• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Pendahuluan Dbd

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Laporan Pendahuluan Dbd"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PENDAHULUAN DBD/DHF

LAPORAN PENDAHULUAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DENGUE HEMORHAGIC FEVER/DHF)

I. KONSEP DASAR MEDIS

A. Definisi

Dengue Hemorhagic Fever / Demam Berdarah Dengue adalah suatu penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh virus dengue dengan gejala utama demamj dan manifestasi perdarahan pada kuilt ataupun bagian tubuh lainnya yang bertendensi menimbulkan renjatan dan dapat berlanjut dengan kematian.

B. Etiologi

Virus dengue tergolong dalam family Flaviviridae dan dikenal ada 4 serotipe. Dengue 1&2 ditemukan di Irian ketika berlangsungnya perang dunia II, sedangkan dengue 3 & 4 ditemukan pada saat wabah di Filipina tahun 1953-1954. Virus dengue berbentuk batang, bersifat termolabil, sensitif terhadap inaktivasi oleh dietileter dan

natrium dioksilat, stabil pada suhu 700C.

Vektor utama dengue di Indonesia adalah nyamuk Aedes aegypti, di samping pula Aedes albopictus. Vektor ini mepunyai ciri-ciri:

1. Badannya kecil, badannya mendatar saat hinggap

2. Warnanya hitam dan belang-belang

3. Menggigit pada siang hari

4. Gemar hidup di tempat – tempat yang gelap

5. Jarak terbang <100 meter dan senang mengigit manusia

6. Bersarang di bejana-bejana berisi air jernih dan tawar seperti bak mandi, drum

penampung air, kaleng bekas atau tempat-tempat yang berisi air yang tidak bersentuhan dengan tanah.

7. Pertumbuhan dari telur menjadi nyamuk sekitar 10 hari.

(2)

Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia melalui gigitan nyamuk dan infeksi pertama kali mungkin memberi gejala demam. Setelah virus dengue masuk ke dalam tubuh, karena viremia seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal seluruh badan, hyperemia di tenggorok, timbulnya ruam dan kelainan yang mungkin terjadi pada sistem retikuloendotelial seperti pembesaran kelenjar-kelenjar getah bening, hati, dan limfa. Ruam pada DBD disebabkan oleh kongesti pembuluh darah di bawah kulit.

Fenomena fatofisiologi utama yang menentukan berat penyakit dan membedakan DF dengan DHF ialah meningginya permeabilitas dinding kapiler karena pelepasan zat anafilaktosin, histamin dan serotinin serta aktivasi sistem kalikten yang berakibat mengurangnya volume palsma, terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi dan renjatan.Plasma merembes selama perjalanan penyakit mulai dari saat-saat permulaan demam dan mencapai puncaknyapada saat renjatan. Pada pasien dengan renjatan berat, volume plasma dapat menurun sampai lebih dari 30%.

Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstravaskuler dibuktikan dengan ditemukannya cairan dalam rongga serosa, yaitu rongga peritoneum, pleura dan perikard yang pada autopoi ternyata melebihi jumlah cairan yang telah diberikan sebelumnya melalui infus. Renjatan hipovolemik yang terjadi sebagai akibat kehilangan plasma, bila tidak segera diatasi dapat berakibat anoksia jaringan, asidosis metabolik dan kematian.

Renjatan yang terjadi akut dan perbaikan klinis yang drastis setelah pemberian plasma/ekspander plasma yang efektif, sedangkan pada autopsi tidak ditemukan kerusakan dinding pembuluh darah yang destruktif atau akibat radang, menimbulkan dugaan bahwa perubahan fungsional dinding pembuluh darah mungkin disebabkan mediator farmakolgis yang bekerja singkat. Sebab lain kematian pada DHF adalah perdarahan hebat, yang biasanya timbul setelah renjatan berlangsung lama dan tidak teratasi. Perdarahan pada DHF umumnya dihubungkan dengan trombositopenia, gangguan fungsi trombosit dan kelainan sistem koagulasi.

Trombositopenia yang dihubungkan dengan menungkatnya mega karoisit muda dalam sus-sum tulang dan pendeknya masa hidup trombosit menimbulkan dugaan meningkatnya destruksi trombosit. Penyidikan dengan radioisotop

(3)

membuktikan bahwa penghancuran trombosit terjadinya dalam sistem retikuloendotelial.

