BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bakterial Vaginosis
2.1.1 Pengertian
Bakterial Vaginosis (BV) adalah suatu sindrom perubahan ekosistem vagina dimana terjadi pergantian dari laktobasillus yang normalnya memproduksi Hidrogen Peroksida (H2O2) di vagina dengan bakteri anaerob (seperti misalnya Prevotella Sp, Mobilincus Species, Gardnerella vaginalis dan Mycoplasma hominis) yang menyebabkan peningkatan pH dari nilai kurang 4,5 sampai 7,0. Hal itu biasa timbul dan remisi secara spontan pada wanita dengan seksual aktif dengan wanita yang bukan seksual aktif. Jalur yang pasti dari trasmisi seksual pada patogenesis BV belum jelas (Adam dkk., 2011).
Pengertian lain BV adalah sindrom klinis akibat pergantian Lactobacillus spp. Penghasil hidrogen peroksidase (H2O2) dalam vagina normal dengan bakteri
anaerob konsentrasi tinggi (contoh: Bacteroides spp. , Mobiluncus spp.), Gardnerella vaginalis (G.vaginalis), dan Mycoplasma hominis (M.hominis). Ada yang menamakan sindrom klinis tersebut dengan Haemophilus vaginalis vaginitis
dan yang lain menamakan dengan vaginitis non spesifik atau Gardnerella vaginalis vaginitis. Karena penyebab BV adalah bakteri yang merupakan flora normal vagina maka BV disebut sebagai salah satu infeksi endogen saluran reproduksi wanita (Murtiastutik, 2008).
2.1.2 Etiologi
Penyebab dari BV masih belum diketahui dengan pasti, tetapi berdasarkan epidemiologi kumpulan gejala yang timbul pada BV berhubungan dengan aktivitas seksual. BV merupakan infeksi vagina tersering pada wanita yang aktif secara seksual. Penyebab BV bukan organisme tunggal. Pada suatu analisis dari data flora vagina memperlihatkan ada 4 jenis bakteri vagina yang berhubungan dengan BV yaitu : Gardnerella vaginalis, Bacteroides Spp, Mobiluncus Spp,
a. Gardnerella vaginalis
Selama 30 tahun terakhir observasi Gardner dan Dukes’ bahwa
G.vaginalis sangat erat hubungannya dengan BV. Meskipun demikian dengan media kultur yang sensitif G.vaginalis dapat diisolasi dalam konsentrasi yang tinggi pada wanita tanpa tanda-tanda infeksi vagina. G.vaginalis dapat diisolasi pada sekitar 95% wanita dengan BV dan 40-50% pada wanita tanpa gejala vaginitis atau pada penyebab vaginitis lainnya. Sekarang diperkirakan bahwa
G.vaginalis berinteraksi melalui cara tertentu dengan bakteri anaerob dan mycoplasma genital menyebabkan BV (Adam dkk., 2011)
b. Bakteri anaerob
Bacteroides Spp diisolasi sebanyak 76% dan Peptostreptococcus sebanyak 36% pada wanita dengan BV. Pada wanita normal kedua tipe anaerob ini lebih jarang ditemukan. Penemuan species anaerob dihubungkan dengan penurunan laktat dan peningkatan suksinat dan asetat pada cairan vagina. Setelah terapi dengan metronidazole, Bakteroides dan Peptostreptococcus tidak ditemukan lagi dan laktat kembali menjadi asam organik predominan dalam cairan vagina. Spiegel menyimpulkan bahwa, bakteri anaerob berinteraksi dengan G.vaginalis
untuk menimbulkan vaginosis. Peneliti lain memperkuat adanya hubungan antara bakteri anaerob dengan BV. Mikroorganisme anaerob lain yaitu Mobiluncus Spp.
merupakan batang anaerob lengkung yang juga ditemukan pada vagina bersama-sama dengan organisme lain yang dihubungkan dengan BV. Mobiluncus Spp. tidak pernah ditemukan pada wanita normal, 85% wanita dengan BV mengandung organisme ini (Adam dkk., 2011).
c. Mycoplasma hominis
Berbagai peneliti menyimpulkan bahwa Mycoplasma hominis juga harus dipertimbangkan sebagai agen etiologik untuk BV, bersama-sama dengan
G.vaginalis dan bakteri anaerob. Prevalensi tiap mikroorganisme ini meningkat pada wanita dengan BV. Organisme ini terdapat dengan konsentrasi 100-1000 kali
lebih besar pada wanita dengan BV mengandung organisme ini (Adam dkk., 2011).
