• Tidak ada hasil yang ditemukan

3.9 Fungsi Autokovariansi Proses Linear Stasioner

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "3.9 Fungsi Autokovariansi Proses Linear Stasioner"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

3.9. FUNGSI AUTOKOVARIANSI PROSES LINEAR STASIONER 21 −→ jika D(z) = 1 − a1zkausal maka |z1| = |a1

1| > 1 ⇐⇒ |a1| < 1 maka a j−1 1 → 0; j → ∞ sehingga P∞ j=0 akan berhingga −→ Xt=P∞j=0hjεt−j stasioner.

3.9

Fungsi Autokovariansi Proses Linear Stasioner

Jika {εt} adalah proses stasioner dengan fungsi autokovariansi γ(·) danP∞−∞c2j <∞ maka untuk

semua t ∈ Z, deret/series C(B)εt= ∞ X −∞ cjBjεt= ∞ X −∞ cjεt−j konvergen (dalam m.s.)

Definisikan Xt= C(B)εt. Maka Xtstasioner dengan fungsi autokovariansi

γX(h) = ∞ X j,k=−∞ cjckγ(h − j + k) Bukti : E(Xt) = lim n→∞ n X j=n cjεt−j = ( ∞ X j=−∞ cj)E(εt) (3.1) E(Xt+hXt) = lim n→∞E( n X j=−n cjεt+h−j)( n X k=−n ckεt−k) = ∞ X j.k=−∞ cjck{γ(h − j + k) + (Eεt)2} (3.2)

yang berhingga dan independen terhadap waktu t. Baris terakhir diperoleh dari fakta karen fungsi kovariansi untuk εtadalah γ(.) dan εtstasioner, maka

γε(h) = E(εt+hεt) − E(εt+h)E(εt)

= E(εt+hεt) − (E(εt))2,dari E(εt+hεt) = γε(h) + (E(εt))2

Subsitusi (3.1) ke (3.2) diperoleh

γX(h) = E(Xt+hXt) − E(Xt+h)E(Xt)

=

X

j,k=−∞

cjckγ(h − j + k)

3.10

Fungsi Autokorelasi Parsial

Fungsi Autokorelasi parsial (PACF) pada lag-k adalah korelasi di antara Xt dan Xt+k setelah

dependensi linear antara Xt dan Xt+k variabel antara Xt+1, Xt+2, . . . , Xt+k−1 dihapus. Ada

beberapa prosedur untuk menentukan bentuk PACF yang salah satunya akan dijelaskan sebagai berikut. Misalkan {Xt} adalah suatu proses stasioner dengan mean nol. Misalkan Xt+k dapat

ditulis sebagai model liner.

(2)

Dengan aki adalah parameter ke-i dari persamaan regresi, dan et+kadalah komponen error yang

tidak berkorelasi dengan Xt+k−j untuk j ≥ 1. Kalikan dengan Xt+k−j pada kedua sisi (1) dan

ambil nilai ekspektasinya, maka diperoleh

γ(j) = ak1γ(j − 1) + ak2γ(j − 2) + . . . + akkγ(j − k)

dengan demikian didapat (bagi kedua sisi dengan γ(0)).

ρ(j) = ak1ρ(j−1)+ ak2ρ(j − 2) + . . . + akkρ(j − k)

Untuk j = 1, 2, . . . , k diperoleh sistem persamaan

ρ(1) = ak1ρ(0) + ak2ρ(1) . . . akkρ(k − 1)

ρ(2) = ak1ρ(1) + ak2ρ(0) . . . akkρ(k − 2)

.. .

