TINJAUAN PUSTAKA
Arti Penting Ternak Sapi bagi Kehidupan
Ternak sapi, khususnya sapi potong merupakan salah satu sumber daya penghasil daging yang memiliki nilai ekonomi tinggi, dan penting artinya bagi kehidupan masyarakat. Seekor atau kelompok ternak sapi bisa menghasilkan berbagai macam kebutuhan, terutama bahan makanan berupa daging, disamping
hasil ikutan lainnya seperti pupuk kandang, kulit dan tulang (Sudarmono dan Sugeng, 2008).
Sudarmono dan Sugeng (2008) menyatakan bahwa daging sangat besar gunanya bagi pemenuhan gizi berupa protein hewani. Sapi sebagai salah satu ternak pemakan rumput sangat berperan sebagai pengumpul bahan bergizi rendah yang diubah menjadi bahan bergizi tinggi, kemudian diteruskan kepada manusia dalam bentuk daging. Konsumsi protein hewani yang sangat rendah pada anak anak prasekolah dapat menyebabkan anak-anak yang berbakat normal menjadi subnormal. Oleh karena itu, protein hewani sangat menunjang kecerdasan, disamping diperlukan untuk daya tahan tubuh.
Sehubungan dengan kebutuhan protein ini, LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) pada tahun 1983 merekomendasikan bahwa masyarakat Indonesia rata-rata memerlukan 50 gram protein/hari, 20 % diantaranya berasal dari ternak dan ikan, yakni protein dari ternak 4 gram/hari dan ikan 6 gram/hari. Sedangkan 80 % atau 40 gram lainnya berupa protein nabati. Namun, perlu diketahui bahwa konsumsi protein dari ternak ini masih sangat rendah. Jadi, untuk
pemenuhan kebutuhan protein hewani dari daging ini, kita khususnya peternak perlu meningkatkan produksi daging (Sudarmono dan Sugeng, 2008).
Prospek Bisnis Sapi Potong
Prospek beternak sapi potong di Indonesia masih terbuka lebar. Hal ini disebabkan oleh permintaan daging sapi dari tahun ke tahun terus meningkat. Peningkatan ini sejalan dengan peningkatan taraf ekonomi dan kesadaran akan kebutuhan gizi masyarakat. Selain itu, pertambahan penduduk menyebabkan kebutuhan akan daging semakin meningkat. Sebaliknya dari pihak produsen atau peternak semakin kewalahan dalam menyuplai untuk memenuhi permintaan daging sapi dipasaran. Arus permintaan daging sapi ini sebenarnya sudah cukup lama dihadapi para peternak. Oleh karena peternak sendiri mengalami banyak kendala sehingga mereka belum mampu mengembangkan dan meningkatkan populasi ternak sapi potong untuk mengimbangi permintaan pasar. Berbagai kendala tersebut umumnya mereka kesulitan untuk mendapatkan areal untuk penyediaan hijauan yang memadai, dan beberapa unsur pakan penguat masih bersaing dengan manusia. Di samping itu tidak sedikit lokasi peternakan yang letaknya dekat pemukiman padat penduduk, sehingga pada saat muncul rencana pengembangan, peternak sulit melaksanakan (Sudarmono dan Sugeng, 2008).
Bila kita lihat data-data populasi ternak sapi potong dan yang dipotong di tahun 1989, pada waktu itu jumlah populasi sebanyak 10 juta ekor dan yang dipotong 1,2 juta ekor. Sedangkan jumlah populasi di tahun 2005 sebanyak 10,68 juta ekor dan yang dipotong 1,3 juta ekor. Kesemuanya ini menunjukkan pada kita bahwa baik jumlah populasi dan yang dipotong di tahun 1989 dan 2005 selisihnya sangat rendah. Hal ini berarti bahwa jumlah perkembangan produk
ternak sapi potong sejak tahun delapan puluhan hingga saat ini tahun 2005 yang sudah berjalan selama 20 tahun ini masih belum mampu menyediakan konsumsi daging di pasaran, sebagai mana yang diharapkan para konsumen yang melaju lebih cepat, yang terjadi justru penurunan persediaan konsumsi daging, berhubung dengan semakin bertambahnya penduduk berarti bertambah pula konsumsi daging (Sudarmono dan Sugeng, 2008).
