikel limfoid dan deposisi kolagen dalam dinding luar saluran napas mengakibatkan restriksi pembukaan jalan napas.Lumen saluran napas kecil berkurang akibat penebalan mukosa yang mengandung eksudat inflamasi, yang meningkat sesuai berat sakit.Dalam keadaan normal radikal bebas dan antioksidan berada dalam keadaan seimbang. Apabila terjadi gangguan keseimbangan maka akan terjadi kerusakan di paru. Radikal bebas mempunyai peranan besar menimbulkan kerusakan sel dan menjadi dasar dari berbagai macam penyakit paru. Pengaruh gas polutan dapat menyebabkan stress oksidan, selanjutnya akan menyebabkan terjadinya peroksidasi lipid. Peroksidasi lipid selanjutnya akan menimbulkan kerusakan sel dan inflamasi. Proses inflamasi akan mengaktifkan sel makrofag alveolar, aktivasi sel tersebut akan menyebabkan dilepaskannya faktor kemotaktik neutrofil seperti interleukin 8 dan leukotrien B4, tumuor necrosis factor (TNF), monocyte chemotactic peptide (MCP)-1 dan reactive oxygen species (ROS). 7 Faktor-faktor tersebut akan merangsang neutrofil melepaskan protease yang akan merusak jaringan ikat parenkim paru

(14)

sehingga timbul kerusakan dinding alveolar dan hipersekresi mukus. Rangsangan sel epitel akan menyebabkan dilepaskannya limfosit CD8, selanjutnya terjadi kerusakan seperti proses inflamasi. Pada keadaan normal terdapat keseimbangan antara oksidan dan antioksidan. Enzim NADPH yang ada dipermukaan makrofag dan neutrofil akan mentransfer satu elektron ke molekul oksigen menjadi anion superoksida dengan bantuan enzim superoksid dismutase. Zat hidrogen peroksida (H2O2) yang toksik akan diubah menjadi OH dengan menerima elektron dari ion feri menjadi ion fero, ion fero dengan halida akan diubah menjadi anion hipohalida (HOCl). Faktor risiko utama dari PPOK adalah merokok. Komponen-komponen asap rokok merangsang perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus. Selain itu, silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia.Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus dan silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari saluran napas.Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian mikroorganisme penyebab infeksi dan menjadi sangat purulen.Timbul peradangan yang menyebabkan edema jaringan. Proses ventilasi terutama ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan adanya peradangan (GOLD, 2015).

Diagnosis

Diagnosis PPOK dimulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.Diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan foto toraks dapat menentukan PPOK Klinis. Apabila dilanjutkan dengan pemeriksaan spirometri akan dapat menentukan diagnosis PPOK sesuai derajat penyakit.

1. Anamnesis:

a. Faktor Risiko Faktor risiko yang penting adalah usia (biasanya usia pertengahan), dan adanya riwayat pajanan, baik berupa asap rokok, polusi udara, maupun polusi tempat kerja. Kebiasaan merokok merupakan satu - satunya penyebab kausal yang terpenting, jauh lebih penting dari faktor penyebab lainnya.Dalam pencatatan riwayat merokok perlu diperhatikan apakah pasien merupakan seorang perokok aktif, perokok pasif, atau bekas perokok.Penentuan derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian jumlah rata-rata batang rokok dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam tahun. Interpretasi hasilnya adalah derajat ringan (0-200), sedang (200-600), dan berat ( >600) (GOLD, 2015)

b. Gejala PPOK sudah dapat dicurigai pada hampir semua pasien berdasarkan tanda dan gejala. Diagnosis lain seperti asma, TB paru, bronkiektasis, keganasan dan penyakit paru

(15)

kronik lainnya dapat dipisahkan. Anamnesis lebih lanjut dapat menegakkan diagnosis (Jindal dan Gupta, 2004). Gejala klinis yang biasa ditemukan pada penderita PPOK adalah sebagai berikut (COPD Health Center, 2010) :Batuk kronik Batuk kronik adalah batuk hilang timbul selama 3 bulan dalam 2 tahun terakhir yang tidak hilang dengan pengobatan yang diberikan. Batuk dapat terjadi sepanjang hari atau intermiten.Batuk kadang terjadi pada malam hari.Berdahak kronik Hal ini disebabkan karena peningkatan produksi sputum.Kadang kadang pasien menyatakan hanya berdahak terus menerus tanpa disertai batuk.Karakterisktik batuk dan dahak kronik ini terjadi pada pagi hari ketika bangun tidur.