ρ(k) = ak1ρ(k − 1) + ak2ρ(k − 2) . . . akkρ(0)

→ (substitusi ρ(−k) = ρ(k)) menggunakan metode Cramer diperoleh untuk k = 1, 2, . . . a11= ρ(1) a22= 1 ρ(1) ρ(1) ρ(2) 1 ρ(1) ρ(1) 1 , a33= 1 ρ(2) ρ(1) ρ(1) 1 ρ(2) ρ(2) ρ(1) 1 1 ρ(1) ρ(2) ρ(1) 1 ρ(2) ρ(2) ρ(1) 1 .. . akk= 1 ρ(1) ρ(2) . . . ρ(k − 2)ρ(1) ρ(1) 1 ρ(1) . . . ρ(k − 3)ρ(2) ρ(k − 1) ρ(k − 2) ρ(k − 3) . . . ρ(1)ρ(k) 1 ρ(1) ρ(2) . . . ρ(k − 2)ρ(k − 1) ρ(2) 1 ρ(1) . . . ρ(k − 3)ρ(k − 2) .. . ρ(k − 1) ρ(k − 2) ρ(k − 3) . . . ρ(1) 1 Contoh: 1. W N (0, σ2) γ(k) = ( σ2 k= 0 0 k6= 0 ρ(k) = ( 1 k= 0 0 k6= 0 dan PACF akk= ( 1 k= 0 0 k6= 0

Secara definisi, a00 = ρ(0) = 1 untuk semua proses stasioner. Biasanya kita hanya mengamati

kasus k 6= 0. 2. AR(1)

Xt−a1Xt−1= εt, εt∼ W N (0, σ

2)

(3)

3.10. FUNGSI AUTOKORELASI PARSIAL 23 - Proses AR(1) kausal jika akar atau |z1

1| > 1 atau |a1| < 1.

Untuk keadaan kausal berlaku.

E(Xt−kXt) = a1E(Xt−kXt−1) + E (Xt+kεt)

γ(k) = a1γ(k − 1) k > 1

sehingga diperoleh ACF : ρ(k) = a1ρ(k − 1) k≥ 1

Dari ρ(0) = 1 diperoleh dengan substitusi berulang ρ(k) = ak

1, k≥ 1, fungsi yang meluruh menuju

0 untuk k → ∞. PACF : a11= ρ(1) = a1 a22= 1 ρ(1) ρ(1) ρ(2) 1 ρ(1) ρ(2) 1 = 1 a1 a1 a21 1 a1 a1 1 = 0

dengan cara yang sama berlaku

akk= 0 k≥ 2

Rangkuman: Untuk proses AR(1) berlaku fungsi ACF meluruh secara eksponensial untuk lag k ∈ ∞ sedangkan untuk PACF hanya memiliki satu nilai tidak nol pada lag k = 1, nilainya + atau - tergantung pada tanda a1.

3. AR(2) ACF

Xt= a1Xt−1+ a2Xt−2+ εt, εt∼ W N (0, σ2)

Kalikan kedua sisi dengan Xt−k

E(Xt−kXt) = a1E(Xt−kXt−1) + a2E(Xt−kXt−2) + E(Xt−kεt)

atau ⇔ γ(k)= a1γ(k − 1) + a2γ(k − 2), k > 1 dan ρ(k) = a1ρ(k − 1) + a2ρ(k − 2), k > 1 (∗∗) k= 1 → ρ(1) = a1+ a2ρ(1) ⇔ ρ(1)= a1 1 − a2 k= 2 → ρ(2) = a1+ a2= a2 1 1 − a2 + a2= a2 1+ a2− a22 1 − a2

(4)

PACF a11= ρ(1) = a1 1 − a2 a22= 1 ρ1 ρ1 ρ2 1 ρ1 ρ1 2 = ρ2− ρ 2 1 1 − ρ2 1 =  a2 1+a2−a22 1−a2  − a1 1−a2 2 1 − a1 1−a2 2 = (1 − a2)(a 2 1+ a2− a22) − a21 (1 − a2)2− a21 = a2(1 − a2) 2+ a2 1− a2− a21 (1 − a2)2− a21 = a2((1 − a2) 2− a2 1) (1 − a2)2− a21 = a2 a33= 1 ρ1 ρ1 ρ1 1 ρ2 ρ2 ρ1 ρ3 1 ρ1 ρ2 ρ1 1 ρ1 ρ2 ρ1 1 substitusi 1 ρ1 a1+ a2ρ1 ρ1 1 a1ρ1 + a2 ρ2 ρ1 a1ρ2 + a2ρ1 1 ρ1 ρ2 ρ1 1 ρ2 ρ2 ρ1 1 secara ekuivalen untuk akk= 0, k ≥ 3

