• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. Tinjauan Pustaka. of The Treadway Commission(COSO) menerbitkan Internal Control intergrated

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II. Tinjauan Pustaka. of The Treadway Commission(COSO) menerbitkan Internal Control intergrated"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

12 2.1.1 Pengendalian Internal

2.1.1.1 Pengertian Pengendalian Internal

Pada tanggal 14 Mei 2013 The Committee of Sponsoring Organizations of The Treadway Commission(COSO) menerbitkan Internal Control intergrated Framework (ICIF) sebagai revisi dari versi tahun 1992. Revisi kerangka kerja pengendalian internal ini diharapkan akan membantu meningkatkan pelaksanaan pengendalian internal disetiap organisasi, walaupun penyesuaian lebih lanjut diperlukan untuk menyelaraskan pengendalian internal di seluruh dunia dan untuk membantu organisasi mengelola risiko secara lebih baik dan untuk meningkatkan kinerja organisasi secara keseluruhan.

Pada edisi yang baru ini COSO (2013:3) mendefinisikan pengendalian internal sebagai berikut :

“Internal control is a process, effected by an entity’s board of directors, manage-ment, and other personnel, designed to provide reasonable assurance regarding the achievement of objectives relating to operations, reporting, and compliance”.

Memperhatikan pengertian pengendalian internal menurut COSO tersebut, dapat dipahami bahwa pengendalian internal adalah proses, karena hal tersebut menembus kegiatan operasional organisasi dan merupakan bagian integral dari kegiatan manajemen dasar. Pengendalian internal hanya dapat menyediakan keyakinan yang memadai, tidak dapat sepenuhnya efektif dalam

(2)

mencapai tujuan pengendalian internal meskipun telah dirancang dan disusun sedemikian rupa dengan sebaik-baiknya. Bahkan bagaimanapun baiknya pengendalian internal yang ideal dirancang, namun keberhasilannya tergantung pada kompetisi dan kendala dari pada pelaksanaannya yang tidak terlepas dari berbagai keterbatasan.

Pengendalian internal menurut Surat edaran Bank Indonesia Nomor 5/22/DPNP tanggal 29 September 2003 tentang Pedoman Standar Sistem pengendalian Intern Bagi Bank Umum yaitu pengendalian internal merupakan suatu mekanisme pengawasan yang ditetapkan oleh manajemen Bank secara berkesinambungan (on going basis), guna:

1. Menjaga dan mengamankan harta kekayaan Bank; 2. Menjamin tersedianya laporan yang lebih akurat;

3. Meningkatkan kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku;

4. Mengurangi dampak keuangan/kerugian, penyimpangan termasuk kecurangan dan pelanggaran aspek kehati-hatian;

5. Meningkatkan efektivitas organisasi dan meningkatkan efisiensi biaya. Pengendalian internal tidak dimaksudkan untuk menghilangkan semua kemungkinan terjadinya kesalahan dan penyelewengan sama sekali, tetapi pengendalian internal yang memadai akan dapat menekan atau memperkecil terjadinya kesalahan dan penyelewengan dalam batas yang layak dan kalaupun terjadi kesalahan atau penyelewengan dapat segera diketahui dan diatasi (Munawaroh : 2011).

(3)

2.1.1.2 Tujuan pengendalian internal

The Committee of Sponsoring Organizations of The Treadway Commission(COSO) (2013:3) dalam framework terbarunya menyatakan mengenai tujuan-tujuan pengendalian internal sebagai berikut:

“The framework provides for three categories of objectives. Which allow organization to focus on differing aspects of internal control :

1. Operations Objectives These pertain to effectiveness and efficiency of the entry’s operations, including operational and financial performance goals, and safeguarding assets against loss.

2. Reporting Objectives These pertain to internal and external financial and non-financial reporting and may encompass reliability, timesliness, transparency, or other term as set forth by regulators, recognized standard setter, or the entity’s policies.

3. Compliance Objectives These pertain to adherence to laws and regulations to which the entity is subject.”

Berdasarkan konsep COSO, bahwa pengendalian internal ditujukan untuk mencapai tiga kategori tujuan yang memungkinkan organisasi untuk fokus pada aspek pengendalian internal yang berbeda, yang mencakup tujuan-tujuan operasi, tujuan-tujuan pelaporan, dan tujuan-tujuan ketaatan.

Tujuan-tujuan operasi berkaitan dengan efektivitas dan efisiensi operasi entitas, termasuk tujuan kinerja operasional dan keuangan, dan untuk menjaga aset dari kerugian. Tujuan-tujuan pelaporan berkaitan dengan kepentingan pelaporan keuangan baik untuk kalangan internal maupun eksternal yang memenuhi kriteria andal, tepat waktu, transparan dan persyaratan-persyaratan lain yang ditetapkan oleh pemerintah, pembuat-pembuat standar yang diakui, ataupun kebijakan-kabijakan entitas. Sementara itu, tujuan-tujuaan ketaatan berkaitan dengan ketaatan terhadap hukum dan peraturan dengan mana entitas merupakan subjeknya.

(4)

Tujuan-tujuan pengendalian internal dalam versi ICIF COSO tahun 2013 ini pada dasarnya relatif sama dengan yang dikemukakan pada tahun 1992, namun tujuan-tujuan tersebut mengalami perluasan, misalnya pada tujuan-tujuan operasi yang tidak hanya mencakup kinerja keuangan dan pengamanan aset saja, tetapi juga operasi perusahaan/entitas secara keseluruhan.

Sebagai perbandingan, tujuan-tujuan pengendalian internal yang dirumuskan oleh Ikatan Akuntansi Indonesia (2001) dalam buku “Standar Profesional Akuntan Publik” adalah berikut:

1. Keandalan Pelaporan Keuangan 2. Efektivitas dan efisiensi operasi

3. Ketaatan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku

Tujuan pengendalian (General Standard 300. Standards for the Professional Practice of Internal Auditing, the Institute of Internal Auditor) dalam (Hiro Tugiman: 2002) :

1. Dapat dipercayanya dan integritas informasi

Pengendalian intern bertujuan untuk menjaga integritas dan dipercayainya sistem informasi yang dihasilkan oleh sistem informasi akuntansi dan sistem informasi operasi.

2. Ketaatan pada kebijakan, rencana, prosedur, undang-undang dan peraturan

Salah satu cara yang dipakai manajemen untuk menjaga pengendalian intern adalah dengan menetapkan kebijakan, rencana, dan prosedur. Tujuan dari pengendalian-pengendalian ini adalah untuk memastikan

(5)

bahwa suatu operasi berjalan dengan baik, sistematis dan berurutan. Disamping untuk menentukan ketaatan pada pengendalian-pengendalian ini, auditor juga mereview dan mengevaluasi cukupnya kebijakan, rencana dan prosedur yang telah ditetapkan.

3. Pengamanan aktiva

Pengendalian yang paling nyata adalah desain dan implementasi untuk melindungi aktiva-aktiva perusahaan yang mempunyai nilai sangat berharga.

4. Ekonomis dan efisiensi pemanfaatan sumber-sumber

Efektivitas dan efisiensi operasi perusahaan digunakan untuk mencapai target yang diinginkan perusahaan agar sesuai dengan apa yang telah direncanakan yang tercantum dalam perencanaan. Prinsip dasar yang harus ditetapkan perusahaan adalah menggunakan sumber daya yang terbatas seekonomis dan seefisien mungkin untuk memberikan manfaat yang sebesar-besarnya.

5. Efektivitas pencapaian tujuan dan goal

Fokus seluruh pengendalian dan tujuan organisasi secara keseluruhan harus pada pencapaian yujuan dan sasaran organisasi. Internal auditor memainkan peranan yang penting terutama karena pandangan yang luas atas keseluruhan organisasi dan sistem pengendalian intern.

Tujuan dari pengendalian internal akan terlaksana dengan baik apabila pengendalian internal dijalankan dengan baik pula sesuai dengan prosedur yang ada. Dari uraian diatas dapat dijelaskan bahwa tujuan yang ingin dicapai dari

(6)

pengendalian internal ini adalah untuk dapat dipercayanya dan integritas informasi, ketaatan pada kebijakan, rencana, prosedur, undang-undang dan peraturan, pengamanan aktiva, ekonomis dan efisiensi pemanfaatan sumber-sumber dan efektivitas pencapaian tujuan dan goal.

