DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang B. Tujuan Pedoman
C. Ruang Lingkup Pelayanan D. Batasan Operasional E. Landasan Hukum
BAB II STANDAR KETENAGAAN
A. Kualifi kasi Sumber Daya Manusia B. Distribusi Ketenagaan
C. Jadual Kegiatan, termasuk Pengaturan Jaga (Rawat Inap) BAB III STANDAR FASILITAS
A. Denah Ruang B. Standar Fasilitas
BAB IV TATALAKSANA PELAYANAN BAB V LOGISTIK
BAB VI KESELAMATAN PASIEN BAB VII KESELAMATAN KERJA BAB VIII PENGENDALIAN MUTU BAB IX PENUTUP
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Terwujudnya kondisi kesehatan masyarakat yang baik adalah tugas dan tanggung jawab dari negara sebagai bentuk amanah konstitusi yaitu Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Dalam pelaksanaannya negara berkewajiban menjaga mutu pelayanan kesehatan terhadap masyarakat. Mutu pelayanan kesehatan sangat ditentukan oleh fasilitas kesehatan serta tenaga kesehatan yang berkualitas. Untuk mewujudkan tenaga kesehatan yang berkualitas, negara sangat membutuhkan peran organisasi profesi tenaga kesehatan yang memiliki peran menjaga kompetensi anggotanya
B. Tujuan Pedoman
Tersedianya pedoman sebagai acuan dalam penyelenggaraan pelayanan medik dasar yang profesional dan bermutu di sarana kesehatan
Tujuan khusus:
a. Terlaksananya penilaian terhadap kinerja pelayanan medik dasar di puskesmas b. Terlaksananya perbaikan berkelanjutan program
c. Meningkatnya kepuasan dan harapan pelanggan terhadap pelayanan kesehatan di Puskesmas
C. Ruang Lingkup Pedoman Pelayanan
Ruang lingkup pedoman ini adalah input,proses dan output pelayanan kesehatan dasar,keselamatan kerja dan keselamatan pasien pada unit KIA/KB/MTBS
D. Batasan Operasional
1. Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya.
2. Upaya Kesehatan Perseorangan yang selanjutnya disingkat UKP adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk peningkatan, pencegahan, penyembuhan penyakit, pengurangan penderitaan akibat penyakit dan memulihkan kesehatan perseorangan
3. Upaya Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disingkat UKM adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah dan menanggulangi timbulnya masalah kesehatan dengan sasaran keluarga, kelompok, dan masyarakat
4. Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan
5. Tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang selanjutnya disebut tindakan kedokteran adalah suatu tindakan medis berupa preventif,diagnostik,terapeutik dan rehabilitatif yang dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien 6. Dokter atau dokter gigi adalah luusan pendidikan kedokteran atau kedokteran
gigi didalam maupun diluar negri yang diakui oleh pemerintah republik indonesi sesuai dengan peraturanperundangan.
7. Mutu adalah kemampuan untuk memenuhi persyaratan berdasarkan karakteristik yang dimiliki suatu produk
8. Mutu pelayanan kesehatan adalah derajat kesempurnaan yang memenuhi kebutuhanmasyarakat yang dilaksanakan sesuai dengan standard pelayanan kesehatan dengan menggunakan sumber daya yag tersedia,wajar,efisien dan efektif serta memberikan keamanan dan memuaskan sesuai norma dan etika,hukum dan sosial budaya dengan memperhatikan keterbatasan dan kemampuan pemerintah dan masyarakat.
E. Landasan Hukum
1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431);
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1438/Menkes/PER/IX/2010 tentang Standar Pelayanan Kedokteran;
5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2052/Menkes/PER/X/2011 tentang Izin Praktik dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Tahun 671);
6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 71 Tahun 2013 tentang Pelayanan
Kesehatan Pada Jaminan Kesehatan Nasional (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 1400);
7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang Panduan Praktek klinis Bagi dokter di fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 231);
BAB II
STANDAR KETENAGAAN A. Kualifi kasi Sumber Daya Manusia
Tenaga pelaksana yang digunakan untuk pelayanan medik dasar adalah tenaga yang memiliki surat izin praktek /surat izin kerja ,al;
1,Dokter 2.Tensgs Bidan
3.Tenaga administrasi *
Tenaga baru harus melalui orietasi petugas.Tenaga kesehatan mengikuti seminar dan pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan
B. Distribusi Ketenagaan
Pengaturan dan penjadwalan pelayanan dikoordinir oleh penanggungjawab poli KIA/KB/MTBS.
C. Jadual Kegiatan,
Jadwal Tenaga Rawat Jalan di Poli KIA /KB/MTBS
No Hari Nama Dokter Nama Bidan Lain2*
1 Senin 2. Selasa 3. Rabu 4 Kamis 5 Jumat 6 Sabtu BAB III STANDAR FASILITAS A. Denah Ruang
B. Standar Fasilitas standar
.Ruangan Kesehatan Ibu, Anak (KIA), KB, dan Imunisasi I. Set Pemeriksaan Kesehatan Ibu
1 1/2 Klem Korcher 2 Anuskop
3 Bak Instrumen dengan tutup
4 Baki Logam Tempat Alat Steril Bertutup 5 Doppler
6 Gunting Benang 7 Gunting Verband 8 Korcher Tang
9 Mangkok untuk Larutan 1
0 Meja Instrumen / Alat
11 Meja Periksa Ginekologi dan kursi pemeriksa 1
2 Palu Refleks 1
3 Pen Lancet 1
4 Pinset Anatomi Panjang 1
5 Pinset Anatomi Pendek 1
6 Pinset Bedah 1
7 Silinder Korentang Steril 1
8 Sonde mulut 1
9 Spekulum Vagina (Cocor Bebek) Besar 2
0 Spekulum Vagina (Cocor Bebek) Kecil 2
1 Spekulum Vagina (Cocor Bebek) Sedang 2
2 Spekulum Vagina (Sims) 2
3 Sphygmomanometer Dewasa 2
4 Stand Lamp untuk tindakan 2
5 Stetoskop Dewasa 2
6 Stetoskop Janin / Fetoscope 2
7 Sudip lidah logam / Spatula Lidah Logam panjang 12 cm 2
8 Sudip lidah logam / Spatula Lidah Logam panjang 16,5 cm 2
3
0 Tempat Tidur Periksa 3 1 Termometer Dewasa 3 2 Timbangan Dewasa 3 3 Torniket Karet
II. Set Pemeriksaan Kesehatan Anak 1 Alat Pengukur Panjang Bayi
2 Flowmeter anak (high flow) 3 Flowmeter neonatus (low flow) 4 Lampu periksa
5 Pengukur lingkar kepala 6 Pengukur tinggi badan anak
7 Sphygmomanometer dan manset anak 8 Stetoskop pediatric 9 Termometer Anak 1 0 Timbangan Anak 11 Timbangan bayi 1
2 III. Set Pelayanan KB 1
3 Baki Logam Tempat Alat Steril Bertutup 1
4 Implant Kit 1
5 IUD Kit 1
6 IV. Set Imunisasi 1
7 Vaccine carrier 1
8 Vaccine Refrigerator
C. Ruangan Kesehatan Ibu, Anak (KIA), KB, dan Imunisasi VI. Perlengkapan
Ari timer Bantal
Baskom Cuci Tangan Celemek Plastik Duk Bolong, Sedang Kasur
Kotak Penyimpan Jarum Bekas Lemari Alat
Lemari Obat
Meteran (untuk mengukur tinggi Fundus) Perlak
Pispot
Pita Pengukur Lila
Pompa Payudara untuk ASI Sarung Bantal
Selimut Seprei
Set Tumbuh Kembang Anak
Sikat untuk Membersihkan Peralatan
Tempat Sampah Tertutup yang dilengkapi dengan injakan pembuka penutup
Tirai
Toples Kapas / Kasa Steril Tromol Kasa / Kain Steril Waskom Bengkok Kecil VII. Meubelair
Kursi Kerja Lemari Arsip Meja Tulis ½ biro
BAB IV
TATALAKSANA PELAYANAN
1. Penanggung jawab poli KIA/KB/MTBS harus ditetapkan.Pelayanan KIA/KB/MTBS adalah pelayanan perseorangan yang dilakukan secara continuum.
2. Prinsip pelayanan adalah : a. Kontak pertama
b. Layanan bersifat pribadi c. Pelayanan paripurna d. Paradigma sehat
e. Pelayanan berkesinambungan
f. Berorientasi pada keluarga dan masyarakat family and community oriented.memperhatikan hak dan kewajiban pasien,pendidikan pasien dan keluarga sehingga pasien dan keluarga dan berperan aktif dalam pengambilan keputusan tidakan kedokteran berdasarkan pengetahuan yang benar dan ilmiah..
g. Pelayanan memperhatikan keselamatan kerja dan keselamatan pasien. 3. Jenis pelayanan KIA/KB/MTBS di puskesmas adalah;
1. Prinsip umum pelayanan KIA 2. Kehamilan,persalinan,nifas normal
3. Kegawatdaruratan pada kehamilan,persalinan dan nifas 4. Kehamilan persalinan dengan penyulit obstetri
5. Kehamilan persalinan dengan penyulit non obstetri 6. Masalah nifas
7. Kontrasepsi 8. Prosedur obstetri 4. Pencatatan dan pelaporan
Pencatatan dilakukan melalui rekam medis yang disusun sedemikian rupa sehingga memudahkan dokter mendapat informasi penting yang perlu diketahui setiap pasien datang.