Populasi ternak sapi potong dari tahun 2000 – 2005 dapat dilihat pada Tabel 1 berikut:
Tabel 1. Populasi ternak sapi potong (000 ekor) tahun 2000 – 2005
Tahun Populasi (000 ekor) Peningkatan (%)
2000 11.008 - 2001 11.137 1,2 2002 11.298 1,4 2003 10.504 7* 2004 10.533 0,3 2005 10.680 1,4
Sumber : Dirjen Peternakan,*penurunan
Ternak Sapi Bali
Faktor genetik ternak menentukan kemampuan yang dimiliki oleh seekor ternak sedang faktor lingkungan memberi kesempatan kepada ternak untuk menampilkan kemampuannya. Ditegaskan pula bahwa seekor ternak tidak akan menunjukkan penampilan yang baik apabila tidak didukung oleh lingkungan yang baik dimana ternak hidup atau dipelihara, sebaliknya lingkungan yang baik tidak menjamin penampilan apabila ternak tidak memiliki mutu genetik yang baik (Hardjosubroto, 1994).
Menurut Blakely dan Bade (1998) bangsa sapi mempunyai klasifikasi taksonomi sebagai berikut: Phylum: Chordata, Subphylum: Vertebrata, Class: Mamalia, Sub class: Theria, Infra class: Eutheria, Ordo: Artiodactyla, Sub ordo:
Ruminantia, Infra ordo: Pecora, Famili: Bovidae, Genus: Bos (cattle), Group: Taurinae, Spesies: Bos taurus (sapi Eropa), Bos indicus (sapi India/sapi zebu), Bos sondaicus (banteng/sapi Bali).
Karakteristik sapi Bali yaitu: sapi Bali usia pedet, memiliki bulu sawo matang, sedang yang betina dewasa berbulu merah bata dan tanduknya agak ke dalam dari kepala. Adapun yang berkelamin jantan dewasa, mempunyai warna bulu hitam dan tanduknya agak di bagian luar kepala (Murtidjo, 1990).
Hardjosubroto (1994) menyatakan bahwa ada tanda-tanda khusus yang harus dipenuhi sebagai sapi Bali murni, yaitu warna putih pada bagian belakang paha, pinggiran bibir atas dan pada paha kaki bawah mulai tarsus dan carpus sampai batas pinggir atas kuku, bulu pada ujung ekor hitam, bulu pada bagian dalam telinga putih, terdapat garis belut (garis hitam) yang jelas pada bagian atas punggung, bentuk tanduk pada jantan yang paling ideal disebut bentuk tanduk silak congklok yaitu jalannya pertumbuhan tanduk mula-mula dari dasar sedikit keluar lalu membengkok ke atas, kemudian pada ujungnya membengkok sedikit keluar. Pada sapi betina bentuk tanduk yang ideal disebut manggul gangsa yaitu jalannya pertumbuhan tanduk satu garis dengan dahi arah ke belakang sedikit melengkung ke bawah dan pada ujungnya sedikit mengarah ke bawah dan ke dalam, tanduk ini berwarna hitam.
Tiga sapi lokal yang berpotensi dikembangkan di Indonesia adalah sapi Ongole (Sumba Ongole dan peranakan Ongole), sapi Bali dan sapi Madura. Bangsa sapi tersebut telah beradaptasi dengan baik terhadap lingkungan dan cekaman di wilayah Indonesia. Dari ketiga bangsa sapi lokal tersebut, sapi Bali paling tahan terhadap cekaman panas, di samping memiliki tingkat kesuburan
yang baik, kemampuan libido pejantan lebih tinggi, persentase karkas tinggi (56%) dan kualitas daging baik (Bamualim dan Wirdahayati, 2003).
Sapi memiliki beberapa kelebihan bila ditinjau dari nilai ekonomi dan pemanfaatannya: Pada umumnya masyarakat lebih menyukai daging sapi dibanding daging ternak lainnya (kambing, domba, kerbau), sapi merupakan salah satu sumber budaya masyarakat, misalnya sebagai ternak qurban, sebagai ternak karapan (di Madura), sebagai ukuran penentu tingkat kesejahteraan sosial manusia dalam masyarakat, sapi sebagai bentuk tabungan masyarakat yang mudah dijual apabila terdesak membutuhkan uang yang cepat, kotoran sapi apabila diolah dapat dimanfaatkan sebagai pupuk dan bahan bakar alternatif (biogas), usaha ternak sapi juga membutuhkan tenaga kerja sehingga dapat membuka lapangan kerja yang dapat menghidupi banyak keluarga (Sugeng, 1996).