4.PACF AR(p)

Dengan menggunakan ρk = a1ρ(k − 1) + a2ρ(k − 2) + . . . aρρ(k − ρ) untuk k > 0, maka jika

k > ρ, kolom terakhir dari matriks pembilang dari akk pada rumus persamaan matriks untuk

akk dapat ditunjukkan merupakan kombinasi linear dari kolom-kolom lainnya. Dengan demikian

PACF akk akan bernilai 0 untuk lag k > p. Sifat ini dapat digunakan untuk identifikasi model

AR, yakni pada model AR berlaku ACF akan meluruh secara eksponensial menuju nol, sedangkan nilai PACF akk= 0.k > ρ.

5.MA(1)

Xt= εt+ b1εt−1, εt∼ W N (0, σ2)

diamati untuk k positif k ≥ 0 untuk k negatif berlaku ρ(−k) = ρ(−k). Dimuka telah diperoleh

γ(k) =      σε2(1 + b21) k = 0 b1σ2ε k= 1 0 k >1 sehingga ρ(k) =    b1 1 + b2 1 k= 1 0 k >1

(5)

3.10. FUNGSI AUTOKORELASI PARSIAL 25 Sifat-sifat:

• MA(1) dan MA(q) selalu kausal sehingga merupakan proses yang stasioner. → Dapat pula ditunjukkan karena 1 + b2

1<∞

• Syarat invertible adalah akar-akar dari polinomial 1 + b1z nilai mutlaknya 1 >, yakni |z1= 1

b1| > 1 atau |b1| < 1

PACF dari MA(1)

a11= ρ1 = b1 1 + b2 1 = b1(1 − b 2 1) 1 − b1 → (1 − b21)(1 + b21) a22= ρ2 − ρ2 1 1 − ρ2 1 = −ρ 2 1 1 − ρ2 1 = −b 2 1 (1 + b2 1)2 . 1 1 − b21 (1+b2 1)2 = −b 2 1 1 + b2 1+ b41 =−b 2 1(1 − b21) 1 − b6 1 → (1 − b41)(1 + b21+ b41) a33= 1 ρ1 ρ1 ρ1 1 ρ2 = 0 ρ2 = 0 ρ1 ρ3 = 0 1 ρ1 ρ2 = 0 ρ1 1 ρ1 ρ2 = 0 ρ1 1 = ρ1 3 1 − 2ρ1 = −b 3 1 1 + b2 1+ b41+ b61 =−b 3 1(1 − b21) (1 − b8 1) secara umum akk= −bk 1(1 − b21) 1 − b2(k+1)1 k >1 → |akk| < 12, meluruh secara exponensial, nilai bergantung.

6. MA(2) xt= εt+ b1εt−1+ b2εt−2, εt∼ W N (0, σε2) γ(0) = σε2(1 + b21+ b22) γ(1) = σ2 ε(1 + b2)b1 γ(3) = σε2b2 γ(k) = 0 k > 3 ρ(k) =              b1(1 + b2) 1 + b2 1+ b22 k= 1 b2 1 + b2 1+ b22 k= 2 0 k >2

(6)

PACF a11= ρ2 a22= ρ2 − ρ1 2 1 − ρ12 a33= ρ13− ρ1ρ2(2 − ρ2) 1 − ρ22− 2ρ12(1 − ρ2)

Dengan subtitusi ρk = 0, k > 3 dapat ditunjukkan bahwa PACF bersifat meluruh secara

ekspo-nensial atau fungsi cosinus yang meluruh tergantung dari akar-akar polinomial 1 + b1z+ b2z2= 0

apakah senantiasa real atau semuanya kompleks. 7. MA(q) Fungsi kovariansi γ0= σε2 q X j=0 b2j γ1= ( σ2ε(bk+ b1bk+1+ . . . + bq−kbε) k = 1, 2, . . . q 0 k > q ACF ρ(k) =      bk+ b1bk+ 1 + . . . + bq−kbq 1 + b2 1+ . . . + b2q k= 1, 2, . . . , q 0 k > q