Pengkodean klasifikasi diagnosis perlu ditetapkan oleh manajemen
ALUR PELAYAN Pendaftaran
Poli KIA/KB/MTBS
Rujuk laboratorium
5. Mekanisme rujukan
1. Rujukan dilakukan kefasyankes terdekat sesuai dengan sistem rujukan 2. Rujukan berdasarkan indikasi medis
SISTEM DAN CARA RUJUKAN
Rujukan ibu hamil dan neonatus yang berisiko tinggi merupakan komponen yang penting dalam sistem pelayanan kesehatan maternal. Dengan memahami sistem dan cara rujukan yang baik, tenaga kesehatan diharapkan dapat memperbaiki kualitas pelayanan pasien.
INDIKASI DAN KONTRAINDIKASI
Secara umum, rujukan dilakukan apabila tenaga dan perlengkapan di suatu fasilitas kesehatan tidak mampu menatalaksana komplikasi yang mungkin terjadi. Dalam pelayanan kesehatan maternal dan pernatal, terdapat dua alasan untuk merujuk ibu hamil, yaitu ibu dan/atau janin yang dikandungnya.
Berdasarkan sifatnya, rujukan ibu hamil dibedakan menjadi: • Rujukan kegawatdaruratan
Rujukan kegawatdaruratan adalah rujukan yang dilakukan sesegera mungkin karena berhubungan dengan kondisi kegawatdaruratan yang mendesak.
• Rujukan berencana
Rujukan berencana adalah rujukan yang dilakukan dengan persiapan yang lebih panjang ketika keadaan umum ibu masih relatif lebih baik, misalnya di masa antenatal atau awal persalinan ketika didapati kemungkinan risiko komplikasi. Karena tidak dilakukan dalam kondisi gawat darurat, rujukan ini dapat dilakukan dengan pilihan modalitas transportasi yang lebih beragam, nyaman, dan aman bagi pasien.
Adapun rujukan sebaiknya tidak dilakukan bila: • Kondisi ibu tidak stabil untuk dipindahkan
• Kondisi janin tidak stabil dan terancam untuk terus memburuk • Persalinan sudah akan terjadi
• Tidak ada tenaga kesehatan terampil yang dapat menemani • Kondisi cuaca atau modalitas transportasi membahayakan
PERENCANAAN RUJUKAN
Komunikasikan rencana merujuk dengan ibu dan keluarganya, karena rujukan harus medapatkan pesetujuan dari ibu dan/atau keluarganya. Tenaga kesehatan perlu
memberikan kesempatan, apabila situasi memungkinkan, untuk menjawab pertimbangan dan pertanyaan ibu serta keluarganya. Beberapa hal yang disampaikan sebaiknya
meliputi:
• Diagnosis dan tindakan medis yang diperlukan • Alasan untuk merujuk ibu
• Risiko yang dapat timbul bila rujukan tidak dilakukan • Risiko yang dapat timbul selama rujukan dilakukan
• Waktu yang tepat untuk merujuk dan durasi yang dibutuhkan untuk merujuk • Tujuan rujukan
Konseling Farmasi
• Modalitas dan cara transportasi yang digunakan • Nama tenaga kesehatan yang akan menemani ibu
• Jam operasional dan nomer telepon rumah sakit/pusat layanan kesehatan yang dituju
• Perkiraan lamanya waktu perawatan
• Perkiraan biaya dan sistem pembiayaan (termasuk dokumen kelengkapan untuk Jampersal, Jamkesmas, atau asuransi kesehatan)
• Petunjuk arah dan cara menuju tujuan rujukan dengan menggunakan modalitas transportasi lain
• Pilihan akomodasi untuk keluarga
u Hubungi pusat layanan kesehatan yang menjadi tujuan rujukan dan sampaikan kepada tenaga kesehatan yang akan menerima pasien hal-hal berikut ini:
• Indikasi rujukan • Kondisi ibu dan janin
•Rencana terkait prosedur teknis rujukan (termasuk kondisi lingkungan dan cuaca menuju tujuan rujukan)
• Kesiapan sarana dan prasarana di tujuan rujukan
• Penatalaksanaan yang sebaiknya dilakukan selama dan sebelum transportasi, berdasarkan pengalaman-pengalaman rujukan sebelumnya
Hal yang perlu dicatat oleh pusat layanan kesehatan yang akan menerima pasien adalah: • Nama pasien
• Nama tenaga kesehatan yang merujuk • Indikasi rujukan
• Kondisi ibu dan janin
• Penatalaksanaan yang telah dilakukan sebelumnya
• Nama dan profesi tenaga kesehatan yang mendampingi pasien
Saat berkomunikasi lewat telepon, pastikan hal-hal tersebut telah dicatat dan diketahui oleh tenaga kesehatan di pusat layanan kesehatan yang akan menerima pasien.
Lengkapi dan kirimlah berkas-berkas berikut ini (secara langsung ataupun melalui faksimili) sesegera mungkin:
Formulir rujukan pasien (minimal berisi identitas ibu, hasil pemeriksaan, diagnosis kerja, terapi yang telah diberikan, tujuan rujukan, serta nama dan tanda tangan tenaga kesehatan yang memberi pelayanan)
• Fotokopi rekam medis kunjungan antenatal
• Fotokopi rekam medis yang berkaitan dengan kondisi saat ini • Hasil pemeriksaan penunjang
• Berkas-berkas lain untuk pembiayaan menggunakan jaminan kesehatan Pastikan ibu yang dirujuk telah mengenakan gelang identifikasi.
Bila terdapat indikasi, pasien dapat dipasang jalur intravena dengan kanul berukuran 16 atau 18.
Mulai penatalaksanaan dan pemberian obat-obatan sesuai indikasi segera setelah berdiskusi dengan tenaga kesehatan di tujuan rujukan. Semua resusitasi, penanganan kegawatdaruratan dilakukan sebelum memindahkan pasien.
Periksa kelengkapan alat dan perlengkapan yang akan digunakan untuk merujuk, dengan mempertimbangkan juga kemungkinan yang dapat terjadi selama transportasi.
Selalu siap sedia untuk kemungkinan terburuk.
Nilai kembali kondisi pasien sebelum merujuk, meliputi: • Keadaan umum pasien
• Tanda vital (Nadi, Tekanan darah, Suhu, Pernafasan)
• Denyut jantung janin • Presentasi
• Dilatasi serviks • Letak janin • Kondisi ketuban
• Kontraksi uterus: kekuatan, frekuensi, durasi
Catat dengan jelas semua hasil pemeriksaan berikut nama tenaga kesehatan dan jam pemeriksaan terakhir
Untuk memudahkan dan meminimalkan resiko dalam perjalanan rujukan, keperluan untuk merujuk ibu dapat diringkas menjadi BAKSOKU (Bidan, Alat, Keluarga, Surat, Obat, Kendaraan, dan Uang)
PERLENGKAPAN
Perlengkapan dan modalitas transportasi secara spesifik dibutuhkan untuk melakukan rujukan tepat waktu (kasus kegawatdaruratan obstetri). Pada dasarnya, perlengkapan yang digunakan untuk proses rujukan ibu sebaiknya memiliki kriteria:
Akurat
Ringan, kecil, dan mudah dibawa Berkualitas dan berfungsi baik
Permukaan kasar untuk menahan gerakan akibat percepatan dan getaran Dapat diandalkan dalam keadaan cuaca ekstrim tanpa kehilangan akurasinya
Bertahan dengan baik dalam perubahan tekanan jika digunakan dalam pesawat terbang Mempunyai sumber listrik sendiri (baterai) tanpa mengganggu sumber listrik kendaraan Perlengkapan Umum
• Formulir rujukan ibu (diisi lengkap, siapkan juga cadangan) • Tandu (stretcher)
• Stetoskop • Termometer • Baskom muntah • Lampu senter
• Sfignomanometer (digital lebih baik)
• Doppler (bila tidak ada, gunakan stetoskop janin) • Infusion pump (tenaga baterai)
• Sarung tangan steril (3 pasang, berbagai ukuran)
• Pembalut wanita, diutamakan pembalut khusus pascasalin • Lubrikan steril
• Larutan antiseptik Cairan dan Obat-obatan
• 1000 ml 5% D/W • 1000 ml Ringer Laktat • 1000 ml NaCl 0,9% / Asering • Cairan koloid
• Soluset atau buret • Plester
• Torniket
• Masing-masing sepasang kanul intravena ukuran 16, 18, dan 20 • Butterfly (kanula IV tipe kupu-kupu) ukuran 21
• Spuit dan jarum • Swab alkohol • MgSO4 1 g/ampul • Ca glukonas
• Oksitosin 10 unit/ml • Ergometrin 0,2 mg/ml
• 2 ampul diazepam 10 mg/ampul • Tablet nifedipin 10 mg
• Lidokain 2% • Epinefrin • Sulfas atropin • Diazepam
• Cairan dan obat-obatan lain sesuai kasus yang dirujuk
• Sarung tangan steril/DTT • 1 buah gunting episiotomi • 1 buah gunting tali pusat
• 1 buah pengisap lendir DeLee atau suction mekanis dengan kateter berukuran 10 Fr • 2 buah klem tali pusat
• Benang tali pusat steril/DTT atau penjepit tali pusat • 2 buah kantong plastik
• 6 buah kasa steril/DTT 4x4 • 1 lembar duk steril/kain bersih • Selimut bayi (2 buah)
• Selimut ibu
Perlengkapan resusitasi bayi
• Laringoskop bayi dengan blade ukuran 0 dan 1
• Self inflating bag dan sungkup oksigen untuk bayi, berukuran 0,1, dan 2 • Pipa endotrakeal dengan stylet dan konektor, berukuran 2,5 sampai 4 • 3 buah ampul epinefrin 1:10.000 1 ml/ampul
• Spuit 1 ml dan 2 ml • Jarum ukuran 20 dan 25 • Pipa orogastrik
• Gunting dan plester
• Tabung oksigen kecil lengkap Perlengkapan resusitasi dewasa
Pastikan tenaga kesehatan mampu menggunakan alat-alat di bawah ini: • Tabung oksigen lengkap
• Self inflating bag dan sungkup oksigen • Airway nomor 3
• Laringoskop dan blade untuk dewasa • Pipa endotrakeal 7-7,5 mm
• Suction dan kateter ukuran 14 Fr
Kendaraan
Kendaraan yang dipakai untuk merujuk ibu dalam rujukan tepat waktu harus disesuaikan dengan medan dan kondisi lingkungan menuju tujuan rujukan. Berikut ini adalah contoh tampilan desain ambulans sederhana yang dapat digunakan untuk merujuk ibu
Kredensial adalah proses menilai dokter/dokter gigi oleh Dinas Kesehatan dengan suatu kriteria mutu yang ditetapkan .Proses ini bertujuan agar kualitas mutu pelayanan dapat distandarkan.