D. Gambaran Klinis

Gambaran klinis amat bervariasi, dari yang amat ringan hingga yang sedang seperti DF sampai DHF dengan manifestasi demam akut, perdarahan serta kecenderungan terjadi renjatan yang dapat berakibat fatal. Masa inkubasi dengue antara 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari.

Pada DF, suhu meningkat tiba-tiba disertai sakit kepala, nyeri yang hebat pada otot dan tulang, mual, kadang kadang muntah dan batuk ringan. Sakit kepala dapat menyeluruh atau berpusat pada supra orbital dan retroorbital. Nyeri di bagian otot terutama dirasakan bila tendon dan otot perut ditekan. Otot-otot di sekitar mata terasa pegal. Eksamtem yang klasik ditemukan dalam 2 fase, mula-mula pada awal demam terlihat jelas pada muka dan dada, berlangsung selama beberapa jam dan biasanya tidak diperhatikan oleh pasien. Ruam berikutnya mulai antara hari 3-6, mula-mula berbentuk makula-makula besar, yang kemudian bersatu mencuat kembali, serta kemudian timbul bercak petekia pada dasarnya, kemudian menjalar cepat ke seluruh tubuh. Pada saar suhu turun ke normal, ruam ini berkurang dan cepat menghilang, bekas-bekasnya kadang teras gatal.

Lidah sering kotor dan kadang kala pasien sukar buang air besar. Terkadang dapat diraba pembesaran kelenjar yang konsistensinya lunak dan tak nyeri. Pada pasien DHF, gejala perdarahan mulai pada hari ke-3 atau ke-5 berupa petekia, purpura, ekimosis, hematemesis, melena, dan epistaksis. Hati umumnya membesar dan nyeri tekan, tetapi pembesaran hati tidak sesuai dengan beratnya penyakit.

E. Klasifikasi DHF

DHF diklasifikasikan berdasarkan derajat beratnya penyakit, secara klinis dibagi menjadi 4 Derajat (Menurut WHO, 1986) yaitu:

1. Derajat I (ringan)

Demam mendadak 2-7 hari disertai gejala klinis lain dan manifestasi perdarahan ringan, trombositopenia dan hemokonsentrasi. tourniquet positif.

(4)

2. Derajat II (sedang)

Ditemukan pula perdarahan kulit dan manifestasi perdarahan lain.

3. Derajat III

Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan daerah rendah (hipotensi), gelisah, cyanosis sekitar mulut, hidung dan jari (tanda-tanda dini renjatan).

4. Derajat IV

Ditemukan dengue shock syndrome dengan tensi dan nadi yang tak terukur.

F. Pemeriksaan Diagnostik

1. Klinik

a. Demam mendadak, terus-menerus 2-7 hari.

b. Manifestasi perdarahan baik melalui uji tourniquet maupun perdarahan spontan pada

kulit (petekie, ekimosis, memar) dan/atau di tempat lain seperti epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan melena.

c. Hepatomegali

d. Renjatan, ditandai nadi cepat dan lemah tak teraba, tekanan darah menyempit

(<20mmHg) atat hipotensi (<80mmHg) sampai tak terukur, kulit dingin, lembab dan malaise.

2. Laboratorium

a. Trombositopenia : Trombosit < 150.000/mm3, penurunan progresif pada

pemeriksaan periodik dan waktu perdarahan memanjang.

b. Hemokonsentrasi : Hematokrit saat MRS>20% atau meningkat progresif pada

pemeriksaan periodik.

3. Pemeriksaan penunjang

a. Foto toraks lateral dekubitus kanan

Terdapat efusi pleura dan bendungan vaskuler

b. Darah rutin

Hb, leukosit, hitung jenis (limfosit plasma biru 6-30%)

c. Waktu perdarahan

(5)

G. Penatalaksanaan

Setiap pasien tersangka DF atau DHF sebaiknya dirawat di tempat terpisah

dengan pasien lain, seyogyanya pada kamar yang bebas nyamuk.