PACF: merupakan gabungan dari fungsi yang meluruh secara eksponensial dan/atau fungsi sinus yang meluruh, tergantung kepada akar-akar dari C(z) = 1 + bz

1+ b1z2+ . . . + bqzq

8.ARMA (p, q)

Gabungan dari model AR(ρ) dan MA(q) maka fungsi ACFnya akan sama dengan sifat dari model autorregresive, sedangkan bentuk PACFnya akan mengikuti sifat dari model moving average.

3.11

Menentukan Fungsi kovariansi proses ARMA-kausal

Metode 1 : Menggunakan koefisien-koefisienhj

Diberikan model ARMA (p, q)

D(B)Xt= C(B)εt , εt∼ W N (0, σ2)

maka penyelesaian kausal Xt= ∞

P

j=0

hjεt−j memiliki fungsi kovariansi

γ(k) = σ2 ∞ X j=0 hjhj+|k| , k∈ z dimana h(z) = ∞ P j=0 hjzj= C(z)D(z) ,|z| < 1 D(z) = 1 − a1z− . . . − apzp C(z) = 1 + b1z+ . . . + bqzq Contoh : ARMA(2,1) (1 − B +1 4B 2)X t= (1 + B)εt

(7)

3.11. MENENTUKAN FUNGSI KOVARIANSI PROSES ARMA-KAUSAL 27 Dari contoh dimuka diperoleh hn= (1 + 3n)−n· n ≥ 0.

Untuk k ≥ 0 berlaku γ(k) = σ2 ∞ X j=0 hjhj+k= σ2 ∞ X j=0 (1 + 3j)2−j(1 + 3(jk))2−(j+k) = σ2 ∞ X j=0 (1 + 3j)(1 + 3j + 3k)2−2j−k = σ22−k ∞ X j=0 (1 + 3j + 3k + 3j + 9j2+ 9j2) | {z } ⇔(3k+1)+6j+9jk+9j2 ⇔(3+1)+3j(3k+2)+9j2 22j |{z} 4−j ∞ X j=0 4−j= 1 1 − 1 4 = 3 4 Dist. geometrik ∞ X j=0 j.4−j =4 9 ⇒ dari ∞ X x = 0 x(1 - p)x=1 − p p2 (1 − p) = 1 4 ⇔ p = 1 − 1 4 = 3 4 ∞ X j=0 j2.4−j−20 27⇒ dari ∞ X x = 0 x2(1 - p)x= (2 − p)(1 − p) p3 maka γ(k) = σ22−k[4 3(3k + 1)] + 3(3k + 2). 3.4 9 + 9. 20 27] = σ22−k[32 3 + 8k]

Metode 2 : menggunakan persamaan untuk fungsi kovariansi Proses ARMA(p, q)

a0Xt− a1Xt−1− . . . − apXt−p= b0εt+ b1εt−1+ . . . + bqεt−q εt∼ W N (0, σ2)

Kalikan dengan Xt−kdan gunakan ekspektasi, diperoleh (dengan substitusi γ(−k) = γ(k))

γ(k) − a1γ(k − 1) − a2γ(k − 2) − . . . − apγ(k − p)

b0E(εtXt−k) + b1E(εt−1Xt−k+ . . . + bεE(ε Xt−k−q

t−q )

Selanjutnya substitusikan penyelesaian kausal Xt=P∞j=0cjεt−j maka diperoleh

E(εt−iXt−k) = E( ∞

X

j=0

(8)

Karena εtwhite noise maka E(εt−i Xt−k) = 0.k > 1

Pada sisi kanan diperoleh :

k= 0 ⇒ b0σ2+ b1c1σ2+ . . . + bqcqσ2 k= 1 ⇒ b1c0σ2+ . . . + bqcq−1σ2 .. . k= q − 1 ⇒ bq−1c0σ2+ bεc2σ2 k= q ⇒ −bqc0σ2 k > q+ 1 ⇒ 0 Secara umum dapat ditulis