Hal-hal yang dikredensialingkan adalah; 1. Aspek legal:Perizinan
2. Sarana prasarana sesuai standard
8.Rekam Medis KIA
A.IDENTITAS RIWAYAT KEHAMILAN SEKARANG
Nama : HTHP :
Usia : TWP :
Nama Suami : Pendarahan
pervaginam
: + /
-Alamat : Keputihan : + /
-No.telp : Mual Muntah : + /
-Tahun menikah
: Masalah dalam
kehamilan ini
:
Agama : Pemakaian obat dan
jamu
: + /
-Suku : : Keluhan lainnya :
RIWAYAT KONTRASEPSI RIWAYAT MEDIS LAINNYA
Riwayat kontrasepsi terdahulu Penyakit jantung + /
-Riwayat kontrasepsi terakhir sebelum
kehamilan ini Hipertensi + /
-RIWAYAT OBSTETRI LALU Diabetes melitus + /
-Jumlah kehamilan Penyakit hati + /
-Jumlah Persalianan HIV + /
-Jumlah persalinan cukup bulan
IMS + /
-Jumlah persalinan prematur TB + /
-Jumlah anak hidup Alergi obat dan makanan + /
-Cara persalinan Penyakit ginjal kronik + /
-Jumlah keguguran Talasemia + /
-Jumlah aborsi Malaria + /
-Pendarahan pada
kehamilan,persalinan dan nifas terdahulu
+ /
-Asma + /
-Adanya hipertensi dalam kehamilan + / -Epilepsi + / -Riwayat BB < 2,5 kg dan atau > 4 kg + /
-Riwayat penyakit kejiwaan + /
-Riwayat kehamilan sungsang + /
-Riwayat operasi + /
-Riwayat kehamilan ganda + /
-Obat yang rutin dikonsumsi + /
-Riwayat pertumbuhan janin terhambat
+ /
-Status imunisasi TT + /
-Riwayat penyakit dan kematian perinatal dan kematian janin
+ /
-Riwayat transfuse darah + /
-Adanya masalah lain selama kehamilan,persalinan dan nifas terdahulu
+ /
-Golongan Darah + /
-Durasi menyusui eksklusif Riwayat penyakit di keluarga DM,Gameli,dan kongnetal
+ /
-Riwayat kecelakaan
Usia saat ibu pertama menikah Kebiasaan merokok & alcohol + /
-Status perkawinan Aktifitas sehari2
Respon ibu dan keluarga ttg kehamilan
Pekerjaan pasangan
Jumlah yang membantu Pendidikan
Pengambil keputusan dlm keluarga
Penghasilan
Pola makan,minum Kehidupan sexual
Sanitasi rumah,listri,air KDRT
Pilihan tempat melahirkan Pilihan pemberian makanan bayi
B.PEMERIKSAN FISIK /UMUM: ( Kunjungan ke I / II / III / IV )*
TD : T; HR : RR: BB: TB: LLA: STATUS GENERALIS : KEPALA : PARU : MATA : PAYUDARA : GIGI : ABDOMEN : THYROID : TULANG BELAKANG : JANTUNG : EKSTREMITAS : STATUS OBSTETRI :
INSPEKSI VULVO PERINEUM ; NORMAL : VARISES \; KONDILOMA :EDEMA : HEMOROID ;LAINNYA
INSPEKUL O
KEL.BARTHO LIN
KEL.SKENE URETHRA SERVIKS TANDA INFEKSI
CAIRAN PALPASI TFU LEOPOLD I LEOPOLD II LEOPOLD
III
LEOPOLD IV
PEMERIK SAAN PENUNJANG: Darah rutin : 1.Hb :... ... 2.Leukosit ... ... 3.Waktupembekuan:... ...
4.Gol darah dan
rhesus:... Endemis: 1. HIV :... ... 2. Malaria :... .... 3. Hepatitis :... ... Indikasi Khusus 1. Urinalisis
2. Hb Tstr III pada dugaan anemia:
3. BTA 4. Sifilis
5. Gula darah Puasa
1. Sebelum 15 minggu :usia gestasi:...,viabilitas janin,...,jumlah janin...kelainan,... 2. 20 minggu :.anomali janin
3. Trimester ke tiga :perencanaan persalinan IMUNISASI,SUPLEMEN,DAN KIE
1. Skrining status TT 2. Zat besi dan asam folat 3. Aspirin (sesuai indikasi) 4. Kalsium (sesuai indikasi ) 5. KIE
IDENTIFIKASI KOMPLIKASI DAN RUJUKAN ( LINGKARI) 1. Kehamilan normal
2. Kehamllan dengan masalah khusus
3. Kehamilan dengan masalah kesehatan yang membutuhkan rujukan untuk konsultasi atau kerjasama penanganannya
4. Kehamilan dengan kondisi gawat darurat yang membutuhkan rujukan segera PEMERIKSA
Nama :... Tanda Tangan :...
9.Persetujuan dan informasi tindakan kedokteran
PEMBERIAN INFORMASI KEPADA PASIEN
Pemberian informasi kepada pasien adalah kewajiban pemberi layananan dan merupakan hak dari pasien.
12 kunci informasi yang sebaiknya diberikan kepada pasien :
1) Diagnosis dan prognosis secara rinci dan juga prognosis apabila tidak diobati
2) Ketidakpastian tentang diagnosis (diagnosis kerja dan diagnosis banding) termasuk pilihan pemeriksaan lanjutan sebelum dilakukan pengobatan
3) Pilihan pengobatan atau penatalaksanaan terhadap kondisi kesehatannya, termasuk pilihan untuk tidak diobati
4) Tujuan dari rencana pemeriksaan atau pengobatan; rincian dari prosedur atau pengobatan yang dilaksanakan, termasuk tindakan subsider seperti penanganan nyeri, bagaimana pasien seharusnya mempersiapkan diri, rincian apa yang akan dialami pasien selama dan sesudah tindakan, termasuk efek samping yang biasa terjadi dan yang serius
5) Untuk setiap pilihan tindakan, diperlukan keterangan tentang kelebihan/keuntungan dan tingkat kemungkinan keberhasilannya, dan diskusi tentang kemungkinan risiko yang serius atau sering terjadi, dan perubahan gaya hidup sebagai akibat dari tindakan tersebut
6) Nyatakan bila rencana pengobatan tersebut adalah upaya yang masih eksperimental
7) Bagaimana dan kapan kondisi pasien dan akibat sampingannya akan dimonitor atau dinilai kembali
8) Nama dokter yang bertanggungjawab secara keseluruhan untuk pengobatan tersebut, serta bila mungkin nama-nama anggota tim lainnya
9) Bila melibatkan dokter yang sedang mengikuti pelatihan atau pendidikan, maka sebaiknya dijelaskan peranannya di dalam rangkaian tindakan yang akan dilakukan
10) Mengingatkan kembali bahwa pasien dapat mengubah pendapatnya setiap waktu. Bila hal itu dilakukan maka pasien bertanggungjawab penuh atas konsekuensi pembatalan tersebut.
11) Mengingatkan bahwa pasien berhak memperoleh pendapat kedua dari dokter lain 12) Bila memungkinkan, juga diberitahu tentang perincian biaya
KOMUNIKASI DAN KONSELING
Dalam berkomunikasi dengan ibu, tenaga kesehatan perlu memegang prinsip-prinsip berikut ini: Buat ibu merasa nyaman dan diterima dengan baik.
Gunakan bahasa yang mudah dimengerti dan sederhana.
Setiap kali hendak melakukan pemeriksaan atau prosedur/tindakan klinis, minta persetujuan dari ibu dan jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
Rangkum informasi-informasi yang penting termasuk informasi mengenai hasil pemeriksaan laboratorium rutin dan pengobatan.