Bahan Pakan Sapi Dedak Padi
Dedak padi adalah bahan pakan yang diperoleh dari pemisahan beras dengan kulit gabahnya melalui proses penggilingan padi dari pengayakan hasil ikutan penumbukan padi (Parakkasi, 1995). Sedangkan menurut Rasyaf (1990), sebagai bahan makanan asal nabati, dedak memang limbah proses pengolahan padi menjadi beras. Oleh sebab itu kandungan nutrisinya juga cukup baik, dimana kandungan protein dedak halus sebesar 12%-13%, kandungan lemak 13%, dan dan serat kasarnya 12%.
Bungkil Kelapa
Bungkil kelapa digunakan sebagai pakan pendamping tepung ikan dan jagung, tujuannya tetap untuk menekan harga ransum. Kandungan nutrisinya juga memadai, yaitu protein kasar 20,9%, serat kasar 10,5%, lemak kasar 5-6%, EM 1258 kkal/kg, Ca 3,6%, dan P 0,55% (Rasyaf, 1990).
Molases
Molases atau tetes tebu adalah hasil sampingan pengolahan tebu menjadi gula. Bentuk fisiknya berupa cairan yang kental dan berwarna hitam. Kandungan karbohidrat, protein dan mineralnya cukup tinggi sehingga bisa juga dijadikan pakan ternak walaupun sifatnya hanya sebagai pakan pendukung. Di samping harganya murah, kelebihan lain tetes tebu terletak pada aroma dan rasanya (Widayati dan Widalestari, 1996).
Molases dapat dipergunakan sebagai pakan ternak. Keuntungan penggunaan molases untuk pakan ternak adalah kadar karbohidratnya tinggi (48-60% sebagai gula), kadar mineral cukup dan rasanya disukai ternak. Tetes juga mengandung vit B-kompleks dan unsur-unsur mikro yang penting bagi ternak seperti cobalt, boron, iodium, tembaga, mangan dan seng., sedangkan kelemahannya ialah kadar kaliumnya yang tinggi dapat menyebabkan diare, jika dikonsumsi terlalu banyak (Rangkuti dkk., 1985).
Kandungan nilai gizi molases dapat dilihat pada Tabel 2 berikut: Tabel 2. Kandungan nilai gizi molases
Uraian Kandungan (%) Bahan Kering Protein Kasar Lemak Kasar Serat Kasar TDN 67.50 3-4 0.08 0.38 81
Sumber : Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Program Studi Peternakan FP USU (2000)
Bahan Pakan Pelengkap Urea
Anggorodi (1979) menyatakan bahwa urea yang ditambahkan dalam ransum ruminansia dengan kadar yang berbeda-beda. Urea CO (NH2)2 ternyata
dirombak menjadi protein oleh mikroorganisme rumen. Sejumlah protein dan urea dalam ransum mempertinggi daya cerna selulosa dalam hijauan. Menurut yang dilaporkan Basir (1990) selain meningkatkan kualitas hijauan, urea juga dapat dimanfaatkan sebagai pengganti protein butir-butiran. Urea juga dapat memenuhi kebutuhan protein untuk pertumbuhan pada produksi pada ternak ruminansia.
Menurut Utomo (1991) menyatakan bahwa penggunaan urea dalam ransum ternak domba sebanyak 4,5% dari pemberian konsentrat belum menunjukkan gejala keracunan. Namun apabila urea yang diberikan terlalu banyak akan menyebabkan kenaikan pH rumen dan serum darah yang menyebabkan pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroorganisme terhambat.
Pigmix
Zat-zat mineral lebih kurang merupakan 3-5% dari tubuh hewan. Hewan tidak dapat membuat mineral karenanya harus disediakan dalam makanannya. Dari hasil penelitian dapat diterangkan bahwa mineral tersebut harus disediakan
dalam perbandingan yang tepat dan dalam jumlah yang cukup. Terlalu banyak mineral dapat membahayakan individu. Suatu keuntungan ialah bahwa sebagian besar mineral dapat diberikan dalam jumlah yang besar dalam ransum tanpa mengakibatkan kematian, tetapi kesehatan hewan menjadi mundur sehingga menyebabkan kerugian ekonomis yang besar (Anggorodi, 1979).