c. Sesak napas Terutama pada saat melakukan aktivitas. Seringkali pasien sudah mengalami adaptasi dengan sesak nafas yang bersifat progressif lambat sehingga sesak ini tidak dikeluhkan. Anamnesis harus dilakukan dengan teliti, gunakan ukuran sesak napas sesuai skala sesak Skala Sesak Keluhan Sesak Berkaitan dengan Aktivitas 0 Tidak ada sesak kecuali dengan aktivitas berat 1 Sesak mulai timbul bila berjalan cepat atau naik tangga 1 tingkat 2 Berjalan lebih lambat karena merasa sesak 3 Sesak timbul bila berjalan 100 m atau setelah beberapa menit 4 Sesak bila mandi atau berpakaian.

d. Mengi Mengi atau wheezing adalah suara memanjang yang disebabkan oleh penyempitan saluran pernapasan dengan aposisi dinding saluran pernapasan. Suara tersebut dihasilkan oleh vibrasi dinding saluran pernapasan dengan jaringan sekitarnya.Karena secara umum saluran pernapasan lebih sempit pada saat ekspirasi, maka mengi dapat terdengar lebih jelas pada saat fase ekspirasi.Pada pasien PPOK juga terdapat mengi pada fase ekspirasi.Mengi polifonik merupakan jenis mengi yang paling banyak terdapat pada pasien PPOK.Terdapat suara jamak simultan dengan berbagai nada yang terjadi pada fase ekspirasi dan menunjukan penyakit saluran pernafasan yang difus (Sylvia dan Lorraine, 2006).

e. Ronkhi Ronkhi merupakan bunyi diskontinu singkat yang meletup-letup yang terdengar pada fase inspirasi maupun ekspirasi. Ronkhi mencerminkan adanya letupan mendadak jalan nafas kecil yang sebelumnya tertutup.Ronkhi juga dapat disebabkan oleh penutupan jalan nafas regional dikarenakan penimbunan mucus pada saluran nafas. Pada pasien PPOK dapat pula terjadi ronhki meskipun bukan gejala khas dari PPOK (Sylvia dan Lorraine, 2006)

f. Penurunan Aktivitas Penderita PPOK akan mengalami penurunan kapasitas fungsional dan aktivitas kehidupan sehari-hari. Kemampuan fisik yang terbatas pada penderita PPOK lebih dipengaruhi oleh fungsi otot skeletal atau perifer.Pada penderita PPOK ditemukan kelemahan otot perifer disebabkan oleh hipoksia, hiperkapnia, inflamasi dan malnutrisi kronis (Sylvia dan Lorraine, 2006) Dinyatakan PPOK (secara klinis) apabila

(16)

sekurang-kurangnya pada anamnesis ditemukan adanya riwayat pajanan faktor risiko disertai batuk kronik dan berdahak dengan sesak nafas terutama pada saat melakukan aktivitas pada seseorang yang berusia pertengahan atau yang lebih tua (Sciurba, 2004).

2. Pemeriksaan Fisik: Tanda fisik pada PPOK jarang ditemukan hingga terjadi hambatan fungsi paru yang signifikan (Badgett et al, 2003). Pada pemeriksaan fisik seringkali tidak ditemukan kelainan yang jelas terutama auskultasi pada PPOK ringan, karena sudah mulai terdapat hiperinflasi alveoli.Sedangkan pada PPOK derajat sedang dan PPOK derajat berat seringkali terlihat perubahan cara bernapas atau perubahan bentuk anatomi toraks. Secara umum pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan hal-hal sebagai berikut: Inspeksi bentuk dada: barrel chest (dada seperti tong), terdapat cara bernapas purse lips breathing (seperti orang meniup ), terlihat penggunaan dan hipertrofi (pembesaran) otot bantu nafas, pelebaran sela iga, bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis leher dan edema tungkai, penampilan pink puffer atau blue bloater. Palpasi fremitus melemah, sela iga melebar, perkusi hipersonor. Auskultasi fremitus melemah, suara nafas vesikuler melemah atau normal ekspirasi memanjang, mengi (biasanya timbul pada eksaserbasi), ronki pink puffer gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit kemerahan dan pernapasan pursed – lips breathing. Blue bloater Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis, terdapat edema tungkai dan ronki basah di basal paru, sianosis sentral dan perifer. Pursed - lips breathing Adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan ekspirasi yang memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO yang terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO yang terjadi pada gagal napas kronik (GOLD, 2015).

C. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Spirometri adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mengukur secara obyektif kapasitas/fungsi paru (ventilasi) pada pasien dengan indikasi medis.Alat yang digunakan disebut spirometer (Miller et. al, 2005). Prinsip spirometri adalah mengukur kecepatan perubahan volume udara di paru-paru selama pernafasan yang dipaksakan atau disebut forced volume capacity (FVC). Prosedur yang paling umum digunakan adalah subyek menarik nafas secara maksimal dan menghembuskannya secepat dan selengkap mungkin. Nilai FVC dibandingkan terhadap nilai normal dan nilai prediksi berdasarkan usia, tinggi badan dan jenis kelamin.Bentuk spirogram adalah hasil dari spirometri. Beberapa hal yang menyebabkan spirogram tidak memenuhi syarat : Terburu-buru atau penarikan nafas yang salah, batuk, terminasi lebih awal, tertutupnya glottis, ekspirasi yang bervariasi , kebocoran.

(17)

Setiap pengukuran sebaiknya dilakukan minimal 3 kali.Kriteria hasil spirogram yang reprodusibel (setelah 3 kali ekspirasi) adalah dua nilai FVC dan FEV1 dari 3 ekspirasi yang dilakukan menunjukkan variasi/perbedaan yang minimal (perbedaan kurang dari 5% atau 100 mL) (Miller et. al, 2005). Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) 2015, PPOK diklasifikasikan berdasarkan derajat berikut:

Pemeriksaan Penunjang lain, Spirometri adalah tes utama untuk mendiagnosis PPOK, namun beberapa tes tambahan berguna untuk menyingkirkan penyakit bersamaan. Radiografi dada harus dilakukan untuk mencari bukti nodul paru, massa, atau perubahan fibrosis. Radiografi berulang atau tahunan dan computed tomography untuk memonitor kanker paru-paru. Hitung darah lengkap harus dilakukan untuk menyingkirkan anemia atau polisitemia.Hal ini wajar untuk melakukan elektrokardiografi dan ekokardiografi pada pasien dengan tanda-tanda corpulmonale untuk mengevaluasi tekanan sirkulasi paru. Pulse oksimetri saat istirahat, dengan pengerahan tenaga, dan selama tidur harus dilakukan untuk mengevaluasi hipoksemia dan kebutuhan oksigen tambahan (Stephens dan Yew, 2008).

D. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada PPOK dapat dilakukan dengan dua cara yaitu terapi non-farmakologis dan terapi non-farmakologis. Tujuan terapi tersebut adalah mengurangi gejala, mencegah progresivitas penyakit, mencegah dan mengatasi ekserbasasi dan komplikasi, menaikkan keadaan fisik dan psikologis pasien, meningkatkan kualitas hidup dan mengurangi angka kematian (PDPI, 2003) Terapi non farmakologi dapat dilakukan dengan cara menghentikan kebiasaan merokok, meningkatkan toleransi paru dengan olahraga dan latihan pernapasan serta memperbaiki nutrisi. Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangkan panjang pada PPOK stabil.Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma.Karena PPOK adalah penyakit kronik yang bersifat irreversible dan progresif, inti dari edukasi adalah menyesuaikan keterbatasan aktivitas dan mencegah kecepatan perburukan

(18)

penyakit.Pada terapi farmakologis, obat-obatan yang paling sering digunakan dan merupakan pilihan utama adalah bronchodilator. Penggunaan obat lain seperti kortikosteroid, antibiotik dan antiinflamasi diberikan pada beberapa kondisi tertentu. Bronkodilator diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit.Pemilihan bentuk obat diutamakan inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang.Pada derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat (slow release) atau obat berefek panjang (long acting) (PDPI, 2003).