2.1.1.3 Komponen-komponen Pengendalian Internal

The Committee of Sponsoring Organizations of The Treadway Commission (COSO)(2013:4) menyatakan mengenai unsur-unsur pengendalian internal sebagai berikut :

“Internal control consist of five integrated components: 1. Control Environment

2. Risk Assessment 3. Control Activities

4. Information and Communication 5. Monitoring Activities”

Agar lebih jelas, berikut ini akan dijelaskan kelima komponen pengendalian internal tersebut:

1. Lingkungan Pengendalian (Control Environment)

COSO (2013:4-6) menjelaskan mengenai komponen lingkungan pengendalian (Control Environment) sebagai berikut:

“The control environment is the set of standards, process, and structures that provide the basis for carrying out internal control across the organization. The board of directors and senior management established the tone at the top regarding the importance of internal control including expected standards of conduct. Management reinforces expectations at the various levels of the organizations. The control environment comprises the integrity and ethical values of the organizations; the parameters enabling the board of directors to carry out its governance oversight responsibilities; the organizational structure and assigment of authority and responsibility; the process for attracting, developing, and retaining competent individuals; and the rigor around

(7)

performance. The resulting control environment has a pervasive impact on the overall system of internal control.”

Berdasarkan rumusan COSO di atas, bahwa lingkungan pengendalian didefinisikan sebagai seperangkat standar, proses, dan struktur yang memberikan dasar untuk melaksanakan pengendalian internal di seluruh organisasi.

Lingkungan pengendalian terdiri dari : a. Integritas dan nilai etika organisasi;

b. Parameter-parameter pelaksanaan tugas dan tanggung jawab direksi dalam mengelola organisasinya;

c. Struktur organisasi, tugas, wewenang, dan tanggung jawab;

d. Proses untuk menarik, mengembangkan, dan mempertahankan individu yang kompeten; dan

e. Ketegasan mengenai tolok ukur kinerja, insentif, dan penghargaan untuk mendorong akuntabilitas kinerja.

Selanjutnya COSO (2013:7) menyatakan, bahwa terdapat 5 (lima) prinsip yang harus ditegakkan atau dijalankan dalam organisasi untuk mendukung lingkungan pengendalian, yaitu:

“1. The organization *)

demonstrates a commitment to integrity and ethical values.

2. The board of directors demonstrates independence from management and of exercises oversight the development and performance of internal control.

3. Management establishe, with board oversight, structures, reporting lines, and appropriate authorities and responsibilities in the pursuit of objectives.

4. The organization demonstrates a commitment to attract, develop, and retain competent individuals in alignment with objectives.

5. The organization holds individuals accountable for their internal control responsibilities in the pursuit of objectives.

(8)

*) for purposes of the framwork, the term “organization” is used to collectively capture the board, management, and other personnel, as reflected in the definition of internal control.”

Memperhatikan rumusan COSO di atas lingkungan pengnedalian dapat terwujud dengan baik apabila diterapkan 5 (lima) prinsip dalam pelaksanaan pengendalian internal yaitu:

1. Organisasi yang terdiri dari dewan direksi, manajemen, dan personil lainnya menunjukan komitmen terhadap integritas dan nilai-nilai etika. 2. Dewan direksi menunjukan independensi dari manajemen dan dalam

mengawasi pengembangan dan kinerja pengendalian internal.

3. Manajemen dengan pengawasan dewan direksi menetapkan struktur, jalur-jalur pelaporan, wewenang dan tanggung jawab dalam mengejar tujuan.

4. Organisasi menunjukan komitmen untuk menarik, mengembangkan, dan mempertahankan individu yang kompeten sejalan dengan tujuan.

5. Organisasi meyakinkan individu bertanggung jawab atas tugas dan tanggung jawab pengendalian internal mereka dalam mengejar tujuan.

Berbagai faktor yang membentuk lingkungan pengendalian dalam suatu entitas organisasi menurut Arens dan Loebbecke sebagaimana diterjemahkan oleh Jusuf (2003) terdiri dari tujuh faktor sebagai berikut:

1. Integritas dan nilai-nilai etika adalah produk dari standar etika dan perilaku entitas dan bagaimana standar tersebut dikomunikasikan dan dijalankan dalam praktek.

(9)

2. Komitmen terhadap kompetensi adalah pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas-tugas.

3. Falsafah manajemen dan gaya operasi merupakan sifat dari suatu manajemen, apakah bersifat pengambil resiko atau penghindar resiko, yang membuat auditor dapat merasakan sikap mereka terhadap pengendalian.

4. Struktur organisasi suatu satuan usaha membatasi garis tanggung jawab dan wewenang yang ada.

5. Dewan komisaris dan komite audit yang efektif adalah yang independen dari manajemen dan anggota-anggotanya aktif dan menilai aktivitas manajemen.

6. Pelimpahan wewenang dan tanggung jawab merupakan suatu metode komunikasi formal yang mungkin mencakup cara-cara seperti memo dari manajemen tentang pentingnya pengendalian dan masalah yang berkaitan dengan pengendalian.

7. Kebijakan dan prosedur kepegawaian, yang menyangkut sistem pengelolaan kepegawaian untuk menciptakan pegawai yang memiliki kompetensi dan dapat dalam menyediakan pengendalian yang efektif, metode bagaimana mereka direkrut, dievaluasi, dan di gaji.

2. Penilaian Risiko (Risk Assesment)

COSO (2013:4) menjelaskan mengenai komponen penilaian risiko sebagai berikut:

“Risk is defined as the possibility that an event will occur and adversely affect the achievement of objectives. Risk assesment involves a

(10)

dynamic and iterative process for identifying and assessing risks to the achievement of objectives. Risks to the achievement of these objectives from across the entity are considered relative to established risk tolerances. Thus, risk assessment forms the basis for determining how risks will be managed. A precondition to risk assessment is the establishment of objectives, linked at different levels of the entity. Management spesifies objectives within categories relating to operatios, reporting, and compliance with sufficient clarity to be able to identify and analyze risks to those objectives. Management also considers the suitability of the objectives for the entity. Risk assessment also requares management and within its own business model that may render internal control ineffective.”

Berdasarkan rumusan COSO, bahwa penilaian risiko melibatkan proses yang dinamis dan interaktif untuk mengidentifikasi dan menilai risiko terhadap pencapaian tujuan. Risiko itu sendiri dipahami sebagai suatu kemungkinan bahwa suatu peristiwa akan terjadi dan mempengaruhi pencapaian tujuan entitas, dan risiko terhadap pencapaian seluruh tujuan dari entitas ini dianggap relatif terhadap toleransi risiko yang diterapkan. Oleh karena itu, penilaian risiko membentuk dasar untuk menentukan bagaimana risiko harus dikelola oleh organisasi.

COSO (2013:7) menjelaskan mengenai prinsip-prinsip yang mendukung penilaian risiko sebagai berikut:

“ 1. The organization specifies objectives with sufficient clarity to enable the identification and assessment of risks relating to objectives.

2.The organization identifies risks to the achievement of its objectives across the entity and analyzes risks as basis for determining how the risks should be managed.

3.The organization considers the potential for fraud in assessing risks to the achievement of objectives.

4.The organization identifies and assesses changes that could significantly impact the system of internal control.”

(11)

Arens dan Loebbecke yang diadaptasi oleh Jusuf (2003) menyebutkan bahwa penilaian risiko manajemen harus mencakup pertimbangan khusus terhadap risiko yang dapat timbul dari perubahan keadaan, seperti:

1. Bidang baru bisnis atau transaksi yang memerlukan prosedur akuntansi yang belum pernah dikenal

2. Perubahan standar akuntansi 3. Hukum dan peraturan baru

4. Perubahan yang berkaitan dengan revisi sistem dan teknologi baru yang digunakan untuk pengolahan informasi

5. Pertumbuhan pesat entiotas yang menuntu perubahan fungsi perubahan dan pelaporan.

Mekanisme untuk mengidentifikasikan, menganalisis, dan mengelola berbagai risiko di dalam organisasi atau perusahaan dihubungkan dengan tujuan yang dicapai.

Jenis-jenis risiko:

a. Risiko Bisnis : Apa yang dapat menyebabkan pelanggan lari ke tempat lain.

b. Risiko Operasi : Kesalahan dan kekeliruan yang terjadi pada sistem dan prosedur operasi yang menimbulkan inefisiensi dan ketidak efektifan operasi.

c. Risiko Keuangan : Penyebab terjadinya kerugian finansial dan ketidakakuratan laporan keuangan.

