• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDEKATAN SILA KE-4 DAN KE-5 UNTUK MENGURANGI AKSI TERORISME DI INDONESIA. Kelompok I Muhamad Nur Amri ( ) Dosen : Drs. Muhamad Idris M.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENDEKATAN SILA KE-4 DAN KE-5 UNTUK MENGURANGI AKSI TERORISME DI INDONESIA. Kelompok I Muhamad Nur Amri ( ) Dosen : Drs. Muhamad Idris M."

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

PENDEKATAN SILA KE-4 DAN KE-5 UNTUK

MENGURANGI AKSI TERORISME DI INDONESIA

Kelompok I

Muhamad Nur Amri (11.22.1316) Dosen : Drs. Muhamad Idris M.M

SISTEM INFORMASI TRANSFER

SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFOMARTIKA DAN KOMPUTER AMIKOM

JOGYAKARTA 2011

(2)

Abstrak

Pasca orde baru, banyak faham-faham yang memilih cara-cara kekerasan. Terjadinya kekerasan komunal seperti di Ambon dan Poso, serta munculnya beberapa gerakan radikal yang memilih cara kekerasan yang memiliki jaringan nasional, regional, dan global. Misalnya, melihat kekerasan bertameng agama di sejumlah daerah dan munculnya aksi-aksi terorisme. Laporan resmi POLRI menyebutkan para pelaku tindakan terorisme memiliki sejarah dalam gerakan bersenjata di Afganistan. Berhubungan dengan gerakan bersenjata di Filippina, dan ambil bagian dalam kekerasan di Ambon dan Poso. Dalam aksinya, para teroris rela mengorbankan nyawa mereka yang kemudian mereka anggap dengan istilah “jihad”.

Bagaimanapun, munculnya tindakan teror dan kekerasan komunal di Indonesia penting dilihat dari sisi warisan politik masa lalu dan kegagalan konsolidasi demokrasi. Politik yang terbuka berjalan seiring hukum yang bobrok, rendahnya penghormatan HAM, korupsi yang merajalela, dan pemerintah yang bangkrut dan terpecah-belah, serta rumitnya problem sosial ekonomi. Semua masalah ini berakar dalam tubuh pemerintah. Bagaimana kasus hukum teroris dapat terjadi di Indonesia? Bagaimana upaya yang harus dilakukan pemerintah untuk menekan kasus teroris di Indonesia?

Dalam tugas ini, penulis mencoba menggali fakta sejarah teroris dunia dan Indonesia dan hasilnya ditujukan untuk memberikan saran bagi pemerintah dalam mengemban amanat rakyat yang muaranya untuk keamanan kehidupan bernegara dan bermasyarakat.

(3)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Terorisme adalah tindakan kejahatan terhadap kemanusiaan dan peradaban yang menimbulkan ancaman serius terhadap kedaulatan negara, bahaya terhadap keamanan, perdamaian dunia, serta merugikan kesejahteraan masyarakat. Terorisme adalah salah satu bentuk kejahatan yang diorganisasi dengan baik, bersifat transnasional dan digolongkan sebagai kejahatan luar biasa (extra-ordinary crime) yang tidak membeda-bedakan sasaran. Hak untuk hidup adalah hak asasi manusia yang paling mendasar bagi seluruh manusia. Hak untuk hidup merupakan bagian dari hak asasi yang memiliki sifat tidak dapat di tawar lagi (non derogable rights).

1. Artinya, hak ini mutlak harus di miliki setiap orang, karena tanpa adanya hak hidup, maka tidak ada lagi hak-hak asasi lainnya. Hak tersebut juga menandakan setiap orang memiliki hak untuk hidup dan tidak ada lagi orang lain yang berhak untuk mengambil hak hidup orang lain.

2. Pengecualian terhadap penghilangan hak hidup tidak mencakup pada penghilangan hak hidup seseorang oleh orang lainnya tanpa ada alas hak yang mendasar ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Salah satu contoh penghilangan hak hidup tanpa alas hak adalah pembunuhan melalui aksi teror. Aksi teror jelas melecehkan nilai kemanusian, martabat, dan norma agama. Teror juga telah menunjukkan gerakannya sebagai tragedi hak asasi manusia.

