• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PEMBATASAN UPAYA HUKUM KASASI DALAM PERKARA PIDANA. Muh. Priyawardhana Dj.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PEMBATASAN UPAYA HUKUM KASASI DALAM PERKARA PIDANA. Muh. Priyawardhana Dj."

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

1

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PEMBATASAN UPAYA HUKUM KASASI DALAM PERKARA PIDANA

Muh. Priyawardhana Dj.

Dian Ekawati Ismail, SH., MH. (Dosen Pembimbing I) Dolot Alhasni Bakung, SH., MH. (Dosen Pembimbing II)

Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Gorontalo

Jl. Jend. Soedirman Kota Gorontalo. TLPN 0435 821752. FAX 0435821752

ABSTRAK

Fokus bahasan dalam penulisan penelitian ini adalah mendeskripsikan dan menganalisis pembatasan upaya-upaya hukum kasasi pada perkara pidana. Untuk mencapai tujuan yang dimaksud penulis menggunakan metode penelitian yuridis deskriptif yaitu menggambarkan gejala-gejala di lingkungan masyarakat terhadap suatu kasus yang diteliti, pendekatan yang dilakukan yaitu pendekatan kualitatif. Selain itu juga menggunakan literature-literature yang ada sebagai penunjang dalam menyelesaikan permasalahan pembatasan upaya kasasi pada perkara pidana di Indonesia. Adapun hasil yang diperoleh adalah pembatasan upaya hukum kasasi dalam perkara pidana telah diatur tegas dalam SEMA Nomor 8 Tahun 2011 tentang perkara yang tidak memenuhi syarat kasasi dan peninjauan kembali.

(3)

2

PENDAHULUAN

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) misalnya dikenal dua bentuk upaya hukum, pertama upaya hukum biasa yaitu dalam bentuk banding dan kasasi, dan kedua upaya hukum luar biasa demi kepentingan hukum.Mahkamah Agung merupakan lembaga negara pelaku kekuasaan kehakiman dan peradilan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara RI tahun 1945 dan Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan sebagaimana diubah terakhir Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 Tentang Mahkamah Agung.

Dalam undang-undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, disebutkan bahwa segala putusan pengadilan selain harus memuat alasan dan dasar putusan itu, memuat pula pasal tertentu dari peraturan-peraturan yang bersangkutan atau sumber hukum tidak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili.Dasar hukum yang sah bahwa suatu putusan hakim haruslah memuat alasan-alasan dan dasar-dasar putusan itu. Dalam tahun 1947 dan 1974, Hoge Raad membatalkan putusan hakim yang lebih rendah karena alasan-alasan yang kurang cukup dan kelihatan di situ bahwa pidana yang dijatuhkan kurang seimbang dengan alasan-alasan yang dikemukakan dalam putusan pengadilan tersebut.

Berdasar alasan atau pertimbangan-pertimbangan yang ditentukan oleh undang-undang yang menjadi dasar suatu putusan yang kurang jelas, dapat diajukan kasasi melalui jalur kelalaian dalam acara (vormverzuim) itu. Dalam putusan pengadilan negeri atau pengadilan tinggi terkadang tidak disertai dengan pertimbangan yang dikehendaki oleh undang-undang (dalam hal ini khususnya yang tercantum pada Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman). Kurang adanya pertimbangan atau alasan-alasan yang kurang jelas, sukar dimengerti ataupun bertentangan satu sama lain, dapat

(4)

3

menimbulkan suatu kelalaian dalam acara, oleh karena itu dapat menimbulkan batalnya putusan pengadilan negeri dan tinggi oleh Mahkamah Agung dalam putusan kasasi.

Bahwa para pihak mengajukan upaya hukum sampai ketingkat kasasi maksudnya untuk mencari kebenaran dan kepastian hukum.

