Filr+cv
fi$ rnoc ff*, vol,. Jt, Nro.
i, tsss
Eb,
t2l
Variasi
tekanan
oksigen
dalam
penumbuhan
kristal
tunggal
superkonduktor
BizSrzGaCueOa*o
dan pengaruhnya
D a r m i n t o l ' ' ,
A . A . N u g r o h o l ' t ,
A . R u s y d i l ,
A . A . M e n o v s k y t ,
d a n W . L o e k s m a n t o l
' ,lurusan Fisika lTB, Jl. Ganesa 10, Bandung 40132, Telp. (022) 2512672, Fax. (022) 2506452 2 Jurusan Fisika FMIPA tTS, Sukolito,
Surabaya 601 | 1 " 3Van der Waats-Zeeman Institute, lJniversity ol Amsterdant,
Valckeniersiraat 65, IAIBXE Amsterdam. The Netherlands
M a s u k : 2 6 A g L r s l u s 1 9 9 9 ; r e v i s i r n a s u k : 2 3 F e b r u a r i 2 0 0 0 ; d i t e r i r n a : 9 l \ / a r e t 2 0 0 0
Sari
Dalam tulisan ini disajikan hasil pembuatan kristrl tunggal bahan supcrkoncluktor IlirlSr2CaCu2Os*6 dengan metode travelling soh,ent tloating zone (TSFZ) dalam atmosfer yang ben'ariasi, yaitu dalam udara dan dalam oksigen (O2) 1 bar clan 2,5 bar. Variasi kadar
oksigen yang terjadi dalam kristal sebagai akibat variasi atmosl'cr tclah menyebabkan pcrbedeLan komposisi molar dalam kristal yang terbentuk dan pembentukan lasa takmurnian. I{asil karaktcrisasi menuniukkan bahwa meningkatnya kadar oksigen dalam kristal yang benangkutan menurunkan suhu kritis ('I'") clan parameter anisotropi ('y). Pcnurunan anisotropi selanjutnya memperbesar medan puncak kedua (l{20) dan menggeser garis takreversibcl (11".) ke iuah suhu dan mcdan magnet yanB lebih tinggi dalam diagram tasa H-T, yang menunjukkan pcningkatan e[ek pinning vorteks sebagai akibat pcningkatan kadar dopan oksigcn.
Katakwrci: klistal tunggal, superkonduktor, doping oksigen, anisolropi, sifat magnctik, clekpinning.
Abstract
Variation ol oxygen prcssuro in growing llizSr:CaCuzOsa5 singlc crystal supcrconductors and its cfl'ects This paper prescnts thc rcsulls of growing Bi2Sr2CaCu2Os*s single crystal superconductors by means of travelling solvcnt floating zone (TSIZ) method in various atmosphcres, namely in air and in oxygcn (O2) of I and 2.5 bar. Variations of oxygen contents duc to different atmosphcrcs in the growing process lcad kr a varicty of molar compositions ol the as-grown crystals as well as tbrmation of impurity phases. It is fttund liom thc rcsult of samplc chamcterization that thc incrcase ol oxygen content in thc crystal lowers its critical temperature ('l'.) and anisotropy (1). llurther the lowering oI anisolropy incrcases the second peak field (H2o) ancl causes a shift of the ineversibility line (II*) to thc higher temperdturc ancl magnetic licld in the tI-I'phase diagram, signifying the enhancement of vortex pinning clTect due to incrcasing conccntration of oxygcn dopant.
Keywords; sitigle crystal, superconduclors, ox!ten dopirtg,, iltisotropy, magnetic pntperties, piruting e.ffect.
L Pendahuluan
Bahan superkonduktor suhu kritis tinggi (SKST) umumnya rnernpunyai struktur yang berlapis sehingga bersifat aniso[opis. Kajian sifat fisis intrinsik dari bahan yang anisotropis rnemedukan sampcl kistal tunggal yang "bersih", bebas dari cacat struk[ur. fasa takrnurnian, dan efek batas butir. Karena itu, sintesis dan penurnbuh-an kistal senyala SKST telah dilakukan sccara intcnsif di berbagai laboratorium negara maju scjak tahun 1987. Sintesis sampel kristalin Bi-Sr-Ca-Cu-O (BSCCO) dalarn bentuk bullc sejauh ini lebih banyak ditempuh melalui metode pendinginan lambat dan digunakannya "pclamt" pada suhu ttnggi (fltu), baik bcrupa self-flwr U.ZJ maupun NaCl [3] dan KCI [4-6]. Sarnpel yang dihasilkan melalui metode torsebur umurnnya bcrupa polikristal atau
nrikokristal dengan butiran yang berukuran puluhan hingga ranrsan mikromeEr dan berbentuk lempengan tipis, yang disertai oleh sejumlah.faia impuritas t7l. Di pihak lain, penumbuhan kistal dengan metode travelling solvent floating zone (TSFZ) dapat menghasilkan kristal yang berukuran lebih besar dan relatif lebih bersih dari pada fasa takmurnian [8]. Dengan rnenggunakan metode ini dapat pula diperoleh sampel kristal tunggal yang dibc.ri dopan tertentu untuk mempengaruhi derajat ketertiban (order\ dan isotropi dari kristal bersangkutan. Dcngan dcrnikian dapat dikaji efek derajat ketertiban dan isotropi pada sifat magnetik bahan, yang sejauh ini belum selesai dikaji secara tuntas.