2.1.3 Diagnosa
Penderita sulit untuk melakukan diagnosis terhadap dirinya karena beberapa wanita percaya bahwa bau pada sekret vagina merupakan akibat dari kebersihan yang kurang, dan pada umumnya mereka malu untuk mengatakan bahwa sekretnya berbau. Dasar diagnosis klinis BV berdasarkan ada tidaknya tanda-tanda berikut yang di anjurkan oleh Amsel dan kawan-kawan (Murtiastutik, 2008):
1. Sekret vagina berwarna putih dan homogen. 2. pH cairan vagina >4,5
3. Adanya fishy odor dari cairan vagina yang ditetesi KOH 10% (whiff test) 4. Pada pemeriksaan mikroskop ditemukan adanya Clue cells.
a. Sekret Vagina
Sekret vagina pada BV berwarna putih, melekat pada dinding vagina, jumlahnya hanya meningkat sedikit sedang dibanding wanita normal. Riwayat
douching , hubungan seksual yang baru dilakukan, menstruasi, dan semua infeksi dapat mengubah gambaran sekret vagina pada BV (Murtiastutik, 2008).
b. Cairan Vagina
Pemeriksaan pH vagina memerlukan kertas indikator pH dengan rentang yang sesuai yaitu antara 4,0 sampai dengan 6,0. Pengambilan spesimen untuk pemeriksaan pH vagina paling baik dilakukan pada bahagian lateral atau posterior forniks vagina dan lansung diperiksa/ditempatkan pada kertas pH. Atau kertas pH dapat ditempatkan pada kumpulan cairan vagina setelah spekulum dilepas dari vagina. Mukus serviks harus dihindari karena mempunyai pH yang lebih tinggi dibandingkan pH vagina (pH 7,0) (Murtiastutik, 2008).
c. Malodor Vagina (Whiff Test)
Malodor pada vagina merupakan gejala yang paling tersering terjadi pada wanita dengan BV, dan munculnya fishy odor setelah penetesan KOH 10% membantu deteksi malodor bagi klinis, Tetesan cairan vagina ditempatkan pada kaca benda dan ditetesi KOH 10%, akan segera menghasilkan bau amin, Bau ini cepat menghilang. Meskipun tes ini sangat membantu diagnosis terapi sensitivitasnya juga rendah. Eschenbach dkk. sebagaimana dapat disimak pada Rahmah dkk., dan Hitler dan Holmes, melaporkan nilai prediksi sebesar 76% dibandingkan pewarnaan Gram (Murtiastutik, 2008).
d. Pemeriksaan Clue Cells
Clue cells merupakan sel epitel skuamous vagina yang tertutup oleh banyak bakteri sehingga memberikan gambaran tepi yang tidak rata. Tepi yang tidak rata ini akibat melekatnya bakteri termasuk Gardnerella dan Mobiluncus.
Lactobacillus juga bisa melekat pada dinding vagina, konsentrasinya kurang untuk bisa menyerupai clue cells (Murtiastutik, 2008). Terdapat “clue cells” > 20% pada preparat basah atau pewarnaan Gram pada BV (Majeroni, 1998).
Sampel cairan vagina diambil dengan swab dan ditempatkan di kaca benda kemudian ditetesi dengan garam fisiologis 1 dan 2 tetes, kemudian ditutup dengan gelas penutup. Sediaan diperiksa di bawah mikroskop dengan perbesaran tinggi (400X). Pemeriksaan ini mempunyai sensitivitas 60% dan spesifisitas 98%. Clue cells merupakan kriteria terbaik untuk diagnosis BV (Murtiastutik, 2008).
e. Kultur
Kultur Gardnerella vaginalis hanya memberikan sedikit keuntungan untuk mendiagnosis BV karena merupakan flora normal vagina sehingga didapatkan juga pada cairan vagina wanita normal meskipun dalam konsentrasi yang rendah (Murtiastutik, 2008).
f. Pewarnaan Gram
Dunkelberg merupakan orang yang pertama mengusulkan pemeriksaan hapusan vagina dengan menggunakan pewarnaan gram untuk diagnosis BV. Spiegel dkk. kemudian mempublikasikan petunjuk klinis. Sistem skoring pengecatan gram dipakai sebagai metode standar untuk diagnosis BV berdasarkan tiga morfotipe, yaitu: kuman batang gram positif besar (Lactobacillus), kuman batang gram negatif kecil atau bervariasi (Gardnerella dan kuman batang anaerob), dan Mobiluncus.