3. Terorisme merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan dan peradaban serta merupakan salah satu ancaman serius terhadap kedaulatan setiap negara karena terorisme sudah merupakan kejahatan yang bersifat internasional yang menimbulkan bahaya terhadap keamanan, perdamaian dunia serta merugikan kesejahteraan masyarakat sehingga perlu dilakukan pemberantasan secara berencana dan berkesinambungan sehingga hak asasi dapat dilindungi dan dijunjung tinggi.

4. Pernyataan tersebut sejalan dengan tujuan bangsa Indonesia yang termaktub dalam Undang-Undang Dasar 1945 yaitu, Melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia.

(4)

5. Indonesia sebagai negara hukum memiliki kewajiban untuk melindungi harkat dan martabat manusia. Demikian pula dalam hal perlindungan warga negara dari tindakan terorisme. Salah satu bentuk perlindungan negara terhadap warganya dari tindakan atau aksi terorisme adalah melalui penegakan hukum, termasuk di dalamnya upaya menciptakan produk hukum yang sesuai. Upaya ini diwujudkan pemerintah dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002, yang kemudian disetujui oleh DPR menjadi Undang-Undang No. 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

Pembuatan Undang-undang ini agar membuat pelaku teror ini menjadi jera dan mendapatkan hukuman sesuai perbuatan yang dilakukannya tentunya sesuai dengan undang-undang dan peraturan yang berlaku. Agama Islam jelas mengajarkan moderasi. Dalam Islam juga diajarkan, “Tuhan menginginkan kemudahan bagi manusia, bukan kesulitan, mengajarkan rahmat dan salam, bukan teror dan perang. Maka dari itu Islam sangat mendukung tindakan pemerintah Negara Republik Indonesia yang menginstruksikan kepada Polri dan TNI untuk meningkatkan keseriusan dalam upaya menumpas para teroris tersebut.

B. RUMUSAN MASALAH.

Dari uraian yang telah disebutkan pada latar belakang penulisan ini, maka dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana kasus hukum berkenaan teroris dapat muncul di Indonesia?

2. Bagaimana upaya yang harus dilakukan untuk menekan kasus teroris di Indonesia?

C. PENDEKATAN HISTORIS.

Kata Terorisme berasal dari Bahasa Perancis le terreur yang semula dipergunakan untuk menyebut tindakan pemerintah hasil Revolusi Perancis yang mempergunakan kekerasan secara brutal dan berlebihan dengan cara memenggal 40.000 orang yang dituduh melakukan kegiatan anti pemerintah. Selanjutnya kata Terorisme dipergunakan untuk menyebut gerakan kekerasan anti pemerintah di Rusia. Dengan demikian kata Terorisme sejak awal dipergunakan untuk menyebut tindakan kekerasan oleh pemerintah maupun kegiatan yang anti pemerintah.

Terorisme di Indonesia muncul pada 28 maret 1981, Sebuah penerbangan maskapai Garuda Indonesia dari Palembang ke Medan pada Penerbangan dengan pesawat DC-9 Woyla

(5)

berangkat dari Jakarta pada pukul 8 pagi, transit di Palembang, dan akan terbang ke Medan dengan perkiraan sampai pada pukul 10.55. Dalam penerbangan, pesawat tersebut dibajak oleh 5 orang teroris yang menyamar sebagai penumpang. Mereka bersenjata senapan mesin dan granat, dan mengaku sebagai anggota Komando Jihad; 1 kru pesawat tewas; 1 tentara komando tewas; 3 teroris tewas. Pada tahun 2000, Bom di Kedubes Filippina, 1 Agustus 2000. Bom meledak dari sebuah mobil

pada akhir abad 19 dan menjelang terjadinya Perang Dunia-I, terjadi hampir di seluruh belahan dunia. Pada pertengahan abad ke-19, Terorisme mulai banyak dilakukan di Eropa Barat, Rusia dan Amerika. Mereka percaya bahwa Terorisme adalah cara yang paling efektif untuk melakukan revolusi politik maupun sosial, dengan cara membunuh orang-orang yang berpengaruh. Sejarah mencatat pada tahun 1890-an aksi terorisme Armenia melawan pemerintah Turki, yang berakhir dengan bencana pembunuhan masal terhadap warga Armenia pada Perang Dunia I. Pada dekade tersebut, aksi Terorisme diidentikkan sebagai bagian dari gerakan sayap kiri yang berbasiskan ideologi.