Untuk nrenrastikan kajian tersebut di atas telah dilakukan eksperimen penumbuhan kistal bahan superkonduktor
t22
B izSrzCaCuzO
s* (B SCCO-2212)
dengan
menggrrnakan
metode
TSFZ untuk memperoleh
sampel dengan
kadar
oksigen yang bervariasi" Berbeda dengan teknik
penumbuhan
kistal BSCCO-2212
pada umumnya
yang
memisahkan
proses
pengaturan
kadar oksigen
dari proses
penumbuhannya,
maka dalam ekperimen sintesis ini
kandungan
oksigen (E) dalam senyawa dikendalikan
sekaligus dalam proses penurnbuhannya
dengan
mengatur tekanan oksigen dalam ruang pertumbuhan
kristal. Dengan
teknik ini, kadar oksigen kristal yang
dihasilkan
dapat diatur tanpa
perlakuan
tambahan
setelah
terbentuknya
kristal (penganilan
akhir), dan sampel
yang
dihasilkan
dapat terhindar
dari kemungkinan
kerusakan
yang terjadi pada permukaan
kristal. Selanjutnya,
unmk
mengkaji el-ek variasi atmosfer dalam proses
penumbuhan
tersebut
telah
dilakukan
karakterisasi
kistal
BSCCO-2212 rnelalui pengukrran dan analisis
difraktogram
XRD, kurva lransisi resistif p(T), serta
kurva histerisisnya
(M-H). Hasilnya dibandingkan
dengan kristal serupa yang ditumbuhkan
melalui cara
"standar"
dalam
udara
dengan
penganilan
akhir.
2
Metode eksperimen
Untuk penumbuhan
kristal tunggal
dalam
eksperimen
ini
digunakan
metode
TSFZ yang dilengkapi pengendalian
tekanan
parsial
qksigen.
Bahan
umpan (feed) dn pelarut
untuk penumbuhan kristal tunggal masing-masing
berkomposisi awal
Bi2,e5Sr1,esCa1Cu2O"
dan
Bi2,6Sr1,eCaCu3,6O'
Bahan
dasar
yang
berbentuk
senyawa
oksida (BizO3),
karbonat
(SrCO3,
CaCOr), dan logam
murni (Cu) dicarnpurkan secara basah dengan
menggunakan
HNO3 657o). Proses kalsinasi pada
campuran
bahan
serbuk
yang telah dikeringkan
dilakukan
pada suhu 810"C selama
20 jam. Serbuk
bahan
umpan
dimasukkan
ke dalam selubung
karet dan dicetak
menjadi
batang silinder berukuran garis tengah 6-8 mm dan
panjang
8-10 cm dengan
tekanan
hidrostatik
mencapai
3
kbar. Proses
penyinteran
dilakukan
dalam tungku tabung
(tubular furnace) pada suhu 840'C selama 40 jam,
dengan batang umpan yang digantung
dan digerakkan
secara
vertikal sambil berputar
perlahan
(30 rpm), agar
pemanasan
berlangsung
merata. Sementara
itu, serbuk
bahan pelarut dalam benmk pelat silidcr tipis bergaris
tengah 8 mm dan tebal 2 mm disiapkan dengan
penyinteran
pada suhu 840"C selama
40 jam.
Proses penumbuhan
kistal berlangsung
dalan optical
floating zone
furnace buatan
Crystal Systerns
Inc., yang
dilengkapi
dengan
4 buah cennin elipsoida dan 4 buah
lampu halogen masing-ma.sing
dengan daya 350 W.
Bahan
umpan,
benih (seed)
dan pelarut diletakkan
dalam
tabung kuarsa dengan susunan vertikal. Tepatnya,
lempengan
bahan
pelarut (< 0,5 gram) diletakkan
di atas
benih dan batang umpan menggantung
di atasnya.
Sebagai
benih digunikan kristal tunggal BSCCO-2212
sepanjang
I cm. Bahan benih dan batang
umpan
masing-PRoC. ITB, \/OL. .Jl. NO.3. 1999
masing diputar 30 rprn dan 28 rpm dalarn arah yang
berlawanan.