Penatalaksanaannya adalah:

1. Tirah baring

2. Makanan lunak

Bila belaum ada nafsu makan dianjurkan munum banyak 1,5-2 liter /24 jam (susu,air gula, sirop)

3. Medikamentosa yang bersifat simtomatis

4. Antibiotik diberikan bila terdapat kekuatiran infeksi sekunder

5. Perlu diobservasi teliti terhadap penemuan dini tanda renjatan yaitu:

a. Keadaan umum memburuk

b. Hati makin membesar

c. Masa perdarahan memanjang

d. Hematokrit meninggi pada pemeriksaan berkala.

Terapi untuk pengganti cairan yaitu:

a) DBD tanpa renjatan

 Minum banyak 11/2 liter perhari

 Cairan intravena bila :

 Penderita muntah-muntah terus

 Intake tidak terjamin

 Pemeriksaan berkala Hmt cenderung meningkat terus.

Jenis cairan: RL atau asering 5, 10 mL/KgBB/24 jam.

b) DBD dengan renjatan

 Derajat IV : Infus asering 5/RL diguyur 100-200 mL sampai nadi teraba serta tensi

terukur, biasanya sudah tercapai dalam 15-30 menit.

 Derajat III: Infus asering 5/RL dengan kecepatan tetesan 20 mL/KgBB/ jam. Setelah

renajatan teratasi:

 Tekanan sistol > 80mmHg

 Nadi jelas terasa

(6)

 Kecepatan tetesan diubah 10mL/KgBB/jam selama 4-6 jam. Bila keadaan umum baik, jumlah cairan sekitar 5-7 mL/KgBB/jam. Jenis RL: Dextrose 5% =1:1. Infus dipertahankan 48 jam setelah renjatan.

H. Pencegahan

Untuk memutuskan rantai penularan, pemberantasan vektor dianggap cara paling memadai saat ini. Vektor dengue khususnya Aedes aegypti sebenarnya mudah diberantas karena sarangnya terbatas di tempat yang berisi air bersih dan jarak terbangnya maksimal 100 meter. Tetapi karena vektor tersebut luas, untuk keberhasilan pemberantasan diperlukan total coverage agar nyamuk tak dapat berkembang biak lagi.

Cara pemberantasan vektor:

1. Menggunakan insektisida

Yang lazim dipakai adalah malathion untuk membunuh nyamuk dewasa dan temephos (abate) untuk membunuh jentik. Cara penggunaan malathion ialah dengan pengasapan (thermal fogging) atau pengabutan (cold fogging).

2. Tanpa insektisida

 Menguras bak mandi, tempayan, dan tempat-tepat penampungan air minimal 1 kali

seminggu.

 Menutup tempat penampungan air rapat-rapat.

 Membersihkan/mengubur kaleng-kaleng bekas, botol-botol pecah dan benda-benda

lain yang memungkinkan nyamuk bersarang.

 Memangkas pohon atau tanaman hias tempat nyamuk bisa bersarang.

I. Komplikasi

Komplikasi dari penyakit demam berdarah diantaranya :

1. Ensepalopati : demam tinggi,gangguan kesadaran disertai atau tanpa kejang

2. Disorientasi

3. Perdarahan luas.

(7)

5. Effuse pleura

6. Asidosis metabolik

7. Anoksia jaringan

8. Penurunan kesadaran.

J. Prognosa

Prognosis DBD berdasarkan kesuksesan dalam tetapi dan penetalaksanaan yang dilakukan. Terapi yang tepat dan cepat akan memberikan hasil yang optimal.

Penatalaksanaan yang terlambat akan menyebabkan komplikasi dan

penatalaksanaan yang tidak tapat dan adekuat akan memperburuk keadaan.

Kematian karena demam dengue hampir tidak ada. Pada DBD/SSD mortalitasnya cukup tinggi. Penelitian pada orang dewasa di Surabaya, Semarang, dan Jakarta menunjukkan bahwa prognosis dan perjalanan penyakit umumnya lebih ringan pada orang dewasa dibandingkan pada anak-anak.

DBD Derajat I dan II akan memberikan prognosis yang baik, penatalaksanaan yang cepat, tepat akan menentukan prognosis. Umumnya DBD Derajat I dan II tidak menyebabkan komplikasi sehingga dapat sembuh sempurna.