D. PENDEKATAN SOSIOLOGIS.

Masyarakat merupakan organisme hidup. Hal ini dikemukakan oleh Auguste Comte, Max Weber, Emile Durkheim. Menurut Weber (Giddens 1985 : 184-185), masyarkat merupakan suatu sistem unsur-unsur yang saling bergantung satu dengan yang lain. Fungsionalisme struktural bermanfaat untuk menganalisis struktut masyarkat tertentu.

Herbert Spencer berpendapat bahwa (1) Masyarakat atau organisme hidup mengalami pertumbuhan (2) struktur tubuh sosial maupun organisme hidup mengalami pertumbuhan pula, sehingga semakin besar struktur sosial semakin banyak bagiannya. (3) bagian-bagian itu saling berkait dan merupakan struktur mikro yang dapat dipelajari secara terpisah. Durkheim memandang masyarakat sebagai keseluruhan organisme yang mempunyai realitas sendiri. Keseluruhan itu memiliki fungsi tertentu yang harus dipenuhi oleh bagian-bagian anggotanya, agar keadaan tetap normal dan langgeng.

Konflik yang sering terjadi di berbagai daerah di Indonesia berakibat sangat merugikan kehidupan bangsa Indonesia yang menyebabkan kemunduran peradaban yang pada akhirnya Indonesia akan dapat menjadi tempat subur berkembangnya terorisme baik yang dilakukan orang Indonesia sendiri maupun orang asing. Seperti tragedi pembantaian muslim di Poso, dimana saat itu pelaku bom Bali 1 diantaranya : Imam Samudra, Amrozi, Ali Imron,

(6)

Umar Patek, Mukhlas ikut menyaksikan dan membantu muslim tertindas disana. Seperti kita ketahui ada beberapa pendukung aksi terorisme. Diantaranya elit penguasa, pengusaha, perorangan. Struktur dalam teroris terdiri dari ketua aksi, perekrut bomber, perakit bom, penyandang dana, bomber, penyedia transportasi. Elemen-elemen itu saling bekerja sama mendukung suatu aksi rencana terorisme. Jika salah satu elemen tidak berfungsi, dapat saja rencana aksi pengeboman akan tertunda atau bahkan gagal total. Demikian pula media bahan peledak sangat mempengaruhi tingkat kerusakan yang dapat ditimbulkan. Seperti bom mobil dengan bom ransel tentu berbeda efek korban dan kerusakan yang dihasilkannya. Ledakan dari sebuah mobil yang berisi muatan bom tentu saja lebih berakibat fatal daripada bom ransel. Pendukung aksi teroris tentu mengapresiasi ledakan yang berasal dari mobil yang dipenuhi oleh bahan peledak dan sebaliknya.

E. PENDEKATAN YURIDIS.

Pembentukan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme di Indonesia, merupakan kebijakan dan langkah antisipatif yang bersifat proaktif yang di landaskan kepada kehati-hatian dan bersifat jangka panjang, karena masyarakat Indonesia adalah masyarakat multi etnik dan mendiami ratusan ribu pulau yang tersebar di seluruh wilayah nusantara, letaknya ada yang berbatasan dengan negara lain dan oleh karenanya seluruh komponen bangsa Indonesia berkewajiban memelihara dan meningkatkan kewaspadaan akan adanya segala bentuk kegiatan tindak pidana terorisme, disamping itu konflik yang sering terjadi di berbagai daerah di Indonesia berakibat sangat merugikan kehidupan bangsa Indonesia yang menyebabkan kemunduran peradaban yang pada akhirnya Indonesia akan dapat menjadi tempat subur berkembangnya terorisme baik yang dilakukan orang Indonesia sendiri maupun orang asing.

Materi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 terdiri dari 47 (empat puluh tujuh) pasal yang antara lain mengatur masalah ketentuan umum, lingkup berlakunya, kualifikasi tindak pidana terorisme, tindak pidana yang berkaitan dengan terorisme di sidang pengadilan, kompensasi, restitusi dan rehabilitasi serta kerjasama internasional.

