• Tidak ada hasil yang ditemukan

SMK NEGERI 1 PERCUT SEI TUAN. TahunPelajaran 2020/2021

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SMK NEGERI 1 PERCUT SEI TUAN. TahunPelajaran 2020/2021"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

SMK NEGERI 1 PERCUT SEI TUAN

MODUL

Mata Pelajaran: Sejarah Indonesia

Kelas / Semester : X (Sepuluh) / Genap

KB. 06

TahunPelajaran 2020/2021

A.

KompetensiDasar

3.9.

Mengevaluasi upaya bangsa indonesia dalam menghadapi ancaman disintegrasi bangsa antara lain PKI Madiun 1948, DI/TII, APRA, Andi Aziz, RMS, PRRI-Permesta, G-30-S/PKI

4.9.

Merekonstruksi upaya bangsa indonesia dalam menghadapi ancaman disintegrasi bangsa antara lain PKI Madiun 1948, DI/TII, APRA, Andi Aziz, RMS, PRRI-Permesta, G-30-S/PKI

B.

TujuanPembelajaran

1.

Siswa mampu mengidentifikasi konflik dan pergolakan atas dasar Ideologi, kepentingan kelompok dan sistem pemerintahan

2. Siswa mampu

Menganalisis kebijakan yang dilakukan pemerintah dalam upaya menyelesaikan konflik dan pergolakan atas dasar ideologi dan kepentingan yang terjadi antara tahun 1948-1965.

C.

UraianMateriPembelajaran

Pada Modul Pembelajaran ini akan dibahas 2 jenis pemberontakan/gerakan disintegrasi bangsa,

yaitu pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia dan pemberontakan Angkatan Perang

Ratu Adil (APRA).

A. Pemberontakan DI/TII di Indonesia, Latar Belakang, Penyebab, Tujuan - Negara Islam Indonesia

(NII), Tentara Islam Indonesia (TII) atau biasa disebut dengan DI (Darul Islam) adalah sebuah gerakan politik yang didirikan pada tanggal 7 Agustus 1949 (12 syawal 1368 Hijriah) oleh Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo di sebuah desa yang berada di kota Tasikmalaya, Jawa Barat. NII tersebut diproklamasikan pada saat Negara Pasundan yang dibuat oleh Belanda mengangkat seorang Raden yang bernama Raden Aria Adipati Wiranatakoesoema sebagai pemimpin/presiden di Negara Pasundan tersebut.

1. Latar Belakang dan Tujuan Pemberontakan DI/TII

Gerakan NII ini bertujuan untuk menjadikan Republik Indonesia sebagai sebuah Negara yang menerapkan dasar Agama Islam sebagai dasar Negara. Dalam proklamasinya tertulis bahwa “Hukum yang berlaku di Negara Islam Indonesia adalah Hukum Islam” atau lebih jelasnya lagi, di dalam undang-undang tertulis bahwa “Negara Berdasarkan Islam” dan “Hukum tertinggi adalah Al Qur’an dan Hadist”. Proklamasi Negara Islam Indonesia (NII) menyatakan dengan tegas bahwa kewajiban Negara untuk membuat undang-undang berdasarkan syari’at Islam, dan menolak keras terhadap ideologi selain Al Qur’an dan Hadist, atau yang sering mereka sebut dengan hukum kafir. Dalam perkembangannya,

(2)

Negara Islam Indonesia ini menyebar sampai ke beberapa wilayah yang berada di Negara Indonesia terutama Jawa Barat, Jawa Tengah, Kalimantan Selatan, Aceh, dan Sulawesi Selatan. Setelah Sekarmadji ditangkap oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan dieksekusi pada tahun 1962, gerakan Darul Islam tersebut menjadi terpecah. Akan tetapi, meskipun dianggap sebagai gerakan ilegal oleh Negara Indonesia, pemberontakan DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia) ini masih berjalan meskipun dengan secara diam-diam di Jawa Barat, Indonesia.