DBD derajat III dan IV merupakan derajat sindrom syok dengue dimana pasien jatuh kedalam keadaan syok dengan atau tanpa penurunan kesadaran. Prognosis sesuai penetalaksanaan yang diberikan.

II. KONSEP DASAR KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Aktivitas/istirahat

Malaise

(8)

Tekanan darah di bawah normal, denyut perifer melemah, takikardi, susah teraba Kulit hangat, kering, pucat, kemerahan/ bintik merah, perdarahan bawah kulit

3. Eliminasi

Diare atau konstipasi

4. Makanan/ cairan

Anoreksia, mual, muntah

Penurunan berat badan, punurunan haluaran urine, oligouria, anuria.

5. Neurosensori

Sakit kepala, pusing, pingsan

Ketakutan, kacau mental, disorientasi, delirium.

6. Nyeri/ Ketidaknyamanan

Kejang abdominal, lokalisasi area sakit

7. Pernapasan

Takipneu dengan penurunan kedalaman pernapasan, suhu meningkat, menggigil

8. Penyuluhan/ pembelajaran

Masalah kesehatan, penggunaan obat-obatan atau tindakan.

B. Diagnosa Keperawatan

1. Peningkatan suhu tubuh sehubungan dengan proses penyakit/ viremia

2. Nyeri sehubungan dengan proses patologi penyakit

3. Defisit volume cairan tubuh sehubungan dengan peningkatan permeabilitas dinding

plasma, evaforasi, intake tidak adekuat

4. Risiko tinggi terjadinya perdarahan sehubungan dengan trombositopenia.

5. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi; kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan

dengan mual, muntah, anoreksia.

6. Intoleransi aktifitas sehubungan dengan kelemahan

7. Kurang pengetahuan tentang proses penyakit, diet dan perawatan pasien DHF

sehubungan dengan kurangnya informasi.

C. Intervensi Keperawatan

(9)

Tujuan : Klien tidak mengalami demam, suhu tubuh normal (360 – 370) Intervensi:

a. Kaji saat timbulnya demam

R/ Untuk menidentifikasi pola demam klien dan sebagai indikator untuk tindakan selanjutnya.

b. Observasi tanda – tanda vital klien : suhu, nadi, tensi, pernapasan, tiap 4 jam atau

lebih sering

R/ Tanda –tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien.

c. Beri penjelasan tentang penyebab demam atau peningkatan suhu tubuh

R/ Penjelasan tentang kondisi yang dialami klien dapat membantu klien/keluarga mengurangi kecemasan yang timbul.

d. Menjelaskan pentingnya tirah baring bagi pasien dan akibatnya jika hal tersebut tidak

dilakukan.

R/ Penjelasan yang diberikan akan memotivasi klien untuk kooperatif.

e. Menganjurkan pasien untuk banyak minum ± 2,5 ltr/24 jam dan jelaskan manfaatnya

bagi pasien.

R/ Peningkatan suhu tubuh akan menyebabkan penguapan tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak.

f. Berikan kompres hangat pada kepala dan axilla

R/ Pemberian kompres akan membantu menurunkan suhu tubuh.

g. Catat intake dan out put.

R/ Untuk mengetahui adanya ketidakseimbangan cairan tubuh.

h. Kolaborasi: Pemberian antipiretik

R/ Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus.

2. Nyeri sehubungan dengan proses patologi penyakit

Tujuan : Rasa nyaman klien terpenuhi, nyeri berkurang atau hilang, klien tampak rileks. Intervensi:

a. Kaji tingkat nyeri yang dialami klien.

R/ Untuk mengetahui berapa berat nyeri yang dialami klien.

b. Kaji faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi klien terhadap nyeri (budaya,

(10)

R/ Reaksi klien terhadap nyeri dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, dengan mengetahui faktor tersebut maka perawat dapat melakukan intervensi sesuai masalah klien.

c. Berikan posisi nyaman, dan citakan lingkungan yang tenang.

R/ Untuk mengurangi rasa nyeri

d. Berikan suasana gembira bagi klien, lakukan teknik distraksi, atau teknik relaksasi.

R/ Dengan teknik distraksi atau relaksasi, klien sedikit melupakan perhatiannya terhadap nyeri yang dialami.

e. Beri kesempatanklien untuk berkomunikasi dengan orang terdekat.