Pastikan ibu mengerti tanda-tanda bahaya/kegawatdaruratan, instruksi pengobatan, dan kapan ia harus kembali berobat atau memeriksakan diri. Minta ibu mengulangi informasi tersebut, atau mendemonstrasikan instruksi pengobatan.
Lakukan konseling, anamnesis, maupun pemeriksaan di ruang yang pribadi dan tertutup dari pandangan orang lain.
Pastikan bahwa ketika berbicara mengenai hal yang sensitif/pribadi, tidak ada orang lain yang dapat mendengar pembicaraan tersebut.
Minta persetujuan ibu sebelum berbicara dengan keluarganya.
Jangan membahas rahasia ibu dengan rekan kerja ataupun pihak lain.
Pastikan semua catatan sudah dilengkapi dan tersimpan dengan rapi serta terjaga kerahasiaannya.
Batasi akses ke dokumen-dokumen yang memuat informasi terkait ibu hanya kepada tenaga kesehatan yang berkepentingan.
Seringkali informasi yang diberikan oleh tenaga kesehatan tidak diterapkan atau digunakan oleh ibu karena tidak dimengerti atau tidak sesuai dengan kondisi ataupun kebutuhan mereka. Hal ini dapat terjadi karena komunikasi yang terjadi antara tenaga kesehatan dan ibu terjadi hanya satu arah sehingga ibu tidak mendapatkan dukungan yang cukup untuk menerapkan informasi tersebut.
Konseling merupakan proses interaktif antara tenaga kesehatan dan ibu serta keluarganya. Selama proses tersebut, tenaga kesehatan mendorong ibu untuk saling bertukar informasi dan memberikan dukungan dalam perencanaan atau pengambilan keputusan serta tindakan yang dapat meningkatkan kesehatan ibu.
LANGKAH-LANGKAH KONSELING
1. Ajukan pertanyaan-pertanyaan untuk mengerti situasi ibu dan latar belakangnya. Lakukan klarifikasi bila diperlukan dan jangan menghakimi.
2. Identifikasi kebutuhan ibu, masalah ibu, dan informasi yang belum diketahui ibu. Pelajari setiap masalah yang ada serta dampaknya terhadap berbagai pihak (ibu, suami, keluarga, komunitas, tenaga kesehatan, dan sebagainya).
3. Tanyakan pendapat ibu mengenai solusi alternatif apa yang dapat dilakukan untuk meyelesaikan masalah yang ia hadapi.
4. Identifikasi kebutuhan ibu terhadap informasi, sumber daya, atau dukungan lain untuk memecahkan masalahnya.
5. Susun prioritas solusi dengan membahas keuntungan dan kerugian dari berbagai alternatif pemecahan masalah bersama ibu.
6. Minta ibu untuk menentukan solusi apa yang paling memungkinkan untuk mengatasi masalahnya.
7. Buatlah rencana tindak lanjut bersama.
8. Evaluasi pelaksanaan rencana tindak lanjut tersebut pada pertemuan konseling berikutnya.
KETERAMPILAN KONSELING Komunikasi dua arah
Ketika tenaga kesehatan ingin agar sebuah informasi diterapkan oleh ibu atau keluarganya, proses konseling dan komunikasi dua arah harus berjalan. Misalnya, ketika menentukan di mana ibu harus bersalin dan bagaimana ibu bisa mencapai fasilitas kesehatan tersebut.
Membina suasana yang baik
Tenaga kesehatan dapat membangun kepercayaan dan suasana yang baik dengan ibu misalnya dengan cara menemukan kesamaan-kesamaan dengan ibu dalam hal usia, paritas, daerah asal, atau hal-hal kesukaan.
Mendengar dengan aktif
Ketika ibu berbicara, tenaga kesehatan perlu memperhatikan informasi yang diberikan dan menunjukkan bahwa informasi tersebut sudah dimengerti. Tanyakan pertanyaan yang berhubungan dengan informasi yang ibu berikan untuk mengklarifikasi pemahaman bersama. Ulangi informasi yang ibu sampaikan dalam kalimat yang berbeda untuk mengkonfirmasi dan rangkum butir-butir utama yang dihasilkan dari percakapan.
Mengajukan pertanyaan
Dalam berkomunikasi, kita mengenal dua jenis pertanyaan:
• Pertanyaan tertutup memiliki jawaban pasti dan biasa dipakai untuk mendapatkan data riwayat kesehatan ibu, misalnya: “Berapa usia Anda?” atau “Apakah Anda sudah menikah?”
• Pertanyaan terbuka menggali informasi terkait situasi, emosi, perasaan, sikap, pengetahuan, maupun kebutuhan ibu, misalnya “Apa yang Anda rasakan setelah melahirkan?” atau “Ceritakanlah mengenai persalinan terakhir Anda”
Hindari pertanyaan yang bersifat sugestif. Contoh:
× SALAH: “Apakah suami Anda memukuli Anda?” √ BENAR: “Bagaimana munculnya memar-memar ini?”
Ajukan pertanyaan yang tidak menghakimi dan memojokkan ibu. Contoh:
× SALAH: “Mengapa Anda tidak segera datang kemari ketika Anda tahu Anda hamil?” √ BENAR: “Baik sekali Anda mau datang untuk memeriksakan kehamilan Anda saat ini.
Apakah ada alasan yang membuat Anda tidak bisa datang sebelumnya?” Memberikan informasi
Sebelum memberikan informasi, tenaga kesehatan harus mengetahui sejauh mana ibu telah memahami informasi yang akan disampaikan dan memberikan informasi baru yang sesuai dengan situasi ibu.
Contoh:
Bidan: Apakah Ibu sudah mengerti bagaimana Ibu harus merawat diri selama kehamilan? Bidan: Betul sekali Bu. Selain itu, ada pula beberapa jenis makanan tertentu yang perlu Ibu
konsumsi lebih banyak. Apa Ibu sudah tahu makanan apa saja itu?
Ibu: Sayur, daging…
Bidan: Ya, benar. Makanlah lebih banyak sayur dan daging, juga buah, kacang-kacangan, ikan,
telur, keju, dan susu. Ibu tahu mengapa Ibu perlu mengkonsumsinya?
Ibu: Agar bayinya sehat
Bidan: Ya, makanan-makanan itu akan mendorong pertumbuhan bayi dan menjaga Ibu tetap
sehat. Apakah ada lagi yang ingin ibu tanyakan mengenai apa yang harus ibu makan selama hamil?
Fasilitasi
Penting diingat bahwa konselor tidak boleh memaksa ibu untuk mengatasi masalahnya dengan solusi yang tidak sesuai dengan kebutuhan ibu. Bimbinglah ibu dan keluarganya untuk menganalisa kelebihan dan kekurangan dari setiap pilihan yang mereka miliki dan memutuskan sendiri pilihannya.
PERSETUJUAN TERTULIS DIPERLUKAN PADA KEADAAN-KEADAAN SBB:
Bila tindakan terapetik bersifat kompleks atau menyangkut risiko atau efek samping yang bermakna.
Bila tindakan kedokteran tersebut bukan dalam rangka terapi
Bila tindakan kedokteran tersebut memiliki dampak yang bermakna bagi kedudukan kepegawaian atau kehidupan pribadi dan sosial pasien
BAB V LOGISTIK
Kebutuhan dana dan logistik untuk melaksanakan kegiatan pelayanan medik rawat jalan direncanakan dalam loka karya mini sesuai dengan tahapan kegiatan yang akan dilaksanakan
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN
Keselamatan pasien puskesmas adalah suatu sistem dimana puskesmas membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.
Standar keselamatan pasien tersebut terdiri dari tujuh standar yaitu: 1. hak pasien
2. mendidik pasien dan keluarga
3. keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
4. penggunaan metoda-metoda peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien
5. peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien 6. mendidik staf tentang keselamatan pasien
7. komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien tindakan yang seharusnya diambil
Standar I. Hak pasien Standar:
Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi tentang rencana dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya insiden.
Kriteria:
1.1. Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan.
1.2. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana pelayanan.
1.3. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan secara jelas dan benar kepada pasien dan keluarganya tentang rencana dan hasil pelayanan, pengobatan atau prosedur untuk pasien termasuk kemungkinan terjadinya insiden.
Standar II. Mendidik pasien dan keluarga
Puskesmas harus mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien.
Kriteria:
Keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dengan keterlibatan pasien yang merupakan partner dalam proses pelayanan. Karena itu, di puskesmas harus ada sistem dan mekanisme mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien. Dengan pendidikan tersebut diharapkan pasien dan keluarga dapat : 1. Memberikan informasi yang benar, jelas, lengkap dan jujur.
2. Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab pasien dan keluarga. 3. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti. 4. Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan.
5. Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan puskesmas. 6. Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa. 7. Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati.
Standar III. Keselamatan pasien dalam kesinambungan pelayanan Standar:
Puskesmas menjamin keselamatan pasien dalam kesinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan.
Kriteria:
3.1. Terdapat koordinasi pelayanan secara menyeluruh mulai dari saat pasien masuk, pemeriksaan, diagnosis, perencanaan pelayanan, tindakan pengobatan, rujukan dan saat pasien keluar dari puskesmas.
3.2. Terdapat koordinasi pelayanan yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan kelayakan sumber daya secara berkesinambungan sehingga pada seluruh tahap pelayanan transisi antar unit pelayanan dapat berjalan baik dan lancar.