Metode ini berdasarkan pergeseran morfotipe dari Lactobacillus yang dominan berubah menjadi Gardnerella dan bakteri anaerob termasuk Mobiluncus. Pemeriksaan gram mempunyai sensitivitas 89% dan spesifisitas 83% (Murtiastutik, 2008).
a. Deteksi Hasil Metabolik
1. Amin pada cairan vagina: wanita dengan BV terdapat diamin dan poliamin pada cairan vaginanya.
2. Tes Proline aminopeptidase: G.vaginalis dan Mobiluncus Spp.
Menghasilkan proline aminopeptidase, dimana Lactobacillus tidak menghasilkan enzim tersebut.
3. Perbandingan suksinat/laktat: batang gram negatif anaerob
menghasilkan suksinat sebagai hasil metabolik. Perbandingan suksinat terhadap laktat dalam sekret vagina ditunjukkan dengan analisis kromotografi cairan-gas meningkat pada BV dan digunakan sebagai tes skrining untuk BV dalam penelitian epidemiologik klinik
2.1.4 Patofisiologi
Banyak penelitian telah menunjukkan hubungan Gardnerella vaginalis
dengan bakteri lain dalam menyebabkan BV. BV dikenal sebagai infeksi
polymicrobic sinergis. Beberapa bakteri yang terkait termasuk spesies
Lactobacillus, Prevotella, dan anaerob, termasuk Mobiluncus, Bacteroides, Peptostreptococcus, Fusobacterium, Veillonella, dan spesies Eubacterium. Mycoplasma hominis, Ureaplasma urealyticum, dan Streptococcus viridans
juga mungkin memainkan peran dalam BV. Atopobium vaginae sekarang dikenal sebagai patogen yang berhubungan dengan BV.
Bukti untuk mendukung hubungan sinergis meliputi: (1) Gardner dan Dukes melakukan penanaman kultur murni G.vaginalis ke dalam vagina wanita sehat dan gagal untuk menghasilkan gejala BV, (2) inokulasi cairan vagina dari pasien BV ke dalam vagina wanita sehat menghasilkan gejala BV, (3) pengobatan untuk BV, antibiotik antianaerobic (metronidazol), tidak efektif melawan G.vaginalis, dan (4) produk-produk volatil diuraikan dari tes bau adalah produk anaerob, bukan dari G.vaginalis.
Pada BV, flora vagina diubah melalui mekanisme yang bisa menyebabkan peningkatan pH lokal. Ini mungkin hasil dari penurunan hidrogen peroksida memproduksi lactobacilli. Lactobacilli adalah organisme berbentuk batang besar yang membantu menjaga pH asam dari vagina yang sehat dan menghambat mikroorganisme anaerob lain melalui elaborasi hidrogen peroksida. Biasanya, lactobacilli yang ditemukan dalam konsentrasi tinggi dalam vagina yang sehat. BV menyebabkan populasi lactobacilli sangat berkurang, sementara populasi berbagai anaerob dan G.vaginalis meningkat.
G.vaginalis membentuk biofilm pada vagina. Beberapa studi menunjukkan bahwa biofilm ini mungkin resisten terhadap beberapa bentuk perawatan medis. Dominan pada G.vaginalis biofilm telah terbukti bertahan dalam hidrogen peroksida (H2O2), asam laktat, dan antibiotik tingkat tinggi. Ketika
biofilm menjadi sasaran di laboratorium untuk pembubaran enzimatik, kerentanan terhadap H2O2 dan asam laktat dipulihkan. Temuan ini dapat
menyebabkan pengembangan terapi baru masa depan yang melibatkan degradasi enzimatik biofilm. Tidak ada produk tersebut saat ini di pasaran.
Dalam studi yang dipublikasikan oleh Fredricks et al, G.vaginalis
dideteksi dengan PCR pada 96% subyek dengan BV dan 70% dari mereka yang tidak BV. Beberapa jenis bakteri lainnya yang ditemukan oleh PCR dalam penelitian ini. Studi Fredricks 'menegaskan sifat polimikrobial BV dan keberadaan G.vaginalis sebagai salah satu agen penyebab.