R/ Berhubungan dengan orang terdekat dapat membuat klien teralih perhatiannya dari nyeri yang dialami.

f. Kolaborasi: Berikan obat-obat analgetik

R/ Obat analgetik dapat mengurangi atau menekan nyeri klien.

3. Defisit volume cairan tubuh sehubungan dengan peningkatan permeabilitas dinding

plasma, evaforasi, intake tidak adekuat

Tujuan : Terjadi homeostatis volume cairan, tanda tanda vital dalam batas normal, tidak terjadi defisit cairan..

Intervensi:

a. Kaji keadaan umum klien 9pucat, lemah, taki kardi), serta tanda –tanda vital.

R/ menetapkan data dasar, untuk mengetahui dengan cepat penyimpangan dari keadaan normalnya.

b. Observasi adanya tanda – tanda syok

R/ Agar dapat segera dilakukan tindakan untuk menangani syok yang dialami klien.

c. Anjurkan klien untuk banyak minum

R/ asupan cairan sangat diperluakan untuk menambah volume cairan tubuh.

d. Kaji tanda dan gejala dehidrasi/hipovolemik (riwayat muntah, diare, kehausan, turgor

jelek)

R/ Untuk mengetahui penyebab defisit volume cairan

e. Kaji masukan dan haluaran cairan.

R/ untuk mengetahui keseimbangan cairan.

f. Kolaborasi : Pemberian cairan intra vena sesuai indikasi.

R/ Pemberian cairan intra vena sangat penting bagi klien yang mengalami defisit volume cairan dengan keadaan umum yang buruk untuk rehidrasi.

(11)

4. Risiko tinggi terjadinya perdarahan sehubungan dengan trombositopenia.

Tujuan : Tidak terjadi tanda tanda perdarahan lebih lanjut dan terjadi peningkatan trombosit> 150.000

Intervensi:

a. Monitor tanda-tanda penurunan trombosit yang disertai dengan tanda-tanda klinis.

R/ Penurunan jumlah trombosit merupakan tanda adanya kebocoran pembuluh darah yang pada tahap tertentu dapat menimbulkan perdarahan.

b. Beri penjelasan tentang pengaruh trombositopenia pada klien.

R/ Agar klien/keluarga mengetahui hal hal yang mungkin terjadi padaklien dan dapat membantu mengantisipasi terjadinya perdarahan.

c. Anjurkan klien untuk banyak istirahat

R/ Aktivitas klien yang tidak terkontrol dapat menyebabkan terjadinya perdarahan.

d. Beri penjelasan pada klien/keluarga untuk segera melaporkan tanda-tanda

perdarahan (hematemesis,melena, epistaksis)

R/ Keterlibatan keluarga akan sangat membantu klien mendapatkan penanganan sedini mungkin.

e. Antisipasi terjadinya perdarahan ( sikat gigi lunak, tindakan incvasif dengan hati-hati)

R/ Klien dengan trombositopenia rentan terhadap cedera/perdarahan.

5. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi; kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan

dengan mual, muntah, anoreksia.

Tujuan : Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi, klien mampu menghabiskan makanan sesuai dengan porsi yang diberikan.

Intervensi:

a. Kaji keluhan mual, muntah, dan sakit menelan yang dialami klien

R/ Untuk menetapkan cara mengatasinya.

b. Kaji cara/pola menghidangkan makanan klien

R/ Cara menghidangkan makanan dapat mempengaruhi nafsu makan klien.

c. Berikan makanan yang mudah ditelan seperti: bubur dan dihidangkan saat masih

hangat.

R/ Membantu mengurangi kelelahan klien dan meningkatkan asupan makanan karena mudah ditelan.

(12)

R/ Untuk menghindari mual dan muntah serta rasa jenuh karena makanan dalam porsi banyak.

e. Jelaskan manfaat nutrisi bgi klien terutama saat sakit.

R/ UntukMeningkatkan pengetahan klien tentang nutrisi sehingga motivasi untuk makan meningkat

f. Berikan umpan balik positif saat klien mau berusaha mengahiskan makannya. R/ Memotivasi dan meningkatkan semangat klien.

g. Catat jumlah porsi yang dihabiskan klien

Mengetahui pemasukan/pemenuhan nutrisi klien.

h. Ukur berat badan kilen tiap hari.