3.3. Terdapat koordinasi pelayanan yang mencakup peningkatan komunikasi untuk memfasilitasi dukungan keluarga, pelayanan keperawatan, pelayanan sosial, konsultasi dan rujukan, pelayanan kesehatan primer dan tindak lanjut lainnya.
3.4. Terdapat komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan sehingga dapat tercapainya proses koordinasi tanpa hambatan, aman dan efektif.
Standar IV. Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien
Standar:
Puskesmas harus mendesain proses baru atau memperbaiki proses yang ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis secara intensif insiden, dan melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien.
Kriteria:
4.1. Setiap puskesmas harus melakukan proses perancangan (desain) yang baik, mengacu pada visi, misi, dan tujuan puskesmas, kebutuhan pasien, petugas pelayanan kesehatan, kaidah klinis terkini, praktik bisnis yang sehat, dan faktor-faktor lain yang berpotensi risiko
bagi pasien sesuai dengan “Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Puskesmas”.
4.2. Setiap puskesmas harus melakukan pengumpulan data kinerja yang antara lain terkait dengan : pelaporan insiden, akreditasi, manajemen risiko, utilisasi, mutu pelayanan, keuangan. 4.3. Setiap puskesmas harus melakukan evaluasi intensif terkait dengan semua insiden, dan secara proaktif melakukan evaluasi satu proses kasus risiko tinggi.
4.4. Setiap puskesmas harus menggunakan semua data dan informasi hasil analisis untuk menentukan perubahan sistem yang diperlukan, agar kinerja dan keselamatan pasien terjamin. Standar V. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
Standar:
1. Pimpinan mendorong dan menjamin implementasi program keselamatan pasien secara terintegrasi dalam organisasi melalui penerapan “Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Puskesmas “.
2. Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan pasien dan program menekan atau mengurangi insiden.
3. Pimpinan mendorong dan menumbuhkan komunikasi dan koordinasi antar unit dan individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang keselamatan pasien.
4. Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk mengukur, mengkaji, dan meningkatkan kinerja puskesmas serta meningkatkan keselamatan pasien.
5. Pimpinan mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusinya dalam meningkatkan kinerja puskesmas dan keselamatan pasien
Kriteria:
5.1. Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan pasien.
5.2. Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan program meminimalkan insiden.
5.3. Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen dari puskesmas terintegrasi dan berpartisipasi dalam program keselamatan pasien.
5.4. Tersedia prosedur “cepat-tanggap” terhadap insiden, termasuk asuhan kepada pasien yang terkena musibah, membatasi risiko pada orang lain dan penyampaian informasi yang benar dan jelas untuk keperluan analisis.
5.5. Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan dengan insiden termasuk penyediaan informasi yang benar dan jelas tentang Analisis Akar Masalah “Kejadian Nyaris Cedera” (Near miss) dan “Kejadian Sentinel’ pada saat program keselamatan pasien mulai
dilaksanakan.
5.6. Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden, misalnya menangani “Kejadian Sentinel” (Sentinel Event) atau kegiatan proaktif untuk memperkecil risiko, termasuk mekanisme untuk mendukung staf dalam kaitan dengan “Kejadian Sentinel”.
5.7. Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit dan antar pengelola pelayanan di dalam puskesmas dengan pendekatan antar disiplin. 5.8. Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan dalam kegiatan perbaikan kinerja puskesmas dan perbaikan keselamatan pasien, termasuk evaluasi berkala terhadap kecukupan sumber daya tersebut.
5.9. Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi menggunakan kriteria objektif untuk mengevaluasi efektivitas perbaikan kinerja puskesmas dan keselamatan pasien, termasuk rencana tindak lanjut dan implementasinya.
Standar VI. Mendidik staf tentang keselamatan pasien Standar:
1. Puskesmas memiliki proses pendidikan, pelatihan dan orientasi untuk setiap jabatan mencakup keterkaitan jabatan dengan keselamatan pasien secara jelas.
2. Puskesmas menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan untuk meningkatkan dan memelihara kompetensi staf serta mendukung pendekatan interdisipliner dalam pelayanan pasien
Kriteria:
6.1. Setiap puskesmas harus memiliki program pendidikan, pelatihan dan orientasi bagi staf baru yang memuat topik keselamatan pasien sesuai dengan tugasnya masing-masing.
6.2. Setiap puskesmas harus mengintegrasikan topik keselamatan pasien dalam setiap kegiatan
in-service training dan memberi pedoman yang jelas tentang pelaporan insiden.
6.3. Setiap puskesmas harus menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama kelompok (teamwork) guna mendukung pendekatan interdisipliner dan kolaboratif dalam rangka melayani pasien.
Standar VII. Komunikasi merupakan kunci bagi staff untuk mencapai keselamatan pasien Standar:
1. Puskesmas merencanakan dan mendesain proses manajemen informasi keselamatan pasien untuk memenuhi kebutuhan informasi internal dan eksternal.
2. Transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan akurat. Kriteria:
7.1. Perlu disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses manajemen untuk memperoleh data dan informasi tentang halhal terkait dengan keselamatan pasien.
7.2. Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk merevisi manajemen informasi yang ada.
SASARAN KESELAMATAN PASIEN
Standar SKP I
Puskesmas mengembangkan pendekatan untuk memperbaiki/meningkatkan ketelitian identifikasi pasien.
Maksud dan Tujuan Sasaran I
Kesalahan karena keliru dalam mengidentifikasi pasien dapat terjadi di hampir semua aspek/tahapan diagnosis dan pengobatan. Kesalahan identifikasi pasien bisa terjadi pada pasien yang dalam keadaan terbius/tersedasi, mengalami disorientasi, tidak sadar, bertukar tempat tidur/kamar/ lokasi di puskesmas, adanya kelainan sensori, atau akibat situasi lain. Maksud sasaran ini adalah untuk melakukan dua kali pengecekan yaitu: pertama, untuk identifikasi pasien sebagai individu yang akan menerima pelayanan atau pengobatan; dan kedua, untuk kesesuaian pelayanan atau pengobatan terhadap individu tersebut.
Kebijakan dan/atau prosedur yang secara kolaboratif dikembangkan untuk memperbaiki proses identifikasi, khususnya pada proses untuk mengidentifikasi pasien ketika pemberian obat, darah, atau produk darah; pengambilan darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan klinis; atau pemberian pengobatan atau tindakan lain. Kebijakan dan/atau prosedur memerlukan sedikitnya dua cara untuk mengidentifikasi seorang pasien, seperti nama pasien, nomor rekam medis, tanggal lahir, gelang identitas pasien dengan bar-code, dan lain-lain. Nomor kamar pasien atau lokasi tidak bisa digunakan untuk identifikasi. Kebijakan dan/atau prosedur juga menjelaskan penggunaan dua identitas berbeda di lokasi yang berbeda di puskesmas, seperti di pelayanan rawat jalan, unit gawat darurat, atau ruang operasi termasuk identifikasi pada pasien koma tanpa identitas. Suatu proses kolaboratif digunakan untuk mengembangkan kebijakan dan/atau prosedur agar dapat memastikan semua kemungkinan situasi untuk dapat diidentifikasi.
Elemen Penilaian Sasaran I
1. Pasien diidentifikasi menggunakan dua identitas pasien, tidak boleh menggunakan nomor kamar atau lokasi pasien.
2. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah, atau produk darah.
3. Pasien diidentifikasi sebelum mengambil darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan klinis. 4. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian pengobatan dan tindakan/prosedur.
5. Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan identifikasi yang konsisten pada semua situasi dan lokasi.
SASARAN II : PENINGKATAN KOMUNIKASI YANG EFEKTIF Standar SKP II
Puskesmas mengembangkan pendekatan untuk meningkatkan efektivitas komunikasi antar para pemberi layanan.
Maksud dan Tujuan Sasaran II
Komunikasi efektif, yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dan yang dipahami oleh pasien, akan mengurangi kesalahan, dan menghasilkan peningkatan keselamatan pasien. Komunikasi dapat berbentuk elektronik, lisan, atau tertulis. Komunikasi yang mudah terjadi kesalahan kebanyakan terjadi pada saat perintah diberikan secara lisan atau melalui telepon.
Komunikasi yang mudah terjadi kesalahan yang lain adalah pelaporan kembali hasil pemeriksaan kritis, seperti melaporkan hasil laboratorium klinik cito melalui telepon ke unit pelayanan. Puskesmas secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau prosedur untuk perintah lisan dan telepon termasuk: mencatat (atau memasukkan ke komputer) perintah yang lengkap atau hasil pemeriksaan oleh penerima perintah; kemudian penerima perintah membacakan kembali (read back) perintah atau hasil pemeriksaan; dan mengkonfirmasi bahwa apa yang sudah dituliskan dan dibaca ulang adalah akurat. Kebijakan
dan/atau prosedur pengidentifikasian juga menjelaskan bahwa diperbolehkan tidak melakukan pembacaan kembali (read back) bila tidak memungkinkan seperti di kamar operasi dan situasi gawat darurat di IGD atau ICU.
Elemen Penilaian Sasaran II
1. Perintah lengkap secara lisan dan yang melalui telepon atau hasil pemeriksaan dituliskan secara lengkap oleh penerima perintah.