Ditinjau dari optik yuridis, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 mempunyai kekhususan meliputi :

1. Sebagai ketentuan payung terhadap peraturan perundang-undangan lainnya yang berkaitan dengan pemberantasan tindak pidana terorisme juga bersifat ketentuan khusus yang

(7)

diperkuat sanksi pidana dan sekaligus koordinatif dan berfungsi memperkuat ketentuan peraturan perundangundangan.

2. Adanya perlindungan terhadap hak asasi tersangka atau terdakwa yang disebut “ safe guarding rules ”

3. Adanya pengecualian bahwa tindak pidana terorisme dikecualikan dari tindak pidana politik atau tindak pidana yang bermotif politik atau tindak pidana yang bertujuan politik sehingga pemberantasannya dalam wadah kerja sama bilateral dan multilateral dapat dilaksanakan lebih efektif.

4. Ketentuan undang-undang ini memberi kemungkinan presiden membentuk satuan tugas anti teror dengan berlandaskan prinsip transparansi dan akuntabilitas publik.

5. Adaanya kualifikasi pendanaan untuk kegiatan terorisme sebagai tindak pidana terorisme. 6. Dikenal, diakui dan dipertahankannya ancaman sanksi pidana dengan minimum khusus

(8)

BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN DAN SEJARAH TERORISME.

Definisi terorisme sampai dengan saat ini masih menjadi perdebatan meskipun sudah ada ahli yang merumuskan dan juga di rumuskan dalam suatu perundang-undangan. Masing-masing negara mendefinisikan teroris menurut hukum nasionalnya untuk mengatur, mencegah, dan menanggulangi terorisme.

Kata Terorisme berasal dari Bahasa Perancis le terreur yang semula dipergunakan untuk menyebut tindakan pemerintah hasil Revolusi Perancis yang mempergunakan kekerasan secara brutal dan berlebihan dengan cara memenggal 40.000 orang yang dituduh melakukan kegiatan anti pemerintah. Selanjutnya kata Terorisme dipergunakan untuk menyebut gerakan kekerasan anti pemerintah di Rusia. Dengan demikian kata Terorisme sejak awal dipergunakan untuk menyebut tindakan kekerasan oleh pemerintah maupun kegiatan yang anti pemerintah.

Terorisme muncul pada akhir abad 19 dan menjelang terjadinya Perang Dunia-I, terjadi hampir di seluruh belahan dunia. Pada pertengahan abad ke-19, Terorisme mulai banyak dilakukan di Eropa Barat, Rusia dan Amerika. Mereka percaya bahwa Terorisme adalah cara yang paling efektif untuk melakukan revolusi politik maupun sosial, dengan cara membunuh orang-orang yang berpengaruh. Sejarah mencatat pada tahun 1890-an aksi terorisme Armenia melawan pemerintah Turki, yang berakhir dengan bencana pembunuhan masal terhadap warga Armenia pada Perang Dunia I. Pada dekade tersebut, aksi Terorisme diidentikkan sebagai bagian dari gerakan sayap kiri yang berbasiskan ideologi.

B.

PENYEBAB GERAKAN TERORISME.

berkembangnya faham yang memilih cara-cara kekerasan, terjadinya kekerasan komunal seperti di Ambon dan Poso, serta munculnya beberapa kelompok radikal yang memilih cara kekerasan yang memiliki jaringan nasional, regional, dan global.Misalnya, dengan melihat kekerasan komunal bertameng agama di sejumlah daerah dan munculnya aksi-aksi terorisme yang bersifat transnasional.

Laporan resmi polisi menyebutkan para pelaku sejumlah tindakan terorisme memiliki sejarah dalam gerakan bersenjata di Afganistan, berhubungan dengan aneka gerakan bersenjata di Filipina, dan ambil bagian dalam kekerasan di Ambon dan Poso. Dengan

(9)

pendekatan yang berlainan dengan apa yang disebut pendekatan religious violence industry dan analisis aktor oleh terrorism experts, pemerintah lebih menekankan pada konteks historis dan sosiologis dari berbagai kekerasan itu. Bagaimanapun, munculnya tindakan teror dan kekerasan komunal di Indonesia penting dilihat dari sisi warisan politik masa lalu dan kegagalan konsolidasi demokrasi. Politik yang terbuka berjalan seiring hukum yang bobrok, rendahnya penghormatan HAM, korupsi yang merajalela, dan pemerintah yang bangkrut dan terpecah-belah, serta rumitnya problem sosial ekonomi. Semua masalah ini berakar dalam tubuh pemerintah.