Laju pertumbuhan
kristal yang dicapai
dalam proses ini adalah 0,25 mm/jam. Selama proses
penumbuhan berlangsung, pengaturan daya lampu
berkisar
sekitar 120-150
W. Untuk meningkatkan
rapat
massa
bahan
umpan
agar menghasilkan
zona cair yang
stabil selama
proses
penumbuhan
kistal, terlebih dahulu
batang umpan diberi perlakuan fast-scanning
(penunrbuhan
kistal dengan
laju tinggi dan tanpa bahan
pelarut)
pada suhu lelchnya
dengan
laju 60rnnr/jarn.
Untuk mengatur
kandungan
oksigen
kistal, penunbuhan
dilakukan dalarn atmosfer
yang bervariasi,
yaitu dalarn
udara (Oz 0,2 bar), dan dalam gas oksigen (Oz)
bertekanan
I dan 2,5 bar. Kestabilan
proses
pcrtumbuhan
yang terbzuk dicapai dalam eksperimen dengan
lingkungan udara, dan kestabilan menunln dengan
bertambahnya
kadar oksigen yang digunakan. Untuk
selanjutnya,
kristal yang ditumbuhkannya
berturut-turut
diberi simbol B-02, B-10 dan B-25 sesuai densan
tekanan
oksigen.
Kornposisi akhir kristal yang diperoleh diukur dengan
spektrometri ICP
(inductively-coupled plasma'\,
sedangkan
kekristalannya
diukur dengan difraktometer
sinar-X (XRD) dan karnera Laue. Untuk pengukuran
resistivitas,
kristal dipotong menurut.
ukuran 4xlx0,l
mm' dan diberi pasta emas sebagai
kontak listriknya.
Resistivita.s
sebagai
fungsi suhu, p(T), diukur dengan
menggunakan
perangkat pengukuran
yang dilengkapi
sistem
pendingin
CTl-Cryogenic
yang dapat menjangkau
suhu tercndah
l0 K. Pengukuran
kurva histcrisis
(M-H)
dilakukan pada sampel berukuran 1,5 x I x 0, I mrnr
dengan
magnetometer
SQUID Quantum
Design
MPMS-5. Dalam eksperimen
pengukuran
ini, mcdan magnet
diarahkan
sejajar
sumbu
c kristal.
3
Hasil dan pembahasan
Salah
satu
batang
kristal yang telah ditumbuhkan
(B-02)
dan sampel yang diperoleh dari sayatan (cleaving)
ditunjukkan dalarn Gambar L Dari pengamatan
menggunakan mikroskop terpolarisasi (polaized
nicroscope), diperoleh kristal dengan butiran tunggal
(singte
grain) maksimum
berukuran
10 x 5 x 0,5 mm3.
Sumbu
c kristal berarah
tegak lums pada bidang
lempeng
kistal (tegak
lurus bidang
kertas
pada
Gambar
lb).
Hasil analisis
komposisi
kistal dengan
spektrometri
ICP
menunjukkan
bahwa kandungan
kation dalam
masing-masing kristal cukup bervariasi, meskipun digunakan
kistal benih, komposisi
awal bahan umpan,
dan pelarut
yang sama. Dapat dilihat pada Tabel I bahwa kadar
kation Sr menunjukkan
variasi yang paling menonjol
(-7,5Vo)
di antara ketiga kristal daripada
variasi kation
lainnya (<ZVo).
Kadar kation Sr tampak paling rendah
PROC. rTB, vOt,. 3t,NO. 3, 1999
€
1 c m b
Gambar 1 a. Batang Kristal B-02 hasil penumbuhan dengan TSFZ, tanda panah menunjukkan awal (kiri) dan akhir (kanan) pertumbuhan kristal, b)..Kristal setelah dipotcrng dan disayat dari batang. Seliap serpih kristal mengandung beberapa butiran lunggal.
Berdasarkan analisis slnrktur kristal pada tlitiaktogram XRD dalarn Garnbar 2a-c didapat hasil bahwa tctapan kisi c untrrk kristal B-10 bcrnilai paling kecil, bcrscsuaran dengan kadar Sr dalarn kristal ini. Ini bcrarti bahwa kekosongan titik kisi yang schanlsnya tlitcrnpati atorn Sr telah mcrnpcrpcndck ukuran kisinya. Di pihak lain, meskipun ka-ndungan Sr lcbih kccil, tctapan kisi c pada kistal B-25 lcbih bcsar daripada kristal B-02. Penyimpangan ini discbabkan olch laktor kadar oksigen yang lebih tinggi. Atorn O yang jumlahnya lcbih banyak pada kistal B-25 diduga rncncrnpati titik-titik di
ri 00 A i)a 2 ( n 0 o 5 1 0 1 5 ) 0 . 1 5 31 3 5 4 0 4 5 5 r ) 5 5 5 0
20 (der)
Gambar2 Speklrum XRD unluk kristal : a) B-02, b) B-10, c) B-25. d) Pola hamburan balik Laue dari krislal B-02.