2. Perintah lengkap lisan dan telpon atau hasil pemeriksaan dibacakan kembali secara lengkap oleh penerima perintah.
3. Perintah atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi oleh pemberi perintah atau yang menyampaikan hasil pemeriksaan
4. Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan verifikasi keakuratan komunikasi lisan atau melalui telepon secara
SASARAN III : PENINGKATAN KEAMANAN OBAT YANG PERLU DIWASPADAI (HIGH-ALERT)
Standar SKP III
Puskesmas mengembangkan suatu pendekatan untuk memperbaiki keamanan obat-obat yang perlu diwaspadai (high-alert).
Maksud dan Tujuan Sasaran III
Bila obat-obatan menjadi bagian dari rencana pengobatan pasien, manajemen harus berperan secara kritis untuk memastikan keselamatan pasien. Obat-obatan yang perlu diwaspadai (high-alert medications) adalah obat yang sering menyebabkan terjadi kesalahan/kesalahan serius (sentinel event), obat yang berisiko tinggi menyebabkan dampak yang tidak diinginkan (adverse outcome) seperti obat-obat yang terlihat mirip dan kedengarannya mirip (Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip/NORUM, atau Look Alike Soun Alike/LASA). Obat-obatan yang sering disebutkan dalam isu keselamatan pasien adalah pemberian elektrolit konsentrat secara tidak sengaja (misalnya, kalium klorida 2meq/ml atau yang lebih pekat, kalium fosfat, natrium klorida lebih pekat dari 0.9%, dan magnesium sulfat =50% atau lebih pekat). Kesalahan ini bisa terjadi bila perawat tidak mendapatkan orientasi dengan baik di unit pelayanan pasien, atau bila perawat kontrak tidak diorientasikan terlebih dahulu sebelum ditugaskan, atau pada keadaan gawat darurat. Cara yang paling efektif untuk mengurangi atau
mengeliminasi kejadian tersebut adalah dengan meningkatkan proses pengelolaan obat-obat yang perlu diwaspadai termasuk memindahkan
elektrolit konsentrat dari unit pelayanan pasien ke farmasi. Puskesmas secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau prosedur untuk membuat daftar obat-obat yang perlu diwaspadai berdasarkan data yang ada di puskesmas. Kebijakan dan/atau prosedur
juga mengidentifikasi area mana saja yang membutuhkan elektrolit konsentrat, seperti di IGD atau kamar operasi, serta pemberian label secara benar pada elektrolit dan bagaimana penyimpanannya di area tersebut, sehingga membatasi akses, untuk mencegah pemberian yang tidak sengaja/kurang hati-hati.
Elemen Penilaian Sasaran III
1. Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan agar memuat proses identifikasi, menetapkan lokasi, pemberian label, dan penyimpanan elektrolit konsentrat.
2. Implementasi kebijakan dan prosedur.
3. Elektrolit konsentrat tidak berada di unit pelayanan pasien kecuali jika dibutuhkan secara klinis dan tindakan diambil untuk mencegah pemberian yang kurang hati-hati di area tersebut sesuai kebijakan
SASARAN V : PENGURANGAN RISIKO INFEKSI TERKAIT PELAYANAN KESEHATAN
Standar SKP V
Puskesmas mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi risiko infeksi yang terkait pelayanan kesehatan.
Maksud dan Tujuan Sasaran V
Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan tantangan terbesar dalam tatanan pelayanan kesehatan, dan peningkatan biaya untuk mengatasi infeksi yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan merupakan keprihatinan besar bagi pasien maupun para profesional pelayanan kesehatan. Infeksi biasanya dijumpai dalam semua bentuk pelayanan kesehatan termasuk infeksi saluran kemih, infeksi pada aliran darah (blood stream infections) dan pneumonia (sering kali dihubungkan dengan ventilasi mekanis).
Pusat dari eliminasi infeksi ini maupun infeksi-infeksi lain adalah cuci tangan (hand hygiene) yang tepat. Pedoman hand hygiene bisa dibaca kepustakaan WHO, dan berbagai organisasi nasional dan internasional.
Puskesmas mempunyai proses kolaboratif untuk mengembangkan kebijakan dan/atau prosedur yang menyesuaikan atau petunjuk hand hygiene yang diterima secara umum dan untuk implementasi petunjuk itu di puskesmas.
Elemen Penilaian Sasaran V
1. Puskesmas mengadopsi atau mengadaptasi pedoman hand hygiene terbaru yang diterbitkan dan sudah diterima secara umum (al.dari WHO
Patient Safety).
2. Puskesmas menerapkan program hand hygiene yang efektif.
3. Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan pengurangan secara berkelanjutan risiko dari infeksi yang terkait
pelayanan kesehatan.
SASARAN VI : PENGURANGAN RISIKO PASIEN JATUH Standar SKP VI
Puskesmas mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi risiko pasien dari cedera karena jatuh.
Maksud dan Tujuan Sasaran VI
Jumlah kasus jatuh cukup bermakna sebagai penyebab cedera bagi pasien rawat inap. Dalam konteks populasi/masyarakat yang dilayani, pelayanan yang disediakan, dan fasilitasnya, puskesmas perlu mengevaluasi risiko pasien jatuh dan mengambil tindakan untuk mengurangi risiko cedera bila sampai jatuh. Evaluasi bisa termasuk riwayat jatuh, obat dan telaah terhadap konsumsi alkohol, gaya jalan dan keseimbangan, serta alat bantu berjalan yang digunakan oleh pasien. Program tersebut harus diterapkan puskesmas.
Elemen Penilaian Sasaran VI
1. Puskesmas menerapkan proses asesmen awal atas pasien terhadap risiko jatuh dan melakukan asesmen ulang pasien bila diindikasikan terjadi perubahan kondisi atau pengobatan, dan lain-lain.
2. Langkah-langkah diterapkan untuk mengurangi risiko jatuh bagi mereka yang pada hasil asesmen dianggap berisiko jatuh.
3. Langkah-langkah dimonitor hasilnya, baik keberhasilan pengurangan cedera akibat jatuh dan dampak dari kejadian tidak diharapkan.
4. Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan pengurangan berkelanjutan risiko pasien cedera akibat jatuh di puskesmas.
PRINSIP UMUM PENCEGAHAN INFEKSI 1.2. PENCEGAHAN INFEKSI
Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan tenaga kesehatan untuk mencegah penularan penyakit dari atau kepada pasien di fasilitas kesehatan.
Jaga agar kuku jari-jari tangan tetap pendek. Tutup luka di tangan dengan bahan kedap air.
Selalu bersihkan tangan pada situasi-situasi berikut ini: o Sebelum dan sesudah menyentuh pasien.
o Sebelum memegang alat/instrumen invasif, baik ketika mengenakan sarung tangan maupun tidak.
o Setelah kontak dengan cairan tubuh atau ekskresi, membran mukosa, kulit yang tidak intak, atau kasa penutup luka.
o Ketika berpindah dari satu bagian tubuh yang terkontaminasi ke bagian tubuh lain dari pasien yang sama.
o Setelah kontak dengan permukaan objek yang bersentuhan dengan pasien (termasuk peralatan medis).
o Setelah melepas sarung tangan (steril maupun non-steril).
Jika tangan tidak terlihat kotor, gunakan pembersih tangan berbahan dasar alkohol (alcohol-based handrub). Jika tangan tidak terlihat kotor namun pembersih tangan berbahan dasar alkohol tidak tersedia, cucilah tangan dengan sabun dan air bersih mengalir.
Jika tangan terlihat kotor, atau bila terkena darah/cairan tubuh, atau setelah menggunakan toilet, cuci tangan dengan sabun dan air bersih mengalir. Cuci tangan juga dianjurkan bila dicurigai ada paparan terhadap patogen berspora, misalnya pada wabah Clostridium difficile. Lakukan teknik mencuci tangan sesuai BAGAN 1 selama 40-60 detik.
Sebelum menangani obat-obatan atau menyiapkan makanan, bersihkan tangan dengan pembersih tangan berbahan dasar alkohol atau cuci tangan dengan sabun dan air bersih mengalir.
Bila di fasilitas kesehatan tidak tersedia keran dengan air bersih mengalir, letakkan ember berisi air bersih di tempat yang cukup tinggi dan berikan keran di dasar ember sehingga air bisa mengalir keluar untuk cuci tangan.
PRINSIP UMUM PENCEGAHAN INFEKSI
Basahi tangan dengan air Balurkan sabun ke seluruh Gosokkan telapak dengan permukaan tangan telapak
Telapak kanan di atas Telapak dengan telapak Bagian belakang jari pada punggung telapak kiri dengan jari saling telapak dengan posisi dan sebaliknya menyilang saling mengunci
Gosok jempol dengan Kelima jari kanan Bilas kedua tangan gerakan memutar menguncup digosok dengan air memutar pada telapak kiri dan sebaliknya
Keringkan tangan dengan Gunakan tisu/handuk Tangan Anda kini sudah tisu/handuk bersih dan tersebut untuk mematikan bersih kering kran, lalu buang/cuci agar tidak digunakan orang lain
PRINSIP UMUM PENCEGAHAN INFEKSI MENGENAKAN SARUNG TANGAN
Gunakan sarung tangan steril atau yang sudah didisinfeksi tingkat tinggi (DTT) ketika melakukan prosedur bedah, menolong persalinan, memotong tali pusat, menjahit luka episiotomi, dan menjahit robekan perineum.
Gunakan sarung tangan steril yang panjang (sampai menutupi siku) ketika melakukan plasenta manual atau kompresi bimanual interna.