Pada Tanggal 7 Agustus 1949, di sebuah desa yang terletak di kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo mengumumkan bahwa Negara Islam Indonesia telah berdiri di Negara Indonesia, dengan gerakannya yang disebut dengan DI (Darul Islam) dan para tentaranya diberi julukan dengan sebutan TII (Tentara Islam Indonesia). Gerakan DI/NII ini dibentuk pada saat provinsi Jawa Barat ditinggalkan oleh Pasukan Siliwangi yang sedang berhijrah ke Jawa Tengah dan Yogyakarta dalam rangka melaksanakan perundingan Renville.

Saat pasukan Siliwangi tersebut berhijrah, kelompok DI/TII ini dengan leluasa melakukan gerakannya dengan merusak dan membakar rumah penduduk, membongkar jalan kereta api, serta menyiksa dan merampas harta benda yang dimiliki oleh penduduk di daerah tersebut. Namun, setelah pasukan Siliwangi menjadwalkan untuk kembali ke Jawa Barat, kelompok DI/TII tersebut harus berhadapan dengan pasukan Siliwangi.

2. Upaya Penumpasan Pemberontakan DI/TII

Usaha untuk meruntuhkan organisasi DI/TII ini memakan waktu cukup lama di karenakan oleh beberapa faktor, yaitu:

- Tempat tinggal pasukan DI/TII ini berada di daerah pegunungan yang sangat mendukung organisasi DI/TII untuk bergerilya.

- Pasukan Kartosoewirjo dapat bergerak dengan leluasa di lingkungan penduduk.

- Pasukan DI/TII mendapat bantuan dari orang Belanda yang di antaranya pemilik perkebunan, dan para pendukung Negara pasundan.

- Suasana Politik yang tidak konsisten, serta prilaku beberapa golongan partai politik yang telah mempersulit usaha untuk pemulihan keamanan.

Selanjutnya, untuk menghadapi pasukan DI/TII, pemerintah mengerahkan Tentara Nasional Indonesia (TNI) untuk meringkus kelompok ini. Pada tahun 1960 para pasukan Siliwangi bekerjasama dengan rakyat untuk melakukan operasi “Bratayudha” dan “Pagar Betis” untuk menumpas kelompok DI/TII tersebut. Pada Tanggal 4 Juni 1962 Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo dan para pengawalnya di tangkap oleh pasukan Siliwangi dalam operasi Bratayudha yang berlangsung di Gunung Geber, Majalaya, Jawa Barat. Setelah Sekarmadji ditangkap oleh pasukan TNI, Mahkamah Angkatan Darat menyatakan bahwa Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo dijatuhi hukuman mati, dan dan setelah Sekarmadji meninggal, pemberontakan DI/TII di Jawa Barat dapat dimusnahkan.

3. Pemberontakan DI/TII di Jawa Barat

Pada tanggal 7 Agustus 1949 Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo secara resmi menyatakan bahwa organisasi Negara Islam Indonesia (NII) berdiri berlandaskan kanun azasi, dan pada tanggal 25 Januari 1949, ketika pasukan Siliwangi sedang melaksanakan hijrah dari Jawa Barat ke Jawa Tengah,

(3)

saat itulah terjadi kontak senjata yang pertama kali antara pasukan TNI dengan pasukan DI/TII. Selama peperangan pasukan DI/TII ini di bantu oleh tentara Belanda sehingga peperangan antara DI/TII dan TNI menjadi sangat sengit. Hadirnya DI/TII ini mengakibatkan penderitaan penduduk Jawa Barat, karena penduduk tersebut sering menerima terror dari pasukan DI/TII. Selain mengancam para warga, para pasukan DI/TII juga merampas harta benda milik warga untuk mencukupi kebutuhan hidup mereka.

4. Pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah

Selain di Jawa Barat, pasukan DI/TII ini juga muncul di Jawa Tengah semenjak adanya Majelis Islam yang di pimpin oleh seseorang bernama Amir Fatah. Amir Fatah adalah seorang komandan Laskar Hizbullah yang berdiri pada tahun 1946, menggabungkan diri dengan pasukan TNI Battalion 52, dan bertempat tinggal di Berebes, Tegal. Amir ini mempunyai pengikut yang jumlahnya cukup banyak, dan cara Amir mendapatkan para pasukan tersebut, yaitu. Dengan cara menggabungkan para laskar untuk masuk ke dalam anggota TNI. Setelah Amir Fatah mendapatkan pengikut yang banyak, maka pada tangal 23 Agustus 1949 ia memproklamasikan bahwa organisasi Darul Islam (DI) berdiri di desa pesangrahan, Tegal. Dan setelah proklamasi tersebut di laksanakan, Amir Fatah pun menyatakan bahwa gerakan DI yang di pimpinnya bergabung dengan organisasi DI/TII Jawa Barat yang di pimpin oleh Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo.

Di Kebumen juga terdapat sebuah organisasi bernama Angkatan Umat Islam (AUI) yang di dirikan oleh seorang kyai bernama Mohammad Mahfud Abdurrahman. Organisasi tersebut juga bermaksud untuk membentuk Negara Islam Indonesia (NII) dan bersekutu dengan Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo. Sebenarnya, gerakan ini sudah di desak oleh pasukan TNI. Akan tetapi, pada tahun 1952, organisasi ini bangkit kembali dan menjadi lebih kuat setelah terjadinya pemberontakan Battalion 423 dan 426 di Magelang dan Kudus. Upaya untuk menumpas pemberontakan tersebut, pemerintah membentuk sebuah pasukan baru yang di beri nama Banteng Raiders dengan organisasinya yang di sebut Gerakan Banteng Negara (GBN). Pada tahun 1954 di lakukan sebuah operasi yang di sebut Operasi Guntur untuk menghancurkan kelompok DI/TII tersebut.

5. Pemberontakan DI/TII di Kalimantan Selatan

Pada bulan Oktober 1950 terjadi sebuah pemberontakan Kesatuan Rakyat yang Tertindas (KRyT) yang di pimpin oleh seorang mantan letnan dua TNI bernama Ibnu Hajar. Dia bersama kelompok KRyT menyatakan bahwa dirinya adalah bagian dari organisasi DI/TII yang berada di Jawa Barat. Sasaran utama yang di serang oleh kelompok ini adalah pos-pos TNI yang berada di wilayah tersebut. Setelah pemerintah memberi kesempatan untuk menghentikan pemberontakan secara baik-baik, akhirnya seorang mantan letnan Ibnu Hajar menyerahkan diri. Akan tetapi, penyerahan dirinya tersebut hanyalah sebuah topeng untuk merampas peralatan TNI, dan setelah peralatan tersebut di rampas olehnya, maka Ibnu Hajar pun melarikan diri dan kembali bersekutu dengan kelompok DI/TII. Setelah itu, akhirnya pemerintahan RI mengadakan Gerakan Operasi Militer (GOM) yang di kirim ke Kalimantan selatan untuk menumpas pemberontakan yang terjadi di Kalimantan Selatan tersebut, dan pada tahun 1959, Ibnu Hajar berhasil di ringkus dan di jatuhi hukuman mati pada tanggal 22 Maret 1965.

6. Pemberontakan DI/TII di Aceh

Sesaat setelah Kemerdekaan Republik Indonesia di proklamasikan, di Aceh (Serambi Mekah) terjadi sebuah konflik antara kelompok alim ulama yang tergabung dalam sebuah organisasi bernama

(4)

PUSA (Persatuan Ulama Seluruh Aceh) yang di pimpin oleh Tengku Daud Beureuh dengan kepala adat (Uleebalang). Konflik tersebut mengakibatkan perang saudara antara kedua kelompok tersebut yang berlangsung sejak Desember 1945 sampai Februari 1946. Untuk menanggulangi masalah tersebut, pemerintah RI memberikan status Daerah Istimewa tingkat provinsi kepada Aceh, dan mengangkat Tengku Daud Beureuh sebagai pemimpin/gubernur.