Penjelasan diberikan dalam teks.
723
10ocr BOJ o 0) a (J c q) c 200 o o = 1 { m 6 ' " -oTabel 1 Komposisi kation dan tetapan kisi berstruktur tetragonal dari kristal yang ditumbuhkan. Krlstal
Atmosfer
Komposlsl katlon Tetapan klsl a (A) Tetapan klsl c (A)B-02 B - 1 0 B-25 Udara Oz 1 bar O z 2 , 5 b a r Biz,roSrz osCao,eeCuz Biz, r zSrr,seCao,ggCuz Biz, r gSrr,gzCar,ooCuz 5 , 4 7 t 0 , 0 1 5 , 4 6 t 0 , 0 1 5 , 4 7 t 0 , 0 1 3 0 , 9 2 t 0 , 0 1 3 0 , 8 5 t 0 , 0 3 3 0 , 9 7 r 0 , 0 2
J*r**fuwhln"r'n^7
i* x*r* [- i"r*.*r r*124
sepanjang rusuk kisi, yang memperbesar tetapan kisi dalam arah c. Dalam uraian selanjutnya akan dibahas kandungan oksigen pada kristal-kristal yang bersangkutan meskipun nilai kuantitatifnya tidak dapat ditcntukan dalam cksperirnen ini.
Berdasarkan difraktogram XRD yang ditunjukkan oleh Gambar 2a-c, urnumnya puncak difraksi muncul sangat tajam dan hanya bersesuaian untuk bidang kistal yang berindeks 001 (L = genap) bagi senyawa BSCCO-2212. Selain menunjukkan bahwa sumbu c' kristal berarah tegak lurus bidang sarnpel, difraktogram XRD tersebut mengungkapkan bahwa kekristalan dalarn sampel cukup tinggi. Pada Garnbar la terlihat bahwa kristal B-02 cukup bersih dari fasa takmurnian, dan bila puncak larn yang jauh lcbih kecil intcnsitasnya diperhitungkan, maka kehadiran takmurnian terscbut kurang dari l7o. Berbeda dengan kristal B-02, dan seiring dengan peningkatan kadar oh,sigen dalarn proses penumbuhannya, terlihat adanya pcrtumbuhan fasa takrnurnian dalarn kristal B-10 dan B-25, sebagairnana ditunjukkan oleh kehadiran puncak difraksi (tanda panah) baru dalam Gambar 2b dan 2c. Kehadiran fasa takmurnian tersebut mencapai 5,5Vo dan 20o/o berturut-lurut untuk kristal B-10 dan B-25. Tarnpak pula dari dala ini bahwa fasc trkmurnian sejenis mcngalami peningkatan berarti pada sampel B-25 yang ditumbuhkan dalam oksigen bcrtekanan 2,5 kali dari tekanan pada sampel B-10. Sejauh ini, jenis senyawa talimurnian yang bersangkutan belurn dapat ditentukan, karena teknik penumbuhan kristal dalarn atmosfer oksigcn belurn banyak dilaporkan. Meskipun demikian,
PROC. rTB, VOL. 31, NO. 3. 1999
dengan memperhatikan komposisi awal bahan umpan dan pelarut yang digunakan, fasa takmurnian tersebut diduga merupakan kelompok senyawa (Ca,Sr)-Cu-O [9]. Jelas dari hasil ekperimen ini bahwa penumbuhan kristal tunggal dalam atmosfer oksigen umurmya akan menghadapi masalah tumbuhnya fasa takmurnian. Lebih jauh, dari hasil pemotretan kristal B-02 dengan kamera Laue yang ditunjukkan pada Gambar 2d tampak pola hamburan balik L,aue dengan sumbu c kristal berarah tegak lurus bidang gambar. Berdasarkan pola difraksi hasil simula,si kornputer dan hasil foto serupa dari krista"l sejenis [0] dapat disimpulkan bahwa sumbu b berarah horizontal dalam bidang gambar, dan dengan demikian, sumbu a berarah vertikal. Meskipun kurang jelas terlihat pada Gambar 2d, berdasarkan pengamatan HREM Il] dapat disimpulkan bahwa sepanjang sumbu b terbentuk "kisi super" (superlattice) sebagai akibat hilangnya lapisan Bi-O di tempat tertentu secara berkala. Fakta ini rnemperkuat anggapan bahwa pertumbuhan kristal bcrlangsung sejajar dengan sumbu a.