Semula, saat Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) memimpin bangsa dari hasil pemilihan langsung dan demokratis, masyarakat berharap sosok segar ini bisa menciptakan perubahan bangsa. Tapi sayang, begitu naik, yang terjadi justru mengecewakan rakyat. Puncaknya ketika SBY melangsungkan pesta perkawinan anaknya di Istana Bogor, dengan dana yang dilansir media sekitar 5 miliar rupiah. Sungguh, itu sangat menyakitkan hati rakyat. Terlebih saat itu rakyat tengah banyak mengalami kesusahan.

C. SOLUSI YANG DITAWARKAN

Sebagai ilustrasi, jika kita perhatikan perilaku para teroris salah satu faktornya adalah karena terdorong oleh cara berfikir dan perasaaan benci mereka (baca: teroris) terhadap pemimpin negeri ini. Bagi mereka, pemimpin negeri yang tidak amanah, wajib dibunuh dan salah satu cara yang mereka gunakan adalah aksi teror bom.

Oleh karena itu, sudah saatnya pemerintah mengembangkan perang melawan terorisme dari pendekatan yang terfokus di masyarakat ke pendekatan yang terpusat di dalam tubuh sendiri. Sebagai contoh, di daerah konflik, dana pemerintah yang hilang melalui korupsi pejabat dan pengusaha yang menyandarkan diri ke sumber pembiayaan pemerintah mengalir melalui berbagai jalan untuk membiayai kekerasan. Di sini, tindak kekerasan terorisme harus dijelaskan sebagai buah kombinasi antara pejabat yang korup, pengusaha yang mencari untung, dan pelaku teror dengan beragam motif.

Hal itu karena kegagalan aparat keamanan bertahun-tahun mengakhiri teror dan kekerasan komunal bukan saja berasal dari ketidakmampuan menghentikan kekerasan, tetapi lebih karena terpecah-belahnya kepentingan dalam tubuh pemerintah. Bahkan, sudah bukan rahasia lagi kelahiran sejumlah kelompok sipil bersenjata berbendera agama dan suku di Indonesia justru terkait faksi-faksi yang terlibat dalam perebutan kekuasaan. Begitu juga, jatuhnya senjata api dan amunisi ke tangan sipil, bukan saja karena merajalelanya pasar gelap

(10)

yang melintasi tapal batas negara-negara di Asia Tenggara, tetapi juga bersumber dari stockpile milik aparat keamanan.

C.1 JUJUR

Presiden harus memberikan keteladanan untuk rakyat, fokus mensejahterakan rakyat, tidak menebar citra, dan memiliki senjata ampuh : Turba (turun ke bawah) dan Sidak (Inspeksi Mendadak). Tindakan ini perlu agar para bawahan (menteri, gubernur, walikota, bupati, camat, lurah, kepala desa) dapat bekerja secara sungguh-sungguh. Dengan mengontrol langsung ke bawah, seperti ke pasar, mengontrol kebersihan umum, jalan rusak. Presiden akan mengetahui kejujuran seluruh aparat dan warganya. Hingga hasilnya, rakyat dapat menilai bahwa sungguh beruntung bangsa ini memiliki seorang pemimpin yang sederhana, adil, amanat, jujur, disiplin.

Presiden juga harus hadir ke persidangan untuk memantau kerapihan dan kejujuran pekerjaan peradilan, yang sering suka memolorkan waktu atau menelantarkan kasus. Rakyat pun merasa puas dengan keadilan dan kejujuran yang dilaksanakan aparat pemerintah.

Secara tidak langsung, Presiden dan para pejabat telah memberikan buah kesejukan untuk rakyatnya. Teroris pun yang berencana melakukan tindakan pengeboman akan berpikir kembali sebab bangsa Indonesia memiliki pemimpin yang sidiq, amanat, fatonah.

C.2 DISIPLIN

Maju-mundurnya sebuah negara, salah satu faktornya ditentukan oleh pemimpinnya. Tanpa kedisiplinan pemimpin, pengelolaan negara akan amburadul, karena selalu dipenuhi lawan sikap disiplin, yaitu korupsi. Dan teladan untuk maju, harus dimulai dari pemimpin yang disiplin, bebas dari korupsi dalam bentuk apapun.