Macam-macam bronkodilator : a. Golongan β– 2 agonis. Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah penggunaan dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagai obat pemeliharaan sebaiknya digunakan bentuk tablet yang berefek panjang. Bentuk nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi eksaserbasi akut, tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang. Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk mengatasi eksaserbasi berat. Mekanisme kerja : melalui stimulasi reseptor β2 di trachea dan bronkus, yang menyebabkan aktivasi dari adenilsiklase. Enzim ini memperkuat pengubahan 17 adenosintrifosat (ATP) yang kaya energi menjadi cyclic-adenosin mononosphat (cAMP) dengan pembebasan energi yang digunakan untuk proses-proses dalam sel. Meningkatnya kadar cAMP di dalam sel menghasilkan beberapa efek bronchodilatasi dan penghambatan pelepasan mediator oleh sel mast. b. Golongan antikolinergik. Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai bronkodilator juga mengurangi sekresi lendir ( maksimal 4 kaliperhari ). Mekanisme kerja : Di dalam sel-sel otot polos terdapat keseimbangan antara sistem adrenergis dan sistem kolinergis. Bila karena sesuatu sebab reseptor b2 dari sistem adrenergis terhambat, maka sistem kolinergis akan berkuasa dengan akibat bronchokonstriksi. Antikolinergik memblok reseptor muskarinik dari saraf-saraf kolinergis di otot polos bronkus, hingga aktivitas saraf adrenergis menjadi dominan dengan efek bronkodilatasi. c. Kombinasi antikolinergik dan β– 2 agonis. Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi, karena keduanya mempunyai tempat kerja yang berbeda. Disamping itu penggunaan obat kombinasi lebihs ederhana dan mempermudah penderita. d. Golongan xantin. Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka panjang, terutama pada derajat sedang dan berat.Bentuk tablet biasa atau puyer untuk mengatasi sesak (pelega napas), bentuk suntikan bolus atau drip untuk mengatasi eksaserbasiakut. Penggunaan jangka panjang diperlukan pemeriksaan kadar aminofilin darah. Mekanisme kerja : Daya bronkorelaksasinya diperkirakan berdasarkan blokade reseptor adenosin. Selain itu, teofilin seperti kromoglikat mencegah meningkatnya hiperektivitas.

(19)

E. PPOK Eksaserbasi Akut

Eksaserbasi akut pada PPOK berarti timbulnya perburukan dibandingkan dengan kondisi sebelumnya. Eksaserbasi dapat disebabkan infeksi atau faktor lainnya seperti polusi udara, kelelahan atau

timbulnya komplikasi.

 Gejala eksaserbasi : -Sesak bertambah

-Produksi sputum meningkat -Perubahan warna sputum

 Eksaserbasi akut akan dibagi menjadi tiga : a. Tipe (eksaserbasi berat), memiliki 3 gejala di atas b. Tipe II (eksaserbasi sedang), memiliki 2 gejala di atas

c. Tipe III (eksaserbasi ringan), memiliki 1 gejala di atas ditambah infeksi saluran napas atas lebih dari 5 hari, demam tanpa sebab lain, peningkatan batuk, peningkatan mengi atau peningkatan frekuensi pernapasan > 20% baseline, atau frekuensi nadi > 20% baseline

 Penatalaksanaan PPOK Eksasebasi :

Eksaserbasi PPOK terbagi menjadi derajat ringan, sedang dan berat.Penatalaksanaan derajat ringan diatasi di poliklinik rawat jalan.Derajat sedang dapat diberikan obat-obatan perinjeksi kemudian dilanjutkan dengan peroral.Sedangkan pada eksaserbasi derajat berat obat-obatan diberikan perinfus untuk kemudian bila memungkinkan dirujuk ke rumah sakit yang lebih memadai setelah kondisis darurat teratasi.

Obat-obatan eksaserbasi akut

1.Penambahan dosis bronkodilator dan frekuensi pemberiannya. Bila terjadi eksaserbasi berat obat diberikan secara injeksi, subkutan, intravena atau per drip, misal :

-Terbutalin 0,3 ml subkutan dapat diulang sampai 3 kali setiap 1 jam dan dapat dilanjutkan dengan pemberian perdrip 3 ampul per 24 jam

(20)

-Aminofilin bolus 5 mg/kgBB (dengan pengenceran) dilanjutkan dengan perdrip 0,5-0,8 mg/kgBB/jam

-Pemberian aminofilin drip dan terbutalin dapat bersama-sama dalam 1 botol cairan infus yang dipergunakan adalah Dektrose 5%, Na Cl 0,9% atau Ringer laktat

2.Kortikosteroid diberikan dalam dosis maksimal, 30 mg/hari dalam 2 minggu bila perlu dengan dosis turut bertahap (tappering off)

3.Antibiotik diberikan dengan dosis dan lama pemberian yang adekuat (minimal 10 hari dapat sampai 2 minggu), dengan kombinasi dari obat yang tersedia. Pemilihan jenis antibiotik disesuaikan dengan efek obat terhadap kuman Gram negatif dan Gram positif serta kuman atipik.