Parakkasi (1995) menyatakan bahwa guna memenuhi kebutuhan mineral, mungkin dapat diusahakan bila ruminan bersangkutan dapat mengkonsumsi hijauan yang cukup. Hijauan tropis umumnya mengandung (relatif) kurang mineral (terutama dimusim kemarau) maka umumnya ruminan di daerah tropis cenderung defisiensi akan mineral.
Secara umum mineral-mineral berfungsi sebagai berikut: Bahan pembentukan tulang dan gigi yang menyebabkan adanya jaringan keras dan kuat, mempertahankan keadaan koloidal dari beberapa senyawa dalam tubuh, memelihara keseimbangan asam basa dalam tubuh, aktivator sistem enzim tertentu, komponen dari suatu enzim, mineral mempunyai sifat yang karakteristik terhadap kepekaan otot dan saraf (Tillman et al., 1981).
Pigmix mengandung segala kebutuhan vitamin, Asam amino dan mineral pada babi, Mempercepat pertumbuhan babi, meningkatkan kesuburan dan meningkatkan produksi daging. Memperbaiki konversi ransum sehingga biaya untuk ransum menjadi lebih murah. Dosis dan cara pemakaian: campurkan secara merata ke tiap 100 Kg ransum, kemasan kantong plastik isi 500 g, 1 Kg, wadah plastik isi 5 Kg dan kantong kertas isi 25 Kg. Deptan RI No. D 07021063 FTS.2 Obat bebas terbatas. (Indeks obat hewan Indonesia, 2007).
Kandungan berberapa vitamin, mineral dan asam amino yang terdapat di dalam pigmix dapat dilihat pada Tabel 3 berikut:
Tabel 3. Kandungan beberapa vitamin, mineral dan asam amino dalam pigmix Uraian Kandungan Vitamin A 1.800.000 IU Vitamin D3 400.000 IU Vitamin E 2.200 IU Vitamin K3 440 IU Vitamin B1 300 mg Vitamin B2 660 mg Vitamin B6 300 mg Vitamin B12 2.000 µg Ca-D-pantothenate 2.500 mg Nicotinic acid 5.000 mg Choline Chloride 20.000 mg Folic acid 75 mg Lysine 6.800 mg Methionine 6.800 mg Manganese 3.300 mg Iron 3.000 mg Zinc 8.000 mg Copper 2.500 mg Iodine 66 mg Cobalt 66 mg BHT 1.000 mg Zinc Bacitracine 15.000 mg
Sumber : Kemasan Pigmix
Garam
Garam diperlukan oleh sapi sebagai perangsang menambah nafsu makan. Garam juga sebagai unsur yang dibutuhkan dalam kelancaran pekerjaan faali tubuh. Menurut Lassiter and Edward (1982) garam yang dimaksud adalah garam dapur (NaCl), dimana selain berfungsi sebagai mineral juga berfungsi meningkatkan palatabilitas.
Garam mempunyai rumus umum NaCl. Garam merangsang sekresi saliva. Terlalu banyak garam akan menyebabkan retensi air sehingga menimbulkan
odema. Defisiensi garam lebih sering terdapat pada hewan herbivora dari pada hewan lainnya, hal ini disebabkan hijauan dan butiran mengandung sedikit garam (Anggorodi, 1979).
Garam dapur ditambahkan sebanyak 5% untuk menurunkan tingkat konsumsi konsentrat berenergi tinggi sampai menjadi 1,25-1,75 Kg/ekor/hari. Semula pengaruhnya terlihat meningkatkan konsumsi kemudian menurunkan sampai jumlah yang dikehendaki (Parakkasi, 1995).
Penggunaan toleransi maksimum terhadap pemberian NaCl untuk berbagai spesies dapat dilihat pada tabel 4 berikut:
Tabel 4. Toleransi maksimum berbagai spesies terhadap NaCl
Spesies Level NaCl dalam makanan (%)
Sapi Beef 4 * Dairy 9 * Domba 9 * Babi 8 * Unggas 2 ** Kuda 3 ** Kelinci 3 * Sumber : *) Ammerman dkk., 1980.