(12)

d. Risiko Ketaatan : Penyebab terjadinya pelanggaran terhadap ketentuan yang berdampak pengenaan sanksi dan kerugian kepada organisasi. Auditor menetapkan risiko untuk memutuskan bukti apa yang diperlukan dalam audit (Hiro Tugiman : 2002).

5. Aktivitas Pengendalian (Control Activities)

COSO (2013:5) menjelaskan mengenai aktivitas pengendalian sebagai berikut:

“Control activities are the actions established through policies and procedures that help ensure that management’s directives to mitigate risks to the achievement of objectives are carried out. Control activities are peformed at all levels of the entity, at various stages within business processes, and over the technology environment. They may be preventive or detective in nature and may encompass a range of manual and automated activities such as authorizations and approvals, verification, reconciliations, and business performance reviews. Segregation of duties is typically built into the selection and development of control activities. Where segregation of duties is not practical, management selects and develops alternative control activities.”

Berdasarkan rumusan COSO, bahwa aktivitas pengendalian adalah tindakan-tindakan yang ditetapkan melalui kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur yang membantu memastikan bahwa arahan manajemenn untuk mengurangi risiko terhadap pencapaian tujuan dilakukan. Aktivitas pengendalian dilakukan pada semua tingkat entitas, pada berbagai tahap dalam proses bisnis, dan atas lingkungan teknologi.

COSO (2013:7) menegaskan mengenai prinsip-prinsip dalam organisasi yang mendukung aktivitas pengendalian yaitu sebagai berikut:

”1. The organization selects and develops control activities that contribute to the mitigation of risks to the achievement of objectives to acceptable levels.

(13)

1. The organization selects and develops general control activities over technology to support the achievement of objectives.

2. The organization deploys control activities through policies that establish what is expected and procedures that put policies into action” Berdasarkan rumusan COSO diatas, bahwa ada 3 (tiga) prinsip yang mendukung aktivitas pengendalian dalam organisasi yaitu:

1. Organisasi memilih dan mengembangkan aktivitas pengendalian yang berkontribusi terhadap mitigasi risiko pencapaian sasaran pada tingkat yang dapat diterima.

2. Organisasi memilih dan mengembangkan aktivitas pengendalian umum atas teknologi untuk mendukung tercapainya tujuan.

3. Organisasi menyebarkan aktivitas pengendalian melalui kebijakan-kebijakan yang menetapkan apa yang diharapkan, dan prosedur-prosedur yang menempatkan kebijakan-kebijakan ke dalam tindakan.

Kebijakan dan prosedur kontrol untuk meyakinkan bahwa tindakan yang diperlukan untuk mengatasi risiko benar-benar dilaksanakan.

1. Alat kontrol a. Hard Control

Sarana dan kelengkapan organisasi serta pengaturan kewenangan dan tanggungjawab dalam proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan kegiatan.

b. Soft Control

Skill, perilaku, nilai dan suasana yang terdapat pada individu dan komunikasi personal antar individu dalam organisasi. Contoh:

(14)

kompetensi, kepercayaan, kebersamaan nilai, kepemimpinan yang kuat, ekspektasi yang tinggi, keterbukaan, standar etika yang tinggi. .2. Jenis kontrol

aktivitas pengendalian merupakan salah satu dari komponen pengendalian intern yang berupa kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur yang ditetapkan manajemen untuk memenuhi tujuan operasionalnya dalam kaitannya dengan pelaporan keuangan. Lima kategori dari aktivitas pengendalian:

a. Pemisahan tugas yang memadai

b. Otorisasi transaksi dan aktivitas yang semestinya c. Dokumen-dokumen dan catatan-catatan yang memadai d. Pengendalian fisik atas aktiva dan catatan

e. Pengecekan yang independen atas kinerja.

4. Sistem Komunikasi dan Informasi (Accounting Information and Communication System)

COSO (2013:5) menjelaskan mengenai komponen informasi dan komunikasi dalam pengendalian internal sebagai berikut:

“Information is necessary for the entity to carry out internal control responsibilities to support the achievement of its objectives. Management obtains or generates and uses relevant and quality information from both internal and external sorces to support the functioning of other components of internal control. Communication is the continual, iterative process of providing, sharing, and obtaining necessary information. Internal communication is the means by which information is disseminated throughout the organization, flowing up, down, and across the entity. It enables personnel to receive a clear message from senior management that control responsibilities must be taken seriously. External communication is twofold: it enables inbound communication of relevant

(15)

external information, and it provides information to external parties in response to requirements and expectations.”

Sebagaimana yang dinyatakan oleh COSO diatas, bahwa informasi sangat penting bagi setiap entitas untuk melaksanakan tanggungjawab pengendalian internal guna mendukung pencapaian tujuan-tujuannya. Informasi yang diperlukan manajemen adalah informasi yang relevan dan berkualitas baik yang berasala dari sumber internal maupun eksternal dan informasi digunakan untuk mendukung fungsi komponen-komponen lain dari pengendalian internal. Informasi diperoleh ataupun dihasilkan melalui proses komunikasi antar pihak internal maupun eksternal yang dilakukan secara terus menerus, berulang, dan berbagi. Kebanyakan organisasi membangun suatu sistem informasi untuk memenuhi kebutuhan informasi yang andal, relevan, dan tepat waktu.

COSO (2013:7) menegaskan mengenai prinsip-prinsip dalam organisasi yang mendukung komponen informasi dan komunikasi yaitu sebagai berikut :

“ 1. The organization obtains or generates and uses relevant, quality information to support the functioning of internal control.

2. The organization internally communicates information, including objectives and responsibilities for internal control, necessary to support the functioning of internal control.

3. The organization communicates with external parties regarding matters affecting the functioning of internal control.”

Berdasarkan rumusan COSO di atas bahwa ada 3 prinsip yang mendukung komponen informasi dan komunikasi dalam pengendalian internal yaitu :

(16)

1. Organisasi memperoleh atau menghasilkan dan menggunakan informasi yang berkualitas dan yang relevan untuk mendukung fungsi pengendalian internal.

2. Organisasi secara internal mengkomunikasikan informasi, termasuk tujuan dan tanggungjawab untuk pengendalian internal dalam rangka mendukung fungsi pengendalian internal.

3. Organisasi berkomunikasi dengan pihak eksternal mengenai hal-hal yang mempengaruhi fungsi pengendalian internal.

Sistem informasi dan komunikasi yang memungkinkan orang dalam organisasi untuk mendapatkan dan berbagi informasi yang diperlukan untuk mengelola, melaksanakan dan mengendalikan operasi. Tujuan sistem akuntansi perusahaan adalah untuk mengidentifikasi, mengumpulkan, mengklarifikasi, mencatat, dan melaporkan transaksi-transaksi perusahaan, dan untuk menjaga pertanggungjawaban akuntansi untuk aktiva-aktiva yang berkaitan (Hiro Tugiman : 2002).

5. Aktivitas Pemantauan (Monitoring Activities)

COSO (2103:5) menjelaskan mengenai komponen aktivitas pemantauan dalam pengendalian internal sebagai berikut:

“Ongoing evaluations, separate evaluations, or some combination of the two are used to ascertain whether each of the five components of internal control, including controls to effect the principles within each component, is present and functioning. Ongoing evaluations, built into business processes at different levels of the entity, provide timely information. Separate evaluations, conducted periodically, will vary in scope and frequency depending on assessment of risks, effectiveness of ongoing evaluations, and other management considerations. Findings are evaluated againts criteria established by regulators, recognized

(17)

standard-setting bodies or management and the board of directors as appropriate.”

Memperhatikan rumusan yang dikemukakan COSO diatas, bahwa aktivitas pemantauan merupakan kegiatan evaluasi dengan beberapa bentuk apakah yang sifatnya berkelanjutan, terpisah ataupun kombinasi keduanya yang digunakan untuk memastikan apakah masing-masing dari lima komponen pengendalian internal mempengaruhi prinsip-prinsip dalam setiap komponen, ada dan berfungsi. Evaluasi berkesinambungan (terus menerus) dibangun ke dalam proses bisnis pada tingkat yang berbeda dari entitas guna menyajikan informasi yang tepat waktu. Evaluasi terpisah dilakukan secara periodik, akan bervariasi dalam lingkup dan frekuensi tergantung pada penilaian risiko, efektivitas evaluasi yang sedang berlangsung, dan pertimbangan manajemen lainnya. Temuan-temuan dievaluasi terhadap kriteria yang ditetapkan oleh pembuat kebijakan, lembaga-lembaga pembuat standar yang diakui atau manajemen dan dewan direksi, dan kekurangan-kekurangan yang ditemukan dikomunikasikan kepada menajemen dan dewan direksi.