Di Puskesmas dapat diberikan

 Lini I : ampisilin Kontrimoksasol Eritromisin

 Lini II :

ampisilin kombinasi kloramfenikol, eritromisin

Kombinasi kloramfenikol dengan Kotrimaksasol ditambah dengan eritromisin sebagai makrolid.

4.Diuretik

Diuretik pada PPOK derajat sedang-berat dengan gagal jantung kanan atau kelebihan cairan

5.Cairan

Pemberian cairan harus seimbang, pada PPOK sering disertai kor pulmonal sehingga pemberian cairan harus hati-hati.

(21)

DAFTAR PUSTAKA

Alsagaff, Hood. Mukty, H. Abdul. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya : Airlangga University Press; 2009. p. 162-179

Bahar, A., &Amin, Z. Tuberkulosis Paru. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jakarta: Balai penerbit FKUI. 2009; p. 2230- 39.

(22)

Daniel, M.T. 1999. Harrison : Prinsip-Prinsip Ilmu penyakit dalam Edisi 13 Volume 2. Jakarta : EGC : 799-808

Sudoyo, Aru, W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. K, Marcellus, Simadibrata. Setiati, Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. p. 1063.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). 2003. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK): Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Available from :http://www.klikpdpi.com/konsensus/konsensusppok/ppok.pdf

Sherwood, L. 2011. Fisiologi Manusia : Dari Sel ke Sistem. Jakarta : ECG

Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD). 2015. Global Strategy for The Diagnosis, Management, and Prevention of Chronic Obstructive Pulmonary Disease. Available from :www.goldcopd.com

Jindal S.K, Gupta D., Anggarwal A.N. 2004.Guidelines for Management of Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) in India. Indian J Chest Dis Allied. Available from :http://medind.nic.in/iae/t04/i2/iaet04i2p137.pdf

COPD Health Center. 2010. History and Physical Exam for COPD. Available from :http://www.webmd.com

Price, A. Sylvia, Lorraine Mc. Carty Wilson, 2006, Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Edisi 6, (terjemahan), Peter Anugrah, EGC, Jakarta.

Referensi

Dokumen terkait

Jika imbalan tersebut kurang dari nilai wajar aset bersih Entitas Anak yang diakuisisi, selisih tersebut diakui sebagai keuntungan dari pembelian dengan diskon pada

Hal penting yang harus diperhatikan adalah bila suatu balok hanya mengalami satu beban terpusat gaya geser bernilai konstan di antara beban dan momen lentur

Masyarakat juga memiliki strategi untuk penanggulangan kemiskinan yaitu dengan mendirikan KUB (kelompok usaha bersama) khusus para pembudidaya rumput laut, karena Desa

Angka-angka ini menunjukkan bahwa variasi panjang duo- denum dibanding variasi panjang jejunum/ ileum sangat besar pengaruhnya terhadap variasi berat hidup, dan

46.Bagaimanakah pembangunan yang seimbang bagi mewujudkan masyarrakat lebih bersatu dan adil dalam Dasar Pembangunan Nasional boleh dicapai?. Menyebarkan industrii dari pusat Bandar

Kondisi ini dapat dibuktikan bahwa keputusan waktu panen lobster ternyata hasilnya tidak dapat selamanya benar dalam hal tidak dapat merubah situasi menjadi lebih baik

Berdasarkan hasil crossplot impedansi akustik dengan porositas yang ditunjukkan pada gambar 2 (a) dan posisinya pada log oleh gambar 2 (b) terlihat bahwa

Suatu kebakaran tidak akan pernah terjadi tanpa tersedia oksigen, bahan bakar dan sumber panas yang cukup yang dapat berkombinasi dengan sesuai. Berdasarkan konsep segitiga