Setelah terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indoneisa (NKRI) yang terbentuk pada bulan Agustus 1950. Pemerintahan Republik Indonesia mengadakan sebuah sistem penyederhanaan administrasi pemerintahaan yang mengakibatkan beberapa daerah di Indonesia mengalami penurunan status. Salah satu dari semua daerah yang statusnya turun yaitu Aceh, yang tadinya menjabat sebagai Daerah Istimewa, setelah operasi penyederhanaan tersebut di mulai, status Aceh pun berubah menjadi daerah keresidenan yang di kuasai oleh provinsi Sumatera Utara. Kejadiaan ini sangat mengecewakan seorang Daud Beureuh, dan akhirnya Daud Beureuh membuat sebuah keputusan yang bulat untuk bergabung dengan organisasi Negara Islam Indonesia (NII) yang di pimpin oleh Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo. Peristiwa tersebut terjadi pada tanggal 20 Spetember 1953. Setelah Daud Beureuh bergabung dengan NII, mereka melakukan sebuah operasi untuk menguasai kota-kota yang berada di Aceh, selain itu mereka juga melakukan propaganda untuk memperkeruh citra pemerintahan Republik Indonesia.

Pemberontakan yang di lakukan Daud Beureuh bersama angota NII yang di pimpin oleh Sekarmadji akhirnya di atasi oleh pemerintah dengan cara menggunakan kekuatan senjata dan operasi militer dari TNI. Setelah pemerintahan RI melakukan operasi tersebut, maka kelompok DI/TII tersebut mulai terkikis dari kota-kota yang di tempatinya. Tentara Nasional Indonesia-pun memberikan pencerahan kepada penduduk setempat untuk menghindari kesalah pahaman dan mengembalikan kepercayaan kepada pemerintahan Republik Indoneisa. Tanggal 17 sampai 28 Desember 1962, atas nama Prakasa Panglima Kodami Iskandar Muda, kolonel M.Jasin mengadakan Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh, yang musyawarah tersebut mendapat dukungan dari para tokoh masyarakat Aceh dan musyawarah yang di lakukan tersebut berhasil memulihkan kemanana di Aceh.

7. Pemberontakan DI/TII di Sulawesi Selatan

Selain pemberontakan DI/TII di Aceh, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Kalimantan Selatan. Pemberontakan DI/TII ini juga terjadi di Sulawesi Selatan yang di pimpin oleh Kahar Muzakar, organisasi yang sudah di dirikan sejak tahun 1951 tersebut baru bisa di runtuhkan oleh pemerintah pada Tahun 1965. Untuk menumpas organisasi tersebut di butuhkan banyak biaya, tenaga, dan waktu karena kondisi medan yang sangat sulit. Meski demikian, para pemberontak DI/TII sangat menguasai area tersebut. Selain itu, para pemberontak memanfaatkan rasa kesukuan yang berkembang di kalangan masyarakat untuk melawan pemerintah dalam menumpas organisasi DI/TII tersebut. Setelah pemerintahan Republik Indonesia mengadakan operasi penumpasan DI/TII bersama anggota Tentara Republik Indonesia. Barulah seorang Kahar Muzakar tertangkap dan di tembak oleh pasukan TNI pada tanggal 3 Februari 1965.

Pada akhirnya TNI mampu menghalau seluruh pemberontakan yang terjadi pada saat itu. Karena seperti yang kita ketahui Indonesia terbentuk dari berbagai suku dengan beragam kebudayaannya dan

(5)

UUD 45 yang melindungi beberapa kepercayaan sehingga tidak mungkin untuk menjadikan salah satu hukum agama di jadikan hukum negara.

B. Pemberontakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) Latar Belakang Pemberontakan APRA

APRA adalah pemberontakan yang paling awal terjadi setelah Indonesia diakui kedaulatannya oleh Belanda. Hasil Konferensi Meja Bundar yang menghasilkan suatu bentuk negara Federal untuk Indonesia dengan nama RIS (Republik Indonesia Serikat). Suatu bentuk negara ini merupakan suatu proses untuk kembali ke NKRI, karena memang hampir semua masyarakat dan perangkat-perangkat pemerintahan di Indonesai tidak setuju dengan bentuk negara federal. Namun juga tidak sedikit yang tetap menginginkan Indonesia dengan bentuk negara federal, hal ini menimbulkan banyak pemberontakan-pemberontakan atau kekacauan-kekacauan yang terjadi pada saat itu. Pemberontakan-pemberontakan ini dilakukan oleh golongan-golongan tertentu yang mendapatkan dukungan dari Belanda karena merasa takut apabila Belanda meninggalkan Indonesia maka hak-haknya atas Indonesia akan hilang.

Tujuan Pemberontakan APRA

Tujuan Westerling untuk membentuk APRA adalah mengganggu prosesi pengakuan kedaulatan dari Kerajaan Belanda kepada pemerintah Republik Indonesia Serikat (RIS) pada 27 Desember 1949. Upaya itu dihalangi oleh Letnan Jenderal Buurman van Vreeden, Panglima Tertinggi Tentara Belanda. Tujuan lainnya adalah untuk mempertahankan bentuk negara federal di Indonesia dan adanya tentara tersendiri pada negara-negara bagian RIS.

Jalannya Pemberontakan APRA

Pemberontakan yang dijalankan oleh Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) yang dipimpin oleh mantan Kapten KNIL Raymond Westerling bukanlah pemberontakan yang dilancarkan secara spontan. Pemberontakan ini telah direncanakan sejak beberapa bulan sebelumnya oleh Westerling dan bahkan telah diketahui oleh pimpinan tertinggi militer Belanda. Pada 25 Desember 1949 malam, sekitar pukul 20.00 Westerling menghubungi Letnan Jenderal Buurman van Vreeden, Panglima Tertinggi Tentara Belanda untuk menanyakan bagaimana pendapat van Vreeden tentang rencananya untuk melakukan kudeta terhadap Soekarno setelah penyerahan kedaulatan dari Belanda terhadap Indonesia. Van Vreeden memang sudah mendengar berbagai rumor, antara lain ada sekelompok militer yang akan mengganggu jalannya penyerahan kedaulatan, tidak terkecuali rumor mengenai pasukan yang dipimpin oleh Westerling.

Jenderal van Vreeden, sebagai yang harus bertanggung-jawab atas kelancaran penyerahan kedaulatan pada 27 Desember 1949 tersebut memperingatkan Westerling agar tidak melakukan tindakan seperti apa yang diungkapkan padanya. Pada hari Kamis tanggal 5 Januari 1950, Westerling mengirim surat kepada pemerintah RIS yang isinya adalah sebuah ultimatum. Westerling menuntut agar Pemerintah RIS menghargai negara-negara bagian, terutama Negara Pasundan serta Pemerintah RIS harus mengakui APRA sebagai tentara Pasundan. Pemerintah RIS harus memberikan jawaban positif terkait ultimatum tersebut dalm waktu 7 hari dan apabila ditolak, maka akan timbul perang besar. Ultimatum Westerling tersebut tentu menyebabkan kegelisahan tidak saja di kalangan RIS, namun juga di pihak Belanda dan dr.

(6)

H.M. Hirschfeld, Nederlandse Hoge Commissaris (Komisaris Tinggi Belanda) yang baru tiba di Indonesia.

Dampak Pemberontakan APRA

Apabila dilihat dari latar belakang pemberontakan yang dijalankan oleh APRA (Angkatan Perang Ratu Adil) yang diketuai oleh Raymond Pierre Westerling tersebut bertujuan untuk memperoleh pengakuan dari pemerintah RIS yang ingin diakui sebagai tentara Pasundan. Selain itu, pemberontakan tersebut juga bertujuan untuk tetap mempertahankan pemerintahan Republik Federal dan tidak membutuhkan adanya penyerahan kedaulatan serta adanya tentara tersendiri di negara-negara bagian RIS. Sehingga terjadilah pemberontakan APRA tersebut yang berlangsung di daerah Bandung.