Kegiatan pemantauan meliputi proses penilaian kualitas kinerja pengendalian internal sepanjang waktu, dan memastikan apakah semuanya dijalankan seperti yang diinginkan serta apakah telah disesuaikan dengan perubahan keadaan. Pemantauan seharusnya dilaksanakan oleh personal yang semestinya melakukan pekerjaan tersebut, baik pada tahap desain maupun pengoperasian pengendalian pada waktu yang tepat, guna menentukan apakah pengendalian internal beroperasi sebagaimana yang diharapkan dan untuk

(18)

menentukan apakah pengendalian intern tersebut telah disesuaikan dengan perubahan keadaan yang selalu dinamis.

Pengawasan oleh manajemen dan pegawai lain yang ditunjuk atas pelaksanaan tugas sebagai penilaian terhadap kualitas dan efektivitas sistem pengendalian intern. Aktivitas monitoring atau pemantauan berhubungan dengan penetapan secara periodik atas efektivitas dari desain dan implementasi dari pengendalian intern yang dilakukan oleh manajemen untuk menentukan apakah telah bekerja sebagaimana yang dimaksud dan dimodifikasi sesuai dengan kondisi-kondisi yang ada ( Hiro Tugiman : 2002).

2.1.1.4. Karakteristik Pengendalian Internal

Karakterisktik Pengendalian Internal (Hiro Tugiman : 2002) : 1. Tepat waktu

Pengendalian harus mampu mendeteksi sedini mungkin penyimpangan yang terjadi atau potensial untuk terjadinya, dengan tujuan untuk membatasi biaya yang tidak perlu. Oleh karenanya pengendalian harus tepat waktu, tetapi dengan tetap mempertimbangkan efektivitas biayanya. 2. Cukup hemat

Pengendalian harus menyajikan kepastian yang logis bahwa untuk pencapaian hasil dimaksud, menimbulkan biaya yang paling minimum dan efek sampingan yang sekecil mungkin.

(19)

3. Dapat dipertanggungjawabkan

Pengendalian harus mampu membantu orang-orang yang terlibat didalamnya menunjukkan pertanggungjawaban mereka atas tugas-tugas yang dibebankan padanya.

4. Dapat ditempatkan

Pengendalian harus dapat ditempatkan atau diposisikan pada tempat dimana pengendalian dapat bekerja secara efektif

5. Fleksibel

Pengendalian harus dapat ditempatkan atau diposisikan pada tempat dimana pengendalian dapat bekerja secara efektif.

6. Mampu mengidentifikasi penyebab

Tindakan korektif yang segera dapat dilakukan jika pengendalian bukan hanya mengidentifikasi masalah, tetapi juga penyebabnya.

7. Sesuai/pantas

Pengendalian harus dapat memenuhi kebutuhan manajemen dan cocok dengan struktur organisasi dan orang-orang yang terlibat dalam kegiatan.

2.1.1.5 Jenis-jenis Pengendalian Internal

Jenis pengendalian internal (Hiro Tugiman : 2002): 1. Pengendalian Preventive

Pengendalian untuk mencegah terjadinya kekeliruan, kesalahan, atau ketidakberesan dalam suatu kegiatan. Pengendalian preventive akan bekerja dengan baik apabila fungsi atau orang-orang memanfaatkan peranannya.

(20)

2. Pengendalian Detective

Pengendalian untuk mendeteksi kesalahan setelah kesalahan-kesalahan sebelumnya terjadi

3. Pengendalian Corrective

Pengendalian untuk memperbaiki masalah-masalah ataupun kelemahan-kelemahan yang teridentifikasi melalui pengendalian detective.

4. Pengendalian Directive

Pengendalian untuk mengarahkan agar pelaksanaan dilakukan dengan tepat dan benar. Pengendalian directive didesain dengan maksud untuk menghasilkan hasil-hasil yang positif, sementara fokus pengendalian preventive, detective, dan corrective adalah didasarkan pada pencegahan. 5. Pengendalian Compensative

Pengendalian untuk menetralisasi kelemahan-kelemahan pada aspek kontrol yang lain. Pengendalian ini dapat mengkompensasi kelemahan-kelemahan yang terjadi.

2.1.1.6. Keterbatasan Pengendalian Internal

COSO (2013:9) menjelaskan mengenai keterbatasan-keterbatasan pengendalian internal sebagaimana yang dirumuskan dalam Internal Control Integrated Framework sebagai berikut :

“The framework recognizes that while internal control provides reasonable assurance of achieving the entity’s objectives. Limitations do exist. Internal control cannot prevent bad judgment or decisions, or external events that can cause an organization to fail to achieve its operational goals. In other words, even an effective system of internal control can experience a failure. Limitations may result from the:

(21)

1. Suitability of objectives established as a precondition to internal control.

2. Reality that human judgment in decision making can be faulty and subject to bias.

3. Breakdowns that can occur because of human failures such as simple errors.

4. Ability of management to override internal control.

5. Ability of management, other personnel, and/or third parties to circumvent controls through collusion.

6. External events beyond the organization’s control.”

Berdasarkan uraian COSO, bahwa pengendalian internal tidak bisa mencegah penilaian buruk atau keputusan, atau kejadian eksternal yang dapat menyebabkan sebuah organisasi gagal untuk mencapai tujuan operasionalnya. Dengan kata lain, bahkan sistem pengendalian internal yang efektif dapat mengalami kegagalan.

Keterbatasan-keterbatasan yang ada mungkin terjadi sebagai hasil dari penetapan tujuan-tujuan yang menjadi prasyarat untuk pengendalian internal tidak tepat, faktor kesalahan/kegagalan manusia sebagai pelaksana, kemampuan manajemen, personel lainnya, ataupun pihak ketiga untuk menghindari kolusi, dan juga peristiwa-peristiwa eksternal yang berada diluar kendali organisasi.

Permasalahan pengendalian yang merupakan keterbatasannya menurut Hiro Tugiman (2002), antara lain:

1. Banyak pengendalian yang ditetapkan memiliki tujuan yang tidak jelas 2. Pengendalian lebih diartikan sebagai tujuan akhir yang harus dicapai dan

bukan sebagai alat atau sarana untuk mencapai tujuan organisasi

3. Pengendalian ditetapkan terlalu berlebihan tanpa memperhatikan sisi manfaat dan biayanya.

(22)

4. Penerapan yang tidak tepat dari pengendalian juga mengakibatkan berkurang atau bahkan hilangnya inisiatif dan kreativitas stiap orang 5. Pengendalian tidak memperhitungkan aspek perilaku padahal faktor

manusia merupakan kunci utama untuk berhasilnya pengendalian. Keterbatasan menurut Mulyadi (2002), adalah :

1. Kesalahan dan pertimbangan

Seringkali, manajemen dan personil lain dapat salah dalam mempertimbangkan keputusan bisnis yang diambil atau dalam melaksanakan tugas rutin karena tidak memadainya informasi, keterbatasan waktu, atau tekanan lain.

2. Gangguan

Gangguan dalam pengendalian yang telah ditetapkan dapat terjadi karena personil secara keliru memahami perintah atau membuat kesalahan karena kelalaian, tidak adanya perhatian, atau kelelahan. Perubahan yang bersifat sementara atau permanen dalam personil atau dalam sistem dan prosedur dapat mengakibatkan gangguan.

3. Kolusi

Tindakan bersama beberapa individu untuk tujuan kejahatan disebut dengan kolusi. Kolusi dapat mengakibatkan bobolnya pengendalian internal yang dibangun untuk melindungi kekayaan entitas dan tidak terungkapnya ketidakberesan atau tidak terdeteksinya kecurangan oleh pengendalian internal yang dirancang.

(23)

4. Pengabaian oleh manajemen

Manajemen dapat mengabaikan kebijakan atau prosedur yang telah ditetapkan untuk tujuan yang tidak sah.

5. Biaya lawan manfaat

Biaya yang diperlukan untuk mengoperasikan pengendalian internal tidak boleh melebihi manfaat dari pengendalian internal tersebut.

2.1.1.7 Pedoman Sistem Pengendalian Intern Bank

Sistem pengendalian pada proses pemberian kredit pada hakikatnya mengingatkan agar sasaran kredit tercapai baik bagi bank maupun nasabahnya, serta untuk menghindari terjadinya kredit macet.