1. γ(k) − a1γ(k − 1) − . . . − apγ(k − p) = σ2 P k6j6q bjcj−k untuk 0 ≤ k < max (p, q + 1) 2. γ(k) − a1γ(k − 1) − . . . − apγ(k − p) = 0 untuk k ≥ max (p, q + 1)

Penyelesaian umum dari persaaan (2) berbentuk

γ(h) = k X i−0 ri−1 X j=0 βijhjξi−h, h >max(p, q + 1) − p

dengan konstanta-kostanta βij(p buah), nilai-nilai kovariansi γ(j) − 0 ≤ j < max(p, q + 1) − p

ditentukan dari syarat batas (1) dengan pertama-tama mencari nilai koefisien c0, c1, . . . , ck dari

penyelesaian kausal. Contoh : ARMA(1,1)

(1 − a1L)Xt= (1 + b1L)εt

diperoleh hj= aj−11 (a1+ b1), j ≥ 1

Xt− a1Xt−1= εt+ b1εt−1 (∗∗)

Kalikan dengan Xt−kdan ambil nilai ekspektasinya diperoleh

γ(k) − a1γ(k − 1) = E(εtXt−k) + b1E(Xt−kεt−1)

• k = 0

γ(0) = a1γ(1) = E(εtXt) + b1E(Xtεt−1)

substitusi Xt=P∞j=0cjεt−j dan (**) di atas

E(Xtεt) = σε2

E(Xtεt−1) = a1E(Xt−1εt−1) + E(εtεt−1) + b1E(ε2t−1)

= a1σε2+ b1σε2= (a1+ b1)σε2

sehingga diperoleh

γ(0) = a1γ(1) + σε2+ b1(a1+ b1)σε2

• k = 1

γ(1) − a2γ(0) = E(Xt−1εt) + b1E(Xt−1εt−1)

dari Disini E(Xt−1εt) = 0 dari Xt−1 =P∞j=0cjεt−1−j sehingga

diperoleh

(9)

3.11. MENENTUKAN FUNGSI KOVARIANSI PROSES ARMA-KAUSAL 29 substitusikan γ(1) ke persamaan untuk γ(0) di atas diperoleh

γ(0) = a21γ(0) + a1b1σ2ε+ σ2ε+ b1(a1+ b1)σε2 ⇔ γ(0) = (1 + b 2 1+ 2a1b1)σε2 1 − a2 1 dan γ(1) = a1γ(0) + b1σ2ε=  a1 (1 + b2 1+ 2a1b1) 1 − a2 1 + b1  σε2 =a1+ a1b 2 1+ 2a21b1+ b1− a21b1 1 − a2 1 σ2ε =a1+ b1+ a1b 2 1+ a21b1 1 − a2 1 σε2=(a1+ b1)(1 + a1b1) 1 − a2 1 σε2 Untuk k ≥ 2 diperoleh γ(k) − a1γ(k − 1) = 0 ⇐⇒ γ(k) = a1γ(k − 1) maka diperoleh ρ(k) =          1 k= 0 (a1+ b1)(1 + a1b1) 1 + a2 1+ 2a1b1 k= 1 a1ρ(k − 1) k >2

merupakan bentuk kombinasi dari ACF untuk AR dan MA. Contoh : ARMA(2,1) (1 − L +1 4L 2)X t= (1 + L)εt diperoleh: b0= 1, b1= 1, c0= 1, c2= −1, c2= −14

Dapat ditunjukkan (lihat contoh-contoh sebelumnya)

h0= 1, h1= 2, hn= (1 + 3n)2−n− n ≥ 0

Dari boundary condition (1)

k= 0 γ(0) − γ(1) +1 4γ(2) = σ 2(h 0+ h1) k= 1 γ(1) − γ(0) +1 4γ(1) = σ 2 h0      (3)

Dari boundary condition (2)