Upaya hukum banding maupun kasasi merupakan hak terdakwa maupun penuntut umum dan bukan merupakan hak korban. Namun demikian hak tersebut dapat dimanfaatkan atau dikesampingkan. Penggunaan atau pengesampingan hak melakukan upaya hukum lebih didasarkan pada ketidakpuasan para pihak dalam menerima putusan pengadilan. Apabila yang menjadi indikator adalah ketidakpuasan terdakwa atau penuntut umum dan menolak putusan pengadilan, maka subjektivitasnya dan “kepentingannya” sangat tinggi. Ketidakpuasan dan subjektivitas serta “kepentingan” sangat terkait dengan harga diri para pihak. Harga diri merupakan nilai yang sangat tinggi dan tidak dapat diberi harga berapa pun. Dalam realitas sering dijumpai perkara sederhana, nilai objeknya rendah namun karena menyangkut kepentingan dan harga diri, maka para pihak sampai khilaf dalam memperjuangkan hak-haknya.

Namun upaya hukum kasasi perkara pidana tanpa pembatasan akan menghasilkan jumlah menumpuknya berkas perkara, sehingga peradilan menjadi lambat. Gambaran tersebut membuahkan suatu pemikiran bahwa upaya hukum kasasi harus diatur sedemikian rupa oleh sehingga secara normatif tidak setiap perkara dapat diajukan kasasi dengan memberdayakan peradilan tingkat pertama dan tingkat banding. Hak asasi tanpa batas dalam peradilan dapat mengaburkan keadilan, dan pembatasan upaya hukum kasasi dapat mewujudkan keadilan, peradilan sederhana dan cepat dan biaya ringan.

Maka dengan adanya Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 8 Tahun 2011 dapat mengantisipasi peningkatan jumlah perkara di masa depan yang diduga kuat akan

(5)

4

semakin besar dan semakin penting untuk diputus oleh. Serta dapat mengurangi tunggakan perkara di Mahkamah Agung karena banyaknya jumlah perkara yang masuk ke Mahkamah Agung. Selain itu, juga akan membawa impak, yakni pengurangan jumlah hakim agung sehingga fungsi MA sebagai peradilan kasasi, menjaga keseragaman hukum, mendorong perkembangan hukum melalui putusan-putusan yang berbobot, dan sebagainya lebih mudah terealisir.

TINJAUAN PUSTAKA Upaya Hukum Kasasi

Berdasarkan esensi Pasal 244 KUHAP dan pendapat kalangan doktrina dapat disimpulkan bahwa upaya hukum kasasi merupakan suatu hak yang dapat dipergunakan atau dikesampingkan oleh terdakwa atau penuntut umum. Apabila terdakwa atau penuntut umum tidak menerima putusan yang dijatuhkan pengadilan tingkat bawahnya maka dapat mengajukan permohonan pemeriksaan kasasi kepada Mahkamah Agung terhadap pelaksanaan dan pengetrapan hukum yang telah dijalankan oleh pengadilan di bawahnya kecuali terhadap putusan yang mengandung pembebasan.

Pembatasan Upaya Hukum

Pengaturan pembatasan upaya hukum antara lain sebagai mana diatur menurut ketentuan:

1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 Pasal 45A:

a. Mahkamah Agung dalam tingkat kasasi mengadili perkara yang memenuhi syarat untuk diajukan kasasi, kecuali perkara yang oleh Undang-Undang ini dibatasi pengajuannya;

b. Perkara yang dikecualikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiriatas: - Putusan tentang Praperadilan;

(6)

5

- Perkara pidana yang diancam dengan pidana penjara paling lama 1(satu) tahun dan / atau diancam pidana denda;

- Perkara tata usaha negara yang objek gugatannya berupa keputusan pejabat daerah yang jangkauan keputusannya berlaku di wilayah daerah yang bersangkutan.

c. Permohonan kasasi terhadap perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau permohonan kasasi yang tidak memenuhi syarat-syarat formal, dinyatakan tidak dapat diterima dengan penetapan ketua pengadilan tingkat pertama dan berkas perkaranya tidak dikirimkan ke Mahkamah Agung;

d. Penetapan ketua pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dapat diajukan upaya hukum;

e. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) diatur lebih lanjut oleh Mahkamah Agung;

2. Undang Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 23 :

Putusan pengadilan dalam tingkat banding dapat dimintakan kasasi kepada Mahkamah Agung oleh pihak-pihak yang bersangkutan, kecuali Undang-Undang menentukan lain. Undang Undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 26 :

Putusan pengadilan tingkat pertama dapat dimintakan banding kepada pengadilan tinggi oleh pihak-pihak bersangkutan, kecuali Undang-Undangmenentukan lain. Putusan pengadilan tingkat pertama, yang tidak merupakan pembebasan dari dakwaan atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum, dapat dimintakan banding kepada pengadilan tinggi oleh pihak-pihak yang bersangkutan, kecuali Undang-Undang menentukan lain.