Pengukuran resistivitas pada bidang ab sebagai fungsi suhu menghasilkan kurva p"6(T) yang disajikan pada Gambar 3. Suhu kitis (T") ditentukan oleh letak puncak kurva turunan (dp"s/dT) seperti terlihat pada inset Gambar 3. Nilai T" untuk kristal B-02, B-10, dan B-25 bcrturut-turut adalah 98 K, 8U K, dan 79 K. Menurunnya nilai T" untuk ketiga kristal sesuai dengan meningkatnya kadar oksigen, sebagaimana telah dilaporkan oleh peneliti lain sebelumnya |2).
0 . 0 0 4 0
U . U U J C0 . 0 0 3 0
0 . 0 0 2 5
0 . 0 0 2 0
0 . 0 0 1 5
0 . 0 0 1 0
0 . 0 0 0 5
1 6 0
200
220
240
260
z 6 uT (K)
Gamba 3 Resistivitas pada bidang ab (pau) sebagai fungsi suhu T. Turunan kurva resislivitas (dpau/dT) s€bagai fungsi suhu dipedihatkan dalam inset gambar
E o o I
l
r
t fT
y
n
p
p
X
1 8 0
140
120
1 0 0
BO
60
\'I
1
'"*1"u"."'
PROC. tI'R, V0t,. 3l,No. J, 1999
125
^ ! . ( 1 1:
o i c l:
- { ) c 1 I o.ooo F E -o.o:z i l u t ' - * . . . - r . t * f , . r . . 1 ' " - ta )
c JOi 4 . 0 0 1 - ' - - l I I (iGarnbar .la-c nlcrnpcrlihatkan hasit pcrlgukuran magnctisasi scbagai lungsi rnctlar) lnagnct luar H (kurva histerisis, M-H) untrrk kristal B-02 pacla suhu l-5 K sampai dcngan 70 K. Sccara kcsclumhan, sctiap kurva M-H mcmpunyai punclk pcrtatna (Hn"") yang mcnandai awal tcrjadinya pcncrnbusan rncclan lnagnct kc dalarn sampel, yang bcrkaitiur dcngan bcrakhirnya cfek Meissncr dan tcrbcntuknya vortcks llluksoijy dalarrr bahan yang bcrsangkuLan. Jatli, untuk lncdan H ) Ho",, sampel bcracla dalarn kcadaan campuran (ntLyed-stae), yang tcrdiri alas dacrah supcrkonduktif dan dacrah normal yang tcrtctnbus ntcdan. Dalanr rentang suhrr antara 20 K dan 32,5 K pada kurva M-H rnuncul gcjala puncak katlua (second peak e.ffect) pada rncdan H2n. Puncak kcdua rncnrpakan gejala anornali dari kurva M_H yang berkaitan dcngan tcrjadinya clbk ptnnitry rnaksinturlt I l3l Asal-usul dan nrckarrisrne terjadinya puncak kedua ini masih dalam kajian berlanjut dan penjelasannya baru benrpa scjurrrlah rnodcl [15_17]. Khusus bagi supcrkonduktor BSCCO-2212, seiauh ini telah diyakini hahwa nrunculny.a purrcak kerlua ini
600 800
H ( o e )
I J H -6{n a{rlH (oe)
9 ^ " o c , o o . o u r o . o o , ' ' an l2mH (oe)
Gambar 4 Kurva hislerisis M-H unluk krislal B-02 pada r€ntang suhu : a). l5-22,5 K, b). 25-35 K, c). 40-70 K, d). Kurva M_H pada suhu 25 K untuk kristal B-02, B-10 dan B_25.
1 a [ l - { F U.W ..<
F
E(u
v 0.02 s I 0.01 a 0) - - - - - r li2s
- lKl1
l
;
-1l
I1
B_25 | " o u t o ^ lhcrkai tan dcn gan tcrj adi nya Ii nt as-si lan g dirncns i onali tas dari kisi vor(cks 3-dinrcnsi (3D) mcruadi vortcks kuasi 2-dirncnsi (2D) tlttl. Ini berarri bahwa rnedan puncak kcdua H2o kira-kira sama dcngan medan lintas silang H3p_ 2r) yang diungkapkan scbagai berikut:
H t p = H r , r - r . o = 4 ( l ) (14
)-Dalarn persalnaan ( 1), @t adalah satuan kuantum fluksoid (= 2,07 x 10 rs wcbcr), y paralnetcr anisotropi, rlan s jrrak antara bidang CuOl yang bcrdckatan. pacla Garrrhar .la dan 4b, lcrak puncak kcdua (H2o) rampak harnpir tidak berganfung pada suhu dan ciri ini hanya muncul dalarn rentang suhrr yang terbatas. Gambar 4d nrcrnpcrlihatkan pcrgescran Hro (tanda panah) kepada rncdan yang lebih tinggi bila kandungan oksigen kristal meningkat.