**) Didapatkan dengan ekstrapolasi dari hewan lain.
Probiotik Starbio
Probiotik berasal dari bahasa latin yang berarti “untuk kehidupan”; disebut juga “bakteri bersahabat”, “bakteri menguntungkan”, “bakteri baik”, atau “bakteri sehat”. Apabila didefinisikan secara lengkap, probiotik adalah kultur tunggal atau campuran dari mikroorganisme hidup yang apabila diberikan ke manusia atau hewan akan berpengaruh baik, karena akan menekan pertumbuhan bakteri patogen/bakteri jahat yang ada di usus manusia/hewan (Central Unggas, 2009).
Probiotik adalah organisme beserta substansinya yang dapat mendukung keseimbangan mikroba dalam saluran pencernaan (Parker, 1979). Kemudian Fuller (1992) menyatakan probiotik adalah mikroorganisme hidup (bentuk kering) yang mengandung media tempat tumbuh dan produk metabolismenya. Lalu Fuller (1992) mendefinisikan probiotik suatu mikroba hidup yang dicampurkan sebagai suplemen dalam pakan yang menguntungkan induk semang dengan memperbaiki populasi mikroba dalam usus. Sedangkan prebiotik dapat diartikan sebagai bahan makanan yang tidak dapat dicerna yang secara selektif merangsang pertumbuhan atau aktivitas bakteri yang bermanfaat pada bagian usus. Probiotik didefinisikan juga sebagai organisme yang memberikan kontribusi terhadap keseimbangan mikroba dalam usus (Crawford, 1979).
Penggunaan starbio pada pakan mengakibatkan bakteri yang ada pada starbio akan membantu memecahkan struktur jaringan yang sulit terurai sehingga lebih banyak zat nutrisi yang dapat diserap dan ditransformasikan ke produk ternak. Selain itu, produktivitas ternak akan meningkat, bahkan lebih banyak zat nutrisi yang dapat diuraikan dan diserap (Ritonga, 1992).
Pemberian probiotik starbio pada pakan ternak akan meningkatkan kecernaan protein dan mineral fosfor (Piao et al., 1999). Hal ini terjadi karena probiotik starbio merupakan kumpulan mikroorganisme (mikroba probiolitik, selulotik, lignolitik, lipolitik dan aminolitik serta nitrogen fiksasi non simbiosis) yang mampu menguraikan bahan organik kompleks pada pakan menjadi bahan organik yang lebih sederhana (Lembah Hijau Indonesia, 1995).
Pakan Ruminansia
Kebutuhan ternak akan pakan dicerminkan oleh kebutuhannya terhadap nutrisi. Jumlah nutrisi setiap harinya sangat tergantung pada jenis ternak, umur, fase pertumbuhan (dewasa, bunting dan menyusui), kondisi tubuh (normal atau sakit) dan lingkungan tempat hidupnya serta bobot badannya (Tomaszewska dkk., 1993).
Pemberian pakan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi ternak dapat menyebabkan defisiensi zat makanan sehingga ternak mudah terserang penyakit. Penyediaan pakan harus diupayakan secara terus-menerus dan sesuai dengan standar gizi menurut status ternak yang dipelihara (Cahyono, 1998).
Cara pemberian pakan yang baik adalah dengan menggunakan tempat/wadah pakan dengan maksud untuk menghindarkan terbuangnya ransum sehingga tidak terjadi pemborosan dan semua pakan betul-betul habis dimakan sapi. Minuman berupa air bersih diberikan secara adlibitum (tersedia terus menerus) dan kualitas airnya harus dijaga agar tidak terkontaminasi oleh bibit-bibit penyakit (Suparman dan Azis, 2003).
Suplemen Multinutrisi
Pakan yang berkualitas cukup tidak menyebabkan sapi kekurangan asam amino karena semua asam amino yang dibutuhkan oleh sapi dapat dibentuk di dalam rumen jika bahan untuk menyusun asam amino di dalam rumen tersedia seperti urea, selain itu juga karbohidrat dan mineral yang ada dalam konsentrat. Kebutuhan urea, karbohidrat dan mineral untuk membentuk asam amino dalam rumen dapat diupayakan dalam satu bentuk yang disebut urea mineral molases baik itu dalam bentuk blok ataupun dodol (Wahiduddin, 2009). Adapun perbedaan
antara urea mineral molases blok (UMMB) dengan bentuk dodol adalah: Konsistensi dodol agak lunak sedangkan UMMB keras, dodol dapat digigit oleh sapi sedangkan UMMB dijilat, cara pembuatan dodol dengan pemanasan di atas kompor sedangkan UMMB tanpa pemanasan di atas kompor, dodol tidak ada kandungan bahan perekat sedangkan UMMB ada bahan perekatnya.