Gunakan sarung tangan pemeriksaan (non-steril) untuk melakukan pemeriksaan vagina, memasang infus, memberikan obat injeksi, dan mengambil darah.
Gunakan sarung tangan rumah tangga saat: • Membersihkan alat dan tempat tidur
• Mengelola bahan yang terkontaminasi, sampah dan limbah • Membersihkan darah dan cairan tubuh yang berceceran MELINDUNGI DIRI DARI DARAH DAN CAIRAN TUBUH
Gunakan sarung tangan sesuai petunjuk di atas.
Tutup semua bagian kulit yang tidak intak/utuh dengan bahan tahan air. Berhati-hati dalam mengelola sampah dan alat/benda tajam.
Kenakan apron panjang yang terbuat dari plastik atau bahan tahan air, serta sepatu bot karet ketika menolong persalinan.
Lindungi mata dengan mengenakan kacamata atau perlengkapan lain. Gunakan masker dan topi atau tutup kepala
MEMBUANG SAMPAH TAJAM DENGAN BENAR
Siapkan tempat penampungan sampah tajam yang tidak dapat ditembus oleh jarum. Pastikan semua jarum dan spuit digunakan hanya satu kali.
Jangan menutup kembali, membengkokkan, ataupun merusak jarum yang telah digunakan.
Langsung buang semua jarum yang telah digunakan ke tempat penampungan sampah tajam tanpa memberikannya ke orang lain.
Ketika tempat penampungan sudah tiga perempat penuh, tutup, sumbat, atau plester wadah tersebut dengan rapat lalu bakar.
MEMBUANG SAMPAH DAN LIMBAH SECARA AMAN
Buang plasenta, darah, cairan tubuh, dan benda-benda yang terkontaminasi ke wadah anti bocor.
Kubur atau bakar segera sampah padat yang terkontaminasi. Buang limbah cair ke saluran khusus.
Cuci tangan, sarung tangan, dan tempat penampungan setelah membuang sampah atau limbah yang infeksius.
MENGELOLA PAKAIAN DAN KAIN YANG TERKONTAMINASI
Petugas yang menangani linen harus menggunakan alat pelindung diri berupa sarung tangan rumah tangga, sepatu tertutup kedap air, apron, dan kacamata pelindung.
Kumpulkan dan pisahkan semua pakaian dan kain yang terkontaminasi darah atau cairan tubuh di kantong plastik khusus.
JANGAN PERNAH MENYENTUH BENDA-BENDA TERSEBUT DENGAN TANGAN SECARA LANGSUNG
Bilas darah maupun cairan tubuh lain dengan air sebelum mencucinya dengan sabun. PEMROSESAN INSTRUMEN
Untuk instrumen yang dipakai ulang, lakukan 3 langkah pokok yang ada di BAGAN 2: 1. Dekontaminasi
2. Pencucian dan pembilasan
3. Sterilisasi atau disinfeksi tingkat tinggi (DTT)
BAGAN 2. LANGKAH-LANGKAH PEMROSESAN INSTRUMEN
1. DEKONTAMINASI
3. STERILISASI ATAU DTT
BAGAN 3.
Cara membuat larutan klorin
Larutan klorin dapat dibuat dengan mencairkan produk larutan pemutih pakaian yang mengandung klorin. Caranya adalah:
l Periksa kepekatan (% konsentrasi) produk klorin yang digunakan
l Campur 1 bagian konsentrat pemutih dengan jumlah bagian air yang dibutuhkan sesuai rumus dibawah ini:
Jumlah bagian air = % konsentrat produk – 1 % konsentrat yang diinginkan
Contoh:
Membuat larutan klorin 0,5% dari larutan pemutih (klorin 5%) Jumlah bagian air = (5% / 0,5%) – 1 = 10 – 1 = 9
Larutan klorin 0,5% dapat dibuat dengan menambahkan 1 bagian larutan pemutih (klorin 5%) dengan 9 bagian air, misalnya 100 ml Larutan pemutih dengan 900 ml air
u Saat mencuci alat, kenakan sarung tangan tebal/sarung tangan rumah tangga dan berhati-hatilah jangan sampai tertusuk instrumen tajam.
u Jika tidak segera dipakai, instrumen yang sudah disterilisasi harus dijaga agar tidak terkontaminasi.
1. DEKONTAMINASI
Rendam instrumen bekas pakai di dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit. (lihat BAGAN 3)
2. PENCUCIAN DAN PEMBILASAN
Cuci alat dengan menggunakan air, kemudian cuci lagi dengan deterjen dan air bersih mengalir.
3.STERILISASI DAN DTT
Sterilisasi: Masukkan alat ke dalam otoklaf selama
20 menit (bila tidak dibungkus) atau 30 menit (bila dibungkus) dalam tekanan 106 kPa dan suhu 1210C. Bila menggunakan metode panas kering, lakukan steriliasi dengan oven selama 60 menit pada suhu 1700C atau selama 120 menit pada suhu 1600C. INGAT! Waktu paparan mulai dihitung ketika
sterilisator mencapai suhu yang diinginkan. Sisakan jarak 7,5 cm antara bahan-bahan yang disterilisasi dan dinding mesin.
DTT: Rebus alat dalam panci tertutup (semua alat
terendam 2,5 cm di bawah permukaan air) selama 20 menit, terhitung sejak air mendidih. Sebagai alternatif, rendam dalam larutan klorin 0,5% atau glutaraldehid 2-4% selama 20 menit lalu bilas dengan air DTT dan
BAB VII
KESELAMATAN KERJA
Puskesmas sebagai tempat kerja mempunyai potensi bahaya beragamterhadap kesehatan,terdapat disemua tempat baik didalam maupun diluar gedung yang dapat timbul dari
lingkungan tempat kerja,proses kerja,cara kerja,alat dan bahan kerja yang dapat menimbulkan penyakit akibat kerja.
tujuan dari pengenalan potensi bahaya di puskesmas dan masalah yang ditimbulkannya adalah agar petugas puskesmas dapat melakukan pengendalian resiko dengan benar sehingga terhindar dari berbagai masalah yang ditimbulkan akibat pekerjaan
A.Identifikasi Potensi Bahaya di poLI kia/kb/mtbs
Lokasi Potensi Bahaya
Jehis bahaya Masalah
Kesehatan/kecelakaan kerja KIA/KB Kecelakaa n kerja Benda tajam,alat medis Tertusuk,tersayat,ced era biologi mikroorganisme,vir us bakteri dll infeksi hepatitis,tbc,cacar air,influenza,HIV,ebol a, jamur
kimia mercuri,clorin gangguam SSP, ginjal, dermatitis ergonomi posisi janggal musculoskeletal
disorder Psikososial Bekerja yang
monoton
Stres kerja
1. Pengendalian resiko dengan upaya; i. Promotif;
a. Menginformasikan potensi bahaya ditempat kerja kpd seluruh petugas b. Memasang leaflet,brosur budaya kesehatan dan keselamatan kerja. c. Melaksanakan latihan fisik,bimbingan rohani,rekreasi
ii. Preventif
a. Penerapan prinsip pencegahan meliputi cuci tangan pakai sabun,APD,mengganti alat berbahaya,pengaturan shift kerja
b. Vaksinasi hepatitis
Penatalaksanaan limbah poli rawat gig puskesmas
No Jenis Limbah Asal Perlakuan
1 Limbah domestik Kegiatan dapur,kardus obat, plastik lain yang tidak infeksius,terkontaminasi
Ditampung dalam kantong hitam
Selanjutnya di bawa ke TPA 2 Limbah benda
tajam
Materi padat yang memiliki sudut lancip ,dapat menyebabkan luka tusuk ataupun iris ;contohnya ;jarum suntik,kaca sedian,infus set,vial obat
Tidak boleh recapping langsung
Dikumpul dalam safety box atau kontener lain yang tidak bocor
Tidak boleh didaur ulang 3 Limbah infeksius Limbah yang didugaDitampung dalam wadah yang
mengandung patogen dalam jumlah cukup untuk menyebabkan infeksi misalnya limbah kultur,stok agen infeksius dari laboratorium.limbah hasil operasi, limbah pasien dengan penyakit menular
kuat dan tidak bocor,tidak boleh dicampur dengan limbah lain
Penyimpanan di pkm tidak boleh lebih dari 48 jam sejak mulai dari penyimpanan Penyimpanan di ruang
khusus,tertutup,ada
pencatatan jumlah timbulan limbah setiap hari, tidak mungkin binatang pengerta masuk,termasuk pembatasan orang masuk keruang tersebut.
4 Limbah patologis Limbah berasal dari organ tubuh misalnya janin,organ tubuh,darah,muntahan.
Masukkan dalam kontener kuat dan tidak bocor
Perlakuannya sama dengan limbah infeksius
Jika limbah padat maka diolah dengan alat pengolahan limbah padat
Jika cair diolah dengan alat pengolahan limbah cair 5 Limbah Farmasi Limbah yang mengandung
bahan bahan
obat,vaksin,produk farmasi, serum kadaluarsa
Dapat dikembalikan pada produsannya
Bila terjadi tumpahan obat dapat menggunakan pasir absorben untk menyerap tumpahan
farmasi,tumpahan farmasi termasuk sampah B3 dan harus dikelola dan diolah oleh pihak yang khusus dapat mengelola limbah farmasi
6 Limbah Kimia Limbah berasal dri zat kimia misalnya formaldehid,zat rontgen,dll,
Jika jumlahnya kecil pengelolaannya sama dengan limbah infeksius.