3. Undang Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP pada Bagian Kedua, Bab XVII Pasal 244 sampai dengan Pasal 258. Menurut ketentuan Undang Undang Nomor 8 Tahun 1981 Pasal 244 :

(7)

6

Terhadap putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan lain selain dari pada Mahkamah Agung, terdakwa atau penuntut umum dapat mengajukan permintaan pemeriksaan kasasi kepada Mahkamah Agung kecuali terhadap putusan bebas.

a. Pasal 246 :

1) Apabila tenggang waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 245 ayat (1) telah lewat tanpa diajukan permohonan kasasi oleh yang bersangkutan, maka yang bersangkutan dianggap menerima putusan.

2) Apabila dalam tenggang waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pemohon terlambat mengajukan permohonan kasasi maka hak untuk itu gugur.

3) Dalam hal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) atau ayat (2), maka panitera, mencatat dan membuat akta mengenai hal itu serta melekatkan akta tersebut pada berkas perkara.

b. Pasal 247 :

1) Selama perkara permohonan kasasi belum diputus oleh Mahkamah Agung, permohonan kasasi dapat dicabut sewaktu-waktu dan dalam hal sudah dicabut, permohonan kasasi dalam perkara itu tidak dapat diajukan lagi. 2) Jika pencabutan dilakukan sebelum berkas perkara dikirim ke Mahkamah

Agung, berkas tersebut tidak jadi dikirimkan.

3) Apabila perkara telah mulai diperiksa akan tetapi belum diputus, sedangkan sementara itu pemohon mencabut permohonan kasasinya, maka pemohon dibebani membayar biaya perkara yang telah dikeluarkan oleh Mahkamah Agung hingga saat pencabutannya.

4) Permohonan kasasi hanya dapat dilakukan satu kali. c. Pasal 248

1) Pemohon kasasi wajib mengajukan memori kasasi yang memuat alasan permohonan kasasinya dan dalam waktu empat belas hari setelah mengajukan

(8)

7

permohonan tersebut, harus sudah menyerahkannya kepada panitera yang untuk itu ia memberikan surat tanda terima.

(2) Dalam hal pemohon kasasi adalah terdakwa yang kurang memahami hukum, panitera pada waktu menerima permohonan kasasi wajib menanyakan apakah alasan ia mengajukan permohonan tersebut dan untuk itu panitera membuatkan memori kasasinya.

(3) Alasan yang tersebut pada ayat (1) dan ayat (2) adalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 253 ayat (l) Undang-Undang ini.

(4) Apabila dalam tenggang waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pemohon terlambat menyerahkan memori kasasi maka hak untuk mengajukan permohonan kasasi gugur.

(5) Ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 246 ayat (3) berlaku juga untuk ayat (4) pasal ini.

(6) Tembusan memori kasasi yang diajukan oleh salah satu pihak, oleh panitera disampaikan kepada pihak lainnya dan pihak lain itu berhak mengajukan kontra memori kasasi.

(7) Dalam tenggang waktu sebagaimana tersebut pada ayat (1), panitera menyampaikan tembusan kontra memori kasasi kepada pihak yang semula mengajukan memori kasasi.

Menurut Cetak Biru Pembaruan Peradilan 2010-2035 yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia pada tahun 2010, secara ringkas tujuan pembatasan perkara kasasi adalah untuk:

a) Meningkatkan kualitas putusan;

b) Memudahkan MA melakukan pemetaan permasalahan hukum;

Mengurangi jumlah perkara di tingkat kasasi yang berarti mengurangi bebankerja MA.