γ(k) − γ(k − 1) +1

4γ(k − 2) = 0, k > 2 dengan penyelesaian umum

γ(n) = (β10+ β11n)2−n, n >0

yakni didapat

γ(0) = β10

γ(1) = (β10+ β11)2−1

(10)

substitusi γ(0), γ(1), γ(2), h0= 1, h1= 2 ke persamaan (3) diperoleh: (3.1) : β10− 1 2β10− 1 2β11+ 1 4. 1 4(β10+ 2β11) = σ 2.3  1 2 + 1 16  β10+  1 8− 1 2  β11= 3σ2 9 16β10− 3 8β11= 3σ 2 3β10− 2β11= 16σ2 (3.2) : 5 4 1 2(β10+ β11) = σ 2 −3 8β10+ 5 8β11= σ 2 −3β10+ 5β11= 8σ2 Penyelesaian: β11= 8σ2 dan β10= 32σ 2 3.

Maka diperoleh penyelesaian umum

γ(k) = σ22−k 32 3 + 8k



k >0

Contoh 3: Dimiliki proses AR(p): D(B)Xt= εt εt∼ W N (0, σ2). Dengan menggunakan bentuk

penyelesaian γ(h) untuk model ARMA diperoleh untuk model AR(p)

γ(h) = k X i=1 ri−1 X j=0 βijhjε−hi , h >0

εi, i = 1, 2, . . . , k adalah akar-akar (yang mungkin bernilai kompleks) dari D(z), dan ri adalah

multiplikasi dari εi. Konstanta βij dihitung dengan bantuan boundary condition (1).

Tugas : Dimiliki model kausal AR(2)

(1 − ξ1−1B)(1 − ξ−12 B)Xt= εt,|ξ1|, |ξ2| > 1, ξ16= ξ2

⇔ (1 − a1B− a1B2)Xt= εt

dengan b0 = 1, a1 = ξ1−1+ ξ2−1, a2 = − ξ1−1ξ−12 . Hitung γ(h) untuk akar-akar (ξ1 = reiθ, ξ2 =

reiθ 0 < θ < π)

Metode 3: Metode perhitungan numerik langsung

Tentukan γ(k), k = 0, 1, . . . , p menggunakan boundary condition (1) dan (2) dari metode 2, ke-mudian gunakan nilai-nilai ini untuk menghitung γ(p + 1), γ(p + 2), . . . menggunakan boundary condition (2) secara rekursif. Metode ini lebih mudah secara numerik.

Contoh : Dari model ARMA(2,1) sebelumnya diperoleh dari boundary condition persamaan-persamaan γ(0) − γ(1) +1 4γ(2) = 3σ 2 γ(1) − γ(0) +1 4γ(1) = σ 2 γ(2) − γ(1) +1 4γ(0) = 0

(11)

3.12. HUBUNGAN ANTARA AR(P) DAN MA(Q) 31

Proses Sifat ACF Sifat PACF

1. WN semua ρ(k) = 0, k 6= 0 semua akk = 0, k 6= 0

2. AR(1): a1>0 ρ(k) = ak1, exp. delay a11= ρ(1), ass= 0, s ≥ 2

3. AR(1): a1<0 ρ(k) = ak1 a11= ρ(1), akk= 0, k ≥ 2

meluruh exp. nilai bergantian tanda

4. AR(p) meluruh menuju nol, nonzero untuk lag 1 sd p nilai mungkin akk= 0, k > p

bergantian tanda

5. MA(1): b1>0 nonzero dan positif pada lag-1 meluruh menuju nol

ρ(s) = 0 untuk s ≥ 2 nilai bergantian tanda a11>0

6. MA(1): b1<0 nonzero dan negatif pada lag-1 meluruh menuju nol

ρ(s) = 0 untuk s ≥ 2 secara geometris a11<0

7. MA(q) nonzero pada lag meluruh menuju nol

1, 2, . . . , p ρ(k) = 0 untuk k > q nilai mungkin bergantian tanda

8. ARMA(1,1), a1>0 meluruh menuju 0 secara meluruh menuju nol

eksponensial mulai lag 1 nilai bergantian tanda tanda (sign) ρ(1) = a11= ρ(1)

tanda(sign) (a1+ b1)