Meskipun BV tidak dianggap sebagai penyakit menular seksual, aktivitas seksual telah dikaitkan dengan perkembangan infeksi ini. Pengamatan dalam mendukung ini meliputi: (1) kejadian BV meningkat dengan peningkatan jumlah pasangan seksual, (2) pasangan seksual baru dapat berhubungan dengan BV, dan (3) pasangan pria wanita dengan BV mungkin memiliki kolonisasi uretra oleh organisme yang sama, tetapi pada laki-laki adalah asimtomatik. Bukti yang tidak mendukung peran menular seksual eksklusif BV adalah kejadian BV pada wanita perawan yaitu dari rektum pada perawan anak laki-laki dan perempuan (Girerd, 2013).
2.1.5 Diagnosis Banding
1. Trikomoniasis: pemeriksaan hapusan vagina sering menyerupai penampakan pemeriksaan BV. Tetapi Mobiluncus dan clue cells tidak pernah ditemukan pada trikomoniasis. Pemeriksaan mikroskopis menunjukkan peningkatan sel PMN dan dengan pemeriksaan preparat basah ditemukan protozoa untuk diagnosis. Whiff test dapat positif pada trikomoniasis dan pH vagina 5,0 pada trikomoniasis (Murtiastutik, 2008).
2. Kandidiasis: pada pemeriksaan mikroskopis, sekret vagina ditambah KOH 10% berguna untuk mendetekksi hifa dan spora kandida. Keluhan yang paling sering pada kandidiasis adalah gatal dan iritasi vagina. Sekret vagina biasanya putih dan tebal, tanpa bau dan pH normal (Murtiastutik, 2008).
TABEL 2.5 Perbandingan gejala kandidiasis, trikomoniasus dan BV (Murtiastutik, 2008)
Kandidiasis Trikomoniasis Bakterial Vaginosis
Gejala Gatal Nyeri Berbau
Tanda Inflamasi Inflamasi Noninflamasi
Warna Putih Kuning/Hijau Abu-abu
Konsistensi Tebal Berbusa Cair
Bau Jamur Amis Amis
pH 4-5 5-6 5-6 Mikroskopis Neutrofil, Pseudohifa, Spora Neutrofil, Trichomonas vaginalis
Tidak ada neutrofil,
clue cells
Kultur Candida albicans, Candida spp, T.vaginalis Bacteroides Spp., G.vaginalis, M.hominis, Peptostreptococcus 2.1.6 Faktor Predesposisi
Ada banyak pertanyaan yang belum terjawab tentang peran yang dimainkan bakteri berbahaya dalam menyebabkan BV. Setiap wanita bisa mendapatkan BV. Namun, beberapa kegiatan atau perilaku dapat mengganggu keseimbangan normal bakteri di vagina dan menempatkan perempuan pada peningkatan risiko termasuk:
Memiliki banyak pasangan seks dan douching. Hal ini tidak jelas apa aktivitas seksual memainkan peran dalam perkembangan BV. Perempuan tidak mendapatkan BV dari kursi toilet, tempat tidur, kolam renang, atau dari menyentuh benda-benda di sekitar mereka. Wanita yang tidak pernah memiliki hubungan seksual juga dapat BV (Holmes, 1999).
Setiap perempuan bisa mendapat BV. Beberapa perilaku atau kegiatan dapat mengganggu keseimbangan flora bakteri alami dan meningkatkan risiko pertumbuhan BV, termasuk: (1) Douching - menggunakan air atau larutan obat untuk membersihkan vagina, (2) Mandi dengan menggunakan cairan antiseptik, (3) Memiliki pasangan seks baru, (4) Memiliki banyak pasangan seks, (5) Wangian gelembung mandi dan beberapa sabun wangi, (6) merokok, (7) Menggunakan IUD (intrauterine device), seperti alat kontrasepsi yang terbuat dari plastik dan tembaga yang cocok di dalam rahim, (8) Menggunakan deodoran vagina, (9) Mencuci pakaian dengan deterjen yang kuat dan sebagainya. Namun, wanita yang belum pernah berhubungan seksual bisa juga mendapat BV (Grant,
2010).