Efek lain yang dapat ditunjukkan tlari kurva M-H adalah terdapatnya rnedan takreversibcl (HlJ, yang mcnandai lcrpisahnya kurva rnagnetisasi untuk pengukuran dengan medan yang membesar dan rncdan yang mengccil, seperti
-a- 27,5 ( lv- or l-e- _r,s <
126
pada Gambar 4c. Dalam hubungannya
dengan
vorteks,
pada medan H6 terjadi depinning (hilangnya efek
pinning) vorteks dan pada keadaan ini bahan
superkonduktor
tidak Iagi dapat menghantarkan
arus
tanpa disipasi (rapat arus kritis J. = 0). Terlihat pada
Gambar 4c bahwa semakin tinggi suhu, semakin kecil
medan
H;,, pada
kristal tersebut.
Dalam Gambar
5 diperlihatkan
perbandingan
kurva H2o
dan H;,, sebagai
fungsi suhu tereduksi
(TlT") untuk ketiga
kristal. Jelas
bahwa
kurva H2o
bergeser
pada medan
yang
lebih besar untuk kistal yang kandungan
oksigennya
makin meningkat.
Sehubungan
dengan
itu, kurva H6 juga
bergeser
ke arah suhu dan medan yang semakin
besar
pada kistal yang bersangkutan. Kedua hal ini
memperkuat
dugaan bahwa kehadiran oksigen dalam
kristal menimbulkan cacat titik (point defect) yang
mengurangi derajat ketertiban dalam kristal dan
bertindak
sebagai
pusat
pinning ll5l.
.l .!. r,r
^ ^ ^ ^
Tff"
Gambar 5 Oiagram fasa H-T yang m€mudl garis takreversiful (H;6) dan medan puncak kedua (H2p)
I,ebih lanjut, melalui persamaan (l) dapat dihitung tetapan anisotropi dengan mengambil nilai rerata H5 d3ri Gambar 5 dan s = c/2 dari Tabel l. Hasilnya adalaht = 14.123. 10.173. dan 6189 berturut-turut untuk kristal B-02, B-10, dan B-25. Hasil ini jelas menunjukkan bahwa kehadiran oksigen juga berpengaruh pada penurunan anisotropi kristal sebagaimana telah dilaporkan sebelumnya [8], dan ini berdampak pada peningkatan kopling antarlapisan CuO2 yang memperkuat garis vorteks [19], Berdasarkan tetapan anisotropinya dapat dibandingkan tingkat doping oksigen pada kristal yang ditumbuhkan dalam studi ini dengan krisnl serupa yang kandungan oksigennya dianrr melalui penganilan akhir. Dari pusraka [20] diketahui bahwa kristal BSCCa-2212 yang ditumbuhkan dalam udara (as-grown crysta[) memiliki ^f = 14.400, kristal yang didoping oksigen secara optimal menghasilkan t' = 16.900, dan kristal yang mengalan:u overdoping memiliki ^f = 10.000. Berdasarkan pustaka ini, hasil penumbuhan kristal dalam
PROC. tTB, VOL.3t, NO.3, 1999
lingkungan udara (B-02) dalam studi ini tampak
reproducible
dan kandungan
oksigennya
sedikit di atas
kadar optimal. Sementara
itu, kandungan
oksigen untuk
kistal B-10 dan B-25 masing-masing
sesuai dengan
kistal yang overdoping
dan sedikit di atasnya.
Untuk mengetahui
lebih jauh peranan
oksigen
pada suhu
rendah,
dalam Gambar
6 ditampilkan
kurva M-H untuk
kistal B-02 dan B-25 pada
suhu
20 K dan 35 K. Terlihat
pada suhu 20 K bahwa magnetisasi
per satuan massa
kistal lebih besar untuk sampel
B-02 daripada
untuk
sampel
B-25, dan hal seba-liknya
terjadi
pada suhu
35 K.
Diduga keadaan
ini disebabkan
oleh efek pinning ak,tbat
cacat kristal yang berupa kekosongan
oksigen, seperti
yang dilaporkan
oleh Yang et a/. [15]. Dari data yang
tidak ditampilkan
di sini, efek pinning jenis ini efektif
pada
suhu
di bawah
30 K.
0 . 0 6
{ 0 4
o . 0 6
0 200 400 600 a00 't 000 1 200
H (oe)
Gambar 6 Perbandingan magnelisasl persaluan massa unluk krislal B-02 dan B-25 oada suhu 20 K dan 35 K.