Menurut Surat edaran Bank Indonesia Nomor 5/22/DPNP tanggal 29 September 2003 tentang Pedoman Standar Sistem pengendalian Intern bagi Bank Umum.

Tujuan Pengendalian Intern Bank yaitu:

1. Kepatuhan terhadap peraturan dan perundang-undangan yang berlaku (Tujuan kepatuhan)

2. Tersedianya informasi keuangan dan manajemen yang benar, lengkap dan tepat waktu (Tujuan Informasi)

3. Efesiensi dan efektivitas dari kegiatan usaha bank ( Tujuan Operasional) 4. Meningkatkan efektivitas budaya risiko (risk culture) pada organisasi

secara menyeluruh (Tujuan Budaya Risiko)

Pihak-pihak yang berkepentingan dengan sistem pengendalian intern bank : 1. Dewan Komisaris

(24)

2. Direksi

3. Satuan Kerja Audit intern (SKAI) 4. Pejabat dan pegawai bank

5. Pihak-pihak ekstern Komponen-komponen :

1. Lingkungan Pengendalian

Lingkungan pengendalian mencerminkan keseluruhan komtmen, perilaku, kepedulian dan langkah-langkah dewan Komisaris dan Direksi Bank dalam melaksanakan kegiatan pengendalian operasional bank. Unsur-unsur lingkungan pengendalian meliputi: Struktur organisasi yang memadai; gaya kepemimpinan dan filosofi manajemen bank; Integritas dan nilai-nilai etika serta kompetensi seluruh pegawai, Kebijakan dan prosedur sumber daya manusia bank; Atensi dan arahan manajemen bank dan komite lainnya, seperti Komite Manajemen Risiko; dan Faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi operasional bank dan penerapan manajemen risiko.

2. Identifikasi dan penilaian resiko

a. Perubahan kegiatan operasional bank b. Perubahan susunan personalia

c. Perubahan sitem informasi

d. Pertumbuhan yang cepat pada kegiatan usaha tertentu e. Perkembangan teknologi

(25)

g. Terjadinya penggabungan usaha, konsolidasi, akuisisi, dan rektrurisasi bank

h. Perubahan dalam sistem akuntansi i. Ekspansi usaha

j. Perubahan hukum dan peraturan

k. Perubahan perilaku serta ekspetasi nasabah 3. Kegiatan pengendalian dan pemisahan fungsi

1. Kegiatan pengendalian: a. Kaji ulang manajemen

b. Kaji ulang kinerja operasional c. Pengendalian sistem informasi d. Pengendalian aset fisik

e. Dokumentasi 2. Pemisahan fungsi:

Dalam pelaksanaan pemisahan fungsi tersebut, bank harus melakukan langkah-langkah, yaitu menetapkan fungsi atau tugas tertentu pada bank yang harus dipisahkan atau dialokasikan kepada beberapa orang dalam rangka mengurangi resiko terjadinya manipulasi data keuangan atau penyalahgunaan aset bank dan pemisahan funsi tersebut tidak terbatas pada kegiatan front dan back office.

4. Sistem akuntansi, informasi dan komunikasi

Sistem akuntansi, informasi dan komunikasi yang memadai dimaksudkan agar dapat mengidentifikasi masalah yang mungkin timbul dan digunakan sebagai

(26)

sarana tukar menukar informasi dalam rangka pelaksanaan tugas yang sesuai dengan tanggung jawabnya masing-masing.

5. Kegiatan pemantauan dan tindakan koreksi penyimpan

Bank harus melakukan pemantauan secara terus menerus terhadap efektivitas keseluruhan pelaksanaan pengendalian intern.

2.1.2 Efektivitas Pemberian Kredit 2.1.2.1 Pengertian efektivitas

Efektivitas dalam pengertian yang sifatnya umum, adalah tingkat pencapaian suatu tujuan. Menurut Mardiasmo (2002) efektivitas adalah ukuran berhasil tidaknya suatu organisasi mencapai tujuannya.

2.1.2.2 Pengertian Kredit

Kasmir (2002) menyatakan dalam bahasa latin kredit disebut “credere” yang artinya kepercayaan atau dalam bahasa latin “creditum” yang berarti kepercayaan akan kebenaran. Dasar seseorang untuk memperoleh kredit adalah kepercayaan, dalam praktik sehari-hari pengertian ini selanjutnya berkembang lebih luas lagi, kredit adalah kemampuan untuk melaksanakan suatu pembelian atau mengadakan suatu janji pembayaran yang akan dilakukan ditangguhkan pada suatu jangka waktu yang disepakati.

Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara pihak bank

(27)

dan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.

Kredit menurut Hasibuan (2005) adalah

“Semua jenis pinjaman uang atau barang yang wajib dibayar kembali bersama bunganya oleh peminjam. Pembayarannya bisa cicilan atau sekaligus. Hal tersebut tergantung pada perjanjian yang telah disepakati oleh kreditur dan debitur”.

2.1.2.3 Tujuan dan Fungsi Kredit

Pada dasarnya tujuan kredit dalam suatu perbankan adalah untuk mencari keuntungan, yang nantinya akan digunakan untuk membiayai kegiatan operasional bank. Bank akan meneruskan simpanan dari nasabahnya kepada nasabah lain dalam bentuk kredit. hanya saja bank harus benar-benar yakin bahwa nasabah yang akan menerima kredit itu memiliki kemampuan untuk mengembalikan kredit yang telah diterimannya.

Tujuan pemberian suatu kredit menurut Kasmir (2002) adalah sebagai berikut:

1. Mencari keuntungan

Hasil keuntungan ini diperoleh dalam bentuk bunga yang diterima oleh bank sebagai balas jasa dan biaya administasi kredit yang dibebankan kepada nasabah.

2. Membantu usaha bank

Tujuan selanjutnnya adalah untuk membantu usaha nasabah yang memerlukan dana, baik dana untuk investasi maupun dana untuk modal kerja. Dengan dana tersebut, maka pihak debitur akan dapat

(28)

mengembangkan dan memperluas usahanya. Dalam hal ini bank maupun nasabah sama-sama diuntungkan.

3. Membantu pemerintah

Bagi pemerintah semakin banyak kredit yang disalurkan oleh pihak perbankan, maka semakin baik, mengingat semakin banyak kredit berarti adanya kucuran dana dalam rangka peningkatan pembangunan di berbagai sektor, terutama sektor riil.

Fungsi kredit menurut Kasmir (2002) antara lain: 1. Untuk meningkatkan daya guna uang.

2. Untuk meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang. 3. Untuk meningkatkan daya guna barang.

4. Meningkatkan peredaran barang. 5. Sebagai alat stabilitas ekonomi.

6. Untuk meningkatkan kegairahan berusaha. 7. Untuk meningkatkan pemerataan pendapatan.

2.1.2.4 Jenis-jenis kredit

Jenis-jenis kredit menurut Kasmir (2002) yaitu: 1. Dilihat dari segi kegunaan

a. Kredit investasi : kredit jangka panjang yang biasanya digunakan untuk keperluan perluasan usaha atau membangun proyek/pabrik baru keperluan rehabilitasi.

b. Kredit modal kerja : kredit yang digunakan untuk keperluan meningkatkan produksi dalam operasionalnya.

(29)

2. Dilihat dari segi tujuan kredit

a. Kredit produktif : kredit yang digunakan untuk peningkatan usaha atau produksi.

b. Kredit konsumtif : kredit yang digunakan untuk dikonsumsi secara pribadi.

c. Kredit perdagangan : kredit yang diberikan kepada pedagang dan digunakan untuk membiayai aktivitas perdagangannya seperti untuk membeli barang dagangan yang pembayarannya diharapkan dari hasil penjualan barang dagangan tersebut. 3. Dilihat dari segi jangka waktu

a. Kredit jangka pendek b. Kredit jangka menengah c. Kredit jangka panjang 4. Dilihat dari segi jaminan

a. Kredit dengan jaminan b. Kredit tanpa jaminan 5. Dilihat dari segi sektor usaha

a. Kredit pertanian b. Kredit pertenakan c. Kredit industri d. Kredit pertambangan e. Kredit pendidikan f. Kredit profesi

(30)

g. Kredit perumahan

h. Dan sektor-sektor lainnya.

