• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN

Pada bab IV ini merupakan langkah awal peneliti untuk memperoleh refleksi dari kondisi existing yang terdapat di perusahaan. Data yang diperoleh merupakan data yang didapatkan dari pengumpulan data sekunder dan hasil brainstorming dengan pihak perusahaan yang diteliti.

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai data-data apa saja yang dikumpulkan untuk mendukung penelitian yang sedang dilakukan kemudian dilanjutkan dengan pengolahan data yang telah didapatkan tadi sesuai dengan metode yang telah ditetapkan dalam rangka penyelesaian permasalahan yang dibahas dalam penelitian.

4.1 Pengumpulan Data

Pada tahap pengumpulan data akan dijelaskan data apa saja yang dikumpulkan selama penelitian dilakukan. Data yang dikumpulkan adalah profil perusahaan sebagai tempat yang menjadi objek penelitian dan proses produksi yang terjadi sebagai gambaran kinerja sistem yang menjadi amatan selama penelitian. Kemudian sebagai input kedalam model simulasi yang dibuat merupakan data sekunder berupa data historis kerusakan mesin dan lama perbaikan masing-masing tersebut. Selain data yang disebutkan diatas, diperlukan juga data mengenai diagram aliran proses (Process Flow Diagram) untuk pembentukan blok diagram yang akan digunakan untuk menggambarkan hubungan antara mesin yang satu dengan mesin yang lain dan diterjemahkan ke dalam model simulasi.

(2)

4.1.1 Profil dan sejarah umum perusahaan

PT. Petrokimia Gresik merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam lingkup Departemen Perindustrian dan Perdagangan yang bernaung di bawah Holding Company PT. Pupuk Sriwijaya Palembang. PT. Petrokimia Gresik berusaha dalam bidang produksi industri pupuk pestisida, industri bahan-bahan kimia, peralatan pabrik, jasa rancang bangun dan perekayasaan serta jasa lainnya. Pada bidang industri pupuk terdapat produk utama yang dihasilkan adalah Urea, Amonium Sulfat (ZA), Superfosfat (SP-36), dan pupuk majemuk NPK (Phonska). Selain produk utama tersebut, beberapa produk non pupuk yang dihasilkan antara lain adalah Cement Retarder dan Aluminium Fluorida (AlF3). Untuk memenuhi kebutuhan bahan baku pembuatan produk pupuk dan non pupuk tersebut, PT. Petrokimia Gresik juga menghasilkan beberapa produk kimia antara (intermediate product) yaitu Amoniak, Asam Sulfat dan Asam Fosfat. Sebagai salah satu BUMN, PT. Petrokimia Gresik mengemban tugas untuk memenuhi kebutuhan pupuk Urea di seluruh Jawa Timur dan seluruh produk ZA, SP-36 dan Phonska yang dihasilkan digunakan untuk memenuhi kebutuhan pasar seluruh Indonesia. Sedangkan untuk produk non pupuk dan kimia antara utamanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri dan sebagian sisanya diekspor ke pasar luar negeri.

PT. Petrokimia Gresik berlokasi di Kawasan Industri PT. Petrokimia Gresik yang berada di Kabupaten Gresik Provinsi Jawa Timur dengan luas lahan sebesar 450 Ha. Pabrik ini menempati 3 kecamatan yang terdiri atas beberapa desa, yaitu : 1. Kecamatan Gresik, yang meliputi Desa Ngipik, Karangturi,

Sukorame dan Tlogopojok.

2. Kecamatan Kebomas, yang meliputi Desa Kebomas, Tlogopatut dan Randuagung.

3. Kecamatan Manyar, yang meliputi Desa Romo Meduran, Pojok Pesisir dan Topen.

(3)

Pada mulanya pabrik pupuk yang hendaknya di bangun di Jawa Timur ini disebut Proyek Petrokimia Surabaya, dimana pemerintah telah merancang keberadaannya sejak tahun 1956 melalui Biro Perancang Negara (BPN). Pada tahun 1972 PT. Petrokimia Gresik diresmikan dan sampai dengan saat ini telah mengalami 6 kali perluasan dimana pada perluasan yang keenam ini dilaksanakan pembangunan pabrik pupuk Majemuk oleh kontraktor PT. Rekayasa Industri dengan nama Phonska yang menggunakan teknologi proses oleh ”INCRO” dari Spanyol. Pabrik tersebut menempati areal seluas + 10 ha yang terdiri dari beberapa bagian, yaitu bagian produksi, bagian utilitas, bagian gudang bahan baku, bagian pengantongan, bagian mekanik dan bagian instrumen. Pada bagian produksi terdiri atas unit proses,

scrubbing system, bak penetral, CCR (Central Control Room)

serta laboratorium. Sedangkan pada bagian pengantongan dilengkapi dengan 2 gudang yaitu gudang penyimpanan produk akhir yang telah dikantongi dan gudang produk curah. Pabrik Phonska diresmikan pada 25 Agustus 2000 dimana letak pabrik tersebut berdekatan dengan pabrik pupuk PF 1 dan PT. Petrosida yang akan memudahkan memperoleh bahan baku seperti urea dan ZA serta juga berdekatan dengan pelabuhan milik PT. Petrokimia Gresik yang memudahkan distribusi bahan baku, yang sebagian besar masih impor dari negara lain seperti KCl.

4.1.2 Visi dan misi perusahaan

Visi PT. Petrokimia Gresik yaitu : ”Menjadi produsen pupuk dan produk kimia lainnya yang berdaya saing tinggi dan produknya paling diminati konsumen”.

Misi PT. Petrokimia Gresik adalah :

1. Mendukung penyediaan pupuk nasional untuk tercapainya program swasembada pangan.

2. Meningkatkan hasil usaha untuk menunjang kelancaran kegiatan operasional dan pengembangan usaha.

(4)

3. Mengembangkan potensi usaha untuk pemenuhan industri kimia nasional dan berperan aktif dalam community

(5)
(6)

4.1.3 Struktur organisasi

(7)

4.1.4 Process Flow Diagram

Gambar Process Flow Diagram ini diperoleh dari bagian produksi Unit Phonska. Data mengenai diagram alir proses ini digunakan untuk melihat gambaran umum proses yang terjadi pada produksi produk yang diamati. Dalam diagram alir ini terdapat informasi yang terperinci dari mesin yang digunakan untuk proses produksi yang tersusun atas kode mesin dan nama mesin tersebut. Sehingga dari diagram alir proses ini dapat diketahui mesin-mesin yang mendukung proses produksi sehingga dapat dilihat juga hubungan antara mesin yang satu dengan mesin yang lain. Untuk diagram alir proses yang didapatkan dari perusahaan dapat dilihat pada lampiran A.

4.1.5. Proses produksi

Berikut ini akan dijelaskan secara rinci proses produksi dari pembuatan pupuk Phonska meliputi proses Pregranulating,

Reacting, Granulating, Drying, Screening, Polishing Screening, Cooling, Coating dan Bagging.

(8)

4.1.5.1 Proses pregranulating

Adalah proses pencampuran awal bahan baku berbentuk padatan (solid) yang terdiri dari Amonium Sulfat (ZA), Urea, Potasium Klorida (KCl) dan Filler. Proses tersebut terjadi di dalam pug mill yang dilengkapi oleh double screw inclined

conveyor, berfungsi untuk mencampurkan semua bahan baku dan recycle solid serta memungkinkan penambahan bahan baku cair /

gas seperti asam sulfat, steam dan amoniak untuk meningkatkan produktivitas unit granulasi. Tetapi saat ini pug mill hanya sebagai mixer solid saja. Produk yang keluar dari pug mill selanjutnya dialirkan secara gravitasi ke dalam drum granulator dan akan mengalami proses granulasi.

4.1.5.2 Proses reacting

Adalah proses reaksi awal bahan baku berbentuk liquid (cair) antara Asam Fosfat (H3PO4) dengan Amoniak. Pada proses ini Asam Sulfat dinetralkan dengan amoniak hingga mencapai nisbah MR (Mol Ratio) N/P antara 1 s/d 1,8. Nilai tersebut bergantung dari grade yang diinginkan. Proses netralisasi ini berlangsung di dalam reaktor pipa (pipe reactor) yang dipasang sedemikian rupa sehingga slurry (campuran amoniak dan asam fosfat) yang dihasilkan langsung tertuang ke dalam granulator. Temperatur slurry berkisar antara 120-150 0C sedangkan kadar air yang terkandung mencapai 8-17 %. Pengamatan selama proses berlangsung terhadap flow NH3 harus diperhatikan. Dengan frekuensi 1 x 1 jam dan batasan minimal 2,1 m3 / jam. Sedangkan untuk flow scrubber liquor dengan frekuensi 1 x 1 jam dan batasan 7,5 m3 / jam.

4.1.5.3 Proses granulating

Adalah proses untuk memperbesar ukuran suatu massa dari partikel – pertikel yang ukurannya lebih kecil, dimana sifat

(9)

kimia dan fisika dari bahan pembentuk masih dapat diidentifikasi dan kemungkinan juga sebagian berubah dengan adanya reaksi kimia. Proses ini terjadi di granulator, yaitu alat terjadinya proses granulasi yang merupakan proses utama dalam pembuatan pupuk Phonska. Granulator diperlukan dengan tujuan agar pupuk yang dihasilkan memiliki butiran yang seragam sehingga mempermudah penggunaannya oleh konsumen dan memiliki kekerasan yang cukup pada saat penyimpanan sehingga tidak mudah menggumpal karena sifat pupuk yang higroskopis.

Seluruh bahan baku dan recycle diumpankan ke dalam granulator baik secara langsung maupun melalui pug mill.

Recycle berasal dari produk yang berbentuk butiran halus, produk oversize dan produk undersize. Asam sulfat dapat ditambahkan ke

dalam granulator yang selanjutnya akan bereaksi dengan amoniak yang dimasukkan melalui ploughshare. Reaksi asam sulfat dengan amoniak ini terjadi pada permukaan butiran pupuk (granul) yang menyebabkan granul tersebut tetap kering (yang merupakan suatu keuntungan jika urea dengan tingkat kelarutan tinggi), keadaan ini juga dapat membuat granul menjadi keras sehingga mudah dalam hal penyimpanan dan penanganannya lebih lanjut. Hal yang perlu diperhatikan selama proses berlangsung adalah temperatur dari butiran pupuk harus berada diantara 70 – 100 0C dengan frekuensi pengamatan 1 x 1 shift. Sedangkan untuk MR dan pH dari butiran pupuk frekuensi pengamatan dilakukan setiap 1 x 2 jam dengan batasan minimal 1,2 untuk MR dan minimal 6 untuk pH.

4.1.5.4 Proses drying

Adalah proses pengeringan butiran pupuk setelah mengalami proses granulating. Dryer berbentuk rotary drum yang akan mengeringkan butiran pupuk dari granulator hingga kadar airnya mencapai 1-1,5 % dengan menggunakan udara pengering secara co-current. Terdapat 3 jenis fan yang digunakan untuk menyuplai udara ke dalam dryer. Yang pertama adalah

(10)

Combustion Fan, berfungsi untuk menyediakan udara dengan

kuantitas stoikiometri untuk pembakaran. Sedangkan yang kedua adalah Quench Air Fan yang digunakan untuk mendinginkan daerah furnace (tungku pembakaran). Serta yang ketiga adalah

Air Fan yang berfungsi untuk mengatur kondisi udara yang

dibutuhkan agar dapat mencapai temperatur di dalam dryer sesuai dengan ketentuan. Produk yang telah kering diumpankan ke exit

dryer conveyor melalui exit dryer elevator yang akan membawa

produk tersebut ke penyaringan.

4.1.5.5 Proses screening

Adalah proses penyaringan awal butiran pupuk. Screen

feeder berguna untuk mengoptimalkan distribusi produk yang

akan melewati screen. Screen bertipe double check ini digunakan karena memiliki efisiensi yang tinggi dan kemudahan dalam pemeliharaan dan pembersihannya. Alat tersebut juga dilengkapi dengan motor vibrator serta self cleaning system. Butiran pupuk dengan ukuran yang sesuai (onsize) yang berhasil melewati

screen feeder akan langsung diumpankan menuju small recycle regulator. Untuk butiran pupuk dengan ukuran oversize

dipisahkan secara gravitasi ke dalam pulverizer (crusher), yang terdiri atas double opposed rotor chain mill yang cocok digunakan untuk rate produksi tinggi. Selanjutnya butiran pupuk dengan ukuran onsize diumpankan menuju recycle regulator bin.

4.1.5.6 Proses polishing screening

Pada proses ini terjadi penyaringan akhir butiran pupuk dari ukuran produk undersize. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan butiran halus yang selanjutnya akan digabungkan dengan aliran proses recycle. Sisa butiran pupuk onsize (komersil) yang biasanya berlebih akan dikembalikan menuju recycle belt

conveyor melalui hopper. Perhatian khusus ditujukan pada

(11)

rendah, hal ini dilakukan untuk mencegah terbuangnya produk.

Recycle conveyor akan mengumpulkan produk yang telah

dihancurkan oleh crusher, butiran halus yang berasal dari screen dan kelebihan produk yang nantinya menuju granulator elevator. 4.1.5.7 Proses cooling

Adalah proses pendinginan butiran pupuk yang telah melalui proses penyaringan. Butiran pupuk tersebut dialirkan secara gravitasi menuju fluid bed cooler yang akan menurunkan temperatur menggunakan 2 tahap pendinginan yaitu dengan udara ruang dan udara pendingin. Untuk mencegah penyerapan kadar air selama proses pendinginan pada proses ini dilengkapi oleh air

desaturator bila udara lingkungan terlalu basah yang dilakukan

pada tahap pertama. Sedangkan pada tahap kedua dilengkapi dengan air chiller yang akan mengurangi kandungan air absolut dalam udara yang akan masuk. Butiran pupuk yang telah melalui proses pendinginan selanjutnya menuju coating rotary drum. 4.1.5.8 Proses coating

Pada proses ini terjadi pelapisan pada butiran pupuk. Hal ini sangat penting dikarenakan sifat higroskopis bahan baku pupuk yang dapat mempercepat proses caking (penggumpalan). Terdapat 2 tahapan, yang pertama adalah proses pemberian

coating powder yang bertujuan untuk menghaluskan permukaan

butiran pupuk. Sedangkan yang kedua adalah proses pemberian

coating oil yang bertujuan untuk memberi warna pada setiap

butiran pupuk, dalam hal ini warna dari butiran pupuk Phonska adalah warna merah. Untuk menambah sifat anti caking ditambahkan senyawa teraminasi sehingga dapat memberikan daya tahan ekstra terhadap penyerapan air. Selanjutnya butiran pupuk menuju final product belt conveyor yang dilengkapi dengan timbangan akhir produk serta tempat pengambilan sampel

(12)

otomatis yang diambil tiap 1x4 jam dan digunakan untuk keperluan analisis.

4.1.5.9 Proses bagging

Proses akhir dari produksi dimana butiran pupuk akan mengalami proses pengantongan yang dibantu oleh operator. Terdapat 2 tahapan dari proses pengantongan ini, yang pertama adalah pengemasan dua tingkat bahan (double packing) yaitu pemberian inner berbentuk plastik sebagai kemasan primer dan pemberian karung plastik / Polypropilene sebagai kemasan sekunder. Sedangkan yang tahap kedua adalah proses penjahitan kantong pupuk. Selanjutnya pupuk akan dipindahkan menuju gudang penyimpanan sementara.

Gambar 4.3 Proses Produksi Pupuk Phonska

4.1.6. Data Waktu Antar Kerusakan dan Data Waktu Lama Perbaikan

Data waktu antar kerusakan dan data waktu lama perbaikan merupakan data yang berasal dari Log Book (buku harian produksi), Records yang didapatkan dari Central Control

(13)

Room (CCR) dan history cards yang dimiliki oleh masing-masing

mesin. Pengumpulan data ini banyak sekali dibantu oleh pihak perusahaan untuk dapat menterjemahkan data-data yang didapatkan dari beberapa sumber yang telah disebutkan. Data yang telah dikumpulkan dan dicari distribusinya akan digunakan sebagai input kedalam model simulasi yang akan dibuat. Untuk data waktu antar kerusakan, data yang perlu dicari adalah data tanggal kerusakan untuk masing-masing mesin sehingga dapat dicari interval antar kerusakannya. Kemudian untuk data waktu lama perbaikan, yang perlu dicari adalah tanggal kerusakan masing mesin dan lamanya perbaikan untuk masing-masing mesin yang mengalami rusak. Untuk sistem produksi di Unit Phonska ini dapat kita klasifikasikan ke dalam beberapa subsistem yang menggambarkan tingkat atau level dalam proses produksi. Pada Unit Phonska sendiri secara umum dapat digolongkan ke dalam 7 subsistem, subsistem yang dimaksudkan adalah sebagai berikut :

a) Subsistem Feeding b) Subsistem Granulasi c) Subsistem Drying d) Subsistem Screening e) Subsistem Cooling f) Subsistem Coating g) Subsistem Bagging

4.1.6.1. Data Waktu Antar Kerusakan

Data berikut ini merupakan rekap waktu antar kerusakan masing-masing mesin pada Sub Divisi Phonska. Satuan yang terdapat dalam data dibawah ini adalah hari. Untuk pencatatan mengenai data kerusakan ini terlebih dahulu disepakati bagaimana sebuah equipment atau mesin tersebut dikatakan rusak. Berdasarkan hasil brainstorming dengan pihak perusahaan didefinisikan kerusakan yang dicatatkan adalah equipment atau mesin yang sudah tidak berjalan sesuai fungsi yang diinginkan

(14)

pada periode tertentu. Jadi rusak disini adalah apabila mesin tersebut sudah benar-benar tidak dapat dipakai lagi atau pada suatu periode mesin tersebut harus diganti karena tidak dapat menjalankan fungsinya sesuai yang diinginkan oleh perusahaan. Pada tabel 4.1 merupakan salah satu contoh bentuk data rekap pada subsistem feeding dan untuk rekap data pada subsistem yang lain akan diberikan pada lampiran B.

Tabel 4.1 Rekap Data Waktu antar Kerusakan Subsistem Feeding

Equipment 09M653 09M654 09M101 09M102 09M103 09M104 09M105 09M106 09M107 221 106 385 126 128 88 224 16 47 264 233 94 222 115 74 239 80 62 159 363 294 229 119 307 188 39 164 99 5 60 103 3 221 214 131 16 7 74 43 Feeding System W akt u A nta r K eru sakan

4.1.6.2. Data Waktu Lama Perbaikan

Data waktu lama perbaikan ini merupakan data seorang operator melakukan perbaikan pada masing-masing komponen yang rusak. Untuk pencatatan pada waktu lama perbaikan, yang dilihat bukan komponen dari suatu mesin yang mengalami kerusakan sehingga harus diperbaiki namun pada mesin mana komponen yang diperbaiki tersebut berada. Data lama perbaikan ini dapat ditemukan dari Log Book (buku harian produksi),

Records yang didapatkan dari Control Room (CCR) dan history cards yang dimiliki oleh masing-masing mesin. Jika waktu lama

perbaikan untuk masing-masing mesin tidak, maka data mengenai waktu lama perbaikan ini didapatkan dari hasil brainstorming dengan pihak perusahaan. Data berikut ini merupakan rekapan waktu lama perbaikan masing-masing mesin pada Sub Divisi Phonska. Satuan yang terdapat dalam data dibawah ini adalah

(15)

jam. Pada tabel 4.2 berikut ini salah satu contoh bentuk data rekap pada subsistem feeding dan untuk rekap data pada subsistem yang lain akan diberikan pada lampiran B.

Tabel 4.2 Rekap Data Lama Perbaikan pada Subsistem Feeding

Equipment 09M653 09M654 09M101 09M102 09M103 09M104 09M105 09M106 09M107 4.0 0.5 3.6 2 0.58333 1 6 0.4 1.25 1.4 1.1 3.0 2.23 0.72 1 0.75 0.6 1.42 0.8 2.0 4.3 1.5 1.25 9 2.5 0.4 1.75 4.0 0.8 1 2.8 0.67 0.8 1.1 0 0.08 2 2 9.28 5.3 7.92 0.25 0.25 2.83 1.50 0.42 2.00 13.83 4.58 0.58 W akt u La ma P er bai ka n Feeding System 4.2 Pengolahan Data

Pada tahap pengolahan data ini, akan dijelaskan tahapan peneliti untuk mendapatkan hasil yang ingin dicapai dalam penelitian. Diantaranya adalah membuat blok diagram aliran proses produksi dengan bantuan (brainstorming) pihak perusahaan kemudian mengolah data historis yang didapatkan untuk mendapatkan input model simulasi. Pengolahan ini dibantu oleh software Reliasoft Weibull ++ dan juga Input Analyzer yang ada pada software Arena 5.0.

4.2.1. Blok Diagram

Pada tahap pertama pengolahan adalah pembentukan blok diagram dari proses produksi yang terjadi. Blok diagram ini dibuat berdasarkan Process Flow Diagram yang terdapat di perusahaan yang diamati dan juga hasil brainstorming dengan

(16)

pihak perusahaan untuk mengidentifikasi mesin atau equipment yang memiliki pengaruh paling besar terhadap proses produksi yang terjadi. Blok diagram inilah yang akan menjadi dasar pembentukan model simulasi dimana dalam blok diagram yang dibuat akan diketahui bagaimana keterkaitan mesin yang satu dengan mesin yang lain. Blok diagram ini dibuat dengan menstrukturkan mesin-mesin tersebut sesuai tingkatannya dalam proses produksi. Hal ini dilakukan untuk mempermudah pemahaman gambar. Tingkat atau level yang paling tinggi adalah sistem pabrik atau plant kemudian level selanjutnya adalah subsistem-subsistem yang terdapat pada pabrik tersebut. Level paling kecil yang terdapat pada blok diagram ini adalah level 3, dimana level 3 ini merupakan mesin-mesin yang saling berhubungan dalam sistem yang terdapat di Unit Phonska. Subsistem yang dimaksudkan adalah sebagai berikut :

a) Subsistem Feeding b) Subsistem Granulasi c) Subsistem Drying d) Subsistem Screening e) Subsistem Cooling f) Subsistem Coating g) Subsistem Bagging

Contoh blok diagram untuk level satu dapat ditunjukkan pada gambar 4.4 contoh blok diagram untuk level dua dapat dilihat pada gambar 4.5 , contoh blok diagram untuk level tiga dapat dilihat pada gambar 4.6 Untuk blok diagram selengkapnya dapat dilihat pada lampiran C.

(17)

Gambar 4.4 Contoh Blok Diagram Level 1

Gambar 4.5 merupakan level II dari Gambar 4.4 yang merupakan

break down elemen yang terdapat di Subsistem Feeding.

Gambar 4.5 Contoh Blok Diagram level II

Gambar 4.6 merupakan level III dari Gambar 4.5 yang merupakan

break down elemen yang terdapat di Subsistem Conveying I.

(18)

4.2.2 Fitting Distribusi Waktu Antar Kerusakan dan Distribusi Waktu Lama Perbaikan

Input yang paling penting dalam simulasi adalah distribusi waktu proses. Untuk penelitian mengenai Plant

Reliability ini, data yang akan dicari distribusi waktunya adalah

data waktu antar kerusakan dan data waktu lama perbaikan. Tool yang akan digunakan sebagai alat bantu disini adalah Input

Analyzer yang terdapat pada software Arena 5.0.

4.2.2.1 Distribusi Waktu antar Kerusakan

Setelah mengumpulkan waktu antar kerusakan pada masing-masing mesin maka langkah selanjutnya adalah mencari distribusi waktu antar kerusakan untuk masing-masing mesin tersebut. Data yang telah dikumpulkan sudah dikelompokkan berdasarkan sub sistem yang terdapat pada blok diagram sehingga untuk pengolahannya juga berdasarkan pada subsistem masing-masing.

4.2.2.1.1 Distribusi Waktu Antar Kerusakan Subsistem

Feeding

Data berikut ini merupakan data hasil fitting distribusi waktu antar kerusakan yang didapatkan dari data historis produksi. Satuan distribusi ini adalah dalam satuan hari. Pada tabel 4.3 dihalaman selanjutnya akan ditunjukkan secara lengkap hasil fitting distribusi data waktu antar kerusakan untuk masing-masing mesin pada subsistem Feeding.

(19)

Tabel 4.3 Distribusi Waktu Antar Kerusakan Subsistem Feeding 1 UNIF(159, 264) 2 UNIF(106, 363) 3 94 + 291 * BETA(0.112, 0.112) 4 UNIF(126, 294) 5 UNIF(60, 229) 6 74 + WEIB(29.7, 0.483) 7 224 + 84 * BETA(0.271, 0.31) 8 16 + EXPO(78.7) 9 -0.001 + EXPO(42.7) 09M105 09M106 09M107 Feeding System No Nama Subsistem/Equipment 09M101 09M102 09M103 09M104 Distribusi 09M653 09M654

4.2.2.1.2 Distribusi Waktu Antar Kerusakan Subsistem Granulasi

Data berikut ini merupakan data hasil fitting distribusi waktu antar kerusakan yang didapatkan dari data historis produksi. Satuan distribusi ini adalah dalam satuan hari. Pada tabel 4.4 akan ditunjukkan secara lengkap distribusi hasil fitting data waktu antar kerusakan untuk masing-maisng mesin pada subsistem Granulasi.

Tabel 4.4 Distribusi Waktu Antar Kerusakan Subsistem Granulasi

1 0.999 + WEIB(47.6, 0.488) 2 45 + WEIB(31.3, 0.26) 3 45 + WEIB(31.3, 0.26) 4 TRIA(33, 158, 283) 5 UNIF(135, 291) 6 231 + 286 * BETA(0.112, 0.112) 7 55.5 + 73 * BETA(0.252, 0.277) 8 0.999 + WEIB(27.3, 0.339) 9 UNIF(5, 142) 10 45 + WEIB(35.7, 0.4) 11 -0.5 + LOGN(10.8, 18.8) 09E104 Pipe Reactor 09M109 (Granulator) 09P800A (NH3) 09P800B (NH3) 09P705A (H2SO4) 09P705B (H2SO4)

No Nama Subsistem/Equipment Distribusi

09P952B (Water) Granulasi System

09M108

H3PO4 09P952A (Water)

(20)

4.2.2.1.3 Distribusi Waktu Antar Kerusakan Subsistem

Drying

Data berikut ini merupakan data hasil fitting distribusi waktu antar kerusakan yang didapatkan dari data historis produksi. Satuan distribusi ini adalah dalam satuan hari. Pada tabel 4.5 akan ditunjukkan dihalaman selanjutnya secara lengkap distribusi hasil fitting data waktu antar kerusakan untuk masing-masing mesin pada subsistem Drying.

Tabel 4.5 Distribusi Waktu Antar Kerusakan Subsistem Drying

1 UNIF(72, 260) 2 128 + WEIB(19.8, 0.263) 3 99 + 156 * BETA(0.0649, 0.0381) 4 215 + WEIB(9.26, 0.265) 5 Constan 1x 416 6 -0.001 + WEIB(7.61, 0.45) 7 15 + EXPO(49.1) 8 -0.001 + WEIB(22.8, 0.57) No Nama Subsistem/Equipment Distribusi

Drying System Natural gas Fuel oil 09P107A/B 09C104 (Blower) 09C105 (Blower) 09B101 (Furnace) 09M111 09M112

4.2.2.1.4 Distribusi Waktu Antar Kerusakan Subsistem

Screening

Data berikut ini merupakan data hasil fitting distribusi waktu antar kerusakan yang didapatkan dari data historis produksi. Satuan distribusi ini adalah dalam satuan hari. Pada tabel 4.6 dihalaman selanjutnya akan ditunjukkan secara lengkap distribusi hasil fitting data waktu antar kerusakan untuk masing-masing mesin pada subsistem Screening.

(21)

Tabel 4.6 Distribusi Waktu Antar Kerusakan Subsistem Screening 1 UNIF(192, 345) 2 79 + GAMM(282, 0.245) 3 5 + 241 * BETA(0.118, 0.114) 4 6 + 241 * BETA(0.118, 0.114) 5 2 + WEIB(28.5, 0.535) 6 8 + EXPO(65.1) 7 -0.5 + 97 * BETA(0.452, 1.64) 8 105 + 194 * BETA(0.033, 0.0363) 9 3 + EXPO(92.3)

No Nama Subsistem/Equipment Distribusi Screening System

09V102 (Diverter) 09V103 09M113A (Screen Feeder) 09M113B (Screen Feeder) 09F101A (Screen) 09F101B (Screen) 09M114 09M115 (Screen Feeder) 09F102 (Polishing Screen)

4.2.2.1.5 Distribusi Waktu Antar Kerusakan Subsistem

Cooling

Data berikut ini merupakan data hasil fitting distribusi waktu antar kerusakan yang didapatkan dari data historis produksi. Satuan distribusi ini adalah dalam satuan hari. Pada tabel 4.7 akan ditunjukkan secara lengkap distribusi hasil fitting data waktu antar kerusakan untuk masing-masing mesin pada subsistem Cooling.

Tabel 4.7 Distribusi Waktu Antar Kerusakan Subsistem Cooling

1 82 + EXPO(61.7) 2 UNIF(56, 191) 3 -0.001 + WEIB(24.3, 0.408) 4 61 + EXPO(49.8) 5 9 + WEIB(28.8, 0.256) 09C102 09FB101 09M116 Distribusi Cooling System 09E105 09C103 No Nama Subsistem/Equipment

(22)

4.2.2.1.6 Distribusi Waktu Antar Kerusakan Subsistem

Coating

Data berikut ini merupakan data hasil fitting distribusi waktu antar kerusakan yang didapatkan dari data historis produksi. Satuan distribusi ini adalah dalam satuan hari. Pada tabel 4.8 akan ditunjukkan secara lengkap distribusi hasil fitting data waktu antar kerusakan untuk masing-masing mesin pada subsistem Coating.

Tabel 4.8 Distribusi Waktu Antar Kerusakan Subsistem Coating

1 68.5 + 37 * BETA(0.553, 0.483) 2 UNIF(120, 306) 3 87 + WEIB(21.7, 0.464) 4 37 + EXPO(156) 5 -0.5 + LOGN(21.6, 65.8) 09M119 09P109

No Nama Subsistem/Equipment Distribusi Coating System

09M124A/C 09M117 09M118

4.2.2.1.7 Distribusi Waktu Antar Kerusakan Subsistem

Bagging

Data berikut ini merupakan data hasil fitting distribusi waktu antar kerusakan yang didapatkan dari data historis produksi. Satuan distribusi ini adalah dalam satuan hari. Pada tabel 4.9 di halaman selanjutnyaakan ditunjukkan secara lengkap distribusi hasil fitting data waktu antar kerusakan untuk masing-masing mesin pada subsistem Bagging.

(23)

Tabel 4.9 Distribusi Waktu Antar Kerusakan Subsistem Bagging 1 4 + GAMM(405, 0.282) 2 55.5 + 85 * BETA(0.36, 0.33) 3 47 + GAMM(307, 0.255) 4 NORM(150, 40.7) 5 64 + EXPO(192) 6 63 + EXPO(44.4) 7 42.5 + 63 * BETA(0.4, 0.519) Distribusi No Nama Subsistem/Equipment Bagging System 09M403 09M404 09M505B-1 09M505B-2 09M503 09M505A-1 09M505A-2

4.2.2.2 Distribusi Waktu Lama Perbaikan

Selain pencarian distribusi data waktu antar kerusakan maka dicari pula distribusi waktu lama perbaikan untuk masing-masing mesin yang mengalami kerusakan. Data yang yang telah dikumpulkan sudah dikelompokkan berdasarkan sub sistem yang terdapat pada blok diagram sehingga untuk pengolahannya juga berdasarkan pada subsistem masing-masing.

4.2.2.2.1 Distribusi Waktu Lama Perbaikan Subsistem

Feeding

Data berikut ini merupakan data hasil fitting distribusi waktu lama perbaikan yang didapatkan dari data historis produksi. Satuan distribusi ini adalah dalam satuan jam. Pada tabel 4.10 di halaman selanjutnya akan ditunjukkan secara lengkap distribusi hasil fitting data waktu lama perbaikan untuk masing-masing mesin pada subsistem Feeding.

(24)

Tabel 4.10 Distribusi Waktu Lama Perbaikan Subsistem Feeding 1 0.48 + EXPO(1.72) 2 UNIF(0.35, 2) 3 UNIF(3, 4.43) 4 1.42 + 0.89 * BETA(0.875, 0.779) 5 0.44 + WEIB(0.703, 1.42) 6 -0.001 + WEIB(2.16, 0.624) 7 0.22 + LOGN(3.1, 3.96) 8 0.16 + 2.84 * BETA(0.0836, 0.183) 9 LOGN(3.49, 8.44) Distribusi 09M653 09M654 No Nama Subsistem/Equipment 09M101 09M102 09M103 09M104 09M105 09M106 09M107 Feeding System

4.2.2.2.2 Distribusi Waktu Lama Perbaikan Subsistem

Granulasi

Data berikut ini merupakan data hasil fitting distribusi waktu lama perbaikan yang didapatkan dari data historis produksi. Satuan distribusi ini adalah dalam satuan jam. Pada tabel 4.11 akan ditunjukkansecara lengkap distribusi hasil fitting data waktu lama perbaikan untuk masing-masing mesin yang terdapat pada subsistem Granulasi.

Tabel 4.11 Distribusi Waktu Lama Perbaikan Subsistem

Granulasi 1 7 * BETA(0.374, 1.14) 2 0.22 + 1.49 * BETA(0.812, 0.846) 3 LOGN(1.31, 1.46) 4 0.02 + 0.71 * BETA(0.709, 0.959) 5 0.28 + 1.61 * BETA(0.0719, 0.0446) 6 0.9 + 0.57 * BETA(0.851, 0.813) 7 0.32 + 2.08 * BETA(0.9, 0.941) 8 LOGN(2.88, 3.42) 9 WEIB(12.8, 0.526) 10 NORM(1.94, 0.729) 11 -0.001 + WEIB(2.98, 0.817) H3PO4 09P952A (Water) 09P952B (Water) Granulasi System 09M108

No Nama Subsistem/Equipment Distribusi

09P800A (NH3) 09P800B (NH3) 09P705A (H2SO4) 09P705B (H2SO4) 09E104 Pipe Reactor 09M109 (Granulator)

(25)

4.2.2.2.3 Distribusi Waktu Lama Perbaikan Subsistem

Drying

Data berikut ini merupakan data hasil fitting distribusi waktu lama perbaikan yang didapatkan dari data historis produksi. Satuan distribusi ini adalah dalam satuan jam. Pada tabel 4.12 akan ditunjukkan secara lengkap distribusi hasil fitting data waktu lama perbaikan untuk masing-masing mesin yang terdapat pada subsistem Drying.

Tabel 4.12 Distribusi Waktu Lama Perbaikan Subsistem Drying

1 0.14 + 4.41 * BETA(0.313, 0.46) 2 7 + 9 * BETA(0.509, 0.476) 3 1.37 + 4.51 * BETA(0.854, 0.947) 4 2 + 12 * BETA(0.435, 0.513) 5 Constan 1x 1.08 6 WEIB(1.98, 1.04) 7 WEIB(2.78, 0.48) 8 09M112 -0.001 + 96 * BETA(0.0342, 0.385) 09C105 (Blower) 09B101 (Furnace) 09M111 Natural gas Fuel oil 09P107A/B 09C104 (Blower) Distribusi Drying System No Nama Subsistem/Equipment

4.2.2.2.4 Distribusi Waktu Lama Perbaikan Subsistem

Screening

Data berikut ini merupakan data hasil fitting distribusi waktu lama perbaikan yang didapatkan dari data historis produksi. Satuan distribusi ini adalah dalam satuan jam. Pada tabel 4.13 di halaman selanjutnya akan ditunjukkan secara lengkap hasil fitting distribusi data waktu lama perbaikan untuk masing-masing mesin yang terdapat pada subsistem Screening.

(26)

Tabel 4.13 Distribusi Waktu Lama Perbaikan Subsistem Screening 1 2.51 * BETA(1.03, 0.769) 2 1 + 2.74 * BETA(0.747, 0.965) 3 0.04 + EXPO(1.21) 4 7 * BETA(0.383, 0.496) 5 8 * BETA(0.585, 1.02) 6 9 * BETA(0.449, 0.851) 7 -0.001 + EXPO(6.03) 8 0.22 + 0.31 * BETA(1.07, 0.714) 9 0.09 + 2.82 * BETA(0.867, 0.856) 09M114 09M115 (Screen Feeder) 09F102 (Polishing Screen) 09M113A (Screen Feeder) 09M113B (Screen Feeder)

09F101A (Screen) 09F101B (Screen)

No Nama Subsistem/Equipment Distribusi Screening System

09V102 (Diverter) 09V103

4.2.2.2.5 Distribusi Waktu Lama Perbaikan Subsistem

Cooling

Data berikut ini merupakan data hasil fitting distribusi waktu lama perbaikan yang didapatkan dari data historis produksi. Satuan distribusi ini adalah dalam satuan jam. Pada tabel 4.14 akan ditunjukkansecara lengkap hasil fitting distribusi data waktu lama perbaikan untuk masing-masing mesin yang terdapat pada subsistem Cooling.

Tabel 4.14 Distribusi Waktu Lama Perbaikan Subsistem Cooling

1 0.15 + 1.12 * BETA(0.908, 0.811) 2 8.88 * BETA(0.456, 0.786)

3 EXPO(2.83)

4 3.57 * BETA(0.774, 1.1) 5 0.18 + GAMM(1.91, 1.42) No Nama Subsistem/Equipment Distribusi

Cooling System 09E105 09C103 09C102 09FB101 09M116

(27)

4.2.2.2.6 Distribusi Waktu Lama Perbaikan Subsistem

Coating

Data berikut ini merupakan data hasil fitting distribusi waktu lama perbaikan yang didapatkan dari data historis produksi. Satuan distribusi ini adalah dalam satuan jam. Pada tabel 4.15 akan ditunjukkan secara lengkap hasil fitting distribusi data waktu lama perbaikan untuk masing-masing mesin yang terdapat pada subsistem Coating.

Tabel 4.15 Distribusi Waktu Lama Perbaikan Subsistem Coating

1 WEIB(4.88, 0.625) 2 7 * BETA(0.0279, 0.0631) 3 LOGN(3.02, 11) 4 UNIF(0.999, 4.39) 5 5.85 * BETA(0.419, 0.944) 09M124A/C 09M117 09M118

No Nama Subsistem/Equipment Distribusi Coating System

09M119 09P109

4.2.2.2.7 Distribusi Waktu Lama Perbaikan Subsistem

Bagging

Data berikut ini merupakan data hasil fitting distribusi waktu lama perbaikan yang didapatkan dari data historis produksi. Satuan distribusi ini adalah dalam satuan jam. Pada tabel 4.16 di halaman selanjutnya akan ditunjukkan secara lengkap hasil fitting distribusi data waktu lama perbaikan untuk masing-masing mesin yang terdapat pada subsistem Bagging.

(28)

Tabel 4.16 Distribusi Waktu Lama Perbaikan Subsistem Bagging 1 4.83 * BETA(0.626, 1.12) 2 0.05 + 2.35 * BETA(1.27, 0.815) 3 1.73 * BETA(0.728, 0.888) 4 0.11 + 1.61 * BETA(0.626, 0.849) 5 0.59 + LOGN(1.22, 1.26) 6 LOGN(1.12, 2.03) 7 LOGN(1.52, 3.8) 09M403 09M404 09M505B-1 09M505B-2 09M503 09M505A-1 09M505A-2 No Nama Subsistem/Equipment Bagging System Distribusi

4.2.3 Pengembangan Model Simulasi

Menurut Kelton dan Sadowski, simulasi adalah proses dari desain dan membuat model yang sudah terkomputerisasi dari sistem nyata maupun sistem yang akan diteliti dengan tujuan melakukan sejumlah eksperimen untuk memberikan pemahaman yang lebih baik kepada kita mengenai tingkah laku dari sistem yang diamati pada suatu kondisi. Memodelkan sistem dengan menggunakan model simulasi Arena bertujuan untuk memodelkan kondisi sistem yang terdapat pada unit produksi pada perusahaan. Memodelkan sistem yang terdapat pada perusahaan yang diamati pada penelitian ini disesuaikan dengan Blok Diagram yang telah dibuat pada bagian sebelumnya yang merupakan representasi dari Process Flow Diagram yang dimiliki oleh perusahaan.

4.2.3.1 Model Simulasi

Model simulasi komputer adalah suatu model dimana pada model ini dibuat sedemikian rupa sehingga dapat menggambarkan sistem sesungguhnya dan dapat dilakukan proses eksperimen dengan model ini pada komputer (Pritsher, 1986). Yang akan dimodelkan disini adalah keterkaitan yang dimiliki oleh mesin yang satu dengan mesin yang lain. Keterkaitan atau

(29)

hubungan yang dimiliki oleh mesin satu dengan mesin yang lain meliputi (O’ Connor, 1995) :

− Hubungan Seri, yakni hubungan antara mesin yang satu dengan mesin yang lain dimana jika dalam rangkaian mesin tersebut, salah satu mesin mengalami kegagalan atau rusak maka sistem yang ada akan berhenti.

− Hubungan Paralel, yakni hubungan antara mesin yang satu dengan mesin yang lain dimana sistem akan mengalami kegagalan atau berhenti jika dua atau lebih mesin (yang terhubung secara paralel) mengalami kegagalan.

− Hubungan m dari n mesin, yakni hubungan antara mesin yang satu dengan mesin yang lain dimana sistem memiliki jumlah minimal mesin (m mesin) yang harus dapat dioperasikan dari jumlah yang ada (n mesin) agar sistem yang ada tetap berjalan sedang mesin yang lain merupakan mesin cadangan apabila mesin tersebut mengalami kegagalan.

− Hubungan Stand By, yakni hubungan antara mesin yang satu dengan mesin yang lain dimana terdapat satu atau lebih mesin yang bertindak sebagai subtitute atau pengganti bilamana mesin utama (yang dijalankan dahulu) mengalami kegagalan. Jika mesin utama tersebut selesai diperbaiki maka mesin pengganti tersebut juga akan dihentikan. Pada gambar 4.7 merupakan model simulasi untuk level I dari Unit Phonska, sedangkan untuk model simulasi keseluruhan Pabrik dapat dilihat pada lampiran D.

(30)

Gambar 4.7 Model Simulasi Level I Unit Phonska

Berikut ini merupakan keterangan mengenai pembuatan model simulasi hingga model untuk penelitian ini terbentuk :

Penggambaran simulasi untuk masing-masing equipment atau mesin yang terdapat di perusahaan akan ditunjukkan oleh gambar 4.8.

Gambar 4.8 Model simulasi untuk masing-masing mesin Modul Create disamping akan digunakan untuk men-generate waktu antar kerusakan dimana didalamnya akan dimasukkan hasil fitting distribusi waktu antar kerusakan yang terdapat pada masing-masing mesin.

Modul Process disamping aka digunakan untuk men-generate waktu lama perbaikan dimana didalamnya akan dimasukkan hasil fitting distribusi waktu lama perbaikan yang terdapat pada masing-masing mesin.

(31)

Modul Dispose disamping digunakan untuk mencatatkan berapa banyak perbaikan yang telah dilakukan maupun berapa banyak kerusakan yang terjadi selama simulasi dijalankan.

Penggambaran logika sistem yang digunakan untuk menggambarkan hubungan antara mesin yang satu dengan mesin yang lain akan ditunjukkan pada gambar 4.9

Gambar 4.9 Pengembangan model untuk menggambarkan hubungan antar mesin

Modul Create disamping digunakan untuk melakukan pengecekan status dari mesin yang ingin dilihat kondisinya.

Modul Decide disamping digunakan untuk memeriksa status dari mesin yang dimodelkan. Di modul inilah akan dimasukkan logika hubungan daripada mesin yang dimodelkan.

Logika hubungan yang dimaksud adalah sebagai berikut :

• Untuk mesin yang dihubungkan secara seri maka logika yang dimasukkan adalah ” STATE(Operator 09M106) == BUSY_RES || STATE(Operator 09M107) == BUSY_RES”. Tanda || menunjukkan fungsi or atau dapat diinterpretasikan bahwa jika salah satu mesin mengalami kerusakan, dimana

(32)

kerusakan disini digambarkan sebagai State atau keadaan dari

Resource berupa operator adalah Busy atau sedang melakukan

proses, maka sistem juga akan berhenti.

• Untuk mesin yang dihubungkan secara paralel maka logika yang dimasukkan adalah ” STATE(Operator 09M102) == BUSY_RES && STATE(Operator 09M103) == BUSY_RES”. Tanda && menunjukkan fungsi and atau dapat diinterpretasikan bahwa sistem akan mengalami kegagalan jika kedua buah mesin yang dimodelkan mengalami kerusakan.

• Untuk mesin yang dihubungkan secara m dari n mesin yang tersedia maka logika yang dimasukkan hampir sama dengan hubungan paralel namun yang diparalelkan adalah jumlah minimal mesin yang dapat membuat sistem berhenti. Seperti yang terdapat pada subsistem Dozometer Conveying pada penelitian ini, dimana dibutuhkan 3 mesin yang harus beroperasi dari 4 mesin yang tersedia agar sistem berjalan. Sehingga sistem akan berhenti jika minimal dua mesin yang tersedia mengalami kerusakan.

• Untuk mesin yang memiliki stand by maka logika yang dimasukkan juga hampir sama dengan hubungan paralel jika hanya terdapat dua buah mesin (salah satu merupakan mesin

stand by) dan hampir sama juga dengan hubungan yang

dimiliki oleh hubungan m dari n mesin (yang biasaya dalam sistem yang memiliki stand by ini satu mesin merupakan cadangan bagi mesin yang lain).

Modul Assign disamping digunakan untuk menandai bagaimana status dari sistem yang dimodelkan oleh mesin-mesin yang terdapat dibawahnya dan dihubungkan oleh logic dalam modul decide. Status yang dimaksudkan adalah jika sistem mengalami kegagalan maka akan ditandai dengan nilai 1 sedangkan jika sistem berjalan normal maka akan ditandai dengan nilai 0.

(33)

Untuk mesin yang berfungsi sebagai Stand By dari mesin yang lain maka model akan digambarkan seperti pada gambar 4.10

Gambar 4.10 Pengembangan model untuk mesin yang digunakan sebagai stand by dari mesin yang lain

Penggunaan masing-masing modul hampir sama dengan yang telah dijelaskan sebelumnya namun dalam mesin yang berfungsi stand by ini kerusakan yang di-generate-kan hanya sekali (pada modul Create) dan memiliki 3 nilai status yakni -1 untuk menandai bahwa mesin dalam keadaan stand by, 0 untuk menandai bahwa mesin sedang digunakan atau beroperasi dan 1 untuk menandai bahwa mesin dalam keadaan rusak. Serta terdapat beberapa logic untuk melihat status dari mesin yang lain sehingga jika mesin yang lain mengalami kerusakan, mesin stand

by ini akan dijalankan.

4.2.3.2 Integrasi software Arena 5.0 kedalam Excel Dari model simulasi yang telah dibuat perlu ditambahkan

script atau bahasa pemrograman yang dapat memfasilitasi output

yang ingin dicapai oleh simulasi pada penelitian ini. Script ini merupakan salah satu sarana yang terdapat pada software Arena berupa Visual Basic on Application. Bahasa pemrograman ini sangat berguna sekali karena output yang ingin dilihat dari simulasi ini adalah titik kerusakan yang di-generate oleh simulasi. Bahasa pemrograman ini akan mengeintegrasikan outputan simulasi berupa titik kerusakan tadi kedalam Excel untuk dapat

(34)

dilakukan pengolahan lebih lanjut. Untuk script dari VBA yang digunakan akan ditunjukkan pada lampiran E.

4.2.3.3 Verifikasi dan Validasi Model

Setelah model dapat dijalankan maka perlu dilakukan proses verifikasi untuk memastikan bahwa model yang dibuat sudah sesuai dengan logika yang telah ditentukan. Verifikasi merupakan proses untuk meyakinkan bahwa implementasi komputer dari model adalah bebas error. Proses verifikasi ini dapat dilakukan dengan cara melakukan proses ”debug” terhadap model komputer (Kelton & Sadowski, 2003).

Validasi merupakan suatu proses perbandingan parameter antara model simulasi dengan sistem yang disimulasikan (Pidd, 1992). Proses validasi ini dilakukan untuk memastikan bahwa model berlaku seperti sistem riilnya (Kelton & Sadowski, 2003). Sebuah model dapat diterima sebagai model yang memadai apabila model tersebut berhasil melewati uji validasi. Validasi yang dilakukan pada penelitian Tugas Akhir ini adalah dengan menggunakan validasi kotak putih (White Box

Validation). Proses validasi kotak putih ini dilakukan bersamaan

dengan pembuatan model itu sendiri. Pada validasi kotak putih ini sendri lebih ditekankan pada detail proses kinerja internal daripada model itu sendiri (Pidd, 1992). Menurut Pidd, untuk dapat melakukan validasi seperti ini maka perlu mempertimbangkan beberapa aspek yaitu :

a) Input distribusi

Hal ini perlu dilakukan mengingat distribusi waktu proses, atau kalau pada penelitian ini yang digunakan adalah distribusi waktu kerusakan, merupakan input dari simulasi yang dilakukan.

b) Logika Statis

Dalam kebanyakan simulasi memasukkan faktor logika statis yang dapat mempengaruhi tingkah laku daripada objek didalam sistem. Jika logika statis yang dibuat salah maka

(35)

model yang dibuat tidak dapat meniru tingkah laku daripada sistem riilnya. Kunci untuk dapat menghindari kesalahan tersebut adalah dengan melibatkan seluruh orang yang terlibat dalam dalam penelitian, bukan hanya peneliti sebagai pembuat model namun juga pihak perusahaan yang tentunya mengerti betul keadaan yang terdapat pada objek yang sedang diteliti. Terdapat dua macam pendekatan untuk melakukan hal diatas dan biasanya juga dilakukan secara bersamaan, yakni menggunakan metode Non-Teknikal dan membuat prototype dalam bentuk program simulasi yang sudah dapat berjalan untuk menunjukkan keadaan dari model. Pada metode Non Teknikal, ide dasarnya adalah mengijinkan klien atau pada penelitian ini adalah pihak perusahaan objek amatan, untuk berpartisipasi dalam validasi dan menggunakan pengetahuan yang mereka miliki dalam pembuatan model.

c) Logika Dinamis

Dalam simulasi sendiri tidak hanya faktor logika statis yang berperan karena simulasi digunakan untuk menirukan tingkah laku yang dinamis daripada sistem. Sehingga sangat penting untuk dapat memvalidasi performansi dinamis dari model yang dibuat ketika model sedang di-running. Cara terbaik untuk dapat melakukan validasi ini adalah memberikan gambar animasi pada program simulasi. Sehingga variabel penting dan keadaaan sistem dapat dimonitor atau dilihat ketika program dijalankan. Sama dengan logika statis, sangatlah bijaksana untuk menggunakan pengetahuan dari pihak perusahaan dari sistem yang disimulasikan dengan membuat gambar dinamis untuk mempermudah dalam pemahaman.

(36)

4.2.3.4 Waktu Antar Kerusakan Hasil Simulasi

Model simulasi yang telah valid akan dijalankan selama rentang waktu 3 tahun. Hal ini dilakukan berdasarkan data yang diolah dimana rentang waktu terkecil untuk simulasi adalah 3 tahun. Waktu antar kerusakan yang di-generate oleh model simulasi yang telah dijalankan akan muncul bersamaan dengan jalannya simulasi tersebut kedalam software Microsoft Excell sebagaimana telah dijabarkan pada sub bab sebelumnya dengan bantuan aplikasi VBA dalam software Arena 5.0. Output yang dikeluarkan oleh simulasi ini adalah titik-titik kerusakan yang terjadi pada sistem plant pada unit Phonska dan juga masing-masing subsistem yang menyusun sistem plant tersebut.

Keberadaan titik-titik kerusakan untuk masing-masing subsistem tersebut adalah agar dapat kita hitung tingkat keandalan masing-masing subsistem tersebut sehingga dapat diketahui subsistem yang mana yang memiliki tingkat keandalan yang rendah. Contoh dari waktu antar kerusakan hasil simulasi dapat dilihat pada tabel 4.17 di halaman selanjutnya. Nilai nol yang tertera pada hasil simulasi menunjukkan bahwa sistem plant berjalan normal sedang jika plant mengalami kerusakan, nilainya akan menjadi satu.

Dari output yang dihasilkan dari simulasi berupa titik kerusakan tadi, kemudian direkapkan waktu antar kerusakan untuk sistem Plant yang akan ditunjukkan pada tabel 4.18 dan waktu antar kerusakan untuk masing-masing subsistem yang dapat ditunjukkan pada tabel 4.19.

(37)

Tabel 4.17 Contoh Hasil Simulasi

Waktu Subsistem Feeding Subsistem Granulasi Subsistem Drying Subsistem Screening Subsistem Cooling Subsistem Coating Subsistem Bagging Sistem Plant

0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 2.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 4.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 6.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 8.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 10.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 12.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 14.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 16.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 18.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 20.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 22.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 24.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 26.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 28.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 30.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 32.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 34.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 36.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 38.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 40.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 42.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 44.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 46.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 48.00 0.00 0.00 1.00 0.00 0.00 0.00 0.00 1.00 50.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 52.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 54.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 56.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 58.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 60.00 0.00 0.00 0.00 1.00 0.00 0.00 0.00 1.00 62.00 0.00 0.00 0.00 1.00 0.00 0.00 0.00 1.00 64.00 0.00 0.00 0.00 1.00 0.00 0.00 0.00 1.00 66.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 68.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 70.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 72.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

(38)

Tabel 4.18 Rekap Waktu Antar Kerusakan Hasil Simulasi untuk Sistem Plant 3 5 2 31 2 15 17 10 12 20 21 5 8 1 15 6 5 8 12 2 25 4 8 8 2 4 32 1 2 8 14 14 27 1 1 6 7 5 15 2 2 3 7 23 4 5 3 8 6 2 5 1 12 12 2 2 4 4 12 14 6 1 7 26 13 1 2 28 14 21 23 27 8 32 6 1 19 30 1 9 1 5 14 5 3 13 5 5 1 1 30 21 5 9 2 2 1 1 12 20 3 19 33 22 10 Si st em Pl an t

(39)

Tabel 4.19 Rekap Waktu Antar Kerusakan Hasil Simulasi untuk Masing-masing Subsistem

Feeding Granulasi Drying Screening Cooling Coating Bagging

43 23 2 46 10 5 113 38 3 16 8 9 65 153 182 1 8 52 9 43 142 43 4 76 14 19 15 421 52 34 4 1 28 178 209 49 8 4 41 92 42 32 100 3 81 54 74 52 27 61 380 1 71 97 20 80 425 181 185 49 16 115 87 63 9 14 20 1 38 48 61 21 61 34 70 5 53 17 80 23 61 10 104 67 25 4 54 16 36 12 51 218 3 38 21 115 38 74 58 60 51 57 19 72 24 15 91 31 Subsistem Wa ktu A n tar Keru sakan Hasi l S imu lasi

4.2.4 Perhitungan Plant Reliability

Tujuan utama dari penelitian ini adalah pengaplikasian pendekatan simulasi untuk menghitung Plant Reliability dari sistem yang ada di perusahaan. Sehingga dari hasil simulasi yang telah direkap titik kerusakannya dapat dicari distribusi datanya dengan menggunakan bantuan software Weibull ++. Hasil yang didapatkan dari fitting distribusi waktu antar kerusakan sesuai rekap diatas oleh software Weibull menyatakan bahwa kerusakan sistem plant berdistribusi weibull. Berikut ini merupakan hasilnya:

Distribusi : Weibull 3 Parameter Beta : 0,8492

(40)

Parameter Eta : 8,9048 Parameter Gamma : 0,7

Untuk parameter distribusi keandalan yang lain dapat dilihat sebagai berikut : • Subsistem Feeding Distribusi : Weibull 2 Parameter Beta : 1,4184 Parameter Eta : 108,5683 Parameter Gamma : 0 • Subsistem Granulasi Distribusi : Weibull 2 Parameter Beta : 0,7067 Parameter Eta : 64,2213 Parameter Gamma : 0 • Subsistem Drying Distribusi : Weibull 3 Parameter Beta : 0,9287 Parameter Eta : 38,4827 Parameter Gamma : 1,21 • Subsistem Screening Distribusi : Weibull 3 Parameter Beta : 1,0014 Parameter Eta : 42,2758 Parameter Gamma : - 0,1949 • Subsistem Cooling Distribusi : Weibull 2 Parameter Beta : 0,5328 Parameter Eta : 1132,7055 Parameter Gamma : 0 • Subsistem Coating Distribusi : Weibull 2 Parameter Beta : 0,5349 Parameter Eta : 892,3518 Parameter Gamma : 0

(41)

• Subsistem Bagging Distribusi : Weibull 2 Parameter Beta : 1,1003 Parameter Eta : 770,8532 Parameter Gamma : 0

Dari parameter-parameter tersebut dapat dihitung nilai keandalannya dengan memasukkan kedalam persamaan weibull 3 parameter, yakni :

Dimana :

t adalah waktu simulasi β adalah nilai parameter beta η adalah nilai parameter eta γ adalah nilai parameter gamma

4.2.5 Eksperimentasi Model

Tujuan dari eksperimentasi pada model simulasi yang telah dibuat adalah agar nilai keandalan daripada sistem yang diamati dapat meningkat. Eksperimentasi ini terutama ditujukan pada subsistem yang memiliki nilai keandalan paling rendah dengan harapan jika nilai keandalannya meningkat maka nilai keandalan sistem yang berada diatasnya juga dapat meningkat. Langkah pertama adalah mengidentifikasi equipment apa menyebabkan subsistem tersebut memiliki nilai keandalan rendah. Lalu equipment tersebut yang akan coba dieksperimentasikan.

Pada dasarnya banyak sekali cara untuk dapat meningkatkan keandalan dari sistem tersebut yang pertama adalah memperbaiki prosedur berupa sistem maintenance atau perawatan yang dimiliki oleh perusahaan. Cara yang kedua adalah memperbaiki konfigurasi sistem yang terdapat di perusahaan yang diamati. Konfigurasi yang dimaksudkan adalah hubungan antara

β η γ       − −

=

t

e

t

R )

(

(42)

mesin yang satu dengan mesin yang lain dalam perusahaan yang diamati. Cara yang kedua inilah yang akan dieksperimenatasikan melalui penelitian kali ini. Cara ini dipilih mengingat model simulasi yang dibuat mensimulasikan hubungan antara mesin yang satu dengan mesin yang lain.

Dari hasil perhitungan Plant reliability dapat diketahui bahwa subsistem yang memiliki nilai keandalan paling rendah adalah subsistem Granulasi. Dari beberapa macam equipment atau mesin yang berada didalam subsistem granulasi, yang memiliki data waktu antar kerusakan yang paling banyak adalah equipment

conveyor 09M109. Sehingga yang akan dijadikan objek

eksperimentasi model adalah equipment tersebut dengan harapan dapat meningkatkan Reliability dari subsistem granulasi.

Conveyor 09M109 merupakan conveyor yang

mengalirkan material dari subsistem Granulasi menuju subsistem

Drying. Jadi equipment tersebut terhubung secara seri didalam

sistem sehingga jika terjadi kerusakan pada equipment tersebut proses produksi pun juga akan berhenti. Dari data historis dapat kita ketahui bahwa equipment tersebut sering sekali mengalami kerusakan sehingga sistem produksi terhenti.

Dalam eksperimentasi ini akan dicobakan bagaimana bagaimana jika terdapat 2 buah mesin conveyor 09M109 yang terhubung secara paralel. Asumsi yang digunakan untuk penggunaan mesin yang baru tersebut adalah distribusi waktu antar kerusakan yang dimiliki sama dengan distribusi waktu antar kerusakan pada mesin yang lama dan tidak ada biaya penambahan mesin. Untuk pengembangan modelnya dapat dilihat pada gambar 4.11 di halaman selanjutnya.

(43)

Gambar 4.11 Pengembangan model untuk eksperimentasi pada equipment 09M109

(44)

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penulis melakukan penelitian untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh pemahaman akuntansi terhadap minat mahasiswa akuntansi konsentrasi akuntansi pemeriksaan,

Metode ini didasarkan pada asumsi bahwasanya apabila orang menerima biaya untuk mencegah kerusakan yang disebabkan oleh hilangnya jasa lingkungan atau mengganti jasa ekosistem,

Penggambaran binatang dalam ornamen sebagian besar merupakan hasil gubahan/stirilisasi, jarang berupa binatang secara natural, tapi hasil gubahan tersebut masih

Surat Penawaran tidak ditandatangani oleh Pemimpin/Direktur Utama atau penerima kuasa dari pimpinan/direktur utama yang nama penerima kuasanya tercantum dalam akte

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran fiqih di dayah Daruzzahidin dari segi pembelajarannya sudah baik namun ada beberapa poin yang belum teraplikasi dengan baik

Sampel penelitian terdiri dari 41 bank umum yang diambil dengan menggunakan metode sensus karena mengambil keseluruhan populasi sebagai sampel.Data yang digunakan

Dengan nilai profitabilitas tersebut, maka usaha ternak sapi potong pada anggota KTT di Kecamatan Gunungpati layak untuk dikembangkan karena dapat menghasilkan

Tujuan dari kegiatan ini adalah melatih pemuda Karang Taruna Fajar Desa Masawah membuat bioplastik dengan memanfaatkan sumber daya hayati yang ada di Pantai