Analisis Usaha
Menurut Hadisapoetra (1973) dalam Suparman dan Azis (2003), bahwa suatu kegiatan usaha tani dikatakan berhasil apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: Usaha tani harus dapat menghasilkan pendapatan yang dapat digunakan untuk membayar seluruh biaya usaha termasuk biaya alat-alat yang diperlukan, usaha tani harus dapat menghasilkan pendapatan yang dapat digunakan untuk membayar bunga modal yang digunakan dalam kegiatan usaha tani tersebut, baik modal sendiri maupun modal yang berasal dari pinjaman, usaha tani harus dapat menghasilkan pendapatan yang dapat dipakai untuk membayar upah tenaga kerja yang layak, usaha tani harus memberikan pendapatan yang dapat menunjang kebutuhan hidup dan meningkatkan taraf hidup kepada pelaku usaha.
Setiap usaha apapun dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya. Keuntungan dan kerugian ternak hanya mungkin bisa diketahui apabila seluruh ongkos dan biaya produksi bisa diperhitungkan (Sugeng, 1996).
Menurut Soekartawi dkk., (1986) tipologi usaha ternak dibagi berdasarkan skala usaha dan tingkat pendapatan peternak dan diklasifikasikan ke dalam empat kelompok berikut: 1) Peternakan sebagai usaha sampingan (<30 %); 2)
Peternakan sebagai cabang usaha (30-70%); 3) Peternakan sebagai usaha pokok (70-100%); Peternakan sebagai industri (100%).
Biaya dan Penerimaan
Biaya adalah nilai dari semua korbanan ekonomis yang diperlukan yang tidak dapat dihindarkan, dapat diperkirakan dan dapat diukur untuk menghasilkan sesuatu produk. Biaya bagi perusahaan adalah nilai dari faktor-faktor produksi yang digunakan untuk menghasilkan output (Budiono, 1990). Lipsey et al., (1995) mendefinisikan pengeluaran atau biaya bagi perusahaan adalah sebagai nilai input yang digunakan untuk memproduksi suatu output tertentu. Pengeluaran perusahaan adalah semua uang yang dikeluarkan sebagai biaya produksi, baik itu biaya tetap maupun biaya variabel atau biaya-biaya lainnya (Kadarsan, 1995).
Biaya tetap adalah jumlah biaya yang dibutuhkan untuk menghasilkan jumlah output tertentu sedangkan biaya yang berkaitan langsung dengan output yang bertambah besar dengan meningkatnya produksi dan berkurang dengan menurunnya produksi disebut biaya variabel (Lipsey et al., 1995).
Analisis Rugi-Laba
Keuntungan (laba) suatu usaha ditentukan oleh selisih antara total penerimaan (total reserve) dan total pengeluiaran (total cost) atau secara matematis dapat dituliskan K = TR-TC (Soekartawi, 1993) dan Hicks (1946) mendefinisikan laba sebagai nilai maksimum yang dapat didistribusikan oleh suatu satuan usaha dalam suatu periode bagaimana pada awal periode.
Laporan laba rugi merupakan laporan keuangan yang menggambarkan hasil usaha dalam suatu periode tertentu. Dalam laporan ini tergambar jumlah
pendapatan serta jumlah biaya dan jenis-jenis biaya yang dikeluarkan. Laporan laba-rugi (balance sheet) adalah laporan yang menunjukkan jumlah pendapatan yang diperoleh dan biaya-biaya yang dikeluarkan dalam suatu periode tertentu.
Setiap jangka waktu tertentu, umumnya satu tahun, perusahaan perlu memperhitungkan hasil usaha perusahaan yang dituangkan dalam bentuk laporan laba-rugi. Hasil usaha tersebut didapat dengan cara membandingkan penghasilan dan biaya selama jangka waktu tertentu. Besarnya laba atau rugi akan diketahui dari hasil perbandingan tersebut. (Kasmir dan Jakfar, 2003).