Penumpasan APRA

Apabila terjadi pemberontakan APRA tidak dijalankan perlawanan yang berarti, kondisi tersebut diakibatkan karena beberapa faktor. Pertama, karena serangan dijalankan dengan sangat tiba-tia, pembalasan tembakan pun tidak dijalankan karena orang-orang APRA bercampur dengan orang KNIL dan KL. Sementara tentang latar belakang aksinya, diduga keras bahwa APRA ingin mendukung berdirinya negara Pasundan, agar negara tersebut dapat berdiri tanpa gangguan TNI dan menggunakan APRA sebagai angkatan perangnya.

Secara umum, pasukan Divisi Siliwangi TNI tidak siap karena baru saja memasuki Kota Bandung setelah perjanjian KMB dengan Belanda. Panglima Siliwangi Kolonel Sadikin dan Gubernur Jawa Barat Sewaka pada saat kejadian sedang mengadakan peninjauan ke Kota Subang. Sementara di Jakarta pada pukul 11.00 bertempat di kantor Perdana Mentri RIS diadakan perundingan antara Perdana Mentri RIS dan Komisaris Tinggi Kerajaan Belanda di Indonesia. Terungkap terdapatnya keterlibatan tentara Belanda (diperkirakan sekitar 300 tentara Belanda berada di antara pasukan APRA) dalam peristiwa di Bandung tersebut, maka diputuskan tindakan bersama.

Gerakan tersebut bisa digagalkan dan kemudian diketahui bahwa otaknya adalah Sultan Hamid II, yang juga menjadi anggota Kabinet RIS sebagai Menteri tanpa portofolio. Sultan Hamid II dapat segera ditangkap, sementara Westerling sempat melarikan diri ke luar negeri pada 22 Februari 1950 dengan menumpang pesawat Catalina milik Angkatan Laut Belanda. Dengan kaburnya Wasterling, maka gerakannya pun jadi bubar.

Tanggal Terjadi Pemberontakan APRA

Peristiwa Kudeta Angkatan Perang Ratu Adil atau Kudeta 23 Januari adalah peristiwa yang terjadi pada 23 Januari 1950 di kota Bandung dimana kelompok milisi Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) yang ada di bawah pimpinan mantan Kapten KNIL Raymond Westerling yang juga mantan komandan Depot Speciale Troepen (Pasukan Khusus) KNIL, masuk ke kota Bandung dan membunuh semua orang berseragam TNI yang mereka temui. Aksi gerombolan ini telah direncanakan beberapa bulan sebelumnya oleh Westerling dan bahkan telah diketahui oleh pimpinan tertinggi militer Belanda.

Alasan Pemberontakan APRA

Pemberontakan APRA diawali dari pembentukan APRIS yang menimbulkan ketegangan antara TNI dan bekas tentara KNIL ditambah dengan pertentangan politik antara kelompok yang ingin mempertahankan bentuk negara bagian (yang didukung pihak APRA yang terdiri dari bekas tentara KNIL) dan kelompok yang menginginkan negara kesatuan (didukung oleh TNI).

(7)

Peran Westerling dalam Pembentukan APRA

Raymond Pierre Paul Westerling lahir di Istanbul, 31 Agustus 1919 dan meninggal di Belanda, 26 November 1987 pada usia 68 tahun. Westerling lahir sebagai anak kedua dari Paul Westerling dan Sophia Moutzou. Dia komandan pasukan Belanda yang terkenal karena memimpin Pembantaian Westerling pada tahun 1946 sampai 1947 di Sulawesi Selatan dan percobaan kudeta APRA di Bandung, Jawa Barat. Westerling yang dijuluki si Turki karena lahir di Istanbul, mendapat pelatihan khusus di Skotlandia. Dia masuk dinas militer pada 26 Agustus 1941 di Kanada. Pada 27 Desember 1941 dia tiba di Inggris dan bertugas di Brigade Prinses Irene di Wolverhampton, dekat Birmingham. Westerling termasuk 48 orang Belanda sebagai angkatan pertama yang memperoleh latihan khusus di Commando Basic Training Centre di Achnacarry, di Pantai Skotlandia yang tandus, dingin dan tak berpenghuni. Melalui pelatihan yang sangat keras dan berat, mereka dipersiapkan untuk menjadi komandan pasukan Belanda di Indonesia.