(9)

8

METODE PENELITIAN Sifat Penelitian

Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif yaitu menggambarkan gejala-gejala di lingkungan masyarakat terhadap suatu kasus yang diteliti, pendekatan yang dilakukan yaitu pendekatan kualitatif yang merupakan tata cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif. Digunakan pendekatan kualitatif oleh penulis bertujuan untuk mengerti atau memahami gejala yang diteliti. Penulis melakukan penelitian dengan tujuan untuk menarik azas-azas hukum (rechsbeginselen). yang dapat dilakukan terhadap hukum positif tertulis maupun tidak tertulis1.

Analisis Bahan Hukum

Dalam menganalisis isu hukum yang diangkat, peneliti menggunakan teknik Interpretasi, Interpretasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah interpretasi sistematis, dimana menurut P.W.C. Akkerman, interpretasi sistematis adalah interpretasi dengan melihat kepada hubungan diantara aturan dalam suatu Undang-Undang yang saling bergantung2. Landasan pemikiran interpretasi sistematis adalah Undang-Undang merupakan suatu kesatuan dan tidak satupun ketentuan didalam Undang-Undang merupakan aturan yang berdiri sendiri3. Dengan teknik analisis ini mempermudah peneliti dalam menjawab permasalahan yang ada, yaitu mengenai Pembatasan Upaya Hukum Kasasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1

Soerjono, Soekanto, 2004. Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press: Jakarta. 2 P.W.C. Akkerman, dalam Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum,Prenada Media,Jakarta, 2005,

hal 112

3

(10)

9

Pelaku kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan umum dilaksanakan oleh Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi dan berpuncak pada Mahkamah Agung Republik Indonesia sebagai Pengadilan Negara Tertinggi.

Pengadilan Negeri Gorontalo, sebagai pelaku kekuasaan kehakimanan bertugas dan berwenang menerima, memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama. Efektifitas pelaksanaan pelayanan hukum di Pengadilan Negeri Gorontalo adalah merupakan implementasi dari kebijakan Pimpinan Mahkamah Agung RI, sesuai dengan tugas dan fungsinya.

Sesuai dengan tugasnya Pengadilan Negeri Gorontalo berwenang memberikan putusan terhadap suatu perkara, khususnya pada perkara pidana.Akan tetapi, dalam prakteknya terdakwa dan penuntut umum yang tidak puas dengan adanya putusan tersebut dapat mengajukan kasasi. Hal ini sesuai dengan dasar hukum dalam KUHAP pasal 244 “Terhadap putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan lain selain dari umum dapat mengajukan permintaan pemeriksaan kasasi kepada Mahkamah Agung kecuali terhadap putusan bebas”.

Namun tidak semua perkara dapat diajukan kasasi ke Mahkamah Agung.Pembatasan perkara adalah isu yang sensitif. Dalam diskursus pembatasan perkara, terjadi pertarungan antara kepastian hukum dan hak. Akibat posisinya yang sensitif ini, dalam pembahasan mengenai pembatasan perkara selalu muncul kritikan-kritikan dan penolakan. Pada tahun 1997, Mantan Hakim Agung, Z. Asikin Kusumah Atmadja menekankan bahwa pembatasan kasasi seperti itu tidak ada manfaatnya. Itu tidak saja bertentangan dengan jaminan perlindungan hukum sebagaimana disebutkan dalam UUD 1945, tetapi juga tidak akan memecahkan permasalahan, khususnya dalam kaitan dengan terjadinya tunggakan perkara di MA yang terus meningkat.

Sejak tahun 2004, usulan mengenai pembatasan perkara mulai mengemuka. Dorongan untuk melakukan pembatasan perkara semakin kencang dan berakhir pada pengaturan Pasal 45A ayat (2) UU Nomor5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung

(11)