Presiden akan disiplin terhadap segala hal dan aspek, serta tidak akan melakukan korupsi apapun, khususnya korupsi waktu. Karena, tradisi “jam karet” sudah sangat rekat dan biasa dengan budaya bangsa Indonesia, dan sudah sampai pada tahap membahayakan negara. Padahal, tidak ada negara maju di dunia ini yang masyarakatnya tidak displin terhadap waktu. Karena, tidak disiplin terhadap waktu, termasuk bagian korupsi yang hampir setara dengan korupsi uang. Dan korupsi dalam bentuk apapun, pasti akan menghambat kemajuan suatu bangsa.

(11)

C.3 BERTANGGUNG JAWAB.

Bertanggungjwab terhadap jabatan, berarti berkomitmen nyata menuntaskan masalah sampai ke akar-akarnya. Dalam kasus jebolnya Situ Gintung beberapa bulan lalu (27 Maret 2009), terlihat lemahnya pemimpin yang engan bertanggungjawab. Mereka saling tuding dan melempar masalah. Presiden akan tegas bersikap terhadap bawahannya yang suka menolak tanggungjawab.

Ketika sebuah sekolah ambruk. Presiden harus mengecek sendiri dan menggali sebab mengapa sekolah itu ambruk. Apakah karena ketiadaan anggaran? Jika anggaran sudah ada, mengapa belum diterima? Kalau ada yang salah, pecat saja, ganti dengan yang lebih baik dan bertanggujawab.

Presiden juga akan bertanggungjawab terhadap anggaran negara agar tidak diboroskan. Ia akan melakukan penghematan di segala bidang. Demi penghematan anggaran, misalnya, Presiden akan menyatukan duta besar-duta besar yang saat ini banyak bertebaran di seantero dunia, tanpa jelas keuntungannya bagi negara.

C.4 KESATRIA

S

ifat kesatria, menjadi sifat utama yang harus dimiliki “Presiden Gila”. Karena sikap ini membutuhkan keberanian dan kebesaran hati. Jika berbuat tidak sesuai wewenang atau menyalahgunakannya, ia rela memilih mengundurkan diri. Seperti satrianya para pemimpin Jepang yang mau mengundurkan diri karena malu kedapatan berbuat tidak sesuai wewenang atau menyalahgunakan kekuasaan. Termasuk dalam kategori ini, malu untuk memakai fasilitas negara demi urusan pribadi atau pribadi.

Banyak hal bisa dipelajari dari tradisi kesatriaan masyarakat Jepang dan Korea Selatan. Di Jepang, ada tradisi harakiri, yaitu “sadar diri” seseorang untuk menanggung beban rasa malu dirinya atas sebuah kegagalan dengan kerelaan membunuh dirinya sendiri. Di Korea Selatan, tradisi malu sudah sangat lumrah. Beberapa waktu lalu, Menteri Perhubungan negara itu dengan satria mengundurkan diri karena terjadi tabrakan kereta api yang merupakan tanggungjawabnya untuk dicegah.

Di Jepang, ada tradisi harakiri, yaitu “sadar diri” seseorang untuk menanggung beban rasa malu dirinya atas sebuah kegagalan dengan kerelaan membunuh dirinya sendiri. Di Korea Selatan, tradisi malu sudah sangat lumrah. Beberapa waktu lalu, Menteri Perhubungan negara itu dengan satria mengundurkan diri karena terjadi tabrakan kereta api yang merupakan tanggungjawabnya untuk dicegah. Adakah pemimpin semacam ini di negara kita?

(12)

Jangankan untuk mengundurkan diri, mengakui dirinya keliru mengeluarkan kebijakan saja nyaris tak pernah ada yang mau. Karenanya, harus ada Presiden yang kelak akan melahirkan para pemimpin di bawahnya yang juga mau mengakui kesalahan.