Faktor predisposisi yang dapat mempengaruhi BV adalah dari (1) perilaku seksual pasien tersebut, (2) ketika kehamilan, (3) transmisi heteroseksual laki-perempuan, (4) bakteri yang dihasilkan dari tindakan seksual non-coital pada heteroseksual, (5) pada wanita yang tidak berpengalaman secara seksual, (6) penularan antara perempuan-perempuan yaitu lesbian.(1) Bawaan G.vaginalis
yang menyebabkan BV jarang terjadi dengan anak-anak, tetapi adalah umum di antara remaja perempuan bahkan yang tidak berpengalaman secara seksual, bertentangan bahwa penularan seksual merupakan prasyarat yang diperlukan untuk akuisisi penyakit. (2) G. vaginalis juga meningkat melalui hubungan seksual penetratif melalui kontak digito-genital non-penetratif dan seks oral, sekali lagi menunjukkan bahwa penularan secara seksual belum tentu coital transmisi yang terlibat. (3) Beberapa pengamatan juga menunjukkan pada perempuan ke laki-laki daripada di transmisi laki-perempuan G. vaginalis, mungkin menjelaskan tingkat konkordansi tinggi bawaan G.vaginalis antara
terhadap BV, penggunaan kondom sedikit perlindungan, sementara sunat laki-laki dapat melindungi terhadap BV. (4) BV juga umum di kalangan wanita-yang-memiliki-seks-dengan-perempuan dan ini berkaitan setidaknya sebagian perilaku seksual non-coital. (5) Meskipun transmisi laki-perempuan tidak dapat dikesampingkan, secara keseluruhan ada sedikit bukti bahwa BV bertindak sebagai PMS. Sebaliknya, BV dapat dianggap sebagai penyakit seksual ditingkatkan, dengan frekuensi hubungan menjadi faktor penting (Varstraelen et al., 2010).
2.1.7 Pengobatan
Perjalanan penyakit BV belum diteliti dengan luas, tapi perbaikan spontan telah dilaporkan pada lebih sepertiga kasus. Wanita dengan kultur positif G.vaginalis tidak perlu diterapi secara rutin, kecuali mereka menderita BV simtomatis. Semua wanita dengan BV simtomatis memerlukan pengobatan, termasuk wanita hamil. Tujuan pengobatan BV pada wanita yang tidak hamil untuk menghilangkan tanda dan gejala infeksi vagina, dan mengurangi resiko terjadi komplikasi infeksi. Pengobatan BV pada wanita hamil adalah untuk menghilangkan tanda dan gejala infeksi vagina, menurunkan resiko komplikasi infeksi yang menyertai BV selama kehamilan, dan menurunkan faktor resiko lainnya.
Peranan laki-laki (pasangan seksual) pada BV tidak jelas. G.vaginalis
ditemukan dalam uretra 80-90% pada laki-laki yang melakukan kontak dengan wanita BV. Percobaan terapi dapat diberikn pada BV yang berulang, tetapi laki-laki seharusnya tidak diterapi secara rutin. Gardner pertama kali menganjurkan pemakaian krim triple sulfa untuk pengobatan vaginitis Haemophilus vaginalis pada tahun 1955. Tetapi efektivitasnya rendah sehingga kurang layak untuk pengobatan BV. Lebih dari 15 tahun beberapa studi tentang pengobatan BV menyimpulkan bahwa hanya antimikroba yang mempunyai spektrum luas melawan bakteri anaerob yang efektif untuk pengobatan BV (Murtiastutik, 2008).
a. Terapi Sistemik i. Metronidazol
Selain untuk pengobatan BV, obat ini juga efektif untuk pengobatan Trikomoniasis. Metronidazol diberikan 2-3 x 400-500 mg selama 7 hari. Beberapa studi mengatakan bahwa 10-15% wanita yang berhasil diterapi dengan metronidazol setelah 1 bulan kemudian kambuh lagi. Beberapa penulis berpendapat pemberian metronidazol 2 gram dosis tunggal sama efektifnya dengan pemberian metronidazol 3 x 500mg per hari selama 7 hari, tetapi sebagian penulis mengatakan lebih efektif cara pemberian selama 7 hari dengan mempertimbangkan rekurensinya. Pada wanita hamil diberikan 200-250mg, 3x sehari selama 7 hari.
Efek samping obat ini meliputi mual, rasa logam pada lidah, sakit kepala, dan keluhan gastrointestinal. Konsumsi alkohol seharusnya dihindari selama pengobatan dan 48 jam setelah terapi karena akan mengurangi absorpsi obat (Murtiastutik, 2008).
ii. Klindamisin
Kindamisisn 300mg, 2x sehari selama 7 hari sama efektifnya dengan metronidazol untuk pengobatan BV dengan angka kesembuhan 94%. Aman diberikan pada wanita hamil. Sejumlah kecil klindamisin dapat menembus air susu ibu (ASI), oleh karena itu, untuk wanita menyusui sebaiknya digunakan pengobatan intravagina (Murtiastutik, 2008).