2.1.2.5 Unsur-unsur kredit

Unsur-unsur kredit menurut Kasmir (2002) yaitu: 1. Kepercayaan

2. Kesepakatan 3. Jangka waktu 4. Resiko 5. Balas jasa

2.1.2.6 Sistem dan Prosedur Pemberian Kredit

Secara umum prosedur pemberian kredit oleh badan hukum menurut Kasmir (2002) sebagai berikut:

1. Pengajuan proposal hendaknya berisi: latar belakang perusahaan; maksud dan tujuan; besarnya kredit dan jangka waktu; cara pemohon mengembaliakan kredit; jaminan kredit.

2. Melampirkan dokumen-dokumen yang meliputi foto kopi: akte notaries; T.D.P (Tanda Daftar Perusahaan); N.P.W.P (Nomor Pokok Wajib Pajak); neraca dan laporan laba rugi 3 tahun terakhir; bukti diri dari pimpinan perusahaan; foto kopi sertifikat jaminan.

3. Penilaian yang dapat dilakukan untuk sementara adalah dari neraca dan laporan laba rugi yang ada dengan menggunakan rasio-rasio sebagai berikut : current ratio; acid test ratio; inventory turn over; sales to

(31)

receivable ratio; profit margin ratio; return on net worth; working capital.

4. Penyelidikan berkas pinjaman 5. Wawancara awal

6. On the spot 7. Wawancara II

8. Keputusan kredit adalah menentukan apakah kreditakan diberikan atau ditolak. Biasanya keputusan kredit yang akan diumumkan mencakup: jumlah uang yang diterima; jangka waktu kredit; biaya-biaya yang harus dibayar; waktu pencairan kredit.

9. Penandatanganan akad kredit/perjanjian lainnya 10. Realisasi kredit

11. Penyaluran/penarikan dana.

2.1.2.7 Prinsip-prinsip Pemberian Kredit

Prinsip-prinsip pemberian kredit menurut Kasmir (2002) yaitu Penilaian dengan analisis 5C adalah sebagai berikut:

1. Watak/kepribadian (Character)

Character merupakan sifat atau watak seseorang. Sifat atau watak dari orang-orang yang akan diberikan kredit benar-benar harus dapat dipercaya. Untuk membaca watak atau sifat dari calon debitur dapat dilihat dari latar belakang si nasabah, abik yang bersifat latar belakang pekerjaan maupun yang bersifat pribadi.

(32)

2. Kemampuan (Capacity)

Capacity adalah analisis untuk mengetahui kemampuan nasabah dalam membayar kredit. dari penilaian ini terlihat kemempuan nasabah dalam mengelola bisnis. Kemampuan ini dihubungkan dengan latar belakang pendidikan dan pengalamannya selama ini dalam mengelola usahanya, sehingga akan terliaht kemampuan “kemampuannya” dalam mengembalikan kredit yang disalurkan, 3. Modal (Capital)

Berfungsi untuk melihat penggunaan modal apakah efektif atau tidak, dapat dilihat dari laporan keuangan (neraca dan laporan laba rugi) yang disajikan dengan melakukan pengukuran seperti dari segi likuiditas dan solvabilitasnya, rentabilitas dan ukuran lainnya.

4. Kondisi (Condition)

Dalam menilai kredit hendaknya juga dinilai kondisi ekonomi, sosial dan politik yang ada sekarang dan prediksi untuk di masa yang akan datang. Penilaian kondisi atau prospek bidang usaha yang dibiayai hendaknya benar-benar memiliki prospek yang baik, sehingga kemungkinan kredit tersebut bermasalah relatif kecil. 5. Jaminan/agunan (Colleteral)

Merupakan jaminan yang diberikan calon nasabah baik yang bersifat fisik maupun non fisik. Jaminan hendaknya melebih jumlah kredit yang diberikan. Jaminan juga harus diteliti keabsahan dan kesempurnaannya, sehingga jika terjadi suatu masalah, maka jaminan yang dititpkan akan dapat diperguanakan secepat mungkin.

(33)

Penilaian suatu kredit dapat pula dilakukan dengan analisis 7P dengan unsur penilaian sebagai berikut:

1. Personality

Yaitu menilai nasabah dari segi kepribadiannya atau tingkahlakunya sehari-hari maupun kepribadiannya masa lalu.

2. Party

Yaitu mengklasifikasikan nasabah kedalam kalsifikasi tertentu atau golongan-golongan tertentu, berdasarkan modal, loyalitas serta karakternya.

3. Purpose

Yaitu untuk mengetahui tujuan dalam mengambil kredit, termasuk yang diinginkan nasabah.

4. Prospect

Yaitu untuk menilai usaha nasabah dimasa yang akan datang menguntungkan atau tidak atau dengan kata lain mempunyai prospek atau sebaliknya.

5. Payment

Merupakan ukuran bagaimana cara nasabah mengembalikan kredit yang telah diambil atau dari sumber mana saja dana untuk pengembalian kredit.

6. Profitability

Untuk menganalisis bagaima kemampuan nasabah dalam mencari laba. Profitability diukur dari periode ke periode, apakah akan tetap

(34)

sama atau akan semakin meningkat, apalagi dengan tambahan kredit yang akan diperolehnya.

7. Protection

Tujuannya adalah bagaimana menjaga agar kredit yang diberikan mendapatkan jaminan perlindungan, sehingga kredit yang diberikan semakin benar-benar aman. Perlindungan yang diberikan oleh debitur dapat berupa jaminan barang atau orang atau jaminan asuransi.

2.1.2.8 Aspek-aspek Penilaian Kredit

Aspek-aspek penilaian kredit menurut Kasmir (2002) antara lain meliputi:

1. aspek yuridis/hokum

2. aspek Pasar dan Pemasaran 3. aspek keuangan

4. aspek teknis/operasi 5. aspek manajemen 6. aspek sosial ekonomi 7. aspek amdal.

2.1.3 Pengendalian Kredit

Menurut Hasibuan (2005) pengendalian kredit mutlak dilaksanakan untuk menghindari terjadinya kredit macet.

2.1.3.1 Tujuan Pengendalian Kredit

(35)

1. Menjaga agar kredit yang disalurkan tetap aman

2. Mengetahui apakah kredit yang disalurkan itu lancar atau tidak 3. Melakukan tindakan pencegahan dan penyelesaian kredit macet

4. Mengevaluasi apakah prosedur penyaluran kredit yang dilakukan telah baik atau masih peru disempurnakan

5. Memperbaiki kesalahan-kesalahan karyawan analisis kredit dan mengusahakan agar kesalahan itu tidak terulang kembali

6. Mengetahui posisi persentase collectability credit yang disalurkan bank 7. Meningkatkan moral dan tanggung jawab karyawan analisi kredit bank.

2.1.3.2 Jenis-jenis Pengendalian Kredit

Jenis-jenis pengendalian kredit menurut Hasibuan (2005) yaitu:

1. Preventive Control of Credit adalah pengendalian kredit yang dilakukan dengan tindakan pencegahan sebelum kredit tersebut macet yaitu dengan cara penetapan plafond kredit , pemantauan debitor, dan pembinaan debitor. Plafond kredit atau batas maksimum kredit yang diberikan bank yang dapat dipinjam oleh debitur bersangkutan. Plafond kredit mutlak harus ditetapkan dan disetujui oleh kedua belah pihak (bank dan nasabah) sebelum penyaluran kredit dilakukan. Plafond kredit ditetapkan atas analisis asa 5C, 7P, dan 3R oleh analis kredit.

2. Repressive Control of Credit adalah pengendalian kredit yang dilakukan melalui tindakan penagihan/ penyelesaian setelah kredit tersebut macet. Repressive control of credit adalah tindakan

(36)

pengamanan atrau penyelesaian kredit macet dengan cara reschedulling, reconditioning, restructuring, dan liquidation.

2.1.4 Bank

2.1.4.1 Pengertian Bank

Bank termasuk perusahaan jasa karena memberikan pelayanan jasa kepada masyarakat. Agar pengertian bank menjadi jelas, penulis mengutip beberapa definisi atau rumusan yang dikemukakan para penulis sebagai berikut :

Menurut undang-undang Republik Indonesia No.7 tahun 1992 tentang perbankan yang telah diubah dengan undang-undang No. 10 tahun 1998 :

1. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/ atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

2. Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.

3. Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran

Menurut Hasibuan (2005) Bank Umum adalah

“Lembaga keuangan, pencipta uang, pengumpul dana dan penyalur kredit, pelaksana lalulintas pembayaran, stabilisator moneter, serta dinamisator pertumbuhan perekonomian”.