4
Kesimpulan
Telah ditunjukkan dalam eksperimen ini hasil penumbuhan kristal tunggal superkonduktor BSCCO-2212 dalam atmosf-er yang bervariasi kadar oksigennya. Meningkatnya kadar oksigen menyebabkan pertumbuhan fasa takmurnian dan dengan demikian menghasilkan variasi komposisi kation dari kristal yang terbennrk. Peningkatan jumlah atom O dalam kristal menurunkan suhu kritis T" serta mengurangi anisotropi. Dalam diagram fasa H-T, sebagai akibat penurunan anisotropi, medan puncak kedua yang dikaitkan dengan terjadinya lintas -silang dimcnsional itas vorteks, (H2o), rnenj adi lebih besar. Sernentara itu, garis takreversibel (Hi.) bergeser ke arah suhu dan medan yang lebih tinggi akibat peningkatan kopling antarlapisan CuO2. Perbandingan dengan sampel kristal tunggal yang dikenal dalam literatur memberi indikasi bahwa kristal yang terbentuk dalam eksperimen ini mengandung oksigen yang bervariasi dari sedikjt di atas doping optimal hingga melebihi kasts o v e rdo ping.
0 . 0 , 4 1 5 0 0 1200 ^ ! 0 0
o
I 6 1 0 \ Y\ \
\ \
\ \
4 . \ \;
\ . . \ "
\.. \r '\\'.
\ \^
\ \
A \ \. \ \ \
\ \ ' r\ \
* t - - - - 9 = ' \ A 6 ; 0 0 2€
= o o o E3)
z 4 o 28 .
9 .
PROC. trR, VOL. 31,N0. 3, l,999
Ucapan terima kasih
Penelitian ini rnerupakan salah satu realisasi kcrjasarna riset antara Jurusan Fisika ITB dan Univcrsiteit van Amsterdarn (UvA). Penulis rnengucapkan terima kasih kepada FOM-ALMOS, The Ncthcrlands, atas penggunaan lasilitas ekspcrinren dan pcntLrerian bcasiswa kepada salah satu penulis (D) untuk rnclakukan risel di UvA. Scbagian pcnclitian ini dihiayai olch Proyck RUT-V derrgan kontrak No. 207lSP/RLIT/BPPT/IV/97. Pcrrrrlis juga rncngucapkan lerinra kasih kcpada Prol. K. Kishio,
Univcrsitas Tokyo. Jcpang, atas pcnggunaart peralaian spektroinctri ICP, dan kcpada Prof. M.O. Tjia, Juntsan Fisika ITB. atas saran pcrhaikan yang tclah clibcrikitn u n l u k l ) c n ) r n r p r r r n a i u t l r r l i s a t t i n i .
Daftar pustaka
l. P. Fischcr, "Large, llux-l'rcc YrBa:CurOr-,1 singlc crystals by irnprovcd CuO'BaO llux growth",
P h y , s i c a C 1 9 6 , 1 0 5 - l l0 ( 1 9 9 2 ) .
2. V. N. Osipov, t,. l. t)crkachcrtko. Yu. G. Nosov. V. N . G u r i n , W . J u n g , a r r d R . M u l l c r , " S i r r g l c c r y s t a l s of 2223 pbasc in thc Bi-Pb-Sr-Ca-Cu-O systcm: charactcrizai(on and Knoop rnicrohardncss", .lolid ,\tate ('onrnum. 97, 37 1 -380 ( I 996).
3 . A . K a t s r r i a r r d t{ . ' O f r t s r i k a , " S o l t r ( i r l r t g r o w t h o l t s i -Sr-Ca-Clu-O cornpourrds usirtg alkali chloridcs", ,/. C ryst. G rowth 91, 261 -263 ( I gtttl).
4. T. Yasuda and S. l'akano, "Growth ol-singlc cryslals of thc Bi-Sr-Ca-Cu-O supcrcrxrductor fulrn a KCI flux" , .lpn. .l. Appl. f ir,y.r. 30, 349-35 I ( I 99 I ). 5. S. Chu and M. E. McHcnry, "Growth and
charactcrization ol- (Bi,Pb)2Sr2Ca2Cu3O* singlc crystals". J. Mater. Rc.s. 13,589--59-5 (l99ti).
6. J. I. [iorina. G. A. Kaljuzhnaia, V. P. Marrovitsky, V. V. Rodin, N. N. Scndurina, antl V. A. Steparrov, "Growth and stntctural and supcrconducting propcrties ol' Bi2Sr2Ca2Cu:Oro @i2223) crystals grown in cavitics lorrncd in solution-melt KCl", Solid Snte Contnum. Illl,zEl -292 ( 1999).