9. ARMA(1,1), a1<0 s.d.a meluruh secara ekponensial

sign ρ(1) = sign (a1+ b1) a11= ρ(1) sign akk =

sign (a11)k ≥ 2

10. ARMA(p, q) meluruh menuju nol meluruh menuju nol (langsung atau bergantian (langsung atau bergantian tanda) mulai lag q tanda ) setelah lag p

Table 3.1: Rangkuman sifat teoritis ACF dan PACF dari model-model stasioner

Penyelesaian:γ(0) = 323σ2, γ(1) = 28

3σ2, γ(2) = 20

3σ2. Untuk lag k > 2 dapat digunakan

per-samaan

γ(k) − γ(k − 1) +1

4γ(k − 2) = 0, k= 3, 4, . . . ⇔ γ(k) = γ(k − 1) +1

4γ(k − 2)

3.12

Hubungan antara AR(p) dan MA(q)

Untuk model AR(p) yang stasioner (kausal) maka Xt dapat ditulis sebagai proses MA(∞), dan

disisi lain jika model MA(q) bersifat invertible maka εtdapat dipandang sebagai proses AR(∞).

Hal ini menunjukan bahwa proses AR(p) stasioner dapat didekati dengan MA(k), untuk k yang cukup besar dan proses MA(q) invertible dapat didekati dengan AR(k), untuk suatu k yang cukup besar. Dengan kata lain, proses AR(p) dan MA(q) sebenarnya merupakan dua proses yang ekuiv-alen. Pada praktisnya selalu dipilih model yang paling ”parsimony” (sederhana) yakni model yang memiliki jumlah parameter yang paling sedikit. Sebagai ilustrasi daripada mengestimasi model MA(100) (yang merupakan model ekuivalen untuk AR(1)), akan jauh lebih mudah mengestimasi satu parameter a1dalam model AR(1).

(12)

3.13

Algoritma Durbin Levinson untuk PACF

Jika {xt} adalah proses yang stasioner dengan mean 0 dan memiliki kovariansi γ(·) dan ACF ρ(·)

s.h. γ(0) > 0 dan γ(h) → 0 jika h → ∞ maka PACF dapat dihitung secara rekursif sebagai

an+1,n+1 = ρ(n + 1) − Pn j=1 anjρ(n + 1 − j) 1 − Pn j=1 anjρ(j) an+1,j = anj− an+1,n+1 an,n+1−j, j= 1, 2, . . . , n

Gambar

Table 3.1: Rangkuman sifat teoritis ACF dan PACF dari model-model stasioner

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini memiliki empat tujuan, yaitu: (1) Merumuskan penduga bagi fungsi intensitas berbentuk eksponensial dari penjumlahan antara fungsi periodik dan tren

data lengkap adalah model (SC,PC) karena memiliki nilai uji kebaikan suai dan model ini cukup sederhana untuk mendistribusikan data tidak lengkap ke data lengkap dibandingkan

Under-Identified Model, dimana nilat t ≥ s/2; yaitu model dengan jumlah parameter yang diestimasi lebih besar dari jumlah data yang diketahui (data tersebut adalah

Analisis korelasi linier sederhana menunjukkan bahwa aktivitas enzim (katepsin dan kolagenase) dan parameter kesegaran ikan (nilai organoleptik, pH, TVB dan TPC)

Model EPQ Multi Produk Mesin Tunggal dengan Pengolahan Ulang melibatkan parameter-parameter diantaranya, banyaknya jumlah produksi produk ke-i dalam satu siklus ( , panjang

parameter yang terlibat dalam suatu model matematik yang linear terhadap parameter-parameter tersebut.. Melakukan prediksi terhadap nilai suatu variabel, misalkan Y,

Kontribusi besar Fisher (1925) pada model komponen ragam adalah metode analisis ragam (selanjutnya disebut metode ANOVA) yaitu menyamakan jumlah kuadrat dari analisis

Model predictive control memiliki tiga parameter yaitu Np, Nc, yang dapat mempengaruhi output dari sebuah sistem.. Dalam tulisan ini akan dibahas ketiga