(13)

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Penyebab utama munculnya kasus hukum teroris di Indonesia yakni : Pertama, masyarakat Indonesia adalah masyarakat multi etnik dengan beragam agama resmi yang diakui pemerintah dan mendiami belasan ribu pulau yang tersebar di seluruh wilayah nusantara serta ada yang letaknya berbatasan dengan negara lain. Kedua, dengan karakteristik masyarakat Indonesia tersebut seluruh komponen bangsa Indonesia berkewajiban memelihara dan meningkatkan kewaspadaan menghadapi segala bentuk kegiatan yang merupakan tindak pidana terorisme yang bersifat internasional. Ketiga, konflik-konflik yang terjadi akhir-akhir ini sangat merugikan kehidupan berbangsa dan bernegara serta merupakan kemunduran peradaban dan dapat dijadikan tempat yang subur berkembangnya tindak pidana terorisme yang bersifat internasional baik yang dilakukan oleh warga negara Indonesia maupun yang dilakukan oleh orang asing.

Di tinjau dari aspek sosiologi bahwa didalam setiap masyarakat terdapat kekuatan-kekuatan sosial yang dapat berfungsi sebagai alat untuk mencapai suatu tujuan. Tujuan dimaksud dapat bersifat baik dan tidak baik bagi masyarakat. Kasus teroris ini sangat penting untuk diperhatikan, karena kasus ini menggunakan kekuatan sosial yang dapat merugikan negara dan masyarakat. Kekuatan sosial yang mendukung aksi terorisme ini yaitu kekuatan uang dan kekuatan teknologi baru. Kedua kekuatan ini saling berpengaruh satu sama lain. Dengan kekuatan uang, dapat mendukung kekuatan teknologi, demikian pula sebaliknya.

B. SARAN

1. Peran serta masyarakat hendaknya dilibatkan, hal ini mengingat sulitnya upaya mendeteksi kejahatan terorisme dan di dalam kenyataannya pihak Kepolisian memasang gambar-gambar atau foto tokoh-tokoh teroris yang dicari dengan meminta bantuan masyarakat.

2. Kerjasama Internasional dalam rangka pencegahan dan pemberantasan tindak pidanaterorisme, yang dilakukan pemerintah dengan negara lain baik di bidang intelijen, kerjasama teknis maupun aparat kepolisian yang berkaitan dengan tindak pidana terorisme, hendaknya dijelaskan dan diatur dengan terbuka sehingga masyarakat dapat

(14)

mengetahui dan tidak menimbulkan rasa curiga adanya campur tangan pihak asing terhadap aparat hukum Negara Indonesia.

C. DAFTAR PUSTAKA

www.wikipedia.com/teroris

, tanggal akses : 22 Oktober 2011

Indarwati, Vivi. 2009, Menanti Presiden Gila, PT.Prenhalindo, Jakarta

Weber, Gidens, 1985, Ilmu Sosiologi, Terjemahan II, PT. Prenhalindo, Jakarta. Muladi, Sistem Peradilan Pidana, Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 1945.

Demokratisasi Hak Asasi Manusia Dan Reformasi Hukum di Indonesia, The Habibie Centre,

Referensi

Dokumen terkait

Uji gain dilakukan dalam peneltian ini yaitu agar dapat mengetahui perbedaan yang signifikan kemampuan menyimak cerpen antara sebelum dan sesudah menggunakan model

One of the responsibilities that teachers should take is to ensure that the learners can acquire different aspects of vocabulary knowledge through textbooks. In

SOFI HANS HAMDAN : Pengaruh Curah Hujan dan Hari Hujan Terhadap Produksi Kelapa Sawit Berumur 7, 10, dan 13 Tahun di PTPN III Kebun Huta Padang Kabupaten Asahan, yang

Refleksi pada siklus I bertujuan untuk mengetahui kekurangan saat proses pembelajaran yang dilakukan guru pada siklus I, untuk dilakukan perbaikan pada siklus II

Pendamping Desa di Desa Pugung Raharjo sudah terselenggara dengan baik, berbagai program kerja seperti Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) dan

Sehubungan dengan tidak adanya peserta yang lulus evaluasi teknis pada pelaksanaan pengadaan pekerjaan Pembangunan Pembangkit Listrik Surya (PLTS) Terpusat di Provinsi Aceh

Selain dipasarkan di dalam negeri, EDC juga akan diekspor untuk memenuhi kebutuhan EDC dunia yang juga terus meningkat. Target pemasaran adalah negara-negara pengimpor

Demikian pula halnya dengan mayoritas penduduk di Kabupaten Kotawaringin Timur, dimana sekitar 71% penduduknya berada di daerah pedesaan, dengan sektor pertanian