7 Limbah logam berat
Berasal dari alat medis yang mengandung logam berat misalnya dari bocoran tensi air raksa
Penampungannya ditempat yang tidak bocor dan kuat pengelolaannya
bekerjasama dengan dinas atau lingkugan hidup
d.Deteksi dini melalui medical check up;pemeriksaan pekerja sebelum masuk kerja,pindah,pemeriksaan berkala pada pekerja ,pemeriksaan khusus pada petugas yang terpajan bahan berbahaya seperti petugas lab,radiologi.
iii. Kuratif:
1. Penatalaksanaan kecelakaan kerja seperti tertusuk jarum 2. Penatalaksanaaan kecelakaan akibat kerja
3. Melakukan pengobatan penyakit akibat kerja 4. Melakukan rujukan kasus
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU
A. Bakuan Mutu
Mutu pelayanan medik adalah:Pelayanan kesehatan yang diberikan kepada seorang pasien sebaik-baiknya mealui pengetahuan yang konsisten sesuai dengan pengetahuan terkini,sehingga probabilitas outcome yang diharapkan meningkat (IOM 1990)
Pelayanan individual Yang dilandasi ilmu klinik sebagai kesehatan perorangan meliputi ;aspek pencegahan primer,pencegahan sekundr,pencegahan tersier berupa rehabilitasi medik.
Demi menjamin tercapai dan terpeliharanya mutu dari waktu ke waktu, diperlukan bakuan mutu berupa pedoman/bakuan yang tertulis yang dapat dijadikan pedoman kerja bagi tenaga pelaksana.
1. Tiap pelaksana yang ditunjuk memiliki pegangan yang jelas tentang apa dan bagaimana prosedur melakukan suatu aktifitas.
2. Standar yang tertulis memudahkan proses pelatihan bagi tenaga pelaksana baru yang akan dipercayakan untuk mengerjakan suatu aktifitas.
3. Kegiatan yang dilaksanakan dengan mengikuti prosedur baku yang tertulis akan menjamin konsistensinya mutu hasil yang dicapai.
4. Kebijakan mutu dibuat oleh penanggung jawab poli.
5. Standar Operasional Prosedur dan instruksi kerja dibuat oleh tenaga teknis laboratorium dan disahkan oleh penanggung jawab poli Puskesmas.
6. Indikator mutu pelayanan rawat jalan meliputi;
Input Rincian Kegiatan Target
1 .
Sumber Daya Manusia
SDM memiliki SIK 100 %
SDM menerima pelatihan 20 jam pelatihan 2
.
Alat Ketersediaan alat sesuai standard 90 %
3 .
Sarana Ketersediaan sarana sesuai standard
90 %
4 .
Kebijakan 1. Pola ketenagaan ada
2. Persyaratan kompetensi petugas Poli
ada
3. Tentang penyusunan rencana layanan medis.
ada
4. Tentang layanan klinis
yang menjamin
kesinambungan layanan
ada
5. tentang hak dan kewajiban pasien yang didalamnya memuat hak untuk menolak atau tidak melanjutkan pengobatan.
ada
6. yang mewajibkan
penulisan lengkap dalam rekam medis: semua pemeriksaan penunjang diagnostik tindakan dan pengobatan yang diberikan pada pasien dan kewajban perawat dan petugas kesehatan lain untuk mengingatkan pada dokter jika terjadi pengulangan
yang tidak perlu. Dalam SOP layanan klinis memuat jika terjadi pengulangan pemeriksaan penunjang diagnostik, tindakan, atau pemberian obat, petugas kesehatan wajib
memberitahu kepada dokter yang bersangkutan. 7. tentang penggunaan dan
pemberian obat dan/atau cairan intravena
ada
8. SK penyediaan obat-obat emergensi di unit kerja. Daftar obat emergensi di unit pelayanan
ada
9. Kebijakan penanganan pasien berisiko tinggi
ada
10. tentang jenis-jenis sedasi yang dapat dilakukan di Puskesmas.
ada
11. tentang tenaga kesehatan yang mempunyai
kewenangan melakukan sedasi
ada
12. Kebijakan dan SOP
penanganan pasien berisiko tinggi
ada
13. SK tentang kewajiban tenaga klinis dalam peningkatan mutu klinis dan keselamatan pasien. 14.SK penanganan KTD,
KTC, KPC, KNC
15.SK tentang standar dan SOP layanan klinis, bukti monitoring pelaksanaan standar dan SOP, hasil
monitoring dan tindak lanjut
16. SK tentang
penetapan dokumen eksternal yang menjadi
acuan dalam
penyusunan standar pelayanan klinis
17. SK tentang
indikator mutu layanan klinis
18. SK semua pihak yang terlibat dalam
upaya peningkatan mutu pelayanan klinis
dan keselamatan
pasien, dengan uraian tugas berdasarkan peran dan fungsi masing-masing dalam tim
19. Uraian tugas dan
tanggung jawab masing-masing anggota tim 20. SK tentang petugas yang bertanggung jawab untuk pelaksanaan kegiatan yang direncanakan 21. SK tentang petugas yang berkewajiban melakukan pemantauan pelaksanaan kegiatan 22. SK dan SOP penyampai informasi hasil peningkatan mutu layanan klinis dan keselamatan pasien
Pedoman Pelayanan Klinis Kalibrasi alat
Proses
Pelayanan sesuai protap dan standar mutu
1. SOP pengkajian awal klinis CR 90 % 2. SOP pelayanan
OBSTETRI,
CR 90 %
3. SOP asuhan keperawatan 4. SOP pembentukan tim
interprofesi bila dibutuhkan (termasuk pelaksanaan perawatan kesehatan masyarakat/home care CR 90 % 5. SOP pendelegasian wewenang CR 90 %
6. SOP penyusunan rencana layanan medis. SOP penyusunan rencana layanan terpadu jika diperlukan penanganan
secara tim.
7. SOP layanan terpadu CR 90 % 8. SOP pemberian informasi
tentang efek samping dan risiko pengobatan CR 90 % 9. SOP pendidikan/penyuluhan pasien CR 90 %
10. SOP informed consent CR 90 % 11. SOP evaluasi informed
consent, hasil evaluasi, tindak lanjut
CR 90 %
12. SOP rujukan CR 90 %
13. SOP persiapan pasien rujukan
CR 90 %
14. SOP identifikasi dan penanganan keluhan
CR 90 %
15. SOP layanan klinis yang menjamin kesinambungan layanan
CR 90 %
16. SOP pemberian anestesi lokal dan sedasi di Puskesmas
CR 90 %
17. SOP tentang penolakan pasien untuk menolak atau tidak melanjutkan pengobatan
CR 90 %
18. SOP alternatif penanganan pasien yang memerlukan rujukan tetapi tidak mungkin dilakukan
CR 90 %
19. SOP penyediaan obat-obat emergensi di unit kerja. Daftar obat emergensi di unit pelayanan
CR 90 %
20. SOP penyimpanan obat emergensi di unit pelayanan
CR 90 %
21. SOP monitoring
penyediaan obat emergensi di unit kerja. Hasil
monitoring dan tindak lanjut.
CR 90 %
22. SOP penanganan pasien berisiko tinggi
CR 90 %
23. SOP identifikasi dan penanganan keluhan
CR 90 %
24. SOP dan bukti pelaksanaan pendidikan/penyuluhan pada pasien
CR 90 %
pendidikan/penyuluhan pada pasien 26.SOP penanganan KTD, KTC, KPC, KNC. 27. SOP tentang penyusunan indikator klinis dan indikator
perilaku pemberi
layanan klinis dan penilaiannya
28. SOP=SOP
pelayanan klinis yang menunjukkan adanya acuan referensi yang jelas
29. SOP penyampai
informasi hasil
peningkatan mutu
layanan klinis dan keselamatan pasien
Out put
Kematian Ibu akibat
pendarahan/Eklamsi,Pre Eklamsi dan Infeksi 0 % Out come Kepuasan pelanggan 90 %
PROSEDUR-PROSEDUR OBSTETRI
A.1 Induksi Persalinan A.2 Plasenta Manual
A.3 Aspirasi Vakum Manual A.4 Dilatasi dan Kuretase A.5 Perbaikan Robekan Serviks
A.6 Perbaikan Robekan Vagina dan Perineum A.7 Reposisi Inversio Uteri
A.8 Kompresi Bimanual A.9 Kondom Kateter
A.10 Pemasangan AKDR Pasca Salin A.11 Ekstraksi Vakum
A.12 Ekstraksi Cunam A.13 Persalinan Sungsang A.14 Versi Luar
A.15 Seksio Sesarea
A.16 Perbaikan Robekan Dinding Uterus A.17 Jahitan B-Lynch
A.18 Ligasi Arteri Uterina A.19 Histerektomi Pascasalin
A.20 Salpingektomi pada Kehamilan Ektopik
A.21 Analgesia dan Anestesia dalam Prosedur Obstetri
BAB IX PENUTUP
Pedoman ini sebagai acuan bagi karyawan puskesmas dalam melaksanakan pelayanan medik dasar gig di Puskesmas
Keberhasilan pelayanan medik dasar terkait dengan kepatuhan pemberi layanan terhadap standar dan prosedur yang ditetapkan