iii. Augmentin
Augmentin (500 mg amoksilin dan 125 asam klavunat ) 3x sehari selama 7 hari. Obat ini cukup efektif sebagai cadangan terapi untuk wanita hamil dan pasien dengan intoleransi terhadap metronidazol (Murtiastutik, 2008).
iv. Obat lain
30-selama 5 hari. Doksisiklin 100 mg, 2x sehari 30-selama 7 hari. Eritromisisn 500 mg, 4x sehari selama 7 hari. Cefaleksin 500 mg, 4x selama 7 hari (Murtiastutik, 2008).
b. Terapi Sistemik
1. Metronidazol gel intravagina (0,75%) 5 gram, 1x sehari selama 5 hari. 2. Klindamisisn krim (2%) 5 gram, 1x sehari selama 7 hari.
3. Tetrasiklin intravagina 100 mg, 1x sehari. Sangat efektif mengobati BV, tetapi menginduksi kandidiasis vagina dan lesi ulseratif vagina. 4. Triple sulfonamid krim atau tablet (Sulfacetamid 2,86%,
Sulfabenzamide 3,7% dan Sulfathiazole 3,42%) 1 tablet atau 1
aplikator penuh krim ke dalam vagina 2x sehari selama 10 hari. Tetapi akhir-akhir ini dilaporkan angka penyembuhan hanya 15-45%
(Murtiastutik, 2008).
2.1.8 Prognosis
Prognosis BV baik, dilaporkan perbaikan spontan pada lebih sepertiga kasus. Dengan pengobatan metronidazol dan klindamisin memberi angka kesembuhan yang tinggi (84%) (Adam, 2004).
2.1.9 Komplikasi
Angka kejadian BV tinggi dengan wanita dengan penyakit radang panggul. Meskipun belum ada penelitian menunjukkan bahwa pengobatan BV mengurangi resiko penyakit radang panggul di kemudian hari. Komplikasi BV yang lainnya adalah seperti berikut:
1. BV disertai endometritis dan penyakit radang panggul setelah terminasi kehamilan
2. BV selama kehamilan disertai dengan komplikasi kehamilan termasuk kelahiran prematur, ketuban pecah dini dan endometritis post-partum. 3. BV disertai peningkatan resiko infeksi traktus urinarius.
4. Terjadi peningkatan infeksi traktus genitalis atau berhubungan dengan BV. Konsentrasi tinggi mikroorganisne pada suatu tempat cenderung meningkatkan frekuensi infeksi di tempat yang berdekatan.
Menurut William B. Grant, 2010, dalam kebanyakan kasus, BV tidak menyebabkan komplikasi. Tapi ada beberapa resiko serius dari BV termasuk:
1. BV dapat meningkatkan kerentanan perempuan terhadap infeksi HIV jika dia terkena virus HIV.
2. BV meningkatkan kemungkinan bahwa seorang wanita terinfeksi HIV dapat menularkan HIV kepada pasangan seks nya.
3. BV dikaitkan dengan peningkatan pengembangan infeksi setelah prosedur bedah seperti histerektomi atau aborsi.
4. BV saat hamil dapat menempatkan seorang wanita pada peningkatan risiko untuk beberapa komplikasi kehamilan, seperti kelahiran prematur.
5. BV dapat meningkatkan kerentanan perempuan untuk PMS lain, seperti herpes simplex virus (HSV), klamidia, dan gonore (Grant, 2010).
2.1.10 Pencegahan
Tindakan yang bisa dilakukan untuk pencegahan terjadinya BV misalnya: 1. Menghindari penggunaan vaginal douching maupun produk higiene wanita lain, misalnya disinfektan pemberi vagina, pengencang dan pengering vagina. 2. Membersih bagian luar vagina cukup dengan air sabun.
3. Menggunakan kondom selama hubungan seksual
4. Membersihkan dengan benar alat kontrasepsi setelah pemakaian (seperti diafragma, cervical caps dan spermicide).
Tenaga kesehatan juga sebaiknya memberi pengertian terhadap beberapa hal sederhana yang berperan pada pencegahan infeksi endogen saluran genital.
dengan jalan mendeteksi secara mikroskopis discharge vagina dengan pengecatan Gram atau metode bedside yang sederhana. Jika hasil pemeriksaan positif sebaiknya diobati pada saat setelah trimester pertama kehamilan dengan menggunakan Metronidazol 500 mg sehari tiga kali selama tujuh hari (Murtiastutik, 2008).