Seorang instruktur Inggris sendiri mengatakan pelatihan ini sebagai neraka di dunia. Pelatihan dan pelajaran yang mereka peroleh antara lain perkelahian tangan kosong, penembakan tersembunyi, berkelahi dan membunuh tanpa senjata api, membunuh pengawal dan sebagainya. Setelah bertugas di Eastbourne sejak 31 Mei 1943, maka bersama 55 orang sukarelawan Belanda lainnya pada 15 Desember 1943, Sersan Westerling berangkat ke India untuk betugas di bawah Laksamana Madya Mountbatten Panglima Komando Asia Tenggara. Mereka tiba di India pada 15 Januari 1944 dan ditempatkan di Kedgaon, 60 km di utara kota Poona. Pada 20 Juli 1946, Westerling diangkat menjadi komandan Depot Speciale Troepen (DST) atau Depot Pasukan Khusus. Awalnya, penunjukkan Westerling memimpin DST ini hanya untuk sementara sampai diperoleh komandan yang lebih tepat dan pangkatnya pun tidak dinaikkan, tetap Letnan II (Cadangan). Namun dia berhasil meningkatkan mutu pasukan menjelang penugasan ke Sulawesi Selatan dan setelah berhasil menumpas perlawanan rakyat pendukung Republik di Sulawesi Selatan, dia dianggap sebagai pahlawan namanya membumbung tinggi

D.

Tugas

1. Apa yang melatarbelakangi Pemberontakan DI-TII dan juga pemberontakan APRA?

2. Siapakah tokoh pemimpin pemberontakan DI TII dan apa tujuan dari Pemerontakan tersebut?

3. Siapakah pula tokoh pemimpin pemberontakan APRA dan apa tujuan dari Pemberontakan

tersebut?

4. Tuliskan nama-nama tokoh pemimpin pemberontakan DI TII dan daerah yang ikut dalam

pemberontakan DI TII?

5. Bagaimana tindakan pemerintah Republik Indonesia dalam upaya memadamkan pemberontakan

DI TII dan APRA?

Referensi

Dokumen terkait

Kegiatan magang ini dilakukan atas dasar pemikiran bahwa Ocean Ecopark merupakan tempat rekreasi yang berada pada suatu kawasan rekreasi Taman Impian Jaya Ancol, Jakarta

a) Hapus buku, yaitu penghapusbukuan seluruh pembiayaan customer yang tergolong macet, akan tetapi masih akan tetap ditagih. b) Hapus tagih, yaitu penghapusbukuan dan

Polder Tawang Semarang mempunyai masalah pencemaran akibat limbah yang berasal dari limbah kota, pasar ikan, industri, dan rumah tangga yang masuk ke perairan yang berpengaruh

Oleh karena benih bersifat higroskopis (Yani, 2008), maka bila kelembaban nisbi udara tinggi, benih akan menyerap air dari udara, sehingga semakin lama penyimpanan,

kedalam wadah yang kecil misal ampul 1 ml, pada kasus ini proses pengisianmembutuhkan waktu paling cepat dibandingkan dengan ampul volume lain sehinggaada

Demikian pula dengan pengadaan kegiatan ekstensifikasi yaitu peningkatan objek pajak bumi dan bangunan (PBB) dimana Dispenda Kota Bekasi lebih giat lagi dalam

dihubungkan dengan beberapa ONU yang merupakan interface pelanggan dari jaringan fiber optik, menggunakan pasif optical distribution network (ODN), seperti

Pengkajian awal nyeri pada geriatri tanpa dimensia dapat menggunakan instrumen Nonverbal Pain Indicators (CNPI). Petunjuk : Amati pasien untuk perilaku berikut saat