(37)

Menurut Kasmir (2002) bank secara sederhana dapat diartikan sebagai: “Lembaga keuangan yang kegiatan usahanya adalah menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dana menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau dalam bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat”.

Dari definisi bank diatas dapat ditarik kesimpulan, yaitu bank merupakan suatu lembaga dimana kegiatannya menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, seperti tabungan, deposito, maupun giro dan menyalurkan dana simpanan tersebut kepada masyarakat yang membutuhkan, baik dalam bentuk kredit maupun bentuk-bentuk lainnya.

2.1.4.2 Asas, Fungsi, dan Tujuan Perbankan

Dalam pasal 2, 3, dan 4 UU No. 7 Tahun 1992 sebagaimana telah di ubah dengan UU No.1 Tahun 1998 tentang perbankan, dinyatakan asas, fungsi, dan tujuan:

1. Asas

Perbankan Indonesia dalam melaksanakan kegiatan usahanya berdasarkan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian.

2. Fungsi

Fungsi utama perbankan adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat.

3. Tujuan

Perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah peningkatan rakyat banyak.

(38)

2.1.4.3 Penggolongan dan Jenis-jenis Bank

Klasifikasi bank menurut Kasmir (2004) yaitu :

1. Klasifikasi bank berdasarkan kepemilikannya: bank milik pemerintah; Bank Pemerintah Daerah (BPD); bank milik swasta nasional; bank milik koperasi; bank milik asing; bank milik campuran

2. Klasifikasi bank berdasarkan transaksi: Bank Devisa; Bank non devisa

2.1.5 Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah

2.1.5.1 Profil dan Karakteristik Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2008: 2.1.5.1.1Pengertian Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah

1. Usaha Mikro : usaha produktif milik orang perorangan dan/ atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-undang.

2. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang.

3. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan

(39)

anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau Usaha Besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-undang.

2.1.5.1.2Tujuan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah

Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah bertujuan menumbuhkan dan mengembangkan usahanya dalam rangka membangun perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi yang berkeadilan.

2.1.5.1.3Prinsip Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah

1. Pertumbuhan kemandirian, kebersamaan, dan kewirausahaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah untuk berkarya dengan prakarsa sendiri.

2. Perwujudan kebijakan publik yang transparan, akuntabel, dan berkeadlian.

3. Pengembangan usaha berbasis potensi daerah dan berorientasi pasar sesuai dengan kompetensi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. 4. Peningkatan daya saing Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.

5. Penyelenggaraan perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian secara terpadu.

(40)

2.1.5.1.4Kriteria Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Kriteria Usaha Mikro adalah sebagai berikut:

a. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau

b. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah)

Kriteria Usaha Kecil adalah sebagai berikut:

a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau

b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah).

Kriteria Usaha Menengah adalah sebagai berikut:

a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah).

(41)

2.2 Penelitian Terdahulu

Beberapa peneliti telah melakukan penelitian yang berkaitan dengan pengendalian internal terhadap efektivitas pemberian kredit. Hasil dari beberapa peneliti akan digunakan sebagai bahan referensi dan perbandingan dalam penelitian ini.

Dalam Munawaroh (2011) yang melakukan penelitian tentang peranan pengendalian internal dalam menunjang efektivitas sistem pemberian kredit usaha, kecil, dan menengah. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa pengendalian internal yang diterapkan pada Koperasi Pegawai Bank Rakyat Indonesia, Kediri, dan sistem pengendalian internal tersebut telah efektif. Peranan pengendalian internal dalam menunjang efektivitas pemberian kredit tidak dapat diabaikan.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hesty Harun(2013) berjudul penerapan sistem pengendalian internal dalam efektivitas pemberian kredit. Hasil penelitiannya menyatakan penerapan prosedur pengendalian internal dalam pemberian kredit sudah efektif sesuai dengan teori pengendalian internal yang baik menurut COSO hanya saja belum terdapat bnagan struktur organisasi dan flowchart proses kredit dalam BRI Kantor Cabang Pembantu Boulevard Manado. Adanya laporan keuangan yang akurat dan dapat dipercaya sebagai salah satu hasil yang diperoleh atas diterapkannya audit internal setiap bulan untuk evaluasi kinerja bank dan audit internal secara keseluruhan setahun sekali. Monitoring dilakukan setiap hari oleh manajemen bank lewat media komunikasi dan informasi yang handal dan dapat diakses dengan cepat untuk mempermudah pengambilan keputusan. Penerapan struktur pengendalian dalam aktivitas

(42)

pemebrian kredit sudah efektif sesuai dengan teori pelaksanaan struktur pengendalian internal yang baik. Dimana penilaian resiko yang mencakup didalamnya prinsip kehati-hatian dalam pelaksanaan pemberian kredit guna menghindari kredit bermasalah atau kredit macet.

Putri Oceana Maharani dan I Wayan Ramantha (2014) melakukan penelitian tentang pengaruh efektivitas struktur pengendalian intern terhadap kinerja perkreditan pada bank perkreditan rakyat di kota Denpasar. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa struktur pengendalian intern pada BPR di Kota Denpasar telah dilakukan dengan baik dan berada pada kriteria efektif. Hasil pengujian secara simultan menunjukan bahwa lingkungan pengendalian, penaksiran risiko, aktivitas pengendalian, informasi dan komunikasi, serta pemantauan berpengaruh signifikan terhadap kinerja perkreditan. Hasil uji secara parsial, menunjukan bahwa variabel lingkungan pengendalian, informasi dan komunikasi, dan aktivitas pengendalian tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja perkreditan pada BPR di Kota Denpasar.

Penelitian yang dilakukan oleh Riska S. Papalangi berjudul penerapan sistem pengendalian internal dalam menunjang efektivitas pemberian kredit UKM pada PT. BRI (Persero) Tbk Manado, hasil penelitiannya sistem pemberian kredit usaha kecil menengahb yang dilakukan oleh PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Cabang Manado sudah baik karena sesuai dengan undang-undang Republik Indonesia No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Sistem pengendalian internal yang diterapkan dalam proses pemberian kredit telah memenuhi unsur-unsur pengendalian internal. BRI memiliki struktur pengendalian internal dalam

(43)

perkreditan untuk mencegah adanya penyalahgunaan wwenang. BRI juga menerapkan persyaratan tertentu untuk menjamin keamanan atas kredit usaha tersebut. hal-hal tersebut membuktikan bahwa sistem pengendalian internal telah sesuai dengan teori-teori yang ada sehingga dapat mendorong tercapainya pemberian kredit yang efektif.

Penelitian yang dilakukan oleh Arief Sugilarsyah (2013) berjudul pengaruh pengendalian internal terhadap efektivitas pemberian kredit usaha mikro pada PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Unit Lodaya cabang A.H Nasution Bandung, hasil penelitiannya menyatakan bahwa pengendalian internal sangat berperan dalam menunjang efektivitas pemberian kredit usaha mikro kecil dan menengah.

Tabel 2.1

Penelitian-penelitian Terdahulu No. Peneliti Variabel Metode

Analisis Hasil Penelitian 1. Munawaroh, 2011 Variabel Independen : pengendalian internal Variabel Dependen : efektivitas pemberian kredit Deskriptif kualitatif Pengendalian internal berperan dalam menunjang efektivitas pemberian kredit

(44)

2. Hesty Harun Variabel Independen : sistem pengendalian internal Variabel Dependen : efektivitas pemberian kredit Deskriptif kualitatif Penerapan prosedur pengendalian intern dalam pemebrian kredit sudah efektif sesuai dengan teori pengendalian intern yang baik menurut COSO hanya saja belum terdapat bagan struktur organisasi dan flowchart proses kredit

3. 4 Putri Oceana Maharani dan I Wayan Ramantha, 2014 Riska S. Papalangi Variabel Independen : efektivitas struktur pengendalian internal Variabel Dependen : kinerja perkreditan Variabel Independen: Sistem Pengendalian Internal Variabel Dependen: Deskriptif kualitatif Deskriptif Kualitatif Variabel lingkungan pengendalian, informasi dan komunikasi, dan pemantauan berpengaruh signifikan terhadap kinerja perkreditan, sedangkan penaksiran risiko dan aktivitas pengendalian tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja perkreditan

Sistem Pengendalian Internal yang diterapkan dalam proses pemberian kredit telah memenuhi insur-unsur pengendalian internal

(45)

Sumber dari berbagai skripsi dan jurnal

2.3 Pengaruh Pengendalian Internal terhadap Efektivitas Pemberian Kredit

Pengendalian internal yang memadai harus didukung oleh adanya unsur-unsur pengendalian internal yang meliputi (1) Lingkungan pengendalian (2) Penaksiran (3) Aktivitas pengendalian (4) Informasi dan Komunikasi (5) pemantauan.

Semua hal tersebut mendukung tercapainya tujuan pengendalian internal yang meliputi (1) keandalan laporan keuangan (2) efektivitas dan efisiensi operasi (3) kepatuhan terhadap hukum dan peraturan. Efektivitas sangat berkaitan dengan

Efektivitas Pemberian Kredit 5 Arief Sugilarsyah, 2013 Variabel Independen : pengendalian internal Variabel Dependen : efektivitas pemberian kredit Deskriptif Analisis

Pengendalian internal sangat berperan dalam menunjang efektivitas pemberian kredit usaha mikro.

(46)

tujuan yang akan dicapai, dalam usaha mencapai efektivitas pemberian kredit, perlu diketahui tujuan pemberian kredit yang diharapkan. Untuk itu, bagian perkreditan perlu menetapkan kriteria tertentu untuk digunakan prinsip perkreditan yang lebih dikenal dengan prinsip 5C, yaitu Character, Capacity, Capital, Collaterall, dan Condition of economic.

Dengan demikian dapat dinyatakan apabila pengendalian internal sudah memadai akan meningkatkan pelaksanaan pemberian kredit yang baik. Sehingga tujuan pengendalian kredit akan tercapai. Sifat hubungan antara pengendalian kredit dengan keputusan pemberian kredit adalah searah.

2.4 Kerangka Pemikiran

Menurut peraturan Bank Indonesia Nomor 14 / 22 / PBI / 2012 tentang pemberian kredit atau pembiayaan oleh bank umum dan bantuan teknis dalam rangka pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah bahwa usaha mikro, kecil, dan menengah memiliki peran yang sangat strategis dalam struktur perekonomian nasional, untuk memperkuat peran usaha mikro, kecil dan menengah dalam struktur perekonomian nasional perlu pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah melalui peningkatan akses kredit atau pembiayaan dari perbankan kepada usaha mikro, kecil, dan menengah. Bank umum wajib memberikan kredit atau pembiayaan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).

Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara pihak bank

(47)

dan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.

Kredit merupakan sumber pendapatan terbesar sebuah bank dan merupakan kegiatan yang memiliki nilai asset terbesar dibandingkan dengan kegiatan operasional bank yang lain, sehingga pengawasan pada bidang perkreditan menjadi suatu hal yang sangat penting dan mendapatkan perhatian yang lebih, hal ini dikarenakan kredit bermasalah khususnya kredit macet akan menjadi sebuah ancaman jika pihak perbankan tidak segera mengambil langkah penyelesaiannya (Setiawan dan I Gede Suparta Wisadha : 2014). Bank harus memiliki pengendalian internal agar kredit yang diberikan dapat dikembalikan sesuai dengan prosedur (Prijanto dan Dessy Puspitasari : 2005).

Pengendalian intern menurut The Commitee of Sponsoring Organizations of The Treadway Commission (COSO) adalah suatu proses yang dipengaruhi oleh orang-orang yang terlibat didalamnya (direksi, manajemen, dan personal lainnya), yang dirancang untuk memberikan keyakinan yang wajar (reasonable assurance) bahwa tujuan berikut akan tercapai yaitu efektivitas dan efisiensi operasi, dapat dipercayanya laporan keuangan, ketaatan pada UU dan peraturan (Hiro Tugiman : 2002).

Pengertian efektif menurut Mardiasmo (2002) efektivitas adalah ukuran berhasil tidaknya suatu organisasi mencapai tujuannya. Tujuan pemberian kredit menurut Kasmir adalah mencari keuntungan, membantu usaha nasabah dan membantu pemerintah.

(48)

Berdasarkan definisi di atas, pemberian kredit dikatakan efektif apabila bank berhasil mencapai tujuan pemberian kredit yaitu mendapatkan keuntungan, dapat membantu usaha nasabah dan dapat membantu pemerintah.

Pengendalian adalah kunci utama setiap kegiatan dalam perusahaan atau organisasi, pengendalian dalam hal ini dapat berbentuk prosedur, peraturan dan instruksi yang didesain untuk memastikan bahwa tujuan sistem operasi akan dapat di capai secara efektif dan efisien. Pengendalian meningkatkan probabilitas bahwa harapan-harapan manajemen akan dapat memahami secara keseluruhan sistem operasi yang bekerja dan memastikan apakah aktivitas telah dilaksanakan sesuai dengan standar atau kriteria-kriteria yang telah ditetapkan (Hiro Tugiman : 2002).

Pengendalian kredit mutlak dilaksanakan untuk menghindari terjadinya kredit macet dan penyelesaian kredit macet, pengendalian kredit adalah usaha-usaha untuk menjaga kredit yang diberikan tetap lancar, produktif, dan tidak macet ( Hasibuan : 2005).

Tujuan pengendalian kredit menurut Hasibuan (2005) adalah memperoleh pendapatan bank dari bunga kredit, memanfaatkan dan memproduktifkan dana-dana yag ada, melaksanakan kegiatan operasioal bank, memenuhi permintaan kredit dari masyarakat, memperlancar lalu lintas pembayaran, menambah modal kerja perusahaan , meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat.

Karena dalam pemberian kredit mengandung risiko dan harus ada pengendalian maka pihak bank harus aktif dalam memilih nasabah yaitu dengan

(49)

penilaian dari prinsip-prinsip dalam pemberian kredit, yang menurut Kasmir (2002) adalah Character, capacity, capital, condition, collateral.

Apabila prinsip-prinsip tersebut terpenuhi, diharapkan tujuan pemberian kredit akan tercapai. Di samping itu, perlu dilaksanakannya prosedur pemberian kredit yang meliputi permohononan kredit, analisa kredit, keputusan kredit, perjanjian kredit serta pencairan kredit. Selain terpenuhinya prinsip dan prosedur pemberian kredit, suatu sistem pemberian kredit dapat dikatakan efektif apabila kredit tersebut dapat kembali sesuai waktu yang ditetapkan dengan sejumlah bunga yang telah ditentukan. Prioritas pemberian kredit yang diberikan betul-betul tepat sasaran dan tepat guna, maka efektivitas sistem pemberian kredit akan tercapai (Munawaroh : 2011). Perkreditan dikatakan efektif jika kredit yang diberikan benar-benar digunakan untuk pembiayaan, sebagaimana dicantumkan dalam proposal kreditnya ( Hasibuan : 2005).

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, dapat digambarkan suatu model penelitian sebagai berikut:

Gambar 2.1

Bagan Kerangka Pemikiran

Efektivitas Pemberian Kredit Pengendalian Internal

Ha: pengendalian internal mempunyai pengaruh positif terhadap efektivitas pemberian kredit usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM)

Referensi

Dokumen terkait

Dalam kurun waktu 3 tahun terakhir, sektor perbankan Indonesia dihadapkan peningkatan jumlah kredit bermasalah (Non-Performing Loans – NPL) di tengah masih

Respons Terbuka Remaja melakukan kekerasan seksual Stimulus (Sebab Ekstern) Organisme (Sebab Intern) Peran Media Sosial: Alat informasi Alat Interaksi Alat partisipasi

Untuk efikasi diri berada dalam ranah pembentukan diri siswa yang dapat diusahakan oleh sekolah, sedangkan kemajuan TI berada pada ranah para pengembang, khususnya perusahaan..

Jadi portfolio optimalnya adalah berinvestasi di dua aset berbeda yaitu aset beresiko (risky asset) dan aset tidak beresiko (risk-free asset) dengan proporsi untuk investasi

Guidelines on Capacity Building in the Regions, (2005), hal 11- 15 Individu Lembaga Sistem Pengetahuan, Keterampilan, Kompetensi, Etika Sumber Daya, Ketatalaksanaan,

Tapi hal ini, dalam bahasa Jerman, tidak menjadi petunjuk bahwa ada Tuhan sebelum Tuhan (Tuhan Raja terlebih dahulu sebelum Tuhan): Yahweh yang menjadi Yahwist itu masih Tuhan yang

Masjid Besar Cipaganti merupakan salah satu masjid yang tergolong dalam masjid bersejarah sehingga harus di perhatikan secara menyeluruh dari segi pemeliharaannya

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana peran guru akuntansi mengatasi kesulitan belajar siswa dalam belajar akuntansi materi laporan keuangan