10

yang intinya menyatakan bahwa perkara-perkara pidana yang ancaman hukumannya dibawah 1 tahun, perkara-perkara pra peradilan dan perkara-perkara Tata Usaha Negara yang objek gugatannya berupa keputusan pejabat daerah yang jangkauan keputusannya berlaku di wilayah daerah yang bersangkutan. Perdebatan mengenai pembatasan perkara sudah dimulai sejak pemberlakuan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Perlu diketahui, bahwa Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (selanjutnya disebut dengan KUHAP), memuat aturan-aturan yang paling kentara mengenai pembatasan perkara. Dalam pengaturan mengenai upaya hukum, KUHAP menerapkan pembatasan upaya banding untuk perkara-perkara; 1) Putusan Bebas (vrijspraak), 2) Lepas dari segala tuntutan hukum yang menyangkut kurang tepatnya penerapan hukum (bedekt onslag van), 3) Putusan pengadilan dalam acara cepat. KUHAP juga mengatur pembatasan upaya banding terhadap putusan praperadilan, yakni, pada prinsipnya praperadilan tidak bisa banding kecuali untuk putusan praperadilan yang menetapkan tidak sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan, dapat dimintakan putusan akhir ke pengadilan tinggi daerah hukum yang bersangkutan.

Upaya hukum tertinggi dalam KUHAP adalah Kasasi. Dalam KUHAP, terdapat beberapa pengaturan mengenai pembatasan kasasi. Suatu permohonan kasasi dapat diterima atau ditolak untuk diperiksa oleh Mahkamah Agung.Menurut KUHAP suatu permohonan ditolak jika; 1) putusan yang dimintakan kasasi adalah putusan bebas (Pasal 244 KUHAP).Senada dengan ini Putusan Mahkamah Agung tanggal 19-9-1956 Nomor70 K/Kr/19-9-1956.Mengenai putusan bebas tidak murni 2) melewati tenggang waktu penyampaian permohonan kasasi kepada panitera pengadilan yang memeriksa perkaranya, yaitu empat belas hari sesudah putusan disampaikan kepada terdakwa (Pasal 245 KUHAP).

Beberapa ketentuan dalam UU No. 5 tahun 2004 dan KUHAP pun mengatur pula jenis-jenis perkara dan putusan yang secara eksplisit tidak dapat diajukan kasasi, meski alasan-alasan sebagai mana dijelaskan di atas terpenuhi. Dalam ranah pidana,

(12)

11

Pasal 244 KUHAP melarang kasasi terhadap putusan bebas dan putusan pengadilan dalam acara cepat dan Pasal 205 ayat (3)-nya mengatur bahwa putusan pengadilan negeri dalam acara cepat merupakan peradilan tingkat pertama dan terakhir (tidak dapat diajukan kasasi). Meski demikian, pengaturan dalam Pasal 205 ayat (3) KUHAP tersebut dianggap hanya berlaku bagi perkara tindak pidana ringan.Sepertinya karena penafsiran itu pula maka perkara tindak pidana lalu lintas, yang menurut KUHAP juga harus diproses melalui acara cepat, tetap dapat diajukan kasasi ke MA.

Berdasarkan putusan kasasi oleh Mahkamah Agung mengenai perkara penyerobotan yang diajukan oleh terdakwa atas dasar putusan 9 bulan pidana penjara yang mana Mahkamah Agung menolak permohonan kasasi oleh terdakwa, sesuai peraturan yang terdapat dalam pasal 45A Undang-UndangMahkamah Agung RI nomor 4tahun 1985 yang telahdiubah dengan Undang-Undang nomor 5 tahun 2004, Undang-Undang Nomor 3 tahun2009, dan terakhir dengan Surat Edaran Mahkamah Agung RI Nomor 8 Tahun 2011 mengenai perkara yang tidak memenuhi syarat kasasi dan Peninjauan Kembali. Majelis Hakim sudah dianggap benar dalam menerapkan hukum dan sudah tepat didalam pertimbangannya sehingga Pengadilan Negeri Gorontalo yang telah dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Gorontalo sudah benar dalam menetapkan dan penerapan hukumnya.

Mengenai alasan-alasan yang diajukan oleh terdakwa tidak dapat diterima karena terdakwa tidak dapat menunjukkan alasan-alasan yang dapat dijadikan dasar pertimbangan bahwa terdakwa juga memiliki hak atas tanah dan rumah tersebut. Dan dalam pemeriksaan pada tingkat kasasi hanya dapat diajukan apabila terdapat tidak diterapkannya suatu peraturan hukum atau peraturan hukum tidak diterapkan sebagaimana mestinya, atau apakah cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang, dan apakah pengadilan telah melampaui batas wewenangnya, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 253 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981).