R/ Untuk mengetahui status gizi klien.

6. Intoleransi aktifitas sehubungan dengan kelemahan

Tujuan : Kebutuhan aktivitas sehari-hari terpenuhi Intervensi:

a. Mengkaji keluhan klien

R/ Untuk mengidentifikasi masalah-masalah klien.

b. Kaji hal-hal yang mampu/tidak mampu dilakukan oleh klien sehubungan degan

kelemahan fisiknya.

R/ Untuk mengetahui tingkat ketergantungan klien dalam memenuhi kebutuhannya.

c. Bantu klien memenuhi kebutuhan aktivitasnya sesuai dengan tingkat keterbatasan

klien seperti mandi, makan, eliminasi.

R/ Pemberian bantuan sangat diperlukan oleh klien pada saat kondisinya lemah tanpa membuat klien mengalami ketergantungan pada perawat.

d. Bantu klien untuk mandiri sesuai dengan perkembangan kemajuan fisiknya.

R/ Dengan melatih kemandirian klien, maka klien tidak mengalami ketergantungan.

e. Letakkan barang-barang di tempat yang mudah dijangkau oleh klien.

R/ akan membantu klien memenuhi kebutuhan sendiri tanpa bantuan orang lain.

7. Kurang pengetahuan tentang proses penyakit, diet dan perawatan pasien DHF

sehubungan dengan kurangnya informasi.

Tujuan : Pengetahuan klien/keluarga tentang proses penyakit, diet, perawatan meningkat sehingga klien/keluarga memperlihatkan perilaku yang kooperatif.

(13)

a. Kaji tingkat pengetahuan klien/keluarga tentang penyakit DHF R/ Sebagai data fdasar pemberian informasi selanjutnya.

b. Kaji latar belakang pendidikan klien/ keluarga.

R/ Untuk memberikan penjelasan sesuai dengan tingkat pendidikan klien/ keluarga sehingga dapat dipahami.

c. Jelaskan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan obat-obatan pada klien

dengan bahasa dan kata-kata yang mudah dimengerti.

R/ agar informasi dapat diterima dengan mudah dan tepat sehinggfa tidak terjadi kesalahpahaman.

d. Jelaskan semua prosedur yang akan dilakukan dan manfaatnya pada klien.

R/ Dengan mengetahui prosedur/tindakan yang akan dilakukan dan manfaatnya, klien akan kooperatif dan kecemasannya menurun.

e. Berikan kesempatan pada klien/ keluarga untuk menanyakan hal-hal yangingin

diketahui sehubungan dengan penyakit yang diderita klien.

R/ mengurangi kecemasan dan memotivasi klien untuk kooperatif. f. Gunakan leaflet atau gambar-gambar dalam memberikan penjelasan.

R/ Untuk membantu mengingat penjelasan yang telah diberikan karena dapat dilihat/ dibaca berulang kali.

DAFTAR PUSTAKA

Keliat, Budi Anna, 1991, Proses keperawatan, EGC: Jakarta.

Carpenito, LJ, 1998, Diagnosa Keperawatan; aplikasi praktik klinik,

EGC: Jakarta.

Doengoes,ME, 2001, diagnosa keperawatan, EGC: Jakarta. Effendy, Christantie, 1995, Perawatan pasien DHF, EGC: Jakarta

Referensi

Dokumen terkait

Demam berdarah dengue adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai

Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue (DENV-1, DENV-2, DENV-3, DENV-4), dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot, dan

Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) atau Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit tropis yaitu penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi virus dengue dan

Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus Dengue yang berat yang ditandai gejala panas yang mendadak, perdarahan dan kebocoran plasma

Kesimpulan dari Kesimpulan dari uraian diatas, Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan suatu penyakit yang disebabkan uraian diatas, Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan suatu

Demam dengue atau dengue fever (DF) dan demam berdarah dengue (DBD) atau dengue haemorrhagic fever (DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue yang disebarkan

Penyakit Demam Berdarah Dengue DBD {bahasa medisnya disebut Dengue Hemorrhagic Fever DHF} adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes

Manifestasi klinis infeksi virus dengue bervariasi mulai dari undifferentiated febrile illness yang ringan, demam dengue dengue fever dan demam berdarah dengue DBD/dengue hemorrhagic