1. D. H. Ha, K. Oka. F. lga, and Y. Nishihara, "Honxlgcncity of Bi2Sr2CaCu2Os*r crystal boules grown by thc travelling solvcnt l'loating zone mcthod", .lpn. .l. Appl. I'hys. 32, 118-181 (1993). 8. A. Revcolevschi ard J. Jcgoudcz, "Growth of large
high-Tc single crystals by thc floating zor)e method : Arcview", Prog. Matcr Sci.12,321-339 (1997)" 9. P. Strobcl, J. C. Toledano, D Morin, J. Schneck, (i.
Vacquier, O. Monnereau, J. Prirnot, and T. Fournrcr, "Phase diagrarn of lhe syslcm Bi16Pb6aSr2CuO6-CaCuO2 bctween 825 C and 1100 C.", Phy,sk'a C' 2$1,2-i-12 ( le92).
10. M.J.V. Menken, "High-Tc supercrxductors : crystal growth, characteriz.ation and somc physical propcrties", Ph.D 'fhesis, University of Arnsterdarn,
21 099r\.
i l . Y. Matsui, H. Maeda, Y. Tanaka. and S. Horiuchi, "Possible rnoclcl ol-thc motlulatcd structurc in high-l'c superconductor in a Bi-Sr-Ca-Cu-O system rcvealcd by high-rcsolution clectron rnicroscopy", lpn. .1. Appl. I'hy.s" 27, 31 2-31 5 ( l 9lJtt)
12. Y. Kutaka, -l-. Kirnura, H. Ikuta, j. Shirnoyarna. K. Kitazawa, K. Yarnalirji, K. Kishio, and D. Prxrkc, "Doping stata and transport anisotropy tn Bi22l2 singlc crystirls", lrhy.sica C' 235-2111, 1529-1530. ( I e94).
1 3 . N , t . C . d c A n d r a d c , G . T r i s c o n c . . M . B . M a p l c , S . Spagrna, J. Dicndcrichs, and R.E. Sagcr, "Dirncnsional crossovcr ancl pcrk cf'l'cct in a supercorrducting Pr1.s.5Co1y 1.CuOa,r", I'lty,tica (' 273, r 6 1 J . l 7 - r f l 9 9 7 ) .
1 4 . G . Y a n g , P . S h a n g , S . D . S u t l o n , l . P . J o n c s , J . S . Abcll. arrd C. E. Gough. "Cornpcting pirrning rurccharrisms in tsizSr2CaCu2O, singlc crystals by rnagnctic anrl dclbct structural studics", I)hy-.t. Rcv. R ,lft, 405-t-4060 ( 1993).
1 5 . Y . Y c s h u r u n , N . B o n t c r n p s , L . B r r r l a c h k o v . a n c l A . Kapitulrrik, "Dynanric characlcrislics o1' thc anornalous scurnd pcak in thc rnagncl"izalion curvcs of Bi-Sr-Ca-Cu-O". Phy.1. 11ur. B 49, l-541i-1551 ( I 99,1).
16. C. Bcrnhanl. (l Wcrtgcr. Ch. Nicdcrrnaycr, D. M. Pookc, J. L. 'l'allorr, Y Kotaka, J. Shinxryarna, K. Kishio, D. R. Noakcs, C. E. SLronac:h, T. Scrnbiring, and E. J. Ansaldo, "Anisol.ropy and dirncnsional crossovcr 0f thc vortcx statc in Bi2Sr2CaCu2Os.,1 erystal s", /'lz'lri. R eu. B. 52, 1 050-1 0-5:l ( 1 995).
l1 . L. L Glazrnan and A. E. Kosltclcv. "'Ihcrrnal fluctuations and phasc transitions in thc vortcx statc trl'a laycrcd supcrconduclor", /'lr.y.r. Rev. R 43,2835-2 t i ' t 3 ( 1 9 9 1 ) .
18. K. Krshio, J. Shimoyarna, T. Kimura, Y. Kotaka, K. Kitazawa, K. Yarnatirli. Q. L.i. and M. Sucnaga, "Carricr doping and intcrlaycr coupling in HISC singfe crystals". I'hysica C. 235-2411, 2115-2'116 ( r994).
19. G. W. Crabtrcc and D. R. Nclson. "Vortcx physics in high-tempcratrrrc supcrconductors", Phys. 7'oday 50, 3 8 - 4 5 ( 1 9 9 7 ) .
20. B. Khaykovich, E. Zeldov, D. Majcr, T. W. Li, P. H. Kes, and M. Konczykowski. "Vortcx-lntticc phase transitions in Bi2SrzCaCuzOE crystals with dilferent oxygen stoichiornetry", I'h.ts. Rev. Lett. 76,2555-2 5 5 8 (l 9 9 6 ) .