(13)

12

Mahkamah Agung dalam mengadili perkara ini sudah cermat dan teliti namun dalam keberatan yang diajukan oleh terdakwa dengan alasan-alasan yang telah dikemukakan tidak memenuhi syarat-syarat pengajuan kasasi sesuai dengan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 8 Tahun 2011. Disamping itu, Mahkamah Agung berdasarkan wewenang pengawasannya juga tidak dapat melihat bahwa putusan tersebut dijatuhkan oleh Pengadilan Negeri Gorontalo dengan telah melampaui batas wewenangnya, oleh karena itu Pemohon Kasasi/Terdakwa berdasar pada Pasal 45A Undang-UndangMahkamah Agung (Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 yangtelah diubah dengan Undang No. 5 Tahun 2004 dan terakhir dengan Undang-Undang No. 3 Tahun 2009) dinyatakan tidak dapat diterima. Sudah jelas bahwa putusan Pengadilan Negeri Gorontalo yang diperkuat oleh putusan Pengadilan Tinggi Gorontalo dalam perkara penyerobotan sudah benar dalam pertimbangan dan penerapan hukumnya.Sehingga upaya hukum kasasi terdakwa tidak dapat dilaksanakan karena putusan pidana penjara paling lama 1 tahun dan/atau diancam pidana denda tidak memenuhi syarat kasasi dan Peninjauan Kembali sesuai isi dari Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 8 Tahun 2011 butir 2.

Akibat Yang Timbul Tanpa Pembatasan Upaya Hukum Kasasi Perkara Pidana Upaya hukum kasasi perkara pidana tanpa pembatasan akan menghasilkan jumlah menumpuknya berkas perkara, sehingga peradilan menjadi lambat. Gambaran tersebut membuahkan suatu pemikiran bahwa upaya hukum kasasi harus diatur sedemikian rupa oleh sehingga secara normatif tidak setiap perkara dapat diajukan kasasi dengan memberdayakan peradilan tingkat pertama dan tingkat banding. Hak asasi tanpa batas dalam peradilan dapat mengaburkan keadilan, dan pembatasan upaya hukum kasasi dapat mewujudkan keadilan, peradilan sederhana dan cepat dan biaya ringan.

(14)

13

1. Perkara-perkara yang menurut undang-undang tidak memenuhi syarat untutk diajukan kasasi dan peninjauan kembali:

A. Perkara perdata (Umum, Agama dan Tata Usaha Negara) kasasi

a. Melampaui tenggang waktu mengajukan permohonan kasasi, sesuai yang ditentukan oleh Pasal 46 ayat (1) Undang-Undang Mahkamah Agung (Undang No. 14 Tahun 1985 yang telah diubah dengan Undang-Undang No. 5 Tahun 2004 dan terakhir Undang-Undang-Undang-Undang No.3 Tahun 2009);

b. Melampaui tenggang waktu pengajuan memori kasasi sesuai ketentuan Pasal 47 Undang-Undang Mahkamah Agung (Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 yang telah diubah dengan Undang-Undang No. 5 tahun 2004 dan terakhir dengan Undang-Undang No. 3 Tahun 2009).

Peninjauan Kembali

Melampaui tenggang waktu pengajuan permohonan peninjauan kembali dan memori peninjauan kembali sesuai dengan ketentuan Pasal 69 Undang-Undang Mahkamah Agung (Undang-Undang-Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 yan gtelah diubah dengan Undang-Undang No. 5 Tahun 2004 dan terakhir dengan Undang-Undang No. 3 Tahun 2009).

B. Perkara pidana (Umum, Khusus, dan Militer)

a. Melampaui tenggang waktu permohonan kasasi sesuai dengan Pasal 245 ayat (1) KUHAP;

b. Melampaui tenggang waktu pengajuan memori kasasi sesuai dengan Pasal 248 ayat (1) KUHAP.

2. Perkara-perkara yang menurut Pasal 45A Undang-UndangMahkamah Agung dikecualikan tidak boleh diajukan kasasi (Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 yangtelah diubah dengan Undang-Undang No. 5 Tahun 2004 dan terakhir dengan Undang-Undang No. 3 Tahun 2009).

(15)

14

b. Putusan pidana yang diancam dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan atau diancam pidana denda;

c. Perkara tata usaha Negara yang objek gugatannya berupa keputusan pejabat daerah yang jangkauan keputusannya berlaku diwilayah daerah yang bersangkutan.

3. Perkara butir 1 dan 2 diatas, tidak perlu dikirimkan ke Mahkamah Agung;

4. Perkara butir 1 dan 2 diatas, harus dinyatakan tidak dapat diterima dengan penetapan ketua pengadilan tingkat pertama, dan penetapan ketua pengadilan tingkat pertama tersebut tidak dapat diajukan upaya hukum (Perlawanan, Kasasi atau Peninjauan kembali);

5. Apabila perkara-perkara yang tidak memenuhi syarat tersebut diatas tetap dikirim ke Mahkamah Agung, maka panitera Mahkamah Agung wajib mengembalikan berkas perkara tersebut tanpa deregistrasi dengan surat biasa.

PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan apa yang diuraikan dalam bab hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat dirumuskan kesimpulan sebagai berikut:

1. Alasan pengajuan kasasi oleh terdakwa terhadap putusan pidana 9 bulan penjara dan ancaman denda sudah sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Pasal 1 butir 12 KUHAP “Upaya hukum dalah hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak menerima putusan pengadilan yang berupa perlawanan atau banding atau kasasi atau hak terpidana untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang ini.” 2. Pembatasan upaya hukum kasasi oleh Mahkamah Agung terhadap putusan

pidana 1 tahun sudah sesuai karena dalam realitas sering dijumpai perkara sederhana, nilai objeknya rendah namun karena menyangkut kepentingan dan

(16)

15

harga diri, maka para pihak sampai khilaf dalam memperjuangkan hak-haknya. Namun apabila perkara-perkara yang tidak memenuhi syarat tersebut tetap dikirim ke Mahkamah Agung, maka panitera Mahkamah Agung wajib mengembalikan berkas perkara tersebut tanpa deregistrasi dengan surat biasa sebagaimana tercantum dalam Surat Edaran Mahkamah Agung butir 5.

Saran

1. Hakim Mahkamah Agung dalam memeriksa dan memutus permohonan kasasi seyogianya memperhatikan segi keadilan, kepastian, dan kemanfaatan bagi pencari keadilan.

2. Secara normatif berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 8 Tahun 2011, terhadap putusan pidana 1 tahun pada prinsipnya tidak dapat diajukan kasasi, sehingga semestinya ini menjadi pegangan bagi Penuntut Umum dan/atau Terdakwa ketika berupaya mencari keadilan melalui pengajuan kasasi.

Referensi

Dokumen terkait

Sesuai dengan Jadwal Pembukaan Penawaran tanggal 1 Juni 2015 jam 08.00 dari 7 (Tujuh) Peserta yang mendaftar untuk paket Pekerjaan Pengadaan Kapal Fiberglass 10 GT

Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan prestasi belajar matematika melalui model pembelajaran kooperatif Jigsaw pada siswa kelas VIII A MTs Al Jauhar Semin Kabupaten

Sistem informasi point of sales berbasis web untuk UD.Naga Santosa ini merupakan sistem yang mudah dijalankan dalam penggunaannya karena sistem yang dibangun

Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan dengan Pak Paryanto selaku marketing dan bagian pemberdayaan (2 Maret 2016) mengenai proses pemberdayaan yang dilakukan

To convert cassava stems into glucose, there are two main step processwere done in this research: Swelling of cassava stemsby using acid solvent as

Assessment Center yang merupakan suatu metodelogi untuk menilai atau mengevaluasi perilaku pegawai dalam pekerjaan sehingga hasil dari proses assessment center

Persentase pengguna layanan yang merasa puas terhadap pemenuhan sarana dan prasarana BPS Seksi Tata Usaha Survei Kebutuha n Data Survei Kepuasan Konsumen Survei

Kecenderungan untuk menafsirkan dogmatika agama (scripture) secara rigit dan literalis seperti dilakukan oleh kaum fundamentalis Protestan itu, ternyata ditemukan