Benefit Cost Ratio (B/C Ratio)
Benefit cost ratio (B/C ratio) adalah untuk menentukan sejauh mana efisiensi suatu usaha itu dijalankan yang diperoleh dengan cara membagikan total hasil produksi dengan total biaya produksi. Kadariah (1987) menyatakan bahwa untuk mengetahui tingkat efisiensi suatu usaha dapat digunakan parameter tingkat keuntungan dan kerugian suatu usaha yaitu dengan mengukur besarnya pemasukan dibagi besarnya pengeluaran. Secara matematis dituliskan:
B/C = Total hasil produksi Total biaya produksi Dimana bila:
B/C ratio > 1 : efisien B/C ratio = 1 : impas B/C ratio < 1 : tidak efisien
Soekartawi et al., (1986) menyatakan bahwa suatu usaha dikatakan memberikan manfaat bila nilai B/C Ratio > 1. Semakin besar nilai B/C ratio maka semakin efisien usaha tersebut dan sebaliknya, semakin kecil nilai B/C ratio-nya maka semakin tidak efisien usaha tersebut. Rumus untuk mencari nilai B/C ratio dapat ditulis sebagai berikut:
B/C Ratio = Outout Input Dimana:
Output adalah keluaran yang diperoleh dari usaha tersebut yang berupa hasil penjualan, sedangkan
Input adalah korbanan yang diberikan berupa biaya-biaya untuk proses produksi
Analisis Break Even Point (BEP)
Menurut Ibrahim (2003), BEP adalah titik pulang pokok, dimana total revenue = total cost. Dilihat dari jangka waktu pelaksanaan sebuah proyek, terjadinya BEP tergantung pada lamanya arus penerimaan sebuah proyek dapat menutupi segala biaya operasi dan pemeliharaan beserta biaya modal lainnya. Ada dua jenis BEP, BEP harga produksi yang diperoleh dengan cara membagikan total biaya produksi dengan bobot badan setelah pemeliharaan. Kemudian BEP volume produksi diperoleh dengan cara membagikan total biaya produksi dengan harga jual perkilogramnya.
Income Over Feed Cost (IOFC)
IOFC adalah selisih antara pendapatan usaha peternakan terhadap biaya pakan. Pendapatan ini merupakan perkalian antara produksi peternakan dengan harga jual, sedangkan biaya pakan adalah jumlah biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan ternak tersebut (Prawirokusumo, 1990).
Selain pegangan berproduksi secara teknis juga diperlukan pegangan berproduksi dari segi ekonomi, beberapa tolak ukur yang dapat digunakan untuk pegangan berproduksi adalah IOFC atau selisih pendapatan usaha peternakan dengan biaya pakan. Pendapatan merupakan perkalian antara hasil produksi
peternakan (kilogram hidup) dengan harga jual. Sedangkan biaya pakan adalah jumlah biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan kilogram bobot hidup (Hermanto, 1996).
Return On Investment (ROI)
ROI merupakan rasio yang menunjukkan hasil atas jumlah aktiva yang digunakan dalam perusahaan atau suatu ukuran tentang efisiensi manajemen. Ratio ini menunjukkan hasil dari seluruh aktiva yang dikendalikannya dengan mengabaikan sumber pendanaan dan biasanya ratio ini diukur dengan presentase. Ratio ini merupakan produktivitas dari seluruh dana perusahaan baik modal pinjaman maupun modal sendiri. Semakin kecil (rendah) ratio ini semakin tidak baik, demikian pula sebaliknya. Artinya ratio ini digunakan untuk mengukur efektifitas dari keseluruhan operasi perusahaan (Kasmir dan Jakfar, 2003).
Return on Investment (ROI) merupakan analisa untuk mengetahui tingkat keuntungan usaha sehubungan dengan modal yang digunakan. Besar kecilnya ROI ditentukan oleh tingkat perputaran modal dan keuntungan bersih yang dicapai.
ROI = Pendapatan Bersih (Net Income) x 100% Total Aset (Modal)
Semakin besar keuntungan yang diterima maka semakin besar tingkat pengembalian modal, dan sebaliknya. Kelayakan usaha diketahui dengan membandingkan ROI dengan tingkat suku bunga pinjaman. Suatu usaha dikatakan layak apabila ROI lebih besar dari tingkat suku bunga pinjaman dan tidak layak apabila ROI lebih kecil dari tingkat suku bunga pinjaman (